Penyusun :
3. Cara kerja
Untuk cetakan teflon tinggi 2 mm, dilakukan penyinaran dengan jarak 0 mm
dan 10 mm.
Untuk cetakan teflon tinggi 5 mm, dilakukan penyinaran dengan jarak 0 mm
dan 10 mm.
Untuk cetakan teflon tinggi 8 mm, dilakukan penyinaran dengan jarak 0 mm.
a. Permukaan cetakan teflon diulas dengan vaselin, kemudian diletakkan di
atas lempeng kaca yang sudah dilapisi celluloid strip.
b. Bahan tumpatan resin komposit dikeluarkan dari tube, kemudian
dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam cetakan teflon tinggi 2 mm
memakai plastic filling, hingga cetakan terisi penuh dengan resin komposit
tanpa ada rongga.
Gambar 1. Resin komposit dikeluarkan dari tube dan dimasukkan ke
dalam cetakan
c. Intensitas sinar dicek dengan cure light meter (antara 400-500 nm)
sebelum light curing halogen digunakan. Bila menggunakan LED,
intensitas sinar dicek dengan light tip ditempelkan pada perangkat yang
tersedia.
Proses Polimerisasi
Reaksi proses polimerisasi self-cured composites secara kimiawi dimulai
dari inisiator peroksida dan akselarator amina. Polimerisasi light-cured
composites diinisiasi dengan sinar biru yang tampak. Polimerisasi dual-cured
composites menggunakan kombinasi kimiawi dan aktivasi cahaya untuk
melakukan rekasi tersebut. Polimerisasi resin memiliki cross linked yang cukup
tinggi karena adanya disfungsi ikatan karbon ganda. Polimerisasi light-cured
composites sangat bervariasi sesuai dengan jarak dari komposit ke sinar dan durasi
dari lama paparan sinar (Craig, 2002, page: 236).
Proses polimerisasi terjadi dalam tiga tahapan yaitu inisiasi dimana molekul
besar terurai karena proses panas menjadi radikal bebas. Proses pembebasan
tersebut menggunakan sinar tampak yang dimulai dengan panjang gelombang
460–485 nm. Tahap kedua adalah propagasi, pada tahap ini monomer yang
diaktifkan akan saling berikatan sehingga tercapai polimer dengan jumlah
monomer tertentu. Tahap terakhir adalah terminasi dimana rantai membentuk
molekul yang stabil (Susanto, 2005 hal: 32).
Kekurangan Komposit
Kekurangan resin komposit menurut ADA adalah
1. Bahan pengisi ini dapat pecah dan lebih mudah aus daripada tambalan
logam terutama di daerah yang membutuhkan kekuatan menggigit yang
kuat. Oleh karena itu tambalan komposit mungkin perlu diganti lebih
sering daripada tambalan logam.
2. Dibandingkan dengan tambalan lain, komposit kadang-kadang susah
menempatkannya dan memakan waktu yang lama saat
menempatkannya. Komposit tidak dapat digunakan di semua situasi.
3. Komposit umumnya lebih mahal daripada amalgam.
4. Dapat merembes atau bocor dari waktu ke waktu ketika terikat di
bawah lapisan enamel.
5. Dalam kasus yang jarang terjadi, secara lokal komposit dapat
menimbulkan reaksi alergi yang mungkin dapat terjadi
Hasil Analisa
Pada percobaan manipulasi resin komposit light cured yang telah
dilakukan, banyak didapatkan hasil yang permukaan bawahnya lunak. Terlihat
pada resin komposit dengan ketebalan 2 mm yang jarak penyinarannya 0 mm
menggunakan panjang gelombang 429 nm, hasilnya keras merata pada bagian atas
dan bawah sedangkan pada ketebalan 10 mm menggunakan panjang gelombang
129 nm hasilnya lunak pada bagian bawah. Hasil yang lunak tersebut merupakan
akibat dari jarak penyinaran terlalu jauh (10 mm) sehingga panjang gelombang
turun dan akhirnya sinar tidak sampai menembus ke bawah. Hasil dengan
permukaan bawah yang lunak juga didapatkan pada percobaan-percobaan
selanjutnya. Pada resin komposit dengan ketebalan 5 mm yang jarak
penyinarannya 0 mm dan 10 mm dan panjang gelombang berturut-turut 383 nm
dan 99 nm, hasil yang lunak dikarenakan ketebalannya melebihi ketentuan yaitu
2-2,5 mm dan panjang gelombang yang tidak mencukupi. Pada resin komposit
dengan ketebalan 8 mm (tidak berlapis) jarak penyinarannya 0 mm dengan
panjang gelombang 602 nm, didapatkan juga hasil lunak karena ketebalan
melebihi 2,5 mm. Meskipun panjang gelombangnya tinggi, bila resin komposit
terlalu tebal, akan diperoleh pula hasil yang lunak karena sinar tidak sampai
menembus ke bawah. Terakhir, pada ketebalan 8 mm (berlapis) jarak
penyinarannya 0 mm dengan panjang gelombang berturut-turut 414 nm, 394 nm,
dan 378 nm juga didapat hasil yang lunak permukaan bawahnya. Hasil lunak pada
bagian bawah tersebut bisa disebabkan oleh faktor operator yang pada saat
pengisian lapis paling bawah terlalu banyak/tebal resin kompositnya sehingga
tidak bisa mengeras dengan sempurna.
6. Kesimpulan
Dari hasil yang didapatkan menunujukkan bahwa semakin tipis tumpatan
serta jarak penyinaran yang semakin dekat didapatkan hasil polimerisasi
sempurna. Tetapi makin tebal tumpatan, serta makin jauh jarak sinar, polimerisasi
yang terjadi tidak menyeluruh, hanya bagian atas saja yang pengalami
polimerisasi. Hal ini menunjukkan bahwa polimerisasi resin komposit dipengaruhi
oleh tebal tumpatan, panjang gelombang sinar serta jarak penyinaran.
7. Daftar Pustaka
Susanto, AA. 2005. Pengaruh Ketebalan Bahan dan Lamanya Waktu
Penyinaran terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit Sinar.
Majalah Kedokteran gigi (Dent J). Vol. 38 No.1 P.32
Hedge MN, Vyapaka P, Shetty S. 2009. A comparative evaluation of
microleakage of three different newer direct composite resins using a self
etching primer in class V cavities: An in vitro study. Journal of
Conservative Dentistry. Vol 12. Issue: 4. P. 160
Putiyanti F, Herda E, Sofyan A. 2012. Pengaruh saliva buatan terhadap
diametral tensile strength micro fine hybrid resin composite yang
direndam dalam minuman isotonic. Jurnal PDGI. Vol 61. No 1. P. 44
Susanto, Alexandra A. Pengaruh Ketebalan Bahan dan Lamanya Waktu
Penyinaran terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit Sinar.
Majalah Kedokteran gigi (Dent J). 2005, Vol. 38 No.1 p.33
Anusavice, KJ 2003, Phillips’ Science of Dental Materials, 11th ed, Saunders.
P.410;418