Disusun Oleh :
Jalur 1 Kelompok II
Bayu Dwi Kurniawan
1403009
1403031
Ni Nyoman Erlina
1403044
1403081
1403082
AKADEMI FISIOTERAPI
WIDYA HUSADA
SEMARANG
2016
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Praktek Klinik Komprehensif ini Telah disetujui oleh Pembimbing Praktek
dan Pembimbing Akademik.
Semarang,
November 2016
PEMBIMBING PRAKTEK
PEMBIMBING AKADEMIK
.............................................
.............................................
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Y.M.E atas segala rahmat dan
Karunian Nya yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah sebagai salah satu syarat dalam penilaian praktek klinik
komprehensif dengan judul Penatalaksanaan TENS dan Terapi Latihan pada
Osteoathritis Genu Bilateral di RST Bhakti Wira Tamtama Semarang.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan pembimbing, dan
dukungan dari beberapa pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak Budi Susilo, S. Ft., selaku pembimbing praktek
2. Ibu Ayuk Cahyawati Amd. Ft., selaku pembimbing praktek
3. Ibu Nopi Riyana Amd. Ft., selaku pembimbing praktek
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kekurangan dan kesalahan, mengingat
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pembaca, guna memperbaiki makalah
berikutnya. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan khususnya bagi penulis.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1
A.
B.
C.
D.
Pengkajian Fisioterapi...................................................................20
Diagnosa Fisioterapi.....................................................................29
Tujuan...........................................................................................30
Pelaksanaan Fisioterapi.................................................................30
Evaluasi.........................................................................................33
BAB VPENUTUP...................................................................................53
A. Kesimpulan...................................................................................53
B. Saran..............................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................57
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah
1. Apakah pemakaian modalitas TENS dan Terapi Latihan dapat mengurangi
nyeri
2. Apakah pemakaian modalitas TENS dan Terapi Latihan dapat meningkatkan
LGS pada penderita osteoathritis genu bilateral.
3. Apakah pemakaian modalitas TENS dan Terapi Latihan dapat meningkatkan
kekuatan otot.
C. Tujuan Laporan Kasus
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya tulis ilmiah pada kasus osteoarthritis genu
bilateral adalah untuk mengetahui permasalahan pendekatan fisioterapi pada
problem kapasitas fisik dan kemampuan fungsional kondisi osteoarthritis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulis adalah:
a. Untuk mengetahui pengaruh TENS dan terapi latihan dalam mengurangi
nyeri pada penderita osteoarthritis knee bilateral.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Diskripsi Kasus
1. Definisi
Osteoathritis disebut dengan penyakit sendi degeneratif yaitu suatu
kelainan pada cartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai perubahan
klinis, histologi, dan radiologis. Osteoathritis secara patologis dicirikan
dengan penurunan secara progresif dan akhirnya cartilago sendi dengan
perubahan reaktif pada batas batas sendi dan pada tulang sub condral.
2. Etiologi
Sarnpai saat ini etiologi yang pasti dari osteoartritis ini belum diketahui
dengan jelas, ternyata tidak ada satu faktor pun yang jelas sebagai proses
destruksi rawan sendi, akan tetapi beberapa faktor predoposisi terjadinya
OA telah diketahui. Faktor resiko yang berperan pada osteoarthritis dapat
dibedakan menjadi dua golongan yaitu, (1) faktor predoposisi umum,
antara lain umur, jenis kelamin, kegemukan, hereditas, hipermobilitas,
merokok, densitas tulang, hormoral, dan penyakit rematik lainnya, (2)
faktor mekanik, antara lain trauma, bentuk sendi, penggunaan sendi yang
berlebihan oleh karena pekerjaan atau aktivitas dan kurang gerak (Isbagio,
2003).
Menurut Sidartha, 1999 presdisposisi etiologi dari osteoartritis sebagai
berikut:
a. Umur
10
11
12
13
16
17
2) Artrokinematika
Pada kedua permukaan sendi lutut pergerakan yang terjadi
meliputi gerak slidding dan rolling, maka disinilah berlaku hukum
konkaf-konvek. Hukum ini menyatakan bahwa jika permukaan
sendi cembung (konvek) bergerak pada permukaan sendi cekung
(konkaf) maka pergerakan slidding dan rolling berlawanan. Dan
jika permukaan sendi cekung bergerak pada permukaan sendi
cembung, maka gerak slidding dan rolling searah.
Pada permukaan femur cembung (konvek) bergerak, maka gerakan
slidding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak flexi femur rolling
kearah belakang dan sliddingnya ke depan untuk gerak extensi
rollingnya keventral dan sliddingnya kebelakang. Dan pada
permukaan tibia cekung (konkaf) bergerak, flexi ataupun extensi
menuju kedepan atau ventral.
18
c. BAB III
d. PROSES FISIOTERAPI
e.
A. Pelaksanaan Studi Kasus
f. Proses Pemecahan Masalah Fisioterapi
g. Melalui pengenalan penyakit, pemeriksaan umum dan khusus, penulis
mendapatkan data yang menjadi bahan analisa untuk menentukan problematika
fisioterapi. Dengan ditetapkannya problematika fisioterapi selanjutnya dapat
diberikan dengan harapan tercapainya tujuan yang diinginkan.
h. Teknik Pengkajian Data
i. Pengkajian data pada umumnya meliputi teknik dan obyek yang akan diukur
atau dikumpulkan data, obyek data yang berhubungan dengan kondisi
osteoarthritis bilateral.
j.
a. Anamnesis
k. Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara
terapis dengan sumber data, hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1) Autoanamnesis, bila mengadakan tanya jawab langsung kepada pasien.
2) Heteroanamnesis, bila anamnesis dilakukan terhadap orang lain yang
dianggap mengerti tentang keadaan pasien, dan untuk kasus ini anamnesis
yang dilakukan adalah autoanamnesis yang meliputi:
a) Anamnesis umum
l. Dari anamnesis ini didapatkan data nama pasien, umur, alamat, agama,
jenis kelamin, pekerjaan.
19
b) Anamnesis khusus
m. Dari anamnesis khusus ini kita dapat memperoleh keterangan tentang
halhal yang berkaitan dengan keadaan atau penyakit pasien, seperti:
(1) Keluhan utama merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien
berkaitan dengan penyakit yang dideritanya.
(2) Riwayat penyakit sekarang, menggambarkan riwayat perjalanan
penyakit secara lengkap.
(3) Riwayat penyakit dahulu berupa penyakit-penyakit yang pernah
dialami yang tidak berhubungan langsung dengan munculnya keluhan
sekarang.
(4) Riwayat pribadi menjelaskan tentang pekerjaan maupun hobi
(5) Riwayat keluarga, dimaksudkan untuk menelusuri adanya penyakit
penyakit yang bersifat menurun (herediter) dan orang tua atau
keluarga.
b. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan fisik meliputi:
a) Pemeriksaan vital Sign yaitu pemeriksaan yang meliputi pengukuran
tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, temperatur, tinggi badan, dan
hasil pemeriksaan diketahui bahwa kondisi umum penderita
osteoarthritis kedua lutut ini adalah baik sehingga memungkinkan
untuk dilakukan pelaksanaan terapi.
b) Inspeksi, merupakan suatu cara pemeriksaan dengan cara melihat dan
mengamati. Pada kasus osteoarthritis kedua lutut ini, inspeksi yang
dilakukan didapatkan hasil seperti: (1) keadaan umum baik, (2)
Inspeksi statis didapatkan, ekspresi wajah saat diam biasa, tidak ada
bengkak pada kedua lutut, tidak ada atropi dan warna kemerahan tidak
20
x.
penilaian yaitu : (1) tidak nyeri, (2) nyeri sangat ringan, (3) nyeri
ringan, (4) nyeri tidak begitu berat, (5) nyeri cukup berat, (6) nyeri
berat, (7) nyeri tak tertahankan. Pasien disuruh merasakan nyerinya
pada nomor tersebut. Pasien tersebut harus memenuhi persyaratan
yaitu bukan anak-anak, tidak buta.
2) Manual Muscle Testing (MMT)
y.
Tes kekuatan otot ini dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa fisioterapi, jenis terapi atau jenis alat bantu yang akan
diberikan dan menentukan prognosis pasien serta bahan evaluasi.
Maka MMT dianggap penting untuk dilakukan. Walaupun pada
kondisi osteoarthritis ini hasil yang diperoleh kurang akurat karena
adanya rasa nyeri sehingga mempengaruhi kekuatan otot.
z.
Gradasi nilai otot menurut dr. Robert W lovelt atau metode
lovelt adalah: 1) Normal (N) atau 5, yaitu otot dapat berkontraksi
dengan LGS penuh, mampumelawan gravitasi, tahanan sebagian, 2)
Normal (N) atau 3, yaitu otot dapat berkontraksi dengan LGS penuh,
mampu melawan gravitasi tanpa tahanan, 3) poor (P) atau 2, yaitu otot
dapat berkontraksi dengan LGS penuh tanpa melawan gravitasi dan
tahanan, 4) Trace (T) atau 1, yaitu otot dapat sedikit kontraksi tanpa
ada gerakan sendi, 5) Zero (Z) atau 0, tidak ada kontraksi.
3) Test lingkup gerak sendi (LGS)
aa.
Pengukuran lingkup gerak sendi bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya keterbatasan untuk sendi lutut. Pemeriksaan ini dapat
23
24
25
tidak lagi merasakan arus maka intensitas harus dinaikkan. Setelah terapi
selesai mesin dimatikan, lepas pad dari pasien.
2. Terapi Latihan
a. Terapi latihan dengan teknik hold relax
1) Persiapan pasien
aq.
Posisi pasien sewaktu latihan adalah duduk ongkang-ongkang
ditepi bed dengan posisi lutut flexi 90.
2) Pelaksanaan Latihan
a) Prosedur latihan
ar. Gerakan lutut (flexi) hingga 110 atau pada batas nyeri pada
kedua lutumya pada posisi tersebut (lutut flexi 110) beri tahanan
pada daerah pergelangan kaki bagian belakang dan fiksasi pada
daerah atas lutut. Lalu (ekstensi) dengan lawanan tahanan
diberikan selama 5 detik besarnya tahanan disesuaikan dengan
toleransi atau kekuatan kontraksi pasien kemudian pasien rileks
untuk secara perlahan-lahan. Ulangi prosedur diatas sebanyak 3
kali, setelah itu pada akhir gerakan diberikan force atau dorongan
ke arah flexi untuk menambah LGS fleksi lutut.
b) Waktu latihan
as. Untuk latihan hold rilex dilakukan 6 - 8 X pengulangan atau
sampai batas kemampuan pasien.
c) Frekuensi latihan
at. Dilakukan oleh pasien setiap hari selama satu minggu atau
selama 6 kali terapi
b. Terapi latihan dengan free active movement
1) Persiapan pasien
au.
Pasien diposisikan tidur terlentang di bed dan duduk
ongkangongkang
2) Pelaksanaan latihan
28
av.
29
ba.
bb.
BAB IV
bc.
A. Hasil Studi Kasus
bd. Protokol Studi Kasus
be. Tanggal Pembuatan : 18 November 2016
bf. Kondisi/Kasus
: FTB
I.
KETERANGAN UMUM PENDERITA
bg. Nama
: Ny. Muryani
bh. Umur
: 76 tahun
bi. Jenis Kelamin : Perempuan
bj. Agama
: Islam
bk. Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
bl. Alamat
: Jl.Mentri Supeno Selatan, Semarang
II.
DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT
A. DIAGNOSIS MEDIS:
bm. Osteoathritis genu bilateral
B. CATATAN KLINIS:
bn.
Hasil Rontgen
bo.
Nampak terdapat osteofit (muncul taji) pada bagian medial dan
adanya penyempitan pada tibia femur joint.
C. TERAPI UMUM (GENERAL TREATMENT):
bp.
- Medica Mentosa
bq.
- Fisioterapi
D. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER:
br.
Mohon fisioterapi Ny.Muryani dengan Osteoathritis genu
III.
bilateral.
SEGI FISIOTERAPI
bs. Tanggal: 14 November 2016
A. ANAMNESIS (AUTO)
1. Keluhan utama:
bt. Nyeri pada kedua lutut pada saat melakukan aktivitas sholat
terutama pada gerakan duduk diantara dua sujud ke berdiri, pada
30
saat berjalan jauh kedua lulutnya juga merasa nyeri, pada gerakan
jongkok ke berdiri nyeri.
2. Riwayat penyakit sekarang:
bu. Pasien mengeluh nyeri pada kedua lututnya sejak 1 minggu
lalu. Kemudian pasien memeriksakan diri ke RST Semarang. Pada
tanggal 10 November 2016 dan dirujuk ke poli fisioterapi RST
Semarang.
3. Riwayat penyakit dahulu
bv. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat pribadi
bw.Pasien adalah seorang iibu rumah tangga dan sering berjalan
jauh.
5. Riwayat keluarga
bx. Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit seperti ini.
6. Anamnesis sistem
a. Kepala dan leher:
pusing (-)
keluhan kaku leher (-)
b. Kardiovaskuler:
nyeri dada (-)
berdebar-debar (-)
c. Respirasi:
sesak nafas (-)
batuk (-)
asma (-)
d. Gastrointestinalis:
BAB terkontrol
mual, muntah (-)
e. Urogenitas:
BAK terkontrol
f. Muskuloskeletal:
Adanya nyeri gerak pada kedua sendi knee
Keterbatasan gerak karena nyeri
Adanya spasme pada otot quadriceps dan hamstring
Adanya penurunan kekuatan otot pada kedua lutut
31
g. Nervorum:
by.
Kadang-kadang pasien merasakan kesemutan pada
kedua kaki menjalar sampai telapak kaki.
B. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
bz. 1.1. Tanda-tanda vital:
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
b. Denyut nadi : 75/menit
c. Pernapasan : 20/menit
d. Temperatur : 36OC
e. Tinggi badan : 153 cm
f. Berat badan : 39 kg
1.2. Inspeksi:
ca. Statis : - pasien tidak tampak pucat, tidak ada oedem
cb.
- pasien terlihat memakai decker, pada kedua
cc.
lututnya.
Dinamis :
saat bergerak
cd.
dari posisi duduk ke berdiri, pasien berjalan
dengan kaki agak pincang,sudah tampak adanya
deformitas ke arah varus.
ce.
- tampak adanya deformitas genu varus
1.3. Palpasi:
Adanya nyeri tekan pada kedua lutut bagian lateral dan medial
Tidak terdapat puting oedema
Suhu lokal normal
1.4. Perkusi:
cf. Tidak dilakukan.
1.5. Auskultasi:
cg. Krepitasi (+) pada kedua lututnya.
1.6. Gerakan dasar:
a. Gerak aktif:
ch.
AGB knee sinistra-dextra
ci.
Hip ankle : mampu bergerak aktif, full ROM dan
tanpa disertai nyeri kekuatan otot normal
32
cj.
Knee
nyeri
Knee
Knee dextra
Fle
cv.
4
ct.
cw.
xor
da.
Ek
cz.
Knee sinistra
Fle
cx.
4
Ek
db.
stensor
stensor
dc. 1.9.2. Pengukuran nyeri dengan VDS
dd.
Skala
Nilai
dg.
Nyeri
de.
Dext df.
ra
Sinis
tra
dh.
di.
dk.
dl.
diam
dj.
Nyeri
tekan
34
dm.
Nyeri
dn.
do.
gerak
dp.1.9.3. LGS dengan Goniometer
dq.
Gerak
dt.
Pasif
dr.
du.
Dextra
S 0-0-
ds.
dv.
Sinistra
S 0-0-
100
100
dw.
Aktif
dx.
S 0-0-90 dy.
S 0-0-90
dz. 1.9.4. Tes Spesifik
ea.
Krepitasi (+)
Appley (+)
2. Diagnosa Fisioterapi
A. Impairment
Nyeri pada kedua lutut
Adanya spasme otot M. Hamstring dan M. Quadriceps
Keterbatasan lingkup gerak sendi pada kedua lutut
Adanya penurunan kekuatan otot pada kedua lutut
B. Functional limitation
Adanya gangguan saat melakukan gerakan jongkok ke
berdiri
Adanya gangguan saat melakukan sholat pada gerakan
35
c. TL
2) Teknologi terpilih
a. TENS
b. TL
3) Teknologi yang dilaksanakan
a. TENS
b. TL
b. Edukasi
ed.
Usahakan memakai deker pada lututnya pada
saat beraktifitas untuk menjaga efisiensi sendi lutut
ee.
Dianjurkan pada pasien untuk membatasi yang
mengakibatkan pembebanan sendi lutut secara
berlebihan
c. Rencana evaluasi
Derajat nyeri skala VDS
Kekuatan otot dengan MMT
LGS dengan goniometer
E. Penatalaksanaan Fisioterapi
ef.
14 November 2016
1. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
eg.
Persiapan alat
eh.
Persiapan pasien
ej.
36
Pelaksanaan terapi
el.
38
VDS
fq.
fr.
fs.
ft.
fu.
fv.
fw.
Nyeri Gerak
T1
fx.
T2
fy.
T3
fz.
T4
ga.
T5
gb.
T6
gc.
Kanan
gd.
Nyeri Gerak
5
ge.
5
gf.
4
gg.
4
gh.
3
gi.
2
gj.
Kiri
gk.
Nyeri Tekan
6
gl.
6
5
gm. gn.
3
go.
3
gp.
2
gq.
Kanan
gr.
Nyeri Tekan
5
gs.
5
gt.
3
gv.
2
gw.
2
gx.
4
gu.
39
Kiri
gy.
Nyeri Diam
6
gz.
6
ha.
5
hb.
3
hc.
3
hd.
2
he.
Kanan
hf.
Nyeri Diam
1
hg.
1
hh.
1
hi.
1
hj.
1
hk.
1
hl.
Kiri
hm.
hn.
Lutut
ho.
Se
ndi
hs.
hp.
Tera
pi
Kn
ee
ht.
hu.
hv.
hw.
hx.
hy.
T1
T2
T3
T4
T5
T6
in.
Sen
iv.
ja.
jf.
Flex
or
il.
im.
di Lutut
hq.
hz.
ia.
ib.
ic.
id.
ie.
hr.
Exten
sor
4
4
4
4+
4+
4+
if.
ig.
ih.
ii.
ij.
ik.
4
4
4
4+
4+
4+
Ki
ip.
it.
Pasif
Ka iu.
Ki
nan
iy.
ri
S 0- iz.
io.
ir.
Aktif
Ka is.
nan
iw.
ri
S 0- ix.
0-90
jb.
0-0-90
S 0- jc.
S
0-100
0-0-110
jd.
S 0- je.
S
0-90
jg.
0-0-90
S 0- jh.
S
0-100
0-0-110
ji.
S 0- jj.
S
T1
T2
T3
40
0-90
jl.
jk.
jp.
ju.
0-0-90
S 0- jm.
S
0-100
0-0-110
jn.
S 0- jo.
S
0-110
0-0-110
jq.
S 0- jr.
S
0-120
0-0-120
js.
S 0- jt.
S
0-110
0-0-110
jv.
S 0- jw.
S
0-120
0-0-120
jx.
S 0- jy.
S
0-110
0-120
T4
T5
T6
0-0-110
0-0-120
jz.
H. Hasil Terapi Akhir
ka.
Setelah diberikan terapi berupa pemasangan TENS dan
diberikan terapi latihan selama masing-masing 15 menit
kepada Ny. Muryani yang dilakukan 6 kali berturut-turut
pasien merasakan nyeri berkurang. Aktivitas seperti sholat dan
berjalan jauh bisa dilakukan tanpa nyeri.
B. Pembahasan Kasus
kb. Seorang pasien wanita berusia 76 tahun dengan diagnosa fisioterapi berupa
osteoartritis genu bilateral, pasien mempunyai kebiasaan membaca al-Quran.
Pasien mulai mendapatkan penangann fisioterapi pada tanggal 14 November
2016. Setelah dilakukan intervensi fisioterapi melalui dua modalitas yaitu:
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan terapi latihan dengan
frekuensi 6 kali terapi berturut-tirit, didapatkan penurunan nyeri, penambahan
LGS pada kedua sendi lutut, penambahan kekuatan otot flexor dan extensor pada
kedua sendi lutut dan peningkatan kemampuan fungsional pasien. Intervensi 6
kali terapi ternyata cukup menunjukkan hasil yang memuaskan pada pasien ini.
41
kc. Adapun hasil terapi dari pertama sampai akhir (sebanyak enam kali) adalah
sebagai berikut:
1. Nyeri
kd. Pengurangan tingkat nyeri dapat dilihat dengan menggunakan VDS.
Perubahan nyeri dari evaluasi awal (T1) sampai evaluasi akhir (T6) dapat
dilihat bahwa setelah 6x terapi ada pengurangan nyeri. Nyeri pada
osteoarthritis terjadi oleh karena terjepitnya ujung-ujung saraf sensorik
oleh terbentuknya osteofit yang baru di permukaan tulang femur, tulang
tibia, dan proksimal tulang patella (Parjoto, 2000).
ke. Penurunan nyeri pada OA lutut ini dipengaruhi ole efek dari diarthemi dan
terapi latihan antara lain: sedatif pada ujung-ujung saraf, terjadinya
relaksasi otot, terangkutnya sisa-sisa metabolisme.
kf. Menurut Maurer (1999), peningkatan otot akibat latihan mampu
menurunkan atau mengurangi nyeri pada OA otot. Hal ini dapat terjadi
karena bertambahnya kekuatan otot quadriceps dan hamstring sehingga
mampu lebih menstabilkan sendi lutut sehingga jaringan lunak sekitar
lutut dapat rileks.
kg. Aplikasi pada modalitas panas akan dapat mengakibatkan kenaikan action
patiential afferen dan menutup gate. Peningkatan temperatur pada area
yang diterapi akan mengakibatkan rasodi latasi yang diikuti peningkatan
aliran darah kapiler sehingga akan dapat memperlancar pembuangan sisasisa metabolisme yaitu prostaglandin (zat p) yang menumpuk. Dengan
lancarnya sirkulasi darah maka zat p juga ikut terbuang. Sehingga
terjadi rileksasi pada otot, nyeri akan turun selama pemanasan
42
44
kn.
ko.
BAB V
PENUTUP
kp.
A. Kesimpulan
kq. Osteoartritis merupakan penyakit degenerasi yang mengenai cartilago (tulang
rawan sendi) di mana hal ini mengganggu aktivitas sehari-hari terutama bila
mengenai sendi lutut.
kr. Setelah penulis menguraikan bab-bab terdahulu mengenai osteoartritis sendi
lutut dan penerapannya dengan TENS dan terapi latihan sebagai modalitas
fisioterapi terpilih ternyata osteoartritis merupakan penyakit yang perlu perhatian
khusus dan tidak bisa dianggap ringan, karena bila penyakit ini tidak didapatkan
terapi secara intensif maka akan memperberat keadaan sendi itu sendiri dimana
sendi mengalami kemunduran fungsinya sehingga dapat mengakibatkan
kecacatan dan mengganggu aktivitas pasien.
ks. Dari TENS dan terapi latihan dengan pemberian kedua modalitas tersebut
sangat besar pengaruhnya terhadap konsisi osteoartritis sendi lutut yaitu dapat
membantu mencegah dan menangani permasalahan berupa: (1) mengurangi nyeri
pada kedua lututnya, (2) meningkatkan lingkup gerak sendi, (3) meningkatkan
kekuatan otot, (4) mengembalikan aktivitas fungsional pasien. Dapat disimpulkan,
pasien dengan kasus osteoartritis telah diberikan terapi sebanyak 6 kali berupa
kombinasi terapi panas TENS, posisi tidur terlentang dengan kedua tungkai yang
akan diterapi dipasang pad bagian medial lateral lutut. Waktu 15 menit untuk lutut
45
kanan dan 15 menit untuk lutut kiri. frekuensi = 110Hz, internsitas terapi
sebanyak 6 kali dalam satu minggu. Dan terapi latihan berupa assisted active
movement, free active movement, resisted active movement dan hold relax
diperoleh hasil melalui evaluasi akhir berupa:
1. Penurunan rasa nyeri gerak lutut kanan dari 5 turun menjadi 2, kiri dari 6
menjadi 2, nyeri tekan kanan dari 5 turun menjadi 2, kiri dari 5 menjadi 2.
2. Bertambahnya lingkup gerak sendi lutut berupa derajat untuk gerak aktif lutut
kanan dari 90o menjadi 110o, kiri dari 90o menjadi 110o untuk gerak pasif
lutut kanan dari 100o menjadi 120o, kiri dari 100o menjadi 120o.
kt. Pada akhirnya, suatu proses fisioterapi tidak hanya dapat dilihat dari hasil
akhir evaluasi itu dicapai. Yang menjadi tidak kalah pentingnya juga bagaimana
proses pencapaian hasil itu belum terlaksana sebagaimana mestinya, maka
konsekuensinya yang akan hadir adalah hasil yang tidak optimal. Tapi jika proses
pencapaian hasil sudah diupayakan seoptimal hingga semaksimal mungkin,
namun hasil akhir terevaluasi dalam suatu hasil yang menunjukkan masih atau
belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan mungkin kondisi dan situasi.
ku. Dalam hal ini fisioterapis diharapkan dapat membantu penderita dalam
mempertahankan kualitas hidupnya.
kv.
46
B. Saran
kw.Mengingat bahwa osteoartritis merupakan penyakit degenerasi yang biasanya
dijumpai terutama pada orang-orang di atas umur 40 tahun, maka hendaknya
penanganan atau pencegahan harus dilakukan sejak dini.
kx. Saran yang dapat penulis kemukakan di sini adalah sebagai berikut:
1. Saran bagi pasien, agar biasa lebih hati-hati dalam beraktivitas khususnya
yang banyak menggunakan sendi lutut, pasien diminta memakai decker
terutama pada saat beraktivitas bila terasa nyeri sebaiknya di kompres dengan
air hangat selain menjalani terapi yang teratur, latihan di rumah juga lebih
baik dalam menentukan keberhasilan pasien dan kesabarannya juga
diperlukan untuk mendapatkan hasil dari pasien yang diinginkan.
2. Kepada masyarakat, hendaknya tetap menjaga kesehatan dan kebugaran
melalui aktivitas yang seimbang dan apabila merasakan nyeri yang
berkelanjutan pada sendi dengan disertai atau tanpa adanya rasa kaku,
hendaknya segera diperiksakan ke dokter atau tim medis lain.
3. Kepada pemerintah, kami menghimbau agar pelayanan fisioterapi pada
tingkat pusat pelayanan masyarakat ditingkat bawah lebih ditingkatkan,
sehingga masyarakat dapat memperoleh pelayanan fisioterapi dengan
peralatan yang memadai.
ky. Akhirnya, walaupun penyakit osteoartritis ini bersifat progresif seiring
dengan usia dan tidak dapat dihambat, namun demikian upaya tim media dalam
hal ini fisioterapis sedapat mungkin pasien mempertahankan kualitas hidup pasien
dengan tetap melakukan aktivitas sehari-hari tanpa ketergantungan dari orang
lain.
47
kz.DAFTAR PUSTAKA
la.
lb.
lc.
ld.
le.
lf.
lg.
lh.
li.
lj.
48
lk.
ll.
lm.
49