Anda di halaman 1dari 8

SINDROM METABOLIK

Sidartawan Soegondo, Dyah Purnamasari

PENDAHULUAN Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi


peningkatan prevalensi sindrom metabolik. Prevalensi
Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasi faktor sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar
risiko pada pasien-pasien dengan resistensi insulin yang 25% dan pada usia > 50 tahun sebesar 45%. Pandemi
dihubungkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan
yang disebutnya sebagai sindrom X. Selanjutnya, sindrom peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi
X ini dikenal sebagai sindrom resistensi insulin dan Asia, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan di Depok
akhirnya sindrom metabolik. (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik
Resistensi insulin adalah suatu kondisi di mana terjadi menggunakan kriteria National Cholesterol Education
penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin Program Adult Treatment Panel Ill (NCEP-ATP Ill) dengan
sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25%
bentuk kompensasi sel beta pankreas. Resistensi insulin wanita. Penelitian Soegondo (2004) melaporkan prevalensi
terjadi beberapa dekade sebelum timbulnya penyakit sindrom metabolik sebesar 13,13% dan menunjukkan bahwa
diabetes mellitus dan kardiovaskular lainnya. Sedangkan kriteria lndeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2 lebih
sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik adalah cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian
kumpulan gejala yang menunjukkan risiko kejadian di DKI Jakarta pada tahun 2006 melaporkan prevalensi
kardiovaskular lebih tinggi pada individu tersebut. sindrom metabolik yang tidhkjauh berbeda dengan Depok
Resistensi insulin juga berhubungan dengan beberapa yaitu 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen
keadaan seperti hiperurisemia, sindrom ovarium polikistik terbanyak (59,4%). Laporan prevalensi sindrom metabolik di
dan perlemakan hati non alkoholik. beberapa daerah di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Prevalensi Silrdrom Metabolik di Beberqpa Daerah di Indonesia


Prevalensi (%) Komponen sindrom
Peneliti Tahun Daerah
(usia) (ATP Ill Asia) metabolik Terbanyak (%)
Budhiarta 2004 Bali 20,3 & Kolesterol HDL (39,l)
Denpasar 24,8
D. Sangsit 19,2
D. Sernbiran 7,8
Arifin 2003 Bandung 22,94
Medical check up (bukan modifikasi)
Suhartono 2005 Sernarang (poli RS) 16,6 Hipertensi (89,7)
Pekajangan 20,3
Pranoto 2005 Surabaya 34 Obesitas sentral
(general check up) Hipertrigliseridernia (85,29)
Adam 2002 - 2004 Makasar 33,4 Obesitas sentral (58,2)
(general check up)
Dikutip dari Purnamasari. Gambaran Resistensi Insulin Subyek dengan Saudara Kandung DM tipe 2. Tesis. 2006.
SINDROM METABOLIK, DISLIPEMIA, OBESITAS

Dibandingkan dengan komponen-komponen pada tahun kemudian, pada tahun 2005, International Diabetes
sindrom metabolik, obesitas sentral paling dekat untuk Federation (IDF) kembali memodifikasi kriteria ATP Ill. IDF
memprediksi ada tidaknya sindrom metabolik. Beberapa menganggap obesitas sentral sangat berkorelasi dengan
studi di wilayah Indonesia termasuk Jakarta menunjukkan resistensi insulin, sehingga memakai obesitas sentral
obesitas sentral merupakan komponen yang paling banyak sebagai kriteria utama. IVilai cut-off yang digunakan juga
ditemukan pada individu dengan sindrom metabolik. dipengaruhi oleh etnik. Untuk Asia dipakai cut-off lingkar
Meski mendapat sebutan sindrom, namun secara perut 2 90 cm untuk pria dan 2 80 cm untuk wanita.
umum penatalaksanaan sindrom metabolik sejauh ini Beberapa kriteria sindrom metabolik dapat dilihat pada
masih merupakan penatalaksanaan masing-masing tabel 2.
komponennya. Masih menjadi perdebatan apakah sebutan Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATP Ill lebih banyak
sindrom ini masih memiliki arti klinis mengingat tidak ada digunakan, karena lebih memudahkan seorang klinisi untuk
perbedaan penatalaksanaan pada tiap komponennya. mengidentifikasi seseorang dengan sindrom metabolik.
Pada akhirnya tampilan klinis sindrom metabolik Sindrom metabolik ditegakkan apabila seseorang memiliki
ini sangat dipengaruhi oleh faktor etnik dan herediter, sedikitnya 3 (tiga) kriteria.
sehingga pola klinis di setiap populasi berbeda.

PATOFISIOLOGI

Pengetahuan mengenai patofisiologi masing-masing


Sejak munculnya sindrom resistensi insulin, beberapa komponen sindrom metabolik sebaiknya diketahui untuk
organisasi berusaha membuat kriteria sindrom metabolik dapat memprediksi pengaruh perubahan gaya hidup
supaya dapat diterapkan secara praktis klinis sehari-hari. dan medikamentosa dalam penatalaksanaan sindrom
Secara umum, semua kriteria yang diajukan memerlukan metabolik.
minimal 3 kriteria untuk mendiagnosis sondrom metabolik
atau sindrom resistensi insulin. World Health Organization Obesitas Sentral
(WHO) merupakan organisasi pertama yang mengusulkan Obesitas yang digambarkan deng'an indeks massa tubuh
kriteria sindrom metabolik pada tahun 1998. Menurut tidak begitu sensitif dalam menggambarkan risiko
WHO pula, istilah sindrom metabolik dapat dipakai pada kardiovaskular dan gangguan metabolik yang terjadi. Studi
penyandangi DM mengingat penyandang DM juga dapat menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan
memenuhi kriteria tersebut dan menunjukkan besarnya oleh lingkar perut (dengan cut-off yang berbeda
risiko terhadap kejadian kardiovaskular. Setahun kemudian antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi
pada tahun 1999, the European Group for Study of Insulifi gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar
Resistance (EGIR) melakukan modifikasi pada kriteria WHO. perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan
EGIR cenderung menggunakan istilah sindrom resistensi dan visceral. Meski dikatakan bahwa lemak viseral
insulin. Berbeda dengan WHO, EGIR lebih memlih obesitas lebih berhubungan dengan komplikasi metabolik dan
sentral dibandingkan IMT dan istilah sindrom resistensi kardiovaskular, ha1 ini masih kontroversial. Peningkatan
insulin tidak dapat dipakai pada penyandang DM karena obesitas berisiko pada peningkatan kejadian kardiovaskular.
resistensi insulin merupakan faktor risiko timbulnya DM. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak
Pada tahun 2001, National CholesterolEducation Program metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas.
(NCEP) Adult Treatment Panel 111 (ATP Ill) mengajukan Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang
kriteria baru yang tidak mengharuskan adanya komponen menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin
resistensi insulin. Meski tidak pula mewajibkan adanya dapat ditemukan pada individu tanpa obes (lean subjects).
komponen obesitas sentral, kriteria ini menganggap lnteraksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi
bahwa obesitas sentral merupakan faktor utama yang tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun
mendasari sindrom metabolik. Nilai cut-off lingkar perut obesitas.
diambil dari National Institute of Health Obesity Cliniccl Jaringan adiposa merupaka sebuah organ endokrin
Guidelines; 2 102 cm untuk pria dan 2 88 cm untuk wanita. yang aktif mensekresi berbagai faktor pro dan anti inflamasi
Untuk etnik tertentu seperti Asia, dengan cut-off lingkar seperti leptin, adiponektin, Tumor nekrosis factor a (TNF-a),
perut lebih rendah dari ATP Ill, sudah berisiko terkena Interleukin-6 (IL-6) dan resistin. Konsentrasi adiponektin
sindrom metabolik. Pada tahun 2003,AmericanAssociatio.~ plasma menurun pada kondisi DM tipe 2 dan obesitas.
of Clinical Endocrinologists (AACE) memodifikasi definisi Senyawa ini diprcaya memiliki efek antiaterogenik pada
dari ATP Ill. Sama seperti EGIR, bila sudah ada DM, maka hewan coba dan manusia. Sebaliknya, konsentrasi leptin
istilah sindrom resistensi insulin tidak digunakan lagi. Dua meningkat pada kondisi resistensi insulin dan obesitas dan
SINDROM METABOLIK 2537

Tabel 2. Beberapa Kriteria Sindrom Metabolik


Kriteria WHO(1998) EGlR ATP 111 (2001) AACE (2003) IDF (2005)
Klinis
Resistensi TGT, GDPT, DMTZ, I n s u l i n p l a s m a > Tidak ada, tetapi TGT atau GDPT Tidak ada
insulin atau sensitivitas persentil ke-75 , mempunyai 3 dari D i t a m b a h
insulin menurun* Ditambah dua dari 5 kriteria berikut sala h s a t u d a r i
Ditambah 2 dari kriteriaberikut kriteria berikut
kriteria beriNut berdasarkan
penilaian klinis
Berat badan Pria: rasio pinggang L P 2 9 4 cm pada pria LP 2 102 c m pada IMT 125 kg/m2 LP yang meningkat
panggul > 0,90 atau 2 80 cm pada pria atau 1 8 8 cm (spesifik tergantung
Wanita: rasio wanita pada wanitat populasi) ditambah
pinggang panggul dua dari kriteria
> 035 berikut
dan/atau IMT > 30
kg/m2
Lipid TG~150mg/dLdan/ TG 2 1 5 0 m g / d L T G 2 1 5 0 m g / d L TG>150mg/dL TG 2 1 5 0 m g /
atau HDL-C i35 mg/ dan/atau HDL-C i d a n HDL-C < 4 0 dL atau dalam
d L pada p r i a a t a u 39 mg/dL pada pria mg/dL pada pria pengobatan TG
< 39 mg/dL pada atau wanita HDL-C < 40 m g / ataU < 50 mg/dL HDL-C < 4 0 m g /
wanita dL pada pria atau pada wanita dL pada pria
< 50 mg/dL pada atau < 50 m g / d L
wanita pada wanita atau
dalam pengobatan
HDL-C
Te k an a n 2 140/90 m m Hg z140790mmHgatau z 130/85 mmHg 2 130/85 mmHg z130mmHgsistolik
darah dalam pengobatan a t a u 2 85 m m
hipertensi ~g diastolik atau
dalam pengobatan
hipertensi
Glukosa TGT, G D P T a t a u TGT a t a u G D P T 2 110 m g / TGT a t a u GDPT 2 100 mg/
(tetapi bukan dL (te-masuk (tetapi bukan dL (termasuk
diabetes) p e n d e r it a diabetes) diabetes)
diabetes)*
Lainnya Mikroalbuminuria Kriteria resistensi
insulin lainnya5
DMT2 menunjukkan diabetes melitus tipe 2; LP, lingkar pinggang; IMT, indeks massa tubuh; dan TG, trigliserida, semua singkatan
lainnya terdapat dalam teks.
* Sensitivitas insulin diukur pada kondisi euglikemia hiperinsulinemia, ambilan glukosa di bawah kuartil terendah sebagai latar belakang
populasi yang diteliti
tBeberapa pasien pria dapat akan mempunyai faktor-faktor risiko metabolik saat lingkar pinggang meningkat meskipun hanya sampai
nilai ambang (yakni 94 hingga 102 cm [37 sampai 39 inci]). Pasien seperti itu mungkin mempunyai kontribusi genetik yang cukup
kuat terhadap resistensi insulin. Mereka akan mendapatkan manfaat dari perubahan kebiasaan dan gaya hidup, seperti halnya pria
dengan peningkatan lingkar pinggang kategorik.
* Definisi tahun 2001 menilai kadar glukosa puasa 2 110 mg/dL (6,l mmol/L) sebagai kadar yang meningkat. Nilai ini dimodifikasi
pada tahun 2004 menjadi > 100 mg/dL (5,6 mmol/L), sesuai dengan defirisi terkini dari American Diabetes Association mengenai
definisi GDPT.46.47.77
§ Meliputi riwayat penyakit keluarga berupa diabetes melitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik, gaya hidup yang kurang banyak gerak,
usia lanjut dan etnis tertentu yang rentan terhadap diabetes melitus tipe 7.
Dikutip dari Grundy et al. Diagnosis and management of metabolic syndrome. Circulation 2005

berhubungan dengan risiko kejadian kardiovaskular tidak Resistensi Insulin


tergantung dari faktor risiko tradisional kardiovaskular, Resistensi insulin mendasari kelornpok kelainan pada
I M T d a n konsentrasi CRP. Sejauh i n i belurn diketahui sindrom metabolik. Sejauh ini belurn disepakati pengukuran
apakah pengukuran pengukuran marker hormonal dari yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp
jaringan adiposa lebih baik daripada pengukuran secara rnerupakan teknik yang ideal n a m u n tidak praktis u n t u k
anatomi dala rnernprediksi risiko kejadian kardiovaskular klinis sehari-hari. Pemeriksaan glukosa plaama puasa
d a n kelainan metabolik yang terkait. j u g a tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa
2538 SINDROM METABOLIK, DISLIPEMIA, OBESITAS

puasa hanya dijumpai pada 10% sindrom metabolik. Hipertensi


Penguku ran Homeostasis Model Asessment (HOMA) dan Resistensi insulin juga berperan pada pathogenesis
Quantitative lnsulin Sensitivity Check Index (QUICKI) hipertensi. lnsulin merangsang sistem saraf simpatis
dibuktikan berkorelasi erat dengan pemeriksaan standar, meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi
sehingga dapat disarankan untuk mengukur res stensi transport kation dan mengakibatkan hipertrofi sel otot
insulin. Bila melihat dari patofisiologi resistensi insulin polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut dapat
yang melibatkan jaringan adiposa dan sistem kekebalan menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga
tubuh, maka pengukuran resistensi insulin hanya dari disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin
pengukuran glukosa dan insulin (seperti rumus HOFYlA dan terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan
QUICKI) perlu ditinjau ulang. Oleh karenanya, pengcunaan depressor. The lnsulin Resistance Atherosclerosis Study
rumus ini secara rutin di klinis belum disarankan maupun melaporkan hubungan antara resistensi insulin dengan
disepakati. hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek
dengan DM tipe 2
Dislipidemia
Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai
dengan peningkatan trigliserida dan penurunan kolesterol
HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun mengalami
perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Untuk mencegah komplikasi kardiovaskular pada individu
Peningkatan konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan yang telah memiliki sindrom metabolik, diperlukan
akibat peningkatan masukan asam lemak bebas t e hati pemantauan yang terus menerus dengan modifikasi
sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. ldamun komponen sindrom metabolik yang ada. Penatalaksanaan
studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa sindrom metabolik masih merupakan penatalaksanaan
peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dari masing-masing komponennya (Tabel 3)
dan tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan m3sukan Penatalaksanaan sindrom metabolik terutama
asam lemak bebas ke hati. bertujuan untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular
Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan aterosklerosis dan risiko diabetes melitus tipe 2 pada
trigliserida sehingga terjadi transfer trigliserida ke pasien yang belum diabetes. Penatalaksanaan sindrom
HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin metabolik terdiri atas 2 pilar, yaitu tatalaksana penyebab
dan konsentrasi trigliserida normal dapat ditemukan (berat badan lebih/obesitas dan inaktifitas fisik) serta
penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat tatalaksana faktor risiko lipid dan non lipid.
mekanisme lain yang menyebabkan penurunan ko esterol
HDL disamping peningkatan trigliserida. Mekanisme yang Obesitas dan Obesitas Sentral
dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post Pemahaman t e n t a n g hubungan antara obesitas
prandial pada kondisi resistensi insulin sehingga terjadi dan sindrom metabolik serta peranan otak dalam
gangguan produksi Apolipoprotein A-I (Apo A-I) d e h hati pengaturan energi, merupakan titik tolak yang penting
yang selanjutnya mengakibatkan penurunan ko esterc.1 dalam penatalaksanaan klinik. Pengaturan berat badan
HDL. Peran sistem imunitas pada resistensi insulin juga merupakan dasar tidak hanya bagi obesitas tapi juga
berpengaruh pada perubahan profil leipid pada subyek sindrom metabolik. Mempertahankan berat badan yang
dengan resistensi insulin. Studi pada hewan menunjukkan lebih rendah dikombinasi dengan pengurangan asupan
bahwa aktivasi sistem imun akan menyebabkan gangguan kalori dan peningkatan aktifitas fisik merupakan prioritas
pada lipoprotein, protein transport, reseptor dan enzim utama pada penyandang sindrom metabolik. Target
yang berkaitan sehingga terjadi perubahan profil lipid. penurunan berat badan 5-10% dalam tempo 6-12 bulan,
dapat dicapai dengan mengurangi asupan kalori sebesar
Peran Sistem lmunitas pada Resistensi lnsulin 500-1000 kalori per hari ditunjang dengan aktifitas fisik
lnflamasi subklinis kronik juga merupakan bagian dari yang sesuai. Aktifitas fisik yang disarankan adalah selama
sindrom metabolik. Marker inflamasi berperan pada 30 menit atau lebih setiap hari. Untuk subyek dengan
progresifitas DM dan komplikasi kardiovaskular.Creactive komorbid penyakit jantung koroner, perlu dilakukan
protein (CRP) dilaporkan menjadi data prognosis tarnbahan evaluasi kebugaran sebelum diberikan anjuran jenis-jenis
tentang keparahan inflamasi pada subyek wanita sehat olah raga yang sesuai.
dengan sindrom metabolik. Namun, belum didapatkan Pemakaian obat-obatan dapat berguna sehingga
kesepakatan alur diagnosis yang mampu menggabungkan dipertimbangkan pada beberapa pasien. Dua obat yang
peningkatan CRP, koagulasi, dan gangguan fibrinolisis dapat digunakan dalam menurunkan berat badan adalah
dalam memprediksi risiko kardiovaskular. sibutramin dan orlistat. Dengan mempertimbangkan
SINDROM METABOLIK 2539

Tabel 3. Penatalaksanaan Sindrom Metabolik


Target dan tujuan terapi Rekomendasiterapi
Faktor risiko gaya hidup Pencegahan jangka panjang penyakit KVR dan pencegahan (terapi) diabetes
melitus tipe 2
Obesitas abdomen
Mengurangi berat badan sebanyak 7% Secara konsisten rnernberikan semangat agar berat badan terjaga / berkurang
hingga 10% selama satu tahun pertarna melalui program keseirnbangan aktivitas fisik, asupan kalori dan modifikasi
terapi. Sesudah itu, teruskan penurunan perilaku formal pang sesuai, bila diperlukan, untuk rnenjaga/mencapai
berat badan sebisa mungkin dengan tujuan lingkar pinggang < 40 inci pada pria dan < 35 inci pada wanita. Mula-mula,
akhir mencapai berat badan yang diinginkan targetkan pengurangan secara perlahan sebanyak %V hingga %I* berat badan
(IMT<25 kg/m2) awal. Penurunan berat bedan yang kecil sekalipun berkaitan dengan rnanfaat
kesehatan yang signifikan.
lnaktivitas fisik
Aktivitas fisik intensitas sedang secara Pada pasien yang sudah menderita penyakit KVR, nilailah risiko dengan riwayat
teratur; setidaknya 30 menit secara kontinu aktivitas fisik yang rinci dan/atau uji latihan fisik, sebagai petunjuk dalarn
maupun intermiten (dan lebih baik bila 2 60 meresepkan. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas fisik aerobik intensitas
menit), 5 hari/minggu, tetapi lebih baik lagi sedang selarna 3C sarnpai 60 rnenit: berjalan cepat, sebaiknya setiap hari,
bila setiap hari. ditambah dengan peningkatan aktivitas dalam gaya hidup sehari-hari (yakni
menaiki tangga pedometer, berjalan saat istirahat kerja, berkebun, mengerjakan
pekerjaan rumah tangga). Waktu latihan yang panjang dapat dicapai dengan
akumulasi latihan fisik yang dilakukan sepanjang hari. Dorong latihan tahanan
(resistance training) 2 hari/minggu. Sarankan program yang diawasi secara
medis untuk pasien berisiko tinggi (misalnya pasien dengan sindrom koroner
akut atau revaskularisasi, GJK)
Diet aterogenik
Mengurangi asupan lemak jenuh, lernak Rekomendasi: lemak j e n ~ h< 7% kalori total; kurangi lernak trans; kolesterol
trans dan kolesterol dalam diet < 200 mg/dL; lernak total 25% hingga 35% kalori total. Sebagian
besar diet lemak sebaiknjla berupa lemak tidak jenuh; gula sederhana harus
dibatasi.
Faktor risiko metabolik Pencegahanjangka pendek terhadap penyakit KVR atau terapi diabetes melitus
tipe 2
Dislipidemia aterogenik
Target primer:
LDL-C meningkat (lihat tabel 4 untuk LDL-C meningkat (lihat Tibel 4 untuk rinciannya)
rinciannya)
Target sekunder: non-HDL-C meningkat
non-HDL-C meningkat
Pasien risiko tinggi*: Mengikuti strategi di Tabel 4 untuk mencapai target LDL-C
< 130 mg/dL (3,4 mmol/L) {pilihan: < 100 Pilihan pertarna untuk mencapai target non-HDL-C: Perkuat terapi penurunan
mg/dL) [2,6 rnmol/L] untuk pasien yang LDL
berisiko sangat tinggit) Pilihan kedua untuk mencapai target non-HDL-C: Tambahkan fibrat [lebih
disukai fenofibrat] atau asam nikotinat bila kadar non-HDL-C tetap relatif tinggi
setelah terapi dengan obat penurun LDL diberikan

Pasien berisiko tinggi-sedang*: < I 6 0 mg/ Beri saran untuk menambah fibrat atau asarn nikotinat pada pasien berisiko
dL (4,l mmol/L) tinggi

Pilihan terapi: < I 3 0 mg/dL (3,4 mrnol/L) Beri saran untuk menghindari penambahan fibrat atau asam nikotinat pada
pasien berisiko tinggi sedang atau pasien berisiko sedang

Pasien berisiko sedangS: < 160 rng/dL (4,l Semua pasien: Bila TG 2 500 mg/dL, mulai dengan fibrat atau asam nikotinat
mmol/L) {sebelum terapi penurun LDL; terapi non-HDL-C untuk mencapai tujuan setelah
memberikan terapi menurunkan TG]
Pasien berisiko rendahl): < I 9 0 mg/dL (4,9
mmol/L)
2540 SINDROM METABOLIK, DISLIPEMIA, OBESITAS

Target tersier: HDL-C berkurang


HDL-C berkurang Maksinialkan terapi gaya hidup: penurunan berat badan dan peningkatan
Tidak ada target spesifik: tingkatkan HDL-C aktivitas fisik
sebisa mungkin disertai terapi standar Pertimbangkan menambahkan fibrat atau asam nikotinat setelah terapi
dislipidemia aterogenik obat penurun LDL-C sebagaimana telah disebutkan untuk non-HDL-C yang
meningkat
TD meningkat
Turunkan TD serendah mungkin hingga Untuk TD 2 120180 mmHg: awali atau jaga modifikasi gaya hidup pada semua
setidaknya mencapai TD <I40190 mmHg pasien dengan sindrom metabolik: pengendalian berat badan, meningkatkan
(atau < I30180 mmHg bila terdapat diabetes). aktivitas fisik, meredam kebiasaan alkohol, pengurangan kadar garam dan
Kurangi TD lebih lanjut sebisa mungkin merekankan banyak makan buah dan sayuran segar, dan produk-produk
melalui perubahan gaya hidup susu rendah lemak
Untuk TD? 140190 mmHg (atau 2 I30180 mmHg untuk individu dengan penyakit
ginjal kronik atau diabetes); Bila dapat ditoleransi, tambahkan pengobatan
tekanan darah sebagaimana diperlukan untuk mencapai TD target
Kadar glukosa meningkat Untuk GDPT, dorong semangat untuk menurunkan berat badan dan
Untuk GDPT, tunda perkembangan ke arah meningkatkan aktivitas fisik
diabetes melitus tipe 2. Untuk diabetes, U n t ~ diabetes
k melitus tipe 2, bila perlu, terapi gaya hidup dan farmakoterapi
hemoglobin A, < 7,0% perlu dipakai agar HbAIC mendekati normal (< 7%).
Modifikasi faktor-faktor risiko lainnya dan modifikasi perilaku (yakni obesitas
abdominal, inaktivitas fisik, TD meningkat, abnormalitas lipid)
Kondisi Protrombotik Pasien-pasien berisiko tinggi: mulai dan teruskan terapi aspirin dosis rendah;
Kurangi faktor-faktor risiko trombotik dan pada pasien dengan KVRAS, pertimbangkan klopidogrel bila aspirin merupakan
fibrinolitik korrtraindikasi.
Pasen berisiko tinggi sedang: pertimbangkan profilaksis aspirin dosis rendah
Kondisi proinflamasi Rekomendasi: tidak ada terapi spesifik yang melebihi terapi gaya hidup
TG menunjukkantrigliserida; TD, tekanan darah, KVR, penyakit kardiovaskular; GJK, gagal jantung kongestif; IMT, indeks massa tubuh,
GDPT, glukosa darah puasa terganggu dan KVRAS, penyakit kardiovaskular aterosklerotik
* Pasien berisiko tinggi adalah pasien dengan diagnosis KVRAS, diabetes, atau risiko 10 tahun terhadap penyakit jantung koroner >
20%. Untuk penyakit serebrovaskular, kondisi berisiko tinggi meliputi TIA atau stroke yang berasal dari karotid atau stenosis karotid
> 50%
tPasien berisiko sangat tinggi adalah pasien yang cenderung menderita kejadian KVR dalam beberapa tahun mendatang, dan diagnosis
bergantung pada penilaian klinis. Faktor-faktor yang dapat turut berkontribusi pada risiko sangat tinggi ini meliputi sindrom
koroner akut yang baru saja terjadi, dan diagnosis penyakit jantung koroner + salah satu dari ha1 berikut ini: faktor-faktor risiko
mayor multipel (terutama diabetes), faktor-faktor risiko berat dan terkontrol buruk (terutama kebiasaan merokok sigaret yang terus
berlanjut) dan sindroma metabolik.
SPasien berisiko tinggi-sedang adalah pasien dengan risiko 10 tahun terhadap penyakit jantung koroner sebesar 10% hingga 20%.
Faktor-faktor yang rnendukung pilihan terapi non-HDL-C < 100 mgldL adalah faktor-faktor yang dapat meningkatkan individu hingga
masuk ke kisaran atas risiko tinggi sedang meliputi: faktor-faktor risiko mayor multipel, faktor-faktor risiko berat dan terkontrol
buruk (terutama kebiasaan merokok sigaret yang brus berlanjut), sindroma metabolik dan penyakit aterosklerotik subklinis yang
nyata (yaitu ketebalan kalsium koroner atau lapisan media tunika intirna karotid > persentil ke-75 yang sesuai dengan usia dan
jenis kelamin).
Q: Pasien berisiko sedang adalah pasien dengan 2 atau lebih faktor risiko mayor dan risiko 10 tahun < 10%
11 Pasien berisiko rendah adalah pasien dengan faktcr risiko mayor 0 atau 1 dan risiko 10 tahun < 10%
Dikutip dari Grundy et al. Diagnosis and managemen?of metabolic syndrome. Circulation 2005

peranan otak sebagai regulator berat badan, sibutramin memperbaiki konsentrasi trigliserida dan kolesterol HDL.
dapat menjadi pertimbangan walaupun tanpa Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien-
mengesampingkan kemungkinan efek samping yang pasien yang berisiko serius akibat obesitasnya.
mungkin timbul. Cara kerjanya d i sentral memberikan efek
mengurangi asupan energi melalui efek mempercepat Hipertensi
rasa k e n y a n g d a n m e m p e r t a h a n k a n p e n g e l u a r a n Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular.
energi setelah berat badan turun dapat memberikan Hipertensi juga mengakibatkan mikroalbuminuria
efek tidak hanya untuk penurunan berat badan namun yang dipakai sebagai indikator independen morbiditas
juga mempertahankan berat badan yang sudah turun. kardiovaskular pada pasien tanpa diabetes atau hipertensi.
Demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek dari Target tekanan darah berbeda antara subyek dengan D M
penurunan berat badan pemberian sibutramir setelah dan tanpa DM. Pada subyek dengan D M dan penyakit
24 minggu yang disertai dengan diet dan aktif tas fisik, ginjal, target tekanan darah adalah < 130/80 mmHg,
SINDROM METABOLIK 254 1

sedangkan pada bukan, targetnya < 140/90 mmHg. dalam meregresi hipertrofi ventrikel kiri dibandingkan
Untuk mencapai target tekanan darah, penatalaksanaan dengan penghambat beta adrenergik, diuretik d a n
tetap diawali dengan pengaturan diet dan aktifitas fisik. antagonis kalsiurn. Valsartan, suatu penghambat reseptor
Peningkatan tekanan darah ringan dapat diatasi dulu angiotensin, dapat rnengurangi mikroalbuminuria yang
dengan upaya penurunan berat badan, berolah raga, diketahui sebagai faktor risiko independen ka~diovaskular.
menghentikan rokok dan konsumsi alkohol serta banyak Beberapa studi menyarankan pemakaian ACE inhibitor
rnengkonsumsi serat. Narnun apabila rnodifikasi gaya sebagai lini pertama pada penyandang hipertensi dengan
hidup sendiri tidak marnpu mengendalikan tekanan darah sindrorn metabolik terutama bila ada DM.Angiotensin
maka dibutuhken pendekatan medikarnentosa untuk receptor blocker (ARB) dapat digunakan apabila tidak
rnencegah komplikasi seperti infark miokard, gagal ginjal toleran terhadap ACE inhibitor. Meski pemakaian diuretik
kronik dan stroke. tidak dianjurkan pada subyek dengan gangguan toleransi
Dalarn suatu penelitian rneta-analisis didapatkan glukosa, namun pemakaian diuretik dosis rendah yang
bahwa enzirn pengkonversi angiotensin dan penghambat dikornbinasi dengan regimen lain dapat lebih bermanfaat
reseptor angiotensin mempunyai manfaat yang bermakna dibandingkan efek sampingnya.

Tabel 4. Kolesterol LDL sebrgai Target Tempi Utama pada subyek dengan ~ t h e ~ s c ( ) ~ ~ Qbpose
~ o ~ ~ , ~ $ ~
i
(ASCVD)
Tujuan Terapi Rekomendasi Terapi
Pasien berisiko tinggi*: < 100 mg/dL (2,6 mmol/L) Pasien berisiko tinggi: terapi gaya hidupt ditambah obat penurun LDL-C
(untuk pasien berisiko sangat tinggi* dalam kategori untuk mencapai target yang direkomendasikan.
ini, target lainnya < 70 mg/dL) Bila kadar LDL-C dasar L 100 mg/dL, mulailah terapi obat penurun
LDL.
Bila dalam pengobatan kadar LDL-CL 100 mg/dL, tingkatkan terapi obat
penurun LDL (mungkin memerlukan kombinasi obat penurun LDL)
Bila kadar LDL-C dasar < 100 mg/dL, mulai terapi penurun kadar LDL
berdasarkan penilaian klinis (yakni penilaian yang menunjukkan bahwa
pasien termasuk yang berisiko sangat tinggi)
Pasien berisiko tinggi-sedangS: < 130 mg/dL (3,4 Pasien berisiko tinggi-sedang: terapi gaya hidup + terapi obat penurun
mmol/t) (untuk pasien berisiko lebih tinggilll dalam LDL bila dibutuhkan untuk mencapai target yang direkomendasikan bila
kategori ini, target lainnya adalah < 100 mg/dL (2,6 kadar LDL-C 2 130 mg/dL (3,4 mmol/L) setelah terapi gaya hidup
mmol/L) Bila kadar LDL-C adalah 100 hingga 129 mg/dL, terapi penurun LDLdapat
dimulai saat risiko pasien dinilai berada di kisaran atas dari kategori
risiko tersebut
Pasien berisiko sedangll: < 130 mg/dL (3,4 Pasien berisiko sedang: terapi gaya hidup + obat penurun LDL-C bila
mmol/L) dibutuhkan untuk mencapai target yang direkomendasikan ketika kadar
LDL-C 2 160 mg/dL (4,l mmol/L) setelah terapi gaya hidup diberikan
Pasien berisiko rendah#: < 160 mg/dL (4,9 Pasien berisiko rendah: terapi gaya hidup + obat penurun LDL-C bila
mmol/L) dibutuhkan untuk mencapai target yang direkomendasikan ketika kadar
LDL-C 2 190 mg/dL setelah terapi gaya hidup (untuk kadar LDL-C 160
hingga 189 mg/dL, obat penurun LDL bersifat opsional)
*Pasien berisiko tinggi adalah pasien dengan diagnosis ASCVD, diabetes atau risiko 10 tahun penyakitjantung koroner > 20%. Untuk
penyakit serebrovaskular, kondisi risiko tinggi meliputi transient ischemic attack atau stroke yang berasal dari karotid atau stenosis
karotid 50%
tTerapi gaya hidup meliputi penurunan berat badan, peningkatan aktivitas fisik, dan diet antiaterogenik (lihat Tabel 3 untuk
rinciannya).
* Pasien berisiko sangat tinggi adalah pasien yang cenderung menderita kejadian KVR mayor dalam beberapa tahun mendatang,
dan diagnosis tergantung pada penilaian klinis. Faktor-faktor yang dapat turut berkontribusi pada risiko sangat tinggi ini termasuk
sindrom koroner akut yang baru saja terjadi, dan diagnosis penyakitjantung koroner + salah satu dari ha1 berikut ini: faktor-faktor
risiko mayor multipel (terutama diabetes), faktor-faktor risiko berat dan terkontrol buruk (terutama kebiasaan merokok sigaret yang
terus berlanjut) dan faktor risiko multipel dari sindroma metabolik.
SPasien berisiko tinggi-sedang adalah pasien dengan risiko 10 tahun penyakit jantung koroner sebesar 10% hingga 20%
IIFaktor-faktor yang dapat meningkatkan individu hingga masuk ke kisaran risiko tinggi sedang meliputi: faktor-faktor risiko mayor
multipel, faktor-faktor risiko berat dan terkontrol buruk (terutama kebiasaan merokok sigaret yang terus berlanjut), sindroma
metabolik dan penyakit aterosklerotik subklinis yang nyata (yaitu ketebalan kalsium koroner atau lapisan media tunika intima
karotid > persentil ke-75 yang sesuai dengan usia dan jenis kelamin)
lIPasien berisiko sedang adalah pasien dengan 2 atau lebih faktor risiko mayor dan risiko 10 tahun < 10%
#Pasien berisiko rendah adalah pasien dengan faktor risiko mayor 0 arau 1 dan risiko 10 tahun < 10%
SINDROM METABOLIK, DISLIPEMIA, OBESITAS

Gangguan Toleransi Glukosa LDL, untuk kolesterol HDL tidak ada target terapi tertentu,
lntoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi hanya dinaikkan saja. Panduan terapi untuk dislipidemia
sindrom metabolik yang dapat menjadi awal suatu dapat dilihat pada tabel 3.
diabetes melitus. Penelitian-penelitian yang ada
menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan risiko kardiovaskular pada KESIMPULAN
sindrom metabolik dan diabetes. Perubahan gaya hidup
dan aktifitas fisik yang teratur terbukti efektif dapat Sindrom metabolik merupakan kumpulan gejala yang
menurunkan berat badan dan TGT. Modifikasi diet secara keberadaannya menunjukkan peningkatan risiko kejadian
bermakna memperbaiki glukosa 2jam pasca prandial dan penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus. Obesitas
konsentrasi insulin. sentral memiliki korelasi paling erat dengan sindrom
Tiazolidindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi metabolik dibandingkan dengan komponen yang lain.
persisten dalam menurunkan tekanan darah sistolik Penatalaksanaansindrom metabolik masih mengacu pada
dan diastolik. Tiazolidindion dan metformin juga dapat tiap komponen, sejauh ini belum ada penatalaksanaan
menurunkan konsentrasi asam lemak bebas. Pada Diabetes yang berbeda bila dibandingkan dengan komponen
Prevention Program, penggunaan metformin dapat secara individual.
mengurangi progresi diabetes sebesar 31% dan efektif
pada pasien muda dengan obesitas

Dislipidemia
Dekker JM, Girman C, Rhodes T, Nijpels G, Stehouwer CD, Bouter
Pilihan terapi untuk dislipidemia adalah perubahan gaya
LM, et al. Metabolik sindrom and 10-year cardiovascular
hidup yang diikuti dengan medikamentosa. Namun disease risk in the Hoom Study. Circulation 2005;112(5):666-
demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak 73.
cukup berhasil mencapai target. Oleh karena itu disarankan Eckel R, Krauss R. American Heart Association call to action:
obesity as a major risk factor for coronary heart disease. AHA
untuk memberikan obat berbarengan dengan per~bahan nutrition committee. Circulation 1998;97(21):2099-100.
gaya hidup. Menurut ATP Ill, setelah kolesterol LDL sudah Einhom D, Reaven G, Cobin R, Ford E, Ganda 0 , Handelsman Y,
mencapai target, sasaran berikutnya adalah dislipidemia et al. American college of endocrinology position statement
on the insulin resistance sindrom. Endocr Prac 2003;9(3):237-
aterogenik. Pada konsentrasi trigliserida + 200 mg/dl, 52.
maka target terapi adalah non kolesterol HDL setelat- Ford E, Giles W, Dietz W. Presence of the metabolik sindrom
kolesterol LDL terkoreksi. Terapi dengan gemfibrozil among US adults: findings from the Third National Health
and Nutrition Examination Suivey. JAMA 2002;287:356-9.
tidak hanya memperbaiki profil lipid tetapi juga secara
Grundy S, Cleeman J, Daniels S, Donato K, Eckel R, Franklin 8.
bermakna dapat menurunkan risiko kardiovaskular. Diagnosis and management of the metabolik sindrom. an
Fenofibrat secara khusus digunakan untuk menurunkan American Heart Association/ National Heart, Lung, and
trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, telah Blood Institute scientific statement. Circulation 2005;112.
Grundy SM, Hansen B, Smith SC, Jr., Cleeman JI, Kahn RA.
menunjukkan perbaikan profil lipid yang sangat efektif dan Clinical management of metabolik sindrom: report of the
mengurangi risiko kardiovaskular. Fenofibrat juga dapat American Heart Association/National Heart, Lung, and
menurunkan konsentrasi fibrinogen. Kombinasi fenofibrat Blood Institute/ American Diabetes Association coilference on
scientific issues related to management. Arterioscler Thromb
dan statin memperbaiki konsentrasi trigliserida, kolesterol
Vasc Biol2004;24(2):e19-24.
HDL dan LDL. Hughes K, Aw T, Kuperan P, Choo M. Central obesity, insulin
Target terapi berikutnya adalah peningkatan apoB. resistance, sindrom X, ipoprotein (a), and cardiovascular risk
Beberapa studi menunjukkan apoB lebih baik dalam in Indians, Malays, and Chinese in Singapore. J Epidemol
Community Health 1997;51:394-9.
menggambarkan dislipidemia aterogenik yang terjadi Indriyanti R, Harijanto T. Optimal cut-off value for obesity: using
dibandingkan dengan konlesterol non HDL sehingga anthropometric indices to predict atherogenic dyslipidemia
menyarankan apoB sebagai target terapi. Meskipun in Indonesian population. In: Tjokroprawiro A, Soegih R,
Soegondo S, Wijaya A, Sutardjo B, Tridjkaja B, et al., editors.
demikian, ATP Ill tetap menyarankan pemakaian kolesterol 3rd National Obesity Symposium (NOS 111) 2004. Jakarta:
non HDL sebagai target terapi mengingat di beberap3 Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI); 2004. p.
tempat, sarana pemeriksaan apoB belum tersedia. 1-13.
Kahn R, Buse J, Ferrannini E, Stern M. The metabolik sindrom:
Apabila konsentrasi trigliserida + 500 mg/dL, maka
time for a critical appraisal Joint statement from the American
target terapi pertama adalah penurunan trigliserida Diabetes Association and the European Association for the
untuk mencegah timbulnya pancreatitis akut. Pada Study of Diabetes. Diabetologia 2005.
konsentrasi trigliserida < 500 mg/dL, terapi kombinasi National Cholesterol Education Program-ATP 111. Executive
summary of the third report of the National Cholesterol
untuk menurunkan trigliserida dan kolesterol LDL dapat Education Program (NCEP) Expert Panel on detection,
digunakan. Berbeda dengan trigliserida dan kolesterol evaluation, and treatment of high blood cholesterol in adults

Anda mungkin juga menyukai