Anda di halaman 1dari 54

PENATALAKSANAAN TENS DAN TERAPI LATIHAN

PADA OSTEOATHRITIS GENU BILATERAL


RST BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG
Makalah Ilmiah ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat dalam Penilaian Praktek
Klinik Komprehensif pada Program Studi Diploma III Fisioterapi

Disusun Oleh :
Jalur 1 Kelompok II
Bayu Dwi Kurniawan

1403009

Jeojunha C.I.A Safe

1403031

Ni Nyoman Erlina

1403044

Windu Kurnia Saputri

1403081

Yordhan Dimas Yudhanta

1403082

AKADEMI FISIOTERAPI
WIDYA HUSADA
SEMARANG
2016
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Praktek Klinik Komprehensif ini Telah disetujui oleh Pembimbing Praktek
dan Pembimbing Akademik.

Semarang,

November 2016

PEMBIMBING PRAKTEK

PEMBIMBING AKADEMIK

.............................................

.............................................

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Y.M.E atas segala rahmat dan
Karunian Nya yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah sebagai salah satu syarat dalam penilaian praktek klinik
komprehensif dengan judul Penatalaksanaan TENS dan Terapi Latihan pada
Osteoathritis Genu Bilateral di RST Bhakti Wira Tamtama Semarang.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan pembimbing, dan
dukungan dari beberapa pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak Budi Susilo, S. Ft., selaku pembimbing praktek
2. Ibu Ayuk Cahyawati Amd. Ft., selaku pembimbing praktek
3. Ibu Nopi Riyana Amd. Ft., selaku pembimbing praktek
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kekurangan dan kesalahan, mengingat
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pembaca, guna memperbaiki makalah
berikutnya. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan khususnya bagi penulis.

Semarang, November 2016


Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang Masalah................................................................2


Rumusan Masalah.........................................................................4
Tujuan...........................................................................................4
Manfaat.........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................7


A. Diskripsi Kasus.............................................................................7
B. Teknologi Intervensi Fisioterapi...................................................19
BAB III PROSES FISIOTERAPI...........................................................20
A.
B.
C.
D.
E.

Pengkajian Fisioterapi...................................................................20
Diagnosa Fisioterapi.....................................................................29
Tujuan...........................................................................................30
Pelaksanaan Fisioterapi.................................................................30
Evaluasi.........................................................................................33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................34


A. Hasil Studi Kasus..........................................................................34
B. Pembahasan Kasus........................................................................49
4

BAB VPENUTUP...................................................................................53
A. Kesimpulan...................................................................................53
B. Saran..............................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................57

BAB I
PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah


satunya pembangunan di bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Mewujudkan derajat
kesehatan mesyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang
lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal adalah
tingkat kondisi kesehatan yang tinggi dan mungkin dapat dicapai pada suatu dari
setiap orang atau masyarakat dan harus selalu diusahakan peningkatannya secara
terus menerus (UU Kes. No 32 Tahun 1992).
Fisioterapi merupakan salah satu bagian dari tim medis yang bertanggung jawab
terhadap pembangunan kesehatan. Menurut Purnamadyawati (2006), fisioterapi
memiliki peran dalam mengembangkan, memlihara dan memulihkan gerak serta
fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara
manual maupun dengan peralatan seperti electrotherapy dan mekanis.

A. Latar Belakang Masalah


Osteoathritis (OA) merupakan penyakit sendi yang paling sering ditemukan di
dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan gangguan
sendi sehingga aktivitas sehari-hari (Adnan, 2007).
Sendi lutut merupakan sendi yang paling penting dalam menumpu berat badan,
dengan demikian sendi lutut sangat mudah mengalami Osteoathritis yang akan
menimbulkan kekakuan sendi, perubahan bentuk dan nyeri untuk berjalan, naik
tangga dan berdiri dari duduk. Osteoathritis banyak menyerang pada usia lanjut.
Pada umumnya pria dan wanita sama-sama dapat terkena penyakit ini meskipun
sebelum usia 45 tahun, akan tetapi osteoathritis banyak menyerang wanita
(Hudaya, 1996).
Ada beberapa faktor predisposisi yang diketahui berhubungan erat dengan
terjadinya osteoathritis sendi lutut, jenis kelamin, obesitas, faktor hormonal atau
metabolisme, genetik, aktivitas kerja dan trauma.
Tujuan dari penatalaksanaan Osteoathritis sendi lutut adalah untuk mencegah atau
menahan kerusakan lebih lanjut pada sendi lutut, untuk mengatasi nyeri dan kaku
sendi guna mempertahankan mobilitas (Carter, 1995).
Modalitas yang digunakan penulis pada kasus ini adalah Transcutaneous Nerve
Stimulation (TENS) dan terapi latihan. TENS merupakan suatu cara penggunaan
energi listrik yang berguna untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan
kulit yang telah terbukti efektif untuk menghilangkan nyeri.
Efektivitas TENS dapat diterangkan lewat teori kontrol gerbang (gate control )nya
Melzack dan Wall yang diaplikasikan dengan intensitas comfortable. Lewat
stimulasi antidromik TENS dapat memblokir hantaran rangsang dari nociceptor

ke medulla spinalis. Stimulasi antidromik dapat mengakibatkan terlepasnya


materi P dari neuron sensoris yang akan berakibat terjadinya vasodilatasi arteriole
yang merupakan dasar bagi terjadinya triple responses. Mekanisme lain yang
dapat dicapai oleh TENS ialah mengaktivasi system saraf otonom yang akan
menimbulkan tanggap rangsang vasomotor yang dapat mengubah kimiawi
jaringan. Postulat lain menyatakan bahwa TENS dapat mengurangi nyeri melalui
pelepasan opioid endogen di SSP. TENS dapat juga menimbulkan efek analgetik
lewat sistem inhibisi opioid endogen dengan cara mengaktivasi batang otak.
Stimulasi listrik yang diberikan cukup jauh dari jaringan yang cidera /rusak,
sehingga jaringan yang menimbulkan nyeri tetap efektif untuk memodulasi nyeri.
Selain TENS modalitas lain yang digunakan penulis untuk kasus osteoarthritis
sendi lutut yaitu terapi latihan. Manfaat dari terapi latihan pada pasien
osteoarthritis sendi lutut adalah peningkatan lingkup gerak sendi (LGS),
penguatan otot, peningkatan ketahanan (endurance) statik maupun dinamik dan
kenyamanan (mellbeing) pasien (Tulaar, 2006).

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah makalah ini adalah
1. Apakah pemakaian modalitas TENS dan Terapi Latihan dapat mengurangi
nyeri
2. Apakah pemakaian modalitas TENS dan Terapi Latihan dapat meningkatkan
LGS pada penderita osteoathritis genu bilateral.
3. Apakah pemakaian modalitas TENS dan Terapi Latihan dapat meningkatkan
kekuatan otot.
C. Tujuan Laporan Kasus
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya tulis ilmiah pada kasus osteoarthritis genu
bilateral adalah untuk mengetahui permasalahan pendekatan fisioterapi pada
problem kapasitas fisik dan kemampuan fungsional kondisi osteoarthritis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulis adalah:
a. Untuk mengetahui pengaruh TENS dan terapi latihan dalam mengurangi
nyeri pada penderita osteoarthritis knee bilateral.

b. Untuk mengetahui proses terapi latihan terhadap peningkatan kekuatan


otot pada penderita osteoarthritis knee bilateral.
c. Untuk mengetahui proses terapi latihan terhadap peningkatan lingkup
gerak sendi pada penderita osteoarthritis knee bilateral.
d. Untuk mengetahui proses peningkatan aktifitas fungsional pada penderita
osteoarthtritis knee bilateral.
D. Manfaat Laporan Kasus
1. Bagi penulis
Dapat lebih dalam mengenal osteoarthritis lutut sehingga dapat menjadi bekal
untuk penulis setelah lulus.
2. Bagi masyarakat
Dapat memberikan informasi yang benar kepada pasien, keluarga,
masyarakat, sehingga dapat lebih mengenal dan mengetahui gambaran
osteoarthritis lutut dalam pendekatan fisioterapi.
3. Bagi pendidikan
Memberikan informasi ilmiah bagi penelitian mengenai osteoarthritis lutut
bagi penelitian selanjutnya.

4. Bagi institusi kesehatan


Dapat memberikan informasi obyektif mengenai osteoarthritis lutut kepada
tenaga medis, baik yang bekerja di rumah sakit maupun puskesmas.
5. Bagi fisioterapi
Dapat lebih mengetahui secara mendalam mengenai osteoarthritis lutut dan
dapat digunakan dalam pelaksanaan terapi.

BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. Diskripsi Kasus
1. Definisi
Osteoathritis disebut dengan penyakit sendi degeneratif yaitu suatu
kelainan pada cartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai perubahan
klinis, histologi, dan radiologis. Osteoathritis secara patologis dicirikan
dengan penurunan secara progresif dan akhirnya cartilago sendi dengan
perubahan reaktif pada batas batas sendi dan pada tulang sub condral.
2. Etiologi
Sarnpai saat ini etiologi yang pasti dari osteoartritis ini belum diketahui
dengan jelas, ternyata tidak ada satu faktor pun yang jelas sebagai proses
destruksi rawan sendi, akan tetapi beberapa faktor predoposisi terjadinya
OA telah diketahui. Faktor resiko yang berperan pada osteoarthritis dapat
dibedakan menjadi dua golongan yaitu, (1) faktor predoposisi umum,
antara lain umur, jenis kelamin, kegemukan, hereditas, hipermobilitas,
merokok, densitas tulang, hormoral, dan penyakit rematik lainnya, (2)
faktor mekanik, antara lain trauma, bentuk sendi, penggunaan sendi yang
berlebihan oleh karena pekerjaan atau aktivitas dan kurang gerak (Isbagio,
2003).
Menurut Sidartha, 1999 presdisposisi etiologi dari osteoartritis sebagai
berikut:
a. Umur

Sebagai faktor bahwa semakin tua semakin menurun kualitas cartilago


persendian. Cartilago sebagai bantalan penahan tekanan semakin tua
semakin berkurang elastisitasnya, sehingga akan mengakibatkan
gangguan fungsi.
b. Gangguan mekanik
Trauma langsung atau tidak langsung (trauma kecil-kecil yang dialami
sepanjang masa menjelang tua) mengakibatkan rusaknya katilago
persendian.
c. Kecacatan genu valgus atau genu varus Kecacatan tersebut lama
mengakibatkan kerusakan pada karlilago persendian, karena berat
badan hanya ditumpu oleh sebagian dan persendian.
d. Infeksi
Infeksi disebabkan oleh virus, virus yang masuk ke dalam tubuh
kedalam pembuluh darah kemudian dilalirkan oleh darah. Virus
tersebut akan berhenti ke tempat yang disukainya.
e. Metabolic Syndrome
Kaitannya dengan penurunan fungsi dari mitokondria. Mitokondria
menghasilkan energi yang akan digunakan oleh inti sel. Usia yang
sudah tua akan membuat metokondri tidak mampu menghasilkan
energi sehingga DNA tidak bisa menyelenggarakan prises
metabolisme tubuh.
f. Kegemukan atau obesitas Kelebihan berat badan akan menarnbah
beban sendi penopang berat badan, dan pada orang gemuk akan timbul
genu varus. Hal ini merupakan salah satu penyebab Osteoartritis.
g. Penyakit Endokrin

Pada hipotiroidisme terjadi produksi air dan garam-garam


proteoglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong,
sehingga akan merusak si fat fisik rawan sendi, ligamen, tendon,
synovial dan kulit pada diabetes mellitus, ghukosa akan menyebabkan
produksi proteoglikan menurun. Semua ini akan menyebahkan
Osteoartritis.
h. Penyakit sendi lain
Osteoartritis dapat timbul sebagai akibat berbagai penyakit sendi
lainnya seperti arthritis, arthritis karena infeksi akut, atau karena
infeksi, kronis seperti TBC. Sendi infeksi tersebut menimbulkan reaksi
peradangan dan mengeluarkan enzim permukaan matrik rawan sendi
oleh membran synovial dan sel-sel radang.
Berdasarkan kriteria A.R.A (American Rheumaticam Associaton),
Osteoarthritis dapat dilklasifikasikan sebagai berikut:
1) Osteoarthritis primer
Yang penyebabnya berupa idiopatik dan erosive
Osteoarthritis. Osteoarthritis primer dikatakan sebagai
perubahan degeneratif yang penyebabnya tidak diketahui.
Saiter menyebutkan sebagai Aging Process dan sendi
normal.
2) Osteoarthritis sekunder
Adalah penyebab Osteoarthritis yang menyertai kelainan
seperti kongenital atau kelainan pertumbuhan (contoh:
steochondrosis), penyakit metabolik (contoh: Gout), trauma,
inflamasi (contoh: Rheumatoid arthritis).
9

Disebut Osteoarthritis sekunder karena diketahui


penyebabnya (Kamiati, 1995).
3. Patofisiologi
Pada kondisi osteoartritis terjadi perubahan lokal pada cartilago berupa
timbulnya bulla atau blister yang menyebabkan serabut kolagen terputus
proteoglikan mengalami pembengkakan pada tahap laju, terjadi perubahan
air proteoglikan dan bercerai berai yang mengakibatkan struktur dan
tulang rawan sendi rusak (Hudaya, 1996).
Pada Osteoarthritis terdapat proses degradasi, reparasi dan inflamasi yang
terjadi dalam jaringan ikat. lapisan rawan, sinovium dan tulang
subchondral. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Osteoarthritis adalah
sebagai berikut:
a. Degradasi tulang rawan sendi, yang timbul sebagai akibat dan
ketidakseimbangan antara regenerasi dan degenerasi rawan sendi
melalui beberapa tahap yaitu fibrasi, pelunakan, perpecahan, dan
pengelupasan lapisan rawan sendi. Proses ini dapat berlangsung cepat
dan lambat.
Untuk proses cepat dalam waktu 10-15 tahun sedang yang lambat 2030 tahun. Akhirnya permukaan sendi menjadi botak tanpa lapisan
rawan sendi (Parjoto, 2000).
b. Osteofit, bersama timbulnya degenerasi tulang rawan sendi.
Selanjutnya diikuti reparasi tulang rawan sendi. Reparasi berupa
pembentukan osteofit ditulang subchondral (Parjoto, 2000).

10

c. Skierosis subchondral, pada tulang subchondral terjadi reparasi berupa


sklerosis (pemadatan atau penguatan tulang tepat di bawah lapisan
rawan yang mulai rusak) (Parjoto, 2000).
d. Sinovitis adalah inflamasi dan sinovium yang terjadi akibat proses
sekunder degenerasi dan fragmentasi. Sinovitis dapat meningkatkan
cairan sendi. Cairan lutut yang mengandung bermacam-macam enzim
akan tertekan ke dalam celah-celah rawan, ini akan mempercepat
proses pengrusakan tulang rawan (Parjoto, 2000).
Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, sifat-sifat biomekanis
tulang rawan sendi akan berubah, sehingga akan menyebabkan tulang
rawan sendi rentan terhadap beban yang biasa (Kamiati, 1995).
4. Manisfestasi Klinis
Secara umum gejala dan tanda osteoartritis adalah sebagai berikut:
a. Nyeri merupakan gejala khnik yang paling menonjol, nyeri pada sendi
lutut, nyeri diperberat oleh pemakaian sendi dan menghilang dengan
istirahat.
b. Kaku sendi juga gejala yang juga sering ditemukan biasanya pada
waktu pagi hari atau lama pada keadaan ini aktifitas, kaku pada pagi
hari, nyeri atau kaku sendi timbul setelah immobilitas dalam waktu
yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur.
c. Keterbatasan lingkup gerak sendi oleh karena secara fungsional fungsi
sendi terganggu oleh berbagai macam masalah seperti nyeri, spasme
otot dan pemendekan otot, Keterbatasan LGS, gangguan ini semakin
bertambah berat dengan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.

11

d. Kelainan bentuk struktur sendi, ini dapat di temukan pada keadaan


penyusun yang lanjut dapat berupa genu valgum maupun genu valgus.
Bila sudah ditemukan instabilitas ligamen menunjukkan kerusakan
yang progresif dan prognosis yang jelek,
e. gangguan aktifitas fungsional yang disebabkan oleh akumulasi
keluhan yang juga ditambah oleh karena menurunnya kekuatan otot
(Isbagyo, 2000).
5. Anatomi Fungsional
a. Tulang Pembentuk Sendi Lutut
Tulang yang membentuk sendi lutut antara lain: Tulang femur distal,
tibia proximal, tulang fibula, dan tulang patella.
1) Tulang Femur (Tulang paha)
Tulang femur termasuk tulang panjang yang bersendi ke atas
dengan pelvis dan ke bawah dengan tulang tibia. Tulang femur
terdri dari epiphysis proximal diaphysis dan epiphysis distalis.
Pada tulang femur ini yang berfungsi dalam persendian lutut
adalah epiphysis distalis. Epiphysis distalis merupakan bulatan
sepasang yang disebut condylus femoralis lateralis dan medialis.
Di bagian proximal tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil
yang disebut epicondylus lateralis dan epicondylus lateralis.
Pandangan dari depan, terdapat dataran sendi yang melebar ke
lateral yang disebut fades patellaris yang nantinya bersendi
dengan tulang patella. Dan pandangan dari belakang, diantara

12

condylus lateralis dan medialis terdapat cekungan yang disebut


fossa intercondyloidea (Platser W, 1993).
2) Tulang patella (Tulang tempurung lutut)
Tulang patella merupakan tulang dengan bentuk segitiga pipih
dengan apeks menghadap ke arah distal. Pada permukaan depan
kasar sedangkan permukaan dalam atau dorsal memiliki
permukaan sendi yaitu fades articularis lateralis yang lebar dan
fades articulararis medialis yang sempit (Platser W, 1993).
3) Tulang Tibia (Tulang kering)
Tulang tibia terdiri dan epiphysis proximalis, diaphysis distalis.
Epiphysis proximalis pada tulang tibia terdiri dari dua bulatan yang
disebut condylus lateralis dan condylus medialis yang atasnya
terdapat dataran sendi yang disebut fades artikularis lateralis dan
medialis yang dipisahkan oleh ementio iniercondyloidea (Evelyn,
2002).
Lutut merupakan sendi yang bentuknya dapat dikatakan tidak ada
kesesuaian bentuk, kedua condylus dari femur secara bersama
sama membentuk sejenis katrol (troclea), sebaiknya dataran tibia
tidak rata permukaanya, ketidak sesuaian ini dikompensasikan oleh
bentuk meniscus (Platser W, 1993).
Hubungan-hubungan antara tulang tersebut membentuk suatu
sendi yaitu: antara tulang femur dan patella disebut articulatio
patella femorale, hubungan antara tibia dan femur disebut

13

articulatio tibio femorale. Yang secara keseluruhan dapat


dikatakan sebagai sendi lutut atau knee joint (Evelyn, 2002).
b. Ligamentum, kapsul sendi dan jaringan lunak sekitar sendi lutut
1) Ligamentum
Ligamentum mempunyai sifat extensibility dan kekuatan, yang
cukup kuat (tensile strength) yang berfungsi sebagai pembatas
gerakan dan stabilisator sendi. Ada beberapa ligamen sendi lutut
yaitu: (1) Ligamentum cruciatum anterior yang berjalan dari depan
culimentio intercondyloidea tibia ke permukaan medial condyler
lateralis femur yang berfungsi menahan hiperekstensi dan
menahan bergesernya tibia ke depan, (2) Ligamentum cruciatum
posterior berjalan dan fades lateralis condylus medialis femoris
menuju ke fossa intercondyloidea tibia, berfungsi menahan
bergesernya tibia ke arah belakang, (3) Ligamentum collateral
lateral yang berjalan dan epicondylus lateralis ke capitulum fibula
yang berfungsi menahan gerakkan varus atau samping luar, (4)
Ligamentum collateral mediale berjalan dari epicondylus medialis
ke permukaan medial tibia (epicondylus medialis tibia) berfungsi
menahan gerakan valgus atau samping dalam eksorotasi. Namun
secara bersamaan fungsi-fungsi ligament colateralle menahan
bergesemya tibia ke depan pada posisi lutut 90, (5) ligament
popliteum obliqum berasal dari condylus lateralis femur menuju ke
insertio musculus semi membranosus melekat pada fascia
14

musculus popliteum, (6) ligament ransversum genu membentang


pada permukaan anterior meniscus medialis dan lateralis (Evelyn,
2002).
2) Kapsul sendi
Kapsul sendi lutut terdiri dan dua lapisan yaitu (1) stratum
fibroswn merupakan lapisan luar yang berfungsi sebagai penutup
atau selubung (2) stratum synovial yang bersatu dengan bursa
suprapatellaris, stratum synovial ini merupakan lapisan dalam
yang berfungsi memproduksi cairan synovial untuk melicinkan
permukaan sendi lutut. Kapsul sendi lutut ini termasuk jaringan
fibrosus yang avasculer sehingga jika cedera sulit untuk proses
penyembuhan (Evelyn, 2002).
3) Jaringan lunak
a) Meniscus
Meniscus merupakan jaringan lunak, meniscus pada sendi lutut
adalah meniscus lateralis, Adapun fungsi meniscus adalah (1)
penyebaran pembebanan (2) peredam kejut (shock absorber)
(3) mempermudah gerakan rotasi (4) mengurangi gerakan dan
stabilisator setiap penekanan akan diserap oleh meniscus dan
diteruskan ke sebuah sendi.
b) Bursa
Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang
memudahkan terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis
dan dibatasi oleh membran synovial. Ada beberapa bursa yang
terdapat pada sendi lutut antara lain: (1) bursa popliteus, (2)
15

bursa supra pateliaris (3) bursa infra paterallis (4) bursa


sulcutan prapateliaris (5) bursa sub patelliaris ( Eveyln,
2002).
c) Otot-otot penggerak sendi lutut
Otot-otot yang bekerja pada sendi lutut termasuk didalamnya
perlekatan dan persyarafan serta fungsi dari otot tersebut.
(1)
Bagian anterior adalah m. rectus femoris, m.
vastus lateralis, m. vastusmedialis, m. vastus
intermedialis.
(2)
Bagian posterior adalah m. bicep femoris, m.
semitendinosis, m. semimembranosis, m.
gastrocnemius.
(3)
Bagian medial adalah m. sartorius.
(4)
Bagian lateral adalah m. tensorfacialatae.
c. Biomekanik lutut
Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari gerakan tubuh manusia.
Pada bahasan Karya Tulis Ilmiah ini penulis hanya membahas
komponen kinematis. ditinjau dan gerak secara osteokinematika dan
secara artrokinematika yang terjadi pada sendi lutut.
1) Osteokinematika
Lutut termasuk dalam sendi giglymus (hinge modified) dan
mempunyai gerak yang cukup luas seperti sendi siku, luas gerak
flexinya cukup besar.
Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah gerak flexi
dan extensi pada bidang segitiga dengan lingkup gerak sendi untuk
gerak flexi sebesar 130 hingga 135 dengan posisi extensi 0 atau

16

5, dan gerak putaran ke dalam 30 hingga 35 sedangkan putaran


keluar 40 hingga 45 dari awal mid posisi.
Flexi sendi lutut adalah gerakan permukaan posterior ke bawah
menjauhi permukaan posterior tungkai bawah. Putaran ke dalam
adalah gerakan yang membawa jari-jari ke arah sisi dalam tungkai
(medial). Putaran keluar adalah gerakan membawa jari-jari ke arah
luar (lateral) tungkai. Untuk putaran (rotasi) dapat terjadi pada
posisi lutut flexi 90, R (< 90).

17

2) Artrokinematika
Pada kedua permukaan sendi lutut pergerakan yang terjadi
meliputi gerak slidding dan rolling, maka disinilah berlaku hukum
konkaf-konvek. Hukum ini menyatakan bahwa jika permukaan
sendi cembung (konvek) bergerak pada permukaan sendi cekung
(konkaf) maka pergerakan slidding dan rolling berlawanan. Dan
jika permukaan sendi cekung bergerak pada permukaan sendi
cembung, maka gerak slidding dan rolling searah.
Pada permukaan femur cembung (konvek) bergerak, maka gerakan
slidding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak flexi femur rolling
kearah belakang dan sliddingnya ke depan untuk gerak extensi
rollingnya keventral dan sliddingnya kebelakang. Dan pada
permukaan tibia cekung (konkaf) bergerak, flexi ataupun extensi
menuju kedepan atau ventral.

B. Teknologi Intervensi Fisioterapi


Teknologi Fisioterapi
a. TENS
b. Terapi Latihan

18

c. BAB III
d. PROSES FISIOTERAPI
e.
A. Pelaksanaan Studi Kasus
f. Proses Pemecahan Masalah Fisioterapi
g. Melalui pengenalan penyakit, pemeriksaan umum dan khusus, penulis
mendapatkan data yang menjadi bahan analisa untuk menentukan problematika
fisioterapi. Dengan ditetapkannya problematika fisioterapi selanjutnya dapat
diberikan dengan harapan tercapainya tujuan yang diinginkan.
h. Teknik Pengkajian Data
i. Pengkajian data pada umumnya meliputi teknik dan obyek yang akan diukur
atau dikumpulkan data, obyek data yang berhubungan dengan kondisi
osteoarthritis bilateral.
j.
a. Anamnesis
k. Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara
terapis dengan sumber data, hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1) Autoanamnesis, bila mengadakan tanya jawab langsung kepada pasien.
2) Heteroanamnesis, bila anamnesis dilakukan terhadap orang lain yang
dianggap mengerti tentang keadaan pasien, dan untuk kasus ini anamnesis
yang dilakukan adalah autoanamnesis yang meliputi:
a) Anamnesis umum
l. Dari anamnesis ini didapatkan data nama pasien, umur, alamat, agama,
jenis kelamin, pekerjaan.

19

b) Anamnesis khusus
m. Dari anamnesis khusus ini kita dapat memperoleh keterangan tentang
halhal yang berkaitan dengan keadaan atau penyakit pasien, seperti:
(1) Keluhan utama merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien
berkaitan dengan penyakit yang dideritanya.
(2) Riwayat penyakit sekarang, menggambarkan riwayat perjalanan
penyakit secara lengkap.
(3) Riwayat penyakit dahulu berupa penyakit-penyakit yang pernah
dialami yang tidak berhubungan langsung dengan munculnya keluhan
sekarang.
(4) Riwayat pribadi menjelaskan tentang pekerjaan maupun hobi
(5) Riwayat keluarga, dimaksudkan untuk menelusuri adanya penyakit
penyakit yang bersifat menurun (herediter) dan orang tua atau
keluarga.
b. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan fisik meliputi:
a) Pemeriksaan vital Sign yaitu pemeriksaan yang meliputi pengukuran
tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, temperatur, tinggi badan, dan
hasil pemeriksaan diketahui bahwa kondisi umum penderita
osteoarthritis kedua lutut ini adalah baik sehingga memungkinkan
untuk dilakukan pelaksanaan terapi.
b) Inspeksi, merupakan suatu cara pemeriksaan dengan cara melihat dan
mengamati. Pada kasus osteoarthritis kedua lutut ini, inspeksi yang
dilakukan didapatkan hasil seperti: (1) keadaan umum baik, (2)
Inspeksi statis didapatkan, ekspresi wajah saat diam biasa, tidak ada
bengkak pada kedua lutut, tidak ada atropi dan warna kemerahan tidak

20

ada, (3) Inspeksi dinamis, dengan mengamati sejak pasien datang


apakah ekspresi wajah menahan nyeri saat pasien duduk, saat jalan
pasien tidak menggunakan alat bantu, tripod dan alat bantu lain saat
berjalan.
c) Palpasi, merupakan cara pemeriksaan dengan jalan meraba, menekan,
dan memegang bagian tubuh pasien. Pada kasus osteoarthritis kedua
lutut ini, palpasi yang dilakukan didapatkan: (1) Suhu pada daerah
kedua lutut normal, (2) Tidak ada nyeri tekan, pada kedua lutut, (3)
Tidak ada bengkak pada kedua lutut, (4) Tidak ada spasme pada otot
quadriceps, (5) Tidak terdapat nyeri gerak.
d) Perkusi, Pemeriksaan dengan menggunakan palu atau diketok untuk
mengetahui adanya cairan.
e) Auskultasi, Merupakan cara pemeriksaan dengan jalan mendengarkan
bunyi dari lutut baik menggunakan stateskop maupun pendengaran.
Pada kasus ini didapatkan adanya bunyi dari lutut (krepitasi).
f) Pemeriksaan gerak dasar
g) Pemeriksaan dilakukan pada anggota gerak atas dan bawah bawah
baik kanan maupun kiri pada penderita osteoarthritis, fexi dan extensi
(1) Pemeriksaan gerak pasif
n. Pemeriksaan gerak pasif pada kondisi osteoarthritis knee
bilateral ini tentang gerak knee dextra dan sinistra tetapi pasien
dibantu terapis.
(2) Pemeriksaan gerak aktif
o. Pemeriksaan gerak aktif pada kondisi osteoarthritis knee
bilateral ini tentang gerak knee dextra dan sinistra tetapi pasien
melakukan sendiri.
21

(3) Pemeriksaan gerak isometric melawan tahanan


p. Tahanan untuk terapis, arah gerak berlawanan flexi dan
extensi. Dilakukan untuk kedua tungkai dextra dan sinistra.
h) Pemeriksaan kognitif, intrapersonal, interpersonal osteoarthritis knee
bilateral gerak.
q.
Kognitif : pasien dapat berkomunikasi dengan baik dengan
terapis
r.
Intrapersonal : pasien mempunyai keinginan untuk sembuh
s.
Interpersonal : hubungan baik sama terapis dan keluarga saling
mendukung
i) Kemampuan fiingsional dan lingkungan aktifitas
(1) Fungsional dasar
t. Pasien mampu baring dari tidur, pasien mampu mring kekanan
dan miring kekiri, duduk, berdiri dan sampai bejalan secara
mandiri disertai nyeri.
(2) Fungsional aktivitas
u. Dari pemeriksaan untuk mengetahui aktivitas merawat diri
secara mandiri, aktivitas sholat tidak mampu untuk membungkuk,
aktivitas untuk berjalan jauh apakah pasien merasakan nyeri.
(3) Lingkungan aktivitas
v. Dari pemeriksaan untuk mengetahui Lingkungan rumah: WC
jongkok, tidak ada tangga trap atau tangga rumah.dirumah pasien
apakah tempat memasak posisinya membungkuk sehingga pasien
memasak cenderung membungkuk.
c. Pemeriksaan Spesifik
w. Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk mengungkapkan ciri khusus serta
ada tidaknya gangguan dan struktur atau jaringan tertentu. Pada kasus
osteoarthritis sendi lutut ini, pemeriksaan yang dilakukan meliputi:
1) Tes pengukuran nyeri VDS (Verbal Descriptive Scale)
22

x.

Yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala

penilaian yaitu : (1) tidak nyeri, (2) nyeri sangat ringan, (3) nyeri
ringan, (4) nyeri tidak begitu berat, (5) nyeri cukup berat, (6) nyeri
berat, (7) nyeri tak tertahankan. Pasien disuruh merasakan nyerinya
pada nomor tersebut. Pasien tersebut harus memenuhi persyaratan
yaitu bukan anak-anak, tidak buta.
2) Manual Muscle Testing (MMT)
y.
Tes kekuatan otot ini dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa fisioterapi, jenis terapi atau jenis alat bantu yang akan
diberikan dan menentukan prognosis pasien serta bahan evaluasi.
Maka MMT dianggap penting untuk dilakukan. Walaupun pada
kondisi osteoarthritis ini hasil yang diperoleh kurang akurat karena
adanya rasa nyeri sehingga mempengaruhi kekuatan otot.
z.
Gradasi nilai otot menurut dr. Robert W lovelt atau metode
lovelt adalah: 1) Normal (N) atau 5, yaitu otot dapat berkontraksi
dengan LGS penuh, mampumelawan gravitasi, tahanan sebagian, 2)
Normal (N) atau 3, yaitu otot dapat berkontraksi dengan LGS penuh,
mampu melawan gravitasi tanpa tahanan, 3) poor (P) atau 2, yaitu otot
dapat berkontraksi dengan LGS penuh tanpa melawan gravitasi dan
tahanan, 4) Trace (T) atau 1, yaitu otot dapat sedikit kontraksi tanpa
ada gerakan sendi, 5) Zero (Z) atau 0, tidak ada kontraksi.
3) Test lingkup gerak sendi (LGS)
aa.
Pengukuran lingkup gerak sendi bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya keterbatasan untuk sendi lutut. Pemeriksaan ini dapat
23

dilakukan dengan menggunakan goniometer dan dapat diukur pada


gerak aktif maupun pasif, dan mengacu pada kriteria ISOM normal
dimana LGS sendi dextra (aktif) S = 0-0-90 (pasif) = S = 0-0120, knee sinistra (aktif) S=0-0-90, (pasif) S = 0-0-120. Pada
pengukuran LGS sendi knee dextra dan knee sinistra ini dilakukan
secara aktif dan pasif. Gerakan pasif dilakukan setelah gerakan aktif.
4) Tes stabilitas sendi lutut
a) Tes laci sorong depan
ab. Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu lutut pasien
ditekuk dan lutut yang lain tetap lurus. Posisi pemeriksa duduk
dipinggir bed,sambil menekan kaki pasien, dimana yang lututnya
tadi ditekuk, kedua lengan pemeriksa memberikan tarikan ke arah
anterior. Pemeriksaan ini untuk mengatahui stabilitas Ligamentum
cruciatum anterior (de wolf, 1954).
b) Tes laci sorong ke belakang
ac. Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu lutut pasien
ditekuk dan lutut yang lain tetap lurus. Posisi pemeriksa duduk di
tepi bed sambil menekan kaki pasien dimana lututnya ditekuk
bersamaan dengan itu pemeriksaan memberikan dorongan ke arah
posterior (de wolf, 1994).
c) Tes hipermobilitas valgus
ad. Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu tungkai
terjuntai di bawah bed, posisi tangan terapis di samping pasien
yang terjuntai, tangan yang lain berada di atas kaki pasien,

24

gerakannya ke arah varus. Pemeriksaan ini untuk mengetahui


stabilitas ligament collateral lateral, (de wolf, 1994).
d) Tes Hipermobilitas Varus
ae. Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu tungkai
bawah pasien terjuntai di bawah bed, posisi terapis di samping
penderita dengan satu tangan berada di bawah lutut pasien yang
terjuntai, tangan yang lain berada di atas kaki pasien yang
terjuntai, gerakannya ke arah valrus. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui stabilitas ligament collarteral laterale (de wolf, 1954).
e) Tes Hiperekstensi
af. Pasien berbaring di atas bed dengan kaki dalam posisi lurus,
lutut di ganjal, sedangkan kaki di angkat. Dengan membandingkan
jarak antara tumit kaki kiri dan kanan bed (de wolf, 1994).
f) Tes Gravity Sign
ag. Pasien berada dalam posisi berbaring terlentang, diminta agar
kedua kakinya diangkat sehingga lutut dan pangkal pahanya
membuat sudut 90 derajat, kedua tumitnya diletakkan di atas
tangan pemeriksa. Pemeriksa mengamati kedua tibia dan menilai
apakah tuberositas tibia yang satu letaknya mungkin lebih rendah
dari pada yang lainnya. Perbedaan akan tampak lebih jelas bila
pasien diminta agar menekan tangan pemeriksa dengan kedua
tumitnya (menegangkan hamstring) (de wolf. 1994).
g) Pemeriksaan derajat nyeri
ah. Skala penilaian derajat nyeri yang digunakan pada kondisi
osteoarthritis knee bilateral ini adalah dengan skala VDS (Verbal

25

Descriptive Scale). Skala ini terdiri dari garis 7 cm yang diberi


tanda dari titik awal sampai titik akhir. Salah satu ujung
menunjukkan titik nyeri dan ujung yang lain menunjukkan nyeri
tak tertahankan. Pemeriksaan dengan skala ini tujuannya untuk
mengetahui derajat nyeri, dimana pasien di minta untuk menandai
pada salah satu titik pada skala dan titik awal sampai akhir yang
ditandai pasien adalah nilai intensitas nyeri yang dirasakan pasien.
h) Pemeriksaan luas gerak sendi (LGS)
ai. Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gerak sendi lutut,
pemeriksaan ini dilakukan dengan goniometer dan diukur pada
gerak aktif maupun pasif, pada kedua tungkai.
i) Pemeriksaan kekuatan otot
aj. Untuk mengetahui kekuatan otot dapat dilakukan pemeriksaan
dengan menggunakan Manual Muscle Testing (MMT). Otot yang
diperiksa yaitu otot fleksor dan ekstensor kedua lutut.
B. Diagnosa Fisioterapi
ak. Diagnosa fisioterapi merupakan upaya menegakkan masalah aktivitas gerak
dan fungsi berdasarkan pernyataan yang logis dan dapat dilayani fisioterapi.
Adapun tujuan dan diagnosis fisioterapi adalah untuk mengetahui permasalahan
fisioterapi yang dihadapi oleh penderita serta untuk menentukan layanan
fisioterapi yang tepat.
al. Hasil pemeriksaan fisioterapi yang telah dilaksanakan pada penderita
osteoarthritis kedua lutut ini didapatkan permasalahan fisioterapi sebagai berikut:
1. Permasalahan kapasitas fisik untuk Osteoartritis :
a. Adanya nyeri pada kedua lututnya saat jongkok
b. Adanya rasa nyeri pada kedua lututnya pada saat duduk diantara dua sujud
c. Adanya rasa nyeri pada saat jalan dan berdiri
26

d. Adanya nyeri tekan dan nyeri gerak pada sendi knee


2. Permasalahan kemampuan fungsional, yaitu:
a. Adanya gangguan saat melakukan gerakan jongkok ke berdiri
b. Adanya gangguan saat melakukan sholat karena nyeri
C. Tujuan
am.Tujuan fisioterapi akan dibedakan antara tujuan jangka pendek dan jangka
panjang.
1. Tujuan jangka pendek ini meliputi:
a. Meningkatkan dan memelihara LGS
b. Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot
c. Mengurangi nyeri tekan dan nyeri gerak
d. Mengurangi spasme pada otot quadriceps dan hamstring.
2. Tujuan jangka panjang, tujuan ini meliputi:
a. Meneruskan tujuan jangka pendek
b. Meningkatkan aktivitas fungsional
D. Pelaksanaan Terapi
1. Penatalaksanaan Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
a. Persiapan alat
an. Persiapan alat TENS, periksa kabel dan pad yang sudah dibasahi
dengan air, siapkan pengikatnya
b. Persiapan pasien
ao. Posisi pasien tidur terlentang diatas bed. Bersihkan kulit pasien dengan
menggunakan handuk. Lakukan pemeriksaan sensibilitas(dengan
pemeriksaan tajam tumpul pada daerah yang diterapi). Kemudian beri
penjelasan kepada pasien tentang apa yang dirasakan selama terapi yaitu
rasa tertusuk tusuk.
c. Pelaksanaan terapi
ap. Pasang masing-masing 2 pad pada lutut kanan kiri bagian medial
lateral, kemudian ikat dengan pengikat. Lalu hidupkan hidupkan mesin
dan atur frequency 110Hz dengan durasi 15 menit, naikkan intensitas
perlahan lahan sampai ada arus masuk tubuh. Setelah terapi berjalan 5
menit periksalah pasien untuk mengetahui apa yang dirasakan, jika pasien
27

tidak lagi merasakan arus maka intensitas harus dinaikkan. Setelah terapi
selesai mesin dimatikan, lepas pad dari pasien.
2. Terapi Latihan
a. Terapi latihan dengan teknik hold relax
1) Persiapan pasien
aq.
Posisi pasien sewaktu latihan adalah duduk ongkang-ongkang
ditepi bed dengan posisi lutut flexi 90.
2) Pelaksanaan Latihan
a) Prosedur latihan
ar. Gerakan lutut (flexi) hingga 110 atau pada batas nyeri pada
kedua lutumya pada posisi tersebut (lutut flexi 110) beri tahanan
pada daerah pergelangan kaki bagian belakang dan fiksasi pada
daerah atas lutut. Lalu (ekstensi) dengan lawanan tahanan
diberikan selama 5 detik besarnya tahanan disesuaikan dengan
toleransi atau kekuatan kontraksi pasien kemudian pasien rileks
untuk secara perlahan-lahan. Ulangi prosedur diatas sebanyak 3
kali, setelah itu pada akhir gerakan diberikan force atau dorongan
ke arah flexi untuk menambah LGS fleksi lutut.
b) Waktu latihan
as. Untuk latihan hold rilex dilakukan 6 - 8 X pengulangan atau
sampai batas kemampuan pasien.
c) Frekuensi latihan
at. Dilakukan oleh pasien setiap hari selama satu minggu atau
selama 6 kali terapi
b. Terapi latihan dengan free active movement
1) Persiapan pasien
au.
Pasien diposisikan tidur terlentang di bed dan duduk
ongkangongkang
2) Pelaksanaan latihan
28

av.

Pada posisi tidur terlentang terapi, meminta pasien untuk

menggerakkan tungkainya seperti saat mengayuh sepeda dilakukan


sebanyak 5 kali pengulangan lalu pada posisi duduk ongkang-ongkang
terapis meminta pasien untuk menekuk dan meluruskan lututnya
(fleksi dan ekstensi lutut), terapi memberikan fiksasi pada bagian atas
lutut latihan ini juga dilakukan sebanyak 5 kali.
3) Waktu latihan
aw.
Untuk latihan free active movement dapat dilakukan 6 - 8 X
pengulangan atau sampai batas kemampuan pasien.
4) Frekuensi latihan
ax.
Dilakukan pasien selama 1 minggu atau selama 6 kali terapi 4.
E. EVALUASI
ay. Evaluasi dilakukan 2 tahap, yakni evaluasi sesaat dan evaluasi setelah terapi
evaluasi yang dilakukan untuk kondisi osteoarthritis kedua lutut ini hanya
merupakan komponen yang menjadi pembahasan kasus pada karya tulis ilmiah
ini, yaitu:
1. Nyeri dengan skala VDS
2. Luas gerak sendi dengan goniometer.
3. Kekuatan otot dengan MMT
4. Aktivitas fungsional dasar dengan skala jette
az.

29

ba.
bb.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

bc.
A. Hasil Studi Kasus
bd. Protokol Studi Kasus
be. Tanggal Pembuatan : 18 November 2016
bf. Kondisi/Kasus
: FTB
I.
KETERANGAN UMUM PENDERITA
bg. Nama
: Ny. Muryani
bh. Umur
: 76 tahun
bi. Jenis Kelamin : Perempuan
bj. Agama
: Islam
bk. Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
bl. Alamat
: Jl.Mentri Supeno Selatan, Semarang
II.
DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT
A. DIAGNOSIS MEDIS:
bm. Osteoathritis genu bilateral
B. CATATAN KLINIS:
bn.
Hasil Rontgen
bo.
Nampak terdapat osteofit (muncul taji) pada bagian medial dan
adanya penyempitan pada tibia femur joint.
C. TERAPI UMUM (GENERAL TREATMENT):
bp.
- Medica Mentosa
bq.
- Fisioterapi
D. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER:
br.
Mohon fisioterapi Ny.Muryani dengan Osteoathritis genu
III.

bilateral.
SEGI FISIOTERAPI
bs. Tanggal: 14 November 2016
A. ANAMNESIS (AUTO)
1. Keluhan utama:
bt. Nyeri pada kedua lutut pada saat melakukan aktivitas sholat
terutama pada gerakan duduk diantara dua sujud ke berdiri, pada

30

saat berjalan jauh kedua lulutnya juga merasa nyeri, pada gerakan
jongkok ke berdiri nyeri.
2. Riwayat penyakit sekarang:
bu. Pasien mengeluh nyeri pada kedua lututnya sejak 1 minggu
lalu. Kemudian pasien memeriksakan diri ke RST Semarang. Pada
tanggal 10 November 2016 dan dirujuk ke poli fisioterapi RST
Semarang.
3. Riwayat penyakit dahulu
bv. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat pribadi
bw.Pasien adalah seorang iibu rumah tangga dan sering berjalan
jauh.
5. Riwayat keluarga
bx. Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit seperti ini.
6. Anamnesis sistem
a. Kepala dan leher:
pusing (-)
keluhan kaku leher (-)
b. Kardiovaskuler:
nyeri dada (-)
berdebar-debar (-)
c. Respirasi:
sesak nafas (-)
batuk (-)
asma (-)
d. Gastrointestinalis:
BAB terkontrol
mual, muntah (-)
e. Urogenitas:
BAK terkontrol
f. Muskuloskeletal:
Adanya nyeri gerak pada kedua sendi knee
Keterbatasan gerak karena nyeri
Adanya spasme pada otot quadriceps dan hamstring
Adanya penurunan kekuatan otot pada kedua lutut
31

g. Nervorum:
by.
Kadang-kadang pasien merasakan kesemutan pada
kedua kaki menjalar sampai telapak kaki.
B. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
bz. 1.1. Tanda-tanda vital:
a. Tekanan darah : 110/70 mmHg
b. Denyut nadi : 75/menit
c. Pernapasan : 20/menit
d. Temperatur : 36OC
e. Tinggi badan : 153 cm
f. Berat badan : 39 kg
1.2. Inspeksi:
ca. Statis : - pasien tidak tampak pucat, tidak ada oedem
cb.
- pasien terlihat memakai decker, pada kedua
cc.

lututnya.
Dinamis :

- pasien tampak menahan rasa sakit pada

saat bergerak
cd.
dari posisi duduk ke berdiri, pasien berjalan
dengan kaki agak pincang,sudah tampak adanya
deformitas ke arah varus.
ce.
- tampak adanya deformitas genu varus
1.3. Palpasi:
Adanya nyeri tekan pada kedua lutut bagian lateral dan medial
Tidak terdapat puting oedema
Suhu lokal normal
1.4. Perkusi:
cf. Tidak dilakukan.
1.5. Auskultasi:
cg. Krepitasi (+) pada kedua lututnya.
1.6. Gerakan dasar:
a. Gerak aktif:
ch.
AGB knee sinistra-dextra
ci.
Hip ankle : mampu bergerak aktif, full ROM dan
tanpa disertai nyeri kekuatan otot normal

32

cj.

Knee

: mampu bergerak aktif, namun tidak full

ROM dan disertai nyeri terutama saat flexi > 90o


kekuatan otot normal
ck.
b. Gerak pasif:
cl.
AGB dextrea-sinistra
cm.
Hip dan ankle : mampu digerakkan pasif oleh
terapis secara full ROM end feel lunak disertai
cn.

nyeri
Knee

: mampu digerakkan pasif oleh

terapis, namun tidak full ROM, terutama saat flexi


90o end feel hard terdapat nyeri serta terasa
krepitasinya.
c. Gerak isometik melawan tahanan:
co.
AGB knee sinistra-dextra
cp.
Hip-ankle
: pasien mampu melawan gerak
isometrik melawan tahanan minimal dari terapis
cq.

tanpa disertai nyeri


Knee : pasien mampu melawan gerak
isometrik melawan tahanan minimal dari terapis

namun disertai nyeri.


1.7. Kognitif, intra personal dan inter personal:
Kognitif : pasien mampu menceritakan kronologi yang
dialaminya sampai sekarang kepada terapis
Intrapersonal : pasien dapat bekerjasama dan berkomunikatif
baik dengan terapis
Interpersonal : pasien mampu menerima keadaan yang
dialaminya dan memiliki motivasi yang tinggi untuk sembuh
33

1.8. Kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas


a. Kemampuan fungsional dasar:
Pasien mampu miring kanan-kiri pada saat tidur secara
mandiri
Mampu duduk ongkang-ongkang
Pasien mampu berjalan disertai nyeri
Pasien mampu melakukan jongkok ke berdiri disertai nyeri
b. Aktivitas fungsional:
Aktifitas sholat pasien sangat terganggu
Saat aktifitas jongkok ke berdiri pasien merasakan nyeri
pada kedua lututnya
Toileting terganggu pada saat jongkok
c. Lingkungan aktivitas:
Lingkungan rumah
WC duduk
Lingkungan fisioterapi yang ada di RSUD Sragen
mendukung kesembuhan pasien
1.9. Pemeriksaan spesifik
cr. 1.9.1. Kekuatan otot dengan MMT
cs.
cu.
xor
cy.

Knee dextra
Fle
cv.
4

ct.
cw.
xor
da.

Ek
cz.

Knee sinistra
Fle
cx.
4
Ek

db.

stensor
stensor
dc. 1.9.2. Pengukuran nyeri dengan VDS
dd.

Skala

Nilai
dg.
Nyeri

de.

Dext df.

ra

Sinis

tra

dh.

di.

dk.

dl.

diam
dj.
Nyeri
tekan

34

dm.

Nyeri
dn.

do.

gerak
dp.1.9.3. LGS dengan Goniometer
dq.

Gerak

dt.

Pasif

dr.
du.

Dextra
S 0-0-

ds.
dv.

Sinistra
S 0-0-

100
100
dw.
Aktif
dx.
S 0-0-90 dy.
S 0-0-90
dz. 1.9.4. Tes Spesifik
ea.
Krepitasi (+)
Appley (+)
2. Diagnosa Fisioterapi
A. Impairment
Nyeri pada kedua lutut
Adanya spasme otot M. Hamstring dan M. Quadriceps
Keterbatasan lingkup gerak sendi pada kedua lutut
Adanya penurunan kekuatan otot pada kedua lutut
B. Functional limitation
Adanya gangguan saat melakukan gerakan jongkok ke

berdiri
Adanya gangguan saat melakukan sholat pada gerakan

duduk diantara dua sujud ke berdiri


C. Disability
eb.
Pasien masih mampu melakukan aktifitas di masyarakat
D. Program/Rencana Fisioterapi
1. Tujuan
a. Tujuan Jangka Pendek
Mengurangi nyeri, baik tekan maupun nyeri gerak
Menambah Lingkup Gerak Sendi
Memperbaiki gerak fungsional
b. Tujuan Jangka Penjang
ec. Meningkatkan aktifitas fungsional
2. Tindakan Fisioterapi
a. Teknologi Fisioterapi
1) Teknologi alternatif
a. IR e
b. TENS

35

c. TL
2) Teknologi terpilih
a. TENS
b. TL
3) Teknologi yang dilaksanakan
a. TENS
b. TL
b. Edukasi
ed.
Usahakan memakai deker pada lututnya pada
saat beraktifitas untuk menjaga efisiensi sendi lutut
ee.
Dianjurkan pada pasien untuk membatasi yang
mengakibatkan pembebanan sendi lutut secara
berlebihan
c. Rencana evaluasi
Derajat nyeri skala VDS
Kekuatan otot dengan MMT
LGS dengan goniometer
E. Penatalaksanaan Fisioterapi
ef.
14 November 2016
1. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
eg.

Persiapan alat

eh.

Persiapan alat TENS, periksa kabel dan pad yang sudah

dibasahi dengan air, siapkan pengikatnya


ei.

Persiapan pasien

ej.

Posisi pasien tidur terlentang diatas bed. Bersihkan

kulit pasien dengan menggunakan handuk. Lakukan


pemeriksaan sensibilitas(dengan pemeriksaan tajam tumpul
pada daerah yang diterapi). Kemudian beri penjelasan kepada

36

pasien tentang apa yang dirasakan selama terapi yaitu rasa


tertusuk tusuk.
ek.

Pelaksanaan terapi

el.

Pasang masing-masing 2 pad pada lutut kanan kiri

bagian medial lateral, kemudian ikat dengan pengikat. Lalu


hidupkan hidupkan mesin dan atur frequency 110Hz dengan
durasi 15 menit, naikkan intensitas perlahan lahan sampai ada
arus masuk tubuh. Setelah terapi berjalan 5 menit periksalah
pasien untuk mengetahui apa yang dirasakan, jika pasien tidak
lagi merasakan arus maka intensitas harus dinaikkan. Setelah
terapi selesai mesin dimatikan, lepas pad dari pasien.
2. Terapi Latihan
1. Terapi latihan dengan teknik hold relax
em.Persiapan pasien
en. Posisi pasien sewaktu latihan adalah duduk ongkangongkang ditepi bed dengan posisi lutut flexi 90.
eo. Pelaksanaan Latihan
ep. Prosedur latihan
eq. Gerakan lutut (flexi) hingga 110 atau pada batas nyeri
pada kedua lutumya pada posisi tersebut (lutut flexi 110)
beri tahanan pada daerah pergelangan kaki bagian belakang
dan fiksasi pada daerah atas lutut. Lalu (ekstensi) dengan
37

lawanan tahanan diberikan selama 5 detik besarnya tahanan


disesuaikan dengan toleransi atau kekuatan kontraksi
pasien kemudian pasien rileks untuk secara perlahan-lahan.
Ulangi prosedur diatas sebanyak 3 kali, setelah itu pada
akhir gerakan diberikan force atau dorongan ke arah flexi
untuk menambah LGS fleksi lutut.
er. Waktu latihan
es. Untuk latihan hold rilex dilakukan 6 - 8 X pengulangan
atau sampai batas kemampuan pasien.
et. Frekuensi latihan
eu. Dilakukan oleh pasien setiap hari selama satu minggu
atau selama 6 kali terapi
ev.
ew.
ex.
2. Terapi latihan dengan free active movement
ey. Persiapan pasien
ez. Pasien diposisikan tidur terlentang di bed dan duduk
ongkang-ongkang
fa. Pelaksanaan latihan
fb. Pada posisi tidur terlentang terapi, meminta pasien
untuk menggerakkan tungkainya seperti saat mengayuh
sepeda dilakukan sebanyak 5 kali pengulangan lalu pada

38

posisi duduk ongkang-ongkang terapis meminta pasien


untuk menekuk dan meluruskan lututnya (fleksi dan
ekstensi lutut), terapi memberikan fiksasi pada bagian atas
lutut latihan ini juga dilakukan sebanyak 5 kali.
fc. Waktu latihan
fd. Untuk latihan free active movement dapat dilakukan 6 8 X pengulangan atau sampai batas kemampuan pasien.
fe. Frekuensi latihan
ff. Dilakukan pasien selama 1 minggu atau selama 6 kali
terapi 4.
fg.
fh.
fi.
F. Prognosis
fj.
Quo ad Vitam : baik
fk.
Quo ad Sanam : sedang
fl.
Quo ad Cosmeticam : baik
fm.
Quo ad Fungsionam : sedang
fn.
G. Evaluasi
fo.
Evaluasi Nyeri dengan VDS
fp.

VDS

fq.

fr.

fs.

ft.

fu.

fv.

fw.

Nyeri Gerak

T1
fx.

T2
fy.

T3
fz.

T4
ga.

T5
gb.

T6
gc.

Kanan
gd.
Nyeri Gerak

5
ge.

5
gf.

4
gg.

4
gh.

3
gi.

2
gj.

Kiri
gk.

Nyeri Tekan

6
gl.

6
5
gm. gn.

3
go.

3
gp.

2
gq.

Kanan
gr.
Nyeri Tekan

5
gs.

5
gt.

3
gv.

2
gw.

2
gx.

4
gu.

39

Kiri
gy.

Nyeri Diam

6
gz.

6
ha.

5
hb.

3
hc.

3
hd.

2
he.

Kanan
hf.
Nyeri Diam

1
hg.

1
hh.

1
hi.

1
hj.

1
hk.

1
hl.

Kiri
hm.
hn.

Evaluasi Kekuatan Otot Flexor dan Extensor Sendi

Lutut
ho.

Se

ndi

hs.

hp.

Tera

pi

Kn

ee

ht.
hu.
hv.
hw.
hx.
hy.

T1
T2
T3
T4
T5
T6

Evaluasi LGS Sendi Lutut

in.

Sen

iv.
ja.
jf.

Flex

or

il.
im.

di Lutut

hq.

hz.
ia.
ib.
ic.
id.
ie.

hr.

Exten

sor

4
4
4
4+
4+
4+

if.
ig.
ih.
ii.
ij.
ik.

4
4
4
4+
4+
4+

Ki

ip.
it.

Pasif
Ka iu.

Ki

nan
iy.

ri
S 0- iz.

io.
ir.

Aktif
Ka is.

nan
iw.

ri
S 0- ix.

0-90
jb.

0-0-90
S 0- jc.
S

0-100
0-0-110
jd.
S 0- je.
S

0-90
jg.

0-0-90
S 0- jh.
S

0-100
0-0-110
ji.
S 0- jj.
S

T1
T2
T3

40

0-90
jl.
jk.
jp.
ju.

0-0-90
S 0- jm.
S

0-100
0-0-110
jn.
S 0- jo.
S

0-110
0-0-110
jq.
S 0- jr.
S

0-120
0-0-120
js.
S 0- jt.
S

0-110
0-0-110
jv.
S 0- jw.
S

0-120
0-0-120
jx.
S 0- jy.
S

0-110

0-120

T4
T5
T6
0-0-110

0-0-120

jz.
H. Hasil Terapi Akhir
ka.
Setelah diberikan terapi berupa pemasangan TENS dan
diberikan terapi latihan selama masing-masing 15 menit
kepada Ny. Muryani yang dilakukan 6 kali berturut-turut
pasien merasakan nyeri berkurang. Aktivitas seperti sholat dan
berjalan jauh bisa dilakukan tanpa nyeri.
B. Pembahasan Kasus
kb. Seorang pasien wanita berusia 76 tahun dengan diagnosa fisioterapi berupa
osteoartritis genu bilateral, pasien mempunyai kebiasaan membaca al-Quran.
Pasien mulai mendapatkan penangann fisioterapi pada tanggal 14 November
2016. Setelah dilakukan intervensi fisioterapi melalui dua modalitas yaitu:
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) dan terapi latihan dengan
frekuensi 6 kali terapi berturut-tirit, didapatkan penurunan nyeri, penambahan
LGS pada kedua sendi lutut, penambahan kekuatan otot flexor dan extensor pada
kedua sendi lutut dan peningkatan kemampuan fungsional pasien. Intervensi 6
kali terapi ternyata cukup menunjukkan hasil yang memuaskan pada pasien ini.

41

kc. Adapun hasil terapi dari pertama sampai akhir (sebanyak enam kali) adalah
sebagai berikut:
1. Nyeri
kd. Pengurangan tingkat nyeri dapat dilihat dengan menggunakan VDS.
Perubahan nyeri dari evaluasi awal (T1) sampai evaluasi akhir (T6) dapat
dilihat bahwa setelah 6x terapi ada pengurangan nyeri. Nyeri pada
osteoarthritis terjadi oleh karena terjepitnya ujung-ujung saraf sensorik
oleh terbentuknya osteofit yang baru di permukaan tulang femur, tulang
tibia, dan proksimal tulang patella (Parjoto, 2000).
ke. Penurunan nyeri pada OA lutut ini dipengaruhi ole efek dari diarthemi dan
terapi latihan antara lain: sedatif pada ujung-ujung saraf, terjadinya
relaksasi otot, terangkutnya sisa-sisa metabolisme.
kf. Menurut Maurer (1999), peningkatan otot akibat latihan mampu
menurunkan atau mengurangi nyeri pada OA otot. Hal ini dapat terjadi
karena bertambahnya kekuatan otot quadriceps dan hamstring sehingga
mampu lebih menstabilkan sendi lutut sehingga jaringan lunak sekitar
lutut dapat rileks.
kg. Aplikasi pada modalitas panas akan dapat mengakibatkan kenaikan action
patiential afferen dan menutup gate. Peningkatan temperatur pada area
yang diterapi akan mengakibatkan rasodi latasi yang diikuti peningkatan
aliran darah kapiler sehingga akan dapat memperlancar pembuangan sisasisa metabolisme yaitu prostaglandin (zat p) yang menumpuk. Dengan
lancarnya sirkulasi darah maka zat p juga ikut terbuang. Sehingga
terjadi rileksasi pada otot, nyeri akan turun selama pemanasan
42

berlangsung, perubahan vaskuler dan merespon aplikasi dari pemanasan


mengurangi 30 mil/10 gr jaringan yang telah terabsorbsi, peredaran darah
yang lancar akan dapat meningkatkan suplay nutrient karena untuk
perbaikan dan mengangkat siswa produksi dari jaringan yang cidera
(Miclovitz, 1990)
2. LGS
kh. Pertambahan LGS dapat diketahui dengan menggunakan goniometer. Dari
pemeriksaan awal sampai akhir diperoleh data tentang LGS sebagai
berikut:
ki. Peningkatan LGS pada pasien ini dipengaruhi oleh latihan-latihan yang
diberikan yaitu latihan resisted active movement. Selain itu peningkatan
LGS dipengaruhi juga oleh penurunan nyeri dan relaksasi dari otot-otot di
sekitar kedua sendi lutut.
kj. LGS akan dapat bertambah dengan gerakan aktif maupun pasif dan akan
dapat merangsang propioseptif dengan perubahan panjang otot pada saat
terjadi kontraksi otot darah akan mengalur keseluruhan jaringan tubuh.
Sehingga pada sendi terjadi penambahan nutrisi dan enzim yang dapat
mencegah perlengketan jaringan pada daerah sekitar sendi (Cottle, 1996).
3. Kekuatan Otot
kk. Penyebab dari turunnya kekuatan otot adalah karena adanya nyeri pada
lutut. Penilaian perkembangan kekuatan otot pasien dengan Manual
Muscle Testing (MMT). Dari pemeriksaan awal sampai evaluasi akhir
diperoleh data mengenai kekuatan otot pada kedua lutut.
kl. Setelah dilihat dari hasil evaluasi kekuatan otot kedua lutut, maka didapat
adanya peningkatan kekuatan otot flexor dan extensor dengan nilai 4.
43

Setelah 6 kali terapi dinyatakan terjadi peningkatan kekuatan otot


dikarenakan oleh rasa nyeri yang berkurang, sehingga pasien mau
melakukan gerakan-gerakan yang diperintahkan terapis. Juga karena
pasien melakukan latihan yang dianjurkan fisioterapi setiap hari di rumah
yang dibantu oleh keluarga ataupun sendiri.
km. Apabila tahanan diberikan pada otot yang berkontraksi, maka otot
akan beradaptasi dan menjadi lebih kuat. Penyesuaian yang terjadi di
dalam otot dapat terlewati dengan menggunakan terapi latihan apabila
kemampuan otot secara progresif terpelihara. Otot merupakan jaringan
kontraktil, akan menjadi lebih kuat akibat hasil dari hipertropi dari serabut
otot dari suatu penambahan pengangkutan motor unit di dalam otot
(Kisner, 1996).

44

kn.
ko.

BAB V
PENUTUP

kp.
A. Kesimpulan
kq. Osteoartritis merupakan penyakit degenerasi yang mengenai cartilago (tulang
rawan sendi) di mana hal ini mengganggu aktivitas sehari-hari terutama bila
mengenai sendi lutut.
kr. Setelah penulis menguraikan bab-bab terdahulu mengenai osteoartritis sendi
lutut dan penerapannya dengan TENS dan terapi latihan sebagai modalitas
fisioterapi terpilih ternyata osteoartritis merupakan penyakit yang perlu perhatian
khusus dan tidak bisa dianggap ringan, karena bila penyakit ini tidak didapatkan
terapi secara intensif maka akan memperberat keadaan sendi itu sendiri dimana
sendi mengalami kemunduran fungsinya sehingga dapat mengakibatkan
kecacatan dan mengganggu aktivitas pasien.
ks. Dari TENS dan terapi latihan dengan pemberian kedua modalitas tersebut
sangat besar pengaruhnya terhadap konsisi osteoartritis sendi lutut yaitu dapat
membantu mencegah dan menangani permasalahan berupa: (1) mengurangi nyeri
pada kedua lututnya, (2) meningkatkan lingkup gerak sendi, (3) meningkatkan
kekuatan otot, (4) mengembalikan aktivitas fungsional pasien. Dapat disimpulkan,
pasien dengan kasus osteoartritis telah diberikan terapi sebanyak 6 kali berupa
kombinasi terapi panas TENS, posisi tidur terlentang dengan kedua tungkai yang
akan diterapi dipasang pad bagian medial lateral lutut. Waktu 15 menit untuk lutut

45

kanan dan 15 menit untuk lutut kiri. frekuensi = 110Hz, internsitas terapi
sebanyak 6 kali dalam satu minggu. Dan terapi latihan berupa assisted active
movement, free active movement, resisted active movement dan hold relax
diperoleh hasil melalui evaluasi akhir berupa:
1. Penurunan rasa nyeri gerak lutut kanan dari 5 turun menjadi 2, kiri dari 6
menjadi 2, nyeri tekan kanan dari 5 turun menjadi 2, kiri dari 5 menjadi 2.
2. Bertambahnya lingkup gerak sendi lutut berupa derajat untuk gerak aktif lutut
kanan dari 90o menjadi 110o, kiri dari 90o menjadi 110o untuk gerak pasif
lutut kanan dari 100o menjadi 120o, kiri dari 100o menjadi 120o.
kt. Pada akhirnya, suatu proses fisioterapi tidak hanya dapat dilihat dari hasil
akhir evaluasi itu dicapai. Yang menjadi tidak kalah pentingnya juga bagaimana
proses pencapaian hasil itu belum terlaksana sebagaimana mestinya, maka
konsekuensinya yang akan hadir adalah hasil yang tidak optimal. Tapi jika proses
pencapaian hasil sudah diupayakan seoptimal hingga semaksimal mungkin,
namun hasil akhir terevaluasi dalam suatu hasil yang menunjukkan masih atau
belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan mungkin kondisi dan situasi.
ku. Dalam hal ini fisioterapis diharapkan dapat membantu penderita dalam
mempertahankan kualitas hidupnya.
kv.

46

B. Saran
kw.Mengingat bahwa osteoartritis merupakan penyakit degenerasi yang biasanya
dijumpai terutama pada orang-orang di atas umur 40 tahun, maka hendaknya
penanganan atau pencegahan harus dilakukan sejak dini.
kx. Saran yang dapat penulis kemukakan di sini adalah sebagai berikut:
1. Saran bagi pasien, agar biasa lebih hati-hati dalam beraktivitas khususnya
yang banyak menggunakan sendi lutut, pasien diminta memakai decker
terutama pada saat beraktivitas bila terasa nyeri sebaiknya di kompres dengan
air hangat selain menjalani terapi yang teratur, latihan di rumah juga lebih
baik dalam menentukan keberhasilan pasien dan kesabarannya juga
diperlukan untuk mendapatkan hasil dari pasien yang diinginkan.
2. Kepada masyarakat, hendaknya tetap menjaga kesehatan dan kebugaran
melalui aktivitas yang seimbang dan apabila merasakan nyeri yang
berkelanjutan pada sendi dengan disertai atau tanpa adanya rasa kaku,
hendaknya segera diperiksakan ke dokter atau tim medis lain.
3. Kepada pemerintah, kami menghimbau agar pelayanan fisioterapi pada
tingkat pusat pelayanan masyarakat ditingkat bawah lebih ditingkatkan,
sehingga masyarakat dapat memperoleh pelayanan fisioterapi dengan
peralatan yang memadai.
ky. Akhirnya, walaupun penyakit osteoartritis ini bersifat progresif seiring
dengan usia dan tidak dapat dihambat, namun demikian upaya tim media dalam
hal ini fisioterapis sedapat mungkin pasien mempertahankan kualitas hidup pasien
dengan tetap melakukan aktivitas sehari-hari tanpa ketergantungan dari orang
lain.
47

kz.DAFTAR PUSTAKA
la.
lb.

De Wolf, A.N. Mens., J.M.A. (1994). Pemeriksaan Alat Penggeraek


Tubuh.

lc.

Evelyn, C (2002). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. EGC.


Jakarta.

ld.

Hary Isbagyo (2000). Osteoartritis: Kumpulan Makalah Indonesia


Pain Society. IASP. Jogjakarta 2003.

le.

IG. Sujatno, et., al (1993). Buku Pegangan Kuliah Program DIII


Fisioterapi Sumber Fisis. Akademi Fisioterapi Surakarta. Dep.Kes. RI.
Surakarta. Hal 174-179.

lf.

Kisner, et., al (1996). Therapeutic Exercise Foundations and


Techniques. Third Edition. F.A. Davis Company.

lg.

Parjoto, Slamet (2002). Assesment Fisioterapi pada Osteoartritis


Sendi Lutut. TITAFI XV Semarang.

lh.

Parjoto, Slamet. Assesment Fisioterapi pada Osteoartritis Sendi Lutut


Dalam Pertemuan Rutin TITAFI XV, Semarang 2-4 Oktober 2000.

li.

Platzer W, Kahle W, Leonhardt H, (1993). Atlat dan Buku Teks


Anatomi Lutut. TITAFI XV, Semarang.

lj.

Parsetyo Husada (1996). Tematologi. Surakarta: Akademi Fisioterapi


Depkes Ri. Surakarta.

48

lk.

Putz, R dan Pabts, T. (2000). Sobbota Atlas Anatomi Manusia. Jakarta.

ll.

Soelarso Resksoprojo (1990). Osteoartritis Sendi Lutut, Majalah


Fisioterapi Indonesia, Edisi V Oktober.

lm.

Snell, Richard S. 1998. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.


Bagian 2. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

49

Anda mungkin juga menyukai