Anda di halaman 1dari 24

BARU

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I


Topik

: Resin Komposit

Kelompok

: A1

Tgl. Praktikum : Senin, 19 September 2016


Pembimbing

: Dr. Intan Nirwana, drg,M.Kes

Penyusun:
No.

Nama

NIM

1.

Muhammad Demas Akira

021511133001

2.

Nindya Rizqi Anjani M

021511133002

3.

Veronica Regina R

021511133003

4.

Ully Nafisah Wardi

021511133004

5.

Sepdhyo Wahyu N

021511133005

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016

1. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


a. Mahasiswa mampu melakukan manipulasi komposit dengan benar.
b. Mahasiswa mampu membedakan perbedaan kekerasan hasil polimerisasi
resin komposit. Berdasarkan pengamatan dengan benar.
2. BAHAN DAN ALAT
2.1 Bahan
a. Resin komposit aktivasi sinar tampak (light activated resin composite),
bentuk sediaan pasta tunggal

Gambar 1. Light activated resin composite


b. Vaselin

Gambar 2. Vaselin

2.2 Alat :
a. Cetakan teflon ukuran diameter 4mm, tebal 2 mm, tebal 5 mm, tebal 8
mm, dan tebal 10 mm

Gambar 3. Cetakan teflon ukuran diameter 4mm, tebal 2 mm, tebal 5 mm, tebal 8
mm, dan tebal 10 mm

b. Plat kaca

Gambar 4. Plat kaca


c. Celluloid strip

Gambar 5. Celluloid strip


d. Pemberat

Gambar 6. Pemberat
e. Light curing unit (halogen atau LED)

Gambar 7. Light curing unit (halogen)


f. Sonde

Gambar 8. Sonde
g. Plastic filling

Gambar 9. Plastic filling

h. Cure Rite

Gambar 10. Cure Rite

3. CARA KERJA
1) Cetakan teflon tinggi 2 mm, dilakukan penyinaran dengan jarak 0 mm dan
10 mm
2) Cetakan teflon tinggi 5 mm, dilakukan penyinaran dengan jarak 0 mm dan
10 mm
3) Cetakan teflon tinggi 8 mm, dilakukan penyinaran dengan jarak 0 mm dan
10 mm
a. Semua alat dan bahan yang digunakan, dipersiapkan terlebih dahulu
b. Permukaan cetakan teflon diulasi dengan vaselin kemudian cetakan teflon
diletakkan di atas lempeng kaca yang telah dilapisi celluloid strip bagian
bawahnya

Gambar 11. Cetakan teflon diulasi


vaselin
Gambar 12. Cetakan
c. Material tumpatan resin komposit dikeluarkan
daridiatas
tube,
kemudian
diletakkan
lempeng
kaca yang
telah tinggi
dilapisi2 mm
masukkan sedikit demi sedikit ke dalam cetakan
teflon
celluloid strip

memakai plastic filling. Cetakan harus terisi penuh dengan resin komposit
tanpa adanya rongga (diusahakan setinggi cetakan teflon)

Gambar 13. Material


Gambar 14. Cetakan teflon diisi
tumpatan rasin dikeluarkan
penuh dengan resin komposit
dari tube
d. Sebelum menggunakan light curing halogen, panjang gelombang sinar
tampak dicek dahulu dengan cure light meter (minimal antara 400-500
nm). Bila menggunakan LED, panjang gelombang sinar tempak dicek
dengan menempelkan light tip pada perangkat yang tersedia.

Gambar 15. Mengecek panjang gelombang menggunakan cure rite


e. Celluloid strip diletakkan di atas cetakan teflon yang telah diisi dengan
resin komposit, kemudian diberi pemberat 400 gram selama 20 detik

Gambar 16. Celluloid strip


diletakkan di atas cetakan
teflon

Gambar 17. Pemberian pemberat 400


gr selama 20 detik

f. Ujung alat curing (light tip) ditempelkan pada celluloid strip dan sinari
selama 20 detik (lihat aturan pabrik)

Gambar 18. Resin komposit disinari dengan curing

g. Hasil kekerasan permukaan yang terkena light tip alat curing langsung ( 0
mm ) dibedakan dengan permukaan yang jauh dari light tip alat curing
( 10 mm ) dengan cara digores dengan sonde.

Gambar 19. Menggores permukaan dengan sonde


h. Resin komposit yang telah berpolimerisasi / mengeras dilepas dari cetakan
teflon dengan hati-hati
i. Tahap a-h diulangi pada cetakan dengan tinggi 5 mm
j. Pada ketebalan cetakan 10 mm saat mengisi cetakan dengan resin
komposit dilakukan dengan cara membuat 4 layer. Setiap 1 layer, resin
ditekan dan diratakan menggunakan plastic filling. Setelah itu baru
dilakukan penyinaran (dengan mengukur panjang gelombang sinar terlebih
dahulu, sebelum penyinaran pada layer 1). Proses ini dilakukan hingga
layer ke 4. Untuk selanjutnya mengulangi tahap e-h.

4. HASIL PRAKTIKUM
1. Hasil praktikum

a. Penyinaranjarak 0 mm
No
1.
2.
3.
4.

Ketebalan

Intensitas

Keadaanat
as
Keras
Keras
Keras

999 mw/cm2
1010 mw/cm2
1016 mw/cm2
- 1011 mw/cm2
8 mm
- 1011 mw/cm2
Keras
- 1011 mw/cm2
secaraberlapis
- 1011 mw/cm2
Tabel 1. Hasilpenyinaranjarak 0 mm
2 mm
5 mm
8 mm

Keadaanb
awah
Keras
Lunak
Lunak
Keras

b. Penyinaranjarak 10 mm

340 mw/cm2

Keadaanata
s
Keras

Keadaanbawa
h
Lunak

204 mw/cm2

Keras

Lunak

No

Ketebalan

Intensitas

1.

2 mm

2.

5 mm

3.

4.

212 mw/cm2
Keras
- 282
mw/cm2
- 282
8 mm
mw/cm2
Keras
- 282
secaraberlapis
mw/cm2
- 282
mw/cm2
Tabel 2. Hasilpenyinaranjarak 10 mm
8 mm

Lunak

Lunak

2. AnalisaHasilPraktikum
Dalam kelompok kami, terdapat 8 kali percobaan. Terdapat 4 kali
percobaan yang disinari dengan menggunakan light curing unit dengan intensitas
berbeda-beda selama 20 detik dengan jarak 0 mm yaitu dengan menggunakan
cetakan teflon dengan tinggi 2 mm, 5 mm, 8 mm, dan 8 mm secara berlapis. Dan
terdapat 4 kali percobaan yang disinari dengan menggunakan light curing unit
dengan intensitas berbeda-beda selama 20 detik dengan jarak 10 mm yaitu dengan
menggunakan cetakan teflon dengan tinggi 2 mm, 5 mm, 8 mm, dan 8 mm secara
berlapis
Pada percobaan dengan jarak penyinaran 0 mm, Percobaan pertama yaitu
dengan menggunakan cetakan teflon dengan tinggi 2 mm dan disinari dengan

intensitas 999 mw/cm2 menunjukkan hasil bahwa polimerisasi resin komposit


pada permukaan bagian atas keras, sedangkan pada permukaan bagian bawah
terlihat keras. Percobaan kedua menggunakan cetakan teflon tinggi 5 mm
dan disinari dengan intensitas 1010 mw/cm2 menunjukkan hasil bahwa
polimerisasi resin komposit pada permukaan bagian atas keras, sedangkan pada
permukaan bagian bawah terlihat lunak. Percobaan
cetakan

teflon

ketiga

menggunakan

tinggi8 mm dan disinari dengan intensitas 1016 mw/cm2

menunjukkan hasil bahwa polimerisasi resin komposit pada permukaan bagian


atas keras, sedangkan pada permukaan bagian bawah terlihat lunak. Dan
percobaan keempat menggunakan cetakan teflon tinggi 8 mm dan dilakukan
dalam 4 tahap lapisan. Lapisan pertama disinari dengan intensitas 1011 mw/cm2,
lapisan kedua disinari dengan intensitas 1011 mw/cm2, lapisan ketiga disinari
dengan intensitas 1011 mw/cm2, dan lapisan terakhir disinari dengan intensitas
1011 mw/cm2. Menunjukkan hasil bahwa polimerisasi resin komposit pada
permukaan bagian atas keras, sedangkan pada permukaan bagian bawah terlihat
keras.
Pada percobaan dengan jarak penyinaran 10 mm, Percobaan pertama yaitu
dengan menggunakan cetakan teflon dengan tinggi 2 mm dan disinari dengan
intensitas 340 mw/cm2 menunjukkan hasil bahwa polimerisasi resin komposit
pada permukaan bagian atas keras, sedangkan pada permukaan bagian bawah
terlihat keras. Percobaan kedua menggunakan cetakan teflon tinggi 5 mm
dan disinari dengan intensitas 204 mw/cm2 menunjukkan hasil bahwa polimerisasi
resin komposit pada permukaan bagian atas keras, sedangkan pada permukaan
bagian bawah terlihat lunak.Percobaan ketiga menggunakan cetakan teflon
tinggi 8 mm dan disinari dengan intensitas 212 mw/cm2 menunjukkan hasil bahwa
polimerisasi resin komposit pada permukaan bagian atas keras, sedangkan pada
permukaan bagian bawah terlihat lunak.Dan percobaan keempat
cetakan

teflon

tinggi

menggunakan

8 mm dan dilakukan dalam 4 tahap lapisan. Lapisan

pertama disinari dengan intensitas 282 mw/cm2, lapisan kedua disinari dengan
intensitas 282 mw/cm2, lapisan ketiga disinari dengan intensitas 282 mw/cm2, dan
lapisan terakhir disinari dengan intensitas 282 mw/cm2. Menunjukkan hasil bahwa

polimerisasi resin komposit pada permukaan bagian atas keras, sedangkan pada
permukaan bagian bawah terlihat lunak.
5. TINJAUAN PUSTAKA
5.1 Resin Komposit
Pada dasarnya, itu adalah resin yang telah diperkuat dengan menambahkan
partikel silika disebut Filler. Penelitian perintis dari Bowen bersama-sama dengan
pembangunan dari etsa dan bonding agen, merevolusi bahan restorative
kedokteran gigi. Komposit adalah sistem yang terdiri dari campuran dari dua atau
lebih makromolekul yang pada dasarnya tidak larut dalam satu sama lain dan
berbeda dalam bentuk. Komposit sifat adalah unggul daripada komponen
individu, misalnya, fiberglass memiliki matriks resin yang diperkuat dengan serat
kaca, yang dihasilkan komposit lebih sulit dan kaku dari bahan matriks resin, tapi
lebih kuat dari kaca. Contoh bahan komposit alami enamel gigi dan dentin.
Matriks terbuat dari kolagen, dengan kristal hidroksiapatit bertindak sebagai
pengisi. Meskipun komposit awal dikembangkan untuk tujuan restoratif
menggunakan

mereka

kemudian

diperluas

untuk

mencakup

sementara,

restorasi,luting, dll (Manappallil, 2010. Hal 121)


Terdapat tiga komponen struktural pada resin komposit:
1. Matrik : material resin yang membentuk fase kontinyu dan mengikat partikel
filler.
2. Filler : Partikel yang memperkuat atau serat yang tersebar dalam matrik.
3. Coupling agen : Bonding agen yang meningkatkan adhesi antara filler dan resin
matrik.
Material komposit adalah produk yang terdiri dari dua tahap yang berbeda
yang biasanya dibentuk dari pencampuran bersama komponen yang memiliki
struktur dan sifat berbeda. Tujuandari hal ini adalah untuk menghasilkan bahan
yang memiliki sifat yang tidak dapat dicapai dari setiap individu komponen saja.
Resin komposit terdiri dari sejumlah komponen yaitu matriks organik, Filler
(bahan pengisi), dan Coupling Agent (bahan pengikat filler dengan matriks resin).

Matriks organik yang umum digunakan dalam komposit gigi antara lain
dimetakrilat monomer (Bis-GMA), urethan dimetakrilat (UDMA), dan trietilen
glikol dimetakrilat (TEGDMA). Selain monomer, bahan tambahan lain dalam
matriks resin adalah aktivator-inisiator, stabilizer, pigmens, dan lain sebagainya.
Komponen-komponen ini terdapat dalam konsentrasi kecil (Anusavice, 2003, hal.
402)
Keuntungan sifat yang diberikan oleh resin adalah kemampuan untuk
dicetak pada suhu kamar ditambah dengan pengaturan oleh polimerisasi yang
dicapai dalam waktu singkat. Sedangkan keuntungan yang didapatkan dari filler
penguat adalah kekakuan, kekerasan, kekuatan dan nilai yang lebih rendah untuk
koefisien ekspansi termalnya. Selain itu, jika filler memiliki proporsi yang
signifikan dari volume bahan komposit itu, maka akan menurunkan kontraksi.
(McCabe & Walls, 2008, hal 196) Macam-macam Resin Komposit :
Sistem klasifikasi resin komposit didasarkan pada ukuran partikel filler
dan distribusinya seperti ditunjukkan pada table berikut ini:

Tabel 1. Klasifikasi resin komposit dan indikator penggunaan

Pada sebagian besar komposit yang diaktivasi oleh cahaya tampak, ada
periode waktu kritis setelah pengeluaran pasta ke atas paper pad saat komposit
baru mengalir terhadap struktur gigi ada tingkat optimal. Dalam 60 sampai 90
detik setelah terpapar cahaya tampak, permukaan komposit dapat kehilangan
kemampuannya untuk mengalir terhadap struktur gigi.
5.2 Resin Komposit Aktifasi Cahaya
Di bawah cahaya normal mereka tidak berinteraksi. Namun, ketika terkena
cahaya dari panjang gelombang yang tepat yang fotoinisiator (camphoroquinone)
diaktifkan dan bereaksi dengan amine membentuk radikal bebas yang kemudian
mulai mengaktifkan system polimerisasi sinar UV. Sistem terbaru menggunakan
sinar UV untuk curing. Resin komposit aktivasi sinar UV meletakkan kontrol
working time secara tegas di tangan dokter gigi. ( Manappallil,2010. Hal 131)
Keterbatasan curing sinar UV adalah:
-Limited dari cahaya ke resin. Dengan demikian, sulit untuk polimerisasi bagian
tebal.
-Kurangnya Penetrasi melalui struktur gigi.
Resin diaktifkan cahaya tampak ini telah benar-benar menggantikan sistem cahaya
U-V. Mereka juga lebih banyak digunakan daripada resin kimia diaktifkan. Ini
adalah sistem pasta yang berisi:
-Fotoinisiator : Camphorquinone 0,2 wt%
-Amine accelerator : dimetilaminoetil-metakrilat (DMAEMA 0,15 wt%.)
-Camphorquinone memiliki jangkauan penyerapan cahaya antara 400 dan 500 nm.
Ini adalah di wilayah biru dari spektrum cahaya tampak. Dalam beberapa kasus
inhibitor ditambahkan untuk meningkatkan stabilitas cahaya kamar atau cahaya
operatory gigi.

5.3 Light Curing


Sejumlah lampu untuk curing diproduksi. Sebagian besar menggunakan
cahaya tampak di wilayah biru dalam spektrum (antara 400 dan 500 nm). Jenis
lampu: (Manappallil,2010. Hal 132)
-QTH (Quartz tungsten halogen) ini adalah awal lampu cahaya tampak.
Sumber cahaya bohlam halogen tungsten kuarsa, cahaya putih dihasilkan
melewati filter yang menghilangkan semua panjang gelombang kecuali yang di
kisaran biru. Panas juga dihasilkan disini, sehingga membutuhkan kipas
pendingin. Intensitas cahaya secara bertahap berkurang seiring dengan waktu dan
kalibrasi yang diperlukan pada interval.
-LED (Light emitting diode) LED, semakin populer sebagai sumber
cahaya di semua bidang termasuk kedokteran gigi sejak penemuan dioda biru
pada 1990-an. Hal ini mirip dalam kekuatan untuk QTH lampu (700 mW / cm2).
Penelitian telah menunjukkan bahwa kedalaman curing dan tingkat konversi
secara signifikan lebih baik dengan LED dibandingkan dengan QTH. Ia
memancarkan cahaya hanya di bagian biru dari spektrum. Dengan demikian, tidak
memerlukan filter. Keuntungannya juga mencakup konsumsi daya yang rendah
(bahkan

dapat

dioperasikan

oleh

baterai),

tidak

ada

generasi

panas

(Menghilangkan kipas pendingin), dan kebisingan yang rendah (karena tidak


adanya kipas pendingin).
-PAC (Plasma arc curing) Lampu ini menghasilkan cahaya putih yang
intens oleh pengion gas xenon untuk menghasilkan plasma. Filter yang diperlukan
untuk menghilangkan panas dan panjang gelombang yang tidak diinginkan. daya
tinggi mereka memungkinkan penyembuhan lebih cepat serta lebih mendalam
obat.
-Argon Laser ini menghasilkan cahaya dari intensitas terbesar. Mereka
memancarkan cahaya dari panjang gelombang tunggal ~ 490 nm dan karena itu
tidak memerlukan filter. Namun, lampu ini lebih mahal. Lampu intensitas tinggi
seperti PAC dan laser yang menyediakan obat cepat (sesingkat 5 detik untuk

bagian 2 mm). Selain menjadi mahal menyembuhkan dipercepat dapat


memperkenalkan tekanan substansial. studi lebih lanjut diperlukan.
Inisiator activator dibutuhkan untuk mengubah pasta resin dari lembut dan
moldable menjadi keras dan tahan lama. Komponen lainnya juga dibutuhkan
untuk meningkatkan kinerja, penampilan dan daya tahan material. Pigmen
membantu mencocokkan warna struktur gigi. Penyerapan ultraviolet (UV) dan
bahan additive lain meningkatkan stabilitas warna. Inhibitor polimerisasi
memperpanjang umur penyimpanan dan meningkatkan working time untuk
aktivasi resin kimia. (Anusavice, 2003)
Beberapa faktor dapat mempengaruhi derajat polimerisasi pada kedalaman
tertentu dari permukaan setelah light curing. Konsentrasi dari photoinitiator atau
light absorber harus sedemikian rupa agar dapat bereaksi pada panjang
gelombang yang tepat dan diberikan dalam konsentrasi yang cukup. Baik filler
content maupun ukuran partikel sangat penting untuk dispersi pancaran sinar.
Oleh karena itu, komposit microfilled dengan partikel yang lebih kecil dan lebih
banyak akan menghamburkan cahaya lebih banyak dibanding komposit
microybrid dengan partikel yang lebih besar dan lebih sedikit. Semakin lamanya
waktu penyinaran diperlukan untuk mendapatkan kedalaman curing yang adekuat
(cukup) pada komposit microfilled. (Craig, Powers. 2002, hal. 241)
Intensitas cahaya pada permukaan resin merupakan faktor penting dalam
kelengkapan curing pada permukaan dan di dalam material. Ujung sumber cahaya
harus diberikan dalam jarak 1mm dari permukaan untuk mendapatkan penetrasi
yang optimum. Shade yang semakin opaque dapat mengurangi transmisi cahaya
dan hanya dapat meng-curing pada kedalaman minimal, yaitu 1mm. Standart
lamanya penyinaran dengan menggunakan sinar tampak adalah 20 detik. Pada
umumnya, waktu (20 detik) tersebut cukup untuk meng-curing resin dengan lightshade untuk kedalaman 2 atau 2,5 mm. Penyinaran selama 40 detik dapat
memperbaiki derajat curing pada seluruh kedalaman, tetapi hal ini diperlukan
untuk mendapatkan curing yang cukup dengan shade yang lebih gelap. Aplikasi
dari pancaran sinar pada ketebalan 1 mm atau pada struktur gigi dengan tingkat
ketebalan yang sedikit lebih rendah akan menghasilkan curing yang tepat pada

kedalaman yang dangkal, dengan nilai kekerasanyang didapat akan tidak


konsisten. Light curing units dibuat dengan ujung yang lebar. Tetapi, pancaran
sinar yang didistribusikan pada permukaan yang luas dapat menyebabkan
turunnya intensitas penyinaran pada titik yang diberi sinar. Penggunaan waktu
penyinaran yang lebih lama yaitu hingga 60 detik diperlukan ketika menggunakan
ujung emitting yang lebih lebar.
Waktu penyinaran untuk polimerisasi sangat bervariasi tergantung pada jenis
light-curing unit serta jenis, kedalaman dan shade dari komposit. Waktu
penyinarannya juga bervariasi dari 20 sampai 60 detik untuk restorasi denggan
ketebalan 2mm. Komposit microfilled membutuhkan waktu penyinaran yang lebih
lama daripada komposit microhybrid karena partikel fillernya yang kecil
menghamburkan cahaya lebih banyak. Komposit dengan shade yang lebih gelap
atau lebih opaque membutuhkan waktu penyinaran yang lebih lama yaitu lebih
dari 60 detik daripada komposit dengan shade yang lebih terang atau lebih
translucent. Untuk restorasi yang cukup dalam, komposit ditambahkan dan
dipolimerisasi dalam bentuk lapis per lapis. Satu lapis terikat dengan lapis lainnya
tanpa kehilangan kekuatannya.Setting time komposit light cured dan kedalaman
curing dalam massa yang diberikan tergantung pada intensitas dan penetrasi
cahaya. (Craig & Powers. 2002, hal. 245)
Meskipun pabrik pembuat memberikan informasi mengenai waktu
pengerasan untuk warna yang berbeda, waktu tersebut didasarkan pada ketebalan
resin tertentu yang terpolimerisasi oleh unit sinar tertentu. Waktu yang dianjurkan
biasanya merupakan batas minimal. Untuk memastikan polimerisasi maksimal
dan keberhasilan klinis, harus digunakan unit sinar dengan intensitas tinggi, dan
intensitas sinar harus dievaluasi secara periodik. Ujung sinar harus diletakkan
sedekat mungkin dengan permukaan resin. Idealnya, pengerasan harus diawali
pada batas resin/gigi sehingga resin mengkerut ke arah dinding kavitas bukan
malah menjauhi dinding kavitas. Ini dapat dicapai pada pengerasan pertama
melalui struktur gigi yang berdekatan dengan tepi proksimal. Namun, karena sinar
ketika melewati jaringan gigi, tambahan pengerasan diperlukan bila cara ini
dilakukan. Waktu pemaparan harus kurang dari 40 detik, dan ketebalan resin harus

tidak lebih tebal dari 2-2,5 mm. Warna yang lebih gelap memerlukan pemaparan
yang lebih lama, seperti resin yang terpolimerisasi melalui email dan dentin.
(Anusavice, 2003)
Intensitas maksimum dari radiasi cahaya yang terpapar lebih terkonsentrasi
pada bagian permukaan dari light cure composite. Cahaya yang masuk kemudian
berpenetrasi dan menyebar keseluruh bagian dari light cure composite. Sejumlah
faktor yang mempengaruhi tingkat polimerisasi pada kedalaman tertentu dari
permukaan setelah curing cahaya. Konsentrasi fotoinisiator atau penyerap cahaya
dalam komposit harus sedemikian rupa sehingga akan bereaksi pada panjang
gelombang yang tepat dan hadir dalam konsentrasi yang cukup. Filler konten dan
ukuran partikel sangat penting untuk dispersi sinar. Untuk alasan ini, microfilled
komposit yang memiliki lebih kecil dan lebih banyak partikel menghamburkan
lebih banyak cahaya daripada microhybrid komposit dengan kaca yang lebih besar
dan lebih sedikit partikel. Diperlukan waktu pemaparan lebih lama untuk
memperoleh kedalaman memadai curing microfilled dari komposit. (Craig, 2002)
Waktu paparan yang dibutuhkan untuk polimerisasi bervariasi tergantung
pada jenis light curing unit dan kedalaman komposit. Waktu yang digunakan
dapat bervariasi dari 20 sampai 60 detik untuk restorasi 2 mm tebal. Intensitas
cahaya pada permukaan resin merupakan faktor penting dalam kelengkapan
curing di permukaan dan dibagian dalam komposit. Ujung sumber cahaya harus
berada pada jarak 1 mm dari permukaan untuk mendapatkan penetrasi optimal.
Waktu yang dibutuhkan untuk paparan standar yang menggunakan sinar tampak
adalah 20 detik. Secara umum, hal ini sudah cukup untuk curing resin hingga
kedalaman 2 atau 2,5 mm.
Polimerisasi dapat diaktivasi secara kimia, yakni dengan mencampur dua
komponen, salah satunya dengan mengandung inisiator dan yang lain aktivator,
atau oleh ultraviolet eksternal atau sumber cahaya tampak. Metode tradisional
untuk memberikan cahaya tampak biru diperlukan untuk light cured composites
melibatkan penggunaan Tungsten Halogen Quarsa (QTH) lampu. Sistem lainnya
yang juga memancarkan sinar adalah LED (Light emitting diode). LED
menggunakan persimpangan semikonduktor (p-n junction) berdasarkan gallium
nitrida yang digunakan untuk memancarkan cahaya biru. Output spektral LED

biru jatuh antara 450 dan 490 nm, sehingga unit ini efektif untuk mengeraskan
bahan dengan camphoroquinone photoinitiators. LED unit juga tidak memerlukan
filter, memiliki self-life yang panjang, dan tidak memancarkan panas yang
signifikan. (Craig,2002)
Light cured composites umumnya diberikan sebagai pasta tunggal yang
mengandung monomer, komonomer, filler dan inisiator yang tidak stabil yang ada
dalam ultraviolet baik (UV) atau cahaya tampak intensitas tinggi. Untuk bahan
aktifasi uv, inisiator yang paling umum digunakan adalah benzoin metil eter. Pada
panjang gelombang tertentu yang dipilih dalam rentang UV, molekul ini mampu
menyerap radiasi dan mengalami penguraian heterolytic untuk membentuk radikal
bebas. Radikal memulai polimerisasi yang kemudian berlanjut dalam banyak cara.
(Craig, 2002)
Komposit light-cured tersedia dalam berbagai variasi seperti syringe dan
compules. Syringe terbuat dari plastik opaque, hal ini berguna untuk melindungi
material dari paparan cahaya. Jika dikemas pada sebuah compule, compule
ditempatkan

pada

ujung

kemudahan penempatan

syringe.

pasta

Keuntungan

komposit,

dari

penurunan

compules

infeksi

adalah

silang,

dan

perlindungan pasta dari paparan cahaya. (Craig, 2002)


Ketika proses curing dengan sinar blue visible 1ight terjadi, akan dihasilkan
ikatan silang pada resin (cross-linked resin). Hal ini dapat terjadi karena cahaya
biru mengiritasi monomer diacrylate yang mengandung photoinitiator. Komposit
light-cured dengan cahaya tampak biru mempunyai keuntungan dan kerugian.
Keuntungannya antara lain tidak perlu dilakukan pencampuran untuk mendapat
minimal porosity, tidak ada staining, dan didapatkan kekuatan tinggi; komponen
aliphatic-amin dapat meningkatkan kestabilan warna; memungkinkan pengaturan
working time oleh operator. Sedangkan kerugian dari light-cured material adalah
diperlukan teknik layering dalam aplikasinya dengan ketebalan maksimal 2 mm
untuk menghindari polimerisasi yang tidak sempurna serta sulit diaplikasikan
pada bagian yang aksesnya terbatas seperti pada lokasi posterior dan
interproximal. (Anusavice, 2003)

Reaksi polimerisasi komposit light-cure secara kimiawi dimulai dengan


inisiator peroksida dan accelerator amina. Polimerisasi komposit light-cure
adalah diinisiasi oleh sinar tampak biru.Polimerisasi komposit light-cure
bervariasi sesuai dengan jarak dari komposit untuk cahaya dan durasi paparan
cahaya. Persentase dari ikatan double bond

yang bereaksi kemungkinan

bervariasi dari 35% hingga75%. (Craig, 2002)


Polimerisasi inisiasi komposit light-cured berhubungan erat dengan aplikasi
sinar tampak yang diberikan. Sekitar 75% dari polimerisasi berlangsung selama
10 menit pertama. Reaksi curing berlanjut selama jangka waktu 24 jam. Tidak
semua ikatan karbon ganda tak jenuh bereaksi. Penelitian melaporkan bahwa
sekitar 25% tetap tidak bereaksi di sebagian besar restorasi. Jika permukaan
restorasi tidak dilindungi dari udara oleh sebuah matriks transparan, polimerisasi
terhambat dan jumlah karbon double bond yang tidak bereaksi dapat mencapai
75% dari seluruh lapisan permukaan. Meskipun restorasi dapat diselesaikan
dengan abrasive dan fungsional setelah 10 menit, sifat fisik tidak mencapai
optimal sampai sekitar 24 jam setelah reaksi dimulai. (Craig, 2002)
Resin komposit mengeras melalui proses polimerisasi secara adisi yaitu
reaksi antar dua molekul sama besar atau berlainan untuk membentuk molekul
yang lebih besar tanpa menghilangkan molekul yang lebih kecil. Proses
polimerisasi ada beberapa macam, antara lain polimerisasi secara kimia (self
curing atau cold curing), polimerisasi dengan sinar tampak (light curing), dan
polimerisasi dengan panas (heat curing). Resin komposit dengan sinar tampak
digunakan untuk bahan tumpatan. (Anusavice, 2003, hal 410)
Polimerisasi resin komposit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
ketebalan, sifat alamiah bahan, intensitas, panjang gelombang sinar, jarak, dan
posisi sumber sinar terhadap resin komposit serta lama penyinaran (Anusavice,
2003, hal410).

6. PEMBAHASAN
Resin komposit terbagi menjadi dua berdasarkan cara aktivasinya, yang
pertama adalah dengan cara kimia (self cured) dan yang kedua adalah dengan
menggunakan cahaya (photochemically). Pada resin komposit teraktivasi kimia,
reaksi polimerisasi dimulai saat terinisiasi dengan inisiator yaitu peroxida dan
sebuah akselelator yaitu amine dengan temperatur ruangan. Sedangkan pada resin
komposit teraktivasi cahaya, reaksi polimerisasi dimulai oleh rangsangan visible
blue light.
Namun satu masalah pada aktivasi kimia adalah saat pencampuran, hampir
tidak mungkin untuk menghindari udara yang masuk kedalam campuran tersebut,
yang akhirnya akan membentuk porus yang akan melemahkan struktur dan
menjebak udara didalamnya yang akan menghambat polimerisasi selama curing.
Masalah yang lainnya adalah operator tidak memiliki kontrol terhadap working
time akan dua komponen yang telah tercampur.(Anusavice 2013 p.286)
Untuk mengatasi masalah itu, pabrik telah mengembangkan resin yang
tidak memerlukan pencampuran menggunakan sistem inisiator fotosensitif dan
sebuah sumber cahaya untuk aktivasi. Sistem light-activated pertama kali di
formulasikan untuk UV light untuk menginisiasi radikal bebas saat polimerisasi.
Sekarang, UV light-cured composites telah digantikan oleh sistem visible-bluelight-activated dengan banyak ditingkatkannya kedalaman cure, working time
yang dapat dikontrol dan keuntungan lainnya. Untuk saat ini, kebanyakan dokter
gigi menggunakan resin komposit teraktivasi cahaya sebagai tumpatan.(Anusavice
2013 pp.287, 290)
Oleh karena itu pada praktikum ini, kami mengukur kekerasan hasil
polimerisasi resin komposit teraktivasi sinar tampak. Bahan ini, tersedia dalam
bentuk single pasta yang ada didalam syringe yang anti-cahaya. Sistem inisiasi
radikal bebas, yang terdiri atas photosensitizer dan sebuah inisiator amin
terkandung di dalam pasta. Selama dua komponen tersebut tidak terpapar cahaya,
mereka tidak akan bereaksi. Namun, paparan cahaya pada regio biru (panjang
gelombang sekitar 468 nm) menghasilkan excited state dari photosnsitizer, yang
akan bereaksi dengan amin untuk membentuk radikal bebas yang menginisasi

polimerisasi adisi. Camphorquinone merupakan photosensitizer yang menyerap


cahaya biru dengan panjang gelombang antara 400-500 nm.(Anusavice 2013
p.287)
Faktor yang mempengaruhi proses polimerisasi menggunakan cahaya
adalah lampu yang digunakan.

Saat ini sumber cahaya yang paling sering

digunakan adalah bohlam quartz dengan filamen tungsten dalam sebuah


lingkungan halogen, mirip dengan yang digunakan pada lampu utama mobil dan
proyektor digital. Sekarang, juga sudah diperkenalkan empat jenis lampu yang
dapat digunakan untuk inisiasi cahaya dalam proses polimerisasi yaitu, lampu
LED, QTH, PAC dan laser. Akhir-akhir ini lampu QTH, PAC, laser, dan LED
telah diperkenalkan kembali dengan intensitas yang lebih tinggi (lebih tinggi dari
1000 mW/cm2), itu membuka kemungkinan dari pengurangan waktu pemaparan
dan lubang yang lebih dalam. (Anusavice 2013 pp. 288, 290)
Pada praktikum kali ini kami menggunakan ketebalan lubang yang
berbeda-beda dan jarak penyinaran yang berbeda. Dari hasil yang kami dapatkan,
kami beranggapan bahwa semakin jauh jarak sinar dari target dan semakin tebal
sebuah lubang akan semakin lunak resin komposit.

Anggapan kami dapat

dibuktikan dengan hasil percobaan kami. Pertama, pada ketebalan 2mm dengan
penyinaran pada jarak 0mm bagian atas resin komposit keras begitu juga bagian
bawahnya, namun lain halnya resin komposit yang memiliki ketebalan 2mm dan
terpapar sinar pada jarak 10mm dengan hasil bagian atas keras dan bagian bawah
masih lunak. Ini membuktikan bahwa jarak mempengaruhi tingkat kekerasan
resin komposit.
Anusavice (2013), mengatakan bahwa intensitas cahaya menurun seiring
dengan jarak terhadap log scale ; maka dari itu, ujung lampu harus diletakkan dan
ditahan pada jarak minimal yang mungkin selama 20 detik atau lebih.

Ini

dikarenakan polimerisasi akan terinisiasi ketika konsentrasi kritis atau minimal


dari radikal bebas terbentuk yang memerlukan jumlah photon tertentu untuk
diserap oleh sistem inisiator yang langsung berhubungan dengan panjang
gelombang, intensitas, dan waktu pemaparan. Untuk curing maksimal sebuah
influx energi maksimal 16 J/cm2 dibutuhkan untuk lapisan resin setebal 2mm.

Resin komposit tersebut dapat mengeras dengan penyinaran lampu yang memiliki
intensitas 400 mW/cm2 selama 40 detik. Hasil yang sama bisa didapatkan dengan
penyinaran lampu dengan intensitas 800 mW/cm2 selama 20 detik.
Selanjutnya, Sakaguchi (2012) juga mengatakan bahwa intensitas cahaya
berkurang saat sumber cahaya di jauhkan dari permukaan dari sebuah benda.
Lebih jauh lagi, selama cahaya tersebut melewati hamburan media seperti
komposit dengan partikel filler intensitas cahaya akan berkurang. Kedalaman dari
penetrasi cahaya kedalam komposit bergantung pada panjang gelombang cahaya,
radiasi serta hamburan yang ada di dalam retorasi tersebut. Banyak faktor yang
mempengaruhi derajat polimerisasi pada kedalaman tertentu dari permukaan
setelah light curing. Salah satunya adalah kandungan filler dan ukuran partikel,
komposit microfilled dengan partikel yang lebih kecil dan banyak akan
menghamburkan lebih banyak cahaya dari pada komposit microhybrid dengan
partikel yang lebih besar dan partikel kaca yang lebih sedikit.
Dikaitkan dengan hasil percobaan kami, bahwa semakin tebal suatu resin
komposit, otomatis partikel yang ada di dalamnya akan semakin banyak
(khususnya filler) dan akan mengurangi intensitas paparan cahaya, sedangkan
untuk memulai polimerisasi diperlukan jumlah photon tertentu yang dipengaruhi
intensitas cahaya untuk diserap oleh inisiator.

Sehingga meskipun jarak

penyinaran adalah 0mm, dengan kedalaman resin 5mm maupun 8mm tetap
memiliki bagian yang lunak dibagian bawahnya karena tidak dapat mengangkap
jumlah photon yang diperlukan untuk polimerisasi tadi.

Begitu juga dengan

penyinaran resin komposit dengan jarak penyinaran 10mm akan membuat resin
komposit yang hanya dengan ketebalan 2mm memiliki bagian bawah yang lunak
karena sama seperti tadi, yaitu karena bagian bawah tidak dapat melakukan
polimerisasi akibat jumlah photon yang dibutuhkan tidak mencukupi.

7. SIMPULAN
Dari hasil yang didapatkan menunjukan bahwa semakin tipis tumpatan
serta jarak penyinaran yang semakin dekat didapatkan hasil polimerisasi
sempurna. Tetapi semakin tebal tumpatan serta makin jauh jarak sinar,
polimerisasi yang terjadi tidak menyeluruh , hanya bagian atas saja yang
mengalami polimerisasi. Hal ini menunjukan bahwa polimerisasi resin komposit
dipengaruhi oleh tebal tumpatan, panjang gelombang sinar serta jarak penyinaran.
8. DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, K.J. 2013. Phillips' Science of Dental Materials.. 12th Edition.
Missouri: Elsevier Saunders. pp. 286-290
Anusavice, K.J. 2013. Phillips' Science of Dental Materials.. 12th Edition.
Missouri: Elsevier Saunders.
Mc Cabe, JF & Walls AWG. 2008. Applied Dental Material. 9th Edition.
Victoria: Blackwell Publishing.
Manappallil, John.J. 2010. Basic Dental Materials. 3 rd Edition. India:
Jaypee.
Sakaguchi, R.L dan Powers, J.M. 2012. Craig's Restorative Dental
Materials. 13th Edition. Philadelphia: Elsevier Mosby. pp. 178-179

Anda mungkin juga menyukai