“ RESIN KOMPOSIT”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK B3
1. Nasrullah Safruddin (1911111110012)
2. Muhammad Rizky Fadhil (1911111310039)
3. Eugenia Clairine (1911111120008)
4. Novi Tiara Lestari (1911111320028)
5. Namira Fathya Salsabila (1911111120003)
6. Muhammad Hafly Fariz Asyraq (1911111210008)
7. Shely Desia Widiawati (1911111320008)
8. Maria Sinaga (1911111120009)
9. Siti Musrifatuttazkiyah (1911111220018)
Puji syukur kami ucapkan kehadiran Tuhan yang maha Esa atas berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah
Praktikum Dental Material berjudul “Resin Komposit”. Terima kasih kami ucapkan
kepada drg. Dewi Puspitasari selaku dosen yang membimbing dalam praktikum
mikrobiologi, sehingga dapat membuat kami menyelesaikan laporan akhir praktikum
ini dengan tepat waktu. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan kami
berterima kasih kepada dosen yang telah bersedia membantu dan kepada semua yang
terlibat sehinggga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................22
3.2 Saran...........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mahasiswa memanipulasi Visible light cure composite dengan cara dan alat
yang tepat, serta memahami proses curing komposit jenis sinar tampak (visible light
cure).
1
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa memahami proses curing komposit menggunakan LED Visible
Light Cure Unit dengan ketebalan cetakan yang berbeda.
2. Mahasiswa mampu menganalisa hasil praktikum dan perbedaan hasil dari
berbagai cetakan percobaan.
2
BAB II
DASAR TEORI
3
penyinaran), bahan pemula polimerisasi (initiator), bahan aktif polimerisasi
(activator) dan modifier optic (Putri , 2018).
1. Matriks Dimethacrylate
Sebagian besar monomer yang digunakan untuk matriks resin adalah
senyawa dimethacrylate. Dua monomer yang umum digunakan adalah 2,2-bis
[4(2-hydroxy-3-methacryloxy-propyloxy)-fenil] propana (Bis-GMA) dan
urethane dimethacrylate (UDMA). Keduanya mengandung ikatan rangkap
karbon reaktif di setiap ujungnya yang dapat mengalami polimerisasi adisi
yang diprakarsai oleh inisiator radikal bebas. Penggunaan gugus aromatik
memberikan indeks bias yang cocok dengan kaca radiopak dan dengan
demikian memberikan sifat optik komposit yang lebih baik secara
keseluruhan. Beberapa produk menggunakan monomer Bis-GMA dan
UDMA.Viskositas monomer, terutama BisGMA, agak tinggi dan harus
ditambahkan pengencer, sehingga konsistensi klinis dapat dicapai bila
campuran resin digabungkan dengan filler. Pengencernya yaitu senyawa
dengan berat molekul rendah dengan ikatan rangkap karbon difungsional,
4
misalnya, trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA), atau Bis-EMA6 yang
ditunjukkan di bawah, ditambahkan oleh pabrikan untuk mengurangi dan
mengontrol viskositas komposit majemuk (Craig, 2012).
2. Low-Shrink Silorane Monomer
Sistem monomer baru yang disebut silorane telah dikembangkan
untuk mengurangi penyusutan dan peningkatan tegangan internal akibat
polimerisasi. Nama silorane diciptakan dari bahan penyusun kimianya
siloxane dan oxirane (juga dikenal sebagai epoxy).
- Fungsi siloksan memberikan hidrofobisitas pada komposit.
- Fungsi oksiran menjalani ikatan silang bukaan cincin melalui
polimerisasi kationik.
Sistem inisiator khusus diperlukan untuk polimerisasi siloran.
Perawatan harus diambil dalam memilih sistem pengisi. Selain itu, sistem
perekat khusus harus digunakan untuk mengikat bahan-bahan ini selama
penempatan klinis (Craig, 2012).
b. Filler
Resin komposit memerlukan peran filler untuk kekuatan mekanis. Kekuatan
mekanis merupakan faktor penting dalam pengunyahan di rongga mulut. Prosentase
filler mempengaruhi sifat mekanis resin komposit. Pada umumnya bahan utama filler
resin komposit adalah glass. Glass mempunyai kelemahan, yaitu proses pengolahan
yang bersifat abrasive, polutan, tidak dapat diperbarui. dan konsumsi energi yang
tinggi. Oleh karena itu, bahan pengisi yang ramah lingkungan sangat diperlukan
sebagai bahan pengganti glass. Bahan pengganti yang berpotensi adalah serat alam.
serat alam mempunyai banyak kelebihan seperti konsumsi energi yang rendah,
biodegradasi, dapat didaur ulang dan diperbarui, dan ditemukan dalam jumlah yang
melimpah. Serat alam yang dapat digunakan sebagai filler resin komposit adalah
sisal, karena karena sifat mekanik yang baik. Sifat adhesi antara fiber dan matriks
dapat diperoleh dengan menggunakan silane coupling agent. Silane adalah bahan
5
yang mendukung dan meningkatkan ikatan kimia antara bahan organik (matriks) dan
anorganik (fiber) (Nugroho, 2017; Maulida, 2019).
c. Coupling Agent
Agar komposit memiliki kinerja klinis yang sukses, ikatan yang baik harus
terbentuk antara partikel pengisi anorganik dan matriks resin organik selama
pengaturan. Hal ini dicapai melalui penggunaan senyawa yang disebut agen kopling,
yang paling umum adalah senyawa silikon organik yang disebut agen kopling silan.
Permukaan pengisi diperlakukan dengan zat penghubung selama pembuatan
komposit. Agen penghubung silan yang khas adalah 3-
methacryloxypropyltrimethoxysilane (MPTS), yang struktur kimianya ditunjukkan di
bawah ini. Dalam komposit siloran dengan penyusutan rendah, agen kopling
berfungsional epoksi, 3-glycidoxypropyltrimethoxysliane, digunakan untuk mengikat
pengisi ke matriks oksiran. Selama proses perawatan filler, gugus metoksi
terhidrolisis untuk menghasilkan gugus hidroksil melalui reaksi katalis asam atau
basa. Gugus hidroksil ini kemudian mengalami kondensasi dengan gugus hidroksil
pada permukaan filler dan menjadi terikat oleh ikatan kovalen. Kondensasi juga
dimungkinkan dengan gugus −OH yang berdekatan dari silan terhidrolisis atau
dengan air yang diserap pada permukaan filler. Menghasilkan pembentukan film
polimer mono- atau multilayer yang sangat tipis pada permukaan pengisi dengan
ikatan rangkap yang tidak bereaksi. Selama pengawetan komposit, ikatan rangkap
6
dari gugus metakriloksi dari permukaan yang diolah bekerja sama dengan resin
monomer. Agen kopling memainkan peran penting dalam komposit. Fungsinya
dirangkum di bawah ini:
e. Pigmen
7
Oksida anorganik biasanya ditambahkan dalam jumlah kecil untuk
memberikan corak yang cocok dengan sebagian besar corak gigi. Pigmen yang paling
umum adalah oksida besi. Beragam warna tersedia, mulai dari warna yang sangat
terang hingga kuning hingga abu-abu. Berbagai skala warna digunakan untuk
mencirikan corak komposit. Penyerap UV dapat ditambahkan untuk meminimalkan
perubahan warna yang disebabkan oleh oksidasi. Nuansa komposit yang lebih gelap
dan buram tidak dapat diawetkan hingga kedalaman yang sama seperti warna tembus
cahaya yang lebih terang. Agen fluoresen kadang ditambahkan untuk meningkatkan
vitalitas optik komposit dan meniru penampilan gigi asli. Agen fluoresen adalah
pewarna atau pigmen yang menyerap cahaya di wilayah ultraviolet dan violet
(biasanya 340-370 nm) dari spektrum elektromagnetik, dan memancarkan kembali
cahaya di wilayah biru (biasanya 420-470 nm). Aditif ini sering digunakan untuk
menyempurnakan tampilan warna sehingga menimbulkan efek "pemutihan",
membuat bahan terlihat kurang kuning dengan meningkatkan jumlah keseluruhan
pantulan cahaya biru (Craig, 2012).
a. Sifat Mekanik
Sifat mekanis pada bahan restorasi resin komposit merupakan faktor yang
penting terhadap kemampuan bahan ini bertahan pada kavitas. Sifat ini juga harus
menjamin bahan tambalan berfungsi secara efektif, aman dan tahan untuk jangka
waktu tertentu. Kekuatan tensil komposit dan daya tahan terhadap fraktur
memungkinkannya digunakan bahan restorasi ini untuk penumpatan sudut insisal,
8
akan tetapi memiliki derajat keausan yang sangat tinggi, karena resin matriks yang
lunak lebih cepat hilang sehingga akhirnya filler lepas. Adhesi, perlekatan resin
komposit dengan gigi, retensi yang didapat dari porositas permukaan gigi setelah
dietsa dan perlekatan dari permukaan gigi dengan resin komposit Kekuatan dan
keausan, resin komposit mempunyai kekuatan tensil kompresif lebih besar daripada
resin akrilik. Daya tahan terhadap fraktur cukup bagus . bagus untuk penumpatan klas
IV. meskipun komposit resin mudah aus. Adhesi, karna adanya gaya tarik menarik
antar benda. Diperoleh dengan 2 cara, yaitu:
Kekerasan Knoop, komposit dengan partikel halus lebih besar daripada nilai
untuk komposit dengan partikel mikro halus karena kekerasan dan fraksi volume
partikel pengisi. (Sakaguchi, 2011 ; Powers, dkk., 2003 ; Sulastri, 2017) Resin
komposit memiliki sifat mekanik salah satunya adalah kekerasan permukaan.
Kekerasan permukaan merupakan suatu alat ukur bahan restorasi yang digunakan
untuk mengetahui daya tahan terhadap keausan, karena dapat mempengaruhi terhadap
gesekan mekanik saat mengunyah makanan dan menyikat gigi (Kafalia RF, 2017).
b. Sifat Kimia
Menjadi padat bila berpolimerisasi dan digambarkan sebagai ester aromatik
dari metakrilat yang tersintesa dari resin epoksi dan metal metakrilat. Terjadinya
polimerisasi atau pengerasan, akibat reaksi kimia, polimerisasi bahan, ketebalan resin
komposit, jarak penyinaran, dan lama penyinaran. Reaksi polimerisasi komposit yang
self cure dimulai secara kimiawi pada suhu kamar dengan inisiator peroksida dan
akselerator amina. Polimerisasi komposit yang diawetkan dengan cahaya dipicu oleh
cahaya biru tampak. Tahap pertama adalah tahap aktivasi dimana radikal bebas
terbentuk. Tahap inisiasi diikuti oleh tahap propagasi di mana terjadi penambahan
cepat molekul monomer lain ke pusat aktif menyediakan rantai polimer yang sedang
tumbuh. Reaksi propagasi terus membangun berat molekul dan kerapatan ikatan
9
silang sampai radikal bebas yang tumbuh dihentikan. Kemudian dilanjutkan tahapan
penghentian atau terminasi. (Anusavice, 2013 ; Sulastri, 2017)
c. Sifat Fisik
Sifat fisik resin komposit yang mempengaruhi kekerasan resin komposit
adalah kelarutan dan penyerapan air, sedangkan sifat kimiawi adalah polimerisasi
bahan, ketebalan resin komposit, jarak penyinaran, dan lama penyinaran. Resin
komposit resisten terhadap perubahan warna yang disebabkan oleh oksidasi tetapi
sensitive pada penodaan. Perubahan warna bisa juga terjadi dengan oksidasi dan
akibat dari penggantian air dalam polimer matriks. Untuk mencocokan dengan warna
gigi, komposit kedokteran gigi harus memiliki warna visual (shading) dan
translusensi yang dapat menyerupai struktur gigi. Salah satu sifat fisika adalah
kekasaran permukaan. Kekasaran adalah ukuran dari tekstur permukaan yang tidak
teratur. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekasaran adalah sebagai berikut:
10
d. Sifat Biologi
Tidak toxic, tidak menyebabkan iritasi pulpa dan jaringan sekitar, dan tidak
larut dalam saliva. (Anusavice, 2013)
11
Resin komposit midifillers :
- Ukuran partikel filler 1-10µm.
Resin komposit minifillers :
- Ukuran partikel filler 0,1-1 µm
Resin komposit mikrofiller :
- Ukuran partikel filler 0,01-0,1 μm.
- Pemukaan halus , sifat fisik dan mekanis rendah.
- Bahan pengisi yang digunakan silika koloidal.
- Volume partikel pengisi 35- 50% berat matriks.
- Cepat aus sehingga mudah terjadi cracking (retak pada restorasi).
Resin komposit hybrid :
- Ukuran partikel filler 0,2-3 μm.
- Permukaan halus dan memiliki sifat fisik dan mekanis yang baik.
- Volume pengisi 75-80% berat matriks.
- Segi kekuatan bagus.
- Partikel pengisi merupakan gabungan dari makro dan mikrofiller.
Resin komposit nanofiller :
- Ukuran partikel filler 0,005-0,1μm.
- Permukaan paling halus , sifat fisik dan mekanis hampir sama
seperti mikrofiller.
Resin komposit nanohybrid :
- Partikel pengisi berukuran yang terkecil yaitu 0,02 -0,07 μm.
- Segi kekuatan dan estetika terbagus diantara komposit yang
lainnya.
- Memiliki derajat translucent yang bermacam-macam.
Resin komposit small particle filler
- Ukuran partikel pengisi 1-5 μm.
- Volume bahan pengisi 80-85% berat matriks.
12
- Memiliki kekuatan yang baik, sebaiknya digunakan untuk
tumpatan gigi posterior.
Resin komposit mikrohybrid
- Partikel pengisi gabungan dari Mikrohybrid dan Small Particle
Filler.
- Kekuatan lebih bagus dari pada hybrid.
- Diindikasikan untuk tambalan gigi posterior dengan karies yang
besar.
(Sakaguchi, 2012; Anusavice, 2013; Sulastri, 2017)
3. Berdasarkan Polimerisasi
Resin komposit diaktivasi kimia
Resin ini disebut juga resin komposit self-cured, yang terdiri
dari dua pasta. Salah satu pasta berisi inisiator benzoyl peroxide dan
pasta lainnya berisi activator tertiary amine. Kedua bahan tersebut
dicampur sekitar 20-30 detik, maka amine akan bereaksi dengan
benzoyl peroxide dan membentuk radikal bebas sehingga mekanisme
pengerasan dimulai.
Resin komposit diaktivasi oleh sinar
Bahan resin komposit yang dipolimerisasi dengan sinar
dipasarkan dalam bentuk suatu pasta dalam sebuah tube.3 Resin ini
merupakan tipe resin komposit paling sering digunakan pada praktek/
klinik dokter gigi. Resin ini mudah dimanipulasi karena mengeras bila
sudah diaplikasikan sinar (working time dapat dikontrol). Blue light
memiliki panjang gelombang sekitar 468 nanometer (nm) sebagai
aktivasi setiap inisiator (camphoroquinone) dan akan bereaksi dengan
accelerator (amine organik). Bila tidak di curing dengan blue light,
maka kedua komponen ini tidak bereaksi.
13
Resin komposit dual-cured
Resin ini merupakan sistem dua pasta, yang mengandung
inisiator dan aktivator cahaya dan kimia. Keuntungannya ketika dua
pasta dicampur dan ditempatkan, lalu di curing dengan light cure unit
sebagai reaksi pengerasan awal kemudian secara kimia akan
melanjutkan reaksi pengerasan pada bagian yang tidak terkena sinar
sehingga pengerasan sempurna. (Annusavice, 2013 ; Ratri, 2015)
14
1. Flexural Strength
Alat yang digunakan adalah Universal material testing machine model
LRX dan software Nexygen 4.0. Resin komposit dibentuk seperti balok
dengan ukuran 2x2x25 mm dengan diameter 2mm. Jika adanya pelengkungan
pada saat pengujian, maka akan dicatat oleh software Nexygen (Yuliati,
2015).
3. Shear Strength
Shear strength adalah stress maksimum suatu material dapat bertahan
sebelum gagal pada pemberian beban secara metode shear (geser). Metode uji
shear strength suatu material disebut punch method atau pushout method.
Distribusi stress pada metode ini tidak murni shear dan hasil sering berbeda
karena perbedaan dimensi spesimen, geometri permukaan, komposisi dan
persiapan, serta prosedur uji mekanik. Rumus dari uji ini ialah : F/πdh
(Yuliati, 2015).
4. Flexural Strength
Flexural strength adalah uji kekuatan suatu batang yang didukung di
setiap ujung batang tersebut di bawah beban statis. Flexural strength juga
merupakan kemampuan material untuk melengkung sebelum patah. Uji ini
adalah pengukuran kolektif dari tensile, compressive, dan shear stress secara
bersamaan. Rumus: σ = 3PL/4wt2 (Anusavice, 2013; Yuliati, 2015).
15
b. Uji Kekerasan
1. Knoop Hardness Test
Uji ini menggunakan indenter yang lebih kecil dan beban tidak
lebih dari 3,6 kg. Indenter knoop hardness test juga terbuat dari diamond,
tetapi outline nya berbeda dengan vickers indenter. Meskipun berbentuk
diamond, salah satu diagonalnya lebih panjang. Pengukuran kekerasan
dilakukan pada diagonal terpanjang. Keuntungan uji ini yaitu bisa
digunakan untuk berbagai material. Dan kekurangan uji ini adalah
specimen terlebih dahulu dihaluskan permukaannya guna mengetahui
cekungan mikro (microsendentation) (Sakaguchi, 2011; Yuliati, 2015).
16
baik pada struktur gigi dengan bantuan bahan etsa-bonding. Pelekatan resin komposit
yang baik pada permukaan gigi dapat mencegah pertumbuhan bakteri di antara gigi
dan restorasi. Memiliki sifat mekanis dan fisik yang baik, dimana resin komposit
cukup kuat untuk menahan beban kunyah, terutama resin komposit nanofiller, tidak
mudah pecah dengan permukaan kavitas gigi. Resin komposit juga harus memiliki
stabilitas dimensi yang tinggi dan tidak berubah bentuk, termasuk ketika terdapat
perubahan suhu dan tekanan yang terjadi di dalam rongga mulut terutama selama
proses pengunyahan. Resin komposit ini juga memiliki sifat termal konduktor yang
sangat rendah, sehingga tidak berpotensi untuk menyalurkan panas ke dalam ruang
pulpa yang dapat mengiritasinya. (Sulastri, 2017)
17
BAB III
PEMBAHASAN
18
terisi penuh, melakukan kondensasi sampai tidak ada udara yang terjebak
kemudian permukaan diratakan.
3. Meletakkan celluloid strip di atas cetakan
4. Meletakkan ujung fiber optic tip LED light curing unit sedekat mungkin/
menempelkan pada permukaan komposit dengan posisi tegak lurus.
5. Melakukan penyinaran dengan LED light curing unit selama 20 detik
6. Membuka mould split, mengambil resin komposit, dan merapikan ujung
resin komposit
7. Mengukur ketebalan awal resin komposite dengan
8. Melakukan scraping bagian bawah resin komposit dengan sonde sampai
tidak dapat discraping lagi.
9. Mengukur ketebalan akhir resin komposit dengan
10. Melakukan prosedur yang sama dengan mould split 4 mm dan 2 mm.
11. Menganalisis hasil praktikum
19
20
3.3 Hasil Praktikum
Resin Ketebalan
Awal Akhir
6 mm 6,02 mm 5,77 mm
4 mm 4,25 mm 3,28 mm
2 mm 2,15 mm 2,23 mm
3.4 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang sudah didapat, terlihat bahwa ada
perbedaan yang bermakna antara ketebalan bahan terhadap kekerasan bahan resin
komposit. Dalam praktikum ini diketahui bahwa semakin tebal bahan maka semakin
menurun intensitas cahaya sehingga sinar light curing tidak terfokus dan menyebar
yang mengakibatkan derajat polimerisasi akan berkurang. Salah satu factor yang
21
dapat mengubah monomer ke polimer adalah transmisi cahaya. Transmisi cahaya
akan menurun seiring dengan ketebalan bahan yang disebabkan oleh partikel filler
dan matriks resin sehingga proses polimerisasitidak optimal dan menyebabkan
penurunan kekerasan permukaan. Sinar light curing dapat menembus sampai ke dasar
bahan membutuhkan ketebalan sekitar 2-4 mm dengan arah penyinaran tegak lurus
dan jarak penyinaran sedekat mungkin dengan komposit. Kekerasan permukaan
maksimum didapatkan pada resin komposit dengan ketebalan 2-4 mm. Kekerasan
bahan dengan ketebalan bahan yang melebihi 4 mm akan menurun. Dilihat dari segi
penyinaran, umumnya nilai kekerasan meningkat pada ketebalan 2mm. Berdasarkan
hasil data praktikum, kesimpulan yag dapat diambil adalah ada pengaruh ketebalan
bahan terhadap kekerasan permukaan bahan. Kegagalan pengukuran praktikum kali
ini terjadi pada resin dengan ukuran 2 mm, di mana ketebalan awal lebih kecil
dibandingkan ketebalan akhir karena pada saat pengukurannya dan aplikasi yang
berlebih sehingga membuat sisi-sisi tidak rata. Pada saat resin komposit dimasukkan
ke dalam mold permukaannya tidak merata sehingga terbentuk cembungan dan
berpengaruh pada pengukuran (Razibi ND, 2017).
22
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice K. 2013. Phillips Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Ed 10. Jakarta:
EGC.
Aryanto M, et al. 2013. Compressive Strength Resin Komposit Hybrid Past Curing
dengan LED Menggunakan Tiga Ukuran Lightbox yang Berbeda. Dental
Journal. 2(46).
Craig RG, Powers J, Wataha JC. 2012. Dental Materials Properties and
Manipulation. 13th ed. Missouri: Mosby Elsevier.
Fibryanto Eko. 2020. Bahan Adhesif Restorasi Resin Komposit. Jurnal Kedokteran
Gigi Terpadu. 2(1):8.
Kafalia RF, Firdausy DM, NurhapsariA. 2017. Pengaruh Jus Jeruk dan Minuman
Berkarbonasi terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit. ODONTO
Dental Journal. 4(1): 38-43.
Manappallil JJ. 2016. Basic Dental Material. 4th Ed. London: The Health Science
Publisher.
24
Nugroho DA, Asmara, W, Wajar, D. 2017. Efek Jumlah Kandungan Filler Nanosisal
Terhadap Ketahanan Fraktur Resin Komposit. Insisiva Dental Journal:
Majalah Kedokteran Gigi Insisiva. 6(1): 17-24.
Nugroho, D. A., & Aditia, I. 2020. Perbedaan Kekuatan Geser antara Semen Resin
Nanosisal Komposit 60% Wt dan Semen Resin Nanofiller Komposit.
Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi Insisiva. 9(1), 11-18.
Permana, et al. 2016. Perbandingan Tingkat Kebocoran Mikro Resin Komposit Bulk-
Filldengan Teknik Penumpatan Oblique Incremental Dan Bulk. Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia. 2(3): 135-140.
Razibi ND, Nahzi MYI, Puspitasari D. 2017. Perbandingan Jarak Penyinaran dan
Ketebalan Bahan terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit Tipe Bulk
Fill. Dentino. 2(2): 211-214.
Ratri M, Widyastuti NH, Ningsih JR. Perbedaan Kekuatan Tarik Resin Komposit
nanofil pada kavitas kelas V dengan bahan adhesive self-etch dan total-etch.
Jurnal Ilmiah Kedokteran Gigi Surakarta, 2015: 3-10.
Sakaguchi RC, Power JM. 2011. Craig’s Restorative Dental Material. Philadelphia:
Mosby Elsevier.
25
Widyastuti NH, Hermanegara NA. 2017. Perbedaan Perubahan Warna Antara Resin
Komposit Konvesiona, Hibrit, dan Nanofil Setelah Direndam Dalam Obat
Kumur Chlorhexidine Gluconate 0,2%. Jurnal Kedokteran Gigi. 1(1): 34-38,
52-57.
26