SINDROM METABOLIK
Sidartawan Soegondo, Dyah Purnamasari
PENDAHULUAN
Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasi faktor
N (usia)
Budhiarta
Suhartono
Pranoto
Adam
Denpasar
D. Sangsit
D. Sembiran
888
354
443
90 (30-60)
20,3
24,8
Bandung
Medical check up
497
(-)
22,94
(bukan modifikasi)
Semarang
(poli RS)
Pekajangan
Surabaya
(general check up)
C)
Makasar
(general check up)
(21-82)
Bali
2005
2005
2002-2004
'
Asia)
Prevalensi (%)
(ATP lll
Komponen sindrom
metabolic Terbanyak (%)
19,2
7,8
'16,6
20,3
100
34
Obesitas sentral
Hipertrigliseridemia (85,29)
334
1219
Hipertensi (89,7)
Dikutip dari Purnamasari. Gambaran Resistensi lnsulin Subyek dengan Saudara Kandung DM tipe 2. Tesis. 2006
I
!
terdapat
186
1866
METABOLIKENDOKRIN
Thbel2.
Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATP III lebih banyak
digunakan, karena lebih memudahkan seorang klinisi untuk
mengidentifikasi seseorang dengan sindrom metabolik.
Sindrom metabolik ditegakkan apabila seseorang memiliki
sedikitnya 3 (tiga) kriteria.
Obesitas sentral
Obesitas yang digambarkan dengan indeks massa tubuh
1867
SINDROMMEDABOLIK
Kriteria Klinis
wHo (1998)
EGIR
Resistensi
insulin
Berat badan
TG
Lipid
kg/m2
TG 2 150
mg/dl
2 150 mg/dL
rDF (2005)
AACE (2003)
TGT atau GDPT
Ditambah salah
satu dari kriteria
berikut
berdasarkan
penilaian klinis
IMT > 25 kg/m2
Tidak ada
LP yang
meningkat
(spesifik
tergantung
populasi) ditambah
dua dari kriteria
berikut
TG >'150 mg/dl
atau dalam
pengobatan TG
HDL-C < 40 mg/dL
pada pria atau <
50 mg/dl pada
wanita atau dalam
pengobatan HDL_
c
Tekanan darah
> 140/90 mm Hg
1130/85 mmHg
dalam pengobatan
hipertensi
Glukosa
3 110 mg/dL
(termasuk
penderita
> 130 mm Hg
sistolik atau > 85
mm Hg diastolik
atau dalam
pengobatan
hipertensi
> 100 mg/dL
(termasuk
diabetes)
diabetes)*
Lainnya
Kriteria resistensi
insulin lainnya$
Mikroalbuminuria
DMT2 menunjukkan diabetes melitus tipe 2; LP, lingkar pinggang; lMT, indeks massa tubuh; dan TG, trigliserida, semua singkatan lainnya terdapat
dalam teks.
Sensitivitas insulin diukur pada kondisi euglikemia hiperinsulinemia, ambilan glukosa di bawah kuartil terendah sebagai latar belakang populasi yang
diteliti
tBeberapa pasien pria dapat akan mempunyai faktor-faktor risiko metabolik saat lingkar pinggang meningkat meskipun hanya sampai nilai ambang
(yakni 94 hingga 102 cm [37 sampai 39 inci]). Pasien seperti itu mungkin mempunyai kontribusi genetik yang cukup kuat terhadap resistensi insulin.
Mereka akan mendapatkan manfaat dari perubahan kebiasaan dan gaya hidup, seperti halnya pria dengan peningkatan lingkar pinggang kategorik.
pada tahun 2004
+ Definisi tahun 2001 menilai kadar glukosa puasa > 110 mg/dL (6,1 mmol/L) sebagai kadar yang meningkat. Nilai ini dimodifikasi
o7 77
menjadi > '100 mg/dl (5,6 mmol/L), seiuai dengan definisi terkini daii American biabetes Associatio.ir"ng";"i definisi GDPT.a6
S Meliputi riwayat penyakit keluarga berupa diabetes melitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik, gaya hidup yang kurang banyak gerak, usia lanjut dan
etnis tertentu yang rentan terhadap diabetes melitus tipe 2.
Dikutip dari Grundy et al. Diagnosis and management of metabolic syndrome. Circulation 2005
'
Resistensi lnsulin
Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada
sm a II
dens e
LDL.
1868
MEDABC'LIKENDOIRIN
Hipertensi
Resistensi insulin juga berperan pada pathogenesis
hipertensi. Insulin merangsang sistem saraf simpatis
meningkatkan reabsorpsi natrium ginj al, mempengaruhi
transport kation dan mengakibatkan hipertrofi sel otot
polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut dapat
menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga
disimpulkan bahwa hipertensi akibat resistensi insulin
terjadi akibat ketidakseimbangan antura efek pressor dan
depressor. The Insulin Resistance Atherosclerosis Study
melaporkan hubungan antara resistensi insulin dengan
hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek
dengan DM tipe 2
TERAPI
Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular.
1869
SINDROMMETABOLIK
Rekomendasi terapi
lnaktivitas fisik
Pada pasien yang sudah menderita penyakit KVR, nilailah risiko dengan riwayat
aktivitas fisik yang rinci dan/atau uji latihan fisik, sebagai petunjuk dalam
meresepkan. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas fisik aerobik intensitas
sedang selama 30 sampai 60 menit: berjalan cepat, sebaiknya setiap hari,
ditambah dengan peningkatan aktivitas dalam gaya hidup sehari-hari (yakni
menaiki tangga pedometer, berjalan saat istirahat kerja, berkebun, mengerjakan
pekerjaan rumah tangga). Waktu latihan yang panjang dapat dicapai dengan
akumulasi latihan fisik yang dilakukan sepanjang hari. Dorong latihan tahanan
(resistance training) 2 hari/minggu. Sarankan program yang diawasi secara
medis untuk pasien berisiko tinggi (misalnya pasien dengan sindrom koroner
akut atau revaskularisasi, GJK)
Diet aterogenik
Target sekunder:
non-HDL-C meningkat
non-HDL-C meningkat
Beri saran untuk menambah fibrat atau asam nikotinat pada pasien berisiko
tinggi
<1
60
Beri saran untuk menghindari penambahan fibrat atau asam nikotinat pada
pasien berisiko tinggi sedang atau pasien berisiko sedang
Semua pasien: Bila TG > 500 mg/dl, mulai dengan fibrat atau asam nikotinat
{sebelum terapi penurun LDL; terapi non-HDL-C untuk mencapai tujuan setelah
memberikan terapi menurunkan TG)
HDL-C berkurang
Maksimalkan terapi gaya hidup: penurunan berat badan dan peningkatan
aktivitas fisik
Pertimbangkan menambahkan fibrat atau asam nikotinat setelah terapi obat
penurun LDL-C sebagaimana telah disebutkan untuk non-HDL-C yang
meningkat
1870
METABOUKENDOIGII{
TD meningkat
Turunkan TD serendah mungkin hingga
<140/90
setidaknya mencapai
130/80 mmHg bila
mmHg (atau
<
TD
melalui
Untuk TD 2120180 mmHg: awali atau jaga modifikasi gaya hidup pada semua
Kondisi Protrombotik
Kurangi faktor-faktor risiko trombotik dan
fibrinolitik
Kondisi proinflamasi
Pasien-pasien berisiko tinggi: mulai dan teruskan terapi aspirin dosis rendah;
pada pasien dengan KVRAS, pertimbangkan klopidogrel bila aspirin merupakan
kontraindikasi.
Pasien berisiko tinggi sedang: pertimbangkan profilaksis aspirin dosis rendah
Rekomendasi: tidak ada terapi spesifik yang melebihi terapi gaya hidup
TG menunjukkan trigliserida; TD, tekanan darah, KVR, penyakit kardiovaskular; GJK, gagal jantung kongestif; lMT, indeks massa tubuh, GDPT,
glukosa darah puasa terganggu dan KVRAS, penyakit kardiovaskular aterosklerotik
; Pasien berisiio tinggi aOatin pasien dengan diagnosis KVMS, diabetes, atau risiko 10 tahun terhadap penyakit jantung koroner > 20% Untuk
penyakit serebrovasiular, kondisi berisiko tinggi meliputi TIA atau stroke yang berasal dari karotid atau stenosis karotid > 50%
iPa;ien berisiko sangat tinggi adalah pasien yang cenderung menderita kejadian KVR dalam beberapa tahun mendatang, dan diagnosis
bergantung pada penilaian klinis. Faktor-faktor ying dapat turut berkontribusi pada risiko sangat tinggi ini meliputi sindrom koroner akut yang baru
salJ terjadi, dan diagnosis penyakit jantung koroner + salah satu dari hal berikut ini: faktor-faktor risiko mayor multipel (terutama diabetes), faktorfaktor risiko berat dan terkontrol buruk (terutama kebiasaan merokok sigaret yang terus berlanjut) dan sindroma metabolik.
+Pasien berisiko tinggi-sedang adalah pasien dengan risiko 1O tahun terhadap penyakitjantung koroner sebesar 10% hingga 20%. FaKor-faktor
yang mendukung pitinan terapi non-HDL-C < 100 mg/dl adalah faKor-faktor yang dapat meningkatkan individu hingga masuk ke kisaran atas
iisito tinggi sedang meliputi: faKor-faKor risiko mayor multipel, faktor-faktor risiko berat dan terkontrol buruk (terutama kebiasaan merokok sigaret
yang terui berlanjuD, sindroma metabolik dan penyakit aterosklerotik subklinis yang nyata (yaitu ketebalan kalsium koroner atau lapisan media
tunika intima karotid > persentil ke-75 yang sesuai dengan usia dan jenis kelamin).
< 1 0%
S Pasien berisiko sedang adalah pasien dengan 2 atau lebih faktor risiko mayor dan risiko 1 0 tahun
< 10%
10
tahun
pasien
0
atau
1
dan
risiko
faktor
risiko
mayor
rendah
adalah
dengan
Pasien
berisiko
ll
Dikutlp dari Grundy et al. Diagnosis and management of metabolic syndrome. Citculetion 2005
t87l
SINDROMMEIABOIIK
Tujuan Terapi
Rekomendasi Terapi
Pasien berisiko'tinggi: terapi gaya hidupf ditambah obat penurun
LDL-C untuk mencapai target yang direkomendasikan.
Bila kadar LDL-C dasar < 100 mg/dl, mulai terapi penurun
kadar LDL berdasarkan penilaian klinis (yakni penilaian yang
menunjukkan bahwa pasien termasuk yang berisiko sangat
tinggi)
+ terapi obat
penurun LDL bila dibutuhkan untuk mencapai target yang
direkomendasikan bila kadar LDL-C > 130 mg/dl (3,4 mmol/L)
Pasien berisiko tinggi-sedang: terapi gaya hidup
Bila kadar LDL-C adalah '100 hingga 129 mg/dl, terapi penurun
LDL dapat dimulai saat risiko pasien dinilai berada di kisaran atas
*Pasien berisiko tinggi adalah pasien dengan diagnosis ASCVD, diabetes atau risiko 10 tahun penyakit,antung koroner > 20%. Untuk penyakit
serebrovaskular, kondisi risiko tinggi meliputi transient ischemic aftack alau stroke yang berasal dari karotid atau stenosis karotid 50%
tTerapi gaya hidup meliputi penurunan berat badan, peningkatan aktivitas fisik, dan diet antiaterogenik (lihat Tabel 3 untuk rinciannya).
+ Pasien berisiko sangat tinggi adalah pasien yang cenderung menderita kejadian KVR mayor dalam beberapa tahun mendatang, dan diagnosis
tergantung pada penilaian klinis. Faktor-faktor yang dapat turut berkontribusi pada risiko sangat tinggi ini termasuk sindrom koroner akut yang baru
saja terjadi, dan diagnosis penyakitjantung koroner + salah satu dari hal berikut ini: faktor-faktor risiko mayor multipel (terutama diabetes), faktorfaktor risiko berat dan terkontrol buruk (terutama kebiasaan merokok sigaret yang terus berlanjut) dan faktor risiko multipel dari sindroma metabolik
$Pasien berisiko tinggi-sedang adalah pasien dengan risiko 10 tahun penyakitjantung koroner sebesa|10% hingga 20%
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan individu hingga masuk ke kisaran risiko tinggi sedang meliputi: faktor-faktor risiko mayor multipel, faktorfaktor risiko berat dan terkontrol buruk (terutama kebiasaan merokok sigaret yang terus berlanjut), sindroma metabolik dan penyakit aterosklerotik
subklinis yang nyata (yaitu ketebalan kalsium koroner atau lapisan media tunika intima karotid > persentil ke-75 yang sesuai dengan usia dan jenis
kelamin)
ll
flPasien berisiko sedang adalah pasien dengan 2 atau lebih faktor risiko mayor dan risiko 1 0 tahun < 1 0%
#Pasien berisiko rendah adalah pasien dengan faktor risiko mayor 0 atau 1 dan risiko 10 tahun < 10%
konsentrasi insulin.
DISLIPIDEMIA
LDL.
1872
KESIMPULAN
Hughes
individual.
REFERENSI
Dekker JM, Girman C, Rhodes I Nijpels Q Stehouwer CD, Bouter
LM, et al. Metabolik sindrom and l0-year cardiovascular disease risk in the Hoorn Study. Circulation 2005;112(5):666-73.
Eckel R, Krauss R. American Heart Association call to action: obesity as a major risk factor for coronary heart disease. AHA
nutrition committee. Circulation 1998;97 (21):2099- 1 00.
Einhom D, Reaven G, Cobin R, Ford E, Ganda O, Handelsman Y, et
al. American college of endocrinology position statement on
the insulin resistance sindrom. Endocr Prac 2003;9(3):237-52.
Ford E, Giles W, Dietz W. Presence of the metabolik sindrom among
US adults: findings from the Third National Health and Nutrition Examination Survey. JAMA 2002;287 :3 56-9.
Grundy S, Cleeman J, Daniels S, Donato K, Eckel R, Franklin B.
Diagnosis and management of the metabolik sindrom. an American Heart AssociatiorV National Heart, Lung, and Blood Institute scientific statement. Circulation 2005;112.
Grundy SM, Hansen B, Smilh SC, Jr., Cleeman JI, Kahn RA. Clinical
management of metabolik sindrom: report of the American
Heart AssociationA.{ational Heart, Lung, and Blood Institute/
American Diabetes Association conference on scientific issues
related
2004;33:483-92.
Pan W. Metabolik sindrom-an important but complex disease
entity for Asians. Acta Cafiiol 2002;18:24-6.
Reaven GM. The metabolik sindrom: requiescat in pace. Clin Chem
2005;51(6):931-8.
Sy R, Punzalan F. The prevalence of dyslipidemia, diabetes,
hypertension, stroke and angina pectoris in the Philipines. Phil
J Intern Med 2003;163:427-36.
Soegondo S. Hubungan leptin dengan dislipidemia atherogenik pada
obesitas sentral: kajian terhadap small dense low density
and
1999.
Reilly MP, Rader DJ. The metabolic syndrome: more than the sum
of its part? Circulation 2003;108:1546-51.
Park YW, Zhu S, Palaniappan L, Heshka S, Carnethon MR,
Heymsfield SB. The metabolic syndrome. Prevalence and
associated risk factor findings in the US population from the
Third National Helth and Nutrition Examination Survey 19881994. Arch Intern Med. 2003;163:427-36.
29t
DIABETES MELITUS DI INDONESIA
Slamet Suyono
daerahurban seperti Mikronesia, Guam, Nauru dannegaranegara Polinesia seperti Tonga, Hawai, Tahiti, di mana
jumlah pasien diabetes sangat tinggi. Begitu pula banyak
penelitian yang menunjukkan adanya kenaikan prevalensi
ke daerah perkotaan.
Periode
II.
Periode
III.
kesakitan TBC yang tampaknya masih tinggi.dan akhirakhir ini flu burung, demam berdarah dengue (DBD),
antraks dan polio melanda negara kita yang kita cintai ini.
Di lain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh
penyakit degeneratif, di antaranya diabetes meningkat
dengan tajam. Perubahan pola penyakit itu diduga ada
hubungannya dengan cara hidup yang berubah. Pola
makan di kota-kota telah bergeser dari pola makan
tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan
r87
1874
nyataadalahdiantaraparameteruntukmengukurkemajuan
ekonomi itu adalah jumlah re storan McDonald.DiThalIand
ada 6 buah, di Malaysia 23 buah, di Singapura 37 buah, di
Filippina 34 buah dan di Jepang 809 buah dan dua negara
yang mempunyai hanya 1 buah restoran McDonald yaitu
Indonesia dan Cina. Pada tahun 1996hanya dalam waktu
METABOLIKENDOKRIN
Di
(Gambarl).
1875
o
l
=
@
E
-9
(!
'6
6
E
@
LrJ
Afrika
Amerika Mediteranian
Eropa
Asia
tenggara
Pasifik baral
timur
Sumber: World Health Organization The World Health Report 1997
kesehatan
dilaksanakan
harus
dipertimbangkan.
DM TIPE 2 DI INDONESIA
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini
kekerapan
1876
METABOLIKENDOIRIN
Kenaikan
dibandingkan
2
3
lndia
Cina
Amerika
Serikat
lndia
Cina
Amerika
21
8.9
Pakistan
14 5
19.4
16.0
13.9
57 2
37 6
Federasi
Russia
Jepang
6.3
lndonesia
12.4
Brazil
4.9
Federasi
122
7
8
10
lndonesia
Pakistan
Meksiko
Ukraine
Semua
4.5
4.3
3.8
3.6
49.7
Russia
I
I
10
Meksiko
Brazil
Mesir
Jepang
11.7
116
8.8
8.5
'103.6
1877
.
.
badan
berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
meningkatnya pelayanan kesehatan hrngga umur pasien
diabetes menjadi lebih panjang.
.
.
DM TIPE LAIN
Salah satu jenis
mencegahtimbulnyakomplikasi
ini
Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama
kehamilan. Ini meliputi 2-5,% dari seluruh diabetes. jenis
di Indonesia yang
Strategi Pencegahan
Dalam menyelengg arakan upaya pencegahan ini
diperlukan suatu strategi yang efisien dan efektif untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti juga pada
pencegahan penyakit menular,ada2 macam strategi untuk
dijalankan, antara lain:
Pendekatan populasi/masy aral<at (poput ation/comm unity
METABOUKENDOIRIN
1878
sepanjang tahun.
Di
samping
sudah
dibicarakan, tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin, dalam upaya
Pencegahan Primer
ini
Usaha
ini
Pencegahan Sekunder
Pencegahan Tersier
Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang
diakibatkannya termasuk ke dalam pencegahan tersier'
o
.
.
1879
PENYULUH DIABETES
KESIMPULAN
Jumlah pasien diabetes dalam kurun waktu 25-30 tahun
ad,a
disebut diabetes
REFERENSI
dan
Agusta A
Nasional Endokrinologi
II
Bandung 1995; 3.
r993.
Samsuridjal. Catatan dari Salzburg. Dari orientasi penyakit ke perilaku
sehat. Anikel opini pada harian pelita tgl ll Oktober 1991.
Soegondo S, Pumamasari D, Waspadji S, Saksono D. Prevalence of
diabetes mellitus in Jakarta. The Jakarta Primary Non-Commu-
VIII
Yoyakarta,(
990),
Jilid I,551-61.
Tjokroprawiro A. Prevalerisi dan profil klinik diabetes melitus di
pedesaan Jawa Timur. Naskah Lengkap Simposium Nasional
l99l ; 3347.
Waspadji S. Penelitian diabetes melitus suatu tinjauan tentang hasil
penelitian dan kebutuhan penelitian masa yang akan datang.
Acta Med Indonesiana 1988; XX: 87-98.
WHO Technical Report Series No 844: Prevention of Diabetes
Perkembangan Mutakhir Endokrinologi Metabolisme,
Melitus 1994.
292
DIAGNOSIS DAN KLASIFII(ASI
DIABETES MELITUS
Dyah Purnamasari
PENDAHULUAN
dengan
1880
r881
<l4}mg/dL )
normal
I40-<200m/dL )
7-200mgldL
diabetes
1.
2.
4.
.
.
(WHO 1 994):
pemeriksaan tetap makan seperti
(dengan karbohidrat yang cukup)
kegiatan jasmani seperti biasa
.
.
.
.
.
diperbolehkan
diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75
gram,&gBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan
diminum dalam waktu 5 menit
l)
aktivitas fisik
1882
METABOLIKENDOKRIN
Belum
Bukan
DM
Konsentrasi
glukosa
Plasma vena
(mg/dl)
Darah kapiler
Darah sewaKu
<
100
<9
< 100
<90
DM
pasti DM
'1
00 - 199
> 200
90-199
> 200
100
- 125
90-99
> 126
TGT
=ToleEnsiGlukosaTerganggu
> 100
mg/dl
atau
2 Konsentrasi glukosa darah puasa > 126 mg/dl ataLi
J Konsentrasi glukosadarah > 200 mg/dl pada2 jam
sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO"*
ditemukannya
1883
l.
ll.
lll.
karena
REFERENSI
Stadtes dan Lipid RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit FKUI, Jakarta
2005 : hal l7 -28
WHO. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus
and its
Complications. World Health Organization Department of Noncommunicable Disease Surveil;lance. Geneva 1999.
293
FARMAKOTERAPI PADA PENGENDALIAN
GLIKEMIA DIABETES MELITUS TIPE 2
Sidaftawan Soegondo
PENDAHULUAN
ini
.
.
884
1885
Gambar2.
Pada beberapa kondisi saat kebutuhan insulin sangat
meningkat akibat adanya infeksi, stres akut (gagaljantung,
iskemi jantung akut), landa-tanda defisiensi insulin yang
dirumahsakit.
waktuparuh2 5 jam.
Mekanismekerja
1886
METABOLIKENDOKRIN
Glitazone
Farmakokinetik dan Farmakodinamik
MekanismeKerja.
Makanan
Diet
Defisiensi<-
Sulfonylureas
p ada
3-
5Yo pasien
PPARZdiginjal
edema dapat disebabkan penurunan ekskresi natrium
di ginjal sehingga terjadi peningkatan natrium dan
retensi cairan.
Troglitazone
,l%)
infark miokard
43%o,
Sulfonilurea
Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan DM tipe
2 sejak tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi
r887
MekanismeKerja
Golongan obat ini beke{a dengan merangsang sel beta
pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan ,
sehingga hanya bermanfaal pada pasien yang masih
mampu mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat
dipakai pada diabetes melitus tipe 1.
Efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan
merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari
sel beta pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada reseptor
(SUR) channel tersebut maka akan terjadi penutupan.
Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya pemrrunan
permeabilitas K pada membran sel beta, terjadi depolarisasi
membran dan membuka channel Ca tergantung voltase,
dan menyebabkan peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan
terikat pada Calmodulin, dan menyebabkan eksositosis
granul yang mengandung insulin.
Penggunaan Dalam Klinik
Beberapa obat golongan SU yang ada di Indonesia dapat
dilihat pada tabel l. Semuanya mempunyai cara kerja yang
serupa, berbeda dalam hal masa kerja, degradasi dan
aktivitas metabolitnya. Berdasarkan lama kerjanya, SU
1888
METABOLIKENDOKRN
mg/dl Bila
terbesar.
hati danflushing.
Pemakaiannya dikontraindikasikan pada DM tipe
hipersensitif terhadap sulfa, hamil dan menyusui.
clinid
SU seperti biasanya.
Biguanid
Generik
Metformin
Metformin
XR
Tiazolidindion/
mg/tab
500-850
Nama dagang
Glucophage
500
Glucophage-XR
Glumin-XR
Rosiglitazon
Avandia
Pioglitazon
Actos
arian
250-3000
Dosis
Keria
6-8
Lama
1-3
2-3
500-3000
500-750
500
4
Frek/ hari
500-2000
4-8
24
24
'l
24
glitazone
Sulfonilurea
Klorpropamid
Glibenklamid
Glipizid
Gliklazid
Glikuidon
Glimepirid
Deculin
Diabenese
Daonil Euglukon
Minidiab
Glucotrol-XL
Diamicron
Diamicron-MR
Glurenorm
Amaryl
Gluvas
Amadiab
15,30
1 00-250
5-30
15-45
1 00-500
2,5-5
2,5-15
12-24
5-1 0
5-1 0
5-20
10-16
12-16**
10-20
15,30
5-20
80-240
80
30
30
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
1,2,3,4
0,5-6
1-6
1-6
1-6
0.5, 1,2
Penghambat
Glukosidase o
Acarbose
Glucobay
50-1 00
Obat
Kombinasi
Tetap
Metformin
120
1-2
1-2
1
1-2
mg
mg
24
24
24
24
3
3
00-300
3
1-2
50012,5
500/5
1,5-6
360
25011 ,25
2mg/500
4mg/500
24-36
30-1 20
Metrix
NovoNorm
Starlix
+
Glucovance
Glibenklamid
Avandamet
Metformin +
Rosiolitazon
24
30-1 20
Repaglinid
Nateglinid
Glinid
1,
4mg/1000 mg
8mg/1000 mg
1889
llbAlc
pada SU.
Sedang Nateglinid mempunyai masa tinggal lebih
singkat dan tidak menurunkan glukosa darah puasa.
Sehinga keduanya merupakan sekretagok yang khusus
HbAlc.
prandial.
Monoterapi dengan acarbose dapat menurunk an rala-
Golongan lncretin
Terdapat 2 hormon incretin yang dikeluarkan oleh saluran
MekanismeKerja
Obat ini memperlambat dan pemecahan dan penyerapan
klinik
(Penghambat DPP-
IV)
GLP-
vildagliptin.
Pada terapi tunggal, penghambat DPP-IV dapat
menurunakn IIbA 1 c sebesar 0 ,7 9-0 ,94yo dznmemiliki efek
pada glukosa puasa danposl prandial. Penghambat DPPIV dapat digunakan sebagai terapi alternatifbila terdapat
intoleransi pada pemakaian metformin atau pada usia
lanjut.
1890
MEHBOITKENI'OIRIITI
REFERENSI
a.
b.
c.
d.
e.
Practice
Recommendations, 2006
American Diabetes Association: Medical Management of Type 2
Diabetes, fifth edition, 2004
Bailey CJ. Biguanide in the treatment of type II diabetes. Current
Opinion in Endocrinology and Diabetes 1995;2:348-54.
Edelman SV White D, Henry RR. Intensive insulin therapy for
5f (3):
5197-204
Sedang
Glukosa darah
(mg/dL)
- puasa
-2jam
100
145
- 125
- 179
postprandial
A1c (oh)
Kol.total (mg/dL)
Kol LDL (mg/dL)
Kol.HDL (mgidL)
Trigliserida
(ms/dL)
IMT(kg/m'z)
Tekanandarah
(mmHg)
80 - 100
80 - 144
< 6.5
< 200
< 100
>45
< 150
18.5 - 23
< 1 30/80
> 126
180
6.5-8
>8
200 -239
z24O
- 129
150 - 199
100
23-25
1
> 130
> 200
>25
30-
140/80-90
140/90
1995;2:325-32.
I 99 5 ;2:3
4l
-7
294
TERAPI NON FARMAKOLOGIS
PADA DIABETES MELITUS
Em Yunir, Suharko Soebardi
PENDAHULUAN
.
.
glukosadarah2jamsetelahmakan< 180mg/dl
kadar
Alc <7 %o
'.
Pada tingkat
diterapkan sebelumnya.
TERAPIGIZIMEDIS
sederhana.
1891
di dalam lingkungan
yang
1892
METABOLIKENDORIN
l.
asam
lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan
Qtolyunsaturated
perhari
3.
dari 10 gram/hai
2.
fatty acid
perhari.
jika kadar kolesterol LDL > 100 mg/dl, asupan asam
lemakjenuh diturunkan sampai maksimal 7%o dat'' tolal
kalori per hari
konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar
kolesterolLDL >
4.
5. konsumsi
6.
per hari.
per hari
2. pada keadaan
.
6. sebagai
8.
9.
7.
5.
4.
5.
4.
1893
kuadrat.
. BBnormal 18,5-22,9
. BB lebih
>23,0
dengan risiko 23 - 24,9
obesl
25 -29,9
obes
:60kg-6kg
.
.
BB >I2O%BBI
Gemuk
. Wanita
3.
116 %
2.
(63kg:54kg)x100%
54k9.
Status gizi
>30
II
:BBidaman(kg) X25kalori
lebih)
Jumlah kebutuhan kalori perhari :
- kebutuhan kalori basal : BB ideal x 30 kalori
: 54 x 30 kalori: l620kalori
- kebutuhan unhrk aktivitas ditambah 20%:20Yo x
I 620 kalori : 3 24kaloi
- koreksikarenakelebihanberatbadandikurangi 10%
=ljYoxlA0:l62V,abn
Jadi total kebutuhan kalori perhari untuk
pendeita 1620
Distribusi makanan
1.
2.
gramprotein)
3. Lemak20%:20%x
1700
kalori:340 kalori
dari lemak
Aktivitas
LATIHANJASMANI
.
.
.
sedang
4.
Stresmetabolik
(infeksi, operasi, shoke, dll)
kehamilan trimester I dan II
5.
+ 20o/o
:-20%
:
- l0%o
:+20%o
:+
l0-30%o
: +300Kalori
: +500Kalori
Contoh:
1894
METABOLIKENDOTRIN
ternyata
dai250m/dl.
1895
Frekuensi
Intensitas
.
.
Durasi
Jenis
30-60menit
latihan jasmani endurans (aerobik) untuk
meningkatkan kemampuan kardiorespirasi
ini dilakukan
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
meningkatkansirkulasi
memperkuat otot
meningkatkankelenturan
meningkatkankemampuanbernafas
membantu mengatur berat badan
memperlambat proses penuaan
memperbaiki tekanan darah
memperbaiki kolesterol dan lemak tubuhyang lain
mengurangi stress
melawan akibat-akibat kekurangan aktivitas
REFERENSI
American Diabetes Association. Diagnosis and classification of
diabetes mellitus. Clinical practice recommendation 2004.
Diabetes care2AO4;27 (Suppl. l): S5-S10.
American Diabetes Association. Screning for type 2 diabetes. Clinical practice recommendation 2004. Diabetes care 2004;27
(suppl. 1): Sll-S14.
American Diabetes Association. Nutrition principles and recommendations in diabetes.Clinical practice recommendation 2004.
Diabetes carc.2004;27 (Suppl.l) : 536-546.
Flores JVPG Tan KM, Palanca A, Salvador MVC, Roman JA,Bongo
SSJ. An evidance approach to type 2 diabetes management for
health care professionals (a learning module series). Jonhson
and jonhson Pte. Ltd. 2003.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan
diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2002. Iakafia2O03.
296
INSULIN: MEI(ANISME SEKRESI
DAN ASPEK METABOLISME
Asman Manaf
pankreas.
Seperti disinggung
penutupan
1896
1897
INSULIN: MEKANISME SEKRESI DAN ASPEK METABOLISME
K+ channel
shut
Glucose
[,J
+
Glucose-6-pho
+
ATP
K+'
+
Depolarization
of membrane
Glucose signaling
1897
Ca"
channel
GLUT-2J
Glucose
cm
lnsulin + C peptide
l.I
ct""u"g"
enzymes
Proinsulin
Preproinsulin
fisiologis.
AKSIINSULIN
hiperinsulinemia kompensatif.
Selanjutnya, setelah sekresi fase I berakhir, muncul
sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana
sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan
1898
MEXABOIII(ENDOIRII{
tor substrate
GLUGOSE
RECEPTOR
Gambar
3.
o
Ob
E
klinis
sering
RECEPTOR
[lSUlII|: XEAIISESETSTITAI|
dismping
@a
tahap awal
memberi daryak
janeta panjang menimbulkan komplikasi kronis dari
diabetes-Tingginya kadar glukosa darfr (gluntoxicity)
yang
bt
perubahan atau konversi fase TGT menjadi DMT2Dikatzkan bahwa gadz razt tersebut falitor resistensi
insulin mulai dominan sbagai penyebab tipeqglikemia
mtuprm berbagai kenrsakan jaringan. Ini trlihat dari
bahwa pada taha;p twal DMT2, meskipun
dngan kadar insulin srum yang cuhry tinggi, ntmiln
hipeqgtikemia masih dapa terjadt Kerusakm jalitnganyruig
secara tajam
pin$tallsadat
diat
tadt"
d^N
disimpulkan
@z awahgditenfikan
tt99
A$'IEIIELEE
prjalmn
pe,nyakit DMT2,
kemdian
Mbolim
ghkosa alrm
REFEREilSI
6ts
42:ll7-22.
Kratw V, 1995. The mlslr
23:. 67
8O
Mciercy
it
IE
296
HIPOGLIKEMIA IATROGENIK
Djoko Wahono Soemadji
r900
HIFOGLIIGMIA IAIROGENIK
Ringan
Sedang
Berat
1901
PENYEBAB HIPOGLIKEMIA
Pada pasien diabetes hipoglikemia
timbul akibat
EPIDEMIOLOGI
hipoglikemia berat
dan
menyebabkan
l9u2
MEDABOIIKENIX)NRIN
a
@
E8
E
6
@
gfl!
o
c
e- zo
c
d
Ero
o
Dlulrip2
d[sqii
Di{ [Fc t
ydludts'eFii
&igmiiErlm
ffiftr
Dsll[ip2
ydw
ydtrs
dhqii
&lum$ilb[iltr@ etgmiimdlit
tu
Ba@r{
m)
ffi
nnemeresffiAg h{pogftenft
ztdat:
K&riirm!fu bsbbihan
.
.
Dmishedebifianr
Mr
be@ai
atat
gEgd
"lwqtmmf gertUe
tffffimaftmte
Ferunnnanberdbdr
o
e
Mhkan
ffimda
fir
vakxi
siHus menstnnsi
MbtMmd
l-aiin+aiin
hipoglikemia.
Neuron-neuron tersebut diproyeksikan ke area yang
bekaitan dengan aktivasi pituitari-adrenal dan sistim
simpatis. Tampaknya respons fisiologi utama terhadap
hipoglikemia terjadi sesudah neuron-neuron di VMH yang
srta
ndolGr"frmai" pa;bn:
ii'rEtdht';
liE t ydE
rcrq$dabetesO!#,
'!-
D|S
dbl4i@
iffiat@n)
otoregulasi.
r903
HIFOGI.IIGMIA IA|IROGENIK
ang
Kemampuan mengenal gejala awal sangat
pasien diabetes yang mendapatterapi insulin yang ingin
mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah normal atau mendekati normal. Terdapat keragaman keluhan
yang menonjol diantara pasien maupun pada pasien itu
sendiri pada waktu yang bgrbeda. Walaupun demikian
Otonomik
Neuroglikopenik
Berkeringat
Jantung berdebar
Tremor
Lapar
Bingung (confusion)
Mengantuk
Sulit berbicara
lnkoordinasi
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
Parestesi
Sakit kepala
1904
MEIABOIIKENDOICtr{
Keadaan klinis
Diabetes yang
lama
Kendali
metabolik yang
ketat
Alkohol
Episode
nokturnal
Usia muda
(anak)
Usia lanjut
aman.
kemudianhari.
Tidak diketahui
Hipoglikemia yang berulang merusak
neuron yang glukosensitif (?)
Regulasi transpor glukosa neuronal yang
meningkat
Peningkatan kortisol dengan akibat
gangguan jalur utama transmisi neuron
Penekanan respons otonomi perifer
Gangguan kognisi
Tidur menyebabkan gejala awal
hipoglikemia tidak diketahui
Posisi berbaring mengurangi respons
simpatoadrenal
Kemampuan abstrak belum cukuP
Perubahan perilaku
Gangguan kognisi
Respons otonomik berkurang
Sensitivitas adrenergik berkurang
Kemungkinan mekanisme
(-
=;,----
1,0
r,nenit. Kecepatan
kerja
50o/o
KE$Mfl,'I.AN
Untuk rnencegah tirnbulnya kmlplikasi rnenahun, :ancaman
timbulnya hipoglikemia rnerupakan f,aktsr lirnitasi utama
dalam kendali gliksni pada pasien DillfT I dan DN{T 2
efektif
REFERENSI
Amiel
A, Smith EP et al.
Management "of Diabetes and Hypergtrycemia .in Hosp.itals.
Diabetes Cue 2004; 27:553-91.
,Cryer FE, Davis SN, Sha.mooa H. Hypoglycemia in Diabetes.
Diabetes Care 2003 ;26:7902-72
He'ller SR. Hipoglikemia,and diabetes. In:Textbook,of Medicine,
Pickup CrC and Williarns,c (Eds.), Blackwell Fubtishing, 33.133.t9, 2003
Feacey SR, R.ostamilhodjegan A, George E, TuckelGT, Itreller SR.
The use cf tolbutarnid-inducecl hypoglycernia to exarnine the
,intra ,islet role of insulin in nrediatir,rg glucagon release n normal
huanans. J Clin endosrirol Metab 1997; 82: 7458:61
The Dia:betes .Control and Conrplication Tl."ials Resealch Group.
Clement SC, Brailhwait SS, Magee MF, Ahmann
297
KETOASIDOSIS DIABETIK
Pradana Soewondo
KAD
Tahun
Jumlah Kasus
Angka
Kematian %
14
3'l,4
55
40
1983-84 ( 9 bulan)
EPIDEMIOLOGI
984
- 88 (48 bulan)
'1995 ( 12 bulan)
'1997 ( 6 bulan)
1998 - 99 ( 12 bulan)
17
23
37
't8,7
51
FAKTORPENCETUS
Ada sekitar
20%o pasien
1906
1907
KETOASII'OIiIS DIABETIK
PERANAN INSULIN
PATOFISIOLOGI
(Gambarl):
.
.
akibathiperglikemia
akibat ketosis
Walaupun sel tubuh tidak dapatmenggunakan glukosa,
Peranan Glukagon
Di antara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang
paling berperan dalam patogenesis KAD. Glukagon
menghambat proses glikolisis dan menghambat
pembentukan malonyl CoA. Malonyl CoA adalah statt
penghambat c arnitine acyl transferases (CPT I dan 2) yang
bekerja pada transfer asam lemak bebas ke dalam
mitokondria. Dengan demikian peningkatan glukagon akan
merangsang oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis
(Gambar2).
Pada pasien DM tipe l, konsentrasi glukagon darah
tidak teregulasi dengan baik. Bila konsentrasi insulin
1908
MEDABOLIKENIX)TRIN
DIAGNOSIS
Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis
Gambar 2. Proses ketogenesis di hati
GEJALAKLINIS
Sekitar 80% pasien KAD adalah pasien DM yang sudah
dikenal. Kenyataan ini tentunya sangat membantu untuk
mengenali KAD akan lebih cepat sebagai komplikasi akut
DM dan segera mengatasinya.
Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien
KAD dijumpai pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul),
berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah
Di RS Dr. Cipto
mgo/o
pH<7,35
HCOorendah
PRINSIP PENGOBATAN
r909
TGTOASIT'O$SDIABENK
a).
Gairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam
fisiologis. Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada
KAD mencapai 100 ml per kg berat badan, maka pada jam
pertama diberikan I sampai 2liter, jam kedua diberikan I
liter dan selanjutnya sesuai protokol. Ada dua keuntungan
rehidrasi pada KAD: memperbaiki perfusi jaringan dan
kembali.
5olo
atau
rcva
Kalium
Pada awal KAD biasanya konsentrasi ion
lnsulin
Terapi Insulin harus segera dimulai sesaat setelah
diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai. Pemberian
insulin akan menurunkan konsentrasi hormon glukagon,
sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati,
jaringa@pdepasar
serum
masuknya ion
mudah
1912). Caru
al
Glukosa
Setelah rehidras i awal 2 jam pertama, biasanya konsentrasi
glukosa darah akan turun. Selanjutnya denganpemberian
Bikarbonat
Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topik perdebatan
selama beberapa tahun. Pemberian bikarbonat hanya
1910
METABOLIKENDORtr{
PENGOBATAN UMUM
PEMANTAUAN
Pemantauan merupakan bagian yang terpenting dalam
pengobatan KAD mengingat penyesuaian terapi perlu
dilakukan selama terapi berlangsung. Untuk itu perlu
dilaksanakan pemeriksaan : l). konsentrasi glukosa darah
tiap jam dengan alat glukometer;2). elektrolit setiap 6 jam
selarna24 jarn selanjutnya tergantung keadaan; 3). analisis
gas dara[ bila pH< 7 waktu masuk periksa setiap 6 jam
sampai pH >7,1 selanjutnya setiap hari sampai stabil; 4).
tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan dan temperatur
setiap jam; 5). keadaan hidrasi, balans cairan; 6). waspada
terhadap kemungkinan DIC.
Agar hasil pemantauan efektif dapat digunakan lembar
evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku.
KOMPLIKASI
profesional.
Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri
terutama saat mengalami masa-masa sakit, dengan
PENUTUP
Telah dibicarakan mengenai insidens, patofisiologi, gejala
klinis, dan diagnosis KAD. Prinsip pengobatan KAD ialah
pemberian cairan, menekan lipolisis dan glukoneogenesis
REFERENSI
hipokalsemia
PENCEGAHAN
Faktor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang kurang memadai dan kejadian infeksi. Pada
beberapa kasus, kejadian tersebut dapat dicegah dengan
1911
IGTOASIDOSBDIABETIK
Serum b-hydroxybutyrate measurement in patients with uncontrolled diabetes mellitus. Arch Intern Med 1999; 159: 381-4.
Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg
RA, Malone JI et al. Management of hyperglycemic crises in
t997.
AB, Suyono S, Supartondo. Pengobatan Ketoasidosis
Diabetikum dengan skema sederhana pada periode tahun 1971-
Ranakusuma
5.p.128-35.
298
KOMA HTPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK
NON KETOTIK
Pradana Soewondo
Kadar Glukosa
Plasma (mg/dL)
Kadar pH arteri
Kadar Bikarbonat
Serum (mEq/L)
Kgton pada Urine
atau Serum
Osmolaritas Serum
>250
-7,30
't5-18
7,25
Positif
Beruariasi
250
> 600
<
7,00
< 10
> 7,30
>'15
Positif
Positif
Sedikiv
negatif
Beruariasi
Bervari
>320
>250
7,0A
-7,24
10-<15
EfeKif (mosm/kg)
Anion gap
Kesadaran
>
ast
>10
Sadar
>12
Sadar,
drowsy
> 12
Beruariasi
Stupor, Stupor,
koma koma
Dikutip dari Kilabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Banett EJ, Kreisberg
RA, Malone Jl, et al. Hypsglycemic crises in diabetes. Diabetes Care
2004;27(suppl 1 ):S95
EPIDEMIOLOGI
Data di Amerika menunjukkan bahwa insidens HHNK
sebesar 17,5 per 100.000'penduduk.Insiden ini sedikit lebih
FAKTORPENCETUS
HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang
mempunyai penyakit penyerta yang mengakibatkan
menurunnya asupan makanan.l Faktor pencetus dapat
dibagi menjadi enam kategori: infeksi, pengobatan,
noncompliance, DM tidak terdiagnosis, penyalahgunaan
obat, dan penyakit penyerta (Tabel 2). Infeksi merupakan
penyebab tersering (57.1%). Compliance yang buruk
terhadap pengobatan DM juga sering menyebabkan
HHNK(21%).
PATOFISIOLOGI
Faktor yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis
glukosuria. Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada
kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang
akan semakin memperberat derajat kehilangan air. Pada
keadaan normal, ginjal berfimgsi mengeliminasi glukosa
di atas ambang batas tertentu. Namun demikian, penurunan
t912
1913
ETOTIK
serebrovaskular
Sindrom cushing
Hipertermia
Hipotermia
Trombosis mesenterika
Pankreatitis
Emboli paru
Gagal ginjal
Luka bakar berat
Tirotoksikosis
lnfeksi
Selulitis
lnfeksi gigi
Pneumonia
Sepsis
lnfeksi saluran kemih
Pengobatan
Antagonis kalsium
Obat kemoterapi
Klorpromazin (thorazine)
Simetidin (tagamet)
Diazoxid (hyperstat)
Glukokortikoid
Loop diuretics
Olanzapin (zyprexa)
Fenitoin (dilantin)
Propranolol (inderal)
Diuretik tiazid
Nutrisi parenteral total
Noncunpliance
Penyalahgunaan obat
Alkohol
Kokain
DM tldak terdiagnosis
GEJALAKLINIS
Pasien dengan HHNK, umufirnya berusia lanjut, belum
koma
Pada pemeriksaan
fisik ditemukan
tanda-tanda
glukagon.
cairan.
Secara klinis HHNK akan sulit dibedakan dengan KAD
terutama bila hasil laboratorium seperti konsentrasi glukosa
tgl4
METABOLIKENI'OKIITI
(2xsodium(mEqpertr*
ry
koreksi:
PEMERIKSAAN LABORATORIU M
Temuan laboratorium awal pada pasien dengan HHNK
adalah konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi
(> 600 mg per dL) dan osmolaritas serum yang tinggi
(> 320 mOsm per kg air [normal :290 + 5]), dengan pH
lebih besar dari 7.30 dan disertai ketonemia ringan atau
elektrolit.
Konsentrasi natrium harus dikoreksi jika konsentrasi
glukosa darah pasein sangat meningkat. Jenis cairan yang
Sodium + 165 x (Glukosa darah (mg per dL)
r00
(mEq/L)
100)
(2x l5o)*
l'lP:3oo+61:361
l8
mosm/kg
PENATAI-AKSANAAN
Cairan
Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksaan
t4s
t6,s
16l,
mEq/L
Hilang
7 - 13 mEq per kg
3-TmEqperkg
5-15mEqperkg
70 - 14O mmol per kg
50 - 100 mEq per kg
50 - 100 mEq per kg
100 - 200 mL per kg
1915
Elektrolit
denganHHNK.
KOMPLIKASITERAPI
PENCEGAHAN
lnsulin
pemberian cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika
insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan
akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan
perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian.
Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15U/kgBB
secara intravena, dan diikuti dengan drip 0,lU/kgBB per
jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara 250
mg per dL (13.9 mmol per L) sampai3OO mg per dL. Jika
konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mgldL
per jam, dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika
konsentrasi glukosa darah sudah mencapai di bawah 300
mg/dL, sebaiknya diberikan dekstrosa secara intravena
dan dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai
pulihnya kesadaran dan keadaan hiperosmolar.
PROGNOSIS
Biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pasien bukan
disebabkan oleh sindrom hiperosmolar sendiri tetapi oleh
REFERENSI
Boedisantoso Asman. Korna Hiperosmolar Hiperglikemik Non
19L6
MEXABOI.U(ENDOTRIN
of
7t (9):
299
ASIDOSIS LAKTAT
Pradana Soewondo, Hari Hendafto
PENDAHULUAN
mitokondria. Asam laktat merupakan suatu berfiik end product sehingga sebelum dapat memasuki suatu jalur reaksi
metabolisme tertentu harus diubah dahulu menjadi piruvat
kernbali.
Laktat dehidrogenase
Piruvat
NADH +
Laktat
H-
NAD'
t9l
1918
MEIABOIJI(ENT'OIRIN
dihati.
NADH
GLUKOSA
GLUKOSA
PIRUVAT ---}
Gambar 2. Jalur laktat saat normoksia. Hampir semua laktat yang diproduksi akan dioksidasi di hati menjadi
glukosa kemudian dipakai oleh organ-organ
PIRUVAT
---}
K._
Gambar 3. Jalur laktat saat hipoksia. Akibat inhibisi phosphoenol pyruvate karboksikinase (PEPK), di hati laktat
meningkat sehingga dapat digunakan oleh otot. Glukosa tetap digunakan oleh jantung dan organ vital lain.
t9t9
ASIDOSISLAKIAI
metabolik.
DIAGNOSIS
Asidosis laktat adalah suatu keadaan asidosis metabolik
dengan peningkatan asam laktat dan nilai anion gap. Pada
pasiensakit berat, nilai asam laktat masih dianggap normal
sampai < 2 mmoVL. Batasan peningkatan konsentrasi asam
laktat yang digunakan bervariasi diantara masing-masing
peneliti antara 1,3-9,0 mmol,/L sedangkan nilai pH bervariasi
antna7,37 - 7,20 narrtxrkriteria manapun yang digunakan
temyata tetap didapatkan hubturgan bermakna antara semakin
1920
METABOIIKENDOIRXN
Biguanid
Metformin sudah digunakan lebih dari 40 tahun dalarn
pengobatan DM tipe II. Walaupun demikian, terdapat
kekhawatiran akan efek samping dari metforrnin yang dapat
menyebabkan timbulnya asidosis laktat, dimana angka
mortalitasnya dapat mencap ai So%io.
Penyakit hati dan ginjal, alkoholisme, dan kondisi yang
berkaitan dengan hipoksia (misalnya penyakit jantung dan
paru, pembedahan) merupakan kontraindikasi penggunaan
metformin. Faktor risiko lain asidosis laktat yang diindulcsi
oleh metformin adalah sepsis, dehidrasi, dosis tinggi dan
Sementara
ASIDOSISL/\KUTT
Etanol
Penyebab penting dari asidosis laktat tipe B adalah
intoksikasi etanol. Metabolisme etanol akan mengasilkan
NADH dan akan mengakibatkan konversi dari piruvat
menjadi laktat (Gambar 4). Keadaan ini biasanya ringan
dan tidak membutuhkan pengobatan.
Etanol
Z5|
NA
Laktat
{-
Asetildehid
DH
+H-
54:505 -8.
Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB, Rumbak MJ. Diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic, hyperosmolar nonketotic state. In:
Kahn CR & Weir GC, eds. Joslin's Diabetes, 2"d ed. A Waverly
Company 1994:738-770.
Piruvat
Glukosa
Gambar 4. Etanol menyebabkan asidosis laktat
KESIMPULAN
Asidosis laktat terjadi akibat peningkatan konsenhasi asam
laktat darah, yang disebabkan gangguan perfusi dan
hipoksemia. Dalam keadaan normoksemia, asidosis laktat
dapat disebabkan oleh beberapa keadaan seperti biguanid
dan etanol. Tingginya konsenfrasi asam laktat dapat dipakai
sebagai prediktor kegagalan metabolisme karbohidrat dan
berat penyakitlkematian.
REFERENSI
Bakker J, Coffemils M, Leon M, Gris B Vincent J-L. Blood lactate
levels are superior to oxygen-derived variables in predicting
outcome in human septic shock. Chest 1991; 99(4):956-62.
Bakker J, Gris P, Coffemils M, Kahn RJ, Vincent J-L. Serial blood
lactate levels can predict te development of multiple organ
failure following septic shock. Am J Surg 1996; l7l(2):221-6.
Broder G, Weil MH. Excess lactate : An index of reversibility of
shock in human patients. Science, March 1964; 143:. 1457-9.
Glycolysis and the catabolism of hexoses. In: Lehninger AL, Nelson
DL, Cox M, eds. Principles of Biochrmistry, 2"d ed. Worth
Publishers Inc 1993: 400-39.
Soc
300
KOMPLIKASI KRONIK DI.ABETES:
MEKANISME TER'ADINYA, DIAGNOSIS
DAN STRATEGI PENGELOLAAN
Sarwono Waspadji
PENDAHULUAN
Dari berbagai penelitian epidemiologis sudahjelas terbukti
1922
L923
sel reti
keadaan hiperglikemia
regulation dari sistem transportasi glukosa yang noninsulin dependen ini, sehingga sel akan kebanjiran
hiperglisolia.
dan terjadi
mikroanewisma.Di
aliranpembuluhdar
.N
Jalu
Endothelial Growth Factor=VEGF) dan
selanjutnya
Pada
glomeruakan
menyebabkan terjadinya penebalan membran basal,
ekspansi mesangial dan hipertrofi glomerular. Semua itu
akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi dan
glomerulosklerosis.
mengarah
subintimal
Pad^
deng
enzimredukiase aldosa,
1924
METABOLIKENDOIGIN
Glutation reduktase
untuk menetralisasikan
Juga
berbagai oksidans intraselular. Menurunnya rasio NADPH
untuk
lnflamasi
Dari pembicaraan di atas tampak bahwa berbagai
mekanisme dasar mungkin berperan dalam terbentuknya
dan
keadaan tersebut akan menyebabkan perubahanperubahan yang selanjutnya akan mengarah kepada
proses angiopati diabetik.
t92s
Peptida Vasoaktif
Berbagai peptida berpengaruh pada pengaturan pembuluh
jalur mekanisme
Retinopati
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai
dari retinopati diabetik non-proliferatif sampai perdarahan
METAE()IIKENIPIRD{
1926
Pada
.
.
.
.
.
.
standard
Oftalmoskopi Indirek denganslit lamp bio-microscope
Nefropati
Kelainan yang tedadi pada ginjal penyandang DM dimulai
hal yang sangat penting untuk dilewatkan begitu sajaPenggunaan monofilamen SemmesWeinstein yang
sangat mudah dan sangat sederhana perlu digalakkan
semen.
DM.
Pendekatan multidisipliner dengan mengaltiftan tim
multidisiplin pengelola kaki sangat penting dikembangkan di setiap sarana pengelola DM. Setiap penyandang
dan
mumpuni dalam memodifikasi berbagai faktor risiko terkait
terjadinya komplikasi konik DM. Penyandang DM dengan
laju filtrasi glomerulus atau bersihan kreatinin < 30 fliLl
untuk menjajagi kemungkinan dan untuk persiapan terapi
pengganti bagi kelainan ginjalnya, baik nantinya berupa
dialisis maupun transplantasi ginjal.
dan
1927
KOil'PUI(AiI
KRONIK DM
Dengan mengetatrui berbagai faktor risiko terkait terjadinya
komplikasi kronik diabetes melitus secara umum maupun
Tekanan Darah
Untuk mendapatkan tekanan darah yang sebaik-baiknya
gmamencegah komplikasi kronik DM, sudahbanyakbuku
petunjuk dan algoritma yang dikemukakan, juga oleh
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Obat penghambat
sistem renin angiotensin (Inhibitor ACE, ARB atau pun
kombinasi keduanya) dapat dipergunakan unflrk mencegah
Pengendalian Lipid
Mengenai pengelolaan lipid pada penyandang diabetes
melitus juga sudah dibicarakan secara ekstensif. Pada
pengelolaan dislipidemia, DM dianggap sebagai fallor
risiko yang setara dengan penyakit jantung koroneq
sshingga adanya DM pada dislipidemia harus dikelola
secara lebih agresif dan sasaran pengelolaan lipid untuk
penyandang
Faktor Lain
Pola hidup sehafi Pengubahan pola hidup ke arah pola
hidup yang lebih sehat merupakan dasar penting utama
usaha pencegahan dan pengelolaan komplikasi laonik DM.
Pola hidup sehat harus selalu diterapkan dan dibudayakan
sepanjang hidup.
Walaupun belum ada bukti yang meyakinkan, merokok
dikatakan dapat mempercepat timbulnya mikroalbtrminuria
di
m
1928
MEIABOIJKENDOKRIN
Di samping
Retinopati
Pengobatan koagulasi dengan sinar laser terbukti dapat
bermanfaat mencegah perburukan retina lebih lanjut yang
kemudian mungkin akan mengancam mata. Fotokoagulasi
dapat dikerjakan secara pan-retinal. Tindakan lain yang
mungkin dilakukan adalah vitrektomi dengan berbagai
macam cara. Demikian pula tindakan operatif lain seperti
Nefropati
Setelah berbagai cara pencegahan konservatif tidak
berhasil menghambat laju perburukan filtrasi glomerular,
dan kemudian sudah mencapai tahap gagal ginjal-penyakit
Neuropati
Adanya keluhan dan kemudian ditegakkannya diagnosis
neuropati diabetik mengharuskan kita untuk berusaha
mengendalikan konsentrasi glukosa darah sebaik mungkin.
Pengelolaan keluhan neuropati umumnya bersifat
simtomatik, dan sering pula hasilnya kurang memuaskan'
Pada keadaan neuropati perifer yang disertai rasa sakit,
berbagai usaha untuk pencegahan dan pengelolaan DM
serta berbagai faktor risikonya harus juga dikerjakan.
Berbagai obat simtomatik untuk nyerinya dapat pula
diberikan, namun umumnya tidak banyak menjanjikan hasil
yang baik. Saat ini didapatkan berbagai sarana yang dapat
diberikan untuk mengatasi keluhan rasa nyeri yang hebat
pada penyandang neuropati DM dengan nyeri ini. Berbagai
jantungnya.
.
.
merupakanbagianrutin
praktik pengelolaan DM
sehari-hari
Usaha pencegahan terjadinya komplikasi kronik DM
1929
REFERENSI
Devaraj S, Yega-Lopez S, Jialal I. Antioxidants, oxidative stress and
inflammation in diabetes. In: Marso SP, Stem DM, Eds. Diabetes and Cardiovascular Disease: Integating Science and Clinical
Medicine. Philadelphia: Lipincot Williams & Wilkins; 2004.p
19 -29.
Fisher M, Shaw KM. Diabetes and the heart. In: Shaw KM and
Cummings MH, Eds. Diabetes Chronic complications, Second
Edition. John Wiley & Sons Ltd; 2005.p. l2I-41.
Grant PJ, Lucinda K, Summers M. Diabetes, impaired fibrinolysis and
thrombosis. In: Marso SP, Stem DM, Eds. Diabetes and Cardiovascular Disease: Integrating Science and Clinical Medicine. Philadelphia: Lipincot Williams & Wilkins; 2004.p.269-85.
Grundy SM, et al. Circulation 2004;110:227-39.
He Zhiheng, Ma RCW, King GL. Role of Protein Kinase C Isoforms
in Diabetic Vascular Dysfunction. In: Marso SP, Stem DM, Eds.
Diabetes and Cardiovascular Disease: Integrating Science and
Clinical Medicine. Philadelphia: Lipincot Williams & Wilkins;
2004.p.37-48.
Kelly R, Steinhubl SR. Platelet Dysfunction. In: Marso SP, Stem DM,
Eds. Diabetes and Cardiovascular Disease: Integrating Science
and Clinical Medicine. Philadelphia: Lipincot Williams& Wilkins;
2004.p.2st-61.
KM and
in
diabetes. Diabetic
301
RETINOPATI DIABETIK
KarelPandelaki
Jalur Poliol
PENDAHULUAN
Glikasi Nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan asam
ETIO.PATOGENESIS
1930
1931
RETINOPATIDIABETIK
Protein Kinase C
Mekanisme
Aldose
reduktase
lnflamasi
Protein
kinase C
ROS
AGE
Nitrit oxide
Menghambat
ekspresi gen
PATOFISIOLOGI
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari
fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas
metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler
retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar
ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang
synthase
Apoptosis sel
perisit dan
sel endotel
kapiler retina
VEGF
PEDF
GH dan IGF-I
Cara kerja
Meningkatkan produksi
sorbitol, menyebabkan
kerusakan sel
Meningkatkan perlekatan
leukosit pada endotel
kapiler, hipoksia,
kebocoran, edema
makula
Mengaktifkan VEGF,
diaktiftan oleh DAG pada
hiperglikemia
Menyebabkan kerusakan
enzim dan komponen sel
yang penting
Mengaktifkan enzim-enzim
yang merusak
Meningkatkan produksi
radikal bebas,
meningkatkan VEGF
Menyebabkan hambatan
terhadap jalur
metabolisme sel
Penurunan aliran darah ke
retina, meningkatkan
hipoksia
Meningkat pada hipoksia
retina, nenimbulkan
kebocoran, edema
makula, neovaskular
Menghambat
neovaskularisasi,
menurun pada
hiperglikemia
Merangsang
neovaskularisasi
Terapi
Aldose
reduktase
inhibitor
Aspirin
lnhibitor
terhadap
PKC Bisoform
Antioksidan
Aminoguanidi
n
Amioguanidin
Belum ada
Belum ada
Fotokoagulasi
pan-retinal
lnduksi
produksi
PEDF oleh
gen PEDF
Hipofisektomi,
GH- receptor
blocker,
octreotide.
PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel grovtth
factor; DAG= diacylglycerol; ROS= reactive oxygen species;
AGE= advanced glycation end-product; PEDF= pigmentepithelium-derived factor; Q,l-l= growth factor; IGFJ= isulinIike growth factor I
yaitu:
l)
1932
METABOLIKENDOKRIN
satu
disedai edemamakula.
atas 3 stadium
yaitu stadium nonproliferatif preproliferatif dan proliferatif.
Retinopati diabetik digolongkan sebagai retinopati diabetik
1933
RETINOPATIDIABETIK
1.
2.
3.
4
1.
.
.
.
.
farang dilakukan)
fotokoagulasi dengan sinar laser:
neovaskular
Makulopati Diabetik
Ma
elopati diabetik
KontrolGlukosa Darah
Untuk mengetahui pengaruh kontrol glukosa darah
terhadap retinopati diabetik, Diabetes Control and
Complication Trial (DCCT) melakukan penelitian pada
1441 pasien diabetes tipe I yang belum disertai retinopati
dan yang sudah menderita RDNP. Kelompok pasien yang
1934
1%
MEIABOLIKENDOKRIN
Kontrol Hipertensi
Untuk mengetahui pengaruh hipertensi terhadap
retinopati diabetik, UKPDS menganalisis pasien diabetes
tipe 2 yang dilakukan kontrol tekanan darah secara ketat
dibanding dengan kontrol tekanan darah sedang melalui
pengamatan selama 8 tahun. Kelompok pasien dengan
kontrol tekanan darah secara ketat mengalami penurunan
resiko progresifitas retinopati sebanyak 34o/o. Apropriate
Fotokoagulasi
Suatu uji klinik berskala besar yang dilakukan National
Institutes of Health diAmerika Serikatjelas menunjukkan
bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser
apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif
untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan
Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang
mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang
darahrata-ratayangdicapaipadakelompokpertamaadalah
132178 mmHg sedangkan kelompok kedua mencapai
tekanan darahrata-rata 138/86 mmHg. Hasil analisis
statistik menunjukkan antara kedua kelompok tidak
1935
RETINOPAII DIABETIK
Gambar
spots (CWS), microaneurysms (red dots), and macular edema
with
clinically
l-1936
MEf,ABOLIKENDOKRIN
REFERENSI
Aiello LM and Cavallerano JD. Ocular complication. In: Lebovitz
HE (Ed.). Therapy for Diabetes and Related Disease. Alexandria, American Diabetes Association, I99l.p. 226-240.
Brownlee M. The pathobiology of diabetic compliations a unifying
mechanism. Diabetes 2005, 54:1615-25
Chalam KV, Lin S, Mostafa S. Management of diabetic retinopathy
in the twenty-first century. Northeast Florida Medicine, Spring,
2005, p.8-1s
Chew EY. Pathophysiology of diabetic retinopathy. In: LeRoith D
et a1 (Eds.). Diabetes Mellitus a Fundamental and Clinical Text.
2"d edition, Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2000.
p. 890-98
Constable IJ. Diabetic retinopathy: pathogenesis, clinical feature
and treatment. In: Turtle JR et al (Eds.). Diabetes in the New
Millennium. Sydney: University of Sydney; 1999.p.365-16
Fing SD, Aiello L, Gardner TW, King GL, Blankenship G, Cavallerano
JD, Ferris FL, Klein R. Retinopathy in diabetes. Diabetes Care
2004,27: suppl. 64-87
Frank RN. Diabetic retinopathy. N Engl J Med. 2004; 35): 48-58
Heaven CJ and Boase DL. Diabetic retinopathy. In: Shaw KN (Ed.).
Diabetic Complications. Bafhns Lane, John Wiley & Son, 1996.
p.
1-26.
302
KOMPLII(ASI KRONIK DM
AlwiShahab
PENDAHULUAN
Peningkatan risiko
hiperhomosisteinemia.
Semua faktor risiko ini kadang-kadang dapat terjadi
pada satu individu dan merupakan suatu kumpulan gejala
yang dikenal dengan istilah sindromresistensi insulin atau
sindrom metabolik. Lesi aterosklerosis pada pasien DM
Hiperglikemia
Hiperglikemia kronik menyebabkan disfungsi endotel
melalui berbagai mekanisme antara lain :
hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non
enzimatik dari protein danmakromolekul seperti DNA,
yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik
PATOFISIOLOGI
193
1938
.
.
.
METABOLIKENDORIN
Hiperamilinemi
Amilin
atau
bersama-sama dengan
insulin. Jadi
keadaan
Inflamasi
Dalam beberapa tahun terakhir, terbukti bahwa inflamasi
tidak hanya menimbulkan komplikasi sindrom koroner akut,
tetapi juga merupakan penyebab utama dalam proses
1939
.
.
.
.
Sindrom KoronerAkut.
Sampai sekarang masih terdapat kontroversi tentang
mengapa pada pemeriksaan patologi anatomi, plak pada
DM tipe 1 bersifat lebihfibrous dan calcffied, sedangkan
pada DM tipe 2 lebih seluler dan lebih banyak mengandung
lipid. Dalam suatu seri pemeriksaan arteri koroner pada
pasienDM tipe 2 setelah sudden death, didapatkan area
nekrosis, kalsifikasi dan ruptur plak yang luas. Sedangkan
pada pasienDM tipe I ditemukan peningkatan kandungan
jaringan ikat dengan sedkitfoam cells didalamplakyang
memungkinkan lesi aterosklerosisnya relatif lebih stabil.
Factor)
C-reactive protein. Baru-baru ini telah ditemukan Creactive protein dengan konsentrasi yang cukup tinggi
pada pasiendengan resistensi insulin. Peningkatan
pada pasien
Dislipidemia
Dislipidemia yang akan menimbulkan stres oksidatifumum
terjadi pada keadaan resistensi insulirVsindrom metabolik
dan DM tipe 2. Keadaan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme lipoprotein yang sering disebut sebagai lipid
triad, meliputi : 1. peningkatan konsentrasi VLDL atau
trigliserida, 2. penurunan konsentrasi kolesterol HDL , 3.
1940
METABOIII(ENDOKRIN
Infark miokard.
1).
Hipertensi
Hiperhomosisteinemia
PadapasienDM baikDM tipe I maupun DM tipe 2 ditemukan
DIAGNOSIS
MANIFESTASI KLINIS
Karena DM tipe
t94l
Kontrol glikemik
.
.
.
.
.
Ekokardiografi
Pemeriksaan baku emas adalah angiografi koroner
dengan:
- Gejala-gejalaanginapektoris
- Dyspnoe d'effort
- Gejalagastrointestinal
- EKGistirahatmenunjukkantanda-tandaiskemiatau
:
90
o/o
infarkmiokard
REFERENSI
American Diabetes Association. Standards of Medical Care for
Patients with Diabetes Mellitus (Position Statement). Diabetes
Carc 2003;26
(Sl):
33-50.
diabetes and in nondiabetic subjects with and without prior myocardial infarction. N Engl J Med 1998;339:229-34.
Hayden MR, Tyagi SC. '4," is for amylin and amyloid in type 2 DM
mellitus. JOP. J Pancreas (Online) 2001;2:124-39.
Hogikyan RY Galecki AT, Pitt B, Halter JB, Greene DA, Supiano
Jialal
PENATALAKSANAAN
Berdasarkan rekomendasi ADA, penatalaksanaan terhadap
semua pasien DM terutama ditujukan terhadap penurunan
<7
(kateterisasi)
.
.
2
3
- A1C
dan diuretik
(if
any) test
05:32S-393.
303
NEFROPATI DIABETIK
Hendromaftono
PENDAHULUAN
Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai
sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai
dengan albuminuria menetap (>300 m! 24j am atau >200
iglmenit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun
waktu3sampai6bulan.
Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan
penyebab utama gagal ginjal terminal. Angka kejadian
nefropati diabetik pada diabetes melitus tipe 1 dan 2
sebanding, tetapi insidens pada tipe 2 sering lebih besar
daripada tipe I karena jumlah pasien diabetes melitus tipe 2
lebih banyak daripada tipe I . Di Amerika, nefropati diabetik
merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di antara
semua komplikasi diabetes melitus, dan penyebab kematian
tersering adalah karena komplikasi kardiovaskular.
Secara epidemiologis, ditemukan perbedaan terhadap
KLASIFIKASI
Hiperfungsi
Kelainan struktur
Mikroalbuminuria
persisten
Makroalbuminuria
Proteinuria
Uremia
Prognosis
N
Reversibel
{.
t|t
N
Mungkinreversibel
6/N
Mungkinreverdbel
20- 200 mg/menit
6
6/N
> 200 mg/menit
Rendah Hipertensi Mungkin bisa stabilisasi
Tinqoi/ Rendah < 10 ml/ menit Hipertensi Kesintasan 2 tahun + 50%
N
AER= Albumin Excretion Rate , LFG = Laju Filtrasi Glomerulus (GFR), N = normal, TD
1942
Tekanan Darah
1943
NEFROPAIIDIABETIK
Memulai terapi
MIKROALBUMINURIA
Mikroalbuminuria umumnya didef,rnisikan sebagai ekskresi
albumin lebih dari 30 mg per hari dan dianggap sebagai
(Tabet2).
Periksa adanya
retinopati
Laju Ekskresi
Albumin Urin
Kondisi
24iam
Sewaktu
(mg/hari)
(pg/menit)
30 - 300
> 300
20 -200
> 200
Perbandingan
Albumin Urin
Kreatinin
<30
Mikroalbuminuria
Makroalbuminuia
30
300 (299)
> 300
l).
PATOFISIOLOGI
Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal
1944
MEHBOLIKENDOKRIN
.
.
.
.
.
.
hiperlipidemia(hiperkolesterolemiadanhipertrelrseride-mia)
PATOLOGI
.
.
.
.
keradangan
perubahan permeabilitas pembuluh darah
asupan protein berlebih
gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol,
pembentukan advanced glycation end products,
peningkatan produksi sitokin)
.
.
.
.
.
.
TATAI.AKSANA
Evaluasi. Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan,
kemungkinan adanya penurunan fungsi ginjal juga harus
diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani
pengobatan rutin. Pemantauan yang dianjurkan oleh
Evaluasi awal
Penentuan
m ikroa lbu m in
uria
Sesudah
pengendalian
gula darah
awal (dalam 3
bulan
diagnosis
Sitokin
Tnnslorning
Grouvlh
Factor\
Vascular
Endothelial
Gtowth Factor
ditegakkan)
Klirens kreatinin
Kreatinin serum
Saat awal
diagnosis
ditegakkan
Saat awal
diagnosis
ditegakkan
Follow-up'
Diabetestipel:tiap
tahun setelah 5
tahun
Diabetes tipe 2: tiap
tahun setelah
diagnosis
ditegakkan
Tiapl-2tahun
sampai laju filtrasi
glomerulus <100
ml/men/1.73m',
kemudian tiap
tahun atau lebih
sering*
Tiap tahun atau lebih
sering tergantung
dari laju penurunan
fungsi ginjal
1945
NEFROPATIDIABETIK
(140
Klirens
Kreatinin*
[ARB]); a).
lain
ko-morbiditas
pengendalian faktor-faktor
(0,85 untukwanita)
T2xKreatinin Serum
l),
M:
1946
Tanpa
Mikro-
<6-7o/o
<6-7o/o
Mikroalbuminuria albuminuria
A1C
Tekanan Darah*
Sistolik / Diastolik (mmHg)
Mean Afterial Pressure (mmHg)
Asupan protein (g/kg/hari)
120-130t80
90-95
>'1.0-1.2
20-1 30/80
Albuminuria
klinis/lnsufisiensi ginjal
<7-8o/o
1
20-1 30i80
90-95
90-95
0,8-1 ,0
0,6-0,81
. jika tekanan darah pasien diabetes diketahui sebelumnya dan <120-130/80- 85 mmHg, nilai ini dipakai sebagai endt
pointle'api
jika pasien mendapat ACE-|, asupan diet bisa lebih tinggi (0,S-1,0 g/kg/hari) [ADA]
REFERENSI
American Diabetes Association: Standards of medical care in diabetes (Position statement). Diabetes Care, 2004; 27(Suppl. 1):S 15.
American Diabetes Association: Nephropathy in diabetes (Position
statement). Diabetes Carc, 2004; 27(Suppl. 1):579.
Brownlee M: Mechanisms of hyp6rglycemic damage in diabetes, in:
Kahn CR (ed): Atlas of diabetes. Science Press Ltd;2000, p.l2l.
Car SJ: Management of end-stage renal disease in diabetes, in Johnson
RJ et al (eds): Comprehensive Clinical Nephrol, 2"d ed. St
Louis:Mosby; 200L p.451.
Chobanian AV et al: The Seventh report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA 2003;
289:2560.
Cooper ME, Gilobert RE: Pathogenesis, prevention, and treatment
of diabetic nephropathy, in Johnson RI et al (eds): Comprehensive Clinical Nephrology, 2"d ed. St Louis: Mosby; 2001, p. 439.
The DCCT / EDIC Research Group: Retinopat\ and nephropathy
in patients with type I diabetes four years after a trial of intensive therapy. N Eng J Med 2000; 342:381.
and
Am 2001;30:833.
304
NEUROPATI DIABETIK
Imam SubeKi
PENDAHULUAN
rasional.
DEFINISI
Dalam konferensi neuropati perifer pada bulan Februari
1988 di SanAntonio, disebutkanbahwaND adalah istilah
deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinis
maupun subklinis, yang te{adi pada diabetes melitus tanpa
penyebab neuropati perifer yang lain. Ganggrran neuropati
ini termasuk manifestasi somatik dan atau autonom dari
sistem sarafperifer.
PREVALENSI
pada
1947
15,2%o
1948
PATOGENESIS
MEIABOIJKENIPTRIN
Kelainan Vaskular
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga
Faktor Metabolik
ND berawal dari hiperglikemia yang
Proses terjadinya
(PKC). Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi NaK-ATP-ase, sehingga kadar Na intraselular menjadi
berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol
masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi gangguan
Mekanisme lmun
Suatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari I20
penyandang DM tipe I memiliki complement fixing
antisciatic nerve antibodies dan 25% DM tipe 2
memperlihatkan hasil yang positip. Hal ini menunjukkan
bahwa antibodi tersebut berperan pada patogenesis ND.
substance
KLASIFIKASI
Neuropati diabetik merupakan kelainan yang heterogen,
sehingga ditemukan berbagai ragam klasifikasi, Secara
umum ND yang dikemukakan bergantung pada 2 hal,
pertama, menurut perjalanan penyakitnya (lama menderita
DM) dan kedua, menurut jenis serabut saraf yang terkena
lesi.
1949
hIEUROPATIDIABETIK
reversibel.
seperti
NeuropatiDifus
.
.
.
elekhomiografi.
Bentuk lainND yangjuga sering ditemukan ialahneuropati
Neuropati Fokal
.
.
.
Neuropati kranial
Radikulopati/pleksopati
Entrapmentneuropathy
PENGELOI.AAN
Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati
3 bagian. Strategi pertama adalah
Perawatan Umum/Kaki
kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu
yang sempit. Cegah trauma berulang pada neuropati
Jaga kebersihan
DIAGNOSIS
Polineuropati sensori-motor simetris distal atau distal
symmetricql sensorymotor polyneuropathy (DPN)
merupakan jenis kelainan ND yang paling sering terjadi,
DPN ditandai denganberkurangnya fungsi sensorik secara
kompresi.
1950
METABOLIKENI'OIRIN
ialah:
Terapi Medikamentosa
Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada
bukti kuat suatu terapi dapat memperbaiki atau mencegah
neuropati diabetik.a Namun demikian, untuk mencegah
Brain-derived neurotrophicfactor
alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat
membersihkan radikal hidroksil, superoksida dan
.
.
.
.
.
sel
.
.
.
.
paroxetine 40mg/hari)
antikonvulsan (gabapentin 900mg 3xlhari, karbamazepin
200mg4xlharr)
antiaritrnia (mexilletin 150-45ftn9/hari)
topikal: capsaicin 0,07 5oh xlhai,fluphenazine lmg 3xl
hai, transcutaneous electrical nerve stimulation.
Edukasi
Disadari bahwa perbaikan total sangat jarang terjadi,
sehingga dengan kenyataan seperti itu, edukasi pasien
rasa
DM.
fosfolipid
Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan
AGEs
KESIMPULAN
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik
bisa dicapai.
NEUROPAIIDIABETIK
REFERENSI
American Diabetes Association Position Statement: Implications
of the United Kingdom Prospective Diabetes Study. Diabetes
Care 2003;26(Suppl I ):S28-S32.
1951
305
DIABETES MELITUS GESTASIONAL
John M.F. Adam, Dyah Purnamasari
PENDAHULUAN
19s2
t
a
1953
100
A
80
s
I
!60
E40
o
20
1900 '05
I0 '15 '2O 25 30 '35 '40 '45 '50 55 .60 65 '70 '75 '80
Tahun
'85
05 10 15 20 25 30 35 40 45',50'55 60 65 70 75 80
Tahun
85
90
95
Gambar 1. GambarA memperlihatkan penurunan kematian ibu yang tajam setelah era insulin, dan gambar B tampak
penurunan kematian perinatal yang lebih lambat setelah era insulin dibandingkan dengan kematian ibu
PATOFISIOLOGI
Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat
peningkatan horrnon-hornon kehamilan (human placental lactogen/ HPL, progesterone, kortisol, prolaktin) yang
>
1954
METABOLIKENIX)TRIN
plasma puasa
Hasil tes toleransi glukosa
oral 2 jam dengan beban
glukosa 100 9r (mg/dl)
Puasa
Puasa
95
'180
1-jam
2-jam
180
1-
155
2-
- jam
140
jam
jam
155
Wanita hamil
I 50 gr
Glukosa
< 140
mgTo
tl
Normar
,rJ;:)"r;;',,:""
Normal
a.
b.
Glukosa plasma puasa
<110 mg/dl
Normal
Glukosa puasa terganggu > 1 10 mg/dl - < 126 mgldl
> 126 mg/dl
Diabetes
melitus
Faktorrisikoobstetri
Polihidramnion
Riwayatumum
Usia saat hamil > 30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
Riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya
Infeksi saluran kemih berulang saat hamil
Di Indonesia, untuk dapat meningkatkan diagnosis lebih
1955
glukosa selesai
beban glukosa
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap
beristirahat dan tidak merokok.
- Glukosadarah2jam>20Omg/dl >
Perencanaan
Makan 1 minggu
DM
mg/dl
ll
Teruskan
perencanaan makan
Perencanaan makan
+ insulin
1956
METABOLIKENIX)KRIN
ukkan hasi I
REFERENSI
Adam JMF. Diabetes me1itus gestasional: inseidens, karakteristik ibu
dan hasil perinatal. Penelitian Universitas Hasanuddin, 1989
American Diabetes Association Clinical practice recommendations.
Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care
2004;27 (suppl 1): 55 S10.
Buchanan T. Gestational diabetes mellitus. Therapy for diabetes
mellitus and related disorders 4th ed. Lebovitz HE (ed), 1992:
20- 8.
306
DIABETES MELITUS DALA,M PEMBEDAHAN
Supartondo
PENDAHULUAN
bertambah.
dm200l-2002).
Peran pengetahuan tentang patofisiologi yang makin
pembedahan.
Tanpa maksud mengecilkan segi persiapan mental pada
seseorang yang akan mengalami pembedahan, tulisan
mendahulukan aspek klinis operasi.
ini
(oHo).
perlu.
195
1958
METABOLIKENDOKRIN
Komplikasi Diabetes
dan elekholit.
dan pembedahan.
. Infus insulin dan glukosa terpisah.
. Infus glukosa - insulin - kalium kombinasi.
. Secara intermiten bolus insulin kerja pendek i.v. atau
subkutan.
%o
dibawahdosis sehari-
di
GO {ms/dl)
<80
Pengobatan
81
Yangmemerlukaninsulin.
100
tindakan.
>u1
. Metformin
05
10
20
25
30
40
50
0,0
5,0
'10
15
2A
25
30
40
PEMBEDAHAN RAWATJALAN
Pemantauan Glukosa
Selama pembedahan konsentrasi glukosa harus ditetapkan
: l). Sebelum induksi anestesia; 2). 30 menit sesudah
induksi; 3). Setiap 45 menit selamatindakan; 4). Pada akhir
tindakan; 5). 30 menit sesudah sadar; 6). Setiap jam selama
6 jamatau sampai boleh makan.
lnfus Glukosa
Tujuannya ialah pengendalian konsentrasi glukosa dan
pencegahan hipoglikemiaa. Juga sebagai pemasok energi
ASUHAN PASCA.BEDAH
mernadai.
sebelumnya.
1959
.
.
a
a
lnfus insulin
GD diperiksa tiap 24 jam
DM tipe 2 (< 50 U /hari)
Hentikan insulin intermediet
pagi, ganti dengan insulin
reouler
GD
(mg / dl)
160
- 200
- 240
> 240
< 120
120
161
201
10
4
5
Rockwell, 1979
GD sebelum makan
(mg / dl)
<80
- 120
'121 - 180
81
181
-240
241 -300
> 300
Dosis baru
(insulin reguler)
Kurangi 4 U
Kurangi 3 U
Dosis lama
Ditambah 2 U
Ditambah 3 U
Ditambah 4 U
PENUTUP
Prevalensi diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) meningkat
di seluruh dunia, juga di Indonesia.
Penggunaan obat baru a.1. generasi ke 2 dan ke 3
konsentrasi glukosa darah. Penambahan umur pasien diabetes menambah kemungkinan perlunya tindakan bedah
karena suatu sebab suafu saat.
Cara pengelolaan diabetes pada tahap pra bedah,
selama pembedahan dan pasca bedah dijelaskan.
Kerja sama antara pasien, dokter primer (dokter umum,
spesialis penyakit dalam) dan dokter konsulen (spesialis
REFERENSI
Colagiuri S. Diabetes and surgery - theory and practice. In Baba S et
al (eds) Diabetes 1994. Proceedings 15th IDF Congress, Kobe
1994. A 'dam : Elsevier, 1995.p.649 - 52.
1960
METIABOLIKEhIDOKRIN
Am 1992;
21,
diabetic
457- 473.
307
I(AKI DIABETES
Sarwono Waspadji
PENDAHULUAN
diabetes.
KAKIDIABETES
penyandang
1961
1962
MEIABOLIKENTIOIRIN
.
.
.
.
.
Stagel:Normalf'oo/
2 : High Risk Foot
Stage
Stage
Stage
Stage
Stage
3 : Ulcerated Foot
4: InfectedFoot
5 : Necrotic Foot
6 : Unsalvable Foot
.
.
.
.
.
.
1963
KAKIDI,ABETES
PENCEGAHAN SEKUNDER
PENCEGAHAN PRIMER
perawatan
Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerja sama multidisipliner sangat diperlukan. Berbagai hal yang harus
ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan
yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan
semuanya harus dikelola bersama:
.
.
.
.
.
.
wound Control
microbiological Control-Infection Control
vascular Control
metabolic Control
educational Control
Kontrol metabolik.
1964
METABOIIKENDOIRIN
.
.
Stop merokok
hydrophilic
.
.
Hipertensi
Dislipidemia
Terapi Farmakologis
Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah
dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat
lain (antung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain
sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan
bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang
DM. Tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup
kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki
penyandang DM.
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau
fiber dressing
preparalenzim.
196s
I(AKIDIABETES
REFERENSI
Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weightbearing dapat dilakukanantara lain dengan:
. Removable cast walker
. Total contact casting
.
.
.
.
.
.
Temporary shoes
Felt padding
Crutches
Wlteelchair
Electric carts
Craddled insoles
Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangi
Netherland 2003.
Kusmardi Sumarjo. Hubungan gambaran klinis pasiendan jenis kuman
penyebab infeksi kaki diabetes. Tesis PPDS Ilmu Penyakit Dalam
FKUI 2005.
Levin ME. Pathogenesis and general management of foot lesions in
the diabetic patients. Dalam: Levin ME, O'Neal LW, Bowker
JH, Pfeifer MA, editors. The Diabetic Foot, Edisi 6, St Louis.
The CV Mosby Company 2001.
Perkeni. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di
Indonesia. Jakarta:PB Perkeni; 2002.
Retno Gustaviani. Data Perawatan Kaki Diabetes di Ruang Rawat
Inap Kelas 2 dan 3 RSUPN dr. CiptoMangunkusumo 2003.
Sarwono Waspadji. Pengelolaan Kaki Diabetes Sebagai Suatu Model
Pengelolaan Holistik, Terpadu dan Komprehensif di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. Pidato pada Upacara Pengukr.rhan sebagai Guru
Besar Tetap IPD FKUI 2004
Sarwono Waspadji. Antibiotic choices in the infected diabetic fooV
ulcer. Acta Medica Indonesrana 2005;37(2): 94-101.
1966
MMABOLIKENDOKRIN
LAMPIRAN
Tingkat
Stadium
tukak Luka
ataupasca superfisial,
tukak, kulit tidak samoai
intaUutuh tendon atau
tulang kaosul sendi
Tanpa
Luka
sampar
tendon atau
kapsul
sendi
Luka
sampar
tulang/
lmpaired
Perfusion
'l
sendi
None
Size/Extent in
mm2
Tissue
Loss/Depth
1=
)=
!=
lnfection
1=
z-
3=
a,=
lmpaired
Sensation
2 =
Absent
Present
2
3
4
5
Klasifikasi Liverpool
Klasifikasi primer
Klasifikasi sekunder
Vaskular
Neuropati
Neuroiskemik
Tukak sederhana, tanpa
komplikasi
Tukak dengan komplikasi
308
DIABETES MELITUS PADA USIA LANJUT
Wasilah Rochmah
PENDAHULUAN
Umur merupakan salah faktor yang sangat penting dalam
ini dari
old,umtxantara65-T4tahtn,kelasaged(old)umurarfiara
75-84 tahun, dan yang terakhir oldest old atau extreme
aged ialah mereka yang berumur lebih dari 84 tahun.
Proses menua yang berlangsung sebelum umur 30
berjalan bersama
1967
perubahan
1968
METABOLIKENDOKRIN
Menua,
karakteristis ditandai oleh kegagalan tubuh dalam
mempertahankan homeostasis terhadap suatu stres
walaupun stres tersebut masih dalam batas-batas
penurunan
fi
penurunan fungsi sistem muskuloskeletal, neuromuskuler, dan berbagai penurunan fungsi sistem lain,
seperli sistem kardiovaskular dan respirasi.
1969
terdiri atas
unur
resistensi insulin.
Barbien et al menemttkan adanya penurunan resistensi
insulin pada usia lanjut umur 90-100. Dari penemuan ini
Barbieri et al.mengajukan suatu hipotesis yang isinya
bahwa selama proses menua berjalan, tet'adi metabolic
age remodeling yang menumbuhkan age related metabolic adaptation sehtngga pada usia lanjut terdapat age
1970
MEIABOLTKENDOIRIN
insulin. bukan resistensi insulin, karena fungsi homeostasis glukosa pada usia lanjut tersebut akhirnya selesai
walaupun diselesaikan sampai 3 jam.
aging.
t97t
pemeriksaan
dan
RINGKASAN
Diabetes melitus usia lanjut, prevalensinya semakin
meningkat. Hal ini disebabkan oleh karena jumlah usia
lanjut yang makin meningkat pula. Jumlah pasiendiabetes
usia lanjut terdiri atas pasiendiabetes yang telah dimulai
sejakmuda, karenaumw harapan hidup yang makin tinggi
sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
dan pasiendiabetes yang timbul karena pertambahan usia.
Patofisiologi diabetes yang timbul pada usia lanjut belum
dapat diterangkan seluruhnya, namun dapat didasarkan
atas faktor-faktor yang muncul oleh perubahan proses
menuanya sendiri. Faktor-faktor tersebut antata lain
perubahan komposisi tubuh, menurumya aktivitas fisik,
p erubahan I ife - s ty I e, faktor perubahan neuro -hormonal
REFERENSI
Aguilar-Salinas CA,Garcia-Garcia E, Lerman-Garber I, Perez FJG
Rull JA. Making Things Easier Is Not So Easy. The 1997
American Diabetes Association Criteria and Glucose Tolerance.
Diabetes Care 1998:'2I:1027 -8.
Askandar ljokropawiro, Diabetes Mellitus: Kapita Selekta-l 999.4'
(DM-Praktis dan OHO dalam Menyongsong Milenium Baru).
Kumpulan Naskah Lengkap Simpop.ium Diabetes Mellitus
1999;t-45
Barbieri M, Rizzo MR, Manzella D, Paulisso G. Age-related insulin
resistance: is it an obligatory finding? The lesson from healthy
centerians. Diabetes Metab Res Rev 2001;17: 19-26.
Brocklehurst JC & Allen SC. Theory on the nature of aging. Dalam
Geriatric Medicine for Student, 3'd ed. London New York:
Churchill Livingstone;
198'7
3-12.
1972
METABOIII(ENDOIRIN
Chechade
6E 8-705.
Davidson, MB. Diabetes Mellitus Diagnosis and Treatment. New
York Brisbane Toronto: A Wiley Medical Publication John &
Sons;1981.p.3-24.
deFronzo RA. Glucose intolerance and aging: evidence for tissue in-
998.
17(10):1 190-2.
1983:71:1523-1535
Finucane P & Popplewell P. Diabetes Mellitus and Impaired Glucose
Regulation in Old Age: The Scale of the Problem. In Sinclair AJ,
Finucane P (Eds.) Diabetes in Old Age, 2'd ed. New York Singapoe
Toronto: John Wiley & Sons, LTD Chichester; 200l.p. 3-14.
Goldberg, AP & Coon PJ. Diabetes Mellitus and Glucose Metabolism
in the Elderly dalam W. R.Hazzard, E. L. Bierman, J. P. Blass,
W. H. Ettinger Jr., J. B. Halter (Eds.), R. Andres (Ed.Em.) Principle of Geriatric Medicine and Gerontology, 3'd ed. International Ed. New York Paris Sydney Tokyo: McGraw-Hill, Inc;
1994.p.825-43.
Haffner SM, Valdez RA, Mykkanen I, et al. Decreased testosteron
and dehydroepiandrosterone sulfate cocentrations are associ-
ated
with
Razay G
Sell DR, Monnier VM. End-stage renal disease and diabetes catalyze
the formation of a pentose-derived cross-link frgm aging human collagen. J Clin Invest 1990;85:380.
Sinha B and Nattras SS. Efficacy of New Drug Therapies for Diabetes in Elderly. Annals of Long-Term Care 2001;9(6):23-9.
Troll LE. Continuations: Adult Development and Aging. Brooks
Publishing Company Monterey, California 1982.
Walker M. Obesity, Insulin Resistance and its link to Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus. Metabolism, 1995:Sep. 44 (9
Suppl.3): I 8-20.
Wasilah-Rochmah. Hubungan antara Konsentrasi Insulin dan Kadar
309
OBESITAS
Sidaftawan Sugondo
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang
zaman
itu obesitas
197
1974
MEXABOIJKENI'OI(RIN
komposisi:
Komposisi atomik. Dari sudut pandang komposisi atomik,
berat badan merupakan akumulasi sepanjang hidup dari 6
elemen utama, yaitu: oksigen, karbon, hidrogen, nitrogen,
kalsium, dan fosfor. Kurang dari 2o/oberutbadanterdiri dari
sulfur, kalium, natrium, klorida, magnesium dan 40 elemen
lain yang secara nonnal terdapat dalam jumlah kurang dari
10gnm.
Metabolisme Lemak
Pemahaman mengenai nutrisi, hormonal, dan terutama
1975
oBESmASI
baik dari yang masuk maupun yang akan keluar (Gambar 1).
Insulinmungkin merupakan faktor hormonal terpenting
Lipogenesis. Lipogenesis harus dibedakan dengan adipogenesis yang merupakan proses diferensiasi pra-adiposit
menjadi sel lemak dewasa. Lipogenesis adalah proses
deposisi lemak dan meliputi proses sintesis asam lemak
dan kemudian sintesis trigliserida yang tet'adi di hati pada
daerah sitoplasma dan mitokondria dan jaringan adiposa.
Energi yang berasal dari lemak dan melebihi kebutuhan
tubuh akan disimpan dalam jaringan lemak. Demikianpula
dengan energi yang berasal dari karbohidrat dan protein
yang berasal dari makanan dapat disimpan dalam jaringan
lemak(Gambarl).
Asam lemak, dalam bentuk trigliserida dan asam lemak
yang terikat pada albumin didapat dari asupan makanan
atau hasil sintesis lemak di hati. Trigliserida yang dibentuk
dari kilomikron atau lipoprotein akan dihidrolisis menjadi
gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim lipoprotein
lipase (LPL) yang dibentuk oleh adiposit dan disekresi ke
Lipolisis/Oksidasi
Asam Lemak
Droplet Lemak
Besar
Pool
Asam Lemak
bebas
1976
MEXABOTIIT,ENIPKRtr{
lnsulin+Glukosa
Glukosa
Leptin
Asam
lemak
Asetil KoA
Sitrat
Liase
Enzim I
I
Malonil KoA
Enzim
I
I sir...
I A."t
I lemat
reseptor.
(fISI) akan
menjadi
asam
trigliserida
menyebabkan terjadinya hidrolisis
gliserol.
lemak bebas dan
Asam lemak yang dihasilkan akan masuk ke dalampoo l
asam lemak, di mana akan terjadi proses re-esterifikasi,
beta oksidasi atau asam lemak tersebut akan dilepas masuk
ke dalam sirkulasi darah untuk menjadi substrat bagi otot
skelet, otot jantung, dan hati. Asam lemak akan dibentuk
menjadi AIP melalui proses beta oksidasi dan asam lemak
akan dibawa ke luar jaringan lemak melalui sirkulasi darah
untuk kemudian menjadi sumber energi bagi jaringan yang
membutuhkan.
Hormon insulin akan mengurangi mobilisasi asam lemak
genesis. Enzim Hormone Sensitive Lipase
--'/
r977
OBESfftrS
OBESITAS
< 18,5
18,5
Obes Tingkat ll
Obes Tingkat lll
-24,9
>25
29,9
34,9
39,9
>40
1978
METABOLIKENDOIRIN
Risiko Ko-Morbiditas
Klasifikasi
<
Kisaran Normal
Berat Badan Lebih
Berisiko
18,5 -22,9
> 23,0
Obes
Obes ll
Sumber
Lingkar Perut
IMT (kg/m2)
18,5
23,0 -24,9
25,0 - 29,9
> 30,0
< 90 cm (Laki-Laki)
< 80 cm (Perempuan)
> 90 cm (Laki-Laki)
> 80cm (Perempuan)
Sedang
meningkat
moderat
berat
meningkat
moderat
berat
sangat berat
WHO WPFyIASO/IOTF dalam The Asia-Pacffic Perspective: Redefining Obesity and its Treatment (2000)
kglm'.
cara menimbang di bawah permukaan air, Dual Energt XRay Absorptiometry (DEXA) atau dengan mengukurtebal
lipatankulit.
populasi obesitas ini, dislipidemia terdapat pada l9%lakilaki dan 10,8olo perempuan, dan hipertrigliseridemia pada
l6,6Yo lakr-laki. Pada penelitian epidemiologi di daerah
Abadijaya, Depokpada tahun 2001 didapatkan 48,6o/o,pada
tahun 2002 didapat 45oh dan 2003 didapat 44Yo orang
dengan berat badan lebih dan obes; sedang IMT pada
tahun 2 00 I adalah 2 5,1 kgl rfr , tahw 2002 ; 2 4,8 kgl rfi dan
muda.
Epidemiologi Obesitas
Saat
IMT
tahun2003; 24,3k9/nl.
Pada tahun 1997 dan 1998 dilakukan penelitian
komposisi tubuh di beberapa daerah di Indonesia dan
didapatkan bahwa pada umur, gender dan IMT yang sama
dibandingkan dengan Kaukasia (Belanda), lemak tubuh
orang Indonesia 5oh lebih tinggi, sehingga seharusnya
IMT juga 3 kg/m2 lebih rendah. Dalam penelitian pada 6.3 I 8
1979
OBESITAS
Obesitas Sentral
penelitian.
Meskipun struktur, fungsi dan metabolisme lipoprotein telah diteliti selama lebih dari tiga dasawarsa, namun
hubungan fungsi heterogenitas lipoprotein ini dengan
peningkatan maupun penghambatan terhadap proses
'
(CT)atzumagneticresonanceimaging(MRl),tetapikedua
cara ini mahal harganya danjarang digunakan untuk menilai
keadaan ini. Lingkar perut atau rasio antara lingkar perut
dan lingkar pinggul (WHR, Waist-Hip ratio) mentpakan
alternatif klinis yang lebih praktis. Lingkar perut dan rasio
lingkar perut dengan lingkar pinggul berhubungan dengan
besarnya risiko untuk terjadinya gangguan kesehatan.
1980
MEIABOLIKEI\DOKRIN
l0
persen dari
fisi\
obat-obatanlbedah. \
1981
OBESITTTS
B.E.E
/
655.
dan aktivitas
Laki-laki:
Wanita
- (4.67 6
x age)
berguna.
1982
METAAOLIKENDOI(RII{
REFERENSI
Assimacopoulos-Jeannet F, Brichard S, Rencurel F, et al: In vivo
effects of hyperinsulinemia on lipogenic enzymes and glucose
transporter expression in rat liver and adipose tissues. Metabo-
p.
Lipidol 1998;9:35.
adiposity.
Lang
MEDAN, 2OO3
Marin P, Andersson B, Ottosson M, et al: The morphology and
metabolism of intraabdominal adipose tissue in men. Metabo-
lism 1992;4I:1242.
McGarvey S, Forrest W, Weeks D, et al: Human leptin locus (LEP)
alleles and BMI in Samoans. Int J Obes Relat Metab Disord
2002;26:783.
Obesity: preventing and managing the global epidemic. Report of a
WHO consultation. World health organ tech rep ser 2000;894:i.
Rosen E, Spiegelman B: Molecular regulation of adipogenesis. Annu
depots
with computed tomography: effects of degree of obesity, sex, and age. Eur J Clin Nutr 1988;42:805.
Siegrist-Kaiser C, Pauli V, Juge-Aubry C, et al: Direct effects of
leptin on brown and white adipose tissue. J Clin Invest
measured
997; 1 00:28
58
1983
OBESIITTS
Sniderman
998;1 8: 1 47.
Sniderman A, Maslowska
1
Cell 1998;93:841.
310
DISHPIDEMIA
John MF, Adam
Di dalam
lipid yaitu
lipoprotein(Gambar 1)
Setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas,
komposisi lemak, dan komposisi apoprotein. Dengan
menggunakan ultrasentrifusi, pada manusia dapat
dibedakan enam jenis lipoproteisn yaifi l-high-density
METABOLISME LIPOPROTEIN
dan
kilomikron (Tabel 1)
Apolipoprotein
Massa
Lipoprotein
Fungsi Metabolik
Molekul
Apo Al
Apo All
Apo AIV
Apo 848
Apo 8100
Apo Cl
Apo Cll
Apo Clll
Apo E
28.016
17.414
46.465
264.000
HDL, Kilomikron
HDL, Kilomikron
HDL, Kilomikron
Kilomikron
54O.OOO VLDL,IDL,
6630
8900
8800
34.145
LDL
Kilomikron,
VLDL, lDL,
LDL,
HDL
Dikutipdari.GinsbergHN,GoldberglJ.Disordersof lipoproteinmetabolism.Principlesof
2138
2152
1984
1985
DISLIPIDEMIA
A PLASMA LIPOPROTEIN
Kolesterol bebas
non-esteriJied
13)
Densitas
HDL
LDL
IDL
VLDL
Kilomikron
Lp (a)
1.21-1 063
1 063-1 019
1.019-1 006
<1006
< 1.006
1 04-1.08
Kadar kolesterol-HDl, makin tinggi kadar kolesterolHDL akan bersifat protektif terhadap oksidasi LDL.
Lipid utama
Kolesterol
Kolesterol
Kolesteroi
Trigliserid
Trigliserid
Kolesterol
melitus
ester
ester
ester, trigliserid
Diameter
7 5-10.5
21 5
25-3
39-1 00
60-500
ester
21-30
Apolipoprotein menurut
urr,ltan yang terpenting
A-1, A-ll, C, E
B-1 00
B-100, C dan E
B-100, c, E
B-48, C, E, A-1, A-ll, A-lV
B-100, Lp (a)
Dikutip dari: Malloy MJ, Kane JP. Disorder of lipoprotein metabolism Greenspan FS, Gardner DG (eds) Basic and
clinical endocrinology 7th ed ,2004;766-793
1986
MEXABOLIKENDOIRIN
langsung melalui
membawa
Pada gambar
i";
Reseptor LDL
Scavenger replor-A / CD 36
ABC-1
SRB-1
....
i..r
10L)
ReseptorLDL
Adenosine triphosphate - binding
Cassettetransporler-1(ABC-1)
Gambar 5. Jalur metabolisme lipoprotein. (Dikutip dari: Shepherd J. Eur Heart J Supplements 2001;3(suppl E):E2-E5)
1987
DISLIPTDEMIA
Kolesterol total
< 200
200 -239
> 240
Optimal
Diinginkan
Tinggi
Kategori Risiko
Kolesterol LDL
< 100
'100
- 129
130 - 159
160 - 189
> 190
Kolesterol HDL
<40
>60
Trigliserid
< 150
150-199
200-499
> 500
Optimal
Mendekati optimal
Diinginkan
Tinggi
Sangat tinggi
Rendah
Tinggi
Optimal
Diinginkan
Tinggi
Sangat tinggi
Risiko tinggi
Mempunyai riwayat PAK dan
b) Mereka yang disamakan
dengan PAK
Diabetes melitus
Bentuk lain penyakit
aterosklerotik yaitu strok,
penyakit arteri perifer,
aneurisma aorta
abdominalis
Faktor risiko multipel (> 2
risiko) yang diperkirakan
dalam kurun waktu 10
tahun mempunyai risiko
PAK> 20 %
Risiko multipel (> 2 faktor risiko)
Risiko rendah (0 - 1 faktor risiko)
Sasaran Kolesterol
LDL (mg/dl)
< 100
a)
< 130
< 160
ezetimibe).
1988
METABOLIKENDOKRIN
LDL
'\-."d
ror.t.,o
Asam empedu
(S
J
Asam empedu
LDL, danjugavlDl.
Efek samping yang sering terjadi ialah adanya miositis
yang ditandai dengan nyeri otot dan meningkatnya kadar
Asam Nikotinik
obat
Plasma
1989
DISLIPIDEMIA
PENATALAKSANAAN
Ezetimib
Ezetimib tergolong obat penurun lipid yang terbaru dan
beke{a sebagai penghambat selektif penyerapan kolesterol
baik yag berasal dari makanan maupun dari asam empedu
di usus halus. Pada umumnya obat ini tidak digunakan
secara tunggal, tetapi dikombinasikan dengan obat
penurun
reductase
inhibitor.
Jenis
J LDL-C 20-30%
t HoL-c, and
HMG-CoA
reductase
inhibitors
J Sintesis kolesterol
Derivat asam
fibrat
Asam nikotinik
Reseptor LDL
TG
lol-c
,
t
I
Sintesis VLDL
dan LDL
zs-+o
vt-ol
ltc
zs-+o y"
or J LoL-c
vlol-c
zs-
To
rol-c
Asam lemak
omega 3
J Sintesis VLDL
Dosis
Kolestiramin 8-12 g
Dua atau tiga kali
Pemberian
Kolestipol 10-15 g
Dua atau tiga kali
pemberian
Lovastatin 10-80mg/dl
Pravastatin 10-40m9/dl
Simvastatin 5-40m9/dl
Fluvastatin 20-40mgldl
Atorvastatin 10-80m9/dl
Rosuvastatin 10-20 mg
Gemfibrozil 600 - 1200 mg
Fenofibrat 160 mg
Efek samping
Obstipasi, mual, perut tidak
enak,
25-4oo/o
HDL mungkin
di usus halus
lriglrseflda
25-85 %
35
J Absorpsi kolesterol
uor
Ezetimibe
Lipoprotein
Cara kerja
Menghambat sirkulasi
enterohepatik asam
empedu; Sintesis
asam empedu dan
resptor LDL
Bile acidsequestran
ror-c
ro-
18o/o
J 50 -60% pada
hiper TG berat
10
mg / hari
Dikutip dari Ginsberg HN, Goldberg lJ. Disorders of lipoprotein metabolism. Harrison's Principles of internal medicine
lnternational edition. 1998; 2'. 2138 - 2152. (dengan modifikasi)
14th
1990
MEXABOLIKENDOKRIN
kolesterol
LDL (ms/dl)
< 100
> 100
< 130
> 130
0-lfaktorrisiko
< 160
> 160
Sasaran
Kelompok
risiko
Dikutip dari: Penatalaksanaan dislipidemia. Buku petunjuk praktrs penatalaksanaan dislipidemia. Perkumpulan Endokrinologi
lndonesia 2005;5 - 14
Makanan
Total lemak
lemak jenuh
lemak PUFA
lemak MUFA
Karbohidrat
...
..__
y)f,f
menentukan sasaran
LD!(terkecuali kolesterol-LDl)
0-1
>2
Faktor risiko
Faktor risiko
Serat
Protein
Kolesterol
arteri koroner)
PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI
Terapi NutrisiMedis
Selalu merupakan tahap awal penatalaksanaan seseorang
unsaturated fatty
acid:
Aktivitas Fisik
Pada prinsipnya pasiendianjurkan untuk meningkatkan
aktivitas fi sik sesuai dengan kondisi dan kemampuannya.
Semua jenis aktivitas fisik bermanfaat, seperti jalan kaki,
naik sepeda, berenang, dll. Penting sekali agarjenis olah
t99t
DISLIPIDEMIA
diel
- Mulaistatin
- Mulai statin
c
Kol - LDL<100 mg/dl
- Mulai slatin
Gambar 9. Bagan penatalaksanaan dislipidemia:A. Faktor risiko 0 - 1, B. Fasktor risiko multiple > 2, dan C. Faktor risiko tinggi. (Dikutip dari:
Penatalaksanaan dislipidemia. Buku petunjuk praktis penatalaksanaan dislipidemia. Perkumpulan Endokrinologi lndonesia. 20OS: S - 14).
large
WDL).
akan
1992
METABOLIKENDOKRIN
kecil padat
(srlr
R.EFERENSI
Colhoun HM, Betteridge DJ, Durrington PN, Hitman GA, Neil HAW,
Livingtone SJ, Thomasan Mi, Mackness M, Menys VC, Fuller
VLDL
besar
(cErP) TG
LDL
LDL
Kecil
(Lipoprotein atau
lipase hati)
kolesterol-LDl
Lipids and Lipid Disorders 2"d ed Bayer 1996, 6 13Ginsberg HN, Goldberg IJ. Disorders of lipoprotein metabolism. In:
Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB'
PENATALAKSANAAN
52.
311
KELENJAR TIROID, HIPOTIROIDISME,
DAN HIPERTIROIDISME
R. Djokomoeljanto
TIROID
PENDAHULUAN
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran
3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan.
Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faringantara branchial
kelenjar.
Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid,
sepasang kelenjar paratiroid menempel di belakang lobus
yang menempel
(Gambarl)
199
1994
Gambar 1
METABOUKENDOKRIN
migrasinya ke kaudal
Sistem limfatik tiroid dengan arah penyalurannya.
untuk memindai
199s
Makanan
Tahap yodinasi tiroglobulin dalam pembentukan tiroksin
C]
NADPH +
OZ
CA**
NADPH oksidase
TPO
-)
H2O2+ NADP
)lo
H2O2+ 1-
g-DlT
l" + Tg-Tyr
Tg-DlT
Ts-T 4
PTU menghambat
yodinasi tiroglobulin
Gambar 2.
Na'
Organtifikasi :
sintesis T3+ T Ferta
disimpan di tiroglobulin
r
Na'
K
Koloid
Sel Thyroid
?r\
a't1\@f
Aplkal mikrovili
(Pendrin l;Cl tEnspoter)
skEe
(st
wleolisis
aseptorDIT. (Tabel
l)
t996
MEHBOLIKENI'OIRIN
di
karbimazol akan segera dihidrolisis men-j adi metilmerkaptoimidazol (MMD dalam tubuh. Proses tangkapan yodium,
di
Lokasi pada
Tiroid transkripsi
faktor (TTF)
reseptor TSH
(TSHr)
Nall sympofter
(Nrs)
Tiroglobulin (tg)
Tiropeioksidase
(rPo)
HzOz
Pendrin
Katepsin C,D,L
Tiroid
yodotirosin
deyodinase
5'-yodotironin
deyodinase
Gen
Membran
Fungsi
Transkripsi gen
Tg,TPO,TSHT
Mediasi efek TSH
basal
Membran
basal
Sel, lumen
folikel
Membran
apikal
Membran
apikal
Membran
apikal
Lisosom
Sitoplasma
Membran
Deyodinasi T4 menjadi
/ l- transporter
Digesti Tg
Deyodinasi DIT dan MIT
T3
basal
Transportasi Hormon
Baik T, maupun To diikat oleh protein peng-ikat dalam serum (binding protein).Hanya0,350/0 To total dan0,25Yo
T, total berada dalam keadaan bebas. Ikatan T, dengan
protein tersebut kurang kuat dibandingkan dengan To,
tetapi karena efek hormonnya lebih kuat dan turnover nya
lebih cepat, maka T, ini sangat penting. Ikatan hormon
terhadap protein ini'makin melemah berturut ntrut TBG
(thyroxin binding globulin), TBPA (thyroxin binding
prealbumin, disebut pula transtiretin), serum albumin.
hormon total menurun karena obat tersebut mengikat protein secara kompetitif, akibatnya kadar hormon bebas
meningkat. Arti klinis kadar hormon perlu diinterpretasikan
dengan memperhatian faktor faktor tersebut
ini melewati
Metabolisme T. dan
To
1997
.
.
t.
I
I
ffi
.-l
katabolik.
MetabolismekarbohidratBersifatdiabeto-genik,karena
khusus sel.
kalorigenik
PanelA.
&represg
".k".,
Gambar 5, Keterangan : TR-LBD = T, receptor ligand-binding domain, TR-DBD T" receptor DNA-binding
domain, RXR-LBD retinoid X receptor ligand-binding domain; RXR-DBD retinoid X receptor DNA-binding
domain', TRE thyroid hormone responsive element; TBPs thyioxine-binding proteins;S'Dl = 5'=deiodinase.
1998
METABOIII(ENDOIRIN
hipertiroidisme.
piridium
turn overmeningkat.
Efek Gastrointestinal. Pada hipertiroidisme motilitas usus
meningkat. Kadang ada diare. Pada hipotiroidisme terjadi
obstipasi dan transit lambung melambat. Hal ini dapat
menyebabkan bertambah kurusnya seseorang.
Autoregulasi
Seperti disebutkan di atas, hal ini lewat terbentuknya
yodolipid pada pemberian yodium banyak dan akut,
dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff. Efek ini bersifat
sefflimiling. Dalam beberapa keadaan mekanisme
escape ini dapat gagal dan terjadilah hipotiroidisme
TSH
TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Banyak
homologi dengan LH dan FSH. Ketiganya terdiri dari
subunit c,- dan p dan ketiganya mempunyai subunit cryang sama, namun berbeda subunit p- Efek pada tiroid
akan terjadi dengan ikatan TSH dengan reseptor TSH
(TSHr) di membran folikel. Sinyal selanjutnya te{adi lewat
protein G (khusus G.a). Dari sinilah terjadi perangsangan
protein kinase A oleh oAMP untuk ekspresi gen yang
penting untuk fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg,
pertumbuhan sel tiroid dan TPO , serta faktor transkripsi
TTFI, TTF2 dan PAXS. Efek klinisnya terlihat sebagai
perubahan morfologi sel, naiknya produksi hormon , folikel
1999
TSH endogen.
TRH (Thy rotroph i n Releasi n g Horm onel
Hormon ini satu hipeptida, dapat disintesis neuron yang
korpusnya berada
di nukleus
paraventrikularis
Korteks adrenal
Kortikosteroi d dan adrenoc ortic otropin hormon (ACTH)
menghambat tiroid dengan cara meningkatkan klirens
yodium dan meng-hambat TSH hipofisis. Pada
hipertiroidisme waktu paruh 17 OHCS memendek.
Seringkali memang pada krisis tiroid terlihat insufisie4si
adrenal karena diss appearance rate dipercepat.
Medula adrenal
I
I
Gonad
Kadar tiroid normal diperlukan sekali untuk pengeluaran
LH hipofisis, menstruasi ovulatoar, fertilitas, dan kehidupan
fetus. Kebanyakan hormon tiroid akan menghambat
menarche, meningkatkan infertilitas dan kematian fetus.
Pada hipotiroidisme terjadi menstruasi anovulatoar dengan
sehingga terjadi
hrbar
lipotalamus
TS[}.
hipofisis
menderita hipotiroidisme.
HIPOTIROIDISME
neonatal
Pendahuluan
Status tiroid seorang ditentukan oleh kecukupan sel atas
hormon tiroid dan bukan kadar normal hormon tiroid dalam
darah. Ada beberapa prinsip faali dasar yang perlu diingat
kembali. Pertama bahwa hormon yang aktif ialah freehormon, kedua bahwa metabolisme sel didasarkan adanya
Hipotiroidisme
Definisi lama bahwa hipotiroidisme disebabkan oleh faal
tiroid berkurang sudah tidak tepat lagi. Kini dianut keadaan
di mana efek hormon tiroid di jaringan kurang. (contoh
Penyebab
Hipotiroidisme Sentral
Penyebab Hipotiroidisme
Primer (HP)
Hipotiroidisme
Sepintas ('transient')
(HS)
Lokalisasi hipofisis atau
hipotalamus
1. tumor, infiltrasi
tumor,
2. nekrosis iskemik
(sindrom Sheehan
pada hipofisis)
3. iatrogen (radiasi,
operasi)
4. infeksi (sarcoidosis,
histiosis
2000
penyakit
akromegali, prolaktin
galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria). Urutan
Tiroiditis de
Quervain
2. Silent thyroiditis
3. Tiroiditis postpartum
4. Hipotiroidisme
neonatal sepintas
1.
2001
i s e a s e)
didap aI
5 . 5o/o.
proses
sembuh.
2002
METABOLIKENDOKRIN
1). Yang
Pengobatan Hipotiroidisme
MENEGAKKAN DIAGNOSIS
Keluhan
Rasa capek
lntoleransi terhadap dingin
Kulit terasa kering
Lamban
Muka seperti bengkak
Rambut alis mata lateral rontok
Rambut rapuh
Bicara lamban
Berat meningkat
Mudah lupa
Dispnea
Suara serak
Otot lembek
Rel %
99
92
88
88
88
81
76
74
68
68
64
64
61
60
DeDresi
Tanda klinik
Kulit kering
Gerak lamban
Edema wajah
Kulit dingin
Alis lateral rontok
Rambut rapuh
Fase relaksasi refleks achll/es menurun
Bicaranya lamban
Lidah tebal
Keluhan
Obstipasi
Edema ekstremitas
Kesemutan
Rambut rontok
Pendengaran kurang
Anoreksia
Nervositas
Kuku mudah patah
Nyeri otot
Menorrhagia
Nyeri sendi
Angina pectoris
Dysmenorrhoea
Eksoftalmos
Rel %
58
56
56
49
45
43
43
41
36
33
29
21
18
11
Rel %
Tanda klini*
Rel %
88
88
88
Suara serak
Kulit pucat
Otot lembek, kurang kuat
Obesitas
Edema perifer
Eksoftalmos
Bradikadikardia
Suhu rendah
64
63
82
81
76
76
7
61
59
56
11
?
2
2003
Oveft
Mitd
Subclinical
Presubclinical
Gambaran
Serum
klinis
TSH
++
+++
0++
Thyroid
re:;eNe
++
Thyroid
antibodies
++
000
Serum
thyroxin
TsH
serum response
to
cniieslerot
+or0
++
+or0
+or0
+or0
++
+
0
0
+or0
0or+
Supranormal
Supranormal
Supranormal
Supranormal
ECG
++
+
+or0
+or0
limiting
disease.
Penyebab Tirotoksikosis.
Penggolongan sebab tirotoksikosis dengan atan tanpa
hipertiroidisme amat penting, di samping pembagian
berdasarkan etiologi, primer maupun sekunder. Kira kira
70% tirotoksikosis karena penyakit Graves, sisanya karena
gondok multinoduler tg$sik dan adenoma toksik. Etiologi
Penyebab Tirotoksikosis
Hipertiroidisme
Primer
Tirotoksikosistanpa
Hipertiroidisme
Sekunder
Penyakit Graves
Gondok multinodula
toksik
Adenoma toksik
Obat: yodium lebih,
TSH-secratng
tumorchGH
litium
Karsinoma tiroid
yang berfungsi
Struma ovarii
(ektopik)
Mutasi TSH-r, G""
Hipertiroidisme
secreting
tumor
Tirotoksikosis
gestasi
(trimester
pertama)
Resistensi
hormon tiroid
2044
METABOLIKENDOIRIN
Gastrointestinal
Muskular
Genitourinaria
Kulit
Psikis dan
saraf
Jantung
Darah dan
limfatik
Skelet
Optalmopati
(507o) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus kornea
Akropaki
(0.5 - 4%)
(1%)
Dermopati
PENGOBATAN
Prinsip pengobatan: tergantung dari etiologi tirotoksikosis,
Diagnosis Tirotoksikosis
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh
kecurigaan klinis. Untuk ini telah dikenal indeks klinis
TT4, TT3
dan
(Tabel8).
2005
Kelompok obat
Obat Anti Tiroid
Propiltiourasil (PTU)
Metimazol (MMl)
Karbimazol (CMZ) MMI)
Antagonis adrenergik-p
Efeknya
Menghambat sintesis hormon
tiroid dan berefek imu nosupresif
(PTU juga menghambat konversi
T4)T3
B-adrenergic-antagonis
Propranolol
Metoprolol
Atenolol
Nadolol
Obat lainnya
Kalium perklorat
Litium karbonat
Glukokortikoids
terendah
di
2006
METABOLIKENDOIRIN
dalamGambarT.
SPECS, di mana:
Klas0
Klas I
Cara
Pengobatan
kemungkinan
remisi jangka
panjang tanpa
hipotiroidisme
cukup banyak
menjadi eutiroid
Tirostatika
(oAr)
Tiroidektomi
o relatif cepat
o relatifjarang
Yodium
radioaktif
(lt")
residif
sederhana
jarang residif
(tergantung
dosis)
TPO
l+l'
Kerugian
Keuntungan
LI
+T,+T,-|T!+T,
lt'll
Yodinasi
oksidatif
0 tahun
"-_l
PTUp
pDpqnolol
Na-ypadst
Kodikostercid
r,
P4ghambat bta
Oftalmopati Graves
Klas 2
Klas 3
etc) Wo
Klas 4
diplopia) 60%
Klas 5
Klas 6
34%o
KRISIS TIROID
amat
2007
pato gene
kemungkinankecil.
Pengobatan harus segera diberikan, kalau mungkin
dirawat di bangsal dengan kontrol baik
. IJmum. Diberikan cairan unhrk rehidrasi dan koreksi
elektrolit (NaCl dan cairan lain) dan kalori (glukosa),
vitamin, oksigen, kalau perlu obat sedasi, kompres es.
. Mengoreksi hipertiroidisme dengan cepat: a).
Memblok sintesis hormonbaru : PTU dosisbesar (load25
Suhu
99- 99.0
100-100 9
101-101 9
10
15
20
25
30
102-',t02.9
1
Disfungsi
Kardiovaskular
Takikardi 99 - 109
03-1 03.9
>'104.0
110-119
't20 - 129
130 - 139
>140
Gagal jantung
Tidak ada
Ringan (edema kaki)
Sedang (ronki basal)
Berat (edema paru)
Fibrilasi atrium
Tidak ada
Ada
Riwayat pencetus
Negatif
Positif
10
20
30
Disfungsi gastrointestinal-hepar
Tidak ada
Ringan (diare, nausea/muntah/nyeri perut)
Berat (ikterus tanpa sebab yang jelas)
0
10
20
5
10
15
20
25
0
5
10
15
0
10
0
10
Pada kasus toksikosis pilih angka tertinggi, > 45 highly suggestive,25-44 suggesflve of impending
sform, di bawah 25 kemungkinan kecil.
Hipotiroidisme Subklinis
Prevalensi
Riwayat
alamiah
Pengelolaan
60/0
Hipertiroidisme Subklinis
1o/o
1131
2008
MEIABOIJIKENDOIRIN
AIT tipe
RAluptake
tL-6
Patogenesis
Terapi
AIT tipe ll
Ada
Tidak ada
Sering, difus
atau noduler
Normal atau
tinggi
Agak naik
Sintesis hormon
tiroid karena
yod berlebihan
Kalium perklorat,
MMZ
Jarang
Struma kecil dan
difus
Rendah - tertekan
Banyak hormon
sebab Tiroiditis
destruktif
Prednison
REFERENSI
Bartalena L, Pinchera A, Marcocci C. Management of Graves'
Opthalmopathy: reality and perspectives. Endocrine Reviews,
2000:21:168-199.
Billewicz WZ, Chapman RS, Crooks J, Day ME, Cossage J, Sir
Edward Wayne and JA Young. Statistical methods applied to the
diagnosis of hypothyroidism. Quarterly J Med 1969; 150 : 255.
Braverman LE, Roti E. Iodine excess and thyroid function. In: 'The
Thyroid and Iodine'. Eds. J Naumann, D Glinoer, LE Braverman,
Pinchera A,
3t2
GANGGUAN AKIBAT KURANG IODIUM
R. Djokomoeljanto
PENDAHULUAN
Sampai tahun 1960-an defisiensi yodium (DY) selalu
dihubungkan dengan gondok, sehingga muncullah kata
gondok endemik. Memang benar bahwa etiologi terpenting
of
2010
MEXABOLIKENI'OI(RIN
Mekanisme
yang
Kelompok
goitrogen
dipengaruhi
Transportasi
yodium
Tiosianat
cyanogentc
Glycosides
Oksidasi,
organifikasi
Tioglikosid,
isotiosianat,
disulfid dan
water borne
goitrogens
Proteolisis,
penglepasan
hormon dan
dehalogenasi
Yodida
(ganggang laut
.
.
.
.
Tiosianat
(Glikosid
Sianogenik)
dan
sebagainya)
Tioglikosid
'Goitrin'
lsotiosianat
Disulfid
'Water - borne'
Goitrogen
Oksidasi
Organiflkasi
dan'Coupling'
Keterangan
Dampak kelompok ini
dapat dicegah dengan
pemberian yodium
cukup. Banyak
terdapat di alam:
crucifera, cassava,
rebung, ubi jalar,lima
beans
Efeknya tak dapat
dihambat
Hanya dengan yodium
saja Contoh:
brambang, bawang,
Brassica, yellow
turnips
Yodium lebih dari 2
gram sehari akan
menghambat sintesis
dan penglepasan
hormon
Yodida
(Rumput Laut)
'Coast Goiter'
Proteolisis
pelepasan dan
Dehaloqenasi
FAKTORGOITROGEN
Goitrogen adalah zatlbahan yang dapat mengganggu
hormonogenesis tiroid sehingga akibatnya tiroid dapat
membesar. Sebagianbesar efek goihogen dibuktikan secara
20tt
Epidemiologi GAKI
KONSEPGAKI
saja,
GAKI(Tabel2).
(A)
Neonatus
Abortus
Lahir mati (stillbirth)
Anomali kongenital
Meningkatnya kematian perinatal (PMR)
Meningkatnya kematian anak (lMR)
Kretin endemik tipe neurologik
Retardasi mental
Bisu tuli
Diplegia spastik
Mata juling
Kretin miksudematosa
Cebol
Defisit mental
Hipotiroidisme
Defek psikomotor
Gondok neonatal
Hipotiroidisme neonatal
Gondok
Anak dan
Hipotiroidisme juvenil
remaja
Retardasi mental
Gangguan perkembangan fisik
lodine induced hyperthyroidism (llT)
Gondok dengan segala akibatnya
Hipotiroidisme
Gangguan fungsi mental
Kepekaan thd radiasi nuklir meningkat
Grade0 : tidakteraba
Grade
Grade
(B)
Karena perubahan awal gondok perlu diwaspadai maka
grading system, khususnya grade I dibagi lagi dalam 2
klas : Grade Ia dan Grade Ib, didefiniskan sebagai berikut:
. Grade la : tidakteraba ataujikaterabatidak lebihbesar
dari kelenjar tiroid normal.
. Grade lb : jelas teraba dan membesar, tetapi umumnya
tidak terlihat meskipun kepala posisi tengadah. Ukuran
tiroid disebut normal apabila sama atau lebih besar dari
falangs akhir ibujari tangan pasien
(c)
Akhir ini kriteria palpasi disederhanakan untuk mencegah
kesulitan membedakan grade Ia dan Grade Ib di atas
dengan modifikasi sebagai berikut (2001)
Grade O ; tidak terlihat maupun teraba gondok
2012
Grade
METABOLIKENDOI(RIN
Meskipuntidakmembesaradanyanodulmesl<tpwtlidak
membesar dimasukkan dalam grade ini.
Grade 2 : Pembengkakan di leher yangjelas terlihat
pada leher dalam posisi normal dan pada palpasi
memang m e mb es ar (kelenlar tiroid dianggap membesar
(D)
Usia
(tahun)
6
7
8
10
11
12
Eropa
5.4
5.7
6.1
6.8
7.8
9.0
10.4
lndonesia
5.0
5.9
6.9
8.0
9.2
10.4
11.7
.
4.0
2.4
3.9
4.6
5.9
6.8
7.8
4.1
6.1
67
7.5
8.0
9.9
8.1
Tanpa
Endemi
lndikator
Prevalensi
Kretin dan
median
l/grcreat
UEI pg l/dl
pg
gondok
hipotiroidi
(N.B.UEl
0- 4.9 o/o
Tidak ada
> 10
> 100
Endemi
flngan
5-19,9
7o
Tidak ada
5.0
- 9.9
>50
dianggap
Endemi sedang
Endemi
berat
o/o
> 30o/o
20 - 29,9
Kretin tidak terlihat jelas, namun 1 - 10%
risiko hipotiroidisme ada
2 0-4.9
25-50
<2
<25
2013
.
.
dibawah ini :
- gejala neurologis yang mencolok yang terdiri atas
gangguan pendengaran (bilateral dan nada tinggi)
Endemi grade
(Tabel5)
Median
UEI pg/L
<20
- 49
50 - 99
100 199
200 -
20
Masukan
Yodium
Tak mencukupi
Tak mencukupi
Tak mencukupi
Cukup
Lebih dari cukup
299
>
300
Berlebihan
2014
METABOLIKENI'OI(RIT{
Neurogical
Congenibl hypolhyrcidism
.J
Hipotiroidisme
Hipotiroidisme terdapat di daerah dengan defisiensi
yodium sedang dan berat. Hipotiroidisme yang terjadi
sebelum 3 tahun akan menganggu perkembangan somatik,
sedangkan di atas usia tersebut hanya akan menganggu
perkembangan biokimiawi maupun klinik. Hipotiroidisme
sentral pada orang dewasa mengganggu konsentrasi dan
menyebabkan rasa lesu 'malaise'
Kretin endemik dan berbagai kelainan susunan saraf
pusat, merupakan akibat paling berat defisiensi yodium.
Di samping itu gangguannya berat,juga karena gangguan
ini bersifat ireversibel. Pemberian unsur yodium atau
substitusi tiroid hanya akan memperbaiki somatik tetapi
tidak akan mempengaruhi gejala kretinnya. Di beberapa
daerah
2015
.
.
.
.
Ekskresiyodiumurinrendah
Ambilan yodium radioaktif yang meningkat (uptake)
KadarPBI dan T4 normal atau rendah, sedangkan T3
dapat normal, rendah atau tinggi (adanya sekresi
preferensial)
Reaksi yang berlebihan terhadap thyroid releasing
hormone (TRH)
REFERENSI
Bambang-Hartono. The influence of iodine dehciency during pregnancy on neurodevelopment from birth to two years. PhD
dissertation. Vrije Universiteit Amsterdam, Sept 5, 2001.
313
TIROIDITIS
Paulus Wiyono
PENGANTAR
B.
: l).
Tiroiditis
kernbali.
KLASIFIKASI TIROIDITIS
2016
2017
TIROIDMS
ini
hanya
sementara.
tirotoksikosis. Trauma
Tiroiditis Subakut
Tiroiditis subakut dapat dibagi
di antaranya: tiroiditis
granulomatosa subakut,
2018
METABOLIKENDOIRII{
Keadaan
timbul
Postpartum thyroiditis
2019
TIROIDMS
dan
Pasienhepatitis B atau C yang mendapat interferon alfa 1mengalami disfrrngsi tiroid, baik berupa hipotiroid
5%o dapat
TIROIDITIS KRONIS
Tiroiditis Hashimoto
Penyakit ini sering disebut sebagai tiroiditis autoimun
kronis, merupakan penyebab utama hipotiroid di daerah
yang iodiumnya cukup. Karakter klinisnya berupa
kegagalan tiroid yang terjadi pelan-pelan, adanya struma
atau kedua-duanya yang terjadi akibat kerusakan tiroid
2020
METABOLIKENDC'I(RIT{
Characteristic
Age at onset (yr)
Sex ratio (F:M)
Cause
Pathological
findings
Hashimoto's
thyroiditis
All ages, peak 30-50
Thyroid function
TPO antibodies
1231
thyroiditis
sporadic
thyroiditis
Childbearing
age
8-9:1
Autoimmune
Lymphocytic
infaltration, germinal
centers, fibrosis
Hypothroidism
ESR
24 hour
uptake
Painless
Painless
postpartum
Normal
Variable
thyroiditis
20-60
Suppurative Riedel's
thyroiditis thyroiditis
Ch dren
20-
30-60
40
5:1
3-4:1
1:1
Autoimmune
Lymphocytic
infiltration
Autoimmune
Lymphocytic
infiltration
Unknown
Giant cells,
granulomas
lnfectious
Abscess
formation
Unknown
Dense
fibrosis
Thyrotaxicosi,
hypothyroidis,
or both
High titer,
persistent
Thyrotaxicosi,
hypothyroidi,
or both
High titer,
persistent
Thyrotaxicosis,
hypothyroidi,
or both
Usually
euthyroidis
Usually
euthyroidis
Low titer, or
absent,
transient
Absent
Normal
< 5o/"
TPOdenotesthyroidperoxidase,EsReMhrocytesedimentationrate,andl23l
Painful
subacute
Normal
< 5o/o
High
<
s%o
High
Norma
Usually
present
Normal
Low or
normal
Tiroiditis Riedel
Tiroiditis Riedel dapat merupakan penyakit yang terbatas
pada kelenjar tiroid saja atau dapat merupakan bagian dari
penyakit infi ltratif umum suatu multifokal fibrosklerosis
yang dapat mengenai ruang retroperitoneal, mediastinum,
ruang retroorbital dan traktus billiaris. Kelenjar tiroid
membesar secara progresif yang tidak disertai rasa sakit,
keras dan bilateral. Proses fibrotik ini berkaitan dengan
adanya inflamasi sel mononuklear yang menjorok melewati
2021
TIROIDMS
REFERENSI
L et al. Treatment of amiodaron-induced thyrotoxicosis,
a difficult challenge: Result of a propective study. J Clin
Endocrinol Metab 1996; 81:2930-2933,
Burman KD. Overview of thyroiditis, in UpToDate ver. 13.1, 2005.
Burman KD. Subacute granulomatous thyroiditis, in UpToDate ver.
13.1,2005.
Burman KD. Subacute lymphocytic (painless) thyroiditis, in
Bartalena
3t4
NODUL TIROID
Johan S. Masjhur
PENDAHULUAN
Nodul tiroid merupakan neoplasia endokrin yang paling
sering ditemukan di klinik. Karena lokasi anatomik kelenjar
tiroid yang unik, yaitu berada di superfisial, maka nodul
tiroid dengan mudah dapat dideteksi baik melalui
pemeriksaan fisik maupun dengan menggunakan berbagai
Adenoma
Adenoma makrofolikuler (koloid
sederhana)
Adenoma mikrofolikuler (fetal)
Adenoma embrional (trabekular)
Adenoma sel Htirthle (oksifilik,
onkositik)
Adenoma atipik
Adenoma dengan papila
Siqnet-inq adenoma
Karsinoma
Papiler (75 persen)
Folikuler (10 persen)
Meduler (5 - 10 persen)
Anaplastik (5 persen)
Lain-lain : Limfoma tiroid
(5 persen)
Lain-lain
Nodul kolloid
Nodul dominan pada struma
multinodosa
lnflamasi tiroid
Tiroiditis subakut
Tiroiditis limfositik
khronik
Penjakit granulomatosa
Gangguan pertumbuhan
Dermoid
Agenesis lobus tiroid
unilateral (jarang)
PREVALENSI
DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Di kepustakaan, selain istilah nodul tiroid sering digunakan
pula istilah adenoma tiroid. Istilah adenoma mempunyai
arti yang lebih spesifik yaitu suatu pertumbuhan jinak
jaringan baru dari sfuktur kelenjar sedangkan istilah nodul
tidak spesifik karena dapat berupa kista, karsinoma, lobul'
darijaringan normal, atau lesi fokal lain yang berbeda dari
jaringannormal.
2022
2023
NODULTIROID
kurang dai 5%o nodul tiroid soliter ganas. Belum ada data
epidemiologi mengenai prevalensi nodul tiroid di berbagai
l. Adenoma
A. Folikuler
1. Varian koloid
2. Embrional
3. Fetal
4. Varian sel Hurthle
B. Papiler (kemungkinan ganas)
C. Teratoma
2.
malignant
adenoma, karsinoma sel Hurthle atau oksifil, lear cell
carci noma, insul ar carcino ma)
B. Karsinoma medular (bukan berasal dari sel folikel)
C. Tidak berdiferensiasi
1. Small cel/ (perlu dibedakan dari limfoma)
2. Giant cell
3. Karsinosarkoma
D. Lain-lain
1. Limfoma, sarkoma
2. Karsinoma sel skuamosa epidermoid
3. Fibrosarkoma
4. Karsinoma mukoepitelial
5. Metastasis tumor
2024
MEXABOUKENDOKIN
sepenuhnya.
Sangat Mencurigakan
Riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare atau MEN
Cepat membesar, terutama sewaktu terapi levotiroksin
Nodul padat atau keras
Sukar digerakkan/melekat pada jaringan sekitar
Paralisis pita suara
Limfadenopati regional
Metastasis jauh
Kecurigaan Sedang
Umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun
Pria
Riwayat iradiasi pada leher dan kepala
Nodul > 4 cm atau sebagian kistik
.
.
.
mengadakan infiltrasi
Jinak (negatif)
Tiroid normal
menjadi serak.
Nodul kolloid
Kista
Tiroiditis subakut
Tiroiditis Hashimoto
DIAGNOSTIK
nodule).
is
2025
hIODULTIROID
C. Karsinoma tiroid
"i
:l
\''./
B. Struma multinodosa
2026
METABOLIKENDOIRIN
1.
bedah;
3.
iodium radioaktif
suntikan ethanol (percutaneous ethanol injection)
terapi laser dengan tuntunan ultrasonografi
(US guided laser therapy) ;
observasi, bila yakin nodul tidak ganas
4.
5.
dapat
ditemukan berbagai algoritma pengelolaan nodul tiroid,
yang disusun berdasarkan pengalaman serta fasilitas
diagnostik yang tersedia. Beberapa senter menyusun
sekitamya disebut sebagai nodul hangat (warm nodule/area); nodul hangat disebabkan oleh hiperplasia
jaringan tiroid fungsional di daerah tersebut.
dengan Single Photon Emmision Computed Tomography atau Positron Emitted Tbmography dengan CT Scan
(PET/CT). Dengan teknik tersebut sekaligus dapat
dideteksi lokasi anatomik dan frrngsi dari massa di leher
atau tempat lain yang dicurigar.
Arti klinik dari hasil pencitraan isotopik (sidik tiroid)
dari nodul tiroid dapat dilihat pada Tabei 6.
CT scun atau
MRI.
.
.
.
2027
NODULTIROID
Ganas
.#
Bedah
Dingin/Hangat
BAJAH
Meragukan
--}
Bedah
Sidik Tiroid
t
I
Ulangi
Jinak
lkuti
Panas
---|
lkuti/pantau
Tidak adekuat
Gambar 3. Evaluasi Nodul Tiroid Berdasarkan Hasil BAJAH dan SidikTiroid. (Sumber: MazatemEL)
l-131; altematif;
observasi, bedah,
suntikan ethanol, laser
til.l
Bedah
2028
METABOLIKENDORtr{
TSH sudah dalam keadaan tersupresi, terapi dengan ltiroksin tidak diberikan. Terapi supresi dilakukan dengan
Suntikan etanol perkutan (P erculaneous Ethano I Inj ection). Penyuntikan etanol pada jaringan tiroid akan
menyebabkan dehidrasi seluler, denaturasi protein dan
nekrosis koagulatif pada j aringan tiroid dan infark hemoragik
akibat trombosis vaskular; akan terjadi juga penurunan
Jenis
Pengobatan
Keuntungan
Bedah
Levotiroksin
lodium
radioaktif
Suntikan
etanol
Terapi
laser
Kekurangan/
Kerugian
Perlu perawatan di RS, mahal, risiko bedah: paralisis pita suara,
hipoparatiroidis, hipotiroidisme.
Efikasi rendah, pengobatan jangka panjang, nodul tumbuih
kembali setelah dihentikan, takiaritmia jantung, penurunan
densitas tulang, tidak berguna bila TSH tersupresi
Kontraindikasi pada wanita hamil, pengecilan nodul bertahap,
hipotiroidisme dalam 5 tahun (10% pasien), risiko tiroiditis dan
tirotoksikosis
Pengalaman masih terbatas, efikasi rendah pada nodul besar,
keberhasilan tergantung operator, rasa nyeri hebat, risiko
tirotoksikosis dan paralisis pita suara, perembesan etanol, etanol
mengganggu penilaian sitologi dan histologi
2029
II(X'TJLTIROID
",
Association .
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) merupakan
langkah diagnostik awal nodul tiroid di kalangan ahli
endokrin Amerika Utara (the American Thyroid Association, ATA) dan Eropa (the European Thyroid Associa-
l%o
PENUTUP
Dasarpemikiran pengelolaan nodul tiroid adalah bagaimana
mendeteksi dan menyingkirkan kemungkinan keganasan
serta menghindari tindakan-tindakan yang sebenarnya
REFERENSI
L. Management of the Solitary Thyroid Nodule : Results of a North American Survey. J Clin
2030
MEDABOLIKENDOTRtr{
315
KARSINOMA TIROID
Imam SubeKi
PENDAHULUAN
prinsip-prinsipnya saja.
PREVALENSI
berdiferensiasi.
ganas.
keganasannya.
l.
KLASIFIKASI
Asal Sel
. Tumorepitelial
a. Tumorberasal dari sel folikulare.
Jinak : Adenoma Folikulare, Konvensional,
Varia.
2031
2032
METABOLIKENDOKRIN
b.
Ganas: Karsinoma
. Berdiferensiasi baik : karsinoma folikulare,
karsinoma papilare (konvensional, varian)
. Berdiferensiasi buruk (karsinoma insular)
. Takberdiferensiasi (anaplastik)
Tumor berasal dari sel C (berhubungan dengan
c.
tumor neuroendokrin)
. KarsinomaMedulare
Tumor berasal dari sel folikulare dan sel C
. Sarkoma
. Limfoma Malignum
.
(dan neoPlasma
kepentingan praktis,
Pemeriksaan Fisis
Karsinoma papilare,
(dengan
invasi
minimal)
b). Karsinoma folikular
folikulare
Karsinoma
Tingkat keganasan menengah : a).
(dengan invasi luas), b). Karsinoma medulare, c).
Limfoma maligna, d). Karsinoma tiroid berdiferensiasi
buruk
: a).
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan
.
.
Lunak,ratadantidakterfiksir
Anamnesis
Sebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan gejala
yang berat, kecuali keganasanjenis anaplastik yang sangat
cepat membesar bahkan dalam hitungan minggu. Sebagian
kecil pasien, khususnya pasien dengan nodul tiroid yang
besar, mengeluh adanya gejala penekanan pada esofagus
dan trakhea. Biasanya nodul tiroid tidak disertai rasa nyeri,
.
.
.
Limfadenopatiservikal
Riwayat keganasan tiroid sebelumnya
Pemeriksaan Penunjang
2033
I(ARSINOMATIROID
adekuat.
rmi/bilateral, sehingga pada tiroiditis kronik Hashimotopun masih mungkin terdapat keganasan.
Pemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk keganasan
cara
2034
METABOLIKENDOKRIN
.
.
Risiko
Risiko
tinggi
{_____}
rendah
123
Usia Tua
Anak-anak
Sex : Pria
Wanita
Radiasi pengion dosis
kecil masa anak-anak
Riwayat Keluarga
Massa kistik
Massa solid
Nodul multipel
Nodul soliter
Berkembang cepat
Berkembang pelan
Nodul panas
Nodul dingin
Nodul hangat
BAJAH (-)
BAJAH (+)
KGB servikal
Respon komplit terapi
45
x
x
X
x
X
X
supresr
203s
I(ARITINOMATIROID
radioaktif.
kgBB.
Terapi supresi dengan L-tiroksin terhadap sekresi TSH
dalam jangka panjang dapat memberikan efek samping di
berbagai organ target, seperti tulang rangka danjantung.
2036
METABOLIKENDOIRII{
6- 12
uptake
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi berperan pada evaluasi adanya
kekambuhan atau adanya kelenjar getah bening (KGB) lokal
AMES
Risk
Rendah
Tinggi
98Yo
54T"
adanya metastasis.
Group
Overall
suruival rate
Disease free
suruival rate
survival rate
AGES PS
20-year
suruival rate
MACIS PS
20-year
45o/"
9SYo
DAMES
Risk Group
Disese fres
Menengah
92Yo
<4
99%
<6
99%
Pencitraan Lain
Pemeriksaan pencitraan lain seperti CT scan, rongent dada,
45o/o
MRI
Tinggi
jYo
4-5
80%
5-6
33%
6-7
89Yo
7-8
56Yo
Petanda Keganasan
>6
13o/o
>8
24%o
suruival rate
EVALUASI
Setelah berbagai terapi diberikan, perlu evaluasi secara
berkala, agar dapat segera diketahui adanyakekambuhan
atau metastasis. Monitor standar untuk keperluan itu ialah
pencitraan (sintigrafi seluruh tubuh dan kalau perlu USG)
2037
TU}TOR,IilP(XT$S
REFERENSI
American Association
the
Principles
&
-800.
edisi 9.
Wilkins;2005.p.996- I 0 I 0.
Lewinski A., Forenc T., Spomy S., et al. Thyroid carcinoma: diagnostic and therapeutic approach; genetic background (review).
Endocrine Regulation 2000; 34: 99-l 13.
Moosa M, Mazzaferii EL. Outcome of differentiated thyroid carcinoma diagnosed in pregaant women. J Clin Endocrinol Metab
1991: 82: 2862-2866.
Rosai J., Carcangiu ML., Delellis RA. Tumor of the thyroid gland.
Atlas of Tumor Pathology. Rosai J., Sobin LH. (eds). Armed
Forces Institute of Pathology, Washirgton D.C.1992: 19-205.
Roti E., Minelli R., Gardini E., dkk. The use and misuse of thyroid
hormone. Endoc Rev 1993; 14:401-423.
Scheneider AB., Ron E. Carcinoma of follicular epithelium: 70A
epidemiology and pathogenesis. Dalam Werner and Ingbar's The Thyroid- a fundamental and clinical text. Braverrran LE
and Utiger RD (ed), edisi 9, Philadelphia: Lippincott Williams
889-906.
5l
l.
316
TUMOR HIPOFISIS
Pradana Soewondo
PENDAHULUAN
Tumor hipofisis adalah neoplasma intrakranial yang relatif
sering dijumpai, serta merupakan 10-15 % dari seluruh
hormon.
EPIDEMIOLOGI
mensekresi hormon hipofisis dalam jumlah yang abnormal. Insidens per tahun dari neoplasma hipohsis bervariasi,
yaitu antara 1-71100.000 penduduk. Pada sebuah studi
10.370 kasus otopsi, Prevalensi mikroadenoma hipofisis
keempat.
2038
2039
TUMORHIFOFIIIIS
Tipe Adenoma
GH cell adenoma
PRL cell adenoma
GH and PRL cell adenoma
ACTH cell adenoma
Gonadotroph cell adenoma
Nonfunctioning adenoma
TSH cell adenoma
Unclassified adenoma
KLASIFIKASI
Adenoma hipofisis biasanya pertumbuhannya lambat dan
bersifat jinak. Berdasarkan ukurannya, tumor hipofisis
dapat dibagi menjadi mikroadenoma (diameter <1 cm) dan
MANIFESTASI KLINIS
Gangguan pada hipofisis dapat memiliki gambaran klinis
yang bervariasi. Gambaran klinis tersebut dapat berupa
satu atau lebih gejala/tanda di bawah ini :
. Dehsiensi satu atau lebih hormon hipofisis
. Kelebihanhormon(terutamaprolaktin, GH, danACTlI)
. Efekmasatumor(sakitkepala,hemianopsiabitemporal)
. Ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan CT
atauMRI
Tumor hipofis dapat menunjukkan gejala dan tanda
yang disebabkan oleh hipofungsi atau hiperfungsi dan atau
efek masa tumor. Kebanyakan pasien datang dengan gejala
dan tanda hipersekresi hormon, defek lapang pandang,
sakit kepala dan hipopituitarisme (Tabel 2). Diabetes
insipidus preoperatif sangat jarang ditemukan dan
menunjukkan kemungkinan adanya keterlibatan
memungkinkan ahli patologi untuk dapat mengidentihkasikan hormon yang diproduksi oleh tumor eosinofilik.
terdiri dari
Hipersekresi hormon
Gangguan lapang pandang
Sakit kepala
Hipopituitarisme
Apopleksi hipofisis
Hidrosefalus
Gangguan saraf kranial
Epilepsi lobus temporal
2040
METABOIJKENDOKRID{
ANAMNESIS
dapat
PEMERIKSAAN FISIS
mata.
skin tags.
2041
TUMOR,TIIFOFISIST
PRL
GH
ACTH
Gonadotropins
(LH
Prolaktin
IGF-1, OGTT
24-h UFC, LDDST, tes LDDST/CRH,
midnight salivary and serum coftisol
FSH, LH, a- and B-subunits
and FSH)
TSH
FTo index (freef o\. T". TSH
ACTH = Adrenocorticotropic hormone; CRH = Corticotropin-releasing
hormone; FTe = 16tro*'n"' FSH = Follicle-stimulating hormone; GH =
Growth hormone; IGF-1 = lnsulin-like growth factor-1; LDDST = Lowdose dexamethasone suppression test; LH = Luteinizing hormone;
OGTT = Oral glucose tolerance test; PRL = Prolactin; Ts =
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis sekresi hormon hipofisis yang meningkat atau
PENCITRAAN
FoIo X-rays biasa kurang baik untuk pencitraan jaringan
lunak, sehingga sudah digantikan oleh CT scar dan MRI.
.
.
.
'
Growth
hormone
hormone
FSH)
(LH
2042
diethylenetriamine pentaacetic
METABOLIKENDOTRIN
acid
(DTPA)
hidup pasien.
DIAGNOSIS
Penatalaksanaan pasien dengan tumor hipofisis tentunya
KESIMPULAN
.
.
.
.
seksama
Review gambaran radiologis (terutama MRI)
hormon
Korelasi antara temuan klinis, anatomis dan hormonal.
tersebut.
PENGOBATAN
ditentukan secara komprehensif dengan mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu: adanya gangguan
endokrin terkait, besar dan ekspansi massa tumor, usia
serta keadaan klinis pasien.
.
.
hidup pasien
REFERENSI
Daniels Gilbe(, Joseph Martin. Neuroendocrine regulation and diseases
of Internal
Medicine. Volume 2. Thirteenth Edition. McGraw-Hill; 1994.
Isselbacher, Braunwald, et al. Harrison's Principles
p.1891-918.
Hamrahian Amir. Pituitary Disorders. The Cleveland Clinic. Pub-
http://www.
clevelandclinicmeded.com/ diseasemanagement/endocrinology/
pituitary/pituitary.htm Disitasi tanggal 30 Januari 2006.
Hurley David, Ken K Y Ho. Pituitary disease in adults. Series
Editors: Donald J Chisholm and Jeffrey D Zajac MJA Practice
Essentials
MJA 2004; 180 (8): 419-25 Disitasi
-Endocrinology.
dari : http ://www.mja.com.aulpublic/issues / 1 80_08_ I 90404/
hurl051l_fm.html Disitasi tanggal 30 Januari 2006.
Indrajit IK, N Chidambaranathan, K Sundar, I Ahme. Value of dynamic MRI imaging in pituitary adenomas. Ind J Radiol Imag
2001 1 1 :4: 1 85-190. Disitasi dari : http://w$..wijri.orgl200l1l04l
neurorad.htm Disitasi tanggal 30 Januari 2006.
htp../l
TUMORHIFOFISTS
may have a pituitary tumor, new study shows one third of these
mostly non-cancerous tumors may cause serious disorders. San
Antonio, TX - May 4th,2001. Last Revised : August 2003.
Disitasi dari : http://www.pituitary.cominews/Pituitary News
Updates/PituitaryNews/PNA Pharmacia News Flash. php Disitasi
tanggal 30 Januari 2006.
2043
3t7
GANGGUAN PERTUMBUHAN
Syafril Syahbuddin
PENDAHULUAN
DefisiensiGH
BA)
secara
Dalam praktek sehari-hari, pada umumnya pasienpasien gangguan pertumbuhan datang dengan keluhan
perawakan pendek. Hal ini antara lain disebabkan oleh
karena masyarakat lebih memberikan aspresiasi kepada
perawakan jangkung, sebaliknya lebih kawatir akan
perawakan pendek. Oleh karena itu pada tulisan ini
dikemukakan sekitar masalah perawakan pendek.
PERAWAKAN PENDEK
2044
GAI{GGUAT{ PERTUMBUT1III
2045
Sindrom Cushing
Peningkatan kadar glukokortikoid darah akan
kolagen.
Pseudoh ipoparatirodasme
Keadaan perawakan pendek ini disebabkan oleh kelainan
genetik dimana terdapat peningkatan hormon paratiroid
(PTH) dan fosfat, penurunan kalsium darah, disertai tidak
Hipotiroidisme
Defisiensi hormontiroidyang mulai sebelum atau saat lahir
mengakibatkan keterlambatan perkembangan yang berat.
tulang.
Hipotiroidisme yang didapat setelah lahir menyebabkan
kegagalan pertumbuhan yang ditandai oleh kurangnya
kecepatan pertumbuhan, perawakan pendek, kurangnya
BA, rasio atas/bawah (uper/lower ratio) lebih besar, apatis,
gerakan lambat, konstipasi, bradikardi, wajah dan rambut
kasar, suara serak dan terlambatnya perkembangan
pubertas.
Diagnosis hipotiroidisme kongenital, dipastikan dari
hasil pemeriksaan TSH dalam darah dari tumit/umbilikus
yang lebih besar dari 25 mU/I. Untuk anak yang lebih besar
diagnosis ditegakkan dari rendahnya FT4 dan tingginya
TSHserum.
konstusional
dari
normal.
2046
MEIABOLIKENDOIRIN
sindrom Noonan (Pseudo Turner), sindrom PraderWilli, sindrom Lawrence-Moon, Sindrom Biedl-Bardet,
gangguan kromosom autosom dan displasia skeletal.
Sindrom Turner yang merupakan disgenesis gonad
pada wanita, secara kariotip adalah 45,X. Perawakan pendek
selalu ditemukan, disamping mikrognatia, lipatan epikantus,
-orang tua.
Data yang perlu didapat dari pemeriksaan jasmani
adalah TB, BB, ukuran baju/sepatu, perbandingan TB dan
kecepatan pertumbuhan dengan teman sebaya/sekelas,
penyesuaian dengan tinggi rata-raIa orungtua. Status gizi,
span (perbandingan rentang lengan dengan tinggi badan),
lingkaran kep ala, r atio U lL, gejala- gejala/sindrom penyakit
dan gej ala-gej ala neurologik.
Dari pemeriksaan laboratorium dicari kelainan darah
dan urine rutin dan kimia darah (anemia, peningkatan laju
endapan darah, gangguan faal hatilginjal, intoleransi
glukosa, asidosis, kelainan kalsium, karoten serum,
penyakit jaringan ikat, malabsorpsi, T4 dan TSH, IGF-I
dan IGFBP-3, gonadotropin, PRL, hormon sex-steroid,
psikologis.
Penyakit-penyakit Kronis
Perawakan pendek dapat disebabkan oleh penyakit
REFERENSI
Attanasio AF, Howell S, Bates PC et al. Body composition, IGF-I
and IGFBP-3 concentrations as outcome measures in severely
GH deficient (GHD) patients after childhood GH treatment : a
comparison witb adult onset GHD patients. J Clin Endocrinol
Metab 2002; 87 : 3368-3372.
Chiesa A, de Pependick LG, Keselman A et al. Final height in longterm primary hypothyroidism in children. J Pediatr Endocrinol
Metab 1998; l1:51.
GH Research Society. Consensus Guidelines for the diagnosis and
treatment of growth hormone (GH) deficiency in childhood
and adolescence : summary statement of the GH Research
Society. J Clin Endocrinol Metab. 2000; 85: 3990.
Grimberg A, Kutikov JK, Cucchiara AJ. Sex differences in patients
2t2.
GAT{GGUAT{ PERTT'MBUIIAN
2047
3148.
Q Barsanti S, Fiore L. The effect of administering gonadotropin releasing hormone agonist with recombinant
- human growth hormone (GH) on the final height of girls with
isolated GH deficiency: result from a controlled study. J Clin
Endocrinol Metab 2001; 86; 1900.
Styne D. Growth. In Greenspan FS, Gardner DC, eds. Basic & Clinical Endocrinology, Tb ed. New york, Singapore: Mc Graw Hill;
2004.p.176-2t4.
Van Wijk JJ, Smith EP. Insulin-like grorvth factors and skeletal
growth: Possibilities for therapeutic intervention. J Clin
Endocrinol Metab 1999; 84:4349.
Wit JM, Rekers-Mombarg LTM, Cutler GB Jr et al. Growth
Hormone (GH) treatment to final height in children with idiopathic short stature: evidence for a dose effect. J pediatr 2005;
146:45-53.
318
DIABETES INSIPIDUS
Asman Boedi Santoso Ranakusuma, Imam Subekti
PENDAHULUAN
ditemukan. Penyakit
berbagai
ini terjadi
GEJALAKLINIS
PATOGENESIS
Secara patogenesis diabetes insipidus dibagi menjadi 2
2048
2049
DIABETESINSIPIDUS
MEKANISMEHAUS
Peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat
normal.
endoplasmik
tersebut
srN (AVP)
Mekanisme yang pasti bagaimanaAVP dapat meningkatkan
permeabilitas epithel col- lecting duct terhadap air sampai
sekarang belum ielas. Kemungkinan setelah dilepaskan dari
osmotik.
Jalur osmotik mengikut sertakan Verney s osmoreceptor cells yangberada di hipotalamus anterior, di luar sawar
pembentukan cAMP.
cAMP.
MEKANISME KONSENTRASI
2050
METABOLIKENDOKRIN
terdilusi.
.
.
atau ekstrarenal.
atau kombinasi
jam
diperiksa
Ujinikotin
2051
DIABETESINSIPIDUS
B.
c.
UjiVasopresin:
.
.
D.
BerikanPitresindalamminyak5 m, inhamuskular.
Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada
diuresis berikutnya atau I jam kemudian.
E.
P ada
itu diperlukan
Vaskular
ADH.
Defecf Osmoreseptor
Bentuk idiopatik
Bentuk non-familiar
Bentuk familiar
Pasca hipofisektomi
Trauma
Fraktur dasar tulang tengkorak
Tumor
Karsinoma metastasis
Kraniofaringioma
Kista supraselar
Pinealoma
Granuloma
Sarkoid
Tuberkulosis
Sifilis
lnfeksi
Meningitis
Ensefalitis
Landry-Guillain-Bane's Syndrome
Hisflocyfosr's
Granuloma eosinofilik
Penyakit Schuller-Chistian
2052
.
.
METABOLIKENT'OIRIN
Klofibrat
tubulus ginjal.
Diuretlk Tiazid
D.
E.
Litium
"
Demeklosiklin
Asetoheksamid
Tolazamid
Glikurid
Propoksifen
Amfolarisin
Vinblastin
Kolkisin
Penyakit Sickle Cell
Gangguan diet
lntake air yang berlebihan
Penurunan rnlake NaCl
Penurunan rntake protein
Lain-lain
Multipel mieloma
Amiloidosis
Penyakit S.ybgren's
Sarkoidosis
Karbamazepin
Suatu antikonvulsan yang terutama efektif dalam
pengobatan tic doulourerl.x, mempunyai efek seperti
klofibrat tetapi hanya mempunyai sedikit kegunaan dan
tidak dianjurkan untuk dipakai secara rutin.
REFERENSI
Klorpropamid
dengan
319
HORMON STEROID
Sjafii Piliang, Chairul Bahri
KELENJARADRENAL
ANATOMI
KORTEKSADRENAL
tn<
2ps4
MMABOLIKENDOIGIN
Metabolisme Kolesterol
kortisol.
Zona-zona
1I
STEROID
Nomenklatur steroid
Steroid mengandung struktur dasar inti siklopentoperhidrofenenten yang terdiri dari tiga cincin 6-karbon
heksan dan satu cincin 5-karbon penten (Gambar 1).
Atom karbon dinomori berurutan mulai dengan cincinA.
Steroid adrenal mengandung 19 dan 2l alom karbon.
Steroid C19 mempunyai gugus metil pada C,, dan C,n.
Steroid C l9 dengan satu gugus keton pada C,, dinamakan
Sferordogenesrs
sintesis
kolesterol
dalam
kelenjar
ITIRIIOT{STEROID
2055
Sintesis Kortisol
Sintesis kortisol berlangsung melalui hidroksilasi-l 7a'
pregnenolon oleh gen CYP 17 dalam retikulum endoplasmik
membentuk I 7o-hidroksipregnenolon. Steroid ini kemudian
l).
I l-deoksikortikosteron (DOC), 18 hidroksidoksikortikosteron, dan kortikosteron. Bila tidak ada gen Cypl lB2
mitokondria akan terhambat produksi aldosteron oleh zona
retikularis dan fasikulata korteks adrenal ini (gambar 2).
Sekresi kortisol pada keadaan basal (nonstres) berkisar
CjgSteroid(Dehidroepiandrosteran)
Sintesis Androgen
Produksi androgen adrenal dari pregnenolon dan
roid C-20 dan C-21 (progesteron) dan digantikan dengan atom O.
Kolesterol
l.
l.
'I 1
-Deoksikortikosteron
l.
Kortikosteron
+
11
-Deoksikortisol
lo
Kortisol
2056
METABOLIKENDOIRIN
Kolesterol
Y
Prognenolon
Progesteron
11-Deoksikortikosteron
t| "ouo"tao
Kortikosteron
8-Hidroksikortikosteron
tI
diantarai oleh gen CYPI7, dan bisa dari l'|uhidroksiprogesteron, juga oleh gen CYP 17.
e+so"too
p+so"too
Aldosteron
11-deokaikortikosteron
-+
kortikosteron
-+
18-
hidroksikortikosteron -+ aldosteron.
angiotensin
II
II
Pelepasan
TRANSPORSTEROID
Beberapa hormon steroid, misalnya testosteron dan
kortisol, beredar berikatan dengan protein plasma. Kortisol
dalamplasmaterdiri dari
dari
5%o
2057
I(X}K)NSTEROID
lnlmenurun.
Dari 7 sampai 15% aldosteron diekskre.l
duh- *in
Androgen Adrenal
Androgen utama yang disekresi oleh adrenal adalah
dehidroepiandrosteron (DHEA) dan ester DHEA asam
sulfur pada C-3. Dari 15 - 30 mg senyawa ini diekskresi
Glukokortikoid
tineralokortikoid
Fisiologi Glukokortikoid
Pada orang normal dengan asupan garam noflnal, ratarata sekresi harian aldosteron berkisar antara 0,1 dan0,7
mmol (50 dan 250 pg). Aldosteron berikatan lemah dengan
protein, volum distribusinya lebih besar dari pada kortisol,
kira-kira 35 L. Melalui hati, lebih dai 75% aldosteron
beredar diinaktifkan dengan pengurangan cincin A dan
menghubungkannya dengan asam glukoronat. Pada
2058
METABC'LIKENI'OTRIN
IL-6 olehmakrofag.
Fisiologi Mineralokortikoid
Mineralokortikoid mempunyai dua ke{a penting : regulator utama cairan ekstraselular dan metabolisme kalium. Efek
II dan dihambat
glukokortikoid tipe
dengan reseptor
2059
HORMONSTEROTD
natrium.
Kadar ion hidrogen lebih besar dalam lumen dari pada
pathway.
dengankalium.
Bila individu normal diberikan aldosteron, pada periode
awal retensi natrium diikuti dengan natriuresis, dan
keseimbangan natrium dikembalikan setelah 3-5 hari.
Sebagai akibabrya, oedematidakmuncul. Proses ini dirujuk
sebagai escape phenomenon, menandai escape dari
sodium-retaining action dari aldosteron pada tubulus
renalis. Faktor hemodinamik ginjal memegang peranan
pada escape, tetapi kadar atrial natriuretic peptide juga
meningkat. Penting untuk diingat bahwa tidak ada escape
dari p otas s ium-los ing effect dari mineralokortikoid.
Aldosteron dapat juga berinteraksi dengan reseptor
permukaan sel, mungkin bekerja dengan mekanisme
nongenomik.
is
pelepasan
Fisiologi Androgen
Androgen mengatur penanda seks sekunder laki-laki dan
dapat menyebabkan simtom kelaki-lakian (virilizing) pada
2060
dengan kadar lebih rendah pada sore hari dari pada pagi
hari. Kadar angiotensin II juga bervariasi pada siang hari
dan dipengaruhi oleh asupan natrium makanan dan sikap
tubuh. Sikap berdiri dan pembatasan nabium meningkatkan
kadar angiotensin II.
Kebanyakan penentuan klinik sistem renin-angiotensin
melibatkan pengukuran peripheral aktivitas renin plasma
(ytlasma renin activity, PRA) dimana aktivitas renin diukur
dengan pembentukan angiotensin selama periode inkubasi
Tes Stimulasi
Tes stimulasi digunakan untuk diagnosis defisiensi
hormon. Dilakrkan stimulus standar dan spesifft untuk
produksi dan pelepasan hormon yang diberikan, dan
jumlah hormon yang dilepaskan kemudian diukur.
Tes cadangan glukokortikoid Dalam hitungan menit
setelah pemberianACTH, kadar kortisol meningkat dalam
ini
dapat
digunakan sebagai indeks fungsi cadangan kelenjar adrenal untuk memproduksi kortisol. Pada stimulasi ACTH
maksimal, sekresi kortisol meningkat l0 kali, menjadi 800
pmol./hari (300 mglhari), tetapi stimulasi maksimal dapat
dicapai hanya dengan infus ACTH yang lama. Contoh,
pada orang normal, kadar kortisol melebihi 1100 nmoVl
(40
Tes Supresi
Tes supresi untuk menentukan hipersekresi hormon
adrenal melibatkan pemeriksaan respons hormon target
setelah supresi standar hormon tropiknya.
2061
IIORMOD{STEROID
REFERENSI
pemberian.
fisiologiknormal.
kaliummenurun.
83: 1247.
Miller WL, Tyller JB: The adrenal cortex. In: Endocrinology and
Metabolism, 4tl ed. Felig P , Baxter JD, Frohman LA (editors).
McGraw-Hill, 2002.
of
lld-hydroxysteroid dehydrogenase. Best Prac Res Clin
320
HIPERKORTISOLISME
Sjafii Piliang, Chairul Bahri
2062
2063
HIPERKORTIITOIJSII'E
Hiperplasia Adrenal
Sekunder terhadap kelebihan produksi ACTH hipofisa
Disfungsi hipotalamik-hipofisa
Mikro dan makroadenoma yang menghasilkan ACTH
hipofisa
Sekunder terhadap tumor nonendokrin yang
menghasilkan ACTH atau CRH
(karsinoma bronkhogenik, karsinoid thimus, karsinoma
pankreas, adenoma bronkhus)
H iperpl asi a nod uler ad renal
Neoplasia adrenal
Adenoma
Karsinoma
tertentu, khususnya di
(menyebabk an
m oon
waj
ah bagian
atas
haniurr.
mudah
tersinggung dan emosi labil sampai depresi berat,
bingung, atau psikosis. Pada wanita, peningkatan
kadar androgen adrenal dapat menyebabkan jerawat,
hirsutis, dan oligomenorea atau amenorea. Beberapa
tanda-tanda dan simtom pada pasien dengan
hiperkortisolisme, misalnya obesitas, hipertensi, osteoporosis, dan diabetes, adalah.nonspesifik dan
karena itu kurang membantu dalam mendiagnosis
hiperkortisolisme. Sebaliknya, tanda-tanda mudah
berdarah, striae yang khas, miopati dan virilisasi
(meskipun kurang sering) adalah lebih sugestif sindrom
Cushing.
laboratium.
Tanda klinik
Tipikal habitus
Berat badan bertambah
Lemah dan lelah
Hipertensi (TD >150/90 mmHg)
Hirsutisme
Amenore
Striae kutan
Perubahan personal
Ekimosis
Edema
Poliuria, polidipsia
Hipertrofi klitoris
97
94
87
82
80
77
67
66
65
62
23
19
2064
METABOLIKENDOTRIIII
DIAGNOSIS
Problem diagnostik utama adalah membedakan pasien
dengan sindrom Cushing ringan dari hiperkortisolisme
fisiologik ringan yang disebut sebagai sindrom pseudoCushing. Termasuk didalamnya fase depresi gangguan
afektif, alkoholisme, penghentian dari instoksikasi alkohol,
atau gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia
nervosa. Keadaan ini bisa mempunyai gambaran sindrom
1,
supresi
Tanda Klinik
Osteoporosis
Diabetes melitus
Hipertensi diastolik
Adipositas sentral
Hirsutisme dan amenorea
Tes skrlning
Kortisol plasma pada jam 08.00 > 140 nmol/L
(59/dL) setelah 1 mg deksametason
pada tengah malam; kortisol bebas urin
> 275 nmol/L (100 pg/hari)
dek$meb$n
Supresi
Hiperplasia adrenal
sekunder terhadap sekresi
ACTH hipofisis
- Hiperplasia adrenal
sekunder terhadap tumor
yang menghasilkan ACTH
- Neoplasia adrenal
ACTH tinggi
Hiperplasia adrenal sekunder
terhadap tumor yang menghasilkan
ACTH
17-Ks-urin alau DHEA sulfat serum
sn abdomn
CT
Gambar 1, alur diagnostik untuk mengevaluasi pasien tersangka menderita sindrom cushing
2065
HIPERKORTIIIOIISME
Makroadeno
ma Primer
Disfungsi.
ektooik
ntDotalamtK ACTH
tloJ,i*t'
pituitari &
'r
__
.
I umor
Adrenat
Mikroadenoma
Kadar ACTH plasma
N sampai 1
lsamparlll
<10
95
<10
<10
>90
>90
<10
<10
I sampar I
% yang respon
terhadap
deksametason
dosis tinggi
% yang respon
terhadap CRH
Disfungsi hipotalamik-pituitari
untuk membedakan pasien dengan ACTHsecret ing pituit ary micro adenoma atau hyp ot hal amicpituitary dysfunction dengan bentuk sindrom Cushing
2066
MEIABOLIKENDOIRIN
CRH tidak tersedia. Tes CRH positif-palsu dan negatifpalsu dapat terjadi pada pasien-pasien dengan tumor
DIAGNOSIS BANDING
2067
HIPERKORIISOLISME
Neoplasma Adrenal
Bila diagnosis adenoma atau karsinoma lebih ditegakkan,
dilakukan eksplorasi adrenal dengan eksisi tumor. Oleh karena
kemungkinan afrofi adrenal kontralateral, pasien diobati pradnn pascaoperatif jika akan dilakukan adrenalektomi total,
bila disangkakan lesi unilateral, rutin menjalani tindakan bedatr
elektif sama dengan pasien Addison.
Hiperplasia Bilateral
Pasien dengan hiperplasia bilateral mengalami peningkatan
dai
50o/o.
2068
METABOIII(ENDORIN
REFERENSI
Aron DC, Findling JW, Tynell JB : Glucocorticoids & Adrenal Androgens, in Basic & Clinical Endocrinology edit. by. FS Greenspan,
DG Gardner. Lange Medical Booksi McGraw-Hill , ed. 7h 2004,
p. 362-413.
Aron DC, Tynell JB (editors): Cushing's syndrome. Endocrinol Met
Clin North Am 1994; 23: 451,925.
Belchetz P, Hammond P : Adrenal Disorders in Mosby's Color Atlas
PROGNOSIS
and Text
2035-56.
32r
PENYAKIT KORTEKS ADRENAL LAINNYA
Sjafii Piliang
SINDROMADRENOGENITAL
Penyakit inijarang ditemukan, disebabkan oleh kegagalan
sebagian atau menyeluruh, satu atau beberapa er:zimyang
dibutuhkan untuk sintesis steroid. Penyebabnya adalah
genetik dan biasanya diturunkan secara autosomal resesif.
Efekutama sindrom ini adalahpada adrenal, tetapi kadang-
Gambarl.
Patologi
Defisiensi C-20 hidrosilase. Merupakann tipe yang
paling berat. Kelainan terjadi pada sintesis steroid paling
awal. Gonad dipengaruhi sama seperti gangguan sintesis
menyebabkan kematian.
Gejala klinis
Gejala klinis bervariasi, tergantung pada lokasi dan
parahnya gangguan enzim. Umumnya perubahan yang
terjadi oleh karena gabungan gangguan sintesis kortisol
dau aldosteron, kelainan mineralokortikoid dan keterlibatan
androgen. Defisiensi kortisol merangsang pelepasan
2070
METABOLIKENDOI(Rtr{
Diagnosis
Problem muncul pada masa neonatus, berupa virilisasi
genitalia eksterna yang luas pada anak perempuan,
hipertrofi klitoris sampai fusi lengkap labia dan adanya
hipospadia. Diagnosis banding harus dibuat dengan true
dan ps eudohermaphroditism denbgan melakukan buccal
smear dan analisis kromosom. Pemeriksaan steroid urin,
terutama indeks oksigenasi akan memastikan diagnosis.
Pada anak dewasa, perlu dilakukan pembedaan dengan
true precocious puberty dan virilising tumor ovaitxrt darr
adrenal.
TUMORADRENAL
Tumor adrenal memiliki hubungan dengan sindrom
Cushing dan sindrom Conn serta tumor-tumor lain yang
mensekresi androgen (menyebabkan virilisasi pada
perempuan), yang mensekresi estrogen (menyebabkan
feminisasi pada laki-laki dan perdarahan uterus pada
perempuan pasca menopausal).
Rambut Normal
Manusia adalah mamalia berambut dan sernua kulit memiliki
folikel rarnbut, keculi telapak tangan, kaki dan kelopak mata.
Folikel rambut mula-mula berbentuk vilus, relatif kecil dan
menghasilkan rambut yang pendek.,.tipis, lembut dan
pucat. Semua folikel memiliki kemampuan berubah menjadi
bentuk terminal dengan folikel yang lebih besar dan
menghasikan rambut yang lebih panjang, lebih tebal, lebih
tegang dan lebih gelap. Perubahan ini terjadi pada kulit
kepala dan alis mata sebelum atau segera setelah lahir.
Perubahan berikutnya adalah pada waktu pubertas dimana
2071
5 tahun.
Keparahan
Sindrom Virilisasi
Sindrom virilisasi adalah peningkatan pertumbuhan rambut
Pengobatan. Fascial
hair
d,apat menyebabkan
HIPERALDOSTERONISME
Keadaan
diagnostik.
2072
METABOLIKENDOIRIN
harus diangkat.
iperaldosteronisme Sekunder
jukstaglomerulus di ginjal
(s
indrom
B artter).
2073
REFERENSI
Liddle GW. The Adrenal. In: Williams RH (ed). The Text book of
Endocrinology.6th ed. WB Saunders Co, Igaku Shoin, Tokyo,
1982:249-92.
Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA. Curent Medical diagnosis
& Treatment, International edition. Lange Medical Book, 1994.
322
METABOLISME I(ALSIUM
Agus
P.
PENDAHULUAN
(Gambarl).
pemrrunan jaringan tulang yang progresif. Penelitian longitudinal pada wanita pasca menopause akan kehilangan
0,5 - 1,5 g
0,15-39
2074
2075
METABOLIIIME ITAISII.JM
paratiroid
Vitamin
Calcitonin
Meningkatkanabsorpsikalsium
dan fosfat
Usus halus
Ginjal
Tulang
Hormon
Meningkatkan absorpsi
kalsium dan fosfat
Tidak ada efek langsung
Dikulip dari: Arnaud D. Claude. The Calciotropic Hormone & Metabolis Bone Disease. ln: Greenspan FS Baxter JD, editors. Basic &
Clinical Endocrinology,4rh ed. Connecticut: Appleton & Lange. '1994, pp. 227 -306
di ginjal
Hormon Paratiroid
gakibatkan hiperkalsemi.
VITAMIN D
2076
MEIABOIJKENDOIRIN
l).
Hidroksilasi
kalsium(Gambry2\.
Hati
25 (OH) vitamin D
(1
Ginjal
-0hidroksilase)
KALSITONIN
Kalsitonin adalah suatu peptida yang terdiri dari 32 asam
amino bekerja menghambat osteoklas sehingga resorpsi
tulang tidak terjadi. Dihasilkan oleh sel C parafolokular
kelenjar tiroid dan disekresi akibat adanya perubahan
kadar kalsium plasma. Kalsitonin baru akan dilepaskan bila
terjadi hiperkalsemi dan sekresi akan berhenti bila kadar
kalsium menurun atau hipokalsemi. Pemberian intravena
kalsitonin akan menyebabkan penurunan secara cepat
kalsium plasma dan fosfat plasma melalui pengaruh
kalsitonin pada tulang dengan menghambat osteoklas.
Osteoklas di bawah pengaruh kalsitonin akan mengalami
perubahan morfologi. Dalam beberapa menit osteoklas
akan menghentikan aktivitasnya kemudian mengkerut dan
REFERENSI
Arnaud D. Claude. The Calciotropic Hormone & Metabolis Bone
Disease. In: Greenspan FS. Baxter JD, editors. Basic & Clinical
Endocrinology, 4th ed. Connecticut: Appleton & Lange. 1994;
p:227 - 306.
Bonjour J-P, Rizzoli R. Calcium and Nutrition in Adutthood and Old
Age. The Second Intemational Training Course on Osteoporosis
for Industry Specialist, and General Practitioners, University of
Melboume, Australia, 1999.
Clemens TL, O'Riordan JLH. Vitamin D. In: Becker KL, Belizikian
JP, Bremner WJ, Hung W Kahn CR, Loriaux DL, Nyle'n ES,
Rebar RW, Robertson GL, Wartofsky L, editors. Principles and
Practice of Edocrinology and Metabolism. second edition. Philadelphia: JB Lippincott Company. 1995; p: 483 - 491.
Dennison E, Cooper C. Osteoporosis. In: Pinchera A, Bertagna XY,
Fischer JA, Groop L, Schomaker J, Serio M, Wass JAH,
Braverman LE, editors. Endocrinology And Metabolism. London: McGraw-Hill Intemational (UK) Ltd. 2001; p: 271 - 280.
Gruenewald DA, Matsumoto AM. Aging and endocrinology. In: Becker
KL, Belizikian JP, Bremner WJ, Hung W' Kahn CR, Loriaux
DL, Nyle'n ES, Rebar RW, Robertson GL, Wartofsky L, editors.
Principles and Practice of Edocrinology and Metabolism. second edition. Philadelphia: JB Lippincott Company. 7995; p:
1664 - 1679.
Holick MF, Krane SM. Introduction to bone and mineral metabolism. In: Braunld E, Fauci AS, Kasper DL, Hause SL, Longo DL,
JL, editors. Harrison's Principles of Internal Medicine. l5'h ed. New York: McGraw-Hill, Medical Pub. Division.
Jarneson
METABOLIITME
I(AI.$I,'M
Potts JT Jr. Disease of parathyroid gland other hyper- and hypocalcemic disorder. In: Braunld E, Fauci AS, Kasper DL, Hause SL,
Longo DL, Jameson JL, editors. Harrison's Principles of Internal Medicine. 15th ed. New York: cGraw-Hill, Medical Pub. Division. 2001;p: 2205 - 2225.
Shoback D, Marcus R, Bikle D, Strewler G. Mineral Metabolism &
Metabolic Bone Disease. ln: Greenspan FS. Baxter JD, editors.
Basic & Clinical Endocrinology, 6h ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2001; p: 273 - 333.
2077
323
MENOPAUSE, ANDROPAUSE DAN
SOMATOPAUSE PERUBAHAN HORMONAL
PADA PROSES MENUA
Pradana Soewondo
PENDAHULUAN
Proses menua adalah suatu proses multifaktorial, yang
.
.
daripada lakiJaki.
andropause)
.
.
penurunan melatonin
(IGF-l)
(somatopause)
MENOPAUSE
pada
2078
2079
dan
berkontribusi terhadap peningkatan pelepasan FSH.
Pemeriksaan dan evaluasi pada wanita peri- dan pasca-
based).
Pemeriksaan yang komprehensifpada wanita peri- atau
pasca-menopause meliputi risiko terhadap timbulnya
penyakit-penyakit umum antara lain pemeriksaan riwayat
faktor personal, faktor sosial, gaya hidup dan perilaku
kesehatan, faktor lingkungan, pola menstruasi, kesehatan
mental dan fungsi kognitif. Selain itu perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap faktor-faktor risiko yang spesifik
bagi penyakit-penyakit yang sering terjadi pada wanita
menopause yaitu penyakit kardiovaskular, osteoporosiS
dan kanker.
Selain pemeriksaan riwayat reproduksi dan pemeriksaan
anti-kejang).
Terapi estrogen juga dapat memperbaiki mood dan
2080
MEIABOLIKENDOIGIN
ANDROPAUSE
Keberadaan andropause pada laki-laki juga masih
diperdebatkan. Berbeda dengan perempuan, pada laki-laki
tidak ada perubahan drastis seperti perubahan pola haid
pada perempuan usia setengah baya. Pada laki-laki usia
lanjut, akan terjadi penurunan fungsi testis secara perlahan,
sehingga terjadi penurunan kadar total testosteron dan
perubahan irama sekresi sirkadian testosteron.
Fenomena klinis
Perubahan hormon androgen yang terjadi pada lakilaki usia lanjut tersebut di atas sangat bervariasi dari satu
individu ke invidu yang lain dan biasanya tidak sampai
menyebabkan hipogonadisme yang berat. Pada beberapa
laki-laki sehat usia lanjut, memang terbukti adanya
kegagalan testis primer yang diperlihatkan dengan
Hipertrigliseridemia berat
Endometriosis
Riwayat penyakit
tromboemboli
Penyakit kantung empede
MENOPAUSE
2081
di atas, mempunyai
ini, lebih
dengan hipogonadime
awal.
disebabkan oleh
.
.
.
.
.
.
.
hidup
SOMATOPAUSE
Somatopause adalah proses menua normal yang ditandai
oleh penurunan secara bertahap sekresi GH oleh kelenjar
hipofisis anterior, dan disertai dengan penurunan masa
ttiarrydanlean body mass, serta pengingkatan masa lemak.
Pada usia lanjut, aksis GH mengalami perubahan yang
nyata. Sekresi pulsatif GH setelah usia 40 tahun menurun
secara progresif, sedemikian rupa sehingga setelah usia
70-80 tahun tinggal separuhnya yang masih mensrekresi
GH pada malam hari. Demikian pula IGF- I akan memrun,
tetapi sekresi IGF- I ini masih berespon terhadap pemberian
GH eksogen. Perubahan komposisi tubuh seperti obesitas
sentral, menurunnya massa otot dan tulang yang terjadi
pada defisiensi GH dewasa, mirip seperti yang terjadi pada
pasien defisiensi GH usia muda. Hal ini yang melahirkan
hipotesis bahwa perubahan komposisi tubuh yang terjadi
pada usia lanjut adalah akibat defisiensi GH dan dapat
diperbaiki dengan pemberian GH.
Pemberian substitusi GH selama l2-18 bulan dilaporkan
dapat meningkatkan massa otot dan tulang pada laki-laki
dan perempuan usia lanjut. Pemberian GH jangka pendek
2082
METABOLIKENI'OKtr{
Ichramsjah Rachman,
KESIMPULAN
Nasional
p.
15-37.
REFERENSI
1173-'l
American Association of Clinical Endocrinologists. AACE medical
guidelines for clinical practice for growth hormone use in adults
and children - 2003 update. Growth Hormone Guidelines, Endocr
Pract. 2003;9(No.
Ali
l)
75.
Anderson FH, Francis RM, Peaston RT, Wastell HJ. Androgen supple-
dari : http://www.
Tremblay RR dan Morales A. Practice Recommendations : Canadian practice recommnedations for screening, monitoring and
treating men affected by andropause or partial androgen deficiency. The Aging Male 1998; l:213-218.
United Nation Development Program. Human Development Report 2005: Human development index Indonesia. Disitasi dari :
http://hdr.undp.org/statistics/datal cty / cty _f _lDN.html. Disitasi
tanggal 27 Februari 2006.
Veldhuis Johannes. Endocrinology of aging. Conference Report.
Disitasi dari : http://www.medscape.com/ viewarticle/40792 1_1.
Diakses tanggal 6 Februari 2006
Venneulen A. Declining androgen with age: an overview. Dalam:
Oddens B dan Vermeulen A editor. Androgen and the aging male.
New York: The Parthenon Publishing Group; 1996, p.3-14.
324
PRE DIABETES
Dante Saksono Harbuwono
PENDAHULUAN
Diabetes menjadi masalah serius di seluruh belahan bumi.
Jumlah penyandang diabetes meningkat dari tahun ke
Kriieria
Glukosadarah(mg/dl)
10G125
14G199
menunjukkan peningkatan
pertarna.
5,7
%o
suburban Jakarta.
Penyandang diabetes mempunyai risiko penyakit
jantung dan pembuluh darah, dua sampai empat kali
lebih tinggi dibandingkan tanpa diabetes. Penyandang
diabetes juga mempunyai risiko hipertensi dan
dislipidemia yang lebih tinggi dibandingkan orang normal. Dengan adanya peningkatan risiko yang lebih
tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas tersebut, maka
perlu berbagai upaya yang lebih agresifpada kelompok
risiko diabetes dan penyakit jantung dan pembuluh
darah.
Sesungguhnya, kelainan pembuluh darah yang terjadi
208
2084
METABOLIKENDOTRIN
1. Usia
IMT:
IMT
2. Obesitas
25 kg/m'
DAN 1 faktor
risiko berikut
BB NormalE\N
tidak ada faKor risiko
(berlanjul ke lahap 4)
ATAU
.
.
.
.
.
.
.
.
.
3. Faktor Risiko
.
.
.
.
4. Tes Skrining
.
.
.
5. Frekuensi
Hasil
abnoml
1.
2
6. Hasilftindakan
3.
.
.
'
Milcoalbuminuria:Albuminurin)2Omglmenitataurasio
albumin:kreatinin > 30
disampaikan oleh:
NECP ATP
ilt (THE US
NATTONAL EDUCATTON
ORGANTZATTOM
.
.
mg/dl (wanita)
Obesitas sentral: rasio lingkar perut/lingkar pinggang
> 0.9 (aki-laki); > 0.85 (wanita) dan/atau indeks massa
tubuh > 30 kg/m2
.
.
.
.
cm(wanita)
Dislipidemia: Trigliseride2 l50mg/dl
Dislipidemia: HDL < 40 mg/dl (pria); < 50 mgldl- (wanita)
Tekanandarah> 130/85 mmHg
Guladarahpuasa> ll0mg/dl
2085
PREDIABETES
lain:
l.
tion
m.
for
kelompok risiko diabetes dan PJK pada kelompok pre diabetes tersebut. CRA menempatkan faktor resiko klasik
DM dan PJK sebagai komponen terpisah (profil lipid,
fibrino-
gen).
PENATAIAKSANAAN
2086
MEIABOLTKENDOKRIN
karena
.
.
.
.
Memperbaikiprofillipid.
Menurunkanproteinuria.
Menurunkanhiperurisemia.
Mengatasi gangguan fungsi hemostasis dan agregrasi
trombosit.
4. Melindungi berbagai
5.
REFERENSI
l.
2.
4.
5.
6.
Engelgau MM, Geiss LS, Saaddine JB, Boyle JP, Benjamin SM,
AH Ford ES et al. The evolving diabetes burden in United State.
Ann Intern Med. 2004;140:945-950
Haffner SM, Lehto S, Ronnemma T, Pyorala K, Laakso M.
Mortality from coronary heart disease in subjects with type 2
diabetes and in nondiabetic subjects with and without prior myocardial infarction. N Eng J Med. 1998;339:229-234
PREDIABETES
15. Eberly LE, Pineas R, Cohen JD, Vazques G Zhi X, Neaton JD,
Kuller LH. Metabolic syndrome :risk factor distribution and
l8-year mortality in the multiple risk factor intervention trial.
Diabetes Carc 2O06;29 : I23 - 130
16.
2087