: Resin Komposit
Kelompok
: A1
Penyusun:
No.
Nama
NIM
1.
021511133001
2.
021511133002
3.
Veronica Regina R
021511133003
4.
021511133004
5.
Sepdhyo Wahyu N
021511133005
Gambar 2. Vaselin
2.2 Alat :
a. Cetakan teflon ukuran diameter 4mm, tebal 2 mm, tebal 5 mm, tebal 8
mm, dan tebal 10 mm
Gambar 3. Cetakan teflon ukuran diameter 4mm, tebal 2 mm, tebal 5 mm, tebal 8
mm, dan tebal 10 mm
b. Plat kaca
Gambar 6. Pemberat
e. Light curing unit (halogen atau LED)
Gambar 8. Sonde
g. Plastic filling
h. Cure Rite
3. CARA KERJA
1) Cetakan teflon tinggi 2 mm, dilakukan penyinaran dengan jarak 0 mm dan
10 mm
2) Cetakan teflon tinggi 5 mm, dilakukan penyinaran dengan jarak 0 mm dan
10 mm
3) Cetakan teflon tinggi 8 mm, dilakukan penyinaran dengan jarak 0 mm dan
10 mm
a. Semua alat dan bahan yang digunakan, dipersiapkan terlebih dahulu
b. Permukaan cetakan teflon diulasi dengan vaselin kemudian cetakan teflon
diletakkan di atas lempeng kaca yang telah dilapisi celluloid strip bagian
bawahnya
memakai plastic filling. Cetakan harus terisi penuh dengan resin komposit
tanpa adanya rongga (diusahakan setinggi cetakan teflon)
f. Ujung alat curing (light tip) ditempelkan pada celluloid strip dan sinari
selama 20 detik (lihat aturan pabrik)
g. Hasil kekerasan permukaan yang terkena light tip alat curing langsung ( 0
mm ) dibedakan dengan permukaan yang jauh dari light tip alat curing
( 10 mm ) dengan cara digores dengan sonde.
4. HASIL PRAKTIKUM
1. Hasil praktikum
a. Penyinaranjarak 0 mm
No
1.
2.
3.
4.
Ketebalan
Intensitas
Keadaanat
as
Keras
Keras
Keras
999 mw/cm2
1010 mw/cm2
1016 mw/cm2
- 1011 mw/cm2
8 mm
- 1011 mw/cm2
Keras
- 1011 mw/cm2
secaraberlapis
- 1011 mw/cm2
Tabel 1. Hasilpenyinaranjarak 0 mm
2 mm
5 mm
8 mm
Keadaanb
awah
Keras
Lunak
Lunak
Keras
b. Penyinaranjarak 10 mm
340 mw/cm2
Keadaanata
s
Keras
Keadaanbawa
h
Lunak
204 mw/cm2
Keras
Lunak
No
Ketebalan
Intensitas
1.
2 mm
2.
5 mm
3.
4.
212 mw/cm2
Keras
- 282
mw/cm2
- 282
8 mm
mw/cm2
Keras
- 282
secaraberlapis
mw/cm2
- 282
mw/cm2
Tabel 2. Hasilpenyinaranjarak 10 mm
8 mm
Lunak
Lunak
2. AnalisaHasilPraktikum
Dalam kelompok kami, terdapat 8 kali percobaan. Terdapat 4 kali
percobaan yang disinari dengan menggunakan light curing unit dengan intensitas
berbeda-beda selama 20 detik dengan jarak 0 mm yaitu dengan menggunakan
cetakan teflon dengan tinggi 2 mm, 5 mm, 8 mm, dan 8 mm secara berlapis. Dan
terdapat 4 kali percobaan yang disinari dengan menggunakan light curing unit
dengan intensitas berbeda-beda selama 20 detik dengan jarak 10 mm yaitu dengan
menggunakan cetakan teflon dengan tinggi 2 mm, 5 mm, 8 mm, dan 8 mm secara
berlapis
Pada percobaan dengan jarak penyinaran 0 mm, Percobaan pertama yaitu
dengan menggunakan cetakan teflon dengan tinggi 2 mm dan disinari dengan
teflon
ketiga
menggunakan
teflon
tinggi
menggunakan
pertama disinari dengan intensitas 282 mw/cm2, lapisan kedua disinari dengan
intensitas 282 mw/cm2, lapisan ketiga disinari dengan intensitas 282 mw/cm2, dan
lapisan terakhir disinari dengan intensitas 282 mw/cm2. Menunjukkan hasil bahwa
polimerisasi resin komposit pada permukaan bagian atas keras, sedangkan pada
permukaan bagian bawah terlihat lunak.
5. TINJAUAN PUSTAKA
5.1 Resin Komposit
Pada dasarnya, itu adalah resin yang telah diperkuat dengan menambahkan
partikel silika disebut Filler. Penelitian perintis dari Bowen bersama-sama dengan
pembangunan dari etsa dan bonding agen, merevolusi bahan restorative
kedokteran gigi. Komposit adalah sistem yang terdiri dari campuran dari dua atau
lebih makromolekul yang pada dasarnya tidak larut dalam satu sama lain dan
berbeda dalam bentuk. Komposit sifat adalah unggul daripada komponen
individu, misalnya, fiberglass memiliki matriks resin yang diperkuat dengan serat
kaca, yang dihasilkan komposit lebih sulit dan kaku dari bahan matriks resin, tapi
lebih kuat dari kaca. Contoh bahan komposit alami enamel gigi dan dentin.
Matriks terbuat dari kolagen, dengan kristal hidroksiapatit bertindak sebagai
pengisi. Meskipun komposit awal dikembangkan untuk tujuan restoratif
menggunakan
mereka
kemudian
diperluas
untuk
mencakup
sementara,
Matriks organik yang umum digunakan dalam komposit gigi antara lain
dimetakrilat monomer (Bis-GMA), urethan dimetakrilat (UDMA), dan trietilen
glikol dimetakrilat (TEGDMA). Selain monomer, bahan tambahan lain dalam
matriks resin adalah aktivator-inisiator, stabilizer, pigmens, dan lain sebagainya.
Komponen-komponen ini terdapat dalam konsentrasi kecil (Anusavice, 2003, hal.
402)
Keuntungan sifat yang diberikan oleh resin adalah kemampuan untuk
dicetak pada suhu kamar ditambah dengan pengaturan oleh polimerisasi yang
dicapai dalam waktu singkat. Sedangkan keuntungan yang didapatkan dari filler
penguat adalah kekakuan, kekerasan, kekuatan dan nilai yang lebih rendah untuk
koefisien ekspansi termalnya. Selain itu, jika filler memiliki proporsi yang
signifikan dari volume bahan komposit itu, maka akan menurunkan kontraksi.
(McCabe & Walls, 2008, hal 196) Macam-macam Resin Komposit :
Sistem klasifikasi resin komposit didasarkan pada ukuran partikel filler
dan distribusinya seperti ditunjukkan pada table berikut ini:
Pada sebagian besar komposit yang diaktivasi oleh cahaya tampak, ada
periode waktu kritis setelah pengeluaran pasta ke atas paper pad saat komposit
baru mengalir terhadap struktur gigi ada tingkat optimal. Dalam 60 sampai 90
detik setelah terpapar cahaya tampak, permukaan komposit dapat kehilangan
kemampuannya untuk mengalir terhadap struktur gigi.
5.2 Resin Komposit Aktifasi Cahaya
Di bawah cahaya normal mereka tidak berinteraksi. Namun, ketika terkena
cahaya dari panjang gelombang yang tepat yang fotoinisiator (camphoroquinone)
diaktifkan dan bereaksi dengan amine membentuk radikal bebas yang kemudian
mulai mengaktifkan system polimerisasi sinar UV. Sistem terbaru menggunakan
sinar UV untuk curing. Resin komposit aktivasi sinar UV meletakkan kontrol
working time secara tegas di tangan dokter gigi. ( Manappallil,2010. Hal 131)
Keterbatasan curing sinar UV adalah:
-Limited dari cahaya ke resin. Dengan demikian, sulit untuk polimerisasi bagian
tebal.
-Kurangnya Penetrasi melalui struktur gigi.
Resin diaktifkan cahaya tampak ini telah benar-benar menggantikan sistem cahaya
U-V. Mereka juga lebih banyak digunakan daripada resin kimia diaktifkan. Ini
adalah sistem pasta yang berisi:
-Fotoinisiator : Camphorquinone 0,2 wt%
-Amine accelerator : dimetilaminoetil-metakrilat (DMAEMA 0,15 wt%.)
-Camphorquinone memiliki jangkauan penyerapan cahaya antara 400 dan 500 nm.
Ini adalah di wilayah biru dari spektrum cahaya tampak. Dalam beberapa kasus
inhibitor ditambahkan untuk meningkatkan stabilitas cahaya kamar atau cahaya
operatory gigi.
dapat
dioperasikan
oleh
baterai),
tidak
ada
generasi
panas
tidak lebih tebal dari 2-2,5 mm. Warna yang lebih gelap memerlukan pemaparan
yang lebih lama, seperti resin yang terpolimerisasi melalui email dan dentin.
(Anusavice, 2003)
Intensitas maksimum dari radiasi cahaya yang terpapar lebih terkonsentrasi
pada bagian permukaan dari light cure composite. Cahaya yang masuk kemudian
berpenetrasi dan menyebar keseluruh bagian dari light cure composite. Sejumlah
faktor yang mempengaruhi tingkat polimerisasi pada kedalaman tertentu dari
permukaan setelah curing cahaya. Konsentrasi fotoinisiator atau penyerap cahaya
dalam komposit harus sedemikian rupa sehingga akan bereaksi pada panjang
gelombang yang tepat dan hadir dalam konsentrasi yang cukup. Filler konten dan
ukuran partikel sangat penting untuk dispersi sinar. Untuk alasan ini, microfilled
komposit yang memiliki lebih kecil dan lebih banyak partikel menghamburkan
lebih banyak cahaya daripada microhybrid komposit dengan kaca yang lebih besar
dan lebih sedikit partikel. Diperlukan waktu pemaparan lebih lama untuk
memperoleh kedalaman memadai curing microfilled dari komposit. (Craig, 2002)
Waktu paparan yang dibutuhkan untuk polimerisasi bervariasi tergantung
pada jenis light curing unit dan kedalaman komposit. Waktu yang digunakan
dapat bervariasi dari 20 sampai 60 detik untuk restorasi 2 mm tebal. Intensitas
cahaya pada permukaan resin merupakan faktor penting dalam kelengkapan
curing di permukaan dan dibagian dalam komposit. Ujung sumber cahaya harus
berada pada jarak 1 mm dari permukaan untuk mendapatkan penetrasi optimal.
Waktu yang dibutuhkan untuk paparan standar yang menggunakan sinar tampak
adalah 20 detik. Secara umum, hal ini sudah cukup untuk curing resin hingga
kedalaman 2 atau 2,5 mm.
Polimerisasi dapat diaktivasi secara kimia, yakni dengan mencampur dua
komponen, salah satunya dengan mengandung inisiator dan yang lain aktivator,
atau oleh ultraviolet eksternal atau sumber cahaya tampak. Metode tradisional
untuk memberikan cahaya tampak biru diperlukan untuk light cured composites
melibatkan penggunaan Tungsten Halogen Quarsa (QTH) lampu. Sistem lainnya
yang juga memancarkan sinar adalah LED (Light emitting diode). LED
menggunakan persimpangan semikonduktor (p-n junction) berdasarkan gallium
nitrida yang digunakan untuk memancarkan cahaya biru. Output spektral LED
biru jatuh antara 450 dan 490 nm, sehingga unit ini efektif untuk mengeraskan
bahan dengan camphoroquinone photoinitiators. LED unit juga tidak memerlukan
filter, memiliki self-life yang panjang, dan tidak memancarkan panas yang
signifikan. (Craig,2002)
Light cured composites umumnya diberikan sebagai pasta tunggal yang
mengandung monomer, komonomer, filler dan inisiator yang tidak stabil yang ada
dalam ultraviolet baik (UV) atau cahaya tampak intensitas tinggi. Untuk bahan
aktifasi uv, inisiator yang paling umum digunakan adalah benzoin metil eter. Pada
panjang gelombang tertentu yang dipilih dalam rentang UV, molekul ini mampu
menyerap radiasi dan mengalami penguraian heterolytic untuk membentuk radikal
bebas. Radikal memulai polimerisasi yang kemudian berlanjut dalam banyak cara.
(Craig, 2002)
Komposit light-cured tersedia dalam berbagai variasi seperti syringe dan
compules. Syringe terbuat dari plastik opaque, hal ini berguna untuk melindungi
material dari paparan cahaya. Jika dikemas pada sebuah compule, compule
ditempatkan
pada
ujung
kemudahan penempatan
syringe.
pasta
Keuntungan
komposit,
dari
penurunan
compules
infeksi
adalah
silang,
dan
6. PEMBAHASAN
Resin komposit terbagi menjadi dua berdasarkan cara aktivasinya, yang
pertama adalah dengan cara kimia (self cured) dan yang kedua adalah dengan
menggunakan cahaya (photochemically). Pada resin komposit teraktivasi kimia,
reaksi polimerisasi dimulai saat terinisiasi dengan inisiator yaitu peroxida dan
sebuah akselelator yaitu amine dengan temperatur ruangan. Sedangkan pada resin
komposit teraktivasi cahaya, reaksi polimerisasi dimulai oleh rangsangan visible
blue light.
Namun satu masalah pada aktivasi kimia adalah saat pencampuran, hampir
tidak mungkin untuk menghindari udara yang masuk kedalam campuran tersebut,
yang akhirnya akan membentuk porus yang akan melemahkan struktur dan
menjebak udara didalamnya yang akan menghambat polimerisasi selama curing.
Masalah yang lainnya adalah operator tidak memiliki kontrol terhadap working
time akan dua komponen yang telah tercampur.(Anusavice 2013 p.286)
Untuk mengatasi masalah itu, pabrik telah mengembangkan resin yang
tidak memerlukan pencampuran menggunakan sistem inisiator fotosensitif dan
sebuah sumber cahaya untuk aktivasi. Sistem light-activated pertama kali di
formulasikan untuk UV light untuk menginisiasi radikal bebas saat polimerisasi.
Sekarang, UV light-cured composites telah digantikan oleh sistem visible-bluelight-activated dengan banyak ditingkatkannya kedalaman cure, working time
yang dapat dikontrol dan keuntungan lainnya. Untuk saat ini, kebanyakan dokter
gigi menggunakan resin komposit teraktivasi cahaya sebagai tumpatan.(Anusavice
2013 pp.287, 290)
Oleh karena itu pada praktikum ini, kami mengukur kekerasan hasil
polimerisasi resin komposit teraktivasi sinar tampak. Bahan ini, tersedia dalam
bentuk single pasta yang ada didalam syringe yang anti-cahaya. Sistem inisiasi
radikal bebas, yang terdiri atas photosensitizer dan sebuah inisiator amin
terkandung di dalam pasta. Selama dua komponen tersebut tidak terpapar cahaya,
mereka tidak akan bereaksi. Namun, paparan cahaya pada regio biru (panjang
gelombang sekitar 468 nm) menghasilkan excited state dari photosnsitizer, yang
akan bereaksi dengan amin untuk membentuk radikal bebas yang menginisasi
dibuktikan dengan hasil percobaan kami. Pertama, pada ketebalan 2mm dengan
penyinaran pada jarak 0mm bagian atas resin komposit keras begitu juga bagian
bawahnya, namun lain halnya resin komposit yang memiliki ketebalan 2mm dan
terpapar sinar pada jarak 10mm dengan hasil bagian atas keras dan bagian bawah
masih lunak. Ini membuktikan bahwa jarak mempengaruhi tingkat kekerasan
resin komposit.
Anusavice (2013), mengatakan bahwa intensitas cahaya menurun seiring
dengan jarak terhadap log scale ; maka dari itu, ujung lampu harus diletakkan dan
ditahan pada jarak minimal yang mungkin selama 20 detik atau lebih.
Ini
Resin komposit tersebut dapat mengeras dengan penyinaran lampu yang memiliki
intensitas 400 mW/cm2 selama 40 detik. Hasil yang sama bisa didapatkan dengan
penyinaran lampu dengan intensitas 800 mW/cm2 selama 20 detik.
Selanjutnya, Sakaguchi (2012) juga mengatakan bahwa intensitas cahaya
berkurang saat sumber cahaya di jauhkan dari permukaan dari sebuah benda.
Lebih jauh lagi, selama cahaya tersebut melewati hamburan media seperti
komposit dengan partikel filler intensitas cahaya akan berkurang. Kedalaman dari
penetrasi cahaya kedalam komposit bergantung pada panjang gelombang cahaya,
radiasi serta hamburan yang ada di dalam retorasi tersebut. Banyak faktor yang
mempengaruhi derajat polimerisasi pada kedalaman tertentu dari permukaan
setelah light curing. Salah satunya adalah kandungan filler dan ukuran partikel,
komposit microfilled dengan partikel yang lebih kecil dan banyak akan
menghamburkan lebih banyak cahaya dari pada komposit microhybrid dengan
partikel yang lebih besar dan partikel kaca yang lebih sedikit.
Dikaitkan dengan hasil percobaan kami, bahwa semakin tebal suatu resin
komposit, otomatis partikel yang ada di dalamnya akan semakin banyak
(khususnya filler) dan akan mengurangi intensitas paparan cahaya, sedangkan
untuk memulai polimerisasi diperlukan jumlah photon tertentu yang dipengaruhi
intensitas cahaya untuk diserap oleh inisiator.
penyinaran adalah 0mm, dengan kedalaman resin 5mm maupun 8mm tetap
memiliki bagian yang lunak dibagian bawahnya karena tidak dapat mengangkap
jumlah photon yang diperlukan untuk polimerisasi tadi.
penyinaran resin komposit dengan jarak penyinaran 10mm akan membuat resin
komposit yang hanya dengan ketebalan 2mm memiliki bagian bawah yang lunak
karena sama seperti tadi, yaitu karena bagian bawah tidak dapat melakukan
polimerisasi akibat jumlah photon yang dibutuhkan tidak mencukupi.
7. SIMPULAN
Dari hasil yang didapatkan menunjukan bahwa semakin tipis tumpatan
serta jarak penyinaran yang semakin dekat didapatkan hasil polimerisasi
sempurna. Tetapi semakin tebal tumpatan serta makin jauh jarak sinar,
polimerisasi yang terjadi tidak menyeluruh , hanya bagian atas saja yang
mengalami polimerisasi. Hal ini menunjukan bahwa polimerisasi resin komposit
dipengaruhi oleh tebal tumpatan, panjang gelombang sinar serta jarak penyinaran.
8. DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, K.J. 2013. Phillips' Science of Dental Materials.. 12th Edition.
Missouri: Elsevier Saunders. pp. 286-290
Anusavice, K.J. 2013. Phillips' Science of Dental Materials.. 12th Edition.
Missouri: Elsevier Saunders.
Mc Cabe, JF & Walls AWG. 2008. Applied Dental Material. 9th Edition.
Victoria: Blackwell Publishing.
Manappallil, John.J. 2010. Basic Dental Materials. 3 rd Edition. India:
Jaypee.
Sakaguchi, R.L dan Powers, J.M. 2012. Craig's Restorative Dental
Materials. 13th Edition. Philadelphia: Elsevier Mosby. pp. 178-179