Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Resin Komposit


Istilah bahan komposit mengacu pada kombinasi tiga dimensi dari
sekurang-kurangnya dua bahan kimia yang berbeda dengan satu komponen
pemisah yang nyata diantara keduanya. Bila konstruksi tepat, kombinasi ini akan
memberikan kekuatan yang tidak dapat diperoleh bila hanya digunakan satu
komponen saja. Bahan restorasi resin komposit adalah suatu bahan matriks resin
yang di dalamnya ditambahkan pasi anorganik (quartz, partikel silica koloidal)
sedemikian rupa sehingga sifat-sifat matriksnya ditingkatkan (Powers dkk, 2003).
Dalam ilmu kedokteran gigi istilah resin komposit secara umum mengacu
pada penambahan polimer yang digunakan untuk memperbaiki enamel dan dentin.
Resin komposit digunakan untuk mengganti struktur gigi dan memodifikasi
bentuk dan warna gigi sehingga akhirnya dapat mengembalikan fungsinya. Resin
komposit dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu resin matriks, partikel bahan
pengisi, dan bahan coupling (Powers dkk, 2008).

2.2 Komposisi Resin Komposit


Komposisi resin komposit tersusun dari beberapa komponen. Kandungan
utama yaitu matriks resin dan partikel pengisi anorganik. Disamping kedua bahan
tersebut, beberapa komponen lain diperlukan untuk meningkatkan efektivitas dan
ketahanan bahan. Suatu bahan coupling (silane) diperlukan untuk memberikan
ikatan antara bahan pengisi anorganik dan matriks resin, juga aktivator-aktivator
diperlukan untuk polimerisasi resin. Sejumlah kecil bahan tambahan lain
meningkatkan stabilitas warna (penyerap sinar ultra violet) dan mencegah
polimerisasi dini (bahan penghambat seperti hidroquinon) (Philips, 2004).
Komponen-komponen tersebut diantaranya (Anusavice, 2004) :
1. Bahan utama/Matriks resin
Kebanyakan resin komposit menggunakan campuran monomer
aromatic dan atau aliphatic dimetacrylate seperti bisphenol A glycidyl

3
4

methacrylate (BIS-GMA), selain itu juga banyak dipakai adalah tryethylene


glycol dimethacrylate (TEGDMA), dan urethane dimethacrylate (UDMA)
adalah dimethacrylate yang umum digunakan dalam komposit gigi.
Perkembangan bahan restorasi kedokteran gigi (komposit) dimulai dari akhir
tahun 1950-an dan awal 1960, ketika Bowen memulai percobaan untuk
memperkuat resin epoksi dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem
epoksi, seperti lamanya pengerasan dan kecenderungan perubahan warna,
mendorong Bowen mengkombinasikan keunggulan epoksi (CH-O-CH2) dan
akrilat (CH2=CHCOO-).
Percobaan-percobaan ini menghasilkan pengembangan molekul BIS-
GMA. Molekul tersebut memenuhi persyaratan matrik resin suatu komposit
gigi.BIS-GMA memiliki viskositas yang tinggi sehingga membutuhkan
tambahan cairan dari dimethacrylate lain yang memiliki viskositas rendah yaitu
TEGDMA untuk menghasilkan cairan resin yang dapat diisi secara maksimal
dengan partikel glass. Sifatnya yang lain yaitu sulit melakukan sintesa antara
struktur molekul yang alami dan kurang melekat dengan baik terhadap struktur
gigi (Anusavice, 2004).
2. Filler
Dikenali sebagai filler inorganik. Filler inorganik mengisi 70 persen
dari berat material. Beberapa jenis filler yang sering dijumpai adalah berbentuk
manik-manik kaca dan batang, partikel seramik seperti quartz (SiO2), litium-
aluminium silikat (Li2O.Al2O3.4SiO2) dan kaca barium (BaO) yang
ditambahkan untuk membuat komposit menjadi radiopak.Ukuran partikel yang
sering dipakai berkisar antara 4 hingga 15m. Partikel yang dikategorikan
berukuran besar sehingga mencapai 60m pernah digunakan tetapi permukaan
tumpatan akan menjadi kasar sehingga mengganggu kenyamanan pasien.
Bentuk dari partikel juga terbukti penting karena manik-manik bulat
sering terlepas dari material mengakibatkan permukaan menjadi aus. Bentuk
filler yang tidak beraturan mempunyai permukaan yang lebih baik dan tersedia
untuk bonding dan dapat dipertahankan di dalam resin.
Penambahan partikel filler dapat memperbaiki sifat resin komposit :
5

a. Lebih sedikit jumlah resin, pengerutan sewaktu curing dapat dikurangi


b. Mengurangkan penyerapan cairan dan koefisien ekspansi termal
c. Memperbaiki sifat mekanis seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan dan
resisten terhadap abrasi (Anusavice,2004).
3. Coupling agent
Komponen penting yang terdapat pada komposit resin yang banyak
dipergunakan pada saat ini adalah coupling agent. Resin akrilik yang awal
digunakan tidak berfungsi dengan baik karena ikatan antara matriks dan filler
adalah tidak kuat. Melapiskan partikel filler dengan coupling agent contohnya
vinyl silane memperkuat ikatan antara filler dan matriks. Coupling agent
memperkuat ikatan antara filler dan matriks resin dengan cara bereaksi secara
khemis dengan keduanya. Ini membolehkan lebih banyak matriks resin
memindahkan tekanan kepada partikel filler yang lebih kaku. Kegunaan
coupling agent tidak hanya untuk memperbaiki sifat khemis dari komposit
tetapi juga meminimalisasi kehilangan awal dari partikel filler diakibatkan dari
penetrasi oleh cairan diantara resin dan filler.
Fungsi dari coupling agent adalah :
a. Memperbaiki sifat fisik dan mekanis dari resin
b. Mencegah cairan dari penetrasi kedalam filler-resin
(Anusavice,2004).
4. Bahan Penghambat Polimerisasi
Merupakan penghambat bagi terjadinya polimerisasi dini. Monomer
dimethacrylate dapat berpolimerisasi selama penyimpanan maka dibutuhkan
bahan penghambat (inhibitor). Sebagai inhibitor, sering digunakan
hydroquinone, tetapi bahan yang sering digunakan pada saat ini adalah
monometyhl ether hydroquinone (Anusavice,2004).
5. Penyerap ultraviolet (UV)
Ini bertujuan meminimalkan perobahan warna karena proses oksidasi.
Camphorquinone dan 9-fluorenone sering dipergunakan sebagai penyerap
UV(Anusavice,2004).
6

6. Opacifiers
Tujuan bagi penambahan opacifiers adalah untuk memastikan resin
komposit terlihat di dalam sinar-X. Bahan yang sering dipergunakan adalah
titanium dioksida dan aluminium dioksida (Anusavice,2004).
7. Pigmen warna
Bertujuan agar warna resin komposit menyamai warna gigi geligi asli.
Zat warna yang biasa dipergunakan adalah ferric oxide, cadmium black,
mercuric sulfide, dan lain-lain. Ferric oxide akan memberikan warna coklat-
kemerahan. Cadmium black memberikan warna kehitaman dan mercuric
sulfide memberikan warna merah (Anusavice,2004).

2.3 Klasifikasi Resin Komposit


Resin komposit dapat diklasifikasikan atas 2 bagian yaitu menurut ukuran
filler dan menurut cara aktivasi.

2.3.1 Berdasarkan Ukuran Filler


Menurut Combe (1992), berdasarkan filler yang digunakan, resin komposit
dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Resin Komposit Tradisional
Resin komposit tradisional juga dikenal sebagai resin konvensional.
Komposit ini terdiri dari partikel filler kaca dengan ukuran rat-rata 10-20 mikro
meter dan ukuran partikel terbesar adalah 40 mm. Terdapat kekurangan pada
komposit ini yaitu permukaan tambalan tidak bagus, dengan warna pudar
disebabkan partikel filler menonjol keluar dari permukaan.
2. Resin Komposit Mikrofiller
Resin mikrofiller pertama kali diperkenalkan pada ahkir tahun 1970,
yang mengandung coloidal silica dengan rata-rata ukuran partikel 0,02 mm dan
antara ukuran 0,01-0,05 mikro meter. Ukuran partikel yang kecil dimaksudkan
agar komposit dapat dipolish hingga menjadi permukaan yang sangat licin.
Ukuran partikel bermaksud bahan ini dapat menyediakan tempat atau luas
permukaan filler besar dalam kontak dengan resin.
7

3. Resin Komposit Hibrid


Komposit hibrid mengandung partikel filler berukuran besar dengan
rata-rata berukuran 15-20 mikrometer dan juga terdapat sedikit jumlah
colloidal silica, dengan ukuran partikel 0,01-0,05 mikrometer.
4. Resin Komposit Partikel Hibrid Ukuran Kecil
Untuk mendapatkan ukuran partikel yang kecil dari pada sebelumnya
telah diperbaikan metode dengan cara grinding kaca. Ini menyebabkan
pengenalan komposit yang mempunyai partikel filler dengan ukuran partikel
kurang dari 1 mikrometer, dan biasanya dikombinasikan dengan colloida silica.
Partikel berukuran kecil ini memungkinkan komposit dipolish permukaannya
sehingga menjadi lebih rata dibanding partikel filler berukuran besar. Komposit
ini dapat mencapai permukaan yang lebih rata, karena setiap permukaan kasar
dihasilkan dari partikel filler berukuran besar adalah lebih kecil dari beukuran
kecil.

2.3.2 Berdasarkan Cara Aktivasi


Menurut Combe (1992), cara aktivasi dari resin komposit dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Aktivasi Secara Khemis
Produk yang diaktivasi secara khemis terdiri dari dua pasta, satu
yang mengandung benzoyl peroxida (BP) initiator dan satunya lagi
mengandung aktivator aromatic amine tertier.
Pasta katalis dan base diletakan diatas mixing pad dan diaduk
dengan menggunakan instrument plastik selama 30 detik untuk
membenruk radikal bebas dan polimerisasi dimulai. Adonan yang telah
siap diaduk kemudian dimasukkan kedalam kavitas dengan menggunakan
instrumen plastik atau syringe.
2. Aktivasi Mempergunakan Cahaya
Sistem aktivasi menggunakan cahaya pertama kali
diformulasikan untuk sinar ultraviolet (UV) membentuk radikal bebas.
Pada masa kini komposit menggunakan curing sinar UV telah digantikan
8

dengan sistem aktivasi sinar tampak biru yang telah diperbaiki kedalaman
curingnya, massa kerja terkontrol, dan berbagai kebaikan lainnya.
Disebabkan kebaikan ini komposit yang menggunakan aktivasi sinar
tampak biru lebih banyak digunakan dibandingkan material yang
diaktivasi secara khemis.
Komposit yang menggunakan aktivasi dari sinar tampak terdiri
dari pasta tunggal yang diletakan dalam syringe tahan cahaya. Pasta ini
mengandung photosensitizer, comphorquinone (CQ) dengan panjang
gelombang diantara 400-500 nm dan amine yang menginisiasi
pembentukkan radikal bebas. Bila bahan ini terkontaminasi sinar tampak
biru (Visible Blue Light, panjang gelombang 400-500 nm/ secara
umumnya 458nm) memproduksi fase eksitansi dari photosensitizer dimana
akan bereaksi dengan amine untuk membentuk radikal bebas sehingga
terjadi polimerisasi lanjutan. Reaksi ini sangat cepat.
Working time bagi komposit ini juga tergantung pada operator.
Pasta hanya dikeluarkan dari tube pada saat ingin digunakan karena
terkena sinar pasta dapat menginisiasi polimerisasi. Pasta diisi kedalam
kavitas, disinari dengan sinar biru dan terjadi polimerisasi sehingga bahan
resin mengeras. Camphorquinone (CQ) menyerap sinar tampak dan
membentuk fase eksitasi dengan melepaskan elektron seperti amine.

2.4 Sifat-Sifat Resin Komposit


Sama halnya dengan bahan restorasi kedokteran gigi yang lain, resin
komposit juga memiliki sifat. Ada beberapa sifat – sifat yang terdapat pada resin
komposit, antara lain :

2.4.1 Sifat Fisik


Secara fisik resin komposit memiliki nilai estetik yang baik sehingga
nyaman digunakan pada gigi anterior. Selain itu juga kekuatan, waktu pengerasa
dan karakteristik permukaan juga menjadi pertimbangan dalam penggunaan bahan
ini . Sifat-sifat fisik tersebut diantaranya :
9

a. Warna
Resin komposit resisten terhadap perubahan warna yang
disebabkan oleh oksidasi tetapi sensitive pada penodaan. Stabilitas warna
resin komposit dipengaruhi oleh pencelupan berbagai noda seperti kopi,
teh, jus anggur, arak dan minyak wijen. Perubahan warna bisa juga terjadi
dengan oksidasi dan akibat dari penggantian air dalam polimer
matriks.Untuk mencocokan dengan warna gigi, komposit kedokteran gigi
harus memiliki warna visual (shading) dan translusensi yang dapat
menyerupai struktur gigi. Translusensi atau opasitas dibuat untuk
menyesuaikan dengan warna email dan dentin (Anusavice,2004).
b. Strength
Tensile dan compressive strength resin komposit ini lebih
rendah dari amalgam, hal ini memungkinkan bahan ini digunakan untuk
pembuatan restorasi pada pembuatan insisal. Nilai kekuatan dari masing-
masing jenis bahan resin komposit berbeda(Anusavice,2004).
c. Setting
Dari aspek klinis setting komposit ini terjadi selama 20-60 detik
sedikitnya waktu yang diperlukan setelah penyinaran. Pencampuran dan
setting bahan dengan light cured dalam beberapa detik setelah aplikasi
sinar. Sedangkan pada bahan yang diaktifkan secara kimia memerlukan
setting time 30 detik selama pengadukan. Apabila resin komposit telah
mengeras tidak dapat dicarving dengan instrument yang tajam tetapi
dengan menggunakan abrasive rotary (Anusavice,2004).

2.4.2 Sifat Mekanis


Sifat mekanis pada bahan restorasi resin komposit merupakan faktor yang
penting terhadap kemampuan bahan ini bertahan pada kavitas. Sifat ini juga harus
menjamin bahan tambalan berfungsi secara efektif, aman dan tahan untuk jangka
waktu tertentu. Sifat-sifat yang mendukung bahan resin komposit diantaranya
yaitu :
a. Adhesi
10

Adhesi terjadi apabila dua subtansi yang berbeda melekat sewaktu


berkontak disebabkan adanya gaya tarik – menarik yang timbul antara
kedua benda tersebut. Resin komposit tidak berikatan secara kimia dengan
email. Adhesi diperoleh dengan dua cara. Pertama dengan menciptakan
ikatan fisik antara resin dengan jaringan gigi melalui etsa. Pengetsaan pada
email menyebabkan terbentuknya porositas tersebut sehingga tercipta
retensi mekanis yang cukup baik. Kedua dengan penggunaan lapisan yang
diaplikasikan antara dentin dan resin komposit dengan maksud
menciptakan ikatan antara dentin dengan resin komposit tersebut (dentin
bonding agent) (Anusavice,2004).
b. Kekuatan dan Keausan
Kekuatan kompresif dan kekuatan tensil resin komposit lebih
unggul dibandingkan resin akrilik. Kekuatan tensil komposit dan daya
tahan terhadap fraktur memungkinkannya digunakan bahan restorasi ini
untuk penumpatan sudut insisal. Akan tetapi memiliki derajat keausan
yang sangat tinggi, karena resin matriks yang lunak lebih cepat hilang
sehingga akhirnya filler lepas (Anusavice,2004).

2.4.3 Sifat Khemis


Resin gigi menjadi padat bila berpolimerisasi. Polimerisasi adalah
serangkaian reaksi kimia dimana molekul makro, atau polimer dibentuk dari
sejumlah molekul – molekul yang disebut monomer.Inti molekul yang terbentuk
dalam sistem ini dapat berbentuk apapun, tetapi gugus metrakilat ditemukan pada
ujung – ujung rantai atau pada ujung – ujung rantai percabangan. Salah satu
metakrilat multifungsional yang pertama kali digunakan dalam kedokteran gigi
adalah resin Bowen (Bis-GMA) (Anusavice, 2004).

2.5 Tahapan Preparasi Restorai Resin Komposit


1. Tahapan Isolasi
Isolasi daerah kerja merupakan suatu keharusan. Gigi yang dibasahi
saliva dan lidah akan menggangu penglihatan. Beberapa metode tepat
11

digunakan untuk mengisolasi daerah kerja yaitu saliva ejector, gulungan


kapas atau cotton roll,dan isolator karet atau rubbedam (Baum, 1997).
a. Saliva Ejector
Alat ini mempuyai diameter 4 mm. Digunakan untuk menghisap
saliva yang tertumpuk didalam mulut. Penggunaan saliva ejector adalah
ujungnya dari diletakkan didasar mulut. Pada posisi initer kadang
membuat pasien tidak nyaman karena diletakkan terus menerus didasar
mulut, di bawah tekanan negatif yang konstan dapat menarik jaringan
lunak dan menimbulkan lesi jaringan lunak (Baum, 1997).

b. Gulungan Kapas atau Cotton Roll


Gulungan Kapas atau Cotton Roll digunakan kedokteran gigi
memiliki beberapa ukuran panjang dan besar. Namun yang

11
seringdigunakan adalah cotton roll nomor 2 dengan panjang inchi dan
2

3
diameter inchi. Cotton roll dapat menyerap saliva cukup efektif
8
12

sehingga menghasilkan isolasi jangka pendek pada rongga mulut.


Biasanya cotton roll harus sering diganti karena akan sering terbashi oleh
saliva. Penggunaan cotton roll bersama saliva ejector efektif dalam
meminimalkan aliran saliva (Baum, 1997).
c. Isolator karet atau Rubber Dam
Dari semua metode isolasi daerah kerja tidak ada yang seefektif
dari rubber dam. Lembaran karet inidengangigi-gigi yang menonjol
melalui lubang pada lembaran itu memberikan isolasi yang positif dan
jangka panjang pada gigi yang perlu dirawat. Penggunaan dari rubber dam
merupakan keharusan untuk prosedur operatif. Rubber dam terdiridari 2
bagian yaitu isolator karet dan klem.

2. Pembersihan Gigi
Gigi dibersihkan dengan rubber cups dan pumice yang dicampur
dengan air. Bila ada karang gigi dibersihkan terlebih dahulu (Baum, 1997).
3. Tahap preparasi
Gigi fraktur Karena trauma dibuat bavel pada seluruh tepi enamel
selebar 2-3 mm dari tepi kavitas dengan diamond fissure bur dengan sudut
450Gigi dengan karies dibersihkan dengan diamond fissure bur atau
excavator, kemudin dibuat bevel seperti di atas.
13

Tahap pertama adalah memperoleh akses ke dentin yang terkena


karies. Untuk kasus kelas III akses diperoleh dari pembuangan ridge palatal
karena ridge ini tidak didukung oleh dentin yang sehat. Dinding labial sedapat
mungkin dipertahankan mengingat sampai saat ini tak satupun warna bahan
restorasi yang sama persis dengan warna gigi. Akses dari palatal memang
lebih menyusahkan operator namun akses dari labial jarang sekali dilakukan
karena akan menghasilkan estetika yang tidak begitu baik. Akses langsung
bisa dilakukan jika gigi tetangganya tidak ada (Baum, 1997).
Setelah akses tahap selanjutnya adalah pembuatan ragangan kavitas
atau outlinef orm.Ragangan pada kasus ini hanya dibuat berdasarkan
perluasan kariesnya yang mengenai email dan dentin. Semua email dan dentin
yang sebenarnya tidak terserang karies tetapi kelihatannya sudah lemah harus
dihilangkan.Perluasan kavitas ini sebagai langkah dari pencegahan atau
extension for prevention. Untuk kelas III pada tahap resisten yaitu pembuatan
bevel tidak perlu dilakukan karena menghindari jaringan yang terbuang dan
menghindari kontakdengan gigi tetap pada tetangga. Bentuk kavitas biasanya
telah menyediakan retensi yang cukup tanpa membuat alur retensi khusus.
Bentuk retensi pada setiap kasus berbeda tergantung pada besar kavitasnya
apakah kecil atau besar retensi pada kelas III adalah undercut. Undercut
dibuat di dnding gingival aproksimal dan undercut pendek berupa pit di
dinding insisal. Pada restorasi plastis komposit proses pengetsaan juga
merupakan suatu retensi mekanis. Setelah preparasi selesai dilakukan tahap
selanjutnya perlu dilakukan pengecekan tepi kavitas agar tidakada email dan
dentin karies yang tersisa sehingga tidak menyebabkan karies sekunder.
Selanjutnya adalah pembersihankavitas, semua debris dan sisa preparasi
diirigasi dengan aquadest steril dan kemudian dikeringkan. Terakhir kavitas
14

perlu diperiksa lagi dari berbagai aspek sebelum dilakukan penumpatan


(Baum, 1997).

4. Pemberian Liner/ Basis


Basis adalah lapisan tipis yang diletakkan antara dentin dan atau pulpa
dengan restorasi. Perbedaan antara basis dan liner adalah ketebalan dan hal
yang mampu ditahannya. Jika basis dengan ketebalan yang lebih daripada
liner mampu menahan tekanan mekanik dari bahan restorasi selain juga
sebagai penahan termal, listrik dan kimiawi (Baum, 1997).
Pada restorasi resin komposit, perlu diplikasikan basis atau liner
karena sifat dari resin itu sendiri yang iritan terhadap pulpa sehingga perlu
adanya perlindungan sehingga bahan restorasi resin komposit ini tidak secara
langsung mengenai struktur gigi. Bahan basis atau liner yang biasanya
digunakan adalah kalsium hidroksida, terutama karies yang hampir mencapai
pulpa, karena sifatnya yang mampu merangsang pembentukan dentin
15

sekunder. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) sebagai liner berbentuk suspensi


dalam liquid organik seperti methyl ethyl ketone atau ether alcohol atau dapat
juga dalam larutan encer seperti methyl cellusose yang berfungsi sebagai
bahan pengental (Baum, 1997).
Liner ini diaplikasikan dalam konsistensi encer yang mengalir
sehingga mudah diaplikasikan ke permukaan dentin. Larutan tersebut
menguap meninggalkan sebuah lapisa tipis yang berfungsi memberikan
proteksi pada pulpa di bawahnya.Selain liner, perlindungan lain dapat berupa
basis. Basis yang dapat digunakan adalah basis dari kalsium hidroksida,
semen ionomer kaca, dan seng fosfat. Sebagai basis, kalsium hidroksida
berbentuk pasta yang terdiri dari basis dan katalis. Basisnya terdiri dari
calcium tungstate, tribasic calcium phosphate, dan zinc oxide dalam glycol
salycilate. Katalisnya terdiri dari calcium hydroxide, zinc oxide, dan zinc
stearate dalam ethylene toluene sulfonamide. Basis kalsium hidroksida yang
diaktivasi dengan sinar biasanya mengandung calcium hydroxide dan barium
sulfate yang terdispersi dalam resin urethane dimethacrylate. Kalsium
hidroksida sebagai basis mempunyai kekuatan tensile dan kompresi yang
rendah . dibandingkan dengan basis dengan kekuatan dan rigiditas yang
tinggi. Karena itulah, kalsium hidroksida tidak diperuntukkan untuk menahan
kekuatan mekanik yang besar, biasanya jika digunakan untuk memberikan
tahanan terhadap tekanan mekanik, harus didukung oleh dentin yang kuat.
Untuk memberikan perlindungan terhadap termis, ketebalan lapisan yang
dianjurka tidak lebih dari 0,5 mm. keuntungan dari penggunaan kalsium
hidroksida adalah sifat terapeutiknya yang mampu merangsang pembentukan
dentin sekunder (Baum, 1997).
5. Tahap Etsa Asam
a. Ulaskan bahan etsa (asam phospat 30%-50%) dalam bentuk gel/cairan
dengan pinset dan gulungan kapas kecil (cutton pellet) pada permukaan
enamel sebatas 2-3 mm dari tepi kavitas (pada bagian bevel).
b. Pengulasan dilakukan selama 30 detik dan jangan sampai mengenai gusi.
c. Dilakukan pencucian dengan air sebanyak 20 cc, menggunakan syiring.
16

d. Air ditampung dengan tampon atau cotton roll.


e. Setelah pencucian gigi dikeringkan dengan semprotan udara sehingga
permukaan tampak putih buram.

6. Tahap bonding
Ulaskan bahan bonding menggunakansponkecilataukuas / brush kecil
pada permukaan yang telah di etsa .Ditunggu± 10 detiksambil di semprot
udara ringan di sekitar kavitas (tidaklangsungmengenaikavitas) .Kemudian
dilakukan penyinaranselama 20 detik. Saat ini, pemakaian bahan adhesif pada
dentin telah meluas ke seluruh dunia dan perkembangannya pun bervariasi
didasarkan pada tahun pembuatan, jumlah kemasan dan sistem etsa (Baum,
1997).
Berdasarkan jumlah kemasan atau tempat penyimpanan, bahan adhesif
dibagi menjadi tiga yakni sistem tiga botol, dua botol dan satu botol. Pada
sistem tiga botol, bahan adhesif terdiri dari tiga botol bahan yang terpisah
yakni etsa, primer dan bonding. Sistem ini diperkenalkan pertama kali tahun
1990-an. Sistem ini menghasilkan kekuatan ikatan yang baik dan efektif.
Namun, kekurangan sistem ini adalah banyaknya kemasan yang ada di meja
unit dan waktu pemakaian yang lama dikarenakan sistem ini yang terdiri dari
tiga botol dan tidak praktis (Baum, 1997).
Sistem bahan adhesif lainnya yakni sistem dua botol yang terdiri dari

dua botol bahan yang terpisah yakni satu botol bahan etsa dan satu botol yang
17

merupakan gabungan antara primer dan bonding. Saat ini, sistem in

merupakan bahan adhesif yang paling banyak digunakan di praktek dokter

gigi. Hal ini dikarenakan sistem ini lebih simpel dan waktu pemakaiannya

lebih cepat. Disamping itu, ikatan yang dihasilkan cukup kuat.

Sistem bahan adhesif terakhir yakni sistem satu botol yang hanya
terdiri satu botol yang merupakan gabungan etsa, primer dan bonding. Sistem
ini merupakan sistem bahan adhesif yang terakhir kali keluar. Kelebihan
sistem ini adalah waktu pemakaian yang lebih cepat dan mudah
pengaplikasiannya dibandingkan dengan sistem bahan adhesif lainnya.
Namun, kekurangan sistem ini adalah kekuatan ikatan yang dihasilkan lebih
rendah (Baum, 1997).
7. Tumpatan Resin Komposit
Cara penumpatan kavitas di servikal gigi serupa dengan penumpatan
kavias oklusal. Walaupun tumpatannya nanti tidak akan menerima tekanan
kunyah oklusal, tekanan kondensasi tetap harus memadai agar alur-alur
retensi terisi dengan baik, sehingga tumpatan dapat bertahan lama.
Pengukiran pada tahap yang dini dapat dilakukan dengan sonde, kalau sudah
terlambat dengan alat Ward atau Hollenbach (Baum, 1997).
Hendaknya bentuk anatomi permukaan servikal dapat dikembalikan,
dan untuk itu dapat degunakan dengan pengukir dengan bilah cembung
misalnya pengukir Ward atau Hollenbach. Pengukiran dilakukan dengan jalan
mengukir tepi oklusal dan tepi gingival sendiri-sendiri sehingga terbentuknya
permukaan yang cekung dapat dicegah. Tumpatan lebih baik dibuat sedikit
cekung daripada overkontur kea rah gingival sebab hal ini akan menyebabkan
akumulasi plak dan merangsang timbulnya gingivitis (Baum, 1997).
8. Tahap Finishing dan Polishing Komposit
Finishing meliputi shaping, contouring, dan penghalusan restorasi.
Sedangkan polishing digunakan untuk membuat permukaan restorasi
mengkilat. Finishing dapat dilakukan segera setelah komposit aktivasi sinar
18

telahmengalami polimerisaasi atau sekitar 3 menit setelah pengerasan awal


(Baum, 1997).

Alat-alat yang biasa digunakan antara lain :


a. Alat untuk shaping : sharp amalgam carvers dan scalpel blades, seperti 12
atau 12b atau specific resin carving instrument yang terbuat dari carbide,
anodized aluminium, atau nikel titanium.
b. Alat untuk finishing dan polishing : diamond dan carbide burs, berbagai
tipe dari flexibe disks, abrasive impregnated rubber point dan cups, metal
dan plastic finishing strips, dan pasta polishing.

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Resin Komposit


2.6.1 Kelebihan Resin Komposit
 Warna dan tekstur material bisa disamakan dengan gigi pasien dengan
menambah material pengisi.
 Bisa digunakan untuk merubah warna, ukuran dan bentuk gigi.
 Tidak mengandung merkuri.
19

 Sangat bermanfaat untuk gigi anterior dan kavitas kecil pada gigi posterior
dengan beban gigitan yang tidak terlalu besar dan mementingkan estetis.
 Hanya sedikit gigi yang perlu dipreparasi untuk pengisian bahan tambalan
dibanding amalgam (Anusavice, 2003).

2.6.2 Kekurangan Resin Komposit


 Kurang daya tahan dibanding amalgam serta tidak begitu kuat dalam
menahan tekanan gigitan pada bagian posterior.
 Tidak bisa digunakan untuk tambalan yang besar.Lebih cepat aus
disbanding amalgam.
 Teknik etsa asam bisa melemahkan material polimer komposit.
 Kontras bahan tambalan komposit dan karies yang kurang menyebabkan
sukar untuk mendeteksi karies baru.
 Memerlukan ketrampilan serta biaya tinggi (Anusavice, 2003).

2.7 Indikasi dan Kontraindikasi Resin Komposit


2.7.1 Indikasi Resin Komposit
 Restorasi kelas I sampai V
 Sealent dan restorasi konservatif 
 Restorasi sementara
 Restorasi kavitas kecil dengan kebutuhan estetik yang tinggi, misalnya
sudut insisal
 Restorasi estetik, misalnya veneer, penutupan diastema, modifikasi kontur
gigi
 Bahan base lining
 Splinting
 Fiber composit untuk pin pasak
 Semen/luting (dual cure) (Cecilia, 1989).

2.7.2 Kontraindikasi Resin Komposit


20

 Gigi yang sudah tidak dapat dipertahankan, misalnya gigi goyang derajat 3
atau 4, gigi yang tidak mendapat cukup dukungan dari enamel dan dentin
 Gigi yang mendapat tekanan besar
 OH buruk
 Alergi resin komposit
 Pasien yang mempunyai control cairan yang buruk 
 Lesi distal pada caninus
 Lesi di proksimal yang terlalu dalam sehingga penyinaran sulit dilakukan
(Cecilia, 1989).

2.8 Pengaplikasian Resin Komposit


- Restorasin kelas I,II,III,IV, dan V
- Sebagai bahan basis lining dan core builtup
- Sebagai sealant pada restorasi resin preventif
- Restorasi estetis seperti, veneers,penutupan diastema, modifikasi kontur
gigi
- Semen untuk indirect resin
- Splinting
- Mahkota dan jembatan
- Menyambung gigi yang patah (trauma) (Anand, 2010).

2.9 Mekanisme Pengerasan Resin Komposit


Kepadatan yang terbentuk pada resin komposit melalui mekanisme
polimerisesi. Monomer metil metakrilat dan dimetil metakrilat berpolimerisasi
dengan mekanisme pilomerisai tambahan yang diawali oleh radikal bebas.
Radikal bebas dapat berasal dari aktivitas kimia atau pengaktifan energi eksternal
(panas atau sinar) karena komposit gigi penggunaan langsung biasanya
menggunakan aktivasi sinar atau kimia kedua sistem ini akan dibahas (Philips,
2004).
21

2.10 Mekanisme Perlekatan Resin Komposit pada Struktur Gigi


Jika sebuah molekul berpisah setelah penyerapan kedalam permukaan dan
komponen-komponen konstituen mengikat dengan ikatan ion atau kovalen. Ikatan
adhesive yang kuat sebagai hasilnya. Bentuk adhesive ini disebut penyerapan
kimia, dan dapat merupakan ikatan kovalen atau ion (Noort, 2007).
Selain secara kimia perlekatan pada resin komposit juga terjadi secara
mekanis atau retensi, perlekatan yang kuat antara satu zat dengan zat lainnya
bukan gaya tarik menarik oleh molekul. Contoh ikatan semacam ini seperti
penerapan yang melibatkan penggunaan skrup, baut atau undercut. Mekanisme
perlekatan antara resin komposit dengan permukaan gigi melalui dua teknik yaitu
pengetsaan asam dan pemberian bonding (Philips, 2004).

2.10.1 Teknik Etsa Asam


Etsa adalah cara yang betujuan untuk merubah keadaan permukaan
jaringan gigi. Etsa asam pada email membuat terbentuknya mikroporositas pada
permukaan email. Teknik etsa untuk meningkatkan kekuatan lekat tumpatan
komposit terhadap jaringan email (Anusavice, 2003). Bahan komposit yang ada
sekarang ini tidak memiliki kemampuan untuk menahan kebocoran tepi dan
kebocoran cairan mulut sering terjadi pada bagian yang berdekatan dengan
restorasi ini. Meskipun demikian, bahan tersebut juga merupakan restorasi yang
bermanfaat, meskipun bahan-bahan tersebut juga merupakan restorasi yang
bermanfaat, meskipun bahan-bahan tersebut amat sensitif terhadap teknik
(Anusavice, 2003).
Salah satu cara yang paling efektif dalam meningkatkan perlekatan
mekanis dan menutup tepi adalah dengan menggunakan teknik etsa asam.
Prosedur ini secara nyata memperluas penggunaan bahan restorasi berbasis resin
karena memberikan ikatan yang kuat antara resin dan email, membentuk basis
bagi kebanyakan prosedur inovatif kedokteran gigi, seperti resin logam berikatan
resin, vinir berlapis porselen dan braket ortodontik. Proses mendapatkan ikatan
antara email dan bahan restorasi berbasis resin mencakup melakukan etsa email
sehingga terjadi kelarutan pada tempat tertentu dengan mikroporus. Email teretsa
22

memiliki energi permukaan yang tinggi, tidak seperti permukaan email normal
dan memungkinkan resi dengan mudah membasahi permukaan serta menembus
sampai ke dalam mikroporus. Begitu resin menembus ke dalam mikroporus
tersebut, bahan akan terpolimerisasi untuk membentuk ikatan mekanik terhadap
email. Resig tag tersebut akan menembus 10-20µm ke dalam porus email.
Sejumlah asam telah digunakan untuk menghasilkan mikropors yang diinginkan,
tetapi asam yang secara universal digunakan adalah asam fosforik dengan
konsentrasi antara 30%-50%. Konsentrasi sebesar 37% merupakan konsentrasi
yang terbanyak di pasaran. Konsentrasi lebih dari 50% menyebabkan
pembentukan monokalsium fosfat monohidrat pada permukaan teretsa yang
menghambat kelarutan lebih lanjut. Lamanya waktu pemberian etsa bervariasi,
tergantung khususnya pada riwayat gigi. Sebagai contoh, gigi dengan kandungan
florida yang tinggi, yang berasal dari sumber airyang mendung flour mungkin
memerlukan waktu etsa yang lebih lama seperti juga gigi susu. Pada gigi susu,
peningkatan lamanya pemberian etsa diperlukan untuk menghasilkan pola etsa
pada email yang lebih aprismatik dibandingkan email gigi permanen (Anusavice,
2003).
Begitu gigi dietsa, asam harus dibilas dengan air selama 20 detik, dan
email dikeringkan dengan baik. Bila email sudah kering, harus terlihat permukaan
berwarna putih, seperti bersalju, menunjukkan bahwa etsa berhasil. Permukaan itu
harus dijaga tetap bersih dan kering sampai resin diletakkan untuk membentuk
ikatan yang baik. Karena email yang dietsa meningkatkan energi permukaan
email, kontaminasi mudah terjadi karena kecenderungan untuk mengurangi
tingkat energi pada permukaan teretsa. Penurunan potensial pada energi
permukaan ini membuat lebih sulit untuk membasahi permukaan dengan resin
bonding yang memiliki energi permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan
permukaan yang terkontaminasi. Jika terjadi kontaminasi, kontaminasi tersebut
harus segera dibersihkan, dan email dikeringkan serta dietsa kembali selama 10
detik (Anusavice, 2003).
Pengaruh ETSA terhadap permukaan enamel :
 Mempersiapkan permukaan enamel
23

 Melarutkan bahan luar enamel


 Melarutkan kalsium bagian tertentu dengan permukaan enamel

Hal yang perlu diperhatikan pada waktu etsa :


a. Alat untuk aplikasi yaitu Cotton pellet/brush kecil.
b. Cara
- Etsa diaplikasikan pada email selama 15-20 detik.
- Dicuci dengan semprotan air minimal 30 detik sebanyak 20cc.
- Dikeringkan dengan semprotan udara sampai terlihat berwarna
putih (porus) (Anusavice, 2003).

2.10.2 Macam dan Sifat Bahan Bonding


1. Bahan Bonding Email
Bahan bonding biasanya terdiri atas bahan matriks resin BIS-GMA
yang encer tanpa pasi atau hanya dengan sedikit bahan pengisi (pasi). Bahan
bonding email dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan membasahi
email yang teretsa. Umumnya kekentalan bahan ini berasal dari matriks resin
yang dilarutkan dengan monomer lain untuk menurunkan kekentalan dan
meningkatkan kemungkinan membasahi. Bahan ini tidak mempunyai potensi
perlekatan tetapi cenderung meningkatkan ikatan mekanis dengan membentuk
resin tag yang optimum pada email (Cabe, 1984).
Dulunya bahan bonding email dibuat dengan mengggabungkan
berbagai dimetakrilat berbeda seperti bis-GMA dan TEGDMA untuk
mengendalikan kekentalan Karena email dapat dijaga tetap kering, resin yang
agak hidrofobik ini bekerja dengan baik selama penggunaannya terbatas pada
email (Cabe, 1984).
2. Bahan Bonding Dentin
24

Dentin mempunyai hambatan besar terhadap ikatan perlekatan


dibandingkan email, karena dentin adalah jaringan hidup. Dentin bersifat
heterogen dan terdiri atas bahan anorganik (hidroksiapatit) 50% volume, bahan
organik (khususnya kolagen tipe 1) 30% volume, dan cairan 20% volume.
Kandungan air yang tinggi membuat persyaratan lebih ketat untuk bahan yang
dapat secara efektif menjembatani antara dentin dan bahan restorasi (Cabe,
1984).
Dentin bonding terdiri dari :
a. Dentin Conditioner
Fungsi dari dentin conditioner adalah untuk memodifikasi
smear layer yang terbentuk pada dentin selama proses preparasi
kavitas. Yang termasuk dentin conditioer antara lain asam maleic,
EDTA, asam oxalic, asam phosric dan asam nitric.
b. Bahan Primer
Primer bekerja sebagai bahan adhesive pada dentin bonding
agen yaitu menyatukan antara komposit dan kompomer yang bersifat
hidrofobik dengan dentin bersifat hidrofilik. Oleh karena itu primer
berfungsi sebagai prantara, dan terdiri dari monomer bifungsional
yang dilarutkan dalam larutan yang sesuai.
c. Sealer
Kebanyakan sealer dentin yang digunakan adalah gabungan
dari Bis-GMA dan HEMA. Bahan ini meningkatkan adaptasi bonding
terhadap permukaan dentin (Cabe, 1984).

Anda mungkin juga menyukai