Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH PRAKTIKUM

RESIN KOMPOSIT

DOSEN PEMBIMBING PRAKTIKUM:


drg. Dewi Puspitasari, M.Si

DISUSUN OLEH
KELOMPOK B5

Anisah Gustiandari 1911111120004


Gusti Erysa Nur Tsaniya 1911111120013
Fatimah Maulideya 1911111220009
Novi Dwi Maulida 1911111220011
Diva Ayu Fachriani 1911111220020
Aqshall Ilham Safatullah 1911111310026
Widya Rahmidianti 1911111320015
Rahmadhani Dian Utami 1911111320021
Amilia Ariyani 1911111320032

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
berupa kesehatan dan kesempatan sehingga makalah praktikum dental material
berjudul “Resin Komposit” ini dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Rasa terima kasih kami ucapkan kepada drg. Dewi Puspitasari, M.Si
selaku dosen yang telah membimbing dalam praktikum dental material Resin
Komposit ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah praktikum dental
material Resin Komposit ini dengan baik dan lancar.

Makalah praktikum dental material Resin Komposit ini ditulis dan


disusun dengan sebaik-baiknya. Kami berharap makalah ini dapat memberikan
banyak manfaat bagi kita semua. Kami menyadari keterbatasan akan literatur
makalah ini, sehingga kami mengharapkan masukan, kritik serta saran dari semua
pihak agar makalah ini bisa menjadi lebih baik.

Banjarmasin, 10 Oktober 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...........................................................................................i

ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan Praktikum.........................................................................................2
1.4 Manfaat Praktikum.......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
2.1 Definisi Resin Komposit..............................................................................3
2.2 Fungsi Resin Komposit................................................................................3
2.3 Komposisi Resin Komposit.........................................................................4
2.4 Klasifikasi Resin Komposit.........................................................................5
2.4.1 Berdasarkan Ukuran Partikel..............................................................5
2.4.2 Berdasarkan Viskositas.......................................................................7
2.4.3 Berdasarkan Polimerisasi....................................................................8
2.4.4 Berdasarkan Penggunaan....................................................................8
2.5 Sifat Resin Komposit...................................................................................9
2.5.1 Sifat Fisik............................................................................................9
2.5.2 Sifat Mekanik....................................................................................12
2.5.3 Sifat Kimia........................................................................................14
2.5.4 Sifat Biologi......................................................................................17
2.6 Mekanisme Light Curing...........................................................................17
BAB III METODE PRAKTIKUM.....................................................................19
3.1 Bahan.........................................................................................................19
3.2 Alat.............................................................................................................19
3.3 Cara Kerja..................................................................................................20
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................22
4.1 Hasil Pengamatan.......................................................................................22
4.2 Pembahasan................................................................................................22
BAB V PENUTUP................................................................................................24
5.1 Kesimpulan................................................................................................24
5.2 Saran..........................................................................................................24

iii
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Resin komposit adalah bahan restorasi yang paling sering digunakan oleh
dokter gigi karena keunggulannya yaitu lebih estetik, lebih baik dalam
mempertahankan struktur gigi, dapat menutup margin restorasi karena bahan
bonding dapat berikatan dengan struktur gigi dan memperkuat sisa struktur gigi,
radiopak, mudah dalam mengevaluasi kontur. Bahan restorasi resin komposit
relatif mudah dimanipulasi sehingga sangat membantu dokter gigi dalam
melakukan perawatan gigi berlubang dan memberikan hasil yang memuaskan.
Dokter gigi banyak menggunakan bahan restorasi resin komposit karena sifat dan
karakteristiknya, tidak memiliki rasa, tidak berbau, tidak toksik dan tidak
mengiritasi jaringan mulut (sifat biologis). Sifat fisik yaitu memiliki kekuatan dan
kepegasan serta tahan terhadap tekanan gigit atau kunyah, tekanan benturan serta
keausan berlebih yang dapat terjadi pada rongga mulut. Sifat estetis yaitu bahan
komposit menunjukkan translusensi atau transparan sehingga cocok dengan
penampilan jaringan mulut yang digantikannya. Hal ini yang menjadi alasan
dokter gigi memilih bahan restorasi resin komposit dari pada bahan restorasi
lainnya untuk perawatan restorasi(Sari, 2020).
Permasalahan kesehatan gigi dan mulut yang paling banyak ditemukan di
masyarakat adalah gigi berlubang atau karies. Karies merupakan suatu penyakit
jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang disebabkan oleh
aktivitas suatu mikroorganisme atau jasad renik dalam memfermentasikan
karbohidrat menjadi zat asam yang berakibat terjadinya penurunan pH saliva.
Karies yang mengalami perluasan dan menyebabkan kematian pulpa, maka
diperlukan penanganan berupa restorasi atau tumpatan. Restorasi yaitu suatu
tindakan perawatan dengan pengambilan jaringan keras gigi yang mengalami
karies dengan meletakkan bahan restorasi pada karies gigi yang sudah
dibersihkan. Beberapa material yang biasa digunakan untuk bahan tumpatan atau
restorasi gigi posterior adalah menggunakan restorasi resin
komposit(Widiadnyani, 2019).

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka didapatkan
rumusan masalah penulisan sebagai berikut:
a. Apa definisi dari resin komposit?
b. Apa fungsi dari resin komposi?
c. Apa saja komposisi dari resin komposit?
d. Apa saja filler dari resin komposit?
e. Apa saja klasifikasi dari resin komposit?
f. Apa saja sifat dari resin komposit?
g. Bagaimana mekanisme light curing?

1.3 Tujuan Praktikum


Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka
didapatkan tujuan praktikum sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui definisi resin komposit.
b. Untuk mengetahui fungsi dari resin komposit.
c. Untuk mengetahui komposisi resin komposit.
d. Untuk mengetahui filler dari resin komposit.
e. Untuk mengetahui klasifikasi resin komposit.
f. Untuk mengetahui sifat resin komposit.
g. Untuk mengetahui mekanisme light curing.

1.4 Manfaat Praktikum


Berdasarkan tujuan praktikum yang telah diuraikan di atas maka
didapatkan manfaat praktikum sebagai berikut:
a. Diketahuinya definisi resin komposit.
b. Diketahuinya fungsi dari resin komposit.
c. Diketahuinya komposisi resin komposit
d. Diketahuinya filler dari resin komposit.
e. Diketahuinya klasifikasi resin komposit.
f. Diketahuinya sifat resin komposit.
2

g. Diketahuinya mekanisme light curing.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Resin Komposit


Resin komposit menurut ilmu kedokteran gigi secara umum adalah
penambahan polimer yang digunakan untuk memperbaiki enamel dan dentin.
Resin komposit digunakan untuk mengganti struktur gigi dan memodifikasi
bentuk dan warna gigi sehingga akhirnya diharapkan dapat mengembalikan
fungsinya. Resin komposit merupakan salah satu jenis bahan tumpatan yang
paling sering digunakan karena merupakan bahan tumpatan yang memiliki warna
sama dengan gigi. Resin komposit terdiri dari empat komponen utama, yaitu
matriks polimer organik, partikel filler inorganik, coupling agent, dan sistem
inisiator-akselerator. Resin komposit merupakan suatu bahan restorasi sewarna
gigi yang bisa digunakan untuk merestorasi gigi pasien dan dibentuk langsung
dalam mulut pasien oleh dokter gigi. Resin komposit saat ini banyak dipilih oleh
dokter gigi karena estetis yang baik, biaya yang terjangkau dibandingkan dengan
keramik, dan tahan terhadap adhesi. Sampai saat ini belum ada restorasi lain yang
memiliki penampilan yang alami dan dapat dibuat semirip mungkin dengan gigi
asli selain dengan restorasi resin komposit(Anastasia, 2017; Mukuan, 2013;
Tambahani, 2013).

2.2 Fungsi Resin Komposit


Resin komposit sering digunakan sebagai bahan tumpatan di kedokteran
gigi. Resin komposit digunakan untuk merestorasi karies, abrasi enamel, dan juga
untuk estetika karena memiliki kesesuaian yang baik dengan gigi. Kegunaan
utama resin komposit adalah bahan restorasi gigi anterior maupun posterior.
Kandungan utama resin komposit terdiri atas matriks resin dan bahan pengisi
(filler). Partikel filler yang dimasukkan ke dalam suatu matriks akan
meningkatkan sifat bahan matriks apabila partikel filler benar-benar berikatan
dengan matriks. Coupling agent merupakan bahan yang digunakan untuk
memberikan ikatan antara partikel filler anorganik dengan matriks resin.
Penghambat polimerisasi merupakan penghambat bagi terjadinya polimeralisasi

3
2

dini. Opasitas adalah warna visual dan translusen yang dapat menyesuaikan
dengan warna email dan dentin. Sedangkan
4

pigmen warna bertujuan agar warna resin komposit menyerupai warna gigi geligi
asli(Tulenan, 2014; Kafalia, 2017; Noviyani, 2018).
Resin komposit memiliki karakteristik warna yang menyerupai warna
gigi. Hal ini menyebabkan resin komposit sangat cocok digunakan sebagai
restorasi pada gigi anterior. Seiring dengan peningkatan kekuatan mekanis resin
komposit, seperti kekuatan tarik dan tekan yang tinggi membuat material ini
menjadi alternatif sebagai bahan restorasi pada gigi posterior. Resin komposit
merupakan bahan tumpatan gigi yang banyak digunakan untuk menggantikan
struktur gigi yang hilang serta memodifikasi warna dan kontur gigi dengan tujuan
estetik. Pada penggunaan resin komposit diharapkan dapat bertahan selama
mungkin dalam mulut. Adapun indikasi dan kontraindikasi dalam penggunaan
komposit, yaitu sebagai sealant pada restorasi resin preventif untuk mencegah
terjadinya karies pada daerah cekungan yang dalam dan sempit. Kontraindikasi
penggunaan resin komposit, yaitu tekanan pengunyahan yang besar, pasien
dengan insidensi karies tinggi, dan pasien yang sensitif terhadap material
komposit(Triwardhani, 2014; Tulenan, 2014).
Secara singkat, resin komposit digunakan untuk untuk hal-hal sebagai
berikut (Manappallil, 2016).
1. Restorasi gigi anterior dan gigi posterior (langsung atau tidak langsung)
2. Melapisi mahkota logam dan gigi palsu sebagian cekat (resin prostodontik)
3. Untuk membangun cores (post core)
4. Pengikatan braket ortodontik
5. Restorasi cor terukir
6. Mahkota keramik, tiang, inlay, onlay, dan laminasi
7. Sealant pit dan fissure
8. Laminasi estetika
9. Perbaikan restorasi porselen yang terkelupas

2.3 Komposisi Resin Komposit


Komposisi resin komposit terdiri atas filler (bahan pengisi) anorganik,
matriks resin dan coupling agent. Filler anorganik berperan terhadap kekuatan
resin komposit. Matriks resin digunakan untuk membentuk fisik resin komposit
5

agar dapat diaplikasikan. Coupling agent berfungsi untuk menyatukan filler dan
matriks resin. Selain ketiga komponen tersebut, komposisi resin komposit juga
dapat ditambahkan dengan aktivator, inisiator, pigmen dan ultraviolet absorben.
Tambahan komponen tersebut dapat berfungsi saat proses polimerisasi dan warna
resin komposit sesuai dengan warna gigi. Penambahan komponen bahan pengisi
ke dalam matriks resin secara signifikan dapat meningkatkan sifat mekanis resin
komposit(Anusavice KJ, 2003).

2.4 Klasifikasi Resin Komposit


2.4.1 Berdasarkan Ukuran Partikel
a. Komposit Macrofiller/Konvensional
Merupakan jenis komposit yang tertua. Mempunyai ukuran
bahan partikel pengisi relatif besar yaitu rata-rata 8-12 µm dan banyaknya
bahan pengisi umumnya 70-80% berat atau 60-65% volume. Bahan
pengisinya biasanya quartz. Besarnya bahan partikel pengisi pada resin
komposit ini menjadikan permukaannya kasar dan lebih tahan terhadap
abrasi. Permukaan yang kasar pada resin juga menjadi kekurangannya
yakni cenderung dapat berubah warna(Sulastri, 2017; Widyastuti, 2017).
b. Komposit Microfilled
Komposit ini memiliki kumpulan partikel silika koloid anorganis
0,01 sampai 0,1 µm yang tertanam dalam partikel filler resin berukuran 5
sampai 50 µm. Permukaan yang kasar dan tembus cahaya yang rendah
dapat diatasi dengan penggunaan partikel silika koloid, seperti komponen
µm inorganik dengan diameter partikel rata-rata sekitar 1/10 dari panjang
gelombang cahaya tampak (40 nm). Komposit microfilled juga termasuk
komposit restoratif yang lebih mudah dipoles dengan sifat fisik dan
mekaniknya lebih rendah daripada komposit tradisional. Komposit ini
digunakan untuk merestorasi gigi dengan lesi karies pada permukaan
halus (kelas III dan V), tetapi tidak dalam situasi menahan stress (kelas II
dan IV).
c. Komposit Partikel Kecil (Small)
6

Komposit ini memiliki diameter partikel rata-rata antara 0,1 dan


10 µm (minifiller dan midifiller). Komposit ini tidak dapat dipoles sampai
sangat mengkilap. Namun, beban filler sama tinggi atau lebih tinggi (77%
sampai 88%) daripada komposit makro yang memberikan tingkat
kekerasan dan kekuatan tinggi, tetapi juga rapuh.
d. Komposit Hybrid
Komposit hybrid mengandung partikel filler mikrofine (0,01
sampai 0,1 µm) dan halus (0,1 sampai 10 µm) untuk mendapatkan
kehalusan permukaan yang lebih baik daripada small composite dengan
tetap mempertahankan sifat mekanik yang diinginkan. Jenis ini banyak
digunakan untuk restorasi anterior termasuk kelas IV. Sebagian besar
terdiri dari silika koloid danpartikel yang mengandung logam berat yang
merupakan kandungan filler sekitar 75% sapai 80% berat dengan ukuran
partikel sekitar 0,4 sampai 1,0 µm. Ukuran microfiller yang lebih kecil
meningkatkan luas permukaan yang umumnya meningkatkan viskositas
dan memerlukan penurunana beban filler secara keseluruhan
dibandingkan dengan small composite(Anusavice, 2013).
e. Komposit Mikrohybrid
Partikel pengisi gabungan dari Mikrohybrid dan Small Particle
Filler, kekuatan lebih bagus dari pada hybrid. Diindikasikan untuk
tambalan gigi posterior dengan karies yang besar.
f. Komposit Nanohybrid
Partikel pengisi memiliki ukuran yang terkecil yaitu 0,02 -0,07
μm. Segi kekuatan dan estetika terbagus diantara komposit yang lainnya.
Memiliki derajat translucent yang bermacam-macam(Sulastri, 2017).
g. Komposit Nanofilled
Ukuran partikel nanofilled pada dasarnya mirip dengan
microfilled, tetapi komposit microfilled berada dalam aglomerat tiga
dimensi atau jaringan yang meningkatkan viskositas sedangkan dalam
komposit nanofilled sebagian besar terpisah dan memiliki efek minimal
pada viskositas. Oleh karena itu, jenis ini memiliki sifat optic dan daya
poles yang unggul seperti microfilled, tetapi perlakuan permukaan
7

mengurangi peningkatan viskositas saat dimasukkan ke dalam monomer


yang memungkinkan peningkatan filler sampai 60% volume dan 78%
berat(Anusavice, 2013).
Komposit nanofilled memiliki nanopartikel 25 nm dan
nanopartikel aglomerat 75 nm. Partikel zirconium atau silika dan
nanosilika digunakan sebagai filler pada nanofilled. Partikel aglomerat
disilanisasi sehingga dapat berikatan dengan resin. Penggabungan
nanopartikel dengan nanopartikel aglomerat meningkatkan pemuatan
filler resit komposit sampai 79,5% yang terjadi karena dimensi dan
distribusi luas partikel filler yang semakin rendah dan menyebabkan
penyusutan polimerisasi berkurang dan meningkatkan sifat mekanik resin
komposit(Riva, 2019).

2.4.2 Berdasarkan Viskositas


a. Flowable Composite
Flowable Composite dihasilkan dari modifikasi small composite
dan komposit hybrid. Resin ini memiliki viskositas yang lebih rendah
melalui pengurangan beban filler yang memungkinkan resin mengalir
dengan mudah, menyebar, dan menghasilkan anatomi gigi yang
diinginkan. Jenis ini digunakan untuk preparat posterior kelas II dan
situasi lain dengan akses yang sulit. Selain itu, jenis ini juga berguna
untuk restorasi kelas I minimal untuk mencegah karies. Sifat dan
penggunaan klinis dari bahan komposit ini serupa dengan kompomer
yang merupakan hibrida antara resin komposit dan bahan ionomer.
b. Condensable (Packable) Composite
Condensable (Packable) Composite digunakan untuk
meningkatkan kekuatan dan kekuan bahan yang tidak diawetkan dan
memberikan konsistensi serta karakteristik penanganan yang mirip
dengan amalgam. Karakteristik jenis ini adalah dimasukkannya partikel
filler berserat yang memanjang dengan panjang sekitar 100 dan/atau
permukaan bertekstur kasar atau geometri bercabang yang cenderung
7

mengunci dan menahan aliran. Hal ini menyebabkan resin yang tidak
diawetkan menjadi
8

kaku dan tahan terhadap kemerosotan, tetapi dapat dibentuk di bawah


tekanan kondensor amalgam(Anusavice, 2013).

2.4.3 Berdasarkan Polimerisasi


a. Resin komposit diaktivasi kimia
Resin ini disebut juga resin komposit self-cured, yang terdiri dari
dua pasta. Salah satu pasta berisi inisiator benzoyl peroxide dan pasta
lainnya berisi activator tertiary amine.
b. Resin komposit diaktivasi oleh sinar
Bahan resin komposit yang dipolimerisasi dengan sinar
dipasarkan dalam bentuk suatu pasta dalam sebuah tube.
c. Resin komposit dual-cured
Resin ini merupakan sistem dua pasta, yang mengandung
inisiator dan aktivator cahaya dan kimia(Sakaguchi et al, 2012).

2.4.4 Berdasarkan Penggunaannya


a. Resin komposit untuk restorasi direct
Resin komposit yang paling sering digunakan pada praktik
kedokteran gigi adalah resin komposit direct yang mana
pengaplikasiannya langsung pada kavitas gigi pasien.
b. Resin komposit untuk restorasi indirect
Pada resin komposit indirect perlu tindakan mencetak dan
pengerjaan pada dental laboratorium. Resin komposit indirect (IRC) juga
digunakan pada dental laboratorium, sehingga material ini sering disebut
sebagai laboratory composite atau prosthetic composite. Laboratory
composite ini sering digunakan sebagai intrakoronal restorasi, seperti
inlay dan onlay. Inlay adalah jenis restorasi dengan kehilangan bagian
oklusal dan salah satu sisi proksimal pada gigi posterior yang juga
melibatkan satu cusp atau lebih tetapi tidak semua cusp gigi tersebut.
Sedangkan onlay adalah jenis restorasi dengan kehilangan bagian
9

proksimal dan oklusal pada gigi posterior yang juga melibatkan seluruh
cusp pada gigi tersebut(Istikharoh, 2018).

2.5 Sifat Resin Komposit


2.5.1 Sifat Fisik
1. Working and Setting Times
Polimerisasi dimulai ketika komposit yang pertama terkena
cahaya. Kekakuan berlangsung dalam hitungan detik setelah terpapar
cahaya dengan intensitas tinggi dari sumber penyinaran. Meskipun
restorasi komposit tampak keras dan setelah terpapar sepenuhnya oleh
sumber penyinaran, reaksi penyinaran terus selama 24 jam(Sakaguchi,
2006).
Dari aspek klinis setting komposit ini terjadi selama 20- 60 detik
sedikitnya waktu yang diperlukan setelah penyinaran. Pencampuran dan
setting bahan dengan light cured dalam beberapa detik setelah aplikasi
sinar. Sedangkan pada bahan yang diaktifkan secara kimia memerlukan
setting time 30 detik selama pengadukan. Apabila resin komposit telah
mengeras tidak dapat dicarving dengan instrument yang tajam tetapi
dengan menggunakan abrasive rotary. Dalam 60 hingga 90 detik setelah
terpapar cahaya ambient, permukaan komposit bisa hilang kemampuannya
untuk mengalir dengan mudah ke gigi, dan pengerjaan lebih lanjut dengan
materi menjadi sulit. Setting time untuk komposit yang diaktifkan secara
kimia berkisar dari 3 hingga 5 menit. Setting time yang singkat ini telah
dilakukan dengan mengontrol konsentrasi inisiator dan
akselerator(McCabe, 2016; Sakaguchi, 2011).
2. Sifat Termal
Koefisien linier muai panas (α) dari komposit berkisar dari 25
hingga 38×10-6/°C untuk komposit dengan partikel halus dan 55 hingga
68×10-6/°C untuk komposit dengan partikel mikrofine. Tegangan termal
memberikan tegangan tambahan pada ikatan ke struktur gigi, yang
menambah efek merugikan dari penyusutan polimerisasi. Perubahan panas
juga bersifat siklik, dan meskipun seluruh restorasi mungkin tidak akan
pernah mencapai kesetimbangan termal selama penerapan stimuli panas
9

atau dingin, efek siklik dapat menyebabkan kelelahan material dan


kegagalan obligasi dini(Sakaguchi, 2011).
3. Penyusutan polimerisasi dan stress
10

Komposit mengalami penyusutan volumetrik setelah setting.


Menambahkan komposit dengan kelipatan 2 mm dan mempolimerisasi
setiap kenaikan secara independen mengurangi efek penyusutan
polimerisasi. Tegangan susut lebih kecil karena volume komposit yang
lebih kecil dibiarkan menyusut sebelum penambahan berturut-turut.
Penyusutan komposit pada saat polimerisasi tergantung pada jenis resin
yang digunakan. Secara umum, hasil proporsi yang tinggi dari filler kaca
yang penyusutan akhir lebih rendah, seperti filler berukuran mikro yang
disebabkan penggunaan kedua partikel prepolimerisasi yang mungkin
sebagai filler yang sangat penuh sebagai sistem partikel kaca(Noort, 2007;
Sakaguchi, 2011).
4. Warna
Perubahan warna pada resin komposit merupakan perubahan fisik
yang dapat terlihat secara visual. Resin komposit resisten terhadap
perubahan warna yang disebabkan oleh oksidasi tetapi sensitive pada
penodaan. Perubahan warna pada resin komposit dapat disebabkan oleh
faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yang berperan dalam
diskolorasi bahan resin antara lain perubahan matriks resin, interfase
matriks dengan bahan pengisi, dan besar kecilnya partikel pengisi. Untuk
faktor ekstrinsik disebabkan oleh absorbs bahan pewarna dari sumber-
sumber eksogen seperti teh, kopi, nikotin, minuman berkarbonasi, dan obat
kumur. Perubahan warna dapat dilihat dari nilai uji intensitas cahaya, yaitu
jika semakin terang maka cahaya yang diabsorpsi semakin sedikit dan
cahaya yang dipantulkan akan semakin banyak. Bahan resin komposit
apabila berada di lingkungan berair akan mengakibatkan ikatan polimer
mengembang sehingga komposit menjadi lebih lunak dan lebih rentan
terhadap zat kimia yang masuk. Hal ini akan mengakibatkan perubahan
warna seiring waktu(Istibsyaroh, 2018; McCabe, 2016; Widyastuti, 2017).
5. Kelarutan (solubility)
Bahan resin komposit yang direndam dalam cairan asam memiliki
kelarutan yang tinggi dan dapat mengakibatkan erosi permukaan resin
11

komposit. Hal ini mempengaruhi keausan resin komposit sehingga akan


menurunkan kekerasan permukaan resin komposit(Kafalia, 2017).
Kelarutan air komposit bervariasi dari 0,25 sampai 2,5 mg/mm3.
Intensitas cahaya yang tidak memadai dan durasi dapat mengakibatkan
polimerisasi yang tidak mencukupi, terutama pada kedalaman yang lebih
dalam dari permukaan. Komposit yang tidak terpolimerisasi secara
memadai memiliki air yang lebih banyak penyerapan dan kelarutan,
mungkin dimanifestasikan secara klinis dengan ketidakstabilan warna
awal(Sakaguchi, 2011).
6. Penyerapan air
Penyerapan air merupakan sifat fisik dari resin komposit yang dapat
mempengaruhi kekerasan permukaan resin komposit. Penyerapan air
terjadi akibat adanya proses difusi air ke dalam resin komposit. Asam yang
memiliki banyak ion H+ yang berdifusi ke dalam resin komposit dan
mengikat ion negatif yang terdapat dalam matriks sehingga resin komposit
menjadi rusak dan terbentuk monomer sisa metilmetakrilat yang
mengakibatkan ikatan kimia tidak stabil dan matriks akan larut(Kafalia,
2017).
Penyerapan air komposit dengan partikel hibrida (5 sampai 17
µg/mm3) lebih rendah daripada komposit dengan partikel mikro halus (26
hingga 30 µg / mm3) karena fraksi volume yang lebih rendah dari polimer
komposit dengan partikel halus. Kualitas dan stabilitas zat penghubung
silang penting dalam meminimalkan kerusakan ikatan antara pengisi dan
polimer serta jumlah air serapan. Ekspansi terkait dengan penyerapan air
dari cairan oral dapat mengurangi tekanan polimerisasi, tetapi penyerapan
air adalah proses yang lambat jika dibandingkan dengan penyusutan
polimerisasi dan pengembangan stres. Pada pengukuran pemuaian
higroskopis dimulai 15 menit setelah awal polimerisasi, kebanyakan resin
membutuhkan 7 hari untuk mencapai keseimbangan dan sekitar 4 hari
untuk menunjukkan mayoritas ekspansi(Sakaguchi, 2011).
12

2.5.2 Sifat Mekanis


Sifat mekanis pada bahan restorasi resin komposit merupakan faktor
yang penting terhadap kemampuan bahan ini bertahan pada kavitas. Sifat ini
juga harus menjamin bahan tambalan berfungsi secara efektif, aman dan
tahan untuk jangka waktu tertentu(McCabe, 2016).
1. Modulus Elastisitas
Kekuatan lentur dan tekan dari berbagai komposit itu sama.
Kekuatan lentur dan modulus elastisitas dari komposit mikrofiller dan
komposit flowable sekitar 50% lebih rendah dari nilai-nilai untuk
komposit hibrida dan komposit packable, yang menggambarkan persen
volume filler rendah dalam komposit mikrofiller dan komposit flowable.
Modulus elastisitas dalam kompresi adalah sekitar 62 Gpa untuk amalgam,
19 Gpa untuk dentin dan 83 Gpa untuk enamel(Sakaguchi, 2006).
2. Kekuatan Tarik
Kekuatan tarik dari komposit untuk etsa enamel dan dentin adalah
sama (14 sampai 30 Mpa) untuk agen bonding yang umum 15 digunakan.
Etsa enamel dan dentin yang direkomendasikan untuk menghilangkan
lapisan smear, yang mana hasil dari preparasi kavitas, sebelum aplikasi
bonding agent(Powers, 2008).
3. Kekerasan
Resin komposit memiliki sifat mekanik kekerasan. Kekerasan
permukaan merupakan suatu alat ukur bahan restorasi yang digunakan
untuk mengetahui daya tahan terhadap keausan karena dapat
mempengaruhi terhadap gesekan mekanik saat mengunyah dan menyikat
gigi. Penurunan kekerasan permukaan resin komposit menyebabkan
kegagalan fungsi dari bahan dan fungsi estetik dari resin komposit(Kafalia,
2017).
Kekerasan mikro merupakan salah satu indikator penting dalam
bidang kedokteran gigi untuk mengetahui sifat mekanis suatu bahan
terhadap ketahanan, keausan, dan abrasi. Kekerasan mikro juga
dihubungkan dengan kekakuan dan kekuatan suatu bahan. Kekerasan
mikro suatu bahan restorasi akan mempengaruhi daya tahan bahan
13

restorasi untuk jangka panjang di dalam rongga mulut. Nilai kekerasan 22


mikro untuk bahan resin komposit dapat menentukan derajat
polimerisasinya, sehingga sangat berguna untuk mengetahui kekerasan
mikro suatu bahan tersebut apabila bahan tersebut digunakan di klinik. Hal
ini disebabkan karena polimerisasi yang tidak adekuat dapat menghasilkan
monomer sisa tinggi yang dapat mengiritasi jaringan pulpa, menstimulasi
pertumbuhan bakteri, dan akhirnya berpengaruh terhadap kesuksesan
restorasi di klinik(Ratih, 2017).
4. Adhesi
Adhesi terjadi apabila dua subtansi yang berbeda melekat sewaktu
berkontak disebabkan adanya gaya tarik – menarik yang timbul antara
kedua benda tersebut. Resin komposit tidak berikatan secara kimia dengan
email. Adhesi diperoleh dengan dua cara. Pertama dengan menciptakan
ikatan fisik antara resin dengan jaringan gigi melalui etsa. Pengetsaan pada
email menyebabkan terbentuknya porositas tersebut sehingga tercipta
retensi mekanis yang cukup baik. Kedua dengan penggunaan lapisan yang
diaplikasikan antara dentin dan resin komposit dengan maksud
menciptakan ikatan antara dentin dengan resin komposit tersebut (dentin
bonding agent)(McCabe, 2016).
5. Kekuatan
Kekuatan tekan merupakan salah satu hal yang penting untuk
menahan kekuatan pengunyahan dan harus memiliki karakteristik mekanis
seperti struktur asli gigi. Kekuatan tekan dapat diukur melalui tes kekuatan
tekan yang merupakan salah satu tes sifat mekanik bahan restoratif karena
sebagian besar bahan restoratif terkena tekanan pengunyahan secara alami
dalam rongga mulut sehingga penting untuk dilakukan pengujian untuk
melihat kinerja jangka panjang di bawah tekanan alamiah tersebut(Pasril,
2013).
Kekuatan kompresif dan kekuatan tensil resin komposit lebih
unggul dibandingkan resin akrilik. Kekuatan tensil komposit dan daya
tahan terhadap fraktur memungkinkannya digunakan bahan restorasi ini
13

untuk penumpatan sudut insisal. Akan tetapi memiliki derajat keausan


yang sangat
14

tinggi, karena resin matriks yang lunak lebih cepat hilang sehingga
akhirnya filler lepas(McCabe, 2016).

2.5.3 Sifat Kimia


Sifat kimiawi resin komposit yang mempengaruhi kekerasan resin
komposit adalah polimerisasi bahan, ketebalan resin komposit, jarak
penyinaran, dan lama penyinaran(Kafalia, 2017).
1. Polimerisasi
Dalam kedokteran gigi, hampir semua jenis resin komposit
menggunakan jenis monomer dalam kelompok yang sama dan proses
polimerisasi yang sama. Proses polimerisasi adalah polimerisasi vinil radikal
bebas. Proses polimerisasi resin komposit dimulai dengan pelepasan radikal
bebas dari struktur monomer metakrilat suatu energy eksternal berupa energy
panas, kimiawi, atau radiasi. Saat radikal bebas terbentuk, monomer mencari
monomer kaya electron untuk membentuk ikatan kovalen. Kombinasi
monomer tersebut membentuk polimer baru(Riva, 2019).
2. Ketebalan resin
Ketebalan resin komposit yang lebih dari 2-3 mm sulit dilakukan
pengerasan karena kurangnya penetrasi cahaya(Manappallil, 2016).
3. Jarak Penyinaran
Jarak optimal adalah 1 mm dengan cahaya diposisikan 90 derajat
dari permukaan resin(Manappallil, 2016).
4. Lama Penyinaran
Penyinaran memerlukan waktu 80 sampai 240 detik dengan
cahaya intensitas rendah sedangkan untuk mendapatkan hasil yang sama,
cahaya intensitas tinggi hanya memerlukan pencahayaan 20 sampai 60
detik(Manappallil, 2016).
Sistem utama yang digunakan untuk mencapai polimerisasi
adalah sistem penyinaran cahaya tampak. Dalam sistem ini, resin komposit
dipolimerisasi dengan cahaya biru yang intens. Cahaya diserap oleh
diketon yang dengan adanya amina organic maka akan memulai reaksi
polimerisasi. Batas pancaran cahaya adalah 20 sampai 40 detik. Cahaya
15

biru diperlukan untuk memulai reaksi karena diketon dan amina dapat
berada dalam campuran komposit yang sama dan tidak ada reaksi yang
terjadi hingga terkena cahaya biru(Manappallil, 2016).
Polimerisasi terdiri dari suatu mekanisme tertentu. Polimerisasi
dengan mekanisme adisi dimulai oleh radikal bebas. Radikal bebas dapat
dihasilkan oleh aktivasi kimiawi atau energi eksternal, seperti panas,
cahaya, atau gelombang mikro. Berdasarkan aktivasi polimerisasi, terdapat
tiga jenis utama, yaitu chemically activated resins, light-activated resins,
dan kombinasi (dual cure). Chemically activated resins yang merupakan
sistem dua pasta, yaitu pasta basa yang mengandung inisiator benzoil
peroksida dan pasta katalis yang mengandung aktivator amina tersier,
yaitu N, N-dimetil-p-toluidin(Manappallil, 2016).
Faktor yang mempengaruhi jumlah total resin yang
terpolimerisasi antara lain, sebagai berikut(Manappallil, 2016).
1. Transmisi cahaya melalui material
2. Tingkatan warna (shade) dari resin
3. Jumlah photoinitiator dan inhibitor yang ada
4. Waktu pengerasan (curing time)
Curing time memerlukan waktu 80 sampai 240 detik dengan
cahaya intensitas rendah sedangkan untuk mendapatkan hasil yang
sama, cahaya intensitas tinggi hanya memerlukan pencahayaan 20
sampai 60 detik.
5. Intensitas cahaya
6. Jenis lampu
7. Ketebalan resin
Ketebalan lebih dari 2-3 mm sulit dilakukan pengerasan
karena kurangnya penetrasi cahaya.
8. Jarak dari cahaya
Jarak optimal adalah 1 mm dengan cahaya diposisikan 90
derajat dari permukaan resin.
15

Polimerisasi pada resin komposit disertai dengan penyusutan


yang bervariasi antara komposit berbeda tergantung pada rasio resin
terhadap
16

filler. Material resin komposit mengandung monomer-monomer yang


harus teraktivasi agar menjadi rantai polimer dan menjadi material
restorasi yang kuat ketika sudah setting. Polimerisasi pada self-cured
resin komposit teraktivasi secara kimiawi dan dapat setting secara
otomatis apabila pasta inisiator dicampur dengan aktivator dan dilakukan
proses pengadukan secara manual pada kedua pasta basis dan katalis.
Light-cured resin komposit merupakan aktivator cahaya dengan
menggunakan sinar UV untuk menginisasi polimerisasi resin komposit,
tetapi sekarang sudah tidak digunakan. Sekarang digunakan sinar tampak
biru dengan panjang gelombang ~470 nm(Manappallil, 2016; Istikharoh,
2018).
Light-cured tidak memerlukan pengadukan untuk polimerisasi
sehingga menurunkan porositas, working time dapat diatur, dan aromatik
amin tersier dengan jumlah dan konsentrasi yang sedikit. Namun, light-
cured resin komposit terbatas untuk menembus resin komposit yang tebal
dan berwarna gelap. Alat penyinaran khusus diperlukan untuk
polimerisasi dan sinar yang dikeluarkan cukup berbahaya bagi mata
dokter gigi. Durasi pemaparan cukup 20 detik. Jarak antara ujung tip alat
penyinaran harus sedekat mungkin atau sekitar 2 mm di atas kavitas gigi
agar lebih fokus dalam penyinaran dan tidak mengurangi intensitas yang
dihasilkan oleh alat penyinaran yang dapat membuat polimerisasi tidak
optimal(Istikharoh, 2018).
Dual-cured resin komposit merupakan kombinasi polimerisasi
secara kimia dengan sinar biru yang terdiri dari dua pasta, yaitu pasta
pertama yang mengandung benzoil peroksida dan pasta kedua yang
mengandung akselerator berupa aromatik amin tersier. Penggabungan
kedua pasta tersebut akan menyebabkan terjadinya proses polimerisasi
dengan sendirinya atau diaktivasi dengan alat penyinaran. Dengan
demikian, seluruh resin komposit terpolimerisasi dengan sempurna,
mekispun sinar biru tidak dapat menembus resin komposit, tetapi tetap
memiliki stabilitas warna yang rendah dibandingkan light-cured karena
kandungan amin tersier tinggi(Istikharoh, 2018).
17

Polimerisasi memiliki 4 tahapan sebagai berikut(Anusavice,


2013).
1. Aktivasi adalah pembentukan radikal bebas
2. Inisiasi adalah berikatannya radikal bebas dengan monomer resin
3. Propagasi adalah perpanjangan rantai polimer
4. Terminasi adalah tertutupnya rantai polimer

2.5.4 Sifat Biologi


Biokompatibilitas resin komposit yang berarti tidak toksik, tidak
menyebabkan inflamasi, alergi, mutagenik, serta tidak mengiritasi pulpa dan
jaringan sekitar(Sulastri, 2017; Anusavice, 2013).
Resin komposit juga dapat menimbulkan reaksi tertentu. Komponen
resin bersifat sitotoksik in vitro. Komposit melepaskan beberapa komponen
resin selama berminggu-minggu setelah pemasangan tumpatan. Tingkat
pelepasan tergantung pada jenis komposit dan efisiensi penyembuhannya.
Dengan demikian, resin komposit memiliki masalah biokompatibilitas dari
tiga aspek, yaitu toksisitas kimiawi yang melekat dari bahan pada pulpa,
kekhawatiran atas estrogenitas Bisphenol A dan dimethacrylate. Keterlibatan
pulpa akibat kebocoran mikro, potensi alergi saat kontak dengan mukosa
mulut, potensi alergi untuk orang yang menangani material, dan kekhawatiran
atas estrogenitas Bisphenol A dan dimethacrylate(Manappallil, 2016).

2.6 Mekanisme Light Curing


Kemajuan teknologi untuk pengawetan telah menghasilkan sistem
pengawetan ringan yang memungkinkan pengerasan resin sesuai keinginan,
meningkatkan waktu kerja, dan memudahkan manipulasi. Pada awalnya, sistem
curing sinar ultraviolet (UV) digunakan, tetapi sistem ini memiliki beberapa
kelemahan yang kemudian digantikan oleh sinar biru tampak yang memerlukan
pemaparan kurang dari 1 menit. Light Curing Unit (LCU) adalah alat untuk
menghasilkan sinar terang yang digunakan untuk menginisiasi
photopolimeritation dari bahan restorasi sinar tampak. Keluaran sinar dari LCU
disebut dengan irradiance, yaitu kekuatan sinar yang dipancarkan per satuan
17

permukaan curing tip (mW/cm2) yang tergantung pada tipe LCU yang digunakan.
Jumlah energi yang
18

digunakan untuk mempolimerisasi bahan disebut dengan the energy density (hasil
dari irradiance dan waktu penyinaran). Penurunan irradiance dapat dikompensasi
dengan cara memperpanjang waktu pemaparan terhadap resin
komposit(Anusavice, 2013; Pasril, 2013).
Light Curing Unit (LCU) yang sering digunakan untuk mengaktifkan
resin komposit adalah sinar QTH (Quartz Tungste Halogen) yang dapat
menghasilkan panas dan LED (Light Emitting Diode) yang dapat menghasilkan
intensitas sinar yang tinggi. Pada praktikum ini, penyinaran dilakukan dengan
menempelkan ujung light curing ke permukaan seluloid strip selama 20 detik.
Intensitas sinar diukur terlebih dahulu menggunakan alat curing radiometer untuk
memastikan besar intensitas sinar agar sesuai dengan yang dibutuhkan(Pasril,
2013).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan
a. Visible light composite resin

3.2 Alat
a. LED light curing unit
b. Celluloid strip
c. Lempeng Kaca
d. Sonde
e. Plastik filling Instrument
f. Jangka Sorong
g. Mould atau cetakan dengan mur berukuran tebal 6mm, 4mm, dan 2mm

19
20

3.3 Cara Kerja


a. Bersihkan permukaan mould atau cetakan.
b. Ambil sedikit pasta komposit dengan Plastic filling Instrument dan
masukkn di dalam cetakan atau mould tebal 6mm, ulang pengisian sampai
cetakan terisi penuh, perhatikan jangan sampai ada udara yang terjebak
kemudian permukaan diratakan.

c. Letakan celluloid strip diatas cetakan.

d. Atur lama penyinaran pada LED light curing unit sesuai dengan lama
penyinaran visible light cure composite (mengikuti aturan pabrik).

e. Letakan ujung fiber optic tip LED light curing unit sedekat mungkin /
menempel pada permukaan komposit. Nyalakan sinar dan tunggu sampai
dengan lama waktu sesuai dengan pengaturan sebelumnya.
20

f. Periksa hasil curing resin komposit memakai sonde, dengan menggores


atau menusuk permukaan komposit yang dekat sinar, maupun daerah
yang jauh dengan sinar.
21

Proses Polimerisasi/curing diketahui dengan menusuk/menggores


permukaan komposit menggunakan ujung sonde, bila permukaan
komposit masih tergores maka dianggap proses polimerisasi komposit
tidak sempurna.
BAB 1V
PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


No Tinggi Jarak Teknik Keterangan Sebelum Sesudah
Mold Penyinaran Bagian Bagian dikikis dikikis
Atas Bawah
1. 6 mm 0 mm Berlapis Keras Keras 6,02 5,77
dengan
celluloid
strip
2. 4 mm 0 mm Berlapis Keras Agak 4,25 3,28
dengan sedikit
celluloid lunak
strip
3. 2 mm 0 mm Berlapis Keras Sedikit 2,15 2,23
dengan lunak
celluloid
strip

4.2 Pembahasan
Dari praktikum online yang telah dilaksanakan, pada percobaan pertama
dengan tinggi mold 6 mm mengalami sedikit perubahan dari ketebalan awal dan
ketebalan akhir setelah dikikis dengan selisih 0,25, pada percobaan dengan tinggi
mold 4 mm mengalami perubahan dari ketebalan awal dan ketebalan akhir setelah
dikikis dengan selisih 0,97, sedangkan pada percobaan dengan tinggi mold 2 mm
terjadi kesalahan pengukuran pada saat praktikum karena angka pengukuran
setelah dikikis lebih besar daripada angka pengukuran sebelum dikikis tetapi pada
saat praktikum terlihat jika pada tinggi mold 2 mm tidak mengalami perubahan
pada ketebalan awal dan ketebalan akhir yang membuktikan bahwa pada proses
curing atau pengerasan dengan menggunakan LED light curing unit pada resin
komposit mengeras dengan sempurna sampai ke dasar karena umumnya batas
normal curing adalah 2 mm, sedangkan pada percobaan dengan tinggi mold 4 mm
dan 6 mm pada

22
23

saat dikikis mengalami perubahan ketebalan karena proses curing pada resin
komposit belum sempurna sampai ke dasar sehingga ada bagian bawah yang
masih belum mengeras dan masih bisa dikikis. Ketebalan dengan lebih dari 2 mm
akan menyebabkan proses curing yang terjadi belum sempurna karena tidak
terlalu banyak penetrasi cahaya yang masuk sampai ke dasar sehingga dapat
mengakibatkan bagian bawah atau dasar resin komposit masih belum mengeras
dengan sempurna. Jika berada di bawah cahaya normal mereka tidak bereaksi.
Namun bila terkena cahaya yang panjang gelombang photoinitiator maka akan
aktif dan bereaksi dengan amina untuk membentuk radikal bebas yang kemudian
bisa memulai polimerisasi(Manappallil, John J, 2016; Pasril Y dan Pratama WA.,
2013)
Light Curing Unit pada resin komposit untuk mengaktifkan dengan cara
sinar QTH (Quartz Tungste Halogen) yang dapat mengeluarkan panas sedangkan
LED (Light Emitting Diode) yang dapat mengeluarkan intensitas sinar yang
tinggi. Proses pengerasan resin komposit menggunakan alat Visible Light Cure
(VLC). Sumber cahaya resin komposit untuk fotoaktif menggunakan QTH dan
blue LED. Sumber cahaya QTH bersumber dari bohlam 75 W dan terdapat
penyaring sehingga akan menjadi lebih panas dan membuat panjang gelombang
sekitar 470-480 nm. Sumber cahaya LED bersumber dari galium nitrit yang
berfungsi untuk memancarkan sinar dan tidak menggunakan penyaring, tidak
mengeluarkan panas dibandingkan dengan QTH, lebih tahan lama, dan
penyerapan camphorquinone oleh VLC. Jenis LED lebih baik dibandingkan
dengan QTH. Menurut penelitian Laura Cebalos dkk (2005) menjelaskan bahwa
keefektifan penyinaran berpengaruh pada sinar yang digunakan, merek bahan,
ketebalan bahan, dan intensitas paparan sinar. Light Curing Unit (LCU)
merupakan alat untuk mengeluarkan sinar yang terang yang berfungsi untuk
menginisiasi photopolymerisation dari bahan restorasi sinar tampak. Keluaran
sinar dari LCU disebut irradiance yang artinya adalah kekuatan sinar yang
dikeluarkan per satuan permukaan curing tip (mW/cm2). Irradiance bervariasi
antara 600 dan 2400 mW/cm2, tergantung pada tipe LCU yang digunakan.
Faktor-faktor yang dapat memberikan pengaruh kedalaman tingkat polimerisasi
resin komposit, yaitu sumber cahaya yang digunakan, waktu paparan sinar, warna
23

dari resin komposit, tipe dari resin komposit, kualitas sinar yang dipancarkan, dan
letak posisi penyinaran(Pasril Y dan Pratama WA., 2013).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Resin komposit digunakan untuk mengganti struktur gigi dan
memodifikasi bentuk dan warna gigi sehingga akhirnya diharapkan dapat
mengembalikan fungsinya. Resin komposit merupakan salah satu jenis bahan
tumpatan yang paling sering digunakan karena merupakan bahan tumpatan yang
memiliki warna sama dengan gigi. Resin komposit terdiri dari empat komponen
utama, yaitu matriks polimer organik, partikel filler inorganik, coupling agent,
dan sistem inisiator-akselerator. Adapun indikasi dan kontraindikasi dalam
penggunaan komposit, yaitu sebagai sealant pada restorasi resin preventif untuk
mencegah terjadinya karies pada daerah cekungan yang dalam dan sempit.
Kontraindikasi penggunaan resin komposit, yaitu tekanan pengunyahan yang
besar, pasien dengan insidensi karies tinggi, dan pasien yang sensitif terhadap
material komposit.

5.2 Saran
Resin komposit memiliki karakteristik warna yang menyerupai warna gigi.
Hal ini menyebabkan resin komposit sangat cocok digunakan sebagai restorasi
pada gigi anterior. Seiring dengan peningkatan kekuatan mekanis resin komposit,
seperti kekuatan tarik dan tekan yang tinggi membuat material ini juga menjadi
alternatif sebagai bahan restorasi pada gigi posterior.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anastasia D, Kesumaputri BA. 2017. Restorasi resin komposit dengan free-hand


layering techniquei. J Ked Gi Unpad. 29(3): 159-163.

Anusavice KJ, Shen C, Rawls HR. 2003. Phillips’ Science of Dental Materials.
11th Ed. Missouri, USA: Elsevier Saunders.

Anusavice KJ, Shen C, Rawls HR. 2013. Phillips’ Science of Dental Materials.
12th Ed. Missouri, USA: Elsevier Saunders.

Istibsyaroh, Lestari S, Nugroho R. 2018. Perubahan Warna Resin Komposit


Nanofiller Setelah Perendaman Dalam Minuman Susu Fermentasi
(Penelitian In Vitro). The Indonesian Journal Of Health Science. 10(1):
39-46.

Istikharoh F. 2018. Dental Resin Komposit: Teori, Instrumen, dan Aplikasi.


Malang: Universitas Brawijaya Press.

Kafalia RF, Firdausy MD, Nurhapsari A. 2017. Pengaruh Jus Jeruk Dan Minuman
Berkarbonasi Terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit.
ODONTO Dental Journal. 4(1): 38-43.

Manappallil, John J. 2016. Basic Dental Material 4th Edition. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers. 328-344.

McCabe JF, Walls AW. 2016. Bahan Kedokteran Gigi. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Noort VR. 2007. Introduction to dental material. 3rd Ed. Toronto: Mosby
Elsevier.

Noviyani A, Nahzi MYI, Puspitasari D. 2018. Perbandingan Jarak Penyinaran


Dan Ketebalan Bahan Terhadap Kuat Tarik Diametral Resin Komposit
Tipe Bulk Fill. Dentin Jurnal Kedokteran Gigi. 2(1): 68-72.

Pasril Y, Pratama WA. 2013. Comparison of Compressive Strength Hybrid


Composite Resin Using Halogen and LED Light. IDJ. 2(2): 83-90.
Pasril Y, Pratama WA. 2013. Perbandingan Kekuatan Tekan Resin Komposit
Hybrid Menggunakan Sinar Halogen Dan LED. IDJ. 2(2): 83-90.

Powers JM, Wataha JC. 2008. Dental materials properties and manipulation. 9th
Ed. St Louis: Mosby Elsevier.

Ratih DN, Novitasari A. 2017. Kekerasan mikro resin komposit packable dan
bulkfill dengan kedalaman kavitas berbeda. Majalah Kedokteran Gigi
Indonesia. 3(2): 76- 82.

Riva YR, Rahman SF. 2019. Dental Composite Resin: A Review. The 4th
Biomedical Engineering’s Recent Progress In Biomaterials, Drugs
Development, Health, And Medical Devices: Proceedings Of The
International Symposium Of Biomedical Engineering (ISBE). 2019: 1-6. 

Sakaguchi RC, Power JM. 2006. Craig’s Restorative Dental Material.


Philadelphia: Elsevier Mosby.

Sakaguchi RC, Power JM. 2011. Craig’s Restorative Dental Material.


Philadelphia: Elsevier Mosby.

Sakaguchi RC, Power JM. 2012. Craig’s Restorative Dental Material.


Philadelphia: Elsevier Mosby.

Sari M, Ghaisani ME. 2020. Knowledge, Attitude,Practice (Kap) Dokter Gigi


Pada Pemilihan Dan Pemakaian Resin Komposit Di Surakarta Dan
Sukoharjo. JIKG (Jurnal Ilmu Kedokteran Gigi). 3(1): 20-28.
Sulastri S. 2017. Dental Material. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Tambahani AM, Wicaksono D, Tumewu E. 2013. Gambaran Kerusakan Gigi


Pasca Restorasi Komposit Pada Siswa Sma Negeri 1 Manado. Jurnal e-
GiGi (eG). 1(2): 121-128.

Triwardhani L, Mozartha M, Trisnawaty. 2014. Klinis Restorasi Resin Komposit


Pada Kavitas Klas I Pasca Penumpatan Tiga Tahun. Cakradonya Dent. J. 6:
678–744.
Tulenan DMP, Wicaksono DA, Soewantoro JS. 2014. Gambaran Tumpatan Resin
Komposit Pada Gigi Permanen Di Poliklinik Gigi Rumkital Dr. Wahyu
Slamet. e-GIGI. 2.

Widiadnyani NKE. 2019. Perawatan saluran akar satu kali kunjungan pada gigi
dengan karies servikal dilanjutkan dengan restorasi komposit dan pasak
fiber. Bali Dental Journal. 3(2): 85-91.
Widyastuti NH, Hermanegara NA. 2017. Perbedaan Perubahan Warna Antara
Resin Komposit Konvensional, Hibrid, dan Nanofil Setelah Direndam
dalam Obat Kumur Chlorhexidine Gluconate 0,2%. Jurnal Ilmu
Kedokteran Gigi. 1(1): 52-57.

Anda mungkin juga menyukai