LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU MATERIAL KEDOKTERAN GIGI II
Penyusun :
1. Maryam Fathiya R 021911133186
2. Salma Andita A 021911133187
3. Rida Fadila Yusuf 021911133188
4. Sofia Islamiyah D S 021911133203
Gambar 2.1 Light curing unit (kiri) dan Cure light meter (Kanan)
Dilakukan penyinaran pada resin komposit dengan tinggi cetakan teflon yang berbeda, yaitu
2 mm, 5mm, dan 8 mm. Hasil dari praktikum menunjukkan, pada resin komposit yang
memiliki tinggi 2 mm didapatkan permukaan atas yang keras, dan bagian bawah yang keras.
Pada resin komposit yang memiliki tinggi 5 mm, didapatkan hasil permukaan bagian atas
yang keras dan bagian bawah yang lunak. Sedangkan pada resin komposit dengan tinggi 8
mm, didapatkan hasil permukaan bagian atas yang keras dan bagian bawah yang lunak.
Hasil ini menunjukkan bahwa ketebalan resin komposit berpengaruh terhadap reaksi
polimerisasi.
Hal ini dapat terjadi, karena biasanya resin komposit setebal 2 mm membutuhkan waktu
sekitar 20 detik (400mW/cm2) untuk menghasilkan reaksi polimerisasi yang tepat
(Sakaguchi dan Powers, 2019). Dan pada sumber lain disebutkan untuk memastikan
polimerisasi maksimal dan keberhasilan klinis waktu standar adalah kurang dari 20 detik
dan tebal tidak melebihi 2-2,5 mm (Anusavice, 2017). Sehingga, menurut kami apabila
tebal resin komposit tersebut lebih dari 2 mm akan membuat reaksi polimerisasi yang
berjalan belum optimal.
Kemudian, hasil praktikum pada resin komposit 2 mm dengan perlakuan jarak penyinaran
yang berbeda pun menunjukkan adanya perbedaan. Pada resin komposit 2 mm dengan jarak
penyinaran 0 mm didapatkan hasil permukaan bagian atas yang keras, dan bagian bawah
yang keras. Sedangkan pada resin komposit 2 mm dengan jarak penyinaran 10 mm didapati
hasil permukaan atas yang keras dan bagian bawah yang lunak. Hal ini menunjukkan adanya
pengaruh jarak penyinaran dan intensitas cahaya dengan proses polimerisasi dari resin
komposit.
Hal ini dapat terjadi, karena intensitas cahaya pada permukaan restorasi merupakan faktor
penting dalam kesempurnaan proses curing. Saat penyinaran dilakukan, ujung sinar harus
diletakan sedekat mungkin dengan permukaan resin (Anusavice, 2017) apabila tidak, maka
intensitas cahaya yang diberikan akan berkurang dan resin tidak mendapatkan intensitas
cahaya yang cukup sehingga proses polimerisasi dapat berjalan tidak optimal.
Selanjutnya, adalah perbedaan antara hasil dari praktikum resin komposit 8 mm yang disinar
1 kali dengan resin omposit yang diberi penyinaran 4 kali yaitu setiap 2 mm. Hasil yang
didapatkan adalah pada resin komposit yang disinari 1 kali permukaan atas kasar, sedangkan
permukaan bawah lunak. Sedangkan yang diberi penyinaran 4 kali, didapatkan permukaan
atas dan bawah keras. Hal ini menunjukkan bahwa resin komposit yang dilakukan
penyinaran 4 kali setiap 2 mm melakukan reaksi polimerisasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA