Anda di halaman 1dari 33

PAPER

OSTEOARTHRITIS GENU

Disusun oleh :
Nama : DEWI MEILINDATARI NASUTION
Nim : 100100253
Pembimbing :
dr. Pranajaya Dharma Kadar, Sp.OT (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ORTHOPAEDI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, makalah ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penyusun ucapkan kepada dr. Pranajaya Dharma
Kadar, Sp.OT(K) sebagai pembimbing di Departemen Orthopaedi dan Traumatologi RSUP. Haji
Adam Malik Medan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan waktunya dalam
membimbing dan membantu selama pelaksanaan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
segala kritik dan saran yang membangun atas laporan kasus ini dengan senang hati penyusun
terima. Penyusun memohon maaf atas segala kekurangan yang diperbuat dan semoga penyusun
dapat membuat makalah lain yang lebih baik di kemudian hari.
Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 20 Februari 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .....................................................................................

ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii


DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

iv

DAFTAR TABEL ...........................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................

2.1. Definisi Osteoarthitis ..................................................................


2.2. Epidemiologi ..............................................................................

3
3

2.3. Etiopatologi ................................................................................

2.4. Etiopatologi Nyeri pada Osteoarthitis ........................................

2.5. Klasifikasi ................................................................................... 10


2.6. Manifestasi Klinis ....................................................................... 11
2.7. Diagnosis ..................................................................................... 13
2.8. Pemeriksaan Penunjang ............................................................... 14
2.9. Manajemen OA ............................................................................ 16
2.10. Penatalaksanaan .......................................................................... 18
BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 25

DAFTAR GAMBAR
3

Nomor
2.1
2.2

Judul Gambar
Gambaran Osteoarthritis
Radiologi Osteoarthritis

Halaman
7
14

DAFTAR TABEL
Nomor
2.1
2.2

Judul Tabel
Klasifikasi Nyeri
Osteoarthritis Radiologi Primer & Sekunder

Halaman
10
11
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Osteoarthrosis (OA) atau yang lebih banyak dikenal dengan Osteoarthritis juga dikenal
sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi degeneratif, adalah sekelompok kelainan
mekanik degradasi yang melibatkan sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang
subchondral. Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro
yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis
tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan. OA merupakan bentuk yang
paling umum dari artritis, dan menjadi penyebab utama kecacatan kronis di Amerika Serikat.
Hal ini mempengaruhi sekitar 8 juta orang di Britania Raya. Osteoarthritis juga mempengaruhi
hampir 27 juta orang di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa 80% penduduk telah terbukti OA
(radiografi) pada usia 65 tahun, walaupun hanya 60% dari mereka yang memiliki gejala. Di
Amerika Serikat, pasien yang dirawat di rumah sakit untuk osteoarthritis meningkat dari
322.000 pada tahun 1993 menjadi 735.000 pada 2006.19
Osteoartritis merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi dan
menimbulkan gejala pada orang - orang usia lanjut maupun setengah baya. Terjadi pada orang
dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan penyebab tersering disabilitas
jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga orang dengan
usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai sensasi kekakuan
sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas, sampai kelumpuhan
anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan
ketidakstabilan sendi. Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul
paling sering pada sendi tangan, kaki, panggul, dan spine, meskipun dapat terjadi pada sendi
synovial mana pun. Prevalensi kerusakan sendi synovial ini meningkat dengan bertambahnya
usia.19
Klinis osteoartritis disertai adanya nyeri sendi yang kronik. Banyak pasien dengan
osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan, krepitasi dengan gerakan, dan efusi sendi.
Pada kondisi yang berat dapat terjadi deformitas tulang dan subluksasi. Sebagian besar pasien
dengan osteoartritis datang dengan keluhan nyeri sendi. Pasien sering menggambarkan nyeri
yang dalam, ketidaknyamanan yang sukar dilokalisasikan, yang telah dirasakan selama
bertahun-tahun. Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas biasanya terasa segera setelah
penggunaan sendi dan nyeri dapat menetap selama berjam-jam setelah aktivitas.19

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dalam hal ini penulis merasa perlu untuk
mengangkat judul osteoarthrosis dikarenakan dewasa ini OA telah menjadi permasalahan yang
seringkali muncul ke permukaan dan cukup mengganggu bagi pasien-pasien yang terkena OA.
Symptoms may include joint pain, tenderness, stiffness, , and sometimes an .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7

2.1 Definisi

Osteoarthrosis atau osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang


berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutu, dan pergelangan kaki paling
sering terkena OA.15
Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi-sendi
penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa memburuknya tulang rawan
sendi, yang merupakan hasil akhir dari perubahan biokimiawi, metabolisme fisiologis maupaun
patologis yang terjadi pada perendian.4

2.2 Epidemiologi
OA merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak mengenai terutama pada
orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun menggambarkan OA pada
gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45 tahun
prevalensi terjadinya Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan pada umur 55
tahun lebih banyak terjadi pada wanita. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan terjadinya Osteoarthritis pada obesitas, pada sendi penahan beban tubuh.1
Progresifitas dari OA biasanya berjalan perlahan-lahan, terjadi dalam beberapa tahun
atau bahkan dekade. Nyeri yang timbul biasanya menjadi sumber morbiditas awal dan utama
pada pasien dengan OA. Pasien dapat secara progresif menjadi semakin tidak aktif beraktivitas,
membawa kepada morbiditas karena berkurangnya aktivitas fisik (termasuk penurunan berat
yang bermakna). Prevalensi OA berbeda-beda pada berbagai ras. OA lutut lebih banyak terjadi
pada wanita Afrika Amerika dibandingan dengan ras yang lainnya. Terdapat kecenderungan
bahwa kemungkinan terkena OA akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Penyakit ini
biasanya sebanding jumlah kejadiannya pada pria dan wanita pada usia 45-55 tahun. Setelah
usia 55 tahun, cenderung lebih banyak terjadi pada wanita. Sendi distal interfalangeal dan dan
proksimal interfalangeal seringkali terserang sehingga tampak gambaran Heberden dan
Bouchard nodes, yang banyak ditemui pada wanita.9
Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia
40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun.5 Untuk osteoartritis lutut prevalensinya cukup tinggi
8

yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri waktu
melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat nyeri yang
berat dan terus menerus bisa mengganggu mobilitas. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang la njut
usia di Indonesia menderita cacat karena OA.15
Di RS. Dr. Kariadi Semarang, ada dua penelitian tentang osteoartritis yang telah
dilakukan oleh Donny Susilo pada tahun 2002 dan Kun Salimah pada tahun 2005. Donny Susilo
dalam penelitiannya tentang kesesuaian antara hasil foto Rontgen dan diagnosa klinik pada
penderita osteoartritis di RSUP Dr. Kariadi 1995-2002 mengemukakan bahwa insiden
osteoartritis semakin besar dengan bertambahnya usia dan mencapai puncaknya pada usia 60-69
tahun. Osteoartritis juga lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria.13 Sedangkan Kun
Salimah dalam penelitiannya tentang hubungan antara faktor resiko berupa Body Mass Index
dengan kejadian osteoartritis lutut pada pasien rawat jalan poli reumatik RS. Dr. Kariadi
Semarang bulan Maret-Juni 2005 mengemukakan bahwa seseorang dengan Body Mass Index
>22 (overweight) mempunyai resiko terkena osteoartritis lutut 2,083 kali lebih besar dari pada
seseorang dengan Body Mass Index <22.13

2.3 Etiopatologis
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA
sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui
dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada
sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama.
Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder.21
Tidak ada bakteri atau virus yang menyebabkan osteoarthritis, beberapa faktor
predisposisi terjadinya osteoarthritis dipengaruhi antara lain:
1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya
umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan
sering pada umur di atas 60 tahun Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara
umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi.
2. Jenis kelamin
9

Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya osteoartritis
pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun Osteoarthritis lebih sering
terjadi pada pria dari wanita. Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi,
dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher.
3. Suku bangsa
Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat perbedaan prevalensi
pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan
cara hidup maupun perbedaaan pada frekuensi pada kelainan kongenital dan
pertumbuhan.
4. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen
prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti
kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada
osteoartritis.
5. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi
penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban,
tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang
berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner,diabetes
melitus dan hipertensi.
6. Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olah raga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-menerus, berkaitan
dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Demikian juga cedera sendi dan oleh
raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan resiko osteoartritis yang lebih
tinggi.
7. Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan pahav(misalnya penyakit Perthex dan dislokasi
kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda.
8. Faktor-faktor lain
Tingginya kepadatan tulang dikaitkan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA. Hal ini
mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi
benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi
menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada
orang gemuk dan pelari (karena tulangnya lebih padat) dan kaitannya negatif antara
osteoporosis dengan OA.
Konsep lama menyebutkan adanya proses pakai dan aus (wear and tear), sehingga
terlihat pengikisan atau penipisan rawan sendi. Ternyata hal tersebut tidak dapat
10

diterapkan sepenuhnya, karena beberapa hal yang menjadi hambatan diantaranya adalah
terdapatnya proses OA pada persendian yang tidak banyak mengalami proses
pembebanan biomekanik, tidak dapat menjelaskan proses kronisitas OA. Banyak
penelitian yang mencoba mengungkapkan ketidak cocokkan teori lama tersebut, yaitu
dijumpainya perbedaan antara rawan sendi pada penyakit.18
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang tidak
dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa OA
ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan
kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. OA
dan proses penuaan (aging process), serta OA dapat diinduksi pada percobaan hewan
yang distimulasi menggunakan zat kimia atau trauma buatan. Proses utama OA tersebut
sebenarnya terdapat pada khondrosit yang merupakan satu-satunya sel hidup yang ada di
dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi khondrosit itulah yang akan memicu proses
patogenik OA. Khondrosit akan mensintesis berbagai komponen yang diperlukan dalam
pembentukan rawan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan sebagainya. Disamping itu
ia akan memelihara keberadaan komponen dalam matriks rawan sendi melalui
mekanisme turn over yang begitu dinamis.15
Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu
peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai
kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara
degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi.18 Dengan kata lain
terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi rawan sendi. Gangguan
keseimbangan ini yang pada umumnya berupa peningkatan proses degradasi, akan
menandai penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi
sebagai bantalan redam kejut. Sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama pada awal
proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang terbentuk tidak baik.
Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya sintesis yang buruk tidak mampu lagi
mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini terlihat dari menurunya produksi
proteoglikan yang ditandai dengan menurunnya fungsi khondrosit. Khondrosit yang
merupakan aktor tunggal pada proses ini akan dipengaruhi oleh faktor anabolik dan
katabolik dalam mempertahankan keseimbangan sintesis dan degradasi. Faktor katabolik
utama diperankan oleh sitokin Interleukin-1 (IL-1) dan tumour necrosis factor a (TNFa)
yang dikeluarkan oleh sel lain di dalam sendi. Sedangkan faktor anabolik diperankan
11

oleh transforming growth factor b(TGFb) dan insulin like growth factor-1 (IGF-1).
Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami
fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan
aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral
yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini
mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin
yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui
mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa
sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan
prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum
serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi
juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang
berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena
intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral.18 Sinovium
mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses keradangan kronik
sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura
yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal.
Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa penebalan tulang,
sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan
osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang
ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.

12

Gambar 2.1 Osteoartritis

Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh jejas
mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin aktivator
plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF dan , dan
interferon (IFN) dan . Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa,
menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit.18
Faktor pertumbuhan dan sitokin mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan
perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi,
sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah
dibandingkan individu normal pada umur yang sama. Percobaan pada kelinci membuktikan
bahwa puncak aktivitas sintesis terjadi setelah 10 hari perangsangan dan kembali normal setelah
3-4 minggu.15

2.4 Etiopatologi Nyeri pada Osteoartritis


Nyeri biasanya dicirikan sebagai nociceptive, neuropatik, idiopatik atau psikogenik.
reseptor di erent dan pemancar rasa sakit yang terlibat, dan tanggapan terhadap agen analgesik
di eh dalam kategori seperti halnya pola distribusi nyeri. Nyeri juga dicirikan tentang kualitas
(menusuk, sakit, menembak atau paresthetic), apakah itu bersifat permanen atau tidak tetap, atau
apakah hal itu berkaitan dengan saat latihan, hari, saring dan stres fisik atau mental.
Nyeri pada (OA) yang paling sering di pinggul dan lutut, yaitu sendi besar di bawah beban
mekanis. Perubahan degeneratif seiring dengan rasa sakit juga sangat umum di tulang belakang,
namun sering kali ada kontroversi mengenai apakah rasa sakit yang dihasilkan dari OA pada
sendi intervertebralis, degenerasi disk atau dalam struktur lain seperti otot dan ligament.16
Selanjutnya osteophytes, sinovitis dan penebalan kapsul dalam OA sendi intervertebralis
serta herniasi dari disko merosot dengan iritasi mekanik dan kimia struktur saraf dapat
menyebabkan nyeri neurogenik asal perifer yang kadang-kadang sulit untuk er dari rasa sakit di
nociceptive degenerative.16

13

Nyeri pada OA dapat mulai baik dari tulang subchondral, seperti ketika OA berkembang
sebagai penyebab dari nekrosis avaskular di kepala femoral dari lesi primer tulang rawan (Sapu
et al 2001) atau dari sendi bengkak dan reaksi inflamasi disertai distensi dari kapsul.16
Di lutut ada tiga kompartemen dari pandangan fungsional (McAlinder et al 1992): medial
dan sendi femurotibial lateral dan sendi femuropatellar. Pada pasien dengan OA lutut maju
biasanya semua tiga kompartemen terlibat. Namun, pada pasien dengan OA lutut er gejala
sedang di menurut yang kompartemen terutama bergerak. Femuropatellar fibrilasi bersama atau
degenerasi tulang rawan patella adalah umum bahkan pada orang muda, terutama pada atlet, dan
nyeri diprovokasi ketika lutut di bawah beban di fleksi, seperti pada naik tangga, jongkok atau
dalam olahraga. Dalam kebanyakan kasus nyeri dari sendi ini sedang; pada pasien dengan nyeri
yang sangat parah dan dengan malalignment di femuropatellar bersama ini dapat diatasi
pembedahan baik oleh rilis lateral kapsul atau pengalihan tuberkulum tibialis.16 Arthroscopic
lavage atau memperlancar tulang rawan telah digunakan secara luas dalam kasus-kasus seperti
dalam kasus dengan OA ringan atau sedang dalam kompartemen lain. Namun, dalam
penyelidikan double blind baru-baru ini (Bradley et al 2002) pengobatan ini ternyata tidak lebih
baik dari sebuah operasi dengan sayatan kulit palsu saja. Hasil dari operasi dengan prostesis
patella pada pasien dengan OA terisolasi di kompartemen femuropatellar juga telah
dipertanyakan, dan belum mendapatkan digunakan secara luas. Sebaliknya prostesis patella
sering digunakan dalam penggantian lutut total dengan penggantian ketiga kompartemen.16
Persepsi Sakit (nosisepsi) adalah sebuah fenomena yang kompleks. Nyeri dapat secara luas
diklasifikasikan atas dasar patofisiologi ke nociceptive nyeri, inflamasi, neuropati, dan
fungsional. Nyeri nosiseptik umumnya adaptif (pelindung) karena mencegah cedera lebih lanjut
dan atau meningkatkan penyembuhan. Nyeri inflamasi yang maladaptif, yaitu, patologis, tanpa
fungsi pelindung, dan merupakan hasil kerusakan jaringan (misalnya, trauma, operasi, OA, dan
rheumatoid arthritis). Nyeri neuropatik hasil dari cedera langsung atau disfungsi dari sistem
saraf, misalnya, neuralgia post infeksi virus herpes, neuropati diabetes, dan sindrom nyeri
kompleks daerah. Nyeri fungsional berhubungan dengan pengolahan saraf abnormal tanpa
adanya defisit neurologis atau kelainan perifer, misalnya, fibromyalgia dan sindrom iritasi usus
besar.
Nosciseptive pain
Rangsang nyeri berasal dari luar
Berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh

14

Inflamatory pain
Disebabkan oleh kerusakan jaringan
Muncul dari sebuah stimulus yang berada di luar system saraf
Sensasi nyeri yang muncul secara spontan dan sesitif terhadap rangsang
berbahaya
Tidak memiliki fungsi pelindung
Neuropathic pain
Disebabkan olleh lesi primer pada system saraf
Tidak didapatkan lesi nosiseptis
Merupakan tanda terjadi kerusakan saraf
Functional pain
Reaksi berlebihan terhadap rangsang nyeri
Tidak diapatkan tanda atau riwayat dari kerusakan saraf dan stimulasi nyeri
nosiseptif
Tabel 2.1 Klasifikasi nyeri (Woolf CJ. Ann Intern Med. 2004)

2.5 Klasifikasi

Seperti telah dijelaskan di atas OA dapat terjadi secara orier (idiopatik) maupun
sekunder, seperti yang tercantum di bawah ini:

IDIOPATIK
Setempat
Tangan:
- nodus Heberden dan Bouchard (nodal)
- artritis erosif interfalang
- karpal-metakarpal I
Kaki:
- haluks valgus
- haluks rigidus
- jari kontraktur (hammer/cock-up toes)
- talonavikulare
Coxa
- eksentrik (superior)
- konsentrik (aksial, medial)

SEKUNDER
Trauma
akut
kronik (okupasional, port)
Kongenital atau
developmental:
Gangguan setempat:
Penyakit Leg-CalvePerthes
Dislokasi koksa kongenital
Slipped epiphysis
Faktor mekanik
Panjang tungkai tidak sama
Deformitas valgus / varus
15

- difus (koksa senilis)

Sindroma hipermobilitas

Vertebra
- sendi apofiseal
- sendi intervertebral
- spondilosis (osteofit)
- ligamentum (hiperostosis, penyakit

Metabolik
Okronosis (alkaptonuria)
Hemokromatosis
Penyakit Wilson
Penyakit Gaucher

Forestier, diffuse idiopathic skeletal


hyperostosis=DISH)
Tempat lainnya:
- glenohumeral
- akromioklavikular
- tibiotalar
- sakroiliaka
- temporomandibular
Menyeluruh:
Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut
diatas (Kellgren-Moore)

Endokrin
Akromegali
Hiperparatiroidisme
Diabetes melitus
Obesitas
Hipotiroidisme
Penyakit Deposit
Kalsium
deposit kalsium pirofosfat
dihidrat
artropati hidroksiapatit
Penyakit Tulang dan
Sendi lainnya

Setempat:
Fraktur
Nekrosis avaskular
Tabel 2.2 Osteoartritis idiopatik dan sekunder, (Setyohadi, 2000)

2.6 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis dari OA biasanya terjadi secara perlahan-lahan. Awalnya persendian
akan terasa nyeri di persendian, kemudian nyeri tersebut akan menjadi persisten atau menetap,
kemudian diikuti dengan kekakuan sendi terutama saat pagi hari atau pada posisi tertentu pada
waktu yang lama.16
Tanda kardinal dari OA adalah kekakuan dari persendian setelah bangun dari tidur atau
duduk dalam waktu yang lama, swelling (bengkak) pada satu atau lebih persendian, terdengar
bunyi atau gesekan (krepitasi) ketika persendian digerakkan.16 Pada kasus-kasus yang lanjut
terdapat pengurangan massa otot. Terdapatnya luka mencerminkan kelainan sebelumnya.
Perlunakan sering ditemukan, dan dalam cairan sendi superfisial, penebalan sinovial atau
osteofit dapat teraba.7

16

Pergerakan selalu terbatas, tetapi sering dirasakan tidak sakit pada jarak tertentu; hal ini
mungkin disertai dengan krepitasi.Beberapa gerakan lebih terbatas dari yang lainnya oleh karena
itu, pada ekstensi panggul, abduksi dan rotasi interna biasanya merupakan gerakan yang paling
terbatas. Pada stadium lanjut ketidakstabilan sendi dapat muncul dikarenakan tiga alasan:
berkurangnya kartilago dan tulang, kontraktur kapsuler asimetris, dan kelemahan otot.7
Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan hanya pada satu
jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan reumatologi ringkas berdasarkan
prinsip GALS (Gait, arms, legs, spine) dengan memperhatikan gejala-gejala dan tanda-tanda
sebagai berikut11 :
a. Nyeri sendi
Nyeri sendi merupakan hal yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi pada OA
merupakan nyeri dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah jika ada pergerakan dari
sendi yang terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri juga dapat menjalar
(radikulopati) misalnya pada osteoarthritis servikal dan lumbal. Claudicatio intermitten
merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada osteoartritis lumbal yang telah mengalami
stenosis spinal. Predileksi OA pada sendi-sendi; Carpometacarpal I (CMC I),
Metatarsophalangeal I (MTP I), sendi apofiseal tulang belakang, lutu, dan paha).
b. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)
Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi misalnya karena duduk di
kursi atau mengendarai mobil dalam waktu yang sukup lama, bahkan sering disebutkan
kaku muncul pada pagi hari setelah bangun tidur (morning stiffness).
c. Hambatan pergerakan sendi
Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat secara
perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi
d. Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.
e. Perubahan bentuk sendi
Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa perubahan
bentuk dan penyempitan pada celah sendi. Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur
sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berjalan dan
perubahan pada tulang dan permukaan sendi. Seringkali pada lutut atau tangan
mengalami perubahan bentuk membesar secara perlahan-lahan.
f. Perubahan gaya berjalan
Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan, hampir semua
pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan panggul mengalami perubahan
gaya berjalan (pincang). Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri.

17

2.7 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan
laboratoris8 :
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

18

Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan disertai
3 atau 4 kriteria berikut:
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masing-masing
tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.
2.8 Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran radiologis.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA, ialah:

Penyempitan

celah

sendi

yang

seringkali asimetris (lebih berat pada


daerah yang menanggung beban)

Peningkatan densitas (sclerosis) tulang


subkondral

Kista tulang

Osteofit pada pinggir sendi

Perubahan struktur anatomi sendi

Berdasarkan

perubahan-perubahan

radiologis diatas, secara radiografi OA


dapat digradasi menjadi ringan sampai berat; yaitu menurut Kellgren dan Lawrence. Harus
diingat bahwa pada awal penyakit, seringkali radiografi sendi masih normal.10

19

b) Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna. Pemeriksaan
laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab pokok pada OA sekunder. Darah
tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas normal kecuali OA generalisata yang
harus dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rhematoid
dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan
penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan
(<8000/m) dan peningkatan protein.15
c) Pemeriksaan Marker
Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses degradasi matriks molekul yang akan
dilepaskan kedalam cairan tubuh, seperti dalam cairan sendi, darah, dan urin. Beberapa marker
molekuler dari rawan sendi dapat digunakan dalam diagnosis, prognostik dan monitor penyakit
sendi seperti RA dan OA dan dapat digunakan pula mengidentifikasi mekanisme penyakit pada
tingkat molekuler.
Marker yang dapat digunakan sebagai uji diagnostik pada OA antara lain: Keratan sulfat,
Konsentrasi fragmen agrekan, fragmen COMP (cartilage alogometric matrix protein),
metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam cairan sendi. Keratan sulfat dalam serum dapat
digunakan untuk uji diagnostik pada OA generalisata. Marker sering pula digunakan untuk
menentukan beratnya penyakit, yaitu dalam menentukan derajat penyakit.
Selain sebagai uji diagnostik marker dapat digunakan pula sebagai marker prognostik
untuk membuat prediksi kemungkinan memburuknya penyakit. Pada OA maka hialuronan
serum dapat digunakan untuk membuat prediksi pada pasien OA lutut akan terjadinya
progresivitas OA dalam 5 tahun. Peningkatan COMP serum dapat membuat prediksi terhadap
20

progresivitas penggunaan untuk petanda lainnya maka marker untuk prognostik ini masih diteliti
lagi secara prospektif dan longitudinal dengan jumlah pasien yang lebih besar.
Marker dapat digunakan pula untuk membuat prediksi terhadap respons pengobatan.
Pada OA maka analisa dari fragmen matriks rawan sendi yang dilepaskan dan yang masih
tertinggal dalam rawan sendi mungkin dapat memberikan informasi penting dari perangai proses
metabolik atau peranan dari protease. Sebagai contoh maka fragmen agrekan yang dilepaskan
dalam cairan tubuh dan yang masih tertinggal dalam matriks, sangatlah konsisten dengan
aktivitas 2 enzim proteolitik yang berbeda fungsinya terhadap matriks rawan sendi pada OA.
Enzim tersebut ialah strolielisin dan agrekanase. Penelitian penggunaan marker ini sedang
dikembangkan.

2.9 Manajemen OA
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak sendi yang
mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh karena itu
diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan, agar
pengelolaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan
multidisiplin atau holistic (Kasmir, 2009).

21

Bagan 1. Penatalaksanaan pasien OA

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengelolaan pasien dengan osteoarthritis yaitu 14:
22

- lamanya OA

- lokasi dan jumlah sendi yang terkena

- sejak kapan mulainya gejala, eksaserbasi dan remisi

- pengobatan sebelumnya beserta efeknya

- efek samping obat sebelumnya

- pengobatan yang dilakukan selain oleh dokter

- injeksi steroid

- injeksi hialuronan intra artikular

- tindakan bedah termasuk artroskopi

10 - penggunaan alat bantu seperti tongkat, deker, korset dll.


11 - Adakah riwayat tukak peptik, perdarahan GIT
12 - Penyakit kronik penyerta : PJK, payah jantung, hipertensi, penyakit ginjal,
13

hati, status hormonal, penyakit kulit kronik, dll.

14 - Terapi antikoagulan dan warfarin


15 - Pemakaian steroid saat ini
16
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan OA pada pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan
berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal:

Terapi non-farmakologis:

Edukasi : memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar penyakitnya


tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai
Menurunkan berat badan : Berat badan berlebih merupakan faktor resiko dan faktor yang
akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu dijaga agar
tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan penurunan
berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.
23

Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi


o

Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih
pasien untuk melindungu sendi yang sakit.

Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan menambah luas
pergerakan sendi.

Terapi Farmakologis:

A. Obat Sistemik
1. Analgesik oral
o Non narkotik: parasetamol
o Opioid (kodein, tramadol)
2. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Obat pilihan utama untuk paien OA adalah Acetaminophen 500mg maksimal 4gram
perhari. Pemberian obat ini harus hati-hati pada pasien usia lanjut karena dapat
menimbulkan reaksi pada liver dan ginjal.
3. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA,
sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs
(DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: etrasiklin,
asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase
dan sebagainya.

Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime MMP.


Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru dipakai oleh hewan
belum dipakai pada manusia.

Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam


degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan
cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam
hialuronat pada kultur tulang rawan sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987
pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit
24

pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik
bermakna.

Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok


vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel. Menurut
penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA
mungkin melalui 3 mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik
terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui
hambatan enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.

Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim


dan bermanfaat dalam terapi OA

Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam mempunyai
kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl radicals. Secara in
vitro, radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat, kolagen dan
proteoglikan sedang hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara
langsung. Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian superoxide
dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA.6

4. Tranuzemad (medikamentosa terbaru, masih dalam penelitian)


Didalam salah satu studi dan penelitian didapatkan bukti konsep pengobatan
tranezumad dikaitkan sengan penurunan nyeri sendi dan peningkatan fungsi dengan efek
samping ringan diantara pasien dengan OA lutut dari sedang sampai parah. Tranezumad
adalah suatu humanis IgG2 monoklonal antibodi yang bekerja menghambat nerve growth
factor yang memblik interaksi antara nerve factor dengan receptor. TrkA dan p75.12
1
B. Obat topikal
1. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya
bersifat counter irritant.
2. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran
yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah
gel piroxicam, dan sodium diclofenac.
C. Injeksi intraartikular/intra lesi
25

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama


dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam
penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal
maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan
simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi (DMAODs) dengan hyaluronan untuk
modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan
tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan tambahan dalam bidang
reumatologi.
1. Steroid Intra-artikuler (triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)
Pada penyakit arthritis rhematoid menunjukan hasil yang baik. Kejadian
inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh karena itu obat ini dipakai
dan obat ini mampu mengurangi rasa sakit walaupun hanya dalam waktu singkat.
Penelitian selanjutnya tidak menunjukan keuntungan yang nyata pada pasien OA,
sehingga hal ini masih kontroversial.
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan
inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir
NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian
NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari
penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan
penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk
sendi besar penyangga tubuh.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk
sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
2. Asam hialuronat
Disebut juga vicosupplement oleh karena salah satu manfaat obat ini adalah
memperbaiki viskositas cairan synovial. Obat ini diberikan intra-artikuler. Obat ini
memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui
agregasi dengan proteoglikan.
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra
artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan
berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai
2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak
dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses
26

steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan


misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. (ada 3 sediaan di Indonesia
diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.
3. Stem sells
Akhir-akhir ini banyak penelitian baru mengenai penggunaan stem sel untuk terapi
OA terutama OA pada lutut, salah satunya di Iran. Dilakukan penelitian selama periode satu
tahun, dengan menyuntikan stem sel intraartikular kepada pasien dengan OA lutut yang
berat. Didapatkan hasil ysng puas dan tidak ditemukan efek samping lokal atau sistemik.
Nyeri, status fungsional lutut, dan berjalan kaki cenderung ditingkatkan hingga enam bulan
pasca injeksi, setelah itu rasa sakit tampaknya sedikit meningkat dan kemampuan pasien
berjalan sedikit menurun. Perbandingan gambar resonansi magnetik (MRI) pada awal dan
enam bulan pasca-suntikan sel didapatkan peningkatan ketebalan tulang rawan, perluasan
jaringan perbaikan atas tulang subchondral dan penurunan yang cukup besar dalam ukuran
patch pembengkakan subchondral dalam tiga dari enam pasien.
Selanjutnya, terapi ini memiliki potensi regenerasi kartilago artikular yang hancur
dalam lutut osteoarthritic. Menurut hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa semua parameter
dievaluasi muncul semakin meningkatkan hingga enam bulan pasca injeksi. Nilai ini sedikit
berkurang sampai 12 bulan pasca injeksi. Untuk alasan ini, dapat disimpulkan bahwa
suntikan kedua akan membutuhkan enam bulan setelah injeksi pertama. 5

D. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih
dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint
1) Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut dari
weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian besar berat
tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair.3
2) Arthroplasty

27

Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru ditanam.
Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-density
polyethylene.18

Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :


a) Partial replacement/unicompartemental
b) High tibial osteotmy : orang muda
c) Patella &condyle resurfacing
d) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh ligament asli
dan sebagian oelh sendi buatan.
e) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability.15

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas,


instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi
meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi,
Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion. Komplikasinya antara lain, Deep vein
thrombosis, Infeksi, Loosening, Problem patella; rekuren subluksasi/dislokasi, loosening
prostetic component, fraktur, catching soft tissue. Sedangkan keuntungan dari Total Knee
Replacement adalah mengurangi nyeri, meningkatkan mobilitas dan gerakan, koreksi
deformitas, menambah kekuatan kaki, meningkatkan kualitas hidup.16

28

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Osteoarthrosis (OA) atau yang lebih banyak dikenal dengan Osteoarthritis


juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi degeneratif, adalah
sekelompok kelainan mekanik degradasi yang melibatkan sendi, termasuk tulang
rawan artikular dan tulang subchondral.

Etiopatogenesis OA sampai saat ini belum dapat dijelaskan melalui satu


teori yang pasti. OA diduga merupakan interaksi antara faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Dengan diagnosis dan terapi yang tepat, termasuk edukasi pasien, dapat
meminimalkan gejala dan membantu pasien mempertahankan kualitas hidup.
Untuk mengerti tujuan ini, dokter harus mengerti patofisiologi degenerasi sendi
dan hubungan antara degenerasi sendi dan sindroma klinis OA kerusakan tulang
rawan sendi disebabkan oleh gangguan intergritas struktur kartilago sendi disertai
ketidakseimbangan aktivitas anabolik dan katabolik jaringan.

Sebagian besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan nyeri


sendi. Banyak pasien dengan osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan,
krepitasi dengan gerakan, dan efusi sendi. Kebanyakan pasien dengan OA mencari
perhatian medis karena nyeri. The safest initial approach is to use a simple oral
analgesic such as acetaminophen (perhaps in conjunction with topical therapy).
Pendekatan awal yang paling aman adalah dengan menggunakan analgesik
sederhana seperti acetaminofen (mungkin dalam hubungannya dengan terapi

topikal). If pain relief is inadequate, oral nonsteroidal anti-inflammatory drugs or


intra-articular injections of hyaluronic acidlike products should be considered.
Jika pereda nyeri tidak memadai, oral obat anti-inflamasi nonsteroid atau injeksi
intra-artikular produk acidlike hialuronat harus dipertimbangkan. Intra-articular
corticosteroid injections may provide short-term pain relief in disease flares.
Injeksi intraartikular kortikosteroid dapat menyediakan bantuan jangka pendek
nyeri pada penyakit. Selain itu metode baru injeksi intra-artikular dengan stemsel
sedang dikembangkan dan menghasilkan kepuasan terhadap penggunaannya.
Namun metode tersebut masih dalam penelitian.Alleviation of pain does not alter
the underlying disease. Penanggulangan nyeri tidak mengubah penyakit yang
mendasarinya. Attention must also be given to nonpharmacologic measures such
as patient education, weight loss and exercise. Relief of pain and restoration of
function can be achieved in some patients with early osteoarthritis, particularly if
an integrated approach is used. Patients with advanced disease may eventually
require surgery, which generally provides excellent results. Perhatian juga harus
diberikan kepada tindakan nonpharmacologic seperti pendidikan pasien,
penurunan berat badan dan melaksanakan fungsi. Pengurangan rasa sakit dan
pemulihan dapat dicapai pada beberapa pasien dengan osteoarthritis awal,
terutama jika pendekatan terpadu digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ariani, F. 2009.Osteoarthritis Sebabkan Lutut Keropos. Disajikan dalam Seminar


Kesehatan by Fajar Public Makassar 26 Juli 2012.
2. Birrell, Fraser. 2008. Osteoarthritis: The care and management of osteoarthritis in
adults.

National Institute for Health and Clinical Excellence. London.

www.nice.org.uk/CG059. Diakses tanggal 12 Februari 2015.


3. Chapman, Michael W et al. 2001. Chapmans Orthopaedic surgery 3rd edition.
Chapter 107; Osteotomies of The Knee for Osteoarthritis. Lippincott William &
Wilkins. USA.

4. Dharmawirya, Mitzy. 2000. Efek Akupunktur pada Osteoartritis Lutut.


http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16EfekAkupunkturpadaOsteoartritisLutut129.
pdf/16EfekAkupunkturpadaOsteoartritisLutut129.html,

diakses

tanggal

14

Februari 2015.

5. Emadedin M, Aghdami N et al. 2012. Intra-articular Injection of Autologous


Mesenchymal Stem Cells in Six Patients with Knee Osteoarthritis; Archives of
Iranian Medicine, Volume 15, Number 7. Diakses tanggal 26 Juli 2012.

6. Fife RS & Brandt KD. 1992. Other approaches to therapy. In : Moskowitz RW,
Howell DS, Goldberg VM, Mankin HJ. Eds. Osteoarthritis Diagnosis and
Medical/Surgical Management. 2nd ed. W. B. Saunders Coy, Philadelphia,
Pennsyvania, USA. pp 511-526
7. Hoaglund, FT. 2001. Primary Osteoarthritis of the Hip: Etiology and
Epidemiology. Journal of The American Academy of Orthopedic Surgeon 9:320327.
8. Klippel JH. Primer on the rheumatic diseases. 12ed. Atlanta: Arthritis foundation.
2001. pp: 637

9. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com.


Diakses tanggal 25 Juli 2012.
10. Milne AD, Evans NA, Stanish WD. Nonoperative Management of Knee
Osteoarthritis. In: Hartono IM. Studi komparasi antara WOMAC index dengan
Kellgren-Lawrence grading system pada penderita osteoartritis genu. Semarang:
Medical Faculty Diponegoro University; 2007. p. 12.

11. Moskowitz RW., Howell DS., Altman RD., et al (Eds). Osteoarthritis. 3rd ed. 2001.
W.B. Saunders company. Philadelphia. Pennsylvania

12. Nancy E, lane, MD, et all. 2010, Tanezumad for the treatment of pain from
osteoarthritis of the knee. The new england journal of medicine.
13. Salimah K. Hubungan faktor resiko body mass index dengan kejadian osteoartritis
lutut pada pasien rawat jalan poli reumatik RS. Dr. Kariadi (Studi kasus tanpa
kontrol di bagian penyakit dalam RS. Dr. Kariadi Semarang periode Maret-Juni
2005). Semarang: Medical Faculty Diponegoro University; 2005.
14. Setyohadi B, 2000. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis. www.
technorati favorites.com.
2006.Osteoarthritis

Diakses tanggal 28 Desember 2009Adam, W.


and

How

Is

It.

http://arthritis.about.com/od/oa/a/osteoarthritis.htm, diakses tanggal 25 Juli 2012.

15. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In: Sudoyo


AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Indonesia; 2009. p.2538-2549
16. Subagjo, Harry. 2000. Struktur rawan sendi dan perunbahannya. Sub bagian
Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No. 129. Jakarta.
17. Susilo D. Kesesuaian hasil foto rontgen dan diagnosis klinik pada penderita
osteoartritis di RSUP Dr. Kariadi 1995-2002. Semarang:

Medical Faculty

Diponegoro University; 2002.


18. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
19. Wiken. 2009. Osteoartritis. http://www.health&medicine.com/share. Diakses
tanggal 25 Juli 2012.

20. Woolf CJ. 2004. Pain: moving from symptom control toward mechanism-specific
pharmacologic management. Ann Intern Medicine ;140:441-451. Abstract.
Diakses tanggal 26 Juli 2012.

21. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi,


Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

22. Barrack L, Booth E, et all. 2006. OKU: Orthopaedic Knoelrdge Update 3. Hip
and Knee Reconstruction Chapter 16: Osteoarthritis and Arthritis inflamatoric.

23. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of Medicine.

Anda mungkin juga menyukai