Anda di halaman 1dari 59

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Resin komposit merupakan tumpatan sewarna gigi yang sering
digunakan didalam kedokteran gigi.1 Resin komposit dapat diaplikasikan dengan
penambahan fiber sebagai penguat.2 Fiber penguat resin komposit mulai banyak
digunakan dalam bidang kedokteran gigi pada pembuatan gigi tiruan, implan,
splinting pada pasien periodonsia, protesa cekat sementara pada bekas pencabutan
dan protesa lepasan pada pasien yang mengalami kesulitan finansial atau
memiliki penyakit sistemik.2 Fiber yang digunakan sebagai penguat resin
komposit disebut dengan fiber reinforced composit resin (FRC).2
Fiber reinforced composite yang umum digunakan di kedokteran gigi
yaitu fiber ultra high moleculear weight polyethylene (UHMWPE).2,3 Fiber
UHMWPE tersusun atas ribuan filamen yang berdiameter 5-15 µm. 3 Fiber
UHMWPE memiliki kerapatan yang rendah (0,97 g/cm3), kuat, mudah berikatan,
mudah dimanipulasi dan translucent (estetik tinggi).3 Penelitian Martha (2010),
menyatakan penggunakan UHMWPE menunjukkan kekuatan fleksural resin
komposit nanofiller yang lebih tinggi (115 MPa) dibandingkan tanpa penggunaan
fiber (71 MPa).2 Fiber UHMWPE pengolahannya bersifat sintetik sehingga
membutuhkan proses kimiawi dan harganya mahal.4 Oleh karena itu, digunakan
fiber alami yang mudah didapat dan murah sebagai alternatif yaitu ampas tebu
(bagasse).5
Fiber Ampas tebu sering dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
papan partikel, penguat badan kapal, dan penguat beton.6,7 Fiber Ampas tebu
mudah didapat, murah, tidak membayakan kesehatan, densitas yang rendah (0,36
g/cm3) dan modulus elastisitas yang tinggi (4,5 GPa). 7,8 Fiber ampas tebu sudah
pernah digunakan didalam kedokteran gigi. Penelitian Diana (2014) menyatakan
tidak ada perbedaan kekuatan fleksural antara resin komposit dengan fiber
UHMWPE dan resin komposit dengan fiber ampas tebu.9
Fiber ampas tebu memiliki panjang fiber antara 1,7-2 mm dengan
diameter 20 µm.6,7,10 Fiber ampas tebu yang digunakan sebagai penguat

1 Universitas Syiah Kuala


2

mengandung kadar air berkisar 5-13%.11 Fiber ampas tebu bersifat kaku, kasar,
rendah kompatibilitas, kelembaban tinggi dan tidak larut dalam air. 7 Jumlah
kandungan fiber yang diaplikasikan dengan resin komposit dapat meningkatkan
sifat mekanik komposit seperti kekuatan fleksural.12
Penelitian Petrus (2012) menjelaskan peningkatan fraksi volume fiber
dapat meningkatkan kekuatan fleksural resin komposit.13 Penelitian Shabiri
(2014), kekuatan fleksural tertinggi diperoleh pada komposit epoksi dengan fraksi
volume fiber ampas tebu 30% dengan besar nilai yaitu 50,17 Mpa.14 Penelitian
Nurdin (2014) menyatakan kekuatan fleksural komposit poliester dengan fraksi
volume fiber 40% sebesar 59,77 Mpa.15 Melihat penelitian sebelumnya yang
masih memiliki kelemahan, mendorong peneliti mencoba untuk meneliti pengaruh
fraksi volume fiber ampas tebu terhadap kekuatan fleksural.

1.2. Rumusan Masalah


Apakah ada pengaruh fraksi volume fiber ampas tebu terhadap kekuatan
fleksural resin komposit ?

1.3. Tujuan Penelitian


Mengetahui pengaruhfraksi volume fiber ampas tebu terhadap kekuatan
fleksural resin komposit.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat
mengenai pengaruh fraksi volume fiber ampas tebu terhadap kekuatan fleksural
resin komposit.

1.4.2 Bagi Peneliti


Manfaat penelitian bagi peneliti yaitu untuk mengetahui pengaruh fraksi
volume fiber ampas tebu terhadap kekuatan fleksural resin komposit.

Universitas Syiah Kuala


3

1.4.3 Bagi Praktisi Klinik


Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah untuk
memberikan pengetahuan kepada praktisi kesehatan mengenai pengaruh fraksi
volume fiber ampas tebu terhadap kekuatan fleksural resin komposit.

1.4.4 Bagi Ilmu Pengetahuan


Memberi manfaat terhadap kemajuan ilmu dan pengetahuan di bidang
material kedokteran gigi dan menemukan inovasi berupa fiber penguat dari ampas
tebu serta sebagai masukan bagi peneliti-peneliti yang hendak meneliti masalah
ini dimasa yang akan datang

Universitas Syiah Kuala


4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Resin Komposit


Resin komposit sebagai bahan tumpatan di dalam kedokteran gigi mulai
dikembangkan pada akhir tahun 1950 dan awal tahun 1960.16 Resin komposit yang
diperkenalkan adalah resin komposit yang tidak mengandung filler (unfiller),
sehingga mudah lepas dan tidak kuat.17 Pada akhir tahun 1970 mulai
dikembangkan resin komposit yang mengandung filler berukuran makro.16 Resin
komposit yang berukuran makro terus dikembangakn menjadi lebih baik yaitu
menghasilkan resin komposit yang berukuran mikrometer, hybrid dan ukuran
terkecil nanometer.16,17,18 Gambar 2.1 menunjukkan perkembangan resin komposit
di kedokteran gigi dari tahun1950 sampai 2010.16

Gambar 2.1 Perkembangan Material Resin Komposit.16

Universitas Syiah Kuala


5

Istilah bahan komposit dapat didefinisikan sebagaigabungandua atau


lebih material yang berbeda dengan sifat-sifat yang unggul sehingga
menghasilkan sifat yang lebih baik.19 Resin komposit merupakan salah satu
material yang banyak digunakan di dalam kedokteran gigikarena memiliki estetik
yang baik yang sesuai dengan warna gigi asli dan dapat digunakan untuk
merestorasi kavitas pada gigi anterior dan posterior. 1,18 Selain itu, resin komposit
memiliki permukaan poles yang baik, konduktivitas suhunya rendah, perubahan
dimensinya kecil, mudah dimanipulasi. Kekurangan dari resin komposit yaitu
terjadinya degradasi jaringan polimer matriks resin komposit dan tidak
bereaksinya komponen resin akibat pH asam.1

2.1.1. Komponen Resin komposit


Resin komposit terdiri dariempat komponen utama, yaitu matriks polimer
organik, partikel filler inorganik, coupling agent (Gambar 2.2).1,19,20

Gambar 2.2 Struktur Resin Komposit.1

Matrik polimer organik yang umum digunakan dalam resin komposit


yaitu: bisphenol A glycidyldimethacrylate (Bis-GMA) dan urethane
dimethacrylate (UDMA).17,20 Monomer Bis-GMA dan UDMA memiliki berat
molekul dan viskositas yang tinggi sehingga membutuhkan tambahan cairan dari
dymethacrylate lain yang memiliki viskositas rendah yaitu triethylane glycol
dimethacrylate (TEGDMA) dan bisphenol Apolyetheyleneglicol (Bis-EMA).16,18,21
Viskositas yang tinggi dari Bis-GMA dan UDMA menyebabkan material tersebut

Universitas Syiah Kuala


6

sulit untuk dimanipulasi. Penambahan TEGDMA atau Bis-EMA akan


meningkatkan konsistensi pasta.17
Filler pada resin komposit dikenal sebagai filler inorganik.22 Filler yang
umum digunakan adalah silikon dioksida, barium silikat dan litium aluminium
silikat, barium, strontium, zink dan aluminium. Filler sangat berkontribusi dalam
menentukan sifat fisik dan mekanik komposit. Volume, ukuran, jenis dan
distribusi bahan pengisi merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi sifat
mekanik, seperti kekuatan, modulus elaastisitas dan sifat fisik dari resin komposit.
Fungsi filler yaitu untuk mengurangi koefisien ekspansi termal, mengurangi
shrinkage, radiopak, meningkatkan nilai estetik, meningkatkan kekuatan dan
kekakuan serta mempertahankan ukuran dimensi pada komposit.18,23
Coupling agent merupakan pengikat antara matriks dan filler. Kualitas dari
coupling agent mempengaruhi ketahanan abrasi dari material. Fungsi coupling
agent antara lain yaitu: membentuk ikatan yang kuat antara matrik dan filler,
menyebarkan stress ke matrik dan partikel sekitar dan menciptakan lingkungan
hydrophobic sehingga meminimalisir absorbsi air.18,22
Selain matriks resin, filler, dan coupling agent resin komposit juga
mengandung akselerator-inisiator. Akselerator dan inisiator yaitu benzoil
peroksida merupakan bahan kimia (camphoproquinone) yang ditambahkan pada
resin komposit yang berfungsi untuk membentuk radikal bebas yang dibutuhkan
selama polimerisasi menyebabkan material mengalami pengerasan.18

2.1.2. Klasifikasi Resin Komposit


Resin komposit ditinjau berdasarkan bahan pengisi terdiri dari
macrofiller, microfiller, hybrid dan nanofiller(Tabel 2.1)1,16,18
Tabel 2.1 Klasifikasi resin komposit berdasarkan fillernya16
Jenis Resin Komposit Rata-rata Ukuran partikel
Resin komposit Macrofiller 10-50 µm
Resin komposit Microfiller 40-50 nm
Resin komposit Hybrid 10-50 µm dan 40 nm
Resin komposit Nanofiller 5-100 nm

Universitas Syiah Kuala


7

Resin komposit macrofiller mengandung partikel filler berukuran 10-50


µm. Ukuran partikel yang besar, menjadikan resin komposit macrofiller sangat
kuat dan tahan terhadap keausan, namun sulit untuk dipoles dan memiliki
permukaan yang kasar sehingga kurang estetik, untuk memperbaiki kelemahan
resin komposit macrofiller, maka dikembangkan resin komposit microfiller.16
Resin komposit microfiller mengandung partikel silika koloidal sebagai
pengisi inorganik.1,16 Ukuran pertikel berkisar antara 40-50 nm.24 Resin komposit
microfiller memiliki kekuatan yang rendah dan internal bonding antara matrik dan
filler yang lemah.25 Namun, karena ukuran partikel yang kecil, resin komposit
microfiller memiliki nilai estetik yang sangat tinggi dan permukaan yang halus
setelah dipoles (Gambar 2.3).25

Gambar 2.3 Jenis Resin Komposit Berdasarkan Ukuran Partikel Filler.16

Resin komposit hybrid merupakan gabungan resin komposit macrofiller


berukuran 10-50 µm dan microfiller berukuran 40-50 nm.1,16 Kekurangan resin
komposit hybrid adalah adanya partikel yang terlihat menonjol keluar akibat
pemolesan sehingga menyebabkan permukaan komposit menjadi kasar.17 Resin
komposit nanoteknologi mulai dikembangkan dibidang kedokteran gigi. Dengan
teknologi nano maka dikembangkan resin komposit nanofiller berukuran 5-100
nm yang mengandung material dalam tingkatan atom, molekul dan struktur
supramolekuler berukuran nanometer. Resin komposit ini memiliki ketahanan

Universitas Syiah Kuala


8

poles dan kekuatan yang sangat baik sehingga dirancang untuk keperluan
merestorasi gigi anterior maupun posterior.1,26

2.1.3. Resin Komposit Nanofiller


Beberapa tahun belakangan ini, mulai dikembangkan nanoteknologi
dalam desain dan produksi komposit yang mampu memperbaiki sifat komposit. 1
Dalam bidang kedokteran gigi, nanoteknologi menghasilkan resin komposit
nanofiller.20 Resin komposit nanofiller memiliki komponen pengisi berupa
partikel individual yang berukuran 5-100 nanometer dan nanocluster yaitu
partikel-partikel yang berikatan membentuk suatu kelompok berukuran 0,6-1,4
mikron dan mengandung volume filler 78,5%.24,25,25
Infrastruktur resin komposit nanofiller terdiri atas tiga fase dasar, yaitu:
fase organik (matrik), fase yang menyebar (filler) dan fase interfasial (coupling
agent). Fase organik atau matriks merupakan campuran monomer yang terdiri atas
Bisphenol A-glycidil methacrylate (Bis-GMA), urethane dimethacrylate
(UDMA), bisphenol Apolyetheyleneglicol (Bis-EMA), tryethylene glycol
dimethacrylate (TEGDMA) ditambahkan untuk mengontrol viskositas.18,24,26
Matriks juga tersusun atas inisiator (benzoyl peroxide) sebagai aktivasi kimia atau
comphoroquinone terhadap sinar, inhibitor polimerisasi untuk memperpanjang
working time dan menjaga stabilitas, opacifier dan pigmen.24 Partikel filler
merupakan partikel yang menyebar di dalam matriks sebagai penguat matriks. 24
Fase terakhir yaitu interfasial (coupling agent) yang terdiri dari bifungsional
coupling agent yang dapat menghubungkan resin matiks dan filler inorganic.27
Coupling agent yang umum digunakan yaitu organosilane.24
Resin komposit nanofiller merupakan bahan tumpatan yang banyak
digunakan oleh dokter gigi karena memiliki sifat estetik yang tinggi. 26 Ada
beberapa kelebihan dari resin komposit nanofiller diantaranya dapat mengurangi
shrinkage polymerization, estetik yang baik, permukaan halus, minimnya terjadi
fraktur, meningkatkan sifat mekanik dan retensi gigi. 17,24 Namun, resin komposit
nanofiller juga memiliki kekurangan yaitu penyerapan air.24

Universitas Syiah Kuala


9

2.1.4. Sifat Resin Komposit Nanofiller


2.1.4.1 Sifat Fisik
Sifat fisik yang penting pada komposit diantaranya yaitu strength,
keausan, polymerization shrinkage, kemampuan untuk menyerap air, solubilitas
warna serta stabilitas warna. Kualitas dan stabilitas coupling agent sangat penting
untuk meminimalisir rusaknya ikatan filler dan polimer serta banyaknya jumlah
air yang diserap.18 Matrik resin menyerap air dari rongga mulut sepanjang waktu,
semakin banyak kandungan resin, maka semakin banyak air yang di serap.19
Akibat dari besarnya kemampuan komposit dalam menyerap air yaitu terjadinya
penurunan mutu pada resin komposit yang ireversible. Penurunan mutu pada resin
komposit dapat ditandai dengan adanya degredasi polimer matrik serta adanya
ruang atau keretakan pada permukaan resin komposit yang dapat mempengaruhi
sifat fisik resin komposit. Munculnya porus dan keretakan mikro yang
mengakibatkan perubahan mikrostrukutur pada permukaan resin komposit
berhubungan dengan ukuran partikel, degradasi lebih besar terjadi pada partikel
filler yang lebih besar daripada partikel filler yang berukuran kecil.28

2.1.4.2 Sifat Mekanik


Sifat mekanik pada komposit ditentukan oleh jumlah filler, tipe filler dan
ikatan antara filler dan resin serta derajat porusitas saat resin komposit mengeras.29
Sifat mekanik yang dimilki oleh resin komposit diantaranya yaitu

a. Compresive Strength dan Tensile Strength


Compressive strength dan tensile strength ditentukan oleh banyaknya
jumlah filler. Semakin banyak jumlah filler maka akan semakin kaku dan tahan
akan keausan.18 Resin komposit nanofiller mengandung 78,6% partikel filler
sehingga dapat memberikan sifat mekanik lebih baik serta dapat menjadi restorasi
pada gigi yang memiliki beban kunyah besar. Resin komposit nanofiller
mempunyai compressive strength 460 MPa dan tensile strength 37,1 Mpa.18,30,31

b. Kekuatan Fleksural

Universitas Syiah Kuala


10

Kekuatan fleksural juga dipengaruhi oleh banyaknya jumlah filler yang


terdapat pada resin komposit. Kekuatan fleksural dari beberapa tipe resin
komposit berbeda- beda.(Tabel 2.2)18,20

Tabel 2.2. Kekuatan Fleksural Beberapa Tipe Resin Komposit 18


Tipe resin komposit Kekuatan fleksural (MPa)
Resin komposit nano 180
Resin komposit microfiller 60-120
Resin komposit flowable 70-120
Resin komposit packable 85-110
Resin modified glass ionomer 50-60

Kekuatan fleksural dapat diuji dengan menggunakan Universal Testing


Machine untuk menentukan beban maksimum yang dibutuhkan hingga spesimen
fraktur.2,18 Spesimen diletakkan pada alat uji dengan bending span 20 mm,
loading piston tegak lurus (Gambar 2.12)

Gambar 2.4 Cara Peletakan Fiber di dalam Mold dan Arah Pemberian Gaya.2

Cara pengujian Kekuatan fleksuralyang direkomendasikan oleh


spesifikasi ISO 4049 untuk material berbasis polimer adalah 3-point bending test
yang telah digunakan secara luas.2 Kekuatan fleksuralsemakin meningkat dengan
bertambahnya kandungan filler pada resin komposit.2Perbedaan Kekuatan
fleksural antara FRC dengan pemakaian jenis resin komposit yang berbeda dapat

Universitas Syiah Kuala


11

menunjukkan bahwa jenis resin komposit mempengaruhi sifat mekanis FRC


secara keseluruhan.2

2.2. Fiber Reinforced Composite Resin


Fiber Reinforced Composite (FRC) merupakan material kombinasi dari
matriks polimer dan fiber penguat. Fiber berfungsi sebagai penguat pada resin
komposit ketika beban diberikan.32 Fiber penguat komposit dapat berbentuk
unidirectional, multidirectional dan random atau acak. Fiber unidirectional
merupakan fiber dengan filamen yang tersusun dalam satu arah orientasi.3 Bentuk
fiber unidirectional menyerupai helai benang atau strand. Fiber dengan orientasi
unidirectional bersifat anisotropic sehingga sering digunakan pada aplikasi yang
hanya menyalurkan stress dalam satu arah, seperti periodontal splint dan
pembuatan pontik pada gigi tiruan sebagian cekat atau lepasan.32
Fiber multidirectional merupakan fiber dengan dua atau tiga arah
orientasi.32 Fiber multidirectional dibedakan menjadi 2 tipe orientasi yaitu woven
(anyaman) dan braided (kepang). Fiber dengan arah orientasi multi digunakan
dalam pembuatan mahkota tiruan dan beberapa gigi tiruan lepasan.2

2.2.1. Sifat Fiber Reinforced Composite Resin


Fiber Reinforced Composite (FRC) dapat meningkatkan sifat fisik,
flexural strength, kekerasan dan stabilitas yang tahan lama dari resin komposit.4

2.2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Sifat FRC


Adapun faktor yang mempengaruhi sifat dari FRC yaitu:

1. Adhesi fiber terhadap matriks


Adapun faktor yang mempengaruhi strength pada FRC adalah adhesi
antara fiber dengan matrik resin. Tanpa adhesi yang cocok fiber akan mengalami
inklusi di dalam matrik resin sehingga akan melemahkan komposit.33 Kekuatan
interface reinforce dengan resin pada sistem FRC memberikan perbaikan sifat
mekanik statis, impact, dan fatigue demikian juga dengan reinforce partikel yang
diberi silane akan memberikan hardness (kekerasan) lebih besar dibandingkan
partikel tanpa silane. Interface merupakan hal yang sangat penting pada sistem

Universitas Syiah Kuala


12

komposit yang memberikan ikatan antara matrik dengan reinforce dengan bantuan
coupling agent. Hal yang sangat diperhatikan agar dapat terjadi ikatan antara
matrik dengan reinforce adalah sifat wetting (pembasahan), ikatan fisika
(interlocking), dan ikatan kimia. Adanya kekosongan di interface yang
diakibatkan oleh sifat pembasahan matrik yang rendah akan menyebabkan
berkurangnya sifat mekanik pada komposit. 34
2. Arah orientasi fiber
Orientasi fiber mempengaruhi sifat mekanik dan termal komposit
(koefisien termal akan berbeda berdasarkan arah fiber). Fiber memiliki peranan
penting dalam mendistribusikan tekanan pada FRC. Unidirectional fiber yang
kontinu pada FRC memberikan sifat mekanik lebih baik dari pada short fiber
orientasi random. Fiber dengan desain anyaman (braided) dapat meningkatkan
ketahanan, stabilisasi, dan kekuatan geser antar serat untuk mencegah terjadinya
keretakan. Untuk mengoptimalkan flexural strength, fiber harus ditempatkan
pada sisi yang mengalami gaya tarik pada spesimen. Serta untuk mendapatkan
kekakuan yang optimal pada konstruksi fiber harus ditempatkan secara vertikal. 35
Fiber reinforce yang ditempatkan pada sisi tarikan akan memberikan flexural
strength dan modulus flexural lebih tinggi dibandingkan dengan fiber yang
ditempatkan pada sisi tekanan.36
3. Fraksi Volume fiber
Fraksi volume fiber merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kekuatan komposit. Peningkatan fraksi volume fiber dapat
meningkatkan sifat mekanik komposit seperti kekuatan fleksural dan kekuatan
tekan. Secara umum fraksi volume fiber pada FRC relatif tinggi yaitu mencapai
60 vol%.37
4. Aspek rasio fiber
Panjang fiber dan diameter fiber mempengaruhi kekuatan komposit.
Fiber yang panjang lebih kuat daripada fiber yang pendek. Oleh karena itu
panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan komposit. Panjang fiber
berbanding diameter fiber yang disebut dengan aspek rasio. Bila aspek rasio
semakin besar maka kekuatan komposit juga akan semakin tinggi.38

Universitas Syiah Kuala


13

2.2.2. Klasifikasi Fiber Reinforced Composite Resin


Fiber sintetis yang lazim digunakan di dalam kedokteran gigi terbagi
dalam beberapa jenis yaitu aramid fiber, glass fiber, carbon/graphite fiber dan
ultra high molecular weight polyethylene fiber (UHMWPE).2

2.2.2.1. Aramid Fiber


Aramid fiber pertama kali diproduksi dengan nama dagang Kevlar. 39
Fiber Kevlar terbagi dalam beberapa bentuk yaitu: Kevlar 29, Kevlar 49, Kevlar
149. Kevlar 29 digunakan untuk tali, kabel dan kain tenun sedangkan Kevlar 49
dan 149 digunakan untuk penguat Polymer Matrix Composite (PMC) yang
memiliki sifat yang lebih kuat dari pada Kevlar 29 (Tabel 2.1).33,34

Tabel 2.3 Sifat Dari Aramid Fiber.39,40


Sifat Kevlar 29 Kevlar 49 Kevlar 149
Diameter (μm) - 11.7 -
Density (g/cm3) 1.44 1.45 1.47
Tensile Strenght (GPa) 3620 3620 3440
Youngs modulus (GPa) 83 135 186

2.2.2.2. Glass Fiber


Pada saat ini fiber yang sering digunakan adalah fiber glass, karena
ketahanan kimia yang tinggi, tensile strength yang tinggi, sifat isolator yang baik
dan biaya yang relatif rendah. Ada berbagai jenis komposisi bahan kimia dari
glass yang dapat dijadikan bahan pembuat fiber. Bahan yang paling umum
digunakan yaitu berbasis silika (SiO2) dengan penambahan kalsium, alumunium,
besi, sodium, dan magnesium.41

Universitas Syiah Kuala


14

Gambar 2.5 Ilustrasi Dua Dimensi Struktur Polyhedron Dari


Sodium Silicate Glass41
Struktur dari glass fiber disebut dengan polihedron, yaitu kombinasi dari
atom oksigen mengelilingi atom silica yang berikatan dengan ikatan covalent.
Sedangkan ion sodium, tidak terikat dengan struktur polihedron, tetapi hanya
berikatan secara ion dengan atom oksigen (Gambar 2.5). Sifat dari fiber glass
adalah isotropic. Polihedron struktur dari sodium silicate glass. Glass fiber
diproduksi dalam continuous filament atau berbentuk serabut. Ada 2 tipe glass
fiber yang umum digunakan sebagai fiber penguat plastik yaitu, E-glass dan S-
glass. Tipe lain yang dikenal juga sebagai C-glass yang digunakan dalam aplikasi
yang sangat memerlukan ketahanan terhadap korosi.40,42

2.2.2.3. Carbon/Graphite Fiber


Carbon fiber dikelompokkan menjadi high strength (tipe 1), high
modulus (tipe 2) dan ultra high modulus (tipe 3). Sifat dari carbon fiber secara
langsung direfleksikan dari sifat graphite yang bersifat anisotropic yang tinggi
pada nanoscopic scale.41 Tipe dan sifat dari jenis carbon fiber berbeda-beda baik
di lihat dari diameter maupun kekuatannya yang ditunjukkan pada (Tabel 2.2).41,42

Tabel 2.4 Tipe dan Sifat dari Carbon/Graphite Fiber39


Sifat high strength Intermediate High
(HS. Type 1) modulus (IM. modulus
Type II) (HM. Type
III)
Diameter (μm) 6-8 6-9 7-9
Density (g/cm3) 1.7-1.8 1.74 1.85-1.96
Tensile strength (MPa) 3000-5600 4800 2400-3000
Elongation at break(%) 1.0-1.8 2.0 0.38-0.5
Youngs modulus (GPa) 235-295 296 345-520

Universitas Syiah Kuala


15

2.2.2.4. Ultra High Molecular Weight Polyethylene Fiber (UHMWPF)


Ultra high molecular weight polyethylene (UHMWPE) fiber merupakan
fiber penguat yang banyak digunakan karena memiliki sifat yang baik. 43 Daya
tahan impak yang tinggi adalah salah satu dari beberapa kelebihan dari fiber
UHMWPE.43Fiber UHMWPE merupakan linear homopolymer dari ethylene
dengan densitas 0,97g/cm3 dan berat molekul sekitar 3x106µ sampai 6x106µ.27
Fiber UHMWPE tersusun atas beberapa ribuan filamen yang mempunyai
diameter 5-15 µm. Filamen-filamennya dapat disusun dalam beberapa arah
orientasi. Berdasarkan arah tersebut fiber UHMWPE dibagi menjadi
unidirectional seperti sehelai benang (strands) dan multidirectional seperti woven
(anyaman) dan braided (kepang).27 (Gambar 2.6)

(A) (B)

Gambar 2.6 (A) unidirectional Fiber (B) Multidirectional Fiber.27


Sifat UHMWPE fiber diantaranya, yaitu ultra high strength, daya tahan
impact yang tinggi, ringan, tensile strength dan daya tahan terhadap kimia dan
wear baik. Fiber ini memiliki beberapa kekurangan, yaitu energi pada permukaan
yang sangat rendah, daya tahan terhadap panas dan creep yang rendah. Selain itu,
fiber sintetik ini sulit didapatkan dan harganya yang mahal karena hanya
diproduksi oleh perusahaan tertentu. Dalam bidang kedokteran gigi, fiber
polyethylene UHMWPE dapat digunakan sebagai splint periodontal, retainer
ortodonti, metal-free bridge sementara, perawatan split-tooth syndrome. Selain itu
juga dapat digunakan untuk pasak dan inti perawatan endodonti sebagai persiapan
untuk restorasi mahkota porselen baik pada gigi anterior maupun gigi posterior.2,3

Universitas Syiah Kuala


16

2.2.3. Kegunaan Fiber Reinforced Composite (FRC) di Bidang Kedokteran


Gigi
Pada saat ini banyak digunakan FRC sebagai penguat resin komposit
untuk menggantikan restorasi logam. Fiber yang umum di gunakan pada saat ini
adalah Fiber E-glass karena ketahanannya kimia dan harganya yang relatif murah.
Penggunaan FRC pada kedokteran gigi umumnya terbagi menjadi tiga kategori
yaitu: direct-placement splints, endodontic posts dan indirect restorations seperti
bridges dan crown. Saat ini, FRC mulai menggantikan biomaterial logam karena
biomaterial logam selalu disertai masalah dengan estetika. Pada penggunaan
splinting pada dua segmen gigi, dukungan FRC bisa menahan kekuatan kunyah
dalam periode percobaan 8,5 tahun. Dalam aplikasi lain, porselen dan FRC dapat
digabungkan bersama-sama untuk membangun sebuah gigi tiruan jembatan yang
memenuhi tuntutan kekuatan, ketahanan dan estetika. Berdasarkan laporan klinis,
FRC digunakan pada gigi tiruan tetap sebagian bisa berfungsi selama 5-10 tahun.
Selain itu, FRC telah menjadi bahan pilihan untuk penggantian gigi tiruan
immediate karena tekniknya yang mudah dan FRC juga telah diaplikasikan pada
mahkota fabrikasi molar yang menghasilkan kinerja yang memuaskan.44

2.3. Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)


Tanaman tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu jenis
tanaman yang hanya dapat ditanam didaerah yang memiliki iklim tropis dan
memiliki sifat tersendiri karena didalam batangnya terdapat zat gula. 11,45 Tebu
termasuk tumbuhan monokotil yang berasal dari famili rumput-rumputan (famili
Graminae). Akar tanaman tebu adalah akar serabut.5,11
Batang dari tebu memiliki anakan tunas dari pangkal batang yang
membentuk rumpun. Tanaman tebu tidak bercabang, tumbuh tegak, serta
memiliki batang yang tinggi kurus. Tanaman yang tumbuh baik, tinggi batangnya
dapat mencapai 3-5 meter atau lebih. Pada batangnya terdapat lapisan lilin yang
berwarna putih keabu-abuan. Batangnya beruas-ruas dengan panjang ruas 10-30
cm. Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling.11
(Gambar 2.7)
Tebu dapat hidup pada ketinggian mencapai 5-500 meter di atas
permukaan laut. Pada daerah beriklim panas dan lembab dengan kelembaban

Universitas Syiah Kuala


17

>700C, hujan yang merata setelah tanaman berumur 8 bulan dan suhu udara
berkisar antara 28-340C.6 Secara morfologis tebu terbagi menjadi 4 bagian yaitu
daun, batang, bunga dan akar. Pada umumnya, diameter batang tebu sekitar 3-4
cm dan tinggi mencapai 2-5 m .5,11

Gambar. 2.8 Tanaman tebu.46

2.3.1. Taksonomi Tanaman Tebu


Klasifikasi botani tanaman tebu adalah sebagai berikut :5
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monokotyledone
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum

2.4. Ampas Tebu


Ampas tebu lazim disebut bagasse. Istilah bagasse pertama kali dipakai
di Perancis untuk ampas tebu dari perasan minyak zaitun. Kemudian Persatuan

Universitas Syiah Kuala


18

Teknisi Gula Internasional (PTGI) menetapkan baggase untuk residu hasil. 5,11
Ampas tebu diperoleh dari hasil pemerahan (ekstraksi) tebu pada proses
pembuatan gula dengan 5 kali penggilingan (Gambar 2.9).47,48

Gambar 2.8 Ampas Tebu49

Ampas tebu yang dihasilkan dari satu pabrik sekitar 35-40% dari berat
tebu yang digiling. Namun sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan
oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku kertas, bahan baku kanvas rem,
industri jamur, dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan 45% dari ampas tebu
tersebut belum dimanfaatkan.50
2.4.1. Sifat Ampas Tebu
Ampas tebu merupakan fiber alami yang bersifat biodegradable, murah,
ringan, dan memiliki modulus yang tinggi. Selain itu, serat ini memiliki kekuatan
mekanis yang hampir sama dengan serat sintetis. namun terdapat kelemahan pada
penggunaan ampas tebu sebagai fiber yaitu kurangnya kompatibilitas antara fiber
dengan matriks dan penyerapan kelembaban relatif tinggi (Tabel 2.3).47

Tabel 2.5 Sifat dari Ampas Tebu yang digunakan sebagai Fiber8

Young’s Modulus Tensile Specific


(MPa) Strenght Gravity

Universitas Syiah Kuala


19

(MPa) (kg/m3)
Ampas tebu 4500 107 360

2.4.2. Struktur dan Komponen Ampas Tebu


Ampas tebu tersusun atas serat-serat yang memiliki panjang 1,7-2 mm
dan diameter 20 mikrometer.48 komponen penyusun serat ampas tebu antara lain
Selulosa, hemiselulosa, lignin, abudan ethanol.(Tabel 2.6)10

Tabel 2.6 Komponen Ampas tebu10


Nama bahan Jumlah %
Selulosa 52,42
Hemiselulosa 25,8
Lignin 21,69
Abu 2,73
Ethanol 1,66

Selulosa dihasilkan dari glukosa melalui fotosintesis. Glukosa mengalami


proses modifikasi kimia dengan melepaskan satu molekul air (H2O) sehingga
membentuk andhidritglukosa (C6H10O5). Dua unit andhidritglukosa saling
bersambungan pada ujung membentuk selobiosa. Selobiosa menbentuk polimer
panjang dari pengulangan selobiosa yang disebut selulosa (Gambar 2.10).51

Universitas Syiah Kuala


20

Gambar 2.9. Struktur Kimia Selulosa.51

Selulosa adalah senyawa kerangka yang menyusun 40-50% kayu dalam


bentuk microfibril, hemiselulosa adalah matriks yang berada diantara selulosa,
sedangkan lignin merupakan senyawa keras yang menyelubungi dan mengeraskan
dinding sel.45 Hemiselulosa merupakan polimer yang tersusun atas unit-unit
glukosa, gula hektosa, dan gula pentosa. Hemiselulosa berantai pendek dan
bercabang dibandingkan selulosa. Lignin merupakan polimer komplek yang
memiliki berat molekul tinggi, tersusun atas unit-unit fenil propana. Lignin bukan
merupakan senyawa karbohidrat, melainkan senyawa fenol.52

2.5. Kerangka Teori

 Komposisi Kelebihan
 Jenis : Memiliki estetik yang
macrofiller tinggi
Microfiller Permukaan halus
Resin Komposit kekurangan
Hybrid
Nanofiller Daya tahan kurang
Penyerapan air
Sifat resin komposit
 Sifat Fisik
 Sifat mekanik
- Compressive
Strength Faktor yang
- Tensile Strength mempengaruhi
- Kekuatan  Adhesifiberdenga
fleksural Fiber penguat resin
n matriks
 Arah orientasi komposit
fiber
 Fraksi volume
fiber
 Aspek rasio fiber
Universitas Syiah Kuala
21

Pengujian dengan
Universal Testing Machine

Kelebihan
 Kuat
 Dimensi stabil
 Ringan Fiber sintetik
Kekurangan
 Mahal
 Sulit didapat
Alternatif lain

Sifat ampas tebu


Fiber alami
Stuktur
komponen (Ampas Tebu)

Gambar 2.11. Kerangka Teori

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Fraksi volume fiber Kekuatan fleksural


ampas resin komposit
Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas : Fraksi volume fiber ampas tebu 20%, 30%, 40% dan 50%.
Variabel terikat : Kekuatan fleksural resin komposit.
Variabel terkendali : Jenis resin komposit, jarak penyinaran, lama penyinaran

Universitas Syiah Kuala


22

bahan adhesif, panjang fiber ampas tebu,kadar air fiber


ampas tebu dan orientasi fiber.

3.2. Definisi Operasional


Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Satuan Skala

1. Fraksi volume Jumlah kandungan Hitung Persen Rasio


fiber ampas fiber ampas tebu volume
tebu yang ditambahkan (v%)
dalam resin komposit
yaitu 20%, 30%, 40%
dan 50%.
2. Kekuatan Kemampuan suatu Universal Mega Rasio
fleksural material untuk Testing Pascals
menahan suatu gaya Machine (Mpa)
atau beban dari (UTM)
tekanan mastikasi

3.3. Hipotesis
Fraksi volume diduga dapat mempengaruhi kekuatan fleksural resin
komposit.

Universitas Syiah Kuala


23

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian true experimental
dengan desain posttest only control yang bertujuan melihat perbedaan kekuatan
fleksural resin komposit dengan fraksi volume fiber ampas tebu 20%, 30%, 40%
dan 50%

4.2. Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukaan di FKG Universitas Indonesia. Penelitian ini
dilaksanakan pada tgl 14 Maret sampai 23 Maret 2016.

4.3. Spesimen Penelitian


4.3.1. Bentuk dan Ukuran Spesimen

Universitas Syiah Kuala


24

Spesimen berbentuk rectangular dengan ukuran dengan lebar 2


mm,tinggi 2 mm dan panjang 25 mm.(Gambar 4.1)

t = 2mm l= 2 mm
p = 25 mm
Gambar 4.1. Bentuk dan Ukuran Spesimen

4.3.2. Jumlah Spesimen


Jumlah spesimen yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 spesimen
yang dibagi untuk 5 kelompok perlakuan.
Rumus frederer :
(n-1)(t-1) ≥ 15 t = kelompok perlakuan
n = jumlah spesimen
Banyaknya jumlah spesimen perkelompok perlakuan :
(n-1)(t-1) ≥ 15
(n-1)(4-1) ≥ 15
(n-1) (3) ≥ 15
3n- 3 ≥ 15
3n ≥ 18
n ≥ 18/3
n ≥ 6

4.3.3. Pembagian kelompok Spesimen


Spesimen yang berjumlah 24 dibagi menjadi 4 kelompok dan masing-
masing kelompok perlakuan terdapat 6 spesimen. Kelompok perlakuannya adalah
1. Resin komposit menggunakan fiber ampas tebu dengan fraksi volume
20%
2. Resin komposit menggunakan fiber ampas tebu dengan fraksi volume
30%
3. Resin komposit menggunakan fiber ampas tebu dengan fraksi volume
40%

Universitas Syiah Kuala


25

4. Resin komposit menggunakan fiber ampas tebu dengan fraksi volume


50%

4.4. Alat dan Bahan


4.4.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari :
1. Universal Testing Machine (UTM) merk Shimadzu AG-5000
2. Light curing (3M ESPE)
3. Mikrometer sekrup
4. Desikator
5. Kaliber digital
6. Plastis filling hand instrument
7. Cetakan (mould) stainless steel
8. Pinset
9. Gelas slide
10. Beban ½ kg
11. Ball pointed
12. Akrilik blok
13. Mixing slide
14. Sikat kawat
15. Vial Plastik
16. Termometer
17. Stopwatch
18. Neraca Analitik digital
19. Gunting
20. Cutter
21. Inkubator
22. Stereomicroscope Nikon SMZ800 Japan

4.4.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini :
1. Resin komposit nanofiller Filtek Z350TM XT

Universitas Syiah Kuala


26

2. Fiber Ampas tebu


3. Bahan adhesif (3M ESPE)
4. Aquades
5. Air
6. Silicon oil

Tabel 4.1. Komposisi Resin Komposit Nanofiller, ampas tebu dan bahan
adhesi53,54
Material Tipe Komposisi Produk
TM
Resin komposit Filtek Z350 Matriks : Bis- 3M ESPE
nanofiller XT GMA, UDMA,
Bis-EMA, dan
sedikit TEGDMA

Fiberampas Saccharum Selulosa, Perkebunan tebu


tebu officinarum hemiselulosa, dan Takengon di
lignin Aceh, ampas
tebu dari
penghasil air
tebu
Bahan adhesi 3M ESPE Bis-GMA, DFL Industria
TEDMA, 2,6 DI,
Urethan, B 200 P,
Benzyl dimethyl
ketal,
Canforquinone
dan Quantacure
EHA

Bis-GMA: Bisphenol A-glycidil methacrylate, UDMA: urethane dimethacrylate, TEGDMA:


tryethylene glycol dimethacrylate,Bis-EMA: Bisphenol-A-polyetheylene glycol dimethacrylate
TEDMA: Triethylene glycol dimethacrylate

4.5. Prosedur Kerja


4.5.1. Persiapan Ampas Tebu
Bahan yang digunakan yaitu fiber ampas tebu yang telah mengalami
penggilingan sebanyak lima kali. Ampas tebu diambil dari sisa limbah penghasil
air tebu kemudian ditimbang terlebih dahulu setelah itu direndam menggunakan
air panas (80oC) selama 1 jam.40 Perendaman ini dilakukan untuk mengurangi zat
gula pada ampas tebu sehingga membuat ikatan menjadi lebih kuat.40 Kemudian
disisir menggunakan sikat kawat untuk menghilangkan gabus yang melekat pada

Universitas Syiah Kuala


27

fiber.50 Setelah itu dikeringkan dengan diangin-anginkan hingga kadar air ampas
tebu menjadi 5-13%.55

4.5.2. Persiapan Fiber Ampas Tebu


Fiber pada ampas tebu diambil satu persatu secara manual dengan
menggunakan tangan untuk mendapatkan benang-benang fiber tebu. Fiber yang
dipilih kemudian dianyam dengan pola anyaman seperti tikar. Kemudian Hasil
anyaman fiber ampas tebu diletakkan di atas mixing slide, bahan adhesif ditetesi di
atas fiber ampas tebu dan gelas slide diletakkan di atasnya dengan penekanan
untuk meratakan permukaan bahan adhesif. Setelah itu, dilakukan curing di atas
gelas slide selama 20 menit. Hasil anyaman fiber ampas tebu yang telah dicuring
dilepaskan dari mixing slide kemudian dipotong sesuai ukuran cetakan dengan
lebar 2mm dan panjang 25 mm. Tebal fiber ampas tebu diukur dengan kaliber
digital kemudian ditimbang menggunakan neraca.

4.5.3. Pembuatan Spesimen didalam Mould dengan Ampas Tebu


Semua alat yang digunakan dibersihkan terlebih dahulu, lalu diambil
cetakan yang digunakan untuk membuat 6 spesimen RK + FAT 20%, 6 spesimen
RK + FAT 30%, 6 spesimen RK + FAT 40% dan 6 spesimen RK + FAT 50%.
Cetakan yang telah tersedia diolesi tipis silicon oil sebagai media pemisah. Resin
komposit diambil dari tube menggunakan plastis filling hand instrument. Selapis
resin komposit nanofiller dengan ketebalan yang sesuai dengan fraksi volume
diletakkan di dasar cetakan stainless steel dengan menggunakan ball pointed dan
dipadatkan.Bahan adhesif 3M ESPE ditetesi di atas gelas slide. Fiber ampas tebu
yang telah disiapkan dibasahi bahan adhesif dan diletakkan di dalam cetakan.
Fiber dipegang dengan pinset bukan dengan tangan. Resin komposit diletakkan
lagi hingga memenuhi cetakan.2 Setelah ditumpatkan, bagian atas cetakan
dipadatkan dengan gelas slide dan dilakukan penekanan dengan ringan dan
diletakkan beban ½ kg diatasnya. Kemudian di lightcuring selama 20 detik
dengan penyinaran dibagi menjadi 4 bagian light curing dan permukaan bawah
dari spesimen dengan dibagi menjadi empat kali penyinaran.2

Universitas Syiah Kuala


28

4.5.4. Pelepasan Spesimen dari Mould dan Pengkondisian Spesimen


didalam Inkubator
Setelah polimerisasi selesai, spesimen dibiarkan selama 60 menit. Setelah
60 menit, spesimen dilepaskan dari cetakan. Spesimen dimasukkan dalam vial
plastik yang berisi 3 ml aquades kemudian spesimen diletakkan di dalam
inkubator selama 24 jam sebelum penelitian dengan temperatur 370C.17,52

4.5.5. Pengujian Kekuatan Fleksural Menggunakan Universal Testing


Machine (UTM)
Satu jam setelah dikeluarkan dari inkubator spesimen diuji dengna
Universal Testing Machine (UTM). Spesimen diletakkan pada alat uji dengan
bending span 20 mm, loading piston tegak lurus dengan lebar fiber. Spesimen
diberikan beban maksimum 50 kgf dengan kecepatan crosshead 0.5 mm/mnt
sepanjang sumbu spesimen hingga spesimen fraktur atau hingga mencapai beban
puncak. Hasil dilayar dicatat setelah alat berhenti membebani spesimen.2,18

4.5.6. Perhitungan Kekuatan Fleksural


Hasil pengujian kemudian dihitung dengan menggunakan rumus :18

σ = (3FL)/(2BH2)

Dengan
σ : Flexural strength (MPa)
F : Beban maksimum diberikan pada spesimen (kgf)
L : Panjang span / support (mm)
B : Lebar spesimen (mm)
H : Ketebalan Spesimen (mm)

4.5.7. Analisa Patahan Spesimen dengan Stereomikroskop


Patahan spesimen diletakkan diatas plastisin dan gelas slide. Posisi
spesimen tegak lurus dan diamati dengan menggunakan stereomikroskop dengan
pembesaran 20x. Kamera digital dihidupkan dan didokumentasikan gambar yang

Universitas Syiah Kuala


29

terlihat pada stereomikroskop. Kemudian hasil yang telah didokumentasikan


disimpan di dalam komputer. Hasil gambar dianalisis untuk melihat patahan yang
terjadi setelah spesimen diuji. Gambaran yang terlihat pada stereomikroskop yaitu
bagian-bagian yang patah, penjalaran crack, bagian yang dapat menahan
penjalaran crack serta bagian dan posisi yang patah terlebih dahulu.

4.5.8. Analisis Data


Hasil pengujian kekuatan fleksural resin komposit dengan fiber ampas
tebudianalisis dengan SPSS 20 menggunakan one way ANOVA dengan uji lanjut
Post Hoc untuk melihat pengaruh kekuatan fleksural resin komposit fiber ampas
tebu dengan fraksi volume yang berbeda.

4.6. Alur Penelitian


Alur Penelitian

Ampas Tebu

Perendaman dalam air panas 80°C


selama 1 jam

Penyikatan dengan sikat kawat dan


pengeringan hingga kadar air 5-13%

Pengambilan fiber Ampas tebu

Penganyaman fiber ampas tebu

Pembuatan spesimen

Rk Rk Rk Rk
nanofiller + nanofiller + nanofiller + nanofiller +
FAT 20% FAT 30% FAT 40% FAT 50%

Pelepasan dan pengkondisian di dalam


inkubator dengan suhu 37ºC selama 24
jam Universitas Syiah Kuala
30

Pengujian dengan Universal Testing


Machine

Perhitungan Kekuatan fleksural

Analisa patahan dengan


stereomikroskop

Analisis data

Gambar 4.2 Skema Alur Penelitian

BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1 Nilai Rata-Rata Kekuatan Fleksural


Hasil uji kekuatan fleksural pada penelitian ini menunjukkan nilai rata-
rata kekuatan fleksural resin komposit dengan fiber ampas tebu (RK + FAT)
dengan empat kelompok perlakuan, yaitu : RK+FAT 20%, RK+FAT 30%,
RK+FAT 40% dan RK+FAT 50%. Nilai rata-rata kekuatan fleksural dari keempat
kelompok perlakuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Nilai rata-rata kekuatan fleksural antara RK+FAT dengan fraksi
volume 20%-50%
N No. Spesimen n Kekuatan Fleksural (MPa)
x ± SD
1. RK tanpa fiber 61,900 ± 5.157
2. RK+FAT 20% 6 72,885 ± 3,724
3. RK+FAT 30% 6 47,241 ± 6,438
4. RK+FAT 40% 6 25,396 ± 7,755
5. RK+FAT 50% 6 7,665 ± 5,167

Universitas Syiah Kuala


31

Tabel 5.1 menunjukkan adanya perbedaan kekuatan fleksural dari keempat


kelompok perlakuan.Kekuatan fleksural RK+FAT20%(72.885 ± 3.724) lebih
tinggi Sedangkan RK+FAT 50% (7.665 ± 5.167) lebih rendah dari keempat
kelompok lainnya. Perbedaan nilai rata-rata kekuatan fleksural diuji menggunakan
analisis one way ANOVA yang bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan
yang bermakna antara kelompok spesimen.

Tabel 5.2 Analisis data statistik kekuatan fleksural antara RK+FAT dengan fraksi
volume 20%-50%
N No. Spesimen Kekuatan Fleksural p
(MPa)
x ± SD
1. RK+FAT 20% 72.885 ± 3.724
2. RK+FAT 30% 47.241 ± 6.438 0,000*
3. RK+FAT 40% 25.396 ± 7.755
4. RK+FAT 50% 7.665 ± 5.167
Uji Statistik menggunakan one way ANOVA dengan kemaknaan p<0,05
Tabel 5.2 menunjukkan hasil analisis ANOVA nilai kemaknaan penelitian
lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna
antara RK+FAT 20%, RK+FAT 30%, RK+FAT 40% dan RK+FAT 50%.Hasil uji
lanjutan LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antar
perlakuan. (Tabel 5.3)

Tabel 5.3 Uji Post Hoc LSD kekuatan fleksural antara RK+FAT dengan fraksi
volume 20%-50%
Perlakuan P

RK+FAT 20% RK+FAT 30% .000*


RK+FAT 40% .000*
RK+FAT 50% .000*
RK+FAT 30% RK+FAT 20% .000*
RK+FAT 40% .000*
RK+FAT 50% .000*
RK+FAT 40% RK+FAT 20% .000*
RK+FAT 30% .000*
RK+FAT 50% .000*
RK+FAT 50% RK+FAT 20% .000*
RK+FAT 30% .000*
RK+FAT 40% .000*

Universitas Syiah Kuala


32

*Uji statistik Post Hoc LSD dengan kemaknaan p< 0,05

BAB 6
PEMBAHASAN

Kekuatan fleksural merupakan kemampuan suatu restorasi untuk menahan


gaya fleksural di rongga mulut. Gaya fleksural yang terjadi yaitu kombinasi dari
gaya tarik dan gaya kompresi.2 Kekuatan fleksural resin komposit tanpa fiber
adalah 61,9 MPa.57 Nilai kekuatan fleksural tanpa fiber lebih rendah dari RK+FAT
20%, namun lebih tinggi dari RK+FAT 30%, RK+FAT 40% dan RK+FAT 50%
(Tabel 5.1)
Tingginya kekuatan fleksuralRK+FAT 20% dibandingkan tanpa fiber
diduga karena ketebalan fiber. Ketebalan fiber ampas tebu yang digunakan pada
perlakuan ini mendekati ketebalan fiber sintetik dalam kedokteran gigi sehingga
fiber yang digunakan sudah optimal dan meningkatkan kekuatan fleksural. Hal ini
serupa dengan penelitian Widya yang menyatakan resin komposit dengan fiber
lebih kuat dibandingkan tanpa fiber.58 Selain itu, rasio resin komposit dan fiber
ampas tebu yang digunakan pada perlakuan ini juga sudah ideal sehinggadiduga
fiber dapat menahan dan menghambat tekanan yang diterima oleh resin komposit
sehingga dapat meningkatkan kekuatan fleksural. Hal ini sesuai dengan penelitian

Universitas Syiah Kuala


33

Griffith ( cit. Ellakwa 2002) yang menyatakanfiber dapat menghambat retakan


pada material brittle karena bersifat kaku dan kuat.59

Gambar 6.1. Spesimen Resin Komposit


Rendahnya kekuatan fleksural RK+FAT 30%, RK+FAT 40% dan
RK+FAT 50% dibandingkan tanpa fiber. Hal ini diduga karena rasio fiber dan
komposit yang digunakan pada perlakuan RK+FAT 30%, RK+FAT 40% dan
RK+FAT 50% sudah tidak seimbang antara fiber dan resin sehingga resin tidak
mampu mengisi fiber dengan sempurna menyebabkan kekuatan fleksural menjadi
rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Sujito yang menyatakan penambahan
fiber mampu meningkatkan kekuatan fleksural, akan tetapi setelah melampaui
nilai optimum maka penambahan fiber cenderung menurunkan kekuatan fleksural
dikarenakan resin tidak mampu berkontak rapat dengan fiber. 60 hal ini juga sesuai
dengan gambaran stereomikroskop pada penelitian ini menunjukkan bahwa
RK+FAT 20% resin komposit mengisi fiber dengan sempurna. Sedangkan
RK+FAT 30% ,RK+FAT 40% dan RK+FAT 50% resin komposit tidak mengisi
fiber dengan sempurna sehingga terdapat ruang kosong yang dapat menurunkan
kekuatan fleksural resin komposit.(Gambar 6.2)

Universitas Syiah Kuala


34

Gambar 6.2 Gambaran Stereomikroskop (a) RK+FAT 20% (b) RK+FAT 30% (c) RK+FAT 40%
(d) RK+FAT 50%

Pada uji lanjutan LSD (Tabel 5.3) terlihat adanya perbedaan yang
bermakna antar perlakuanRK+FAT 20%,RK+FAT 30%, RK+FAT 40% dan
RK+FAT 50% (Gambar 6.3). Hal ini diduga karena perbedaan ketebalan resin
komposit dan fiber yang digunakan, pembasahan bahan adhesif, ketebalan resin
komposit pada bagian tensile base, polimerisasi yang kurang sempurna dan warna
resin komposit.

Universitas Syiah Kuala


35

90
80
70

Kekuatan Fleksural (MPa)


60
50
40
30
20
10
0
20 30 40 50
Fraksi Volume (%)

Gambar 6.3. Grafik kekuatan fleksural resin komposit dan ampas tebu dengan fraksi
volume 20%-50%.

Ketebalan resin dan fiber yang digunakan diduga menjadi penyebab


adanya perbedaan yang bermakna antar perlakuan.Pada penelitian iniRK+FAT
20% memiliki ketebalan resin komposit yang paling tinggi yaitu 1,6 mm dan
ketebalan fiber 0,4 mm kemudian diikuti RK+FAT 30% (1.4 mm+0,6 mm),
RK+FAT40%(1,2 mm+0,8 mm) dan RK+AT 50% (1 mm+1 mm). Adanya
perbedaan ketebalan resin komposit dan fiber yang digunakan diduga dapat
memberikan kekuatan yang berbeda sehingga diasumsikan berat yang berbeda
pada setiap spesimen menghasilkan kekuatan fleksural yang berbeda pula. Hal ini
berbanding lurus dengan penelitian Diana yang menyatakan persen resin komposit
yang sama dapat memberikan kekuatan fleksural yang hampir sama pula.10
Bahan adhesif yang digunakan juga dapat menyebabkan terjadinya
perbedaan yang bermakna antar perlakuan RK+FAT 20%,RK+FAT 30%,
RK+FAT 40% dan RK+FAT 50%. Hal ini diduga karena semakin tebal fiber yang
digunakan maka bahan adhesif tidak mampu membasahi fiber dengan sempurna
sehingga mempengaruhi kekuatan fleksural. Hal ini sesuai dengan penelitian
Martha yang menyatakan bahwa pembasahan yang tidak sempurna dapat berujung
kepada penurunan kekuatan fleksural.2

Universitas Syiah Kuala


36

Selain itu, resin komposit yang semakin tipis pada bagian tensile base juga
dapat menyebabkan terjadinya perbedaan yang bermakna. Hal ini diduga
disebabkan karena resin komposit yang bersifat brittle sehingga jika pada bagian
tensile base resin komposit semakin tipis makasaat terjadi tekanan pada bagian
kompresi, resin komposit pada bagian tensile base akan lebih cepat fraktur
sehingga mempengaruhi kekuatan fleksural yang dihasilkan.
Polimerisasi yang tidak sempurna juga bisa menyebabkan terjadinya
perbedaan yang bermakna antar perlakuan RK+FAT 20% (0,4 mm) RK+FAT
30% (0,6 mm) RK+FAT 40% (0,8 mm) dan RK+FAT 50% ( 1 mm). Adanya
perbedaan ketebalan fiber ampas tebu menyebabkan pada saat resin komposit
dipolimerisasi, resin komposit bagian tensile base tidak terpolimerisasi secara
sempurna dikarenakan terhalang oleh fiber. Semakin tebal fiber maka resin
komposit bagian tensile base akan semakin jauh dari sinar. Hal ini menyebabkan
resin tidak terpolimerisasi secara sempurna dan menyebabkan kekuatan mekanik
akan semakin menurun termasuk kekuatan fleksural. Hal ini sesuai dengan
penelitian Herrero dkk yang menyatakan polimerisasi yang tidak sempurna pada
resin komposit dapat menurunkan kekerasan, kekuatan dan stabilitaas warna.61
Selain itu, warna resin komposit yang dihasilkan juga berbeda-beda antar
perlakuan. Semakin tebal fiber yang digunakan maka resin komposit yang
dihasilkan semakin gelap. Semakin gelap resin komposit yang dihasilkan
seharusnya semakin lama waktu penyinaran tetapi pada penelitian ini semua
perlakuan diberikan waktu penyinaran yang sama hal ini dapat menyebabkan
intensitas yang diterima pada saat penyinaran rendah seiring dengan ketebalan
fiber sehingga berpengaruh terhadap kekerasan danmenyebabkan resin tidak
terpolimerisasi dengan sempurna. Hal ini sesuai dengan penelitian Susanto yang
menyatakan mutu kekerasan dan kekuatan resin komposit menurun seiring dengan
ketebalan bahan pada saat penumpatan yang tidak disertai penambahan lamanya
waktu penyinaran.62

Universitas Syiah Kuala


37

BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian nilai kekuatan fleksural resin komposit


denganfraksi volume fiber ampas tebu 20% lebih tinggi dibandingkan resin

Universitas Syiah Kuala


38

komposit dengan fraksi volume fiber ampas tebu 30%, 40% dan 50% maka dapat
diambil kesimpulan bahwa kekuatan fleksural resin komposit dengan fraksi
volume fiber ampas tebu 20% lebih tinggi dibandingkan resin komposit dengan
fraksi volume fiber ampas tebu 30%, 40% dan 50% .

7.2 Saran

Dikarenakan masih banyak kelemahan dan kekurangan dalam penelitian


ini, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan :

1. Membandingkan kekuatan fleksural dengan menggunakan teknik


bulk dan inkremental resin komposit.
2. Mengukur uji mekanik lainnya seperti tensile strength (uji kekuatan
tarik) dan shear bond strength (uji kekuatan geser).

DAFTAR PUSTAKA

1. Faradina P, Elliza H, Andi S. Pengaruh saliva buatan terhadap diametral


tensile strength micro fine hybrid resin composite yang direndam dalam
minuman isotonic. Jurnal PDGI 2012.61(1):43-7

Universitas Syiah Kuala


39

2. Martha M, Ellyza H, Andi S. Pemilihan resin komposit dan fiber untuk


meningkatkan kekuatan fleksural Fiber Reinforced Composite (FRC).
Jurnal PDGI 2010;59(1):29-34

3. Jonatanh J. Effect of interlayer composition on bond strength between


FRC framework and composite veneer. Faculty of chemistry institute of
materials science, Thesis. 2010:15-8.

4. Sema B, Gurcan E. Biomechanical properties and clinical use of a


polyethylene fibre post-core material. International Dentistry 3(8):28-31.

5. Dea E. Pembuatan dan karakteristik komposit polimer berpenguat


baggase. Jurnal Teknik Pomits2013;2(2):208-13.

6. Maiwita F, Yenni D, Yulkifli. Pengaruh variasi komposisi ampas tebu


dan serbuk gergaji pada papan partikel terhadap konduktivitas termal.
Jurnal Pillars of physics 2014;1:41-8.

7. Yudo H, Sukanto J. Analisa teknis kekuatan mekanis material komposit


berpenguat serat ampas tebu (baggase) ditinjau dari kekuatan Tarik
danimpak. Kapal 2008;5(2):95.

8. Shinichi, Shibata. Effects of forming processing conditions on the


flexural properties of bagasse and bamboo plastic composite.
BioResources2012; 7(4):5381- 90.

9. Wikana I, Lautloly L. Tinjauan kuat lentur panel menggunakan bahan


ampas tebu dan sikacim bonding adhesive. Majalah ilmiah Ukrim
2008;1:1-17.

10. Ovia D. Perbedaan kekuatan fleksural resin komposit dengan fiber


polietilen dan fiber ampas tebu. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala.
Skripsi.2014. 28-35.

11. Heri I, Apri. Papan Partikel dari Ampas tebu. Fakultas pertanian. USU.
Karya Tulis. 2009:6-9.

12. Wona H, Boimau K, Erich. Pengaruh variasi fraksi volume serat terhadap
kekuatan bending dan impak komposit polyester berpenguat serat agave
cantula. LONTAR Jurnal Teknik Mesin Undana. 2015;2(1): 39-49.

13. Heru P, Suhardoko, Teguh B. Pengaruh fraksi volume dan panjang serat
terhadap sifat bending komposit poliester yang diperkuatserat limbah
gedebog pisang: 92-96.

14. Shabiri A. Pengaruh rasio epoksi/ampas tebu dan perlakuan alkali pada
ampas tebu terhadap kekuatan bentur komposit partikel epoksi berpengisi
serat ampas tebu. Jurnal Teknik Kimia 2014;3(3): 28-31.

Universitas Syiah Kuala


40

15. Nurdin H. Analisis kekuatan bending pada papan komposit serat


APTEKINDO 2014;7: 435-42.

16. Jack L Ferrancane. Resin composite-state of the art.Elsevier Article in


Press. Dental Material. 2010. 1753.

17. Rika M. Pengaruh Pemolesan terhadap kekasaran permukaan resin


komposit mikrohybrid dan nanofiller. Pskg unsyiah.Skripsi.. 2010.16-8

18. Ronald LS, John MP. Craig’s Restorative Dental Material 13 th ed.USA:
Elsevier Mosby. 2012.162-3.

19. Hatrick CD, Eakle WS, Bird WF. Dental material : Clinical Application
for Dental Assistanst and dental Hygienist. St. Louis, issouri: Saunders
2003 : 60-72.

20. Craig RG, Power JM, Wataha JC. Dental materials: properties and
manipulation. 8th ed. St. Louis, Missouri: Mosby.2004 : 64-72.

21. Cynthia JEF, Sabine HD. Network structure of Bis-GMA and UDMA
based resin system. Dental Material. 2005. 879.

22. Brigitte Z, Matthias S, Franziska J, Oliver S, Adrian L. Composite


material:composition, properties and clinical application. Schweiz
Monatsschr Zahnmed. 2010.120:972-9.

23. Anusavice KJ. Philip’s Science of dental Material. 12th ed. St louis: WB
saunders Co. 2003: 227-243; 410-411.

24. Palwinder K, Reena L, Puneet. Nanocomposites-a step towards improved


restorative dentistry. Indian Journal of Dental Sciences2010.3(4):28-31.

25. RobertCM.Compositerestorationesthetics. A Peer Review


Publication.2009:1-9.

26. Rina P; Munyati U. Penutupan diastema dengan menggunakan komposit


nanofiller.Indonesian Journal of Dentistry 2008; 15 (3): 239-46.

27. Howard ES. Fiber reinforcing material for dental resin. Inside
Dentistry.2008.183-6.

28. Fan HY, Gan X-Q, Lin Y. The Nanomechanical and Tribological
Properties of Restoratif Dental Composite After Exposure in Different
type of Media. Journal of Nanomaterials 2014;2(14):1-9.

29. Cabe JM, Walls AWG. Applied Dental Material. 9 thed. UK: blackwell
Munksgaard;2008:303

Universitas Syiah Kuala


41

30. Hamouda IM, Elkander HA. Evaluation the Mechanical Properties of


Nanofilled Composite Resin Restorative Material. Journal
OfBiomechanicals and Nanobiotechnology 2012;3:238-42.

31. Marchan S, White D, Smith W, Colderop L, Dhuru V. Comparison of


The Mechanical Properties of Two Nano-Filled Composites Materials.
Rev Clin Pesq Odontol 2009;5(3):241-6.

32. Garoushi, Sufyan;Kaleem, Muhammad; Shinya A,dkk.Creep of


experimental short fiber-reinforced composite resin.Dental Material
Journal2012. 21(5); 737-41.

33. Drummond.JL, Lin Lihong, Miescke. KJ. Evaluation of Fracture


Toughness of a Fiber Containing Dental Composite after flexural fatigue.
Journal of Dental Materials 2004; 20: 591-599

34. Vakiparta.M, Urpo Yli.A, Vallittu.P.K. Flexural Properties Of Glass


Fiber Reinforced Composite With Multiphase Biopolymer Matrix.
Journal of Materials Science: Materials in Medicine 2004; 15: 7-11

35. Lassila LVJ., Vallittu PK, The Effect of Fiber Position and
Polymerization Condition on The Flexural Properties of Fiber-Reinforced
Composite.The Journal of Contemporary Dental Practice 2004; 5(2)

36. Narva KK, Lassila LV, Vallittu PK, The Static Strength and Modulus of
Fiber Reinforced Denture Base Polymer. Journal of Dental Materials
2005; 21: 421-428.

37. Siva I, Winowlin J, Sankar I. Effect of fiber volume fraction on the


mechanical properties of coconut sheath/usp composite. Journal of
manufacturing Engineering 2013;8(1):60-3.

38. Fahmi, H. Pengaruh serat pada komposit resin polyester/serat daun nenas
terhadap kekuatan tarik. Jurnal Teknik Mesin 2011;1(1):46-52.

39. Karl K C. Aramid fiber constituent material. Article.2000:41-45.

40. Sihotang, E.Pemenfaatan abu ampas tebu pada pembuatan Mortar.


Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatra
Utara. Medan. Skripsi. 2009:1-11.

41. Paul J Walsh, Zoltek Corporation. Carbon fiber. ASM International2001;


21:35-40.

42. Sufyan G, Pekka V. Fiber-reinforced composites in fixed partial


dentures. Article PMC.2006:1-7.

43. Yan Wu, Weihong Z, Zhijie S. Behavior of aramid fiber/ultrahigh


molecular weight polyethylene fiber hybrid composites under charpy
impact and ballistic impact. J Mater Sci Technol2002;18(4):357-60.

Universitas Syiah Kuala


42

44. Zhang M, Matinlinna PJ. E-Glass Fiber Reinforced Composite in Dental


Applications. Article.2012:73-8.

45. Agustina M, Achiruddin, Sembiring K. Pembuatan dan karakterisasi


plafon yang dibuat dari serbuk batang kelapa sawit dan serbuk ampas
tebu dengan menggunakan perekat epoksi. Departemen Fisika FMIPA
USU Medan.

46. Ade Apriliani. Pemanfaatan arang ampas tebu sebagai adsorben ion
logam Cd,Sr, Su dan Pb dalam air limbah.Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi. Jakarta. Skripsi 2010;23-6.

47. Fathima TA. Pengaruh proporsi campuran serbuk kayu gergajian dan
ampas tebu terhadap kualitas papan partikel yang dihasilkannya. Bogor :
Institut Pertanian Bogor, Skripsi. 2009:6-16.

48. Adi Nugroho P, Mustaqim. Analisa sifat mekanik komposit serat tebu
dengan matrik resin epoxy.Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal.

49. Martin A.F; Jonathan JM;Meier. Clinical Evaluation of fiber-reinforce


fixed bridges. Jada.2002.133;1524-34.

50. Andaka, Ganjar. Hidrolisis Ampas tebu menjadi Furfural dengan


Katalisator asan sulfat. Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik
Kimia. Yogyakarta. Jurnal Teknologi2011;4(2):180-8.

51. IPB. Komponen Kimia Kayu.Bogor.Institute Pertanian Bogor2002:4-14.

52. Maneesh T; V.K Singh;P.C.Gobe:Arun KC. Evaluation of mechanical


properties of bagasse-glass fiber reinforced composite. J Mater Sc.
2012;172.

53. Eliane C, Luis R, Carlos J, Americano B, Laurenco C. The Effect of


Filling on Compressive Strength of dental composites. Cient Odontal
Bras 2005; 8(4): 18-22.

54. Mulyatno, Imam P, Jokosisworo S. Analisa teknis penggunaan serat kulit


rotan sebagai penguat pada komposit polimer dengan matriks polyester
yukalc 157 ditinjau dari kekuatan tarik dan kekuatan tekuk. Program
Studi Tehnik Perkapalan Universitas Diponogoro. Jurnal KAPAL
2008;5(3) :173-80.

55. Apri I, Zahrial C, Kurniawansyah E. The Effect of Particle Soaking to


Physical and mechanical properties of particleboard from bagasse
(Saccharum officinarum) Jurnal Perennial;4(1):6-9.

56. Irawan B, Siti T. Effect of immersion time in artificial saliva on flexural


strength of provisional crown and bridge material; light a polymerization
versus autopolymerization system. Indonesian Jurnal of Dental Research
2010; 17 (1): 9-14

Universitas Syiah Kuala


43

57. Shivaughn M, Daniel W, William S, Larry C, Viendra D. Comparison of


the mechanical proeperties of two nano-filled composite materials.Rev
Clin Pesqodontol 2009; 5(3):241-6.

58. Widya, P . Pengaruh kombinasi posisi fiber terhadap kekuatan fleksural


dan ketangguhan retak fiber reinforced compositepolyethylene. IDJ 2013;
2(2) : 1-8

59. Ellakwa A, Shortall A, Marquis P. Influence of fiber position on the


flexural properties and strain energy of fiber- reinforce composite.
Journal of Rehabilitation 2003; 30: 679-82.

60. Sujito. Pengembangan bahan komposit ramah lingkungan berpenguat


serat ampas tebu dan resin biodegradable. Jember 2014: 1-12

61. Herrero AA, Yaman P, Dennison JB. Polymerization shrinkage and dept
of cure of packable composite. J Quintessence Int 2005;36(1) : 25-31

62. Susanto, Annete A. Pengaruh ketebalan bahan dan lamanya waktu


penyinaran terhadap kekerasan permukaan resin komposit sinar. Dental
Journal 2005; 38(1) : 32-35

Lampiran 1 : Perhitungan Fraksi Volume

Perhitungan Fraksi Volume

Ukuran cetakan panjang (p) 25 mm, lebar (l) 2 mm, dan tebal(t) 2 mm

Universitas Syiah Kuala


44

Volume cetakan (Vctk):

Vctk =pxlxt

= 25 mm x 2 mm x 2 mm

= 100 mm3

a. Fraksi volume fiber 20 %


Volume fiber (Vf):
Vf = 20 % x Vctk
= 20 % x 100 mm3
= 20 mm3

Ketebalan fiber (tf):


Vf =pxlxt
20 mm3 = 25 mm x 2 mm x t
20 mm3 = 50 mm2 x t
t = 20 mm3/ 50 mm2
t = 0,4 mm

Volume resin (Vm):


Vm = 80 % x Vctk
= 80 % x 100 mm3
= 80 mm3

Ketebalan Resin(tm):
Vm =pxlxt
80 mm3 = 25 mm x 2 mm x t
Lampiran 1. (lanjutan)

80 mm3 = 50 mm2 x t
t = 80 mm3/ 50 mm2
t = 1,6 mm

Universitas Syiah Kuala


45

b. Fraksi volume fiber 30 %


Volume fiber (Vf):
Vf = 30 % x Vctk
= 30 % x 100 mm3
= 30 mm3

Ketebalan fiber (tf):


Vf =pxlxt
30 mm3 = 25 mm x 2 mm x t
30 mm3 = 50 mm2 x t
t = 30 mm3/ 50 mm2
t = 0,6 mm

Volume resin (Vm):


Vm = 70 % x Vctk
= 70 % x 100 mm3
= 70 mm3

Ketebalan Resin (tm):


Vm =pxlxt
70 mm3 = 25 mm x 2 mm x t
70 mm3 = 50 mm2 x t
t = 70 mm3/ 50 mm2
t = 1,4 mm

Lampiran 1. (lanjutan)
c. Fraksi volume fiber 40 %
Volume fiber (Vf):
Vf = 40 % x Vctk
= 40 % x 100 mm3

Universitas Syiah Kuala


46

= 40 mm3

Ketebalan fiber (tf):


Vf =pxlxt
40 mm3 = 25 mm x 2 mm x t
40 mm3 = 50 mm2 x t
t = 40 mm3/ 50 mm2
t = 0,8 mm

Volume resin (Vm):


Vm = 40 % x Vctk
= 40 % x 100 mm3
= 40 mm3

Ketebalan Resin (tm):


Vm =pxlxt
60 mm3 = 25 mm x 2 mm x t
60 mm3 = 50 mm2 x t
t = 60 mm3/ 50 mm2
t = 1,2 mm

d. Fraksi volume fiber 50 %


Volume fiber(Vf):
Vf = 50 % x Vctk
= 50 % x 100 mm3
= 50 mm3

Lampiran 1. (lanjutan)

Ketebalan fiber (tf):


Vf =pxlxt
50 mm3 = 25 mm x 2 mm x t

Universitas Syiah Kuala


47

50 mm3 = 50 mm2 x t
t = 50 mm3/ 50 mm2
t = 1 mm

Volume resin (Vm):


Vm = 50 % x Vctk
= 50 % x 100 mm3
= 50 mm3

Ketebalan Resin (tm):


Vm =pxlxt
50 mm3 = 25 mm x 2 mm x t
50 mm3 = 50 mm2 x t
t = 50 mm3/ 50 mm2
t = 1 mm

Ketebalan Resin (tm):


Vm =pxlxt
50 mm3 = 25 mm x 2 mm x t
50 mm3 = 50 mm2 x t
t = 50 mm3/ 50 mm2
t = 1 mm

Lampiran 2 : Form Uji 3 Point Bending

Universitas Syiah Kuala


48

Lampiran 3 : Form Pengamatan Spesimen Uji

Universitas Syiah Kuala


49

Universitas Syiah Kuala


50

Lampiran 3. (Lanjutan)

Lampiran 3. (Lanjutan)

Universitas Syiah Kuala


51

Lampiran 3. (Lanjutan)

Universitas Syiah Kuala


52

Lampiran 4 : Analisa Statistik

Universitas Syiah Kuala


53

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

perlakuan Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

kekuatan fleksural P1 (20%) .153 6 .200* .984 6 .969

P2 (30%) .207 6 .200* .931 6 .589

P3 (40%) .234 6 .200* .884 6 .287

P4 (50%) .221 6 .200* .859 6 .185

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Oneway

Descriptives

kekuatan fleksural

95% Confidence Interval


for Mean

Std. Std. Lower Upper Maximu


N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum m

P1
6 72.8850 3.72480 1.52064 68.9761 76.7939 67.38 77.94
(20%)

P2
6 47.2417 6.43877 2.62862 40.4846 53.9987 38.69 54.68
(30%)

P3
6 25.3967 7.75520 3.16605 17.2581 33.5352 18.54 38.33
(40%)

P4
6 7.6650 5.16775 2.10972 2.2418 13.0882 2.66 14.30
(50%)

Total 24 38.2971 25.53544 5.21240 27.5144 49.0798 2.66 77.94

Test of Homogeneity of Variances

kekuatan fleksural

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.649 3 20 .210

Lampiran 4. (lanjutan)

Universitas Syiah Kuala


54

ANOVA

kekuatan fleksural

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 14286.449 3 4762.150 133.975 .000

Within Groups 710.903 20 35.545

Total 14997.352 23

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

kekuatan fleksural
LSD

95% Confidence Interval


(I) (J) Mean
perlakuan perlakuan Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

P1 (20%) P2 (30%) 25.64333* 3.44215 .000 18.4631 32.8235

P3 (40%) 47.48833* 3.44215 .000 40.3081 54.6685

P4 (50%) 65.22000* 3.44215 .000 58.0398 72.4002

P2 (30%) P1 (20%) -25.64333* 3.44215 .000 -32.8235 -18.4631

P3 (40%) 21.84500* 3.44215 .000 14.6648 29.0252

P4 (50%) 39.57667* 3.44215 .000 32.3965 46.7569

P3 (40%) P1 (20%) -47.48833* 3.44215 .000 -54.6685 -40.3081

P2 (30%) -21.84500* 3.44215 .000 -29.0252 -14.6648

P4 (50%) 17.73167* 3.44215 .000 10.5515 24.9119

P4 (50%) P1 (20%) -65.22000* 3.44215 .000 -72.4002 -58.0398

P2 (30%) -39.57667* 3.44215 .000 -46.7569 -32.3965

P3 (40%) -17.73167* 3.44215 .000 -24.9119 -10.5515

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian

Universitas Syiah Kuala


55

Lampiran 5. (lanjutan)

Universitas Syiah Kuala


56

Lampiran 6 : Foto Alat dan Bahan

Universitas Syiah Kuala


57

Silicon Oil Resin komposit XT Z350 A3

Bahan bonding 3M ESPE Cetakan Spesimen

Ampas tebu yang telah dibonding Light Cure 3M ESPE

Lampiran 6. (Lanjutan)

Universitas Syiah Kuala


58

Neraca Analitik Digital Kaliber Digital

UTM Stereomikroskop

Inkubator

Lampiran 7 : Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Universitas Syiah Kuala


59

A. Identitas Pribadi

Nama : Ayu Syuhada


Tempat/tgl lahir : Teulaga meuku Sa, 24 Mei 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat /Hp : Perumnas Jeulingke, Banda Aceh/ 085277816810

B. Identitas Orang Tua


Ayah : Sulaiman H.Kaoy
Ibu : Nurjannah

C. Riwayat Pendidikan
TK : TK Kartika Candrakirana Tualang Cut
SD : SDN 1 Tualang Cut
SMP : MTSs Ulumul Quran Langsa
SMA : MAS Ulumul Quran Langsa

Universitas Syiah Kuala

Anda mungkin juga menyukai