Anda di halaman 1dari 12

RESTORASI KLAS II RESIN KOMPOSIT

Mahasiswa Penyaji:

Vivian 190631174
Riri Harliani Sihotang 200631092
Saskia Nadila Utami 200631041
Ismi Putri Chairunnisa 210631038
Zahratul Aini 210631065
Juan Putra Pratama 190631310

Dosen Pembimbing:
Luthfiani Samad, drg., MDSc
NIP. 198112052008122003

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2022
RESIN KOMPOSIT
Resin komposit merupakan salah satu bahan restorasi yang paling banyak
digunakan dibidang kedokteran gigi saat ini karena memiliki beberapa keunggulan
seperti bahan yang baik dari segi estetika, kekuatan dan ketahanan terhadap keausan
sehingga dapat digunakan baik pada gigi anterior maupun posterior. Perkembangan
bahan restorasi resin komposit sendiri dimulai pada akhir tahun 1950-an dan awal
tahun 1960. Resin komposit menurut ilmu kedokteran gigi secara umum adalah
penambahan polimer yang digunakan untuk memperbaiki enamel dan dentin. Resin
komposit digunakan untuk mengganti struktur gigi dan memodifikasi bentuk dan
warna gigi sehingga akhirnya diharapkan dapat mengembalikan fungsinya. Bahan
restorasi resin komposit relatif mudah dimanipulasi sehingga sangat membantu
dokter gigi dalam melakukan perawatan gigi berlubang dan memberikan hasil yang
memuaskan. Penggunaan bahan adhesif resin komposit secara tepat sangat berperan
dalam mencapai keberhasilan restorasi dan idealnya restorasi tersebut harus
memberikan penutupan tepi restorasi yang sempurna serta bebas porositas.1,2

a. Komposisi
1. Matriks Resin
Bahan matriks resin komposit banyak menggunakan campuran monomer
aromatic atau aliphatic diakrilat. Bisphenol-A-Glycidyl Methacrylate (BIS-GMA),
Urethane Dimethacrylate (UDMA), dan Triethylene Glikol Dimethacrylate
(TEGDMA) merupakan dimetakrilat yang umum digunakan dalam resin komposit.
Bis-GMA dan urethane dimetracrylate merupakan jenis monomer berviskositas
tinggi karena memiliki berat molekul yang besar yang berfungsi untuk mengurangi
pengerutan saat polimerisasi. Selain itu terdapat juga monomer berviskositas rendah
yang berfungsi sebagai pengontrol viskositas untuk mengatasi kekakuan bahan
komposit seperti methyl methacrylate (MMA), ethylene glycol dimethacrylate
(EDMA) dan triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA). Matriks resin memiliki
kandungan ikatan ganda karbon reaktif yang dapat berpolimerisasi bila terdapat
radikal bebas.1,3,4
Gambar 1. Struktur Bis-GMA, UDMA, dan TEGDMA
2. Partikel Bahan Pengisi
Partikel bahan anorganik yang ditambahkan pada resin komposit adalah bahan
pengisi atau filler. Penambahan partikel bahan pengisi ke dalam suatu matriks akan
meningkatkan sifat mekanis bahan seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan, ketahanan
terhadap abrasi atau pemakaian. Partikel bahan pengisi ditambahkan juga untuk
mengontrol serta mengurangi pengerutan yang terjadi akibat polimerisasi matriks
resin. Penyerapan air dan koefisien ekspansi termal dari komposit juga lebih kecil
dibandingkan dengan resin tanpa bahan pengisi. Beberapa bahan yang digunakan
sebagai filler yaitu quartz, barium, colloidal silica, strontium,zirconium. Faktor
penting lain dari filler yang perlu diperhatikan adalah banyaknya bahan pengisi
yang ditambahkan, ukuran filler yang digunakan dan distribusinya, kekerasan,
radiopak. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi sifat komposit dan aplikasi
klinis.1,6
3. Bahan Pengikat (Coupling Agent)
Untuk membuat resin komposit yang baik, diperlukan ikatan yang kuat antara
matriks resin, hal ini memungkinkan matriks polimer lebih fleksibel dalam
meneruskan tekanan ke partikel pengisi yang lebih kaku, ikatan antara 2 fase
komposit ini diperoleh dengan bahan coupling. Hal ini sangat penting, karena jika
tidak ada ikatan yang baik akan menyebabkan mudah terjadinya fraktur resin
komposit. Bahan coupling yang biasa digunakan adalah senyawa silikon organik
yang disebut silane seperti organosilanes (3-methacryl-oxypropyl-
trimethoxysilane).1,6

Gambar 2. Struktur 3-methacryl-oxypropyl-trimethoxysilane

4. Sistem aktivator dan inisiator


Resin komposit dapat dipolimerisasi dengan dua cara, yakni, cara kimia (self cure)
atau aktivasi cahaya (light cure). Pada sistem pengaktifan secara kimiawi, terdiri dari
dua pasta yang mengandung inisiator benzoil peroksida dan aktivator tetiary aminer.
Kedua pasta diaduk, tetiary aminer akan bereaksi dengan benzoil peroksida
membentuk radikal bebas dan polimerisasi adisi dimulai. Resin yang diaktifkan
dengan sinar terdiri dari satu pasta saja. Sistem pembentuk radikal bebas yang terdiri
atas molekul-molekul fotoinisiator champoroquinone dan aktivator amin terdapat
dalam pasta tersebut, bila kedua komponen ini tidak disinari, maka keduanya tidak
akan bereaksi. Sebaliknya, bila disinari dengan panjang gelombang yang tepat akan
merangsang fotoinisiator bereaksi dengan aktivator tetiary amine membentuk radikal
bebas.3,4,5,6
5. Penghambat (inhibitor)
Inhibitor digunakan untuk meminimalkan atau mencegah polimerisasi spontan
dari monomer. Inhibitor ini mempunyai potensi yang kuat dengan radikal bebas
dimana bila radikal bebas telah terbentuk, seperti dengan suatu pemaparan singkat
terhadap sinar ketika bahan dikeluarkan dari kemasan, bahan penghambat akan
bereaksi dengan radikal bebas dan kemudian menghambat perpanjangan rantai
dengan mengakhiri kemampuan radikal bebas untuk mengawali proses polimerisasi.
Bahan penghambat yang umum dipakai adalah butylated hydroxytoluene dengan
konsentrasi <0,01%.3,4,5,6

b. Sifat-sifat Resin Komposit


Resin komposit juga memiliki sifat sama halnya dengan bahan kedokteran
gigi lainnya. Beberapa sifat dibawah ini merupakan sifat resin komposit yang sangat
penting untuk diketahui, antara lain sebagai berikut:4,5
1. Sifat Fisik
 Penyusutan Polimerisasi
Kekurangan resin komposit yaitu adanya pengerutan selama proses
polimerisasi. Penyusutan polimerisasi dapat disebabkan oleh kontraksi penekanan
sebesar 13 MPa. Penyusutan ini menyebabkan kebocoran mikro, kegagalan
perlekatan bahan adhesif, kegagalan restorasi, mengiritasi pulpa, menyebabkan karies
sekunder, dan sensitif pasca restorasi.
 Termal
Resin komposit memiliki koefisien termal yang berbeda berdasarkan ukuran
bahan pengisi. Bahan pengisi kecil memiliki ekspansi koefisien termal 25-38 x 10-6.
 Penyerapan Air
Penyerapan air terhadap resin komposit dengan partikel hibrid (5-17 μg/mm3)
lebih rendah dibandingkan komposit dengan partikel microfine (26-30 μg/mm3).
Kualitas dan kestabilan coupling agent silane juga sangat penting untuk
meminimalisir pengurangan ikatan antara bahan pengisi dan polimer serta jumlah air
yang diserap.
 Kelarutan
Kelarutan pada resin komposit berkisar antara 0,25-2,5 mg/mm3. Intesitas dan
durasi ketika penyinaran dapat berpengaruh terhadap proses polimerisasi yang kurang
sempurna.
 Kestabilan Warna
Perubahan warna dapat terjadi karena oksidasi dari pertukaran air didalam
matriks polimer atau polimer tidak bereaksi dengan sistem akselerator dan inisiator.
2. Sifat Mekanik
 Kekuatan dan Elastisitas
Kekuatan resin komposit bergantung pada kapasitas bahan pengisi, semakin
tinggi kapasitas pengisi maka semakin tinggi pula kekuatan resin komposit. Kekuatan
resin komposit yang berkaitan langsung dengan penggunaannya yaitu kekuatan
kompresi, kekuatan tarik, dan kekuatan fleksural. Kekuatan fleksural resin komposit
microfilled dan flowable 50% lebih rendah dibandingkan resin komposit hybrid dan
packable karena berkaitan dengan bahan pengisi.

 Kekerasan Permukaan
Kekerasan resin komposit berkaitan dengan ketahanan terhadap abrasi dan
kepadatan serta ukuran partikel bahan pengisi. Kekerasan permukaan sebagai tolak
ukur ketahanan bahan didalam mulut dalam janga panjang. Kekerasan bisa menjadi
indikator dari ketahanan resin komposit. Kekerasan resin komposit mulai dari 22-
80kg/mm.

c. Mekanisme Perlekatan Resin Komposit


1. Pengetsaan Asam
 Asam menyebabkan hydroxiapatit larut hilangnya prisma enamel dan
Menghasilkan pori-pori kecil pada permukaan enamel, tempat kemana resin akan
mengalir bila ditempatkan kedalam kavitas.
 Proses pengasaman pada permukan enamel akan meninggalkan permukaan
yang tidak teratur.
 Bahan etsa membentuk lembah dan puncak pada email yang memungkinkan
resin terkunci secara mekanis pada permukan yang tidak teratur (resin tag).
2. Pemberian Bonding
 Bahan bonding membantu perlekatan material restorasi pada permukaan
enamel dan dentin.
 Bahan bonding terdiri dari etsa asam, primer dan adhesive.
 Adhesive dentin harus bersifat hidrofilik yang melekat pada cairan dentin
dan hidrofobik yang melekat pada resin karena matriks resin bersifat hidrofobik.7

d. Indikasi RK
Banyak penulis merekomendasikan indikasi untuk dilakukan pengaplikasian
RK, yaitu :
 Restorasi klas I, II, III, IV, V, dan VI
 Splinting Periodontal
 Restorasi Sementara
 Restorasi resin preventif
 Prosedur estetis

e. Kontraindikasi RK
Banyak penulis tidak merekomendasikan atau kontraindikasi untuk
pengaplikasian RK pada area yang mengalami tekanan pengunyahan yang besar,
Insiden karies tinggi dan pada pasien yang memiliki sensitivitas terhadap material
komposit.8

f. Kelebihan RK
Resin komposit sebagai bahan tumpatan memiliki kelebihan dan kekurangan.
Adapun kelebihannya yaitu:6
 Memiliki sifat estetika yang baik.
 Mempunyai konduktivitas termal yang rendah.
 Tidak terjadi reaksi galvanic.
 Dapat dilakukan dalam sekali kunjungan.
 Mudah untuk melakukan reparasi.
 Ikatan resin akan memperkuat kekuatan gigi.
 Preparasi gigi minimal terutama hanya pada jaringan keras.
g. Kekurangan RK
Beberapa kekurangan RK antara lain:9,10
 Tidak mempunyai kemampuan menutup celah sekitar restorasi seperti pada
amalgam.
 Tidak dapat mengeluarkan fluor seperti semen glass ionomer.
 Sering terjadi kepatahan diantara bahan adhesive dengan gigi sehingga
menyebabkan kebocoran dan terjadi karies sekunder.
 Memiliki sifat penyerapan air.
Bahan resin komposit dapat mengalami penuaan setelah diaplikasikan pada
gigj dan terpapar oleh lingkungan rongga mulut yang agresif (Santerre
dkk.,2001). Sifat meyerap air resin komposit polimerisasi sinar tampak setelah
satu minggu sebesar 1,8mg/cm² dengan kelarutan 0,2mg/cm² dan mulai terjadi
degradasi matriks resin (Craig dan Power, 2002).
 Keausan permukaan dibawah tekanan kunyah besar.
 Kekuatan untuk menahan patah rendah.
 Pengerutan saat polimerisasi menyebabkan masuknya bakteri.
 Potensi ketidakstabilan warna dan pewarnaan dari waktu ke waktu.

KLASIFIKASI KARIES
Klasifikasi karies berdasarkan Modifikasi Finn dari Klasifikasi Black untuk
Gigi desidui:9
 Kelas I: Kavitas pada pit dan fisura gigi molar dan bukal dan lingual pit
semua gigi.
 Kelas II: Kavitas pada permukaan proksimal gigi molar dengan akses
yang terbentuk dari permukaan oklusal.
 Kelas III: Kavitas pada permukaan proksimal gigi anterior yang mungkin
melibatkan atau tidak melibatkan permukaan labial atau lingual.
 Kelas IV: Kavitas pada permukaan proksimal gigi anterior yang
melibatkan tepi insisal.
 Kelas V: Kavitas pada sepertiga servikal dari semua gigi termasuk
permukaan proksimal dimana marginal ridge tidak termasuk.
 Kelas VI: Kavitas pada tepi insisal gigi anterior atau ketinggian cusp
oklusal gigi posterior (modifikasi Simon).

PRINSIP PREPARASI KLAS II RESIN KOMPOSIT


Preparasi gigi Klas II restorasi komposit melibatkan:
1. Membuat akses ke struktur gigi yang rusak,
2. Menghilangkan struktur yang rusak (lesi karies dan restorasi yang rusak),
dan
3. Membuat convenience form, untuk restorasi.
Retensi restorasi klas II terutama didapatkan dengan ikatan, jadi tidak
perlu menggunakan retensi mekanis dalam preparasi gigi untuk restorasi
komposit klas II. Tidak diperlukan perluasan preparasi dengan
pengurangan struktur gigi yang sehat untuk memberikan kekuatan yang
besar untuk memberikan retensi konvensional dan resistance form.10

PROSEDUR RESTORASI KLAS II RESIN KOMPOSIT


a) Alat dan Bahan
a. Alat diagnostik
Terdiri dari kaca mulut, sonde, pinset dan ekskavator
b. Alat dan bahan restorasi
Terdiri dari instrumen plastis, bur untuk preparasi kavitas: cotton pellet dan
cotton roll, asam fosfat 37%, bonding, komposit, microbrush, light curing unit,
polishing kit komposit, rubber polishing kit, sectional matrix (ring, wedge, matrix
band), round metal/carbide bur, round diamond bur, round fine diamond bur,
counturing bur grid merah, finishing bur grid kuning, polishing bur enhance, low-
speed contra-angle handpiece, high speed contra-angle handpiece, seluloid strip,
wedges, dental floss, articulating paper, gelas kumur, dan povidone iodine.
b) Persiapan Operator
- Operator melakukan cuci tangan WHO
- Operator memakai APD level III
c) Ergonomi
- Posisi operator berada pada pukul 10.00 dengan duduk diatas kursi kerjanya
dengan telapak kaki rata di atas lantai dan paha sejajar dengan lantai. Siku operator
berada setinggi pinggang dan setentang mulut pasien.
- Posisi asisten operator berada pada pukul 03.00
- Posisi kursi pasien membentuk sudut 450 terhadap bidang vertikal.11
d) Asepsis
Pasien diinstruksikan untuk berkumur dengan povidone iodine selama 60
detik untuk membunuh mikroorganisme di rongga mulut pasien.
e) Prosedur Restorasi Klas II RK
1. Penentuan warna gigi dengan shade guide.
2. Pembuangan jaringan karies dengan menggunakan carbide bur/round bur
dengan prinsip minimal intervention.
3. Cuci kavitas dengan water syringe dan keringkan dengan air syringe.
4. Isolasi daerah pada daerah gigi yang akan direstorasi dengan menggunakan
cotton roll atau rubber dam.
5. Pemasangan matrix pada bagian proksimal. Pastikan matrix berkontak
dengan sebelahnya dan tidak ada jarak atau diastema setelah pemasangan wedge.
6. Aplikasi bahan etsa dengan menggunakan mikroaplikator selama 20 detik,
lalu di bilas lalu dikeringkan hingga permukaan terlihat frosty (buram).
7. Aplikasi bonding ke dalam kavitas dengan menggunakan mikroaplikator,
diberi angin dengan air syringe perlahan-lahan lalu disinar selama 20 detik.
8. Aplikasi bahan resin komposit dengan menggunakan instrumen plastis
secara layer by layer dengan incremental technique dengan ketebalan 2 mm. Bentuk
bagian proksimal terlebih dahulu, lalu dilanjutkan ke bagian oklusal. Pastikan bentuk
tonjol gigi dikembalikan menyerupai anatomi gigi. Kemudian di sinar selama 20
detik.
9. Kemudian dilakukan konturing dengan menggunakan fine finishing bur.
10. Lalu finishing dengan menggunakan super fine finishing bur.
11. Lepaskan wedge dan matrix pada bagian proksimal.
12. Polishing dengan menggunakan rubber silicone bur, pastikan tepi
permukaan restorasi halus.
13. Periksa kontak oklusi dengan menggunakan artikulating paper dan pada
bagian proksimal dengan menggunakan dental floss.12,13

INSTRUKSI PASCA RESTORASI


1. Tidak menggigit yang keras atau menguyah makanan lengket pada sisi
yang baru di restorasi.
2. Hindari konsumsi makanan dan minuman berwarna.
3. Menjaga OH, dengan menyikat gigi 2 kali sehari yaitu pagi setelah sarapan
dan malam sebelum tidur.
4. Pada kavitas yang dalam, gigi akan terasa sensitif dan akan berkurang
seiring waktu.
5. Tambalan tidak akan selamanya bertahan karena bisa aus ataupun rusak.
6. Restorasi yang telah selesai akan sedikit berbeda dari gigi asli sehingga
perlu adapatasi beberapa hari.
7. Hubungi dokter gigi jika ada keluhan seperti tambalan lepas dan sakit.
8. Kontrol berkala 6 bulan sekali.
DAFTAR PUSTAKA
1. Manappallil J. Basic Dental Materials. 3rd ed. India: Jaypee Brother, 2010: 122-
38.
2. Vats V, Sachdeva A. Advances in komposit resin:A review. Indian Journal of
Consevative and Endodontics. 2020;5(2):40-3.
3. Annusavice KJ, Shen C, Rawls HR. Philips science of dental materials. 12th ed.
Missouri: Elsevier, 2013: 277-304.
4. Sakaguchi R , Ferracane J, Powers J. Craig,s Restorative Dental Material. 14th ed.
St Louis: Elsevier, 2099:135-53.
5. Powers JM, Wataha JC. Dental materials properties and manipulation. 10th ed.
Missouri: Elsevier, 2013: 41-5.
6. Rao A. Principles and practice of pedodontics. 3rded. New Delhi:Jaypee 2012:
156-7,261-3.
7. Milosevic D. Polymerization mechanics of dental komposits – advantages and
disadvatages. Elsevier Ltd. Serbia. 2016; 149(2016): 313-20.
8. Hervás-García A, Martínez-Lozano MA, Cabanes-Vila J, Barjau-Escribano A,
Fos-Galve P. Komposit resins. A review of the materials and clinical indications.
Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2006;11:E215-20.
9. Srivastava. Modern pediatric dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers Medic
Publishers (P) LTD 2011: 183-7.
10. Ritter AV,Boushel LW, Walter R. art and science operative dentistry. 7th ed. St
louis: Elsevier 2019: 220, 229.
11. Aswal D, Nurliza C, Yanti N, dkk. Restorative dentistry I. USU, Medan 2018: 3-
4.
12. Studervant CM, Barton RE, Sockwell Cl, Stickland WD : The Art and Science of
Operative Dentistry. New-Delhi. Elsevier. 2019: 506-16.
13. Albers HF. Tooth Colored Restoratives. 6th ed. Hamilton. BC Decker Inc. 2002:
219-28.

Anda mungkin juga menyukai