Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

RESIN KOMPOSIT

Dosen Pembimbing:
drg. Dewi Puspitasari, M.Si

DISUSUN OLEH
KELOMPOK A4

Akhmad Akhdiannoor Ramadhan 1911111110011


Qantya Auliana Alifa Rahma 1911111120014
Muhammad Rayhan 1911111210010
Felix Xavier Anugerah 1911111210019
Brachmedio Barito Syech Erlangga 1911111210022
Widyandini Aulia Arif 1911111220013
Maulida Hasanah 1911111220026
Ni Wayan Gayatri Ayu Pramesti 1911111320003
Fatma Kirana 1911111320010

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya kami selaku kelompok A4 dapat menyelesaikan Laporan
Akhir Praktikum Resin Komposit pada Blok 6 Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Lambung Mangkurat. Semoga laporan akhir ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk pembaca dan untuk pembelajaran selanjutnya.

Kami selaku kelompok A4 mengucapkan terima kasih banyak kepada drg.


Dewi Puspitasari, M.Si selaku dosen pembimbing praktikum dan kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Oleh karena itu,
kami memohon maaf atas segala kekurangan, kami sebagai penyusun laporan
akhir ini mohon kritik, saran, dan pesan dari semua yang membaca laporan akhir
ini sebagai bahan koreksi untuk kami dan kami bersedia menerima saran dan
masukkan dari pembaca agar kami dapat memperbaikinya serta semakin baik ke
depannya. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Banjarmasin, 14 Oktober 2020

Penyusun

ii
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2
1.4 Kompetensi Praktikum...................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Definisi Resin Komposit................................................................................3
2.2 Klasifikasi Resin Komposit............................................................................3
2.3 Komposisi Resin Komposit............................................................................5
2.4 Kegunaan Resin Komposit.............................................................................6
2.5 Sifat Resin Komposit......................................................................................6
2.6 Manipulasi Resin Komposit...........................................................................9
BAB III METODE PRAKTIKUM.....................................................................10
3.1 Alat...............................................................................................................10
3.2 Bahan............................................................................................................10
3.3 Cara Kerja.....................................................................................................11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................13
4.1 Hasil praktikum............................................................................................13
4.2 Pembahasan..................................................................................................13
BAB V PENUTUP................................................................................................17
5.1 Kesimpulan...................................................................................................17
5.2 Saran.............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Resin komposit merupakan bahan tumpatan yang banyak digunakan di
kedokteran gigi modern. Material resin komposit mempunyai struktur yang
tersusun dari beberapa komponen yaitu, matriks organik biasanya berupa Bis-
GMA, bahan pengisi, dan / atau agen kopling. Resin komposit biasa
digunakan untuk memulihkan dan mengganti jaringan keras gigi berupa
enamel atau dentin yang hilang atau rusak akibat penyakit atau trauma
(Anusavice, 2013).
Resin komposit pertama kali dikembangkan pada tahun awal 1960-an dan
menampilkan kualitas material yang lebih tinggi pada sifat mekaniknya
dibandingkan dengan akrilik dan silikat, koefisien ekspansi termal yang lebih
rendah, perubahan dimensi yang lebih rendah, dan resistensi yang lebih tinggi
terhadap keausan, sehingga meningkatkan kinerja klinis (Sakaguchi, 2018).
Kelebihan lainnya dari resin komposit yaitu warna yang mirip warna gigi
asli sehingga nilai estetis menjadi baik dan biokompatibilitas yang tinggi.
Kekurangan dari resin komposit yaitu adanya pengerutan pada saat
polimerisasi (polymerization shrinkage). Polymerization shrinkage disebabkan
oleh Bis-GMA sebagai matriks organik pada resin komposit yang tersusun
oleh monomer-monomer dengan ikatan karbon rantai ganda sehingga terdapat
jarak diantara monomernya. Jarak diantara monomer inilah yang
mengakibatkan pengerutan pada proses polimerisasi (Permana dkk, 2016).
Pengklasifikasian resin komposit dapat dilakukakan dengan berbagai dasar
yaitu berdasarkan ukuran partikel bahan pengisi, karakteristik manipulasi, dan
cara aktivasi. Berdasarkan ukuran partikel bahan pengisi yaitu, tradisional
composite, microfilled composite, hybrid composite, dan nano composite.
Berdasarkan karakteristik manipulasi yaitu, flowable composite dan packable
composite. Berdasarkan cara aktivasi yaitu, self-cure resins, light-cure resins,
dan dual-cured resins (Sakaguchi, 2018).

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari resin komposit?
2. Apa saja klasifikasi dari resin komposit?
3. Apa saja komposisi dari resin komposit?
4. Apa saja kegunaan dari resin komposit?
5. Apa saja sifat dari resin komposit?
6. Bagaimana cara memanipulasi resin komposit tipe visible light cure?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi dari resin komposit.
2. Mengetahui klasifikasi dari resin komposit.
3. Mengetahui komposisi dari resin komposit.
4. Mengetahui kegunaan resin komposit.
5. Mengetahui sifat-sifat dari resin komposit.
6. Mengetahui cara memanipulasi resin komposit tipe visible light cure.

1.4 Kompetensi Praktikum


1. Mahasiswa memahami bahan dan peralatan yang digunakan untuk
memanipulasi resin komposit tipe Visible light cure.
2. Mahasiswa memahami teknik penggunaan peralatan dan bahan yang tepat
untuk manipulasi resin komposit tipe visible light cure.
3. Mahasiswa memahami tahapan proses curing resin komposit tipe visible
light cure.
4. Mahasiswa dapat menganalisis hasil polimerisasi resin komposit tipe
visible light cur
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Resin Komposit


Resin komposit adalah bahan restorasi yang banyak digunakan di
kedokteran gigi modern. Bahan tersebut digunakan untuk merestorasi karies,
abrasi enamel dan juga untuk estetika karena memiliki kesesuaian yang baik
dengan gigi. Resin komposit merupakan campuran dari dua bahan atau lebih yang
mempunyai sifat maupun struktur berbeda dengan tujuan memperoleh material
yang unggul dari struktur penyusunnya. Struktur utama resin komposit yaitu
matriks resin yang diperkuat oleh penyebaran kaca, mineral dan filler yang
seratnya terikat dengan Silane Coupling Agent (Anusavice K. 2013;Istikharoh,
2018;Kafalia RF, et al.,2017).

2.2 Klasifikasi Resin Komposit


 Berdasarkan Viskositas :
Resin komposit Packable
- Muatan filler 70% volume.
- Viskositas yang tinggi.
Resin komposit Flowable
- Muatan filler 42-53% volume.
- Viskositas/kekentalan yang rendah.
 Berdasarkan Ukuran Partikel Filler :
Resin komposit makrofiller :
- Ukuran partikel filler 10-100µm.
- Permukaan kasar dan cenderung berubah warna.
- Ukuran bahan pengisi resin ini yang relatif besar menjadikan
permukaannya kasar dan tahan abrasi sehingga sering digunakan
sebagai bahan restorassi bagian posterior.

3
4

Resin komposit midifillers :


- Ukuran partikel filler 1-10µm.

Resin komposit minifillers :


- Ukuran partikel filler 0,1-1 µm.
Resin komposit mikrofiller :
- Ukuran partikel filler 0,01-0,1 μm.
- Pemukaan halus , sifat fisik dan mekanis rendah.
- Ukuran yang kecil menjadikan kekuatan bahan terhadap fraktur
rendah namun permukaan halus dan mencapai estetik.
Resin komposit hybrid :
- Ukuran partikel filler 0,2-3 μm.
- Permukaan halus dan memiliki sifat fisik dan mekanis yang baik.
Ada 2 jenis komposit hybrid yaitu:
a. Mikrohybrid
Gabungan antara makrofiller dan mikrofiller yang dikembangan dakam
rangka
memenuhi kebutuhan restorasi yang kuat dan estetik sehingga membuat
resin ini
lebih unggul dari mikrofiller.
b. Nanohybrid
Gabungan antara mikrofiller dan nanofiller yang memiliki kekuatan dan
permukaan yang baik ketika dipoles.
Resin komposit nanofiller :
- Ukuran partikel filler 0,005-0,1μm.
- Permukaan paling halus , sifat fisik dan mekanis hampir sama
seperti mikrofiller.
 Berdasarkan Polimerasi
- Resin komposit diaktivasi kimia

4
5

Resin ini disebut juga resin komposit self-cured, yang terdiri dari
dua pasta. Salah satu pasta berisi inisiator benzoyl peroxide dan
pasta lainnya berisi activator tertiary amine.
- Resin komposit diaktivasi oleh sinar
Bahan resin komposit yang dipolimerisasi dengan sinar dipasarkan
dalam bentuk suatu pasta dalam sebuah tube. Resin ini mudah
dimanipulasi karena mengeras bila sudah diaplikasikan sinar
(working time dapat dikontrol).
- Resin komposit dual-cured
Resin ini merupakan sistem dua pasta, yang mengandung inisiator
dan aktivator cahaya dan kimia (Sakaguchi et al, 2012),
(Anusavice, 2013).

2.3 Komposisi Resin Komposit


a. Matriks Organik : Bis-GMA, UDMA (20-40wt%) + insiator (CQ),
stabilizer, pigments. Matriks organik berguna untuk membuat ikatan
yang saling silang, membuat struktur polimer yang kuat, kaku dan
tahan lama.
b. Filler : Silikon dioksida, silikon boron, silikat alumunium lithium.
Filler berfungsi untuk reinforcement, mengurangi penyusutan,
mengurangi ekspansi dan kontraksi termal, mengontrol viskositas,
penurunan penyerapan, dan memberikan radiopacity. Ex :
kuarsa(kaca),silica larut,kaca seperti aluminosilikat, dan borosilikat.
c. Coupling Agent : Organosilane (3-methacryloxypropyl
trimethoxysilane). Ex : saline. Berfungsi memperkuat ikatan antara
filler dan matriks.
d. Sistem Fotoionisator dan Aktivator. Berfungsi menginisiasi proses
polimerisasi.
e. Inhibitor dan Stabilizer : MEHQ dan BHT. Berfungsi mencegah
terjadinya polimerisasi yang terlalu dini.
ex: BHT : (buthylates Hydroxytoluene).
- Pengerasan secara kimia (self curing composite)
6

1. Inisiator : benzoyl peroxide.


2. Activator : tertiary amine.
- Pengerasan dengan sinar (light curing agent)
1. Inisiator : camphoroquinone.
2. Activator: tertiary amine.
f. Pigmen : untuk membentuk oksidasi yang memberikan variasi pada
shade resin komposit.
g. Stabilisator : Berupa UV absorber untuk menstabilkan perubahan
warna (Anusavice K, 2013).

2.4 Kegunaan Resin Komposit


1. Restorasi gigi anterior dan posterior (langsung atau tidak langsung)
2. Untuk melappisi mahkota logam
3. Untuk membangun inti
4. Pengikatan braket orthodontic, restorasi cor terukir, mahkota keramik,
tiang inlay, onlay, dan laminasi.
5. Pit and fissure sealant
6. Perbaikan restorasi porselen yang terkelupas (Manappalil,2015).

2.5 Sifat Resin Komposit


1. Sifat Fisik
Sifat fisik resin komposit terdiri atas penyusutan polimerisasi
(polymerization shrinkage), sifat thermal, penyerapan air, kelarutan, warna dan
kestabilan warna.
a. Penyusutan Polimerisasi (Polymerization Shrinkage)
Terjadinya penyusutan polimerisasi ini diklaim dikarenakan adanya
kontraksi penekanan sebesar 13 MPa diantara permukaan gigi dan resin
komposit. Penyusutan ini mengakibatkan terjadinya celah kecil diantara
struktur gigi dan resin komposit yang berpotensi terjadinya keries sekunder
dan staining
marginal (Sakaguchi R, 2019).
7

b. Sifat Thermal
Koefisien termal ekspansi resin komposit adalah 25-38 x 10 -6 untuk bahan
pengisi kecil dan 55-68 x 10-6 untuk bahan pengisi halus (microfine).
Sedangkan konduktifitas thermal resin komposit partikel kecil adalah 25-30
x 10-4 kalori/detik/cm2 dan 12-15 x 10-4 kalori/detik/cm2 untuk resin
komposit partikel halus (Sakaguchi R, 2019).
c. Penyerapan Air
Penyerapan air adalah jumlah air yang diserap oleh bahan dalam kurun
waktu tertentu per satuan pemukaan atau per volume. Penyerapan air
tergantung pada kandungan filler di dalam resin komposit, semakin tinggi
kandungan filler, maka semakin sedikit penyerapan airnya (Heymann,
2011).
d. Kelarutan
Kelarutan adalah penurunan berat bahan per satuan luas permukaan atau per
volume akibat larutnya bahan atau disintegrasi bahan dengan saliva atau
cairan di dalam rongga mulut dalam kurun waktu tertentu. Kelarutan resin
komposit berkisar antara 0,25-2,5 mg/mm3. Hal ini mempermudah
terjadinya kerusakan, mengurangi ketahanan dan meningkatkan risiko abrasi
pada resin komposit (Sakaguchi R, 2019).
e. Kestabilan Warna
Penyesuaian warna dengan struktur gigi agar diperoleh tampilan klinis yang
estetis sangatlah penting. Retakan karena tekanan pada matriks polimer dan
pelepasan bahan pengisi karena hidrolisis mengakibatkan peningkatan
opasitas. Diskolorisasi juga dapat terjadi karena oksidasi dari pertukaran air
di dalam matriks polimer, atau sebagian polimer tidak bereaksi dengan
sistem akselerator dan inisiator (Sakaguchi R, 2019).

2. Sifat Mekanis
a. Kekuatan dan Elastisitas
8

Kekuatan resin komposit yang berkaitan langsung dengan penggunaannya


yaitu kekuatan kompresi (compressive strength), kekuatan tarik (tensile
strength), dan kekuatan fleksural (flexural strength). Kekuatan resin
komposit berhubungan dengan volume bahan pengisi, semakin tinggi
volume maka semakin tinggi pula kekuatan resin komposit (Sakaguchi R,
2019).
b. Kekerasan Permukaan
Kekerasan resin komposit berkaitan dengan ketahanan terhadap abrasi dan
berhubungan dengan kepadatan dan ukuran partikel dari bahan pengisi.
Besar kekerasan Vickers untuk resin hybrid adalah sekitar 90-100 MPa,
sedangkan resin komposit microfiller sekitar 30-40 MPa. Kekerasan
merupakan tolak ukur ketahanan resin komposit di dalam rongga mulut
dalam jangka panjang. Penurunan kekerasan permukaan bahan resin
komposit dapat mengakibatkan kerusakan dan pergantian restorasi (Jyothi,
2012).
c. Keausan
Pada saat pemakaian secara klinis, resin komposit akan berkontak dengan
gigi antagonis, makanan, dan cairan rongga mulut yang dapat menyebabkan
keausan dan degradasi. Sebuah studi terhadap pemakaian dan kondisi klinis
tiga sampai lima tahun resin komposit nanofiller telah terbukti menunjukkan
ketahanan aus yang mirip dengan enamel manusia (Sakaguchi R, 2019).

3. Sifat Biologis
a. Biokompatibilitas
Hampir semua komponen utama dari resin komposit (Bis-GMA, TEGDMA,
dan UDMA) bersifat sitotoksik. International Standard Operation (ISO)
melakukan pengujian terhadap toksisitas bahan kedokteran gigi dengan
merendam bahan resin komposit di dalam berbagai macam medium air dan
organik untuk melihat respon biologis dari bahan resin komposit (Sakaguchi
R, 2019).

4. Sifat Optis
9

a. Radiopacity
Beberapa partikel bahan pengisi seperti glass kuarsa, lithium-aluminium dan
silica merupakan bahan yang tidak radiopak, maka harus dicampur dengan
bahan pengisi lain agar menghasilkan radiopak. Pada komposisi nanofiller,
radiopacity dibuat menggunakan zirconia nanomerik (5-7 nm) ata dengan
memasukkan zirconia bersama nanocluster bersama silika (Sakaguchi R,
2019).

2.6 Manipulasi Resin Komposit


1. Kavitas dibersihkan dan dikeringkan, lalu Isolasi daerah kerja
menggunakan cotton roll.
2. Aplikasikan cavity clenser sebelum dan setelah pengetsaan
3. Aplikasikan pengetsaan dengan mikrobrush atau paper point dari email ke
dentin dengan menggunakan asam fosfat 30% hingga email terlihat
kepucatan atau memutih kurang lebih selama 15 detik , kemudian cuci
bersih dan keringkan.
4. Lakukan pemasangan Matrix Band (pada kelas II), atau seluloid strip pada
kelas III dan IV.
5. Lalu genangi bonding selama 10 detik hingga bahan bonding masuk dan
mengalir ke mikropit dan mikroporositas dan angina-anginkan dengan
enggunakan semprotan udara. Kemudian sinar dengan menggunakan Light
Curing selama 20 detik.
6. Aplikasikan komposit selapis demi selapis menggunakan plastis
instrument dan lakukan kondensasi dengan menggunakan kondensor,
kemudian sinari kembali selama 20 detik
7. Lakukan finishing dengan finishing bur untuk menghaluskan sisi yang
masih kasar, bagian proksimal (pada kelas II, III, IV dengan menggunakan
finishing strip). Kemudan cek oklusi dengan artivulating paper, apabila
masih terdapat traumatic maka bagian tersebut harus dikurangi.
8. Terakhir, polishing dengan menggunakan finishing strip sehingga
terbentuk bagian proximal (Bakar,2014).
10
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan
a. Visible light cure composite resin

b. Vaselin

3.2 Alat
a. LED light curing unit
b. Celluloid strip
c. Lempeng Kaca
d. Sonde
e. Plastic filling Instrument
f. Cetakan plastik diameter 6 mm, tebal 4 mm dan tebal 2 mm

Gambar alat dan bahan

10
11

3.3 Cara Kerja


a. Permukaan dalam cetakan diulasi dengan vaselin, kemudian cetakan
diletakkan di atas lempeng kaca.
b. Ambil sedikit pasta komposit dengan Plastic filling Instrument dan
masukkan di dalam cetakan tebal 2 mm, ulangi pengisian sampai cetakan
terisi penuh, perhatikan jangan sampai ada udara yang terjebak kemudian
permukaan diratakan.

c.

c. Letakan celluloid strip diatas cetakan.

d. Atur lama penyinaran pada LED light curing unit sesuai dengan lama
penyinaran visible light cure composite (mengikuti aturan pabrik) .

11
12

e. Letakan ujung fiber optic tip LED light curing unit sedekat mungkin atau
menempel pada permukaan komposit. Nyalakan sinar dan tunggu sampai
dengan lama waktu sesuai dengan pengaturan sebelumnya.

f. Periksa hasil curing resin komposit memakai sonde, dengan menggores atau
menusuk permukaan komposit yang dekat sinar, maupun daerah yang jauh
dengan sinar.

Proses Polimerisasi atau curing diketahui dengan menusuk atau menggores


permukaan komposit menggunakan ujung sonde, bila permukaan komposit
masih tergores maka dianggap proses polimerisasi komposit tidak sempurna.
13

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil praktikum


Data hasil pengamatan praktikum:

Ketebalan
Mould
Awal (mm) Akhir (mm)

6 mm 6,02 5,77

4 mm 4,25 3,28

2 mm 2,15 2,23 Hasil curing resin


komposit pada mould
ketebalan 6 mm didapatkan ketebalan awal 6,02 mm, setelah itu resin komposit
yang sudah curing tadi dikikis (scrapping) permukaan bagian bawahnya
menggunakan sonde atau spatula semen dan ketebalannya menjadi 5,77 mm
setelah dikikis.
Hasil curing resin komposit pada mould ketebalan 4 mm didapatkan
ketebalan awal 4,25 mm, setelah itu resin komposit yang sudah curing tadi
dikikis (scrapping) permukaan bagian bawahnya menggunakan sonde atau
spatula semen dan ketebalannya menjadi 3,28 mm setelah dikikis.
Hasil curing resin komposit pada mould ketebalan 2 mm didapatkan
ketebalan awal 2,15 mm, setelah itu resin komposit yang sudah curing tadi
dikikis (scrapping) permukaan bagian bawahnya menggunakan sonde atau
spatula semen dan ketebalannya menjadi 2,23 mm setelah dikikis.

4.2 Pembahasan
Berdasarkan proses polimerisasi resin komposit dibagi menjadi tiga
macam yaitu lightcured composite (aktivasi dengan menggunakan sinar), self-

13
14

cure composite (aktivasi secara kimia), dan dual-cured composite (diaktivasi


oleh sinar dan secara kimia). Proses polimerisasi (curing) pada lightcured
composite ada beberapa cara yaitu secara kimia, dengan sinar UV, sinar
tampak, dual-cure atau panas. Proses curing dengan sinar tampak mempunyai
limitasi penetrasi, sehingga perlu diperhatikan jenis sinar tampak yang
digunakan, intensitas sinar dan ketebalan tumpatan kompositnya (Razibi,
2017).

Light-cured komposit tersedia dalam bentuk pasta yang mengandung


monomer, komonomer, filler, dan inisiator yang stabil bila dipapar dengan
sinar ultraviolet (UV) atau visible light (sinar warna biru). Inisiator yang
terdapat pada komposit dengan aktivasi sinar UV adalah benzoin methyl eter
yang dapat menangkap panjang gelombang sinar UV. Molekul ini dapat
menyerap radiasi dan membentuk heterolytic decomposition yang dapat
membentuk radikal bebas. Sedangkan pada resin komposit dengan aktivasi
visible light terdapat radikal bebas pemulai reaksi yang terdiri atas
photosensitizer dan inisiator amine di dalam pastanya. Bila kedua komponen
tidak terpapar sinar, komponen tersebut tidak bereaksi. Namun, pemaparan
sinar dengan panjang gelombang 400-500 nm (sinar warna biru) dapat
menyebabkan terjadinya interaksi antara photosensitizer dengan amine untuk
membentuk radikal bebas yang mengawali polimerisasi selanjutnya (Mc Cabe,
2008; Anusavice, 2003).

Proses polimerisasi terjadi dalam tiga tahapan yaitu inisiasi dimana


molekul besar terurai karena proses panas menjadi radikal bebas. Proses
pembebasan tersebut menggunakan sinar tampak yang dimulai dengan
panjang gelombang 460–485 nm. Tahap kedua adalah propagasi, pada tahap
ini monomer yang diaktifkan akan saling berikatan sehingga tercapai polimer
dengan jumlah monomer tertentu. Tahap terakhir adalah terminasi dimana
rantai membentuk molekul yang stabil. Ada banyak cara yang dipakai untuk
menanggulangi proses penyusutan dan meningkatkan kekerasan seperti:
menambah bonding agent, menambah lapisan daya tahan elastis,
meningkatkan intensitas light curing, memakai teknik peletakan bahan resin
komposit lapis demi lapis, menggunakan monomer low-shrinking dan
15

memasukkan bahan fluoride pada monomer resin untuk mencegah terjadinya


marginal gaps pada kavitas (Susanto, 2005).

Penyinaran bahan resin komposit sedikitnya adalah 30–40 detik. Hal ini
diperlukan untuk mendapatkan polimerisasi yang maksimal. Walaupun proses
penyinaran atau polimerisasi oleh VLC sepenuhnya dikontrol oleh operator
yang dalam hal ini dokter gigi, teknik penyinaran seperti posisi dan arah sinar,
intensitas sinar, ketebalan bahan restorasi, dan lamanya waktu penyinaran
sering kurang dipahami. Penyinaran yang kurang akan mengakibatkan
mengerasnya lapisan luar saja dan menghasilkan lapisan yang tidak matang
atau lunak pada bagian dasar (Susanto, 2005).

Penyinaran yang tidak menyeluruh pada permukaan tumpatan resin


komposit juga akan menyebabkan penyusutan, hal ini dihubungkan dengan
berat molekuler dari monomer resin dan jumlah monomer yang berikatan
menjadi polimer resin. Intensitas sinar juga perlu diperhatikan, untuk itu ujung
alat sinar harus diletakkan sedekat mungkin dengan permukaan tumpatan (1
mm) tanpa menyentuhnya. Kekerasan bahan resin komposit juga ditentukan
oleh ketebalan bahan. Idealnya resin komposit sinar diletakkan sebagai bahan
restorasi sekitar 2–2,5 mm, dengan demikian sinar dapat menembus masuk
sampai lapisan yang paling bawah (Susanto, 2005).

Terdapat tiga kali percobaan yang dilakukan dalam praktikum ini, dengan
dua data sesuai (pada mould 6 mm dan 4 mm) dan satu data tidak sesuai (pada
mould 2 mm). Beberapa hal penting dapat mempengaruhi hasil percobaan
seperti intensitas sinar pada saat penyinaran yang rendah akan mempengaruhi
nilai kekuatan dari sinar itu sendiri, hal ini berakibat langsung terhadap
kekerasan bahan resin, dan menurunnya nilai intensitas sinar dapat
menyebabkan turunnya nilai kekerasan bahan tumpat resin komposit. Kedua
adalah pengaruh kelembaban tangan operator di ujung instrumen pada saat
meletakkan bahan resin komposit sinar ke dalam cetakan, hal ini
menyebabkan polimerisasi tidak dapat berlangsung dan nilai kekerasannya
akan menurun. Selain itu, pada data yang tidak sesuai, faktor kesalahan data
juga perlu diperhatikan. Hal ini dipengaruhi dari berbagai macam faktor
16

diantaranya adalah kesalahan dalam pembacaan data, kesalahan dalam


menggunakan alat pengukuran, kesalahan dalam perataan, dan perbedaan
kehalusan permukaan hasil curing resin komposit (Susanto, 2005).
16

Kompabilitas sumber cahaya dan material komposit telah menjadi subyek


dari beberapa penelitian dan perdebatan. Yang tersedia saat ini, material
komposit aktivasi cahaya menggunakan sistem katalis yang sama dan
kebanyak light-activation unit dirancang dengan intensitas tinggi pada panjang
gelombang yang relevan. Namun ada perbedaan pada kinerja antar unit
dengan variasi intensitas cahaya pada 470 nm hingga sepuluh kali (130-1300
lux pada 470 nm). Meskipun kedalaman penyinaran biasanya telah diukur
dengan sumber cahaya tertentu, tidak dapat menjamin bahwa kedalaman
penyinaran yang sama dapat dicapai dengan sumber cahaya yang berbeda (Mc
Cabe, 2008). Material dengan aktivasi sinar tampak sangat dipengaruhi
oleh intensitas sinar sehingga jarak penyinaran dapat mempengaruhi intensitas
yang dihasilkan LED. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan
jarak seminimal mungkin dengan material resin komposit agar polimerisasi
berlangsung dengan baik. Semakin jauh jarak penyinaran, maka polimerisasi
yang terjadi akan tidak sempurna. Monomer metal metakrilat dan
dimetilmetakrilat berpolimerisasi dengan mekanisme polimerisasi tambahan
diawali dengan adanya radikal bebas yang berasal dari reaksi kimia atau
pengaktifan energi eksternal dengan menggunakan sinar (light cured). Jika
panjang gelombang tidak sesuai, maka photosensitizer tidak dapat berinteraksi
dan berikatan dengan amine untuk membentuk radikal bebas yang mengawali
polimerisasi. Photosensitizer yang umum digunakan adalah champoroquinone
memiliki penyerapan 400nm – 500nm yang berada pada daerah biru sinar
tampak (Mc Cabe, 2008; Annusavice, 2003).

Karena kekerasan komposit 12 mm lebih rendah dari pada komposit 2 mm


dan 5 mm, penyinaran untuk cetakan yang lebih dalam harus dilakukan selapis
demi selapis agar terbentuk ikatan sempurna antar partikel sehingga tumpatan
tidak rapuh. Kedalaman lapisan yang normal adalah 2 mm, tetapi bila ingin
mendapatkan hasil yang lebih opaque dapat dilakukan penyinaran tiap 1 mm
lapisan (Mc Cabe, 2008).
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Bahan restorasi resin komposit telah banyak digunakan di dunia
Kedokteran Gigi modern. Bahan tersebut digunakan untuk merestorasi karies,
abrasi enamel, dan juga untuk estetika karena memiliki kesesuaian yang baik
dengan Gigi. Resin komposit berasal dari campuran dua bahan atau lebih yang
mempunyai sifat maupun struktur berbeda dengan tujuan memperoleh material
yang unggul dari struktur penyusunnya. Resin komposit dipolimerisasi melalui
tiga macam cara yaitu light-cured composite, self-cured composite, dan dual-
cured composited. Proses polimerisasi terjadi dalam tiga tahapan yaitu inisiasi
dimana molekul besar terurai karena proses panas menjadi radikal bebas titik
proses pembebasan tersebut menggunakan sinar tampak yang dimulai dengan
panjang gelombang 460-485 nm. Tahap kedua adalah propagasi, pada tahap ini
monomer yang diaktifkan akan saling berikatan sehingga tercapai polimer dengan
jumlah monomer tertentu. Tahap terakhir adalah terminasi dimana rantai
membentuk molekul yang stabil. Ada banyak cara yang dipakai untuk
menanggulangi proses penyusutan dan meningkatkan kekerasan seperti:
menambah bonding agent, menambah lapisan daya tahan elastis, meningkatkan
intensitas light curing, memakai teknik peletakan bahan resin komposit selapis
demi selapis, menggunakan monomer low shrinking dan memasukkan bahan
fluoride pada monomer resin untuk mencegah terjadinya marginal pada kavitas.
Penyinaran bahan resin komposit sedikitnya adalah 30-40 detik. Hal ini
diperlukan untuk polimerisasi yang maksimal. Penyinaran yang tidak menyeluruh
pada permukaan tumpatan resin komposit juga akan menyebabkan penyusutan.
Hal ini dihubungkan dengan berat molekul dari monomer resin dan jumlah
monomer yang berikatan menjadi polimer resin. Intensitas Sinar juga perlu
diperhatikan, untuk itu ujung alat Sinar harus diletakkan sedekat mungkin dengan
permukaan tumpatan sejauh 1 mm tanpa menyentuhnya. Kekerasan bahan resin

17
18

komposit juga ditentukan oleh ketebalan bahan. Idealnya Sinar resin komposit
diletakkan sebagai bahan restorasi sekitar 2-2,5 mm, dengan demikian dapat
menembus masuk sampai lapisan paling bawah. Dari hasil praktikum diketahui
bahwa hasil curing resin komposit pada mould ketebalan 6 mm didapatkan
ketebalan akhir 5,77. Selanjutnya, hasil curing resin komposit pada mould
ketebalan 4 mm didapatkan ketebalan akhir 3,28 mm. Selanjutnya hasil curing
resin komposit pada mould ketebalan 2 mm didapatkan akhir 2,23 mm. Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa mould yang tebal mempengaruhi intensitas
penyinarannya juga, semakin tebal mould maka semakin lama intensitas
penyiinarannya.

5.2 Saran
Dokter gigi harus mampu mengikuti perkembangan alat dan bahan
tumpatan yang terbaru agar dapat memberikan kepuasan terhadap restorasi gigi
pasien. Beberapa hal penting yang dapat mempengaruhi hasil percobaan tersebut
adalah intensitas sinar pada saat penyinaran yang rendah akan mempengaruhi nilai
kekuatan dari sinar itu sendiri, hal ini berakibat langsung terhadap kekerasan
bahan resin, dan menurunnya nilai intensitas sinar menyebabkan menurunnya
nilai kekerasan bahan tumpat resin komposit sinar. Kedua adalah pengaruh
kelembaban tangan operator di ujung instrumen pada saat meletakkan bahan resin
komposit sinar ke dalam cetakan, hal ini menyebabkan polimerisasi tidak dapat
berlangsung dan nilai kekerasannya akan menurun. Selain itu, pada data yang
tidak sesuai, faktor kesalahan data juga perlu diperhatikan. Hal ini dipengaruhi
dari berbagai macam faktor diantaranya adalah kesalahan dalam pembacaan data,
kesalahan dalam menggunakan alat pengukuran, kesalahan dalam perataan, dan
perbedaan kehalusan permukaan hasil curing resin komposit.
DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, KJ. 2003. Philip’s Science of Dental Materials. 11th ed. WB Saunders:
Missouri. pp: 401 – 411

Anusavice KJ. 2013. Phillip’s Science Of Dental Materials. 12th ed. St.Louis:
Saunders Elsevier

Anusavice K. Phillips Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Ed 10. Jakarta:
EGC; 2013.

Bakar A. 2014 Kedokteran Gigi Klinis Ed 2. Yogyakarta. Quantum Sinergis


Media.
Jyothi KN, Crasta S, Venugopal P. Effect of five commercial mouth rinses
on the microhardness of a nanofilled resin composite restorative material:
An in vitro study. J Conserv Dent: 2012; 214-7.

Heymann HO, Swift Jr EJ, Ritter AV. 2011. Sturdenvant’s art and science of
operative dentistry. 6th ed. Chapel Hill,NC: Elsevier

Istikharoh F. Dental Resin Komposit. Malang. UB Press: 2018.

Kafalia RF, et al. PENGARUH JUS JERUK DAN MINUMAN


BERKARBONASI TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN RESIN
KOMPOSIT ODONTO Dental Journal. 2017; 4(1): 38-43.

Sakaguchi R, Ferracane J, Powers JM. 2018. Craig’s Restorative Dental


Materials. 14th Edition. Missouri: Mosby Elsevier.

Permana DJ, Sujatmiko B, Yulianti R. Perbandingan Tingkat Kebocoran Mikro


Resin Komposit Bulk-Fill dengan Teknik Penumpatan Oblique Incremental
dan Bulk. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia. 2(3); Desember 2016.
MANAPPALLIL, John J. Basic dental materials. JP Medical Ltd, 2015.
McCabe JF, Walls AWG. 2008. Applied Dental Materials. Blackwell Publishing:
United States. pp: 196 – 224.
1

Razibi, N. D., Nahzi, M. Y. I., & Puspitasari, D. (2017). Perbandingan jarak


penyinaran dan ketebalan bahan terhadap kekerasan permukaan resin
komposit tipe bulk fill. Dentino, 2(2), 211-214.

Sakaguchi RC, Power JM. Craig’s Restorative Dental Material. Philadelphia:


Elsevier Mosby; 2012.

Sakaguchi R, Ferracane J. Powers J. 2019. Craig's Restorative Dental Material.


14t" Ed. Missouri: Elsevier
Susanto, A. A. (2005). Pengaruh ketebalan bahan dan lamanya waktu penyinaran
terhadap kekerasan permukaan resin komposit sinar (Effects of materials
thickness and length of light exposure on the surface hardness light-cured
composite resins). Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi), 38(1), 32-
35.

Anda mungkin juga menyukai