Anda di halaman 1dari 25

SKIN

 Kulit adalah organ tunggal terbesar dari tubuh, biasanya menyumbang 15% -20% dari total berat badan.
 Juga dikenal sebagai integumen atau lapisan kulit, kulit terdiri dari epidermis: lapisan epitel yg berasal
ektodermal, dan dermis: lapisan jaringan ikat mesodermal.
 Di antara dermis dan epidermis, terdapat irregular junction: proyeksi yang disebut papilla dermal yang
berinvaginasi ke epidermal untuk memperkuat adhesi dari dua lapisan.
 Di bawah dermis terletak jaringan subkutan atau hipodermis (Gr. Hypo, di bawah + kulit): lapisan jaringan
ikat longgar yang biasanya berisi bantalan adiposit.
 Jaringan subkutan mengikat kulit secara longgar ke jaringan di bawahnya dan berhubungan dengan fasia
superfisial gross anatomy.

 Fungsi spesifik kulit terbagi dalam beberapa kategori:


1. Pelindung: memberikan penghalang fisik terhadap panas dan mekanis seperti gesekan dan terhadap
sebagian besar patogen dan bahan lainnya. Mikroorganisme yang menembus kulit mengaktifkan
limfosit residen kulit dan sel antigen-presenting (APC) di kulit.
Melanin pigmen gelap dalam epidermis melindungi inti sel dari radiasi ultraviolet (UV).
Kulit juga merupakan penghalang permeabilitas terhadap kehilangan atau pengambilan air yang
berlebihan, yang memungkinkan kehidupan di darat.
2. Sensorik: Banyak jenis reseptor sensorik  memungkinkan kulit untuk secara konstan memonitor
lingkungan, dan berbagai sensori reseptor kulit membantu mengatur interaksi tubuh dengan benda-
benda fisik.
3. Thermoregulator: Suhu tubuh yang konstan biasanya mudah dipertahankan berkat komponen isolasi
kulit (misalnya, lapisan lemak dan rambut di kepala) dan mekanismenya untuk mempercepat
kehilangan panas  sweat production
4. Metabolik: Sel-sel kulit mensintesis vitamin D3, yang dibutuhkan dalam metabolisme kalsium dan
pembentukan tulang, caranya dengan aksi sinar UV pada prekursor vitamin. Kelebihan elektrolit
dapat dihilangkan melalui keringat, dan lapisan subkutan menyimpan sejumlah besar energi dalam
bentuk lemak.
 Kulit itu elastis dan dapat mengembang dengan cepat untuk menutupi area yang bengkak, seperti lapisan
usus, dan kulit membarui diri sepanjang hidup. Pada orang sehat kulit yang terluka bisa repair dengan cepat.
EPIDERMIS

 Epidermis terdiri dari stratified squamous keratinized epithelium yang terdiri dari sel-sel yang disebut
keratinosit.
 Terdapat 3 jenis sel lain yg berlimpah di epidermis: melanosit penghasil pigmen, sel Langerhans sebagai APC,
dan sel epitel taktil yang disebut sel Merkel.
 Lapisan epidermis bentukannya berbeda pada “thick” dan “thin” skin. Contoh yang tebal itu di telapak
tangan dan telapak kaki, sedangkan yang tipis di tempat lain pada tubuh.
 Sebutan "tebal" dan "tipis" mengacu pada ketebalan lapisan epidermis, yang bervariasi dari 75
hingga 150 μm untuk kulit tipis dan dari 400 hingga 1.400 μm (1,4 mm) untuk kulit tebal. Ketebalan
kulit total (epidermis plus dermis) juga bervariasi sesuai lokasi.
 Sebagai contoh, kulit pada bagian punggung sekitar 4 mm, sedangkan kulit kepala sekitar 1,5 mm.
 Seperti semua epitel, epidermis skuamosa berlapis tidak memiliki mikrovaskulatur, sel-selnya menerima
nutrisi dan O2 melalui difusi dari dermis.
 Epidermis terdiri dari 4/5 lapisan keratinosit: (4 untuk thin skin. 5 untuk thick skin)
1. Stratum Basale
 Lapisan tunggal sel basofilik kuboidal atau kolumnar pada membran basal di persimpangan
dermal-epidermal
 Hemidesmosom di membran sel basal menghubungkan sel-sel ke lamina basal, dan
desmosom mengikat sel-sel lapisan ini di permukaan lateral dan atas.
 Stratum basale dicirikan oleh aktivitas mitosis yang intens
 Stratum basale juga menyelubungi folikel rambut  kontinu dengan epidermis
 Epidermis manusia diperbarui setiap 15-30 hari, tergantung pada usia, wilayah tubuh, dan
faktor lainnya.
 Fitur penting dari semua keratinosit dalam stratum basale adalah Cytoskeletal keratins,
filamen berdiameter sekitar 10 nm.
 Selama diferensiasi, sel-sel bergerak ke atas dan jumlah dan jenis filamen keratin meningkat
 Di lapisan ini terdapat Merkel cells dan Melanocytes
2. Stratum Spinosum
 Merupakan lapisan paling tebal  di epidermal ridges
 Terdiri dari sel-sel polyhedral yang umumnya memiliki inti pusat dengan nucleoli dan
sitoplasma yang secara aktif mensintesis keratin.
 Stratum spinosum tepat di atas lapisan basal, beberapa sel mungkin masih membelah dan
zona gabungan ini kadang-kadang disebut stratum germinativum.
 Filamen keratin berkumpul di sini menjadi bundel yang terlihat secara mikroskopis yang
disebut tonofibril
 Pada kulit yang lebih tebal kayak sol punya stratum spinosum yang lebih tebel dengan
tonofibril dan desmosom lebih banyak.
 Langerhans cells banyak disini
3. Stratum granulosum
 terdiri dari tiga hingga lima lapisan sel pipih, yang menjalani proses diferensiasi terminal
keratinisasi
 Sitoplasma dipenuhi dengan keratohyaline granules  utk struktur sitoplasma
pembentukan keratin
 Selain itu terdapat lamellar granules yang mengandung lipid  gunanya untuk eksositosis,
menghasilkan lapisan yang impermeabel yang kaya lipid di sekitar sel.  SKIN’S BARRIER
AGAINST WATER LOSS
4. Stratum Lucidum (hanya ada di thick skin)
 Terdiri dari lapisan tipis, transparan, yang berisi keratinosit eosinofilik
 Nukelus dan organel telah hilanh dan sitoplasma yang sebagian besar terdiri dari keratin
filamen yang padat
 Proteksi dari radiasi UV
5. Stratum corneum
 Terdiri dari 15-20 lapisan squamous, keratinized cells
 tonofibril menjadi sangat padat dengan filaggrin dan protein lain dalam keratohyaline
granules
 pada akhir keratinisasi, sel-sel hanya mengandung protein fibrilar amorf dikelilingin lapisan
lipid
 Sel-sel yang sudah keratinisasi atau cornified akan terus menerus terlepas dari surface
epidermis  karena desmosom dan selubung lipid sel” ini break down
 Primary barrier against pathogen
 Proteksi dari abrasi
 Constant friction  callus

MELANOSIT

 Warna kulit itu hasil dari beberapa faktor: kandungan melanin dalam keratosit, karoten dan jumlah
pembuluh darah di dermis.
o Eumelanins adalah pigmen coklat atau hitam yang diproduksi oleh melanosit. Melanosit  sel
khusus epidermis yang ditemukan di antara sel-sel lapisan basal dan antara folikel rambut.
o Pheomelanin kalo pigmen merah
 Melanosit  turunan neural crest yang bermigrasi ke
lapisan embrionik stratum basale, di mana akhirnya setiap
lima atau enam keratinosit basal terdapat satu melanosit
 Melanosit memiliki pewarnaan pucat sel tubuh bundar
yang melekat oleh hemidesmosom ke lamina basal, tetapi
tidak memiliki ikatan dengan keratinosit tetangga.
o Ekstensi sitoplasma panjang , tidak teratur
menembus epidermis, berjalan di antara sel-sel
lapisan basal dan spinous kira” satu melanosit bisa
invaginasi 5-10 keratinosit.
 Sintesis melanin:
1. Tyrosinase mengubah tyrosine menjadi 3,4-
dihydroxyphenylalanine (DOPA), yang kemudian
diubah lebih lanjut dan dipolimerisasi menjadi
berbagai bentuk melanin
2. Pigmen melanin terikat dengan matriks struktur sel dan terakumulasi dalam vesikel sampai
membentuk elips sekitar 1 μm yang lama disebut melanosom
3. Melanosom kemudian diangkut melalui kinesin ke ujung extension sitoplasma.
4. Keratinosit tetangganya memfagositosis ujung sitoplasma ini, mengambil melanosom, dan
mengangkutnya dengan dynein menuju nukleusnya.
5. Melanosom terakumulasi dalam keratinosit sebagai penutup nukleus sebelum keratinisasi 
menyerap dan menghamburkan sinar matahari, melindungi DNA sel-sel dari efek radiasi, dan
mutagenik radiasi UV.
6. Meskipun melanosit menghasilkan melanosom, keratinosit mengandung lebih banyak melanosom
daripada melanosit
 Melanosit orang-orang khatulistiwa, di mana kebutuhan akan perlindungan terhadap
matahari paling besar, menghasilkan melanin lebih cepat dan mengakumulasinya lebih
banyak di keratinosit.
 Sedangkan orang di daerah-daerah dengan sinar matahari yang jauh lebih sedikit seperti
Eropa Utara, kan kecil radiasi UV yang menembus kulit  jadinya tidak menopang sintesis
vitamin D3 yang memadai. Makanya melaninnya lebih sedikit  supaya ningkatin penetrasi
UV buat sintesis vitD
7. Fisiologi tanning:
 Menggelapkan melanin yang sudah ada sebelumnya
 Akselerasi sintesis melanin dan akumulasi melanin di epidermis karena pengaruh radiasi UV
yang meningkat
LANGERHANS CELLS

 Antigen-presenting cells : Langerhans cells, derivat dari monocytes, represent 2%-8% of the cells in
epidermis and banyak berada di stratum spinosum.
 Sitoplasmanya berekstensi diantara keratinosit di semua layer
 Sel-sel Langerhans mengikat, memproses, dan membawa antigen pada limfosit T
o Karna ada sel ini, Mikroorganisme tidak dapat menembus epidermis tanpa mengaktifasi sel-sel
langerhans ini dan memicu respons imun.

MERKEL CELLS

 Disebut juga epithelial tactile cells  reseptor sensorik dengan ambang batas rendah untuk merasakan
sentuhan lembut
 Banyak terdapat di kulir yang sensitif seperti ujung jari dan pangkal folikel rambut
 Merkel sel ini bereratan dengan keratinosit dengan desmosom
o Terdapat di thick dan thin skin
o Bentuk selnya mirip dengan keratinosit, tapi mengandung sedikit melanin
 Ciri khas merkel cells:
o Golgi-derived dense-core granules banyak di basolateral surface  dimana disana ada sinaps
dengan unmyelinated afferent fibers  di sinaps ini neurotransmitter di release karena sentuhan
ringan

DERMIS

 Dermis  lapisan jaringan ikat yang mendukung epidermis dan mengikat epdiermis ke jaringan subkutan
 Ketebalan dermis bervariasi sesuai wilayah tubuh (maksimum 4 mm di punggung)
 Permukaan dermis sangat tidak teratur dan memiliki banyak proyeksi (papilla dermal)
o Di bagian yang banyak tekanan papila dermal dan epidermal ridges memperkuat dermal
 Basement membrane: terletak diantara stratum basale dan dermis
 Nutrisi untuk keratinosit diffuse dari dermal vaskulatur ke avascular epidermis lewat basement membrane
 Dermis memiliki dua sublayer dengan batas yang tidak jelas:
1. Thin papilary layer  yang meliputi papilla dermal, terdiri dari jaringan ikat longgar, dengan serat
kolagen tipe I dan III, fibroblas dan sel mast yang tersebar, sel dendritik, dan leukosit. Di lapisan ini,
fibril kolagen tipe VII anchor ke lamina basal, membantu mengikat dermis ke epidermis
2. Reticular layer  much thicker, terdiri dari jaringan ikat padat yang tidak teratur (terutama
kumpulan kolagen tipe I), dengan lebih banyak fiber dan lebih sedikit sel daripada lapisan papiler.
Juga ada elastic fiber  memberikan elastisitas pada kulit.
Di antara kolagen dan serat-serat elastis terdapat banyak proteoglikan yang kaya akan dermatan
sulfat.

 Kedua layer dermis ini banyak terdapat pembuluh darah dan pembuluh limfatik:
1. Microvascular subpapillary plexus  Di antara lapisan dermal papiler dan retikularis terdapat
pleksus subpapillary mikrovaskuler, dimana cabang kapiler meluas ke papilla dermal dan
membentuk jaringan kapiler nutrisi yang kaya, tepat di bawah epidermis.
2. Deep plexus pembuluh darah dan limfatik yang lebih besar terletak di dekat antarmuka dermis
dan lapisan subkutan
o Selain fungsi nutrisi, pembuluh darah kulit memiliki fungsi termoregulasi, yang melibatkan banyak
anastomosis yang terletak di antara dua pleksus ini.
 Decrease blood flow in the papillary layer to minimize heat loss in cold conditions
 Increase this flow to facilitate heat loss when it is hot
o The dermis is also richly innervated.

SUBKUTAN

 Lapisan subkutan terdiri dari jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara longgar ke organ-organ yang
berdekatan, sehingga memungkinkan kulit untuk slide di atasnya.
 Lapisan ini, juga disebut hipodermis atau fasia superfisial, mengandung adiposit yang bervariasi dalam
jumlah di berbagai wilayah tubuh dan bervariasi dalam ukuran sesuai dengan keadaan gizi
 Pembuluh darah yang luas pada lapisan subkutan meningkatkan penyerapan obat”an (rapid uptake)

SENSORY RECEPTORS

 The unencapsulated receptors include the following:


1. Merkel cells: masing-masing sel merkel itu terikat dengan ujung saraf  berfungsi sebagai reseptor sentuhan
ringan yang berkelanjutan MERASAKAN TEKSTUR OBJEK
2. Free ending nerve: tedapat pada dermal papilary  SUHU TINGGI DAN RENDAH, RASA SAKIT, GATAL
3. Root hair plexuses: jaringan sensorik yang mengelilingi pangkal folikel rambut pada dermis retikuler 
DETEKSI PERGERAKAN RAMBUT

 The encapsulated receptors: (terkapsul makanya dia kerjanya rapid)


1. Meissner corpuscles: struktur elips, 30-75 μm dengan 50-150 μm, terdiri dari akson sensoris yang berliku di
antara sel-sel Schwann pada papilla dermal  SENTUHAN RINGAN, RANGSANGAN FREKUENSI RENDAH
YANG MENGUBAH BENTUK, DI UJUNG JARI, TELAPAK TANGAN, TELAPAK KAKI
2. Lamellated / Pacinian corpuscles: struktur oval besar, sekitar 0,5 mm x 1 mm, ditemukan jauh di dalam
dermis retikuler dan hipodermis  SENTUHAN KASAR, TEKANAN, GETARAN. Distorsi dari kapsul
mengamplifikasi mekanikal stimulusnya
Pacini juga ada di jaringan ikat pada organ yang lokasinya di dalam tubuh: wall rectum dan urinary bladder
 makanya bisa ada sensasi tekanan disana
3. Krause bulbs: berbentuk bulat telur dengan kapsul kolagen sangat tipis  GETARAN FREKUENSI RENDAH.
Terdapat di kulit penis dan klitoris
4. Ruffini corpuscles: berbentuk fusiform (lonjong)  REGANGAN / TEGANGAN DAN PUTARAN / TORSI DI KULIT
HAIR

 Rambut  struktur keratin yang memanjang yang terbentuk dari invaginasi epidermis yang disebut folikel
rambut
 Warna, ukuran, bentuk, dan tekstur rambut bervariasi sesuai dengan usia, latar belakang genetik, dan bagian
tubuh.
 Semua kulit memiliki setidaknya rambut minimal kecuali kulit pada telapak tangan, sol, bibir, glans penis,
clitoris, dan labia minora.

 Terminal dilation pada folikel rambut  Hair bulb. Di sini ada dermal papila yang isinya capillary network
untuk sustain folikel rambut
 Keratinosit pada hair bulb ini sama dengan yang ada di stratum basale dan spinosum epidermis.
o Keratinosit disini divide rapidly di matrix lalu melalui proses keratinization, melanin accumulation
dan terminal differentiation
o Melanosit dalam matriks rambut bakal kasih melanosom ke dalam sel epitel yang nantinya akan
berdiferensiasi untuk membentuk rambut.
o Berbeda dengan epidermis di mana semua keratinosit menimbulkan stratum korneum, keratin
rambut lebih keras dan lebih kompak daripada stratum corneum
o Pada bagian rambur” yang tebal keratinized cells akan membentuk medulla di akar rambutnya
o Medulla ini bakal diselubungi sama cortex lalu diselubungi lagi sama cuticle squamous cells
 Yang memisahkan folikel rambut dari dermis adalah lapisan hialin aseluler, membran dasar yang menebal
yang disebut glassy membrane
 Di bagian dermis sekitar folikel rambut terdapat Otot pili arrector, bundel kecil sel otot polos, memanjang
dari titik tengah selubung fibrosa ke lapisan papiler dermal
o Kontraksi otot-otot ini menarik poros rambut ke posisi yang lebih tegak, biasanya ketika dingin
dalam upaya untuk menjebak lapisan udara hangat di dekat kulit.
o Di beberapa bagian tubuh kontraksi otot pili arrector terlihat menghasilkan benjolan kecil pada
permukaan kulit  dermisnya terangkat  goosebumps

 Rambut tumbuh dengan rates yang berbeda” sesuai wilayah tubuh. Siklus pertumbuhan rambut memiliki
tiga fase”
1. Anagen  Aktivitas mitosis dan pertumbuhan
2. Catagen  Periode pertumbuhan terhambat
3. Telogen  Periode inaktif  rambut bisa rontok
 Setelah fase” ini selesai epidermal stemcells akan menghasilkan sel” progenitor untuk matriks rambut lagi
KUKU

 Proses keratinisasi yang serupa juga menghasilkan kuku, yang merupakan lempengan keras keratin pada
permukaan dorsal setiap phalanx distal
 Bagian proksimal kuku adalah nail root dan ditutupi oleh lipatan kulit diatasnya: stratum korneum epidermal
meluas sebagai cuticle, atau eponikium.
 Di bawah kuku itu nail bed: yang terdiri dari stratum basale sama spinosum doang  tidak berperan apa” dalam
pembentukan kuku
 Akar kuku terbentuk dari matriks kuku di mana sel membelah(Dorsal nail matrix & Ventral nail matrix), bergerak
secara distal, dan menjadi keratin dalam proses yang agak mirip dengan pembentukan rambut tetapi tanpa
butiran keratohyaline.  3 mm / bulan untuk kuku jari tangan dan 1 mm / bulan untuk kuku kaki.
 Bagian paling distal (yang warnanya putih) disebutnya hyponychium

KELENJAR KULIT

SEBACEOUS GLANDS

 Kelenjar sebasea tertanam di dalam dermis di sebagian besar


tubuh, kecuali di kulit telapak tangan
 Ada rata-rata sekitar 100 kelenjar per sentimeter persegi kulit,
tetapi frekuensinya meningkat menjadi 400-900 / cm2 di wajah
dan kulit kepala.
 Kelenjar sebasea adalah kelenjar asinar bercabang dengan
beberapa asini yang menyatu pada saluran pendek yang biasanya
bermuara di bagian atas folikel rambut
 Folikel rambut dan kelenjar sebaceous yang terkait membentuk
unit namanya pilosebaceous
 Di daerah tak berambut, seperti penis, klitoris, kelopak mata, dan puting susu, saluran sebaceous terbuka
langsung ke permukaan epidermis.
 Kelenjar sebasea merupakan sekresi holocrine
o Lapisan basal sel epitel pipih  prilferasi dan mengalami diferensiasi  sebocytes filled with small
fat droplets
o Setelah itu, nukleus sel yang deket duktus akan menyusut dan autofagi  sel disintegrasi  lepasin
lipid sebagai produk sekresi
o Produk in idisebut sebum  yang bakal menutupi permukaan epidermis dan poros rambut
o Sebum adalah campuran kompleks lipid yang mencakup ester lilin, squalene, kolesterol, dan
trigliserida yang dihidrolisis oleh enzim bakteri setelah sekresi.
o Sekresi dari kelenjar sebaceous meningkat sangat besar pada masa pubertas, distimulasi terutama
oleh testosteron pada pria dan oleh ovarium dan androgen pada wanita.
o Sebum membantu menjaga stratum korneum dan rambut serta memberikan sifat antibakteri dan
antijamur walaupun lemah
SWEAT GLANDS / SUDORIFERA
 Ada dua jenis kelenjar keringat, ekrin dan apokrin, dengan fungsi, distribusi, dan detail struktural yang
berbeda.
1. Eccrine / Merocrine - tersebar luas di kulit dan paling banyak di telapak kaki
o 3 juta kelenjar keringat ekrin menghasilkan sebanyak 10 L / hari
o Berkeringat adalah respons fisiologis terhadap peningkatan suhu tubuh selama latihan fisik atau
stres dan merupakan cara pengaturan suhu manusia yang paling efektif
o Secretory components and ducts of eccrine sweat glands are coiled and have small lumens.
o Secetory parts:
 Pale-staining clear cells : terletak di lamina basal menghasilkan keringat, memiliki banyak
mitokondria dan mikrovili. Interstitial fluid dari kapiler darah dermis masuk ke lumen lewat
sel ini.
 Dark cells: punya granul eosinofilik  yang disekresi punya sifat bakterisida
 Myoepithelial cells: di basal lamina gunanya untuk kontraksi supaya sekresi pindah ke
duktus
o Duktusnya lapisa” sel acidophilic diisi dengan mitokondria dan memiliki membran sel yang kaya akan
Na +, K + -ATPase.
 Sel-sel saluran ini menyerap ion Na+ dari air yang dikeluarkan untuk mencegah hilangnya
elektrolit secara berlebihan.
 Selain itu eccrine glands eliminating small amounts of nitrogenous waste and excess salts
2. Apocrine – terdapat pada kulit daerah aksila dan perineum
o Perkembangan kelenjar ini tergantung pada hormon seks dan tidak lengkap dan fungsional sampai
setelah pubertas.
o Komponen sekretori kelenjar apokrin: simple cuboidal, eosinophilic cells
o Saluran kelenjar apokrin mirip dengan kelenjar ekrin, tetapi biasanya terbuka ke folikel rambut di
epidermis
o Kelenjar ini memproduksi feromon  memikat lawan jenis
o Kelenjar keringat apokrin dipersarafi oleh ujung saraf adrenergik, sedangkan kelenjar keringat ekrin
kolinergik fibers

SKIN REPAIR

 CUTANEOUS WOUND HEALING


1. Release polypeptide growth factors dan chemokines
2. Neutrophils and macrophages undergo diapedesis  remove bacteria and debris
 Fase ini memakan waktu 2-3 hari
3. Sebelum fase tersebut komplit, epithelialization begins
4. Lapisan basal epidermis lepas desmosom dan hemidesmosom dan bermigrasi secara lateral di
bawah gumpalan darah
5. Pertumbuhan sel epidermis dan fibroblast dirangsang oleh beberapa growth factors yang dilepaskan
dari makrofag
6. Fibroblast yang berkembang dan kapiler yang baru tumbuh menghasilkan jaringan kolagen baru
yang kaya akan vaskularisasi di dermis yang disebut jaringan granulasi, yang secara bertahap
menggantikan bekuan darah
7. Pada tahap akhir epidermis terbentuk kembali tetapi telah kehilangan kemampuan untuk
membentuk rambut atau kelenjar baru.
8. Jaringan granulasi mengalami remodeling dan pembentukan pembuluh darah yang lebih normal.
9. Bundel kolagen dan fibroblas di jaringan ikat baru ini jauh lebih banyak dan tidak teratur daripada di
kulit yang tidak terluka  jaringan parut
GATAL

 itching/pruritus merupakan sensasi iritasi, tidak nyaman dan geli yang sering terjadi pada gangguan
dermatologis maupun non-dermatologis.
 Tipe-tipe gatal dibagi menjadi:
 Localized itch: berlangsung sementara setelah stimulus dihilangkan, sifatnya spontan. Dikonduksi
oleh myelinated, radpidly conducting delta A fibers.
 Diffuse itch: terjadi pada suatu area dan tidak bersifat spontan. Gatal yang patologis, dikonduksi oleh
unmyelinated slow conducting C fibres (pain fibres)
 Patofisiologi:
 Mediator gatal : histamine, peptide products of proteases, tachykinin, opioid peptides &
naxonolone, prostaglandins and related eicosanoids, platelet activating factor
1. Itch transmitting fibers akan melanjutkan stimulus ke dorsal horn dari grey matter spinal cord
2. Stimulus melewati sinaps ke secondary neuron yang bersebrangan masuk ke contralateral
spinothalamic tract
3. Stimulus sampai ke thalamus
4. Tertiary neuron menyampaikan stimulus ke cerebral cortex bagian anterior cingulated cortex
(Broadmann area 24) yang menerjemahkan sensasi gatal
5. Selain itu, premotor cortical juga berperan sebagai rasa ingin menggaruk
Neural Sensory Pathway

 Fine/light pressure of Meissner's corpuscles (Posterior Column Pathway)


- Parthway ini memproses stimulus secara tepat, darimana stimulus berasal melalui fasciculus gracilis
dan fasciculus cuneatus
1. Melalui dorsal root stimulus masuk ke spinal cord sampai kepada 1st neuron
2. Stimulus dibawa ke medulla (brain stem)
3. Stimulus akan berjalan ke sisi sebrang menuju 2nd neuron lalu dibawa ke thalamus
4. 3rd neuron memproyeksi sensasi ke somatosensory cortex

 Pain and temperature sensation of free nerve endings (Spinothalamic / Anterolateral Pathway)
- Anterior spinothalamic tract membawa sinyal sentuhan kasar dan tekanan, sedangkan lateral
spinothalamic tract membawa sinyal nyeri dan perubahan suhu
1. Melalui dorsal root stimulus masuk ke spinal cord sampai kepada 1st neuron
2. Stimulus akan melanjutkan perjalanan ke 2nd neuron yang berada di sisi lain spinal cord lalu dibawa ke
thalamus
3. 3rd neuron memproyeksi stimulus dari thalamus ke primary somatosensory cortex yang letaknya
bersebrangan dengan lokasi stimulasi

 Proprioceptive of muscle spindle (Spinocerebellar Pathway)


- Cerebellum menerima informasi proprioceptive atau posisi melalui otot skeletal, tendon, dan
persendian
1. Reseptor yang berada di otot dan persendian menerima signal proprioception
2. Melalui dorsal root stimulus masuk ke spinal cord sampai kepada 1st neuron
3. 2nd neuron membawa stimulus ke cerebellum
4. Pathway ini tidak memiliki 3rd neuron ke korteks maka dari itu sifatnya unconscious

Prinsip  lesi yang basah kasih basah, kering kasih kering


Pemberian topikal sesuai dengan luas lesi kalo terlanjur terlalu luas kasih oral
1. Cream
 emulsion of water and oil
 classified as oil in water (o/w) or water in oil (w/o) emulsions 50-50
 o/w creams (e.g. vanishing creams) spread easily and do not leave the skin greasy and sticky
 w/o creams (e.g. cold cream) are more greasy and more emollient
 creams contain emulsifiers and preservatives which may cause contact allergy
2. Ointment / Salep
 semi-solid preparations of hydrocarbons (petrolatum, mineral oil, paraffins, synthetic hydrocarbons)
 strong emollient effect makes it useful in dry skin conditions
 occlusive effect enhances penetration of active drug and improves efficacy (especially in thickened,
lichenified skin)
 provides a protective film on the skin (e.g., useful in housewife’s hands, irritant dermatitis)
 greasy, sticky, retains sweat (therefore, not suitable in wet weepy dermatitis, hairy areas, skin prone to
folliculitis, or hot weather conditions)
 contains no water and does not require a preservative
3. Paste
 mixture of powder and ointment (e.g., zinc oxide 20% paste)
 addition of powder improves porosity (breathability). For example, when treating diaper rash, a protective
ointment base which also allows breathability of the skin is desired.
 addition of powder to change an ointment into a paste also increases the consistency of the preparation so
that it is more difficult to rub off. This property is useful when one does not want an irritating preparation to
get onto the normal skin (e.g., anthralin paste for treating psoriasis).
4. Lotion
 a loosely used term that nowadays includes any liquid preparation in which inert or active medications are
suspended or dissolved
 an o/w emulsion with a high water content to give the preparation a liquid consistency can be considered a
lotion
 most lotions are aqueous or hydroalcoholic systems; small amounts of alcohol are added to aid
solubilization of the active ingredient(s) and to hasten evaporation of the solvent from the skin surface
 most acne lotions are hydroalcoholic which evaporate fast; they are non-sticky and drying
 emulsion type lotions are usually not drying, depending on the water content (higher water and/or less oil is
more drying)
 lotions are easy to apply to large areas
 lotions are suitable for hairy areas, skin prone to folliculitis/acne, intertriginous areas
5. Gel
 transparent preparations containing cellulose ethers or carbromer in water or a water-alcohol mixture
 gels liquify on contact with the skin, dry and leave a thin film of active medication
 gels tend to be drying
 they are useful in hairy areas
 they are cosmetically acceptable

Dermatitis Kontak

kontak iritan (DKI) kontak alergik (DKA) autosensitisasi

Dermatitis akut yang timbul


pada tempat yang jauh dari
focus inflamasi, penyebab
tidak berhubungan langsung
Dapat dialami semua orang, Tidak semua orang kena, hanya
terutama yang berhubungan orang dengan hipersensitifitas
dengan pekerjaan
Zat iritan (bahan pelarut, deterjen, Bahan kimia sederhana  hapten Sitokin (iritasi, sensitisasi,
minyak pelumas, asam alkali, infeksi, luka)
serbuk kayu)
Kontak terus-menerus, gesekan,
trauma fisis, suhu, kelembapan,
Ketebalan kulit
Toksin merusak membran lipid Cell-mediated immune
keratinosit  menembus response/reaksi imunologik tipe
membran sel dan merusak isinya IV/reaksi hipersensitivitas lambat.
 aktivasi fosfolipase  Memiliki 2 fase: fase sensitisasi dan
melepaskan asam arakidonat, fase elisitasi.
diasilgliserida (DAG), platelet dan
inositida (IP3)  diubah menjadi Fase sensitisasi: hapten  masuk ke
prostaglandin dan leukotriene  epidermis  pinositosis oleh sel
vasodilatasi Langerhans dan diproses oleh
enzim2 lisosom/sitosol  konjugasi
PG dan LT  kemoatraktan untuk dengan molekul HLA-DR untuk
limfosit dan neutrophil  induksi menjadi antigen lengkap.
sel mass untuk melepaskan Keratinosit + hapten  keratinosit
histami, LT dan PG lain + PAF  melepas sitokin (IL-1) 
perubahan vaskular mengaktifkan sel Langerhans 
stimulasi sel T
DAG dan second messengers  Keratinosit melepas TNF  aktifasi
stimulasi IL-1  T-cell helper  IL- sel T, makrofag, granulosit 
2  stimulasi autokrin dan meningkatkan MHC I dan II
proliferasi sel TNF menekan produksi E-cadherin
 meningkatkan sel Langerhans
Keratinosit  melepaskan TNF  pada epidermis dan menginduksi
aktivasi sel T, makrofag, granulosit aktifitas gelatinosis agar sel
 ekspresi molekul adesi sel dan Langerhans bisa melewati kelenjar
melepas sitokin limfa  produksi HLA-DR  CD4
untuk mengenali HLA-DR dan
reseptor T-CD3

Sel langerhans  sekresi IL-1 


stimulasi T cell  sekresi IL-2 
meningkatkan produksi T sel memori
 SENSITISASI (2-3 minggu)
Iritasi menurunkan potensi
sensitisasi

Fase elisitasi: paparan ulang hapten


yang sama/serupa
Eritema, edema, panas, nyeri, rasa Gatal, bercak eritematosa berbatas Erupsi vesicular akut dan luas
terbakar, akut  iritan kuat tegas diikuti dengan edema,
papulovesikel, vesikel, atau bula. Eczema kronis (dermatitis
Iritan lemah  kronis (akut) stasis) dengan/tanpa ulkus
Dapat terjadi pada dermatitis
Kulit kering, berskuama, papul, lain akibat aplikasi bahan
likenifikasi, fisur difus. kimia yg bersifat iritan

Muncul 1 sampai bbrp


minggu. Pada tangan 
berupa pomfoliks
DKI akut: karena iritan kuat
(larutan asam sulfat dan asam
hidroklorid atau basa kuat
NaOH/KOH), akut, terbatas hanya
pada daerah kontak, asimetris,
berbatas tegas

DKI akut lambat: terjadi 8-24 jam


setelah berkontak. Contoh iritan:
podofilin, antralin, tretinoin, etilen
oksida, benzalkonium klorida, asam
hidrofluorat. Cth: dermatitis
venenata (disebabkan serangga)
Keluhan: pedih keesokkan harinya
setelah terlihat eritema  vesikel
 nekrosis

DKI Kronik kumulatif: kontak


berulang dengan iritan lemah ,
baru terlihat saat beberapa
minggu/bulan
Gejala: kulit kering, eritema,
skuama, hyperkeratosis (kulit
tebal) dengan likenifikasi difus.
Kontak terus  fisura  gatal
terus menerus. Cth: deterjen

Reaksi Iritan: subklinis, dapat


sembuh sendiri  kemudian
penebalan kulit dan menjadi DKI
kumulatif

DKI traumatic: berkembang lambat


setelah trauma panas/laserasi.
Penyembuhan: paling cepat 6
minggu. Lokasi: tangan

DKI non-eritematosa: perubahan


stratum korneum tanpa gejala
klinis

DKI subyektif/DKI sensori:


kelainan tidak terlihat tapi terasa
panas terbakar/pedih
Epidermis: spongiosis, dan edema
intrasel dan nekrosis epidermal.
Dermis bagian atas terdapat
vasodilatasi dengan mononuclear
di sekitar pembuluh darah.

Dermatitis berat  epidermis


berbentuk vesikel atau bullae
dengan limfosit dan neutrophil di
dalam vesikel.
Patch test negative/deselerasi Patch test positive/akselerasi Diagnosis ditegakkan apabila
bukan merupakan dermatitis
kontak alergik sekunder dan
atau infeksi sekunder oleh
bakteri, jamur, virus, atau
parasite
Ringan  sembuh sendiri Kortikosteroid; prednisone 30 Lesi basah  kompres
Berat  kortikosteroid topical mg/hari (jangka pendek) Ringan  antihistamin lokal,
(hidrokortison) Topical  kompres larutan garam antipruritus
faal/asam salisilat 1:1000, Berat  kortikosteroid
kortikosteroid atau makrolaktam
(pimecrolimus/tacrolimus) topikal

Dermatitis atopic Neurodermatitis Dermatitis Dermatitis stasis


sirkumskripta numularis =
seperti koin Dermatitis gravitasional/stasis
Liken simpleks (nummulus) venosa/venosa
kronikus/Liken Vidal

Peradangan kulit Peradangan kulit kronis, Peradangan Peradangan akut pada tungkai
berupa dermatitis gatal, sirkumskrip, kronis yang bawah yang disebabkan
kronik residif, disertai ditandai dengan kulit tebal berbentuk seperti insufisiensi dan hipertensi vena
gatal dan mengenai dan garis kulit tampak koin/agak lonjong yang bersifat kronis
bagian tubuh tertentu menonjol (likenifikasi), spt denngan
(wajah bayi/fleksural kulit kayu akibat garukan efloresensi
ekstremitas pd anak2) berulang2 berupa
TERUTAMA PADA papulovesikel
LIPATAN” TUBUH yang mudah
pecah sehingga
membasah
(oozing)
Bayi dan anak-anak. Pada anak Orang dewasa, >50 tahun
Derajat keparahan: laki-laki 50-65
score for atoptic Perempuan 30-50 tahun tahun insufisiensi vena  bisa krn
dermatitis (SCORAD) trauma, surgery, atau
Perempuan 15-25 thrombosis. Sering pada wanita
tahun (akibat peningkatan tekanan
vena kaki saat hamil)
Jarang pada
anak2, biasanya
anak2 <5 tahun
Multifaktor, berkaitan Pruritus yang dapat Belum diketahui Teori hipoksia/teori stasis:
erat dengan penyakit disebabkan oleh gagal insufisiensi vena menyebabkan
atopi lainnya (asma ginjal kronis (uremic Sebagian besar aliran balik (backflow) darah
bronkial, rhinitis syndrome), obstruksi tidak memiliki dari vena profunda ke vena
alergik, urtikaria, dan saluran empedu, limfoma riwayat atopi superfisial pada tungkai bawah
hay fever.) Hodgkin, hipertiroidia,  pengumpulan (pooling)
dermatitis atopic, DKA, Pasien usia lanjut darah dalam vena superfisial 
Internal  genetic, gigitan serangga, dan  kelembaban tekanan oksigen menurun 
psikologis aspek psikologi (emosi)  kulit menurun hipoksia
menyebabkan likenifikasi
dan prurigo nodularis Focus infeksi Teori selubung fibrin: endapan
internal (infeksi fibrin perikapiler  kerusakan
gigi, saluran jaringan
napas atas dan Peningkatan tekanan vena 
bawah), tambalan insufisiensi vena 
gigi peningkatan tekanan hidrostatis
yangmengandung  permeabilitas pembuluh
merkuri darah kapiler dalam dermis
meningkat  ekstravasasi
Peningkatan titer fibrinogen  selubung fibrin
antibody perikapiler  O2 dan nutrisi
antistreptolisin tidak dapat masuk ke dermis 
(ASTO) hipoksia

Terapi Leukosit terperangkap akibat


isotretinoin, fibrin  mediator inflamasi dan
emas, interferon growth factor  peradangan
dan ribavirin pada
hep C
Eosinophil (mengandung
protein X dan protein
kationik) meningkat 
degranulasi mass cell 
cell Langerhans
bertambah banyak

Saraf yang berisi calcitonin


gene-related peptide dan
substance P di dermis 
melepaskan histamine dari
mass cell  PRURITUS
Gatal sekali, dan Sangat gatal, Varises, edema. Makin lama
menganggu tidur. Gatal menetap selama kulit menjadi merah kehitaman
tidak muncul terus berbulan2 pada dan timbul purpura dan
menerus, biasanya pada tempat yang hemosiderosis
waktu sibuk. Gatal terasa sama, timbul
enak bila di garuk; setelah kembali di tempat Eritema, skuama, eksudat, gatal
luka gatal hilang yg sama.
sementara dan diganti Lipodermatosklerosis 
dengan rasa nyeri Lesi akut beruupa tampak seperti botol yang
plak eritematosa terbalik
Lesi tunggal, awalnya berbentuk koin
berupa plak eritematosa batas tegas yang Komplikasi  ulkus
sedikit edematosa  terbentuk dari venosum/varikosum (di atas
diganti menjadi central papul dan malleolus) dan selulitis
skuama dan menebal, papulovesikel 
likenifikasi (GARIS KULIT vesikel pecah 
YG TAMPAK LEBIH eksudasi pinpoint
MENONJOL, SPT BATANG  eksudat
KAYU) dan ekskoriasi, mengering 
dengan hiperpigmentasi di krusta
sekitarnya. kekuningan

Kulit sekitar
normal,
penyembuhan
dimulai dari
tengah
menyerupai lesi
dermatomikosis

Lesi satu/multiple
tersebar pada
ekstremitas
bilateral/simetris

Lokasi paling sering di


scalp, leher, lengan
ekstensor, pubis, vulva,
skrotum, perianal, medial
tungkai atas, lutut, lateral
tungkai bawah,
pergelangan kaki bagian
depan, punggung kaki 
ada likenukae
Ortokeratosis, Akut 
hipergranulosis, akantosis spongiosis,
dengan rete ridges vesikel
memanjang teratur. intraepidermal
Ada mononucleosis dan mononuclear
limfosit dan histiosit di di sekitar
sekitar pem. Darah dermis pembuluh darah
Fibroblast menambah dan
kolagen menebal Sub-akut 
parakeratosis,
scale-crust,
hiperplasi
epidermal,
spongiosis
epidermis dan
infiltrate
campuran di
dermis

Kronik 
hyperkeratosis
dan akantosis
menyerupai liken
simpleks kronik
Gambaran klinis Patch test
positive thdp
colophony,
nitrofurazon,
neomisin sulfat,
dan nikel sulfat

IgE normal
Ada erupsi  krim Anti pruritus (antihistamin Komplikasi  Clindamycin/gentamycin cream
hidrofilik urea 10% dan efek infeksi sekunder  abx untuk infeksi sekunder
hidrokortison 1% sedative/tranquilizer), bakteri 
CTM, kortikosteroid topica antibiotic Kompres lesi hingga kering
Sangat basah (high, ultrahigh)/intralesi,
produk ter (anti- Basah  kompres Kortikosteroid topical sedang
inflammasi) takrolimus dan untuk gatal dan inflamasi
pimekrolimus
Krim topical doxepin 5% Edema: kaki di angkat ke
maksimum 8 hari Krim permukaan jantung selama 30
menit 3-4 kali sehari
Kortikosteroid Varises: kaos kaki/pembalut
dosis menengah- elastis
kuat

SIDE EFFECTS TOPICAL STEROIDS


 Skin atrophy
Initially epidermis becomes thin due to reduction in epidermal cell size, which reflects a decreased metabolic
activity. After prolonged exposure there is a reduction in cell layers, that is, stratum granulosum disappears
and stratum corneum becomes thin.
Repeated use in the same area causes epidermal thinning and changes in connective tissue  erythema,
telangiectasia and purpura
 Striae
 Contact allergy
It is rare, but its risk increases with prolonged exposure
 Infeksi
TS suppress the normal cutaneous immune response  Tinea versicolor, onychomycosis due
to Trichophyton and Candida species, dermatophytosis are common during treatment with TS
 Comedo
TS lead to increased concentration of free fatty acids in skin surface lipids and increased numbers of bacteria
in the pilosebaceous duct  membantu comedogenesis
 Rosacea
papules and pustules.
 Hypertrichosis  promote vellus hair growth 
 Hypopigementation
 TS probably interfere with the melanin synthesis
 Tachyphylaxis
TS nya jadi gak mempan lagi
 Steroid addiction  terjadi pada long-term users of topical steroids pengunaan setiap hari lebih dari
setahun, tapi banyak kasus terjadi dalam dua bulan
Biasanya penggunaan TS di wajah  impair wound healing
 Penggunaan lokal dihentikan  pakai obat sistemik

In Vivo (Skin) Testing


 Skin testing is generally performed by allergy specialists.
 Prick/puncture testing remains one of the most common and popular methods for
allergy testing.
 It is relatively easy to perform, is more sensitive than in vitro tests, and is cost
effective in the clinical setting.
 It is an indirect measure of cutaneous mast cell reactivity due to the presence of
specific IgE. Mast cells reside in the subepithelial layer of the skin and the respiratory,
nasolacrimal, and gastrointestinal tracts. Of all these areas, the skin is the most
accessible organ to test.
1. Skin testing detects allergen-specific IgE bound to mast cells.
2. The allergen cross-links specific IgE bound on the mast cell.
3. This causes degranulation of preformed mediators, including histamine and
tryptase.
4. Histamine release is the major mediator that results in a hive at the prick site
and surrounding erythema, called a wheal and flare.

The prick/puncture method involves a skin testing device pricked through a droplet of
allergenic extract. Various skin test devices and extracts are commercially available.
 The wheal and flare is read in 15-20 minutes. It is measured in millimeters and
compared with a positive control (histamine) wheal and flare and a negative control
(usually glycerinated saline).
 A positive test is considered as a wheal equal to or larger to the histamine control

 The sensitivity and specificity of skin testing is dependent on the allergens used. The
accuracy of skin testing with commercial, standardized aeroallergen extracts exceeds
85% in terms of sensitivity and specificity.
 As there is a small risk of anaphylaxis, skin testing should not be performed on
patients at risk for complications if they experience anaphylaxis. This includes
pregnancy and unstable medical conditions, such as unstable asthma or reduced lung
function, recent stroke, or recent cardiac event.
 Oral and nasal antihistamines should be stopped 3-7 days before skin testing.
 Intradermal testing typically involves injecting 0.01-0.02 mL of antigen into the
dermis via a 27-gauge syringe to create a 2- to 3-mm intracutaneous bleb, similar to
an intracutaneous tuberculosis test. The extracts are diluted to 100-1000 times less
than the dilution used for skin tests. The wheal is measured after 10-20 minutes. A
response is considered positive if the wheal is 7 mm or greater (see the image
below).
 Semakin besar wheal bukan semakin parah alerginya. Tapi lebih sensitif aja  kalo
keparahan liat dari gejalanya.
In Vitro Testing
 In vitro tests assess antigen-specific IgE by testing the patient’s serum.
 In vitro testing can be performed on patients with affected skin, such as
dermatographism or atopic dermatitis, risk for anaphylaxis.
 However, these tests are expensive compared with skin testing.
 Current methods include enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
 A solid-phase immunoassay has an allergen bound to a matrix. The patient’s serum is
added and the antibodies bind to the allergen. All serotypes (IgG, IgM, IgA, and IgE)
will bind if they recognize the allergen. A secondary anti-IgE antibody is used to
identify if IgE is bound. The report is a quantitative value in kIUA/L or in arbitrary
divisions into classes I-VI. Asymptomatic sensitization is common below class III (<
3.5 kIUA/L).
 The panel chosen should be based on the patient's clinical history, as with skin testing.
The accuracy of immunoassays varies with the system being used and the quality of
the allergen. There is good predictive value (>90%) for pollens of grass, trees, dust
mites, and cats, whereas less accurate results may be obtained from venoms, weeds,
latex, dogs, and molds. [7, 8] If results are equivocal, further evaluation can be done by
means of skin testing and, if indicated, a challenge to the allergen.

Patch Testing
 Patch testing is used to determine the causative agent for chronic eczematous
conditions contributing to a delayed-type hypersensitivity reaction.
 An example is allergic contact dermatitis to jewelry containing nickel. There also is a
role for patch testing with food allergies in eosinophilic esophagitis and some drug
allergies.
 In patch testing, the allergen is placed on the upper back under an occlusive
bandage and removed in 48 hours.
 The skin is reassessed at 72-96 hours for erythema, papules, and vesicles under the
area of contact
 The most common patch techniques are the individual Finn chamber or the thin-layer
rapid-use epicutaneous (TRUE) test. The TRUE test contains 26 preloaded ready-to-use
testing strips with chemicals found in cosmetics, occupational settings, and topical
medications.

URTICARIA

 Urticaria appears as raised, well-circumscribed areas of erythema (redness) and edema (swelling) involving the
dermis and epidermis that are very pruritic (itchy)
 Acute urticaria can be caused by:
o allergic reactions to foods, drugs, cosmetics, or soaps; infections; insect bites, stings, or exposure;
environmental factors; latex; undue skin pressure, cold, or heat; emotional stress; and exercise, among
other factors.
 It may be acute (< 6 wk) or chronic (>6 wk).
 Urticaria may be confused with a variety of other dermatologic diseases that are similar in appearance and are
also pruritic; usually, however, it can be distinguished from these diseases by an experienced clinician.

Patof

Urticaria (hives) results from the release of histamine, bradykinin, leukotriene C4, prostaglandin D2, and other
vasoactive substances from mast cells and basophils in the dermis. These substances cause extravasation of fluid
into the dermis, leading to the urticarial lesion. The intense pruritus (itchiness) of urticaria is a result of histamine
released into the dermis. Histamine is the ligand for two membrane-bound receptors, the H1 and H2 receptors,
which are present on many cell types. The activation of the H1 histamine receptors on endothelial and smooth
muscle cells leads to increased capillary permeability. The activation of the H2 histamine receptors leads to arteriolar
and venule vasodilation. 

Sx

Blanching  kalo diteken tengahnya bakal putih

Information regarding history of previous urticaria and duration of rash and itching is useful for categorizing urticaria
as acute, recurrent, or chronic. For chronic or recurrent urticaria, important considerations include previous
causative factors and the effectiveness of various treatments, as follows   :
 Precipitants, such as heat, cold, pressure, exercise, sunlight, emotional stress, or chronic medical conditions
 Other medical conditions that can cause pruritus (usually without rash), such as diabetes mellitus, chronic
renal insufficiency, primary biliary cirrhosis, or other nonurticarial dermatologic disorders
 Family and personal medical history of angioedema - Characteristics of angioedema   include vasodilation and
exudation of plasma into the deeper tissues more so than with simple urticaria; angioedema can occur with
and without the wheals (hives) of simple urticaria and presents clinically as subcutaneous swelling that is
generally nonpitting and nonpruritic; it can affect the mouth as well as the mucosal surfaces of the
respiratory and GI tracts, manifesting as hoarseness and GI upset; it can be a feature of anaphylaxis if the
throat is involved, leading to airway compromise
For acute urticaria, the main consideration involves possible precipitants, such as the following  :
 Recent illness
 Medication use
 IV radiocontrast media
 Travel
 Foods
 New perfumes, hair dyes, detergents, lotions, creams, or clothes
 Exposure to new pets (dander), dust, mold, chemicals, or plants
 Pregnancy (usually occurs in last trimester and typically resolves spontaneously soon after delivery)
 Contact with nickel, rubber, latex, industrial chemicals, and nail polish
 Sun or cold exposure
 Exercise
 Alcohol ingestion

TX
Prinsip pemberian obat itu di vaskular bukan kulit
Acute urticaria may rarely progress to life-threatening angioedema or anaphylactic shock in a very short period,
although anaphylactic shock is usually of rapid onset with no urticaria or angioedema.   Prehospital measures may
include the following when there is concern for anaphylactic shock:
 If associated angioedema is present, IM epinephrine
 If associated bronchospasm is present, nebulized albuterol
 Other measures may be appropriate, such as continuous ECG, blood pressure and pulse oximetry
monitoring; administering intravenous crystalloids if the patient is hypotensive; and administering oxygen.
 Diphenhydramine or hydroxyzine, if available
Management of urticaria is focused on treating the symptoms and typically is not altered by underlying etiology. The
mainstay is avoidance of further exposure to the antigen causing urticaria. Pharmacologic treatment options include
the following:
 Antihistamines, primarily those that block H1 receptors with low sedating activity, such as fexofenadine,
loratadine, desloratadine, cetirizine, and levocetirizine are first-line therapy  ; these are preferred over
diphenhydramine and hydroxyzine; H2 antihistamines, such as cimetidine, famotidine, and ranitidine, may
have a role when used in combination with H1 antihistamines, although the benefit is unclear  kalo ga
membaik tambahin dosis, atau tambahin gol ke 2
 Doxepin
 Omalizumab
 Epinephrine (controversial in acute urticaria)
 Methotrexate, colchicine, dapsone, indomethacin, and hydroxychloroquine (for urticarial vasculitis)  
 Topical 5% doxepin cream or capsaicin (refractory cases)

Bedain dengan Angioedema  ada gejala sistemik sesak napas


URTICARIA VS DERMATITIS

 RUNNY NOSE
 WATERY EYES
 ENLARGED LIPS
 ANAPHYLACTIC SHOCK

Anda mungkin juga menyukai