Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KELOMPOK A5

“RESIN KOMPOSIT”

DOSEN PENGAMPU
drg. Dewi Puspitasari, M.Si

DISUSUN OLEH
Antung Lutfiliawan 1911111310037
Helda 1611111120008
Muhammmad Yunanda Anhar 1911111310027
Natasya Nurul Izzati 1911111220003
Niluh Made Marshella Dea Alifha 1911111120018
Reni Amirah Salsabila Fitri 1911111320020
Sabila Maghfuroh Aqsha Syahari 1911111320012
Sri Meidita Achmad 1911111220017
Syafira 1911111320011
Yajma Kamiila Rahman 1911111320022

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2020
I. Pendahuluan

Komposit adalah suatu campuran dari dua material atau lebih, sifat
masing-masing materialnya berbeda satu sama lainnya, baik sifat kimia maupun
fisik dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut.(bahan komposit). Resin
komposit dalam bidang restorasi gigi merupakan bahan matriksresin yang di
dalamnya ditambahkan pasi anorganik (quartz partikel silica koloid) (Sulastri,
2017).

Resin komposit adalah bahan tumpatan estetik yang dapat digunakan


pada gigi anterior dan posterior, memiliki kemampuan mengiritasi pulpa yang
cukup rendah, serta memiliki ketahanan terhadap celah mikro yang terbentuk
diantara bahan tumpatan dengan struktur gigi. Resin komposit adalah bahan
restorasi berbasis resin yang dikembangkan dari bahan sebelumnya yaitu semen
silikat dan resin akrilik (Nurhapsari, 2016 ; Shabrina, 2016).

Komposit Macrofiller/komposit konvensional: Jenis komposit yang


tertua. Segi kekuatan bagus kelemahannya permukaannya kasar. Ukuran partikel
pengisi 8-12 μm/lebih. Bahan pengisinya biasanya quartz. Komposit Microfiller :
Bahan pengisi yang digunakan silika koloidal. Volume partikel pengisi 35- 50%
berat matriks. Memiliki permukaan halus, cepat aus mudah terjadi cracking(retak
pada restorasi). Komposit Small Particle Filler : Ukuran partikel pengisi 1-5 μm,
Volume bahan pengisi 80-85% berat matriks. Memiliki kekuatan yang baik,
sebaiknya digunakan untuk tumpatan gigi posterior. Komposit Hybrid : Partikel
pengisi merupakan gabungan dari makro dan mikrofiller. Memiliki ukuran
partikel 0,6 -1 μm. Volume pengisi 75-80% berat matriks segi kekuatan bagus.
Komposit Mikrohybrid : Partikel pengisi gabungan dari Mikrohybrid dan Small
Particle Filler, kekuatan lebih bagus dari pada hybrid. Diindikasikan untuk
tambalan gigi posterior dengan karies yang besar. Komposit Nanohybrid :
Partikel pengisi memiliki ukuran yang terkecil yaitu = 0,02 -0,07 μm. Segi
kekuatan dan estetika terbagus diantara komposit yang lainnya. Memiliki derajat
translucent yang bermacam-macam (Sulastri, 2017).

II. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini saat akhir praktikum mahasiswa mampu


memanipulasi Visible light cure composite dengan cara dan alat yang tepat, serta
mengerti proses curing komposit jenis sinar tampak ( visible light cure ).

III. Alat dan Bahan


1. Split mode 6 mm, 4 mm dan 2 mm
2. Resin komposit packable shade A
3. Spatula semen
4. Escavator
5. Mylar strip
6. Light curing unit
7. Califer

IV. Cara Kerja


1. Di pastikan seluruh split mode bersih
2. Masukan komposit packable ke dalam split mode 6 mm, selanjutnya 4 mm
dan 2 mm. Di kondensasi dengan spatula semen

3. Diratakan dengan mylar strip. Di bersihkan kelebihan resin komposit

4. Di sinar secara tegak lurus dgn menggunakan light curing dengan jarak
tidak boleh bersentuhan secara langsung selama 20 detik
5. Selanjutnya buka split mode dan ukur resin komposit dengan califer lalu
Ukur ketebalan awal Dan lakukan scraping

6. Ukur kembali ketebalan akhir dan Analisis hasil pengukuran

V. Hasil Praktikum

Hasil yang di dapat selama praktikum sebagai berikut :

Slip Mode Sebelum di Scraping Setelah di Scraping


6 mm 6,02 mm 5,77 mm
4 mm 4,25 mm 3,28 mm
2 mm 2,15 mm 2,23 mm

Bisa di lihat pada slip mode dengan ukuran 6 mm dan 4 mm ukuran


setelah di scraping berkurang, karena light curing tidak bisa mencampai dasar dari
resin komposit. Pada slip mode ukuran 2 mm malah terjadi penambahan setelah di
scraping, karena saat memasukan resin komposit ke dalam slip model ada bagian
yang kurang rata maka dari itu saat pengukuran terjadi perbedaan.
VI. PEMBAHASAN PRAKTIKUM

A. Cetakan 6 mm
Pada percobaaan pertama, mold 6 mm yang diisi oleh resin komposit dan
dipolimerisasi menggunakan light curing, kemudian resin komposit dilepaskan dari
mold dan dilakukan pengukuran menggunakan califer. Hasil pengukuran awal
didapatkan 6,02 mm. Selanjutnya, dilakukan scrapping pada bagian bawah mold
menggunakan spatula semen hingga tidak dapat dikerok kembali. Setelah itu,
dilakukan pengukuran akhir dan didapatkan ketebalan 5,77 mm. Maka selisih
ketebalan yang berubah adalah 0,25 mm.

Pembahasan Cetakan 6 mm
Terjadinya perubahan ukuran awal dan akhir mold 6 cm ditentukan oleh
kualitas polimerisasi resin komposit. Polimerisasi resin komposit dipengaruhi oleh
intensitas cahaya, ketebalan resin komposit, panjang gelombang cahaya, dan jarak
ujung dari light curing. Intensitas cahaya light curing dipengaruhi jarak ujung
penyinaran light curing. Semakin besar jarak penyinaran, maka dispersi cahaya
light curing akan meningkat sehingga akan sulit untuk memperoleh polimerisasi
yang efektif. Semakin jauh jarak light curing terhadap permukaan resin komposit
menyebabkan nilai kuat tarik diametral mengalami penurunan kekuatan. Hal ini
disebabkan apabila jarak penyinaran jauh maka semakin menurunkan intensitas
cahaya dan sinar light curing tidak terfokus atau atau menyebar sehingga
mengakibatkan beberapa monomer yang teraktivasi dan menjadi sisa monomer.
Hal ini menyebabkan Panjang gelombang dari light curing menurun sehingga
sinar tidak sampai menembus ke bawah. Jarak penyinaran yang ideal untuk
mendapatkan polimerisasi yang optimal adalah 2 mm, sedangkan jarak penyinaran
yang distandarisasi adalah 5 mm. Oleh karena itu, terdapat perbedaan pengukuran
awal dan akhir dikarenakan faktor penyinaran yang menyebabkan polimerisasi
tidak merata sehingga pada saat di scrapping terjadi pengurangan ketebalan
sebesar 0,25 mm.
B. Cetakan 4 mm

Pada mold 4 mm setelah dilakukan proses polimerisasi dengan


penyinaran light curing unit dan resin komposit dilepaskan dari mold dilakukan
pengukuran. Hasil ketebalan awal dari pengukuran dengan menggunakan califer
adalah 4,25 mm. Setelah itu dilakukan scrapping menggunakan spatula semen
sampai tidak bisa di kerok, di ukur kembali menghasilkan ketebalan akhir yaitu
3,28 mm. Maka hasil ketebalan yang berubah adalah 4,25-3,28 yaitu 0,97 mm

Pembahasan Cetakan 4 mm

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan ketebalan awal


dan ketebalan akhir pada mold 4 mm setelah dilakukan teknik scrapping sebagai
berikut:

1. Dipengaruhi oleh tidak meratanya manipulasi resin komposit. Hal ini


mengakibatkan setiap sisi dari resin omposit tidak sesuai dengan ketebalan mold 4
mm. Itu terlihat dari pengukuran ketebalan awal yaitu 4,25 mm yang melebihi dari
mold 4 mm.

2. Dipengaruhi oleh penyinaran. Polimerisasi terjadi akibat resin komposit terkena


sinar dari light curing unit. Dalam penyinaran ada standar maksimal jarak dan
ketebalan yaitu 2 mm dan tidak boleh menyentuh secara langsung. Hal ini
mengaibatkan pada mold 4 mm hasil dari resin komposit yang sudah disinar
masih bisa di scrapping. Setelah di scrapping dan di ukur kembali hasil ketebalan
akhir dari resin komposit adalah 3,28 mm.

3. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ketika Halogen dan LED


dibandingkan, didapatkan hasil yang mirip tergantung pada sifat dari resin
komposit aktivasi sinar yang digunakan. Selain dari sumber cahaya yang
digunakan, beberapa faktor juga mungkin mempengaruhi kedalaman tingkat
polimerisasi resin komposit, seperti waktu paparan sinar, warna dari resin
komposit,tipe dari resin komposit, kualitas sinar yang dipancarkan, dan letak
posisi penyinaran.
C. Cetakan 2 mm

Setelah resin komposit dilakukan penyinaran dengan light curing unit


selama 20 detik dan dilepaskan dari cetakan mold 2 mm, maka akan dilakukan
pengukuran menggunakan califer. Hasil ketebalan awal yang di dapatkan adalah
2,15 mm, lalu resin komposit tersebut di scrapping menggunakan spatula semen
sampai benar-benar tidak bisa di kerok. Akan tetapi, resin komposit pada mold 2
mm ini ternyata tidak bisa di kerok, kemudian dilakukan pengukuran kembali.
Hasil akhir pengukuran ini ketebalannya adalah 2,23 mm.

Pembahasan Cetakan 2 mm

Melihat hasil praktikum yang telah dicantumkan diatas, hasil awal


pengukuran dengan hasil akhir pengukuran yang seharusnya sama, ternyata
hasilnya justru melebihi hasil awal sehingga berbeda. Ini disebabkan karena
kesalahan pada saat pengukuran. Ketebalan mold nya sendiri sudah sesuai yaitu 2
mm, tetapi pada saat pengaplikasian resin komposit ke mold nya kadang-kadang
ada yang berlebih sehingga menyebabkan sisi kanan dan sisi kiri nya tidak sama
rata. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya ketelitian pada saat pengaplikasian
dan permukaan resin kompositnya kurang ditekan/diratakan sehingga menjadi
agak cembung. Oleh karena itu, hasil pengukuran nya berbeda karena pada saat
pengukuran awal dan pengukuran akhir menggunakan sisi yang berbeda.
Pengukuran awal menggunakan sisi yang lebih pendek sehingga hasilnya pun
menjadi 2,15 mm, sedangkan pengukuran akhir menggunakan sisi yang lebih
panjang sehingga hasilnya pun berlebih menjadi 2,23 mm.
DAFTAR PUSTAKA

Noviyani A, Ichrom MY, Puspitasari D. 2018. Perbandingan Jarak Penyinaran


dan Ketebalan Bahan Terhadap Kuat Tarik Diametral Resin Komposit
Tipe Bulk Fill. Dentin Jurnal Kedokteran Gigi. 2018: II(1); 68-71.
Nurhapsari A. 2016. Perbandingan Kebocoran Tepi Antara Restorasi Resin
Komposit Tipe Bulk-Fill Dan Tipe Packable Dengan Penggunaan Sistem
Adhesif Total Etch Dan Self Etch. Odonto Dental Journal. 3(1): 8-13.

Pasril Y, Ade WP. Comparison of Compressive Strength Hybrid Composite Resin


Using Halogen and LED Light. IDJ. 2013: 2(2); 83-90.

Shabrina N, Diansari V, Novita CF. 2016. Gambaran Penggunaan Bahan


Amalgam, Resin Komposit dan Glass Ionomer Cement (GIC) Di Rumah
Sakit Gigi dan Mulut Unsyiah Pada Bulan Juli-Desember 2014. Journal
Caninus

Sulastri S. 2017. Dental Material. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai