PUSKESMAS BINONG
Girvan Gunawan
01071170126
PEMBIMBING
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
BAB I - ILUSTRASI KASUS
Data Pasien
Nama pasien :M
Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Sudah menikah
Alamat : Binong
Tgl pemeriksaan : Selasa, 26 Februari 2019
Anamnesis
Wawancara medis dilakukan secara autoanamnesa yang dilakukan pada hari Selasa, 26
Februari 2019 di Puskesmas Binong pada pukul 9.00 pagi
Keluhan Utama
Hidung tersumbat sejak 5 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien M, laki-laki berusia 65 tahun datang dengan keluhan hidung tersumbat sejak 5 bulan
yang lalu. Pasien mengaku keluhan tersebut disertai dengan keluarnya cairan lendir ingus berwarna
bening kekuningan. Terkadang cairan lendir tersebut dapat masuk kedalam rongga mulut dan
tertelan pasien terutama saat posisi berbaring yaitu malam hari, pasien dapat merasakan aliran
lendir tersebut hingga pasien mengeluh sulit untuk tidur. Menurut pasien, terpaparnya udara dingin
waktu malam hari dan minum minuman dingin menyebabkan sumbatan hidung bertambah berat
dan akan berpindah-pindah antara hidung kanan dan kiri, pasien terpaksa bernafas melalui mulut.
Selain hidung tersumbat, gejala juga disertai dengan batuk, napas yang bau, dan pasien juga
merasakan nyeri pada pipi kanannya jika menunduk atau hendak mengeluarkan ingusnya. Nyeri
yang dirasakan hilang timbul. Pasien mengaku keluhan ini mengganggu aktivitas, dan penciuman
pasien terasa menurun. Nyeri yang dirasakan pasien berskala sekitar 3 dari 10. Pasien menyangkal
mengalami demam, dan batuk. Pasien sudah mengonsumsi obat-obatan pilek dekongestan, namun
hanya memperingan gejala untuk sementara.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes, TB, asam urat tinggi, riwayat trauma maupun operasi,
riwayat stroke, ataupun riwayat hipertensi dan penyakit jantung. Pasien juga tidak memiliki
riawayat alergi pada substansi tertentu.
PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran dan Tanda Fisik
Keadaan Umum : Pasien tampak sakit ringan
Kesadaran : GCS 15
Berat Badan : 59 kg
Tinggi Badan : 164 cm BMI= 21.9 (Normal)
Tanda-tanda vital : Tekanan Darah = 120/80 mmHg
: Denyut Jantung = 88x/menit
: Laju Nafas = 14x/menit
: Suhu Tubuh = 36.7 derajat
Pemeriksaan Generales
Kulit Keseluruhan • Tidak ada sianosis/ kebiruan
• Tidak ada ikteris/ jaundice/ kekuningan
• Tidak ada edema
• Nasoendoskopi
• Tes alergi
• Radiologi : Paranasal sinus X-ray facial & Water’s view
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanactionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Sinusitis kronis merupakan proses inflamasi yang berada pada paranasal sinus dan
memiliki jangka waktu lebih dari 12 minggu atau 3 bulan. Pada beberapa literatur menyebutkan
bahwa sinusitis kronis selalu disertai dengan inflamasi pada rongga hidung dan menyebabkan
timbulnya gejala rhinitis, maka penamaan sinusitis kronis telah berkembang menjadi rhinosinusitis
kronis.
Klasifikasi Durasi
Akut 7 hari – 4 minggu
Subakut 4 – 12 minggu
Kronik >12 minggu
ETIOLOGI
Etiologi dari sinusitis kronis berfokus pada obstruksi pada osteomeatal complex, alergi,
polyps, maupun infeksi dental. Mikroorganisme juga menjadi etiologi yang sering terjadi pada
sinusitis.2
Bakteri Jamur
Staphylococcus aureus Aspergillus
H influenza Cryptococcus neoformans
Pseudomonas aeruginosa Sporothrix schenckii
Streptococcus pneumoniae Alternaria
PATOFISIOLOGI
Sinus normal biasanya dalam keadaan yang steril. Bakteri yang masuk ke sinus dapat
dieliminasi dengan cepat melalui sekresi mukus yang dikeluarkan oleh sel epitel kolumnar bersilia.
Mukus itu sendiri dihasilkan oleh sel goblet dan kelenjar submukosa. Oleh karena itu, jika ada
kelainan pada silia, maka proses eliminasi bakteri pun terhambat.3 Baik atau tidak baiknya keadaan
sinus dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya mucocilliary
clearance di dalam kompleks ostio-meatal (KOM). Mukus sangat bermanfaat dalam menjaga
kesehatan sinus karena mengandung substansi antimikrobial (immunoglobulin) dan zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama-sama
dengan udara pernafasan. Alergi sangat berperan penting pada kejadian rinosinusitis. Reaksi
antigenantibodi pada keadaan alergi menyebabkan pelepasan mediator inflamasi, termasuk
histamin. Mediator-mediator ini meningkatkan permeabilitas vaskular, edema mukosa, dan pada
akhirnya mengakibatkan obstruksi ostia. Walaupun agen infeksius dapat menjadi penyebab utama
inflamasi sinus, mereka juga ditemukan sebagai infeksi sekunder pada individu yang mengalami
rinitis alergi. Berbeda dengan rinosinusitis akut, patofisiologi rinosinusitis kronik masih belum
dapat diketahui secara jelas, namun faktor predisposisi lebih berperan penting, misalnya seperti
penyakit sistemik dan lingkungan. Pada pasien rinosinusitis kronis yang penyebabnya bakteri
patogen, organisme terbanyak adalah Staphylococcus sp. (55%) dan Staphylococcus aureus
(20%). Beberapa studi lain menyebutkan prevalensi yang tinggi ditemukan dengan infeksi
enterobakter, bakteri anaerob, bakteri gram-negatif, dan jamur.
GAMBARAN KLINIS
Keluhan utama rinosinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada
muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala
sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena
merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang – kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred
pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata
menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontalis.
Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata, dan daerah
mastoid. Pada sinusitis maksila, kadang – kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain
adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan
sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang – kadang hanya 1
atau 2 dari gejala – gejala seperti sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan
tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru
seperti bronkitis (sinobronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang
meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.
Menurut Task Force on Rhinosinusitis (TFR) yang disponsori oleh American Academy of
Otolaryngology / Head and Neck Surgery (AAO-HNS), rinosinusitis kronik berlangsung > 12
minggu dan diagnosa dikonfirmasi dengan kompleks faktor klinis mayor dan minor dengan atau
tanpa adanya hasil pada pemeriksaan fisik. Tabel dibawah menunjukkan faktor klinis mayor dan
minor yang berkaitan dengan diagnosis rinosinusitis kronik. Bila ada dua atau lebih faktor mayor
atau satu faktor mayor disertai dua atau lebih faktor minor maka kemungkinan besar rinosinusitis
kronik. Bila hanya satu faktor mayor atau hanya dua faktor minor maka rinosinusitis perlu menjadi
diferensial diagnosa.4
Fever (acute rhinosinusitis only) in acute sinusitis alone does Ear pain/pressure/
not constitute a strongly supportive history for acute in the fullness
absence of another major nasal symptom or sign
DIAGNOSIS
Berdasarkan gejala, pemeriksaan radiologis tidak dibutuhkan (foto polos sinus paranasal
tidak direkomendasikan). Gejala kurang dari 12 minggu, yakni berupa onset tiba-tiba dari dua atau
lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret
hidung anterior/ posterior) dengan atau tanpa nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah dengan atau tanpa
penurunan/ hilangnya penghidu dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi, alergi, seperti
bersin, ingus encer seperti air, hidung gatal dan mata gatal serta berair, dan adanya tanda – tanda
endoskopi dari polip nasal dan atau sekret mukopurulen utamanya dari meatus medius dan atau
obstruksi mukosa/edema utamnaya di meatus medius; dan atau perubahan CT scan yakni
perubahan mukosa dalam kompleks ostio – meatal dan atau sinus.
Diagnosis klinik rinosinusitis kronik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang meliputi transiluminasi, pemeriksaan radiologi, endoskopi nasal, CT-
scan dan lainnya.
Diagnosis rinosinusitis kronik tanpa polip nasi (pada dewasa) berdasarkan EP3OS 2012
ditegakkan berdasarkan penilaian subyektif, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Penilaian subyektif berdasarkan pada keluhan, berlangsung lebih dari 12 minggu:
Anamnesis yang cermat dan teliti sangat diperlukan terutama dalam menilai gejala-gejala
yang ada pada kriteria diatas, mengingat patofisiologi rinosinusitis kronik yang kompleks. Adanya
penyebab infeksi baik bakteri maupun virus, adanya latar belakang alergi atau kemungkinan
kelainan anatomis rongga hidung dapat dipertimbangkan dari riwayat penyakit yang lengkap.
Informasi lain yang perlu berkaitan dengan keluhan yang dialami penderita mencakup durasi
keluhan, lokasi, faktor yang memperingan atau memperberat serta riwayat pengobatan yang sudah
dilakukan. Menurut EP3OS 2012, keluhan subyektif yang dapat menjadi dasar rinosinusitis kronik
adalah:5
1. Obstruksi nasal
Keluhan buntu hidung pasien biasanya bervariasi dari obstruksi aliran udara mekanis
sampai dengan sensasi terasa penuh daerah hidung dan sekitarnya
2. Sekret / discharge nasal
Dapat berupa anterior atau posterior nasal drip
3. Abnormalitas penciuman
Fluktuasi penciuman berhubungan dengan rinosinusitis kronik yang mungkin disebabkan
karena obstruksi mukosa fisura olfaktorius dengan / tanpa alterasi degeneratif pada
mukosa olfaktorius
4. Nyeri / tekanan fasial
Lebih nyata dan terlokalisir pada pasien dengan rinosinusitis akut, pada rinosinusitis
kronik keluhan lebih difus dan fluktuatif.
Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior dengan cahaya lampu kepala yang adekuat dan kondisi rongga hidung
yang lapang (sudah diberi topikal dekongestan sebelumnya). Dengan rinoskopi anterior dapat
dilihat kelainan rongga hidung yang berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti edema konka,
hiperemi, sekret (nasal drip), krusta, deviasi septum, tumor atau polip. Rinoskopi posterior bila
diperlukan untuk melihat patologi di belakang rongga hidung.
Pemeriksaan Penunjang
PROGNOSIS
Jika sinusitis kronis tidak ditangani dengan tuntas, penyakit ini bisa menurunkan kualitas
hidup dan produktifitas penderita. Sinusitis kronis memiliki komplikasi yang serius seperti
meningitis, sinobronkitis, gangguan visus, dan abses otak. Pengobatan sesegera mungkin lewat
obat-obatan secara agresif dapat menghasilkan perkembangan yang memuaskan. Sekitar 80-90%
pasien yang menjalani endoscopic sinus surgery dilaporkan mengalami peringanan gejala secara
signifikan. 7
BAB III
ANALISA KASUS
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, Bapak M berusia 65
tahun, mengeluhkan hidung tersumbat sejak 5 bulan yang lalu dan disertai nyeri pada pipi kanan.
Cairan lendir ingus berwarna bening kekuningan (rhinorrhea) yang dapat masuk kedalam rongga
mulut (post nasal drip), batuk, dan napas yang bau (halitosis. Hidung tersumbat hingga penciuman
yang menurun (Hyposmia). Nyeri tekan pada pipi (sinus maxillaris kanan dan kiri). Melalui
pemeriksaan rhinoskopi anterior, didapati mukosa pasien hiperemis, hipertrofi pada hidung kanan,
septum yang deviasi dan kedua lubang hidung terhalang sekret. Gejala-gejala tersebut merujuk
pada diagnosis kerja rhinosinusitis kronik. Walaupun begitu, beberapa pemeriksaan penunjang
perlu dilakukan untuk mencari tahu etiologi dari rhinosinusitis yang dialami pasien. Menurut Task
Force on Rhinosinusitis (TFR) dan American Academy of Otolaryngology / Head and Neck
Surgery (AAO-HNS), rinosinusitis kronik yang berlangsung > 12 minggu dikonfirmasi dengan
kompleks faktor klinis mayor dan minor dengan atau tanpa adanya hasil pada pemeriksaan fisik.
Menurut tabel informasi gejala tersebut menunjukkan faktor klinis mayor dan minor yang
berkaitan dengan diagnosis rinosinusitis kronik. Bila ada dua atau lebih faktor mayor atau satu
faktor mayor disertai dua atau lebih faktor minor maka kemungkinan besar rinosinusitis kronik.
Pasien memenuhi kriteria tersebut dan menguatkan diagnosis kerja rhinosinusitis kronis.
Terapi yang telah diberikan berupa Amoksisilin Klavulanat 250mg 3x1 selama 14 hari,
Dekongestan Pseudoefedrin 30mg 3x1, Fluticasone nasal spray 2x1. Amoksisilin diberikan
sebagai antibiotik karena umumnya penyebab dari rhinosinusitis adalah mikroorganisme bakteri.
Dekongestan untuk meredakan kongesti nasal dan hidung yang tersumbat, serta Fluticasone untuk
menghambat mediator inflamasi. Jika terapi medikamentosa tidak menunjukkan perbaikan yang
signifikan, terapi pembedahan menjadi pertimbangan selanjutnya untuk menangani kasus
rhinosinusitis kronis.
Untuk terapi pembedahan, prosedurnya dinamakan Functional Endoscopic Sinus Surgery
(FESS). FESS mampu menghilangkan penyakit dengan cara mengembalikan aerasi dan drainase
yang adekuat pada pasien, menguatkan komplek osteomeatal, namun tidak meninggalkan jejas dan
rasa tidak nyamandalam bernapas. FESS mampu mengembalikan kesehatan sinus dengan gejala
kekambuhan kurang dari 10% pasien.
Tabel berikut menjelaskan perbandingan antara rhinosinusitis kronik dengan diagnosis lain yang
memiliki gejala yang serupa:
Rhinosinusitis kronis Rhinorrhea yang banyak berwarna putih, kuning, sampai
kehijauan. Berlangsung lebih dari 12 minggu dan disertai dengan
nyeri wajah yang tidak terlalu dominan. Gejala rhinosinusitis
kronik umumnya disertai batuk, dan post nasal drainage.
Rhinits alergi Rhinorrhea berwarna bening tidak berwarna, rasa gatal yang berat,
pasien seringkali bersin, occular irritation, biasanya memiliki
alergi jenis lain seperti asma, tidak ada napas berbau, dan keluhan
muncul disaat yang tidak pasti karena kambuh jika terdapat
pajanan alergen.
Polip nasal Gejala yang sama dengan rhinosinusitis kronik , hidung yang
tersumbat, pilek, sakit kepala karena tekanan dari polip dan
keluhan tenggorokan. pada pemeriksaan rhinoskopi anterior
biasanya didapati massa kenyal baik unilateral maupun bilateral.
Tumbuhnya polip nasal memang seringkali disertai dengan
sinusitis. Namun, pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya
massa pada rongga hidung pasien.
Tumor sinus paranasal Rhinorrhea yang dikeluarkan karena adanya tumor pada rongga
(malignansi) sinus biasanya disertai darah (epitaksis). Selain itu gejala yang
dihasilkan juga tergantung pada perluasan tumor.
Gejala orbital: diplopia, proptosis atau penonjolan bola mata.
Gejala oral: mengeluhkan nyeri pada gigi, tetap tidak sembuh
walau sudah dicabut.
Gejala fasial: penonjolan pipi disertai nyeri
Gejala intrakranial: sakit kepala yang hebat
Untuk menyingkirkan diagnosis banding adanya tumor pada
rongga sinus pasien, memang dibutuhkan pemeriksaan penunjang
serperti radiologi. Namun dari gejala yang dihasilkan pasien,
kemungkinan pasien menderita tumor atau keganasan pada sinus
rendah.
REFERENCE
1. Report of the Rhinosinusitis Task Force Committee Meeting. Alexandria, Virginia, August 17, 1996. Otolaryngol Head
Neck Surg.
2. Brook I. Acute and chronic bacterial sinusitis. Infect Dis Clin North Am. 2007 Jun. 21
3. Benninger MS, Ferguson BJ, Hadley JA, et al. Adult chronic rhinosinusitis: definitions, diagnosis, epidemiology, and
pathophysiology.
4. https://www.entnet.org/content/clinical-practice-guideline-adult-sinusitis
5. EPOS 2012: European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps 2012. A summary for otorhinolaryngologists.
Wytske J. Fokkens, Valerie J. Lund, Joachim Mullol, Claus Bachert, Isam Alobid, Fuad Baroody, Noam Cohen, Anders
Cervin, Richard Douglas, Philippe Gevaert, et al.
Rhinology.
6. Mangunkusumo E., Wardani RS. Polip Nasi. Dalam: Soepardi E. A. dkk, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI: 2012; hal. 101-03.
7. Osguthorpe JD. Adult rhinosinusitis: diagnosis and management. American Family Physician, 2001; 63:69-74.