Anda di halaman 1dari 19

Tinjauan Pustaka

Sindrom Metabolik
Arista Juliani Walay/102010274 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 11470 No. Telp. 021-56942061. Email: aristawalay@yahoo.com

Pendahuluan Berdasarkan pengamatan di banyak negara, baik di negara maju maupun yang sedang berkembang, jumlah orang dengan kelainan sindrom metabolic semakin banyak. Oleh karena itu telah banyak peringatan dan anjuran untuk segera melakukan upaya untuk mencegah timbulnya sindrom metabolik. Upaya pertama adalah dengan mengenal terlebih dahulu kelainan, faktor-faktor yang berperan, patofisiologinya kemudian diikuti dengan upaya pencegahan dan penatalaksanaannya Dalam upaya tersebut telah dikemukakan beberapa definisi mengenai kelainan apa saja yang perlu diperhatikan dan kriteria batasan nilainya. Antara beberapa rekomendasi tersebut banyak persamaannya tetapi ada pula perbedaannya, bahkan timbul perdebatan kontroversial antara para ahli sehingga membingungkan para pengguna, yaitu para dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Diinginkan adanya suatu

pedoman yang bersifat universal yang dapat dipakai bersama di semua negara.

Anamnesis Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang dialami pasien. Berdasarkan kasus di atas, anamnesis yang dilakukan secara auto-anamnesis yaitu anamnesis dimana pasien yang menderita penyakit langsung menjawab pertanyaan dokter. Anamensis mencakup identitas penderita, keluhan utama Berdasarkan kasus, yang harus ditanyakan pada anamnesis: Identitas mencakup : Nama Umur Pekerjaan Agama Alamat Pendidikan terakhir dll dan perjalanan penyakit.

Keluhan utama pasien Merupakan alasan yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Adapun keluhan utama pasien yaitu: gemuk dan sulit menurunkan berat badannya sejak usia 38 tahun. Keluhan tambahan pasien Sering lelah dan mudah haus pada 1 tahun belakangan ini. Riwayat Penyakit Terdahulu dan Perjalanan penyakit Tidak ada, tapi riwayat penyakit turunan (faktor genetik) yaitu ayahnya menderita hipertensi dan ibunya sudah 10 tahun mengidap penyakit kencing manis. Sebelumnya pasien jarang memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan karena tidak merasakan adakeluhan seputar kesehatannya. Riwayat mengkonsumsi obat Riwayat adanya perubahan berat badan Aktifitas fisik sehari-hari Asupan makanan sehari-hari.1

Pemeriksaan Fisik Antropometrik Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah , tingkat kesadaran, frekuensi nafas, denyut nadi, dan suhu tubuh - Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan rumus

Berat badan (kg) Tinggi badan (m)2 IMT: 88 (169)2 Klasifikasi IMT. BB kurang: <18,5 BB normal: 18,5-22,9 BB lebih: >23,0

= 30, 81 (Buruk)

Preobesitas: 23,0-24,9 Obesitas I: 25,0-29,9 Obesitas II: >30

Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang lebih baik terhadap risiko kardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hip ratio.1

Abdomen Inspeksi Bentuk simetris, datar Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak tampak efloresensi, roseola spot (-),caput medusae (-).Umbilikus normal, tidak menonjol.

Palpasi Teraba supel, defense muscular (-), tidak teraba benjolan, terdapat nyeri tekan padaepigastrium, nyeri lepas (-), tidak ada pembesaran hepar dan lien, ballotemen ginjalkanan dan kiri (-), undulasi (-) Perkusi Timpani di seluruh lapangan abdomen, nyeri ketuk (-), shifting dullness (-), CVA -/Auskultasi Bising usus (+) normal.2 Pemeriksaan Penunjang Panel Sindrom Metabolik Merupakan sekelompok pemeriksaan laboratorium yang disarankan untuk mengetahui adanya sindrom metabolik beserta komplikasinya. 1. Trigliserida, HDL Kolesterol, Glukosa Puasa Manfaat: Mendeteksi adanya sindrom metabolik berdasarkan kriteria IDF 2005. 2. Apo B dan LDL Kolesterol Direk Manfaat: Melihat adanya small dense LDL. Small dense LDL merupakan faktor risiko penting untuk Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan lebih aterogenik bila dibandingkan dengan LDL biasa. Dengan menentukan konsentrasi apo B plasma, kita dapat menentukan jumlah partikel small dense LDL, di mana dengan menggunakan rasio kolesterol LDL/ApoB (konsentrasi kolesterol LDL diukur dengan metode direk) dapat ditentukan adanya small dense LDL. Pada rasio kolesterol LDL direk/ApoB < 1,2, terdapat small dense LDL dalam sirkulasi tubuh . 3. Adiponektin

Manfaat:

Melihat

apakah di mana

terjadi

penurunan jaringan

konsentrasi adiposa

adiponektin viseral akan

(hipoadiponektinemia),

peningkatan

mengakibatkan penurunan konsentrasi adiponektin dan peningkatan sitokin proinflamasi yang berperan penting dalam efek kardiovaskular sindrom metabolik. 4. Glukosa Puasa, Glukosa 2 jam pp dan HbA1c Manfaat : Mendiagnosis dan memantau pengendalian hiperglikemia (glukosa darah puasa terganggu, toleransi glukosa terganggu dan T2DM). 5. hsCRP Manfaat : Menilai kondisi inflamasi kronis pada individu sindrom metabolik. penanda untuk memprediksi penyakit pembuluh darah koroner pada sindrom metabolik, dan barubaru ini digunakan prediktor untuk penyakit lemak hati non-alkohol dalam hubungan dengan penanda serum yang menunjukkan lipid dan metabolisme glukosa. 6. NT-proBNP Manfaat : Melihat risiko gagal jantung pada individu obes. Peningkatan indeks massa tubuh merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi, T2DM dan dislipidemia, sehingga meningkatkan risiko infark miokardial yang mendahului terjadinya gagal jantung. Selain itu, hipertensi dan T2DM secara independen akan meningkatkan risiko gagal jantung. 7. Albumin Urin Kuantitatif (Sewaktu) Manfaat : Membantu menentukan pengobatan yang dapat mencegah atau memperlambat onset penyakit ginjal kronik (PGK) dan penyakit kardiovaskular (PKV). Albumin Urin Kuantitatif merupakan penanda prognosis untuk risiko PKV pada individu dengan diabetes maupun tanpa diabetes, sebagai penanda risiko mortalitas pada individu infark miokardial, dan merupakan prediktor PKV pada individu dengan hipertensi tidak terkontrol. 8. SGPT dan Collagen Type IV Manfaat : Melihat risiko NASH pada individu dengan sindrom metabolik. NASH merupakan bagian dari spektrum luas nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) dan
5

ditandai dengan hepatomegali, peningkatan serum aminotransferase dan gambaran histologi yang menyerupai hepatitis alkoholik tanpa adanya penggunaan alkohol berlebihan. Terjadinya fatty liver (yang dideteksi melalui ultrasonografi) yang disertai dengan adanya inflamasi (ditandai dengan peningkatan hsCRP dan

hipoadiponektinemia), proses fibrosis (ditandai dengan peningkatan collagen type IV) serta adanya kematian sel (ditandai dengan peningkatan enzim SGPT) merupakan kondisi yang terjadi pada NASH. USG Abdomen USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena kelainan ini dapat dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati.3 Diagnosis Diagnosis Kerja Sindrom Metabolik Sejak munculnya sindrom resistensi insulin, beberapa organisasi berusaha membuat kriteria sindrom metabolik supaya dapat diterapkan secara praktis klinis sehari-hari. Secara umum, semua kriteria yang diajukan memerlukan minimal 3 kriteria untuk mendiagnosis sondrom metabolik atau sindrom resistensi insulin. World Health Organization (WHO) merupakan organisasi pertama yang mengusulkan kriteria sindrom metabolik pada tahun 1998. Menurut WHO pula, istilah sindrom metabolik dapat dipakai pada penyandang! DM mengingat penyandang DM juga dapat memenuhi kriteria tersebut dan menunjukkan besarnya risiko terhadap kejadian kardiovaskular. Setahun kemudian pada tahun 1999, the European Group for Study of Insulin Resistance (EGIR) melakukan modifikasi pada kriteria WHO. EGIR cenderung menggunakan istilah sindrom resistensi insulin. Berbeda dengan WHO, EGIR lebih memlih obesitas sentral dibandingkan IMT dan istilah sindrom resistensi insulin tidak dapat dipakai pada penyandang DM karena resistensi insulin merupakan faktor risiko timbulnya DM. Pada tahun 2001, National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III) mengajukan kriteria baru yang tidak mengharuskan adanya komponen resistensi insulin. Meski tidak pula mewajibkan adanya komponen obesitas sentral, kriteria ini menganggap bahwa obesitas sentral merupakan faktor utama yang mendasari sindrom metabolik. Nilai cut off lingkar perut diambil dari National Institute
6

of Health Obesity ClinicaI Guidelines; > 102 cm untuk pria dan > 88 cm untuk wanita. Untuk etnik tertentu seperti Asia, dengan cut-off lingkar perut lebih rendah dari ATP III, sudah berisiko terkena sindrom metabolik. Pada tahun 2003, American Association of ClinicaI Endocrinologists (AACE) memodifikasi definisi dari ATP III. Sama seperti EGIR, bila sudah ada DM, maka istilah sindrom resistensi insulin tidak digunakan lagi. Dua tahun kemudian, pada tahun 2005, International Diabetes Federation (IDF) kembali memodifikasi kriteria ATP III. IDF menganggap obesitas sentral sangat berkorelasi dengan resistensi insulin, sehingga memakai obesitas sentral sebagai kriteria utama. Nilai cut-off yang digunakan juga dipengaruhi oleh etnik. Untuk Asia dipakai cut-off\ lingkar perut > 90 cm untuk pria dan > 80 cm untuk wanita. Beberapa kriteria sindrom metabolik dapat dilihat pada table 1. Tabel 1. Beberapa Kriteria Sindrom Metabolik.4

Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATP III lebih banyak digunakan, karena lebih memudahkan seorang klinisi untuk mengidentifikasi seseorang dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik ditegakkan apabila seseorang memiliki sedikitnya 3 (tiga) kriteria.4 Obesitas Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok: Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40% Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100% Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat ditemukan sebanyak 5% dari antara orang-orang yang gemuk). Perhatian tidak hanya ditujukan kepada jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga kepada lokasi penimbunan lemak tubuh. Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita cenderung berbeda. Wanita cenderung menimbun lemaknya di pinggul dan bokong, sehingga memberikan gambaran seperti buah pir. Sedangkan pada pria biasanya lemak menimbun di sekitar perut, sehingga memberikan gambaran seperti buah apel. Tetapi hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang mutlak, kadang pada beberapa pria tampak seperti buah pir dan beberapa wanita tampak seperti buah apel, terutama setelah masa menopause. Seseorang yang lemaknya banyak tertimbun di perut mungkin akan lebih mudah mengalami berbagai masalah kesehatan yang berhubungan dengan obesitas. Mereka memiliki risiko yang lebih tinggi. Gambaran buah pir lebih baik dibandingkan dengan gambaran buah apel.

Untuk membedakan kedua gambaran tersebut, telah ditemukan suatu cara untuk menentukan apakah seseorang berbentuk seperti buah apel atau seperti buah pir, yaitu dengan menghitung rasio pinggang dengan pinggul. Pinggang diukur pada titik yang tersempit, sedangkan pinggul diukur pada titik yang terlebar; lalu ukuran pinggang dibagi dengan ukuran pinggul. Seorang wanita dengan ukuran pinggang 87,5 cm dan ukuran pinggul 115 cm, memiliki rasio pinggang-pinggul sebesar 0,76. Wanita dengan rasio pinggang:pinggul lebih dari 0,8 atau pria dengan rasio pinggang:pinggul lebih dari 1, dikatakan berbentuk apel. Obesitas yang digambarkan dengan indeks massa tubuh tidak begitu sensitif dalam menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang teijadi. Studi menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan vis- ceral. Meski dikatakan bahwa lemak viseral lebih berhubungan dengan komplikasi metabolik dan kardiovaskular, hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas berisiko pada peningkatan kejadian kardiovaskular. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan pada individu tanpa obes (lean subjects). Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas. Metoda yang paling berguna dan banyak digunakan untuk mengukur obersitas adalah BMI (BodyMass Index), yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter)> nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin. Keterbatasan BMI adalah yang tidak dapat digunakan lagi: Anak-anak dalam masa pertumbuhan Wanita hamil Orang yang sangat berotot, contohnya atlet

BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat terkena resiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya. Seseorang dikatan obes dam membutuhkan pengobatan bila mempunyai BMI diatas , dengan kata lain orang tersebut memiliki kelebihan BB sebanyak 20%.

Etiologi Beberapa faktor yang menyebabkan sindrom metabolic telah ditemukan oleh para ahli, diantaranya : 1. Diet yang salah Pada sindrom metabolic yang menjadi perhatian adalah bukan berapa banyak makanan yang dimakan, tapi apa jenis makanan yang dimakan. Konsumsi makanan dengan tinggi karbohidrat yang mengandung gula putih dan tepung terigu menyababkan terjadinya sindrom metabolic dalam masyarakat modern sekarang ini.5 2. Kelebihan berat badan Sindrom metabolic lebih banyak ditemui pada orang dengan kelebihan berat badan, dengan penimbunan lemak pada tubuh bagian atas. Jadi sindrom metabolic banyak ditemui pada orang dengan bentuk tubuh seperti apel. Timbunan lemak pada daerah aras tubuh mempermudah produksi hormone pria seperti androstenedione. Bila kadar hormone tersebut meningkat maka dapat menyebabkan resistensi insulin.5 3. Sindrom ovarium polikistik Sindrom ini merupakan bentuk gangguan hormonal yang sering ditemui pada wanita, diderita oleh 6-10% wanita premenopause. Pada keadaan ini produksi hormone pria meningkat, sehingga ovulasi dihambat. Karena ovulasi tidak terjadi, maka produksi hormone wanita progesterone menjadi terhambat, menyebabkan gangguan menstruasi dan infertilitas. Wanita dengan sindrom ovarium polikistik mempunyai tendensi mengalami sindrom metabolic lebih besar, dan tujuh kali lebih sering mengalami diabetes mellitus tipe 2, terutama jika ,mereka juga mengalami kelebihan berat badan.5 4. Faktor genetik Bila diantara anggota keluarga mempunyai riwayat obesitas, diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, sindrom ovarium polikistik atau penyakit jantung, maka resiko untuk mengalami sindrom metaboolik meningkat.5

5. Finess dan exercise Resistensi insulin lebih umum ditemui pada orang yang biasa hidup dengan cara sedentary lifestyle dan tidak melakukan olahraga secara teratur.
10

Kekurangan latihan olahraga akan meningkatkan resiko sindrom metabolic sebanyak 20-25%. Meskipun latihan olahraga teratur akan menurunkan resistensi insulin, manfaatnya akan hilang bila latihan olahraga tersebut dihentikan. Merokok dapat sedikit meningkatnkan resistensi insulin, sedangkan minuman beralkohol 1-2 gelas/hari tidak meningkatkan tendensi sindrom metabolic.5

Epidemiologi Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia > 50 tahun sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita. Penelitian Soegondo (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% dan menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan Depok yaitu 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (59,4%). Laporan prevalensi sindrom metabolik di beberapa daerah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Prevelensi Sindrom Metabolik di Beberapa Daerah di Indonesia.4

11

Dibandingkan dengan komponen-komponen pada sindrom metabolik, obesitas sentral paling dekat untuk memprediksi ada tidaknya sindrom metabolik. Beberapa studi di wilayah Indonesia termasuk Jakarta menunjukkan obesitas sentral merupakan komponen yang paling banyak ditemukan pada individu dengan sindrom metabolik.4 Patofisiologi Pengetahuan mengenai patofisiologi masing-masing komponen sindrom metabolik sebaiknya diketahui untuk dapat memprediksi pengaruh perubahan gaya hidup dan medikamentosa dalam penatalaksanaan sindrom metabolik.4 Obesitas Sentral Obesitas yang digambarkan dengan indeks massa tubuh tidak begitu sensitif dalam menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang terjadi. Studi menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan visceral. Meski dikatakan bahwa lemak viseral lebih berhubungan dengan komplikasi metabolik dan kardiovaskular, hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas berisiko pada peningkatan kejadian kardiovaskular. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan pada individu tanpa obes (lean subjects). Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas. Jaringan adiposa merupaka sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi berbagai faktor pro dan anti inflamasi seperti leptin, adiponektin, Tumor nekrosis factor (TNF-), Interleukin-6 (IL-6) dan resistin. Konsentrasi adiponektin plasma menurun pada kondisi DM tipe 2 dan obesitas. Senyawa ini dipreaya memiliki efek antiaterogenik pada hewan coba dan manusia. Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi insulin dan obesitas dan berhubungan dengan risiko kejadian kardiovaskular tidak tergantung dari faktor risiko tradisional kardiovaskular, IMT dan konsentrasi CRP Sejauh ini belum diketahui apakah pengukuran pengukuran marker hormonal dari jaringan adiposa lebih baik daripada pengukuran secara anatomi dala memprediksi risiko kejadian kardiovaskular dan kelainan metabolik yang terkait.4
12

Resistensi Insulin Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh ini belum disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp merupakan teknik yang ideal namun tidak praktis untuk klinis sehari-hari. Pemeriksaan glukosa plaama puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa puasa hanya dijumpai pada 10% sindrom metabolik. Pengukuran Homeostasis Model Asessment (HOMA) dan Quantitative Insulin Sensitivity Check Index (QUICKI) dibuktikan berkorelasi erat dengan pemeriksaan standar, sehingga dapat disarankan untuk mengukur resistensi insulin. Bila melihat dari patofisiologi resistensi insulin yang melibatkan jaringan adiposa dan sistem kekebalan tubuh, maka pengukuran resistensi insulin hanya dari pengukuran glukosa dan insulin (seperti rumus HOMA dan QUICKI) perlu ditinjau ulang. Oleh karenanya, penggunaan rumus ini secara rutin di klinis belum disarankan maupun disepakati.4 Dislipidemia Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati. Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terjadi transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan konsentrasi trigliserida normal dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan trigliserida. Mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post prandial pada kondisi resistensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-I (Apo A-l) oleh hati yang selanjutnya mengakibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran sistem imunitas pada resistensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil leipid pada subyek dengan resistensi insulin. Studi pada hewan menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun akan menyebabkan gangguan pada lipoprotein, protein transport, reseptor dan enzim yang berkaitan sehingga terjadi perubahan profil lipid.4

13

Peran sistem imunitas pada resistensi insulin Inflamasi subklinis kronik juga merupakan bagian dari sindrom metabolik. Marker inflamasi berperan pada progresifitas DM dan komplikasi kardiovaskular. C reactive protein (CRP) dilaporkan menjadi data prognosis tambahan tentang keparahan inflamasi pada subyek wanita sehat dengan sindrom metabolik. Namun, belum didapatkan kesepakatan alur diagnosis yang mampu menggabungkan peningkatan CRP, koagulasi, dan gangguan fibrinolisis dalam memprediksi risiko kardiovaskular.4 Hipertensi Resistensi insulin juga berperan pada pathogenesis hipertensi. Insulin merangsang sistem saraf simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi transport kation dan mengakibatkan hipertrofi sel otot polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan depressor. The Insulin Resistance Atherosclerosis Stucfy melaporkan hubungan antara resistensi insulin dengan hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek dengan DM tipe 2.4 Manifestasi Klinik Sindrom metabolik biasanya tidak diasosiasikan dengan gejala. Pada pemeriksaan fisik, lingkar perut dan tekanan darah yang meningkat. Kehadiran satu atau salah satu dari tanda-tanda ini harus diwaspadai dokter untuk mencari kelainan biokimia lain yang mungkin terkait dengan sindrom metabolik. Kurang sering, lipoatrofi atau acanthosis nigricans

ditemukan pada penelitian. Karena temuan fisik biasanya terkait dengan resistensi insulin yang berat, komponen lain dari sindrom metabolik harus diprediksi. 1) Obesitas Abdominal 2) Atherogenic Dislipidemia 3) Peningkatan tekanan darah 4) Resistensi Insulin 5) Komponen Proinflammatory 6) Prothrombotic State 7) Vascular abnormalities (disfungsi endothelial, ACR 30mg/g) 8) Hiperurisemia

14

Penatalaksanaan Non-medikamentosa Latihan Fisik : Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam tubuh, dan merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari. Jadi aktivitas fisik teratur hendaklah merupakan bagian dari usaha untuk

memperbaiki resistensi insulin. Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan derajat aktifitas fisiknya. Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasien menjalani latihan fisik sedang secara teratur dalam jangka panjang. Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan fisik menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dengan menggunakan dumbbell ringan dan elastic exercise band merupakan pilihan terbaik untuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging selama 1 jam perhari juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki2 tanpa mengurangi jumlah kalori yang dibutuhkan.6 Diet Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari Cochrane Database mendukung peranan intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Bukti-bukti dari suatu studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat membantu mempertahankan penurunkan tekanan darah. Hasil-hasil dari studi klinis diet rendah lemak selama lebih dari 2 tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan menurunkan angka kematian total. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) merekomendasikan tekanan darah sistolik antara 120 139 mmHg atau diastolik 80 89 mmHg sebagai stadium pre hipertensi, sehingga modifikasi gaya hidup sudah mulai ditekankan pada stadium ini untuk mencegah penyakit kardiovaskular. Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH), pasien yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan tinggi karbohidrat terbukti mengalami penurunan tekanan darah yang berarti walaupun
15

tanpa disertai penurunan berat badan. Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau mencegah kenaikan tekanan darah yang menyertai proses menua. Studi dari the Coronary Artery Risk Development in Young Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk2 rendah lemak dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna. Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar HDL kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk menurunkan hipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasien dengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yang mempunyai indeks glikemik rendah. Diet ini merupakan pola diet Mediterrania yang terbukti dapat menurunkan mortalitas penyakit kardiovaskular. Suatu studi menunjukkan adanya korelasi antara penyakit kardiovaskular dan asupan bijibijian dan kentang. Para peneliti merekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian, buah-buahan dan sayuran untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek jangka panjang dari diet rendah karbohidrat belum diteliti secara adekuat, namun dalam jangka pendek, terbukti dapat menurunkan kadar trigliserida, meningkatkan kadar HDLcholesterol dan menurunkan berat badan. Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti makanan yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yang banyak mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar glukosa post prandial dan insulin. 6 Medika mentosa Obat untuk obesitas: Derivat amfetamin (dexfenfluramin, fenfluramin) dapat menekan nafsu makan. Es: valvulopati jantung Orlistat: menghambat lipase lambung dan pankreas, serta mengurangi absorpsi lemak. Sibutramin: mempercepat rasa kenyang dan mengurangi asupan makanan. Obat untuk menurunkan kadar glukosa : METFORMIN

16

Metformin diperkenalkan sejak tahun 1995, mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah tanpa meningkatan sekresi insulin dan meningkatkan beratbadan. Mekanisme utamanya adalah dnegan menurunkan glukoneogenesis pada tingkat mitokondriadi hepatosit yang berakibat terjadinya penurunan produksi glukosa di hati, dengan demikian menurunkan kadar gula darah puasa. Metformin juga berkhasiat meningkatkan up take glukosa perifer. Efek tersebut diduga multiple efek yang meliputi peningkatan afinitas ikatan insulin dengan reseptor insulin, baik pada sel otot dan sel eritrosit (Hardiman, 2005). Terdapat 7 kelebihan dari metformin pada sistem cardiovasculair : 1. Menurunkan resistensi insulin 2. Efek homeostasis dan fungsi pembuluh darah 3. Potensial terhadap terapi sindrom metabolik pada DM tipe II 4. Antiartherogenik 5. Menghambat proses glikasi 6. Proteksi pembuluh darah 7. Mencegah komplikasi cardiovasculair disease pada DM tipe II dengan faktor resiko tinggi. Obat untuk hiperlipidemia : GEMFIBROZIL Gemfibrozil termasuk dalam obat golongan fibrat. Obat-obat yang tergolong kelompok ini dapat dianggap sebagai hipolipidemik berspektrum luas. Selain menurunkan kadar trigliserida Serum, kelompok fibrat juga cenderung menurunkan kadar kolesterol-LDL dan menaikkan kolesterol-HDL. Fibrat bekerja sebagai ligan untuk reseptor transisi nukleus, reseptor alfa peroksisom yang diaktivasi proliferator, dan menstimulasi aktivitas lipoprotein lipase. Indikasi:

17

hiperlipidemia tipe IIa, IIb, III, IV dan V, serta pencegahan penyakit jantung pada pria usia 40-55 tahun yang merespon dengan cukup terhadap diet dan tindakan-tindakan lain yang sesuai.

Dislipidemia yang berhubungan dengan diabetes mellitus (DM). Xanthoma yang berhubungan dengan dislipidemia.7

Komplikasi DM Stroke Penyakit jantung koroner Hipertensi Prognosis Jika ditangani dengan baik maka akan dapat hidup seperti orang normal. Jika tidak, maka akan terjadi komplikasi yang lebih buruk. Pencegahan Ada 3 cara untuk mencegah sindrom metabolik yaitu : a. Mengurangi kadar insulin yang meningkat mengurangi intake refined carbohydrat makan protein berkelas tinggi makan sayur dan buah buahan segar

b. Membantu insulin bekerja lebih baik Selenium Chromium picolinat Lipoic acid

c. Perbaiki fungsi liver 5

18

Kesimpulan Sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan dari gejala gejala penyakit ibarat gunung es, masih terbenam dibawah permukaan laut, sehingga tidak nampak sebagai suatu penyakit. Misalnya yang paling sering adalah dijumpainya peningkatan kadar lemak darah, baik itu kolesterol atau disertai dengan peningkatan trigliserida, maka keadaan ini akan langsung diberi pengobatan obat obat hipolipidemik, tanpa melihat gejala gejala lain seperti resistensi insulin, peningkatan kadar insulin, obesitas. Sehingga pengobatan seperti ini hanya menghilangkan sebagian gejala dari sindrom metabolik. Selain itu bila penderita obesitas yang sulit menurunkan berat badannya hanya disarankan untuk menjalani bermacam macam diet, tanpa melihat ketidakseimbangan metabolisme tubuh yang terjadi pada sindrom metabolik, sehingga dapat diperkirakan penurunan berat badan yang diharapkan tidak tercapai. Dengan mengenali penderita obesitas yang juga menderita sindrom metabolik, kita dapat membuat suatu rencana diet yang sesuai dan pemberian suplemen yang sesuai pula, sehingga gangguan metabolisme insulin sebagai akar penyebab obesitas dan sindrom metabolik ini dapat ditanggulangi dengan tepat. Daftar Pustaka 1. Bickley, LS. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta: EGC.2008. Hal 56-63 2. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: EGC; 2003. h.98-9. 3. Patel PR. Lecturn notes radiologi. Edisi ke 2. Jakarta : 2006 4. Suyodo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal : 1865-1872. 5. Kurnia, Y. sindrom X dan Obesitas. Dalam Majalah Kedokteran Fakultas Kedokteran UKRIDA Meditek. Agustus-Desember 2003; Hal 12-27. 6. Aru WS Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007. Hal 1977-1979 7. Syarif, Aamir. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008. Hal 523-32

19

Anda mungkin juga menyukai