Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiaan yang dilakukan oleh dokter dan dokter
gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Untuk dapat menjalankan
praktik kedokteran dan kedokteran gigi, setiap dokter dan dokter gigi harus memiliki surat
izin praktik yang telahmemenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik keredokteran SIP
sementara diberikan kepada dokterdan dokter gigi yang menunda masa bakti atau dokter
spesialis gigi yang menunggu penempatan dan menjalankan praktik kedokteran di RS
pendidikan dan jejaringnya berlaku untuk 6 (enam) bulan. SIP khusus diberikan kepada
dokter dan dokter gigi secara kolektif ke PPDS dan PPDGS yang menjalankan praktik
kedokteran di RS pendidikan dan jejaringan serta sarana pelayanan kesehatan yang
ditunjuk. SIP tidak diperlukan pada pelayanan medis oleh suatu pelayanan kesehatan,
bakti sosial, penanganan korban bencana alam, atau tugas kenegaraan yang bersifat
insidentil setelah diberitahukan dahulu ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Hanafiah dan
Amir, 2008).
Akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap dokter dengan dakwaan melakukan
malpraktik makin meningkat dimana-mana, termasuk di negara kita. Maraknya pengaduan
tersebut selain disebabkan oleh meningkatnya kesadaran hukum dan kesadaran akan hak-
hak pasien, adalah karena masyarakat menganggap kegagalan upaya penyembuhan yang
dilakukan dokter terhadap pasien identik dengan kegagalan tindakan medik. Padahal
dokter tidak dapat disalahkan jika ia telah melaksanakan tugas profesinya sesuai dengan
standar pelayanan medik, sesuai dengan standar prosedur yang telah disepakati oleh
organisasi profesinya dan Rumah Sakit tempat ia bekerja (Hanafiah dan Amir, 2008).

Seorang dokter tidak menjamin hasil akhir upayanya yang sungguh-sungguh untuk
kesembuhan pasien atau meringankan penderitaan pasiennya. Jadi, jika terjadi komplikasi
tidak terduga, cedera, bahkan pasiennya meninggal dunia dokter tidak dapat dituntut.
Yang penting dokter telah bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan dan keselamatan pasien. Sedangkan pengertian
malpraktik itu sendiri adalah menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak lege
artis, tidak tepat atau kelalaian atau kegagalan seorang dokter untuk mempergunakan

1
tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati
pasien atau orang cedera menurut ukuran di lingkungannya yang sama (Hanafiah dan
Amir, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


Apakah penyalahgunaan profesi dapat mengakibatkan malpraktek dalam pelayanan
medis.
1.3 Tujuan
Agar mahasiswa kedokteran gigi dapet mengetahui dan mengetahui tugasnya sebagau
seorang dokter gigi sehingga dapat menghindari malpraktek
1.4 Hipotesa
penyalahgunaan profesi dapat mengakibatkan malpraktek dalam pelayanan medis.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Malpraktik

2.1.1 Definisi Malpraktik

Malapraktik adalah kelalaian kaum profesi yang teerjadi dalam melaksanakan


profesinya. Seseorang dianggap lalai, apabila ia telah bertindak kurang hati-hati, sembrono, acuh
terhadap kepentingan orang lain,walaupun tidak dilakukan dengan sengaja dan akibat itu tidak
dikehendaknya. Kalau unsur kelalaian itu dijadikan alasan untuk mengadukan dokter ke
pengadilan, maka terjadi apa yang disebut ”tuduhan malapraktik”. Jadi kelalaian adalah suatu
kejadian akibat dokter tidak menjalankan tugas profesinya sebagaimana harusnya (Hanafiah,1999).

Dokter dikatakan melakukan malapraktik jika (Hanafiah,1999)

1. dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang umum berlaku di kalangan profesi
kedokteran
2. memberikan pelayanan kedokteran di bawah standart profesi
3. melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan yang tidak hati-hati
4. melakukan tindak medis yang bertentangan dengan hukum

2.1.2 Tindakan Medik

Tindakan medik adalah tindakan profesional oleh dokter terhadap pasien dengan tujuan
memelihara, meningkatkan, memulihkan kesehatan, atau menghilangkan atau mengurangi
penderitaan. Meski memang harus dilakukan, tetapi tindakan medik tersebut adakalanya atau
sering dirasa tidak menyenangkan. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang seharusnya hanya
boleh dilakukan oleh tenaga medis, karena tindakan itu di tunjukan kepada pasien yang mengalami
gangguan kesehatan. Suatu tindakan medik adalah keputusan etik dilakukan oleh manusia kepada
manusia lain, yang umumnya memerlukan pertolongan keputusan tersebut berdasarkan
pertimbangkan atas beberapa alternatif yang ada. Keputusan etik ada 3 syarat, yaitu bahwa
keputusan tersebut harus benar sesuai ketentuan yang berlaku, dan harus baik tujuan dan
akibatnya, dan keputusan tersebut harus tepat sesuai konteks dan situasi dan kondisi saat itu,
sehingga dapat6 dipertanggung jawabkan (Yunanto, Helmi, 2010).

3
2.1.3 Jenis-Jenis Malapraktik

Berpijak pada hakekat malpraktek adalan praktik yang buruk atau tidak sesuai dengan
standar profesi yang telah ditetepkan, maka ada bermacam-macam malpraktek yang dapat dipiah
dengan mendasarkan pada ketentuan hukum yang dilanggar, walaupun kadang kala sebutan
malpraktik secara langsung bisa mencakup dua atau lebih jenis malpraktik. Secara garis besar
malpraktik dibagi dalam dua golongan besar yaitu malpraktik medik (medical malpractice) yang
biasanya juga meliputi malpraktik etik (etichal malpractice) dan malpraktik yuridik (yuridical
malpractice). Sedangkan malpraktik yurudik dibagi menjadi tiga yaitu malpraktik perdata (civil
malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktik administrasi Negara
(administrative malpractice) (Hanafiah,1999).

1. Malpraktik Medik (medical malpractice)


John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of professional negligence in
whice miserable injury occurs to a plaintiff patient as the direct result of an act or omission by
defendant practitioner. (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian professional yang
menyebabkan terjadinya luka berat pada pasien / penggugat sebagai akibat langsung dari perbuatan
ataupun pembiaran oleh dokter/terguguat) (Hanafiah,1999).

Sedangkan rumusan yang berlaku di dunia kedokteran adalah Professional misconduct or


lack of ordinary skill in the performance of professional act, a practitioner is liable for demage or
injuries caused by malpractice. (Malpraktek adalah perbuatan yang tidak benar dari suatu profesi
atau kurangnya kemampuan dasar dalam melaksanakan pekerjaan. Seorang dokter bertanggung
jawab atas terjadinya kerugian atau luka yang disebabkan karena malpraktik), sedangkan junus
hanafiah merumuskan malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan
tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau
orang yang terluka menurut lingkungan yang sama (Hanafiah,1999).

2. Malpraktik Etik (ethical malpractice)


Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran,
sebagaimana yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat
standar etika, prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter (Hanafiah,1999).

3. Malpraktik Yuridis (juridical malpractice)


Malpraktik yuridik adalah pelanggaran ataupun kelalaian dalam pelaksanaan profesi
kedokteran yang melanggar ketentuan hukum positif yang berlaku (Hanafiah,1999).

4
Malpraktik Yuridik meliputi:

a. malpraktik perdata (civil malpractice)

Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban (ingkar janji) yaitu tidak
memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Tindakan dokter yang dapat
dikatagorikan sebagai malpraktik perdata antara lain :
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan
b. Melakukan apa yang disepakati dilakukan tapi tidak sempurna
c. Melakukan apa yang disepakati tetapi terlambat
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatan tidak seharusnya dilakukan (Hanafiah,1999).

b. Malpraktik Pidana (criminal malpractice)

Malpraktik pidana terjadi, jika perbuatan yang dilakukan maupun tidak dilakukan memenuhi
rumusan undang-undang hukum pidana. Perbuatan tersebut dapat berupa perbuatan positif
(melakukan sesuatu) maupun negative (tidak melakukan sesuatu) yang merupakan perbuatan
tercela (actus reus), dilakukan dengan sikap batin yang slah (mens rea) berupa kesengajaan atau
kelalauian. Contoh malpraktik pidana dengan sengaja adalah :
a. Melakukan aborsi tanpa tindakan medik
b. Mengungkapkan rahasia kedokteran dengan sengaja
c. Tidak memberikan pertolongan kepada seseorang yang dalam keadaan darurat
d. Membuat surat keterangan dokter yang isinya tidak benar
e. Membuat visum et repertum tidak benar
f. Memberikan keterangan yang tidak benar di pengadilan dalam kapasitasnya sebagai ahli

Contoh malpraktik pidana karena kelalaian:


a. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan gunting tertinggal diperut
b. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan pasien luka berat atau meninggal

c. Malpraktik Administrasi Negara (administrative malpractice)

Malpraktik administrasi terjadi jika dokter menjalankan profesinya tidak mengindahkan


ketentuan-ketentuan hukum administrasi Negara. Misalnya:
a. Menjalankan praktik kedokteran tanpa ijin
b. Menjalankan praktik kedokteran tidak sesuai dengan kewenangannya
c. Melakukan praktik kedokteran dengan ijin yang sudah kadalwarsa.

5
d. Tidak membuat rekam medik (Hanafiah,1999).

2.1.4 Unsur-unsur yang menyebabkan malpraktek

Terdiri dari 4 unsur yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa malpraktek atau
kelalaian telah terjadi (Vestal.1995):
1.Kewajiban (duty): pada saat terjadinya cedera terkait dengan kewajibannya yaitu kewajiban
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.

Contoh: :
Perawat rumah sakit bertanggung jawab untuk:
a.Pengkajian yang aktual bagi pasien yang ditugaskan untuk memberikan asuhan keperawatan.
b.Mengingat tanggung jawab asuhan keperawatan professional untuk mengubah kondisi klien.
c.Kompeten melaksanakan cara-cara yang aman untuk klien.

2.Breach of the duty (Tidak melasanakan kewajiban): pelanggaran terjadi sehubungan dengan
kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar
profesinya.

Contoh:
a.Gagal mencatat dan melaporkan apa yang dikaji dari pasien. Seperti tingkat kesadaran pada saat
masuk.
b.Kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah
sakit.
c.Gagal melaksanakan dan mendokumentasikan cara-cara pengamanan yang tepat (pengaman
tempat tidur, restrain, dll)

3.Proximate caused (sebab-akibat): pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terkait


dengan cedera yang dialami klien.

Contoh:
Cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat
terhadap pasien atau gagal menggunakan cara pengaman yang tepat yang menyebabkan klien jatuh
dan mengakibatkan fraktur.

6
4.Injury (Cedera) : sesorang mengalami cedera atau kerusakan yang dapat dituntut secara hukum.

Contoh: :
Fraktur panggul, nyeri, waktu rawat inap lama dan memerlukan rehabilitasi.

2.1.5 Sanksi hukum

Tenaga kesehatan dan sarana kesehatan di mana pertindik ini di laksanakan,bertanggung


jawab atas pelaksanaan ketentuannya.oleh karena itu penyimpangan terhadap ketentuan yang
berlaku dapat berakibat jatuhnya sanksi hukum terhadap mereka yang bersalah (Konsil Kedokteran
Indonesia,2007).

a) Sanksi pidana

Seorang tenaga kesehatan yang menorehkan benda tajam,menusukkan jarum atau membius
pasien tanpa persetujuannya,dapat disamakan dengan melakukan penganiayaan,yang dapat dijerat
dengan pasal 351 KUHP, yang berbunyi:

1. penganiayaan dihukum dengn hukuman penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
denda paling banyak emapat ribu lima ratus rupiah
2. jika perbuatan itu berakibat luka berat,yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun.
3. jika perbuatan itu berakibat matinya orang,maka yang bersalah dipidana dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun
4. Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan dengan sengaja
percobaan melakukan kejahatan itu tidak dipidana (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

b) Sanksi perdata

Tenaga kesehatan atau saran kesehatan yang mengakibatkan kerugian bagi pasien ,dapat
digugat untuk mengganti kerugian yang diderita tersebut berdasarkan pasal 1356,1367,1370 atau
pasal 1371 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

Gugatan yang ditujukan kepada seorang dokter secara pribadi dapat dilakukan,apabila
dokter tersebut melakukan kesalahan di tempat praktik pribadi atau di sebuah rumah sakit di mana
statusnya adalah sebagai dokter tamu (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

7
Sedangkan gugatan yang ditujukan kepada pimpinan sarana kesehatan dapat
dilakukan,apabila kesalahan itu dilakukan oleh tengan kesehatan yang bekerja disitu.Namun
demikian ,sarana kesehatan yang dirugikan oleh tenaga kesehtan yang bekerja disitu dapat
menggugat tenaga kesehatan tersebut. Hal itu perlu diketahui.agar tenga kesehatan yang bekerja
disitu lebih berhati-hati di dalam menjalankan tugasnya (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

c) Sanksi administrasi

Pasal 13 Permenkes tentang Pertindik mengatur tentang sanksi administrasif yang isinya
adalah “Terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien atau
keluarganya,dapat dikenakan sanksi administrasif berupa pencabutan izin praktik” (Konsil
Kedokteran Indonesia,2007).

2.2 Kewenangan dan Kewajiban Dokter

Untuk memperoleh kewenangan, dokter yang akan berpraktik harus memiliki surat tanda
registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh konsil kedokteran Indonesia. Untuk memperoleh STR
diperlukan persyaratan:

a. Ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis dari institusi
pendidikan kedokteran yang terakreditasi. Khusus untuk lulusan luar negeri harus
melalui mekanisme evaluasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/ janji dokter atau dokter gigi di atas
kertas bermaterai.
c. Surat keterangan sehat fisik dan mental
d. Sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi, dan
e. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan etika profesi

Surat tanda registrasi bberlaku selama 5tahun. Registrasi ulang harus memenuhi persyaratan
seperti surat keterangan sehat fisik dan mental dan sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi.
Bentuk uji kompetensi regristasi ulang akan ditentukan oleh Kolegium (Pitono dkk,2008).

Dokter yang memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik
kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yaitu :

a. Mewawancarai pasien
b. Memeriksa fisik dan mental pasien
c. Menentukan pemeriksaan penunjang
d. Menegakkan diagnosis
e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien

8
f. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
g. Menulis resep obat dan alat kesehatan
h. Menulis surat keterangan dokter atau dokter gigi
i. Menyimpan obat dan alat kesehatan dalam jumlah dan jenis yang diizinkan
j. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah terpencil
yang tidak ada apotik (Pitono dkk,2008).

Sehubungan dengan kewenangan melakukan praktik tersebut, maka seorang dokter wajib
melakukan hal hal sebagai berikut:

a. Mengutamakan kepentingan pasien.


b. Memperlakukan pasien secara sopan dan penuh perhatian.
c. Menghormati martabat dan privasi pasien.
d. Mendengarkan pasien dan menghormati pandangan serta pendapatnya
e. Memberikan informasi kepada pasien secara jelas
f. Memberikan edukasi untuk meningkatkan kesehatan
g. Menghormati hak pasien dalam pengambilan keputusan tentang pelayanan yang akan
diberikan
h. Mempertahankan dan memperbaharui pengetahuan serta keterampilan profesi
i. Menyadari keterbatasan kompetensi profesi
j. Dapat dipercaya dan jujur
k. Menghormati dan menyimpan informasi rahasia pasien
l. Menghormati agama dan kepercayaan pasien
m. Senantiasa berusaha mengurangi resiko yang akjan menimpa pasien
n. Menghindari penyalahgunaan wewenang sebagai dokter
o. Bekerjasama antar sejawat untuk melayani kedokteran terbaik
p. Melaksanakan praktik kedokteran sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
q. Melakukan pertolongan darurat atas dasar peri kemanusiaan kecuali jika ada orang
lain yang bertugas yang mampu melakukannya Setiap dokter harus siap
mempertanggung jawabkan setiap tindakan yang dilakukan (Pitono dkk,2008).

2.3 Perawat Gigi

2.3.1 Pengertian Perawat Gigi


Perawat Gigi adalah salah satu unsur pemberi pelayanan kesehatan gigi di institusi
pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya yang

9
secara nyata telah membaktikan dirinya di Indonesia sejak tahun 1953 yaitu pada
kelulusan pertama Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG).
Pada tahun 1953 SPRG meluluskan Perawat Gigi yang pertama dan setiap
tahunnya institusi SPRG yang ada di seluruh Indonesia telah menghasilkan kira-kira 830
atau kurang lebih sejumlah 6300 orang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Definisi tersebut di atas juga dinyatakan di dalam PP No. 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan pada Bab 1 Pasal 1 Ayat (1). Berdasarkan ketentuan di atas, Perawat
Gigi termasuk kategori tenaga kesehatan karena Perawat Gigi memenuhi kriteria:
a. Mengabdikan dirinya di dalam bidang kesehatan gigi dan mulut
b. Memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui Pendidikan Perawat Gigi.
c. Memiliki kewenangan tertentu dalam melakukan asuhan kesehatan gigi dan mulut.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1035 Tahun 1998 tentang
Perawat Gigi dinyatakan:
1. Perawat Gigi adalah setiap orang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Perawat Gigi yang telah diakui oleh Pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan
persyaratan yang berlaku
2. Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga kesehatan dalam kelompok
keperawatan yang dalam menjalankan tugas profesinya harus berdasarkan Standar
Profesi
3. Perawat Gigi dalam menjalankan tugas profesinya diarahkan untuk meningkatkan
mutu dan kerja sama dengan profesi terkait.
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan tersebut di atas, maka Perawat Gigi merupakan
suatu profesi di dalam bidang kesehatan yang berarti bahwa Perawat Gigi adalah Tenaga
Kesehatan Profesional.
Keprofesionalan Perawat Gigi ditandai dengan :
1. Kemampuan yang didukung oleh pengetahuan teoritis tentang keperawatan gigi.
2. Terdidik dan terlatih di dalam menghadapi masalah dan melakukan tindakan yang
berkaitan dengan keperawatan gigi
3. Kewenangan yang dimiliki dalam melakukan tugas profesinya
4. Standar Profesi sebagai batasan aktivitas dan kode etik sebagai batasan moral
5. Misi pelayanan untuk kepentingan orang banyak.

2.3.2 Standar Kompetensi Perawat Gigi

10
Penyelenggaraan pendidikan berbagai jenis dan jenjang tenaga kesehatan
mempunyai tujuan yang mulia yaitu selain mencerdasakan bangsa juga memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan gigi. Pendidikan tenaga kesehatan gigi jenjang Diploma
seperti halnya Perawat Gigi termasuk dalam kelompok Pendidikan Profesional (PP RI
Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi) yang artinya pendidikan diarahkan
terutama pada kesiapan penerapan kemampuan tertentu berdasarkan tuntutan pasar kerja.
Standar profesi perawat gigi digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan
profesi secara baik dengan tujuan:
a. Memberikan pelayanan asuhan kesehatan gigi sesuai dengan tujuan, fungsi, dan
wewenang yang dimilikinya
b. Memberikan perlindungan kepada perawat gigi dari tuntutan hukum
c. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari mal praktek perawat gigi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perawat gigi di dalam melaksanakan peran
dan fungsinya harus mempunyai kompetensi (kemampuan inti Perawat Gigi).

2.4 Organisasi Profesi

Organisasi Profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia (lDI) untuk Dokter dan Persatuan Dokter
Gigi Indonesia (PDGI) untuk Dokter Gigi (Hanafiah dan Amir, 2008).
PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia) merupakan satu-satunya organisasi profesi
yang menghimpun dokter gigi di Indonesia. PDGI didirikan pada tanggal 22 Januari 1950
di Bandung, atau kini telah berusia lebih dari 50 tahun (Hanafiah dan Amir, 2008).

Pengurus Besar PDGI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta dan saat
ini memiliki 12 Pengurus Wilayah dan 119 Cabang PDGI di seluruh Indonesia. (terlampir)

Pada Kongres PDGI XXI tahun 2002 dilaporkan bahwa jumlah total anggota PDGI yang
tercatat di seluruh cabang adalah sebesar + 7000 anggota, atau merupakan 60% dari jumlah dokter
gigi se-Indonesia. Belum semua lulusan dokter gigi terdaftar sebagai anggota PDGI, tetapi dengan
akan diterapkannya sistem registrasi dokter gigi melalui Konsil Kedokteran Gigi Indonesia
(KKGI) diharapkan jumlah anggota PDGI akan bertambah (Hanafiah dan Amir, 2008).

Ditingkat Internasional PDGI merupakan “country member” pada berbagai organisasi antara
lain:
1. APDF/APRO (Asia Pacific Dental Federation/Asia Pacific Regional Organizations) –

11
Organisasi Dokter Gigi Regional
2. FDI (Federation Dentaire Internationale) – Organisasi Dokter Gigi se-dunia Pada tahun 2007,
Indonesia (PDGI) diharapkan menjadi tuan rumah untuk APDF Congress.

VISI

Menjadi organisasi yang terpandang secara nasional, regional dan global yang mengarahkan
dan mengayomi seluruh dokter gigi, demi tercapainya profesionalisme yang kompetitif

MISI
1. Membangun mekanisme, konsolidasi-koordinasi pusat sampai dengan cabang.
2. Meningkatkan aliasi strategis dengan pemangku kepentingan lokal, nasional dan
internasional dalam menunjang perkembangan keprofesian dan pembangunan
kesehatan.
3. Meningkatkan sistem dan pelaksanaan pendidikan profesi kedokteran gigi
berkelanjutan secara efisien dan merata.
4. Meningkatkan kapasitasi organisasi Pusat, Pengwil, Cabang.
5. Menetapkan standar profesi, standar pelayanan, standar kompetensi dan standar uji
kompetensi.
6. Sosialisasi dan pemantapan pelaksanaan UUPK No. 29 tahun 2004 serta Peraturan
maupun Kebijakan lain yang Terkait.
7. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam arti seluas-luasnya.

Tujuan PDGI

1. Menyumbangkan darma baktinya demi kepentingan bangsa dan  negara.


2. Meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut serta kesehatan umum dalam rangka
menunjang kesejahteraan rakyat Indonesia
3. Memajukan ilmu kedokteran gigi dalam arti yang seluas-luasnya 

Meningkatkan kesejahteraan anggota (Hanafiah dan Amir, 2008).

2.5 Organisasi yang mengeluarkan Surat Izin Praktik (SIP)

Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran pada sarana
pelayanan kesehatan atau praktik perseorangan wajib memiliki Surat Izin Praktek (SIP). SIP
merupakan bukti tertulis yang diberikan Dinas kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan
dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran. Praktik

12
kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien
dalam melaksanakan upaya kesehatan(Hanafiah dan Amir, 2008).

Surat praktik tersebut dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota. Izin hanya
diberikan untuk 3 (tiga) tempat pelayanan. Dalam undang-undang diatur pula bahwa bila dokter
atau dokter gigi berhalangan menjalankan praktik, ia harus membuat pemberitahuan atau
menunjuk dokter pengganti yang juga memiliki surat izin praktik(Hanafiah dan Amir, 2008).

Selama ini, para dokter mengetahui bila ia telah memiliki ijazah dokter, dokter gigi, dokter
spesialis, dan mempunyai surat izin dokter (SID) dan surat izin praktik kesehatan sesuai dengan
ijazah yang dimilikinya. Apalagi bila ia bertugas di rumah sakit, puskesmas atau di pusat
pelayanan kesehatan lainnya sehingga hanya ada satu dalam pemikirannya bahwa ia harus
menjalankan profesinya sesuai dengan misi yang di emban atau yang ditugaskan. Tidak terlintas
dalam pikirannya bahwa pada waktu menerima pasien sebetulnya telah terjadi transaksi
terapeutik(Hanafiah dan Amir, 2008).

Keadaan demikian dapat dipahami karena dahulu tidak pernah disampaikan dalam
pendidikan bahwa menerima dan mengobati pasien adalah suatu persetujuan atau transaksi di
bidang pengobatan yang mempunyai landasan hukum. Mungkin terasa lebih aneh bila hubungan
dokter dengan pasien demikian disebut sebagai kontrak dibidang kedokteran, sebab pengertian
kontrak selama ini lebih dekat pada pengertian sewa menyewa, jual beli, atau kontrak antara biro
bangunan atau pemborong dengan mesyarakat yang ingin membuat rumah atau bangunan
lainnya(Hanafia dan Amir, 2008).

Masalahnya adalah dalam pelayanan medik umumnya dokter melihat pasien atau
keluarganyalah yang datang meminta bantuan. Dan merupakan kewajiban dokter untuk
memberikan bantuan sesuai kemampuannya. Dokter tidak pernah membuat suatu perjanjian
tertulis sebelum mengobati pasien, kecuali persetujuan yang diperlukan dokter dirumah sakit
sebelum melakukan tindakan bedah(Hanafiah dan Amir, 2008).

Namun, keadaan itulah yang sekarang harus diketahui dan dipahami oleh para dokter.
Bahwa memang ada landasan hukum yang mengatur tentang hubungan antara dua pihak yang
bersepakat untuk mencapai suatu tujuan. Dalam bidang kedokteran hubungan ini terjalin di bidang
jasa dan disebut sebagai transaksi terapeutik, persetujuan terapeutik, dan kontrak
terapeutik(Hanafiah dan Amir, 2008).

2.5.1 Syarat Memperoleh SIP

Setiap calon dokter yang ingin membuka praktik, baik untuk dokter Puskesmas, rumah sakit
umum, speasialis, bahkan dokter swasta, wajib mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) dari Ikatan Dokter

13
Indonesia.  SIP diurusi oleh calon dokter yang ingin berpaktik, setelah mereka lulus kuliah, lulus uji
kompetensi Ikatan Dokter Indonesia Pusat, dan mendapatkan Surat Tanda Registrasi dari konsil
kesehatan pusat (Hanafiah dan Amir, 2008).

Sejak dikeluarkannya permenkes 512 thn 2007 sebagai kelanjutan dari PP 1419 th 2005 ,
untuk SIP tak lagi memakai surat keterangan Masa Bakti sebagai dokter PTT atau SK CPNS dan
sebagainya. Inilah syarat untuk pengurusan SIP menurut Permenkes 512 th 2007. Untuk memperoleh
SIP, dokter/dokter gigi yang bersangkutan harus mengajukan surat permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan dengan melampirkan :

1. Fotokopi  surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi yang diterbitkan dan
dilegalisir asli oleh Konsil Kedokteran Indonesia, yang masih berlaku.

2. surat pernyataan, mempunyai tempat praktik,  atau surat keterangan dari sarana pelayanan
kesehatan sebagai tempat praktiknya;

3. surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik;

4. pas foto berwarna ukuran 4 X 6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar.

SIP sementara diberikan kepada dokter dan dokter gigi yang menunda masa bakti atau
dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang menunggu penempatan dan menjalankan praktik
kedokteran di rumah sakit pendidikan dan jejaringnya berlaku untuk enam bulan (Hanafiah dan
Amir, 2008).

SIP khusus diberikan kepada dokter dan dokter gigi secara kolektif ke PPDS dan PPDGS
yang menjalankan praktik kedokteran di rumah sakit pendidikan dan jejaringnya serta sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk. SIP tidak diperlukan pada pelayanan medis oleh suatu sarana
pelayanan kesehatan, bakti sosial, penanganan korban bencana, atau tugas kenegaraan yang
bersifat insidentil setelah diberitahukan dahulu ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Hanafiah dan
Amir, 2008).

2.5.2 Surat Tanda Registrasi

Surat Tanda Registrasi adalah pencatatan resmi dokter dan dokter gigi yang telah memiliki
sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu, serta diakui secara hukum untuk
melakukan tindakan sesuai kompetensinya. Registrasi yang memenuhi persyaratan dan melewati
proses verifikasi, konfirmasi, validasi dan penandatanganan oleh Registar maka terbitlah Surat

14
Tanda Registrasi (STR). Surat Tanda Registrasi tersebut menjadi bukti tertulis yang diberikan oleh
KKI bagi dokter dan dokter gigi (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

Di Indonesia, seorang calon dokter gigi harus mengikuti pendidikan khusus di fakultas
kedokteran gigi selama kurang lebih 4 tahun untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi
(S.KG.). Kemudian harus mengikuti masa magang/kepaniteraan (ko-ass) di rumah sakit atau
sarana kesehatan lainnya selama kurang lebih 2 tahun untuk mendapatkan gelar dokter gigi (drg)
(Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) berdasarkan UU no. 29 Tahun 2004 tentang praktik
Kedokteran, telah dibentuk untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi, yang terdiri atas Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi. KKI bertanggung jawab kepada Presiden dan
berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

KKI mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan
dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
medis (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

KKI mempunyai tugas meregistrasi dokter dan dokter gigi, mengesahkan standar pendidikan
profesi dokter dan dokter gigi dan melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik
kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing
(Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil ditetapkan bersama
oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi,
asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi
rumah sakit pendidikan (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

KKI mempunyai wewenang:

a) menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi,


b) menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi,
c) mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi,
d) melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi,
e) mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi,
f) melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai
pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi,
g) melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh
organisasi profesi, atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.

15
Susunan organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas:

a) Konsil Kedokteran
b) Konsil Kedokteran Gigi.

Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi masing-masing terdiri atas 3 divisi yaitu:

a) divisi registrasi,
b) divisi standar pendidikan profesi,
c) divisi pembinaan.

Jumlah anggota Konsil Kedokteran Indonesia berjumlah 17 orang yang terdiri dari unsur-
unsur yang berasal dari :

a) Organisasi Profesi Kedokteran 2 orang,


b) Organisasi Profesi Kedokteran Gigi 2 orang,
c) Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran 1 orang,
d) Asosiasi Institusi Pendidikan Kedoktan Gigi 1 orang,
e) Kolegium Kedokteran 1 orang,
f) Kolegium Kedokteran Gigi 1 orang,
g) Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan 2 orang,
h) Tokoh Masyarakat 3 orang,
i) Departemen Kesehatan 2 orang,
j) Departemen Pendidikan Nasional 2 orang.

Keanggotaan KKI untuk pertama kali ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri Kesehatan
(pasal 84 Undang Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran).

2.6 Undang-Undang atau Dasar Hukum Keprofesian

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang “PRAKTIK


KEDOKTERAN”

Menimbang:
a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan

16
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Konsil Kedokteran
Indonesia,2007).
b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian
berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).
c. bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etik
dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus-menerus harus ditingkatkan
mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, lisensi, serta
pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).
d. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan
kesehatan, dokter, dan dokter gigi, diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik
kedokteran (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).
e. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk
Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

2.6.1 Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) UUD 1945;

Bab 1 Ketentuan Umum


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi
terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang
diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural, dan bersifat
independen, yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi.
4. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau
dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji
kompetensi.
5. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah memiliki sertifikat
kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk
melakukan tindakan profesinya.
6. Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi
setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.7. Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang

17
diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran
setelah memenuhi persyaratan.
8. Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi.
9. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang
dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.
10. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada dokter atau dokter gigi.
11. Profesi kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran
gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.
12. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi
Indonesia untuk dokter gigi.
13. Kolegium kedokteran Indonesia dan kolegium kedokteran gigi Indonesia adalah badan yang
dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas
mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.
14. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwenang untuk
menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan
disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi.
15. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan (Konsil
Kedokteran Indonesia,2007).

18
BAB III

KONSEP MAPPING

Tenaga kesehatan gigi dan mulut

Dokter gigi Perawat gigi

SIP Surat Izin kerja

Praktik Praktik

Sesuai sesuai Tidak sesuai


Tidak sesuai

Malpraktik Malpraktik

19
BAB IV

PEMBAHASAN

Malapraktik adalah kelalaian kaum profesi yang teerjadi dalam melaksanakan


profesinya.Seseorang dianggap lalai,apabila ia telah bertindak kurang hati-hati, sembrono, acuh
terhadap kepentingan orang lain,walaupun tidak dilakukan dengan sengaja dan akibat itu tidak
dikehendaknya. Kalau unsur kelalaian itu dijadikan alasan untuk mengadukan dokter ke
pengadilan, maka terjadi apa yang disebut”tuduhan malapraktik”. Jadi kelalaian adalah suatu
kejadian akibat dokter tidak menjalankan tugas profesinya sebagaimana harusnya (Hanafiah,1999).

Dokter dikatakan melakukan malapraktik jika (Hanafiah,1999)

1. dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang umum berlaku di kalangan profesi
kedokteran
2. memberikan pelayanan kedokteran di bawah standart profesi
3. melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan yang tidak hati-hati
4. melakukan tindak medis yang bertentangan dengan hukum

Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran pada sarana
pelayanan kesehatan atau praktik perseorangan wajib memiliki Surat Izin Praktek (SIP). SIP
merupakan bukti tertulis yang diberikan Dinas kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan
dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran. Praktik
kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien
dalam melaksanakan upaya kesehatan(Hanafiah dan Amir, 2008).

20
Surat praktik tersebut dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota. Izin hanya
diberikan untuk 3 (tiga) tempat pelayanan. Dalam undang-undang diatur pula bahwa bila dokter
atau dokter gigi berhalangan menjalankan praktik, ia harus membuat pemberitahuan atau
menunjuk dokter pengganti yang juga memiliki surat izin praktik(Hanafiah dan Amir, 2008).

Selama ini, para dokter mengetahui bila ia telah memiliki ijazah dokter, dokter gigi, dokter
spesialis, dan mempunyai surat izin dokter (SID) dan surat izin praktik kesehatan sesuai dengan
ijazah yang dimilikinya. Apalagi bila ia bertugas di rumah sakit, puskesmas atau di pusat
pelayanan kesehatan lainnya sehingga hanya ada satu dalam pemikirannya bahwa ia harus
menjalankan profesinya sesuai dengan misi yang di emban atau yang ditugaskan. Tidak terlintas
dalam pikirannya bahwa pada waktu menerima pasien sebetulnya telah terjadi transaksi
terapeutik(Hanafiah dan Amir, 2008).

Keadaan demikian dapat dipahami karena dahulu tidak pernah disampaikan dalam
pendidikan bahwa menerima dan mengobati pasien adalah suatu persetujuan atau transaksi di
bidang pengobatan yang mempunyai landasan hukum. Mungkin terasa lebih aneh bila hubungan
dokter dengan pasien demikian disebut sebagai kontrak dibidang kedokteran, sebab pengertian
kontrak selama ini lebih dekat pada pengertian sewa menyewa, jual beli, atau kontrak antara biro
bangunan atau pemborong dengan mesyarakat yang ingin membuat rumah atau bangunan
lainnya(Hanafia dan Amir, 2008).

Masalahnya adalah dalam pelayanan medik umumnya dokter melihat pasien atau
keluarganyalah yang datang meminta bantuan. Dan merupakan kewajiban dokter untuk
memberikan bantuan sesuai kemampuannya. Dokter tidak pernah membuat suatu perjanjian
tertulis sebelum mengobati pasien, kecuali persetujuan yang diperlukan dokter dirumah sakit
sebelum melakukan tindakan bedah(Hanafiah dan Amir, 2008).

Namun, keadaan itulah yang sekarang harus diketahui dan dipahami oleh para dokter.
Bahwa memang ada landasan hukum yang mengatur tentang hubungan antara dua pihak yang
bersepakat untuk mencapai suatu tujuan. Dalam bidang kedokteran hubungan ini terjalin di bidang
jasa dan disebut sebagai transaksi terapeutik, persetujuan terapeutik, dan kontrak
terapeutik(Hanafiah dan Amir, 2008).

Setiap calon dokter yang ingin membuka praktik, baik untuk dokter Puskesmas, rumah sakit
umum, speasialis, bahkan dokter swasta, wajib mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) dari Ikatan
Dokter Indonesia.  SIP diurusi oleh calon dokter yang ingin berpaktik, setelah mereka lulus kuliah,
lulus uji kompetensi Ikatan Dokter Indonesia Pusat, dan mendapatkan Surat Tanda Registrasi dari
konsil kesehatan pusat (Hanafiah dan Amir, 2008).
 

21
Sejak dikeluarkannya permenkes 512 thn 2007 sebagai kelanjutan dari PP 1419 th 2005 ,
untuk SIP tak lagi memakai surat keterangan Masa Bakti sebagai dokter PTT atau SK CPNS dan
sebagainya. Inilah syarat untuk pengurusan SIP menurut Permenkes 512 th 2007. Untuk
memperoleh SIP, dokter/dokter gigi yang bersangkutan harus mengajukan surat permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan dengan
melampirkan :

1. Fotokopi  surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi yang diterbitkan
dan dilegalisir asli oleh Konsil Kedokteran Indonesia, yang masih berlaku.

2. surat pernyataan, mempunyai tempat praktik,  atau surat keterangan dari sarana pelayanan
kesehatan sebagai tempat praktiknya;

3. surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik;

4. pas foto berwarna ukuran 4 X 6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar.

SIP sementara diberikan kepada dokter dan dokter gigi yang menunda masa bakti atau dokter
spesialis dan dokter gigi spesialis yang menunggu penempatan dan menjalankan praktik
kedokteran di rumah sakit pendidikan dan jejaringnya berlaku untuk enam bulan (Hanafiah dan
Amir, 2008).

SIP khusus diberikan kepada dokter dan dokter gigi secara kolektif ke PPDS dan PPDGS
yang menjalankan praktik kedokteran di rumah sakit pendidikan dan jejaringnya serta sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk. SIP tidak diperlukan pada pelayanan medis oleh suatu sarana
pelayanan kesehatan, bakti sosial, penanganan korban bencana, atau tugas kenegaraan yang
bersifat insidentil setelah diberitahukan dahulu ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Hanafiah dan
Amir, 2008).

Tenaga kesehatan dan sarana kesehatan di mana pertindik ini di laksanakan,bertanggung


jawab atas pelaksanaan ketentuannya.oleh karena itu penyimpangan terhadap ketentuan yang
berlaku dapat berakibat jatuhnya sanksi hukum terhadap mereka yang bersalah.

a) Sanksi pidana

Seorang tenaga kesehatan yang menorehkan benda tajam,menusukkan jarum atau membius
pasien tanpa persetujuannya,dapat disamakan dengan melakukan penganiayaan,yang dapat dijerat
dengan pasal 351 KUHP, yang berbunyi:

22
5. penganiayaan dihukum dengn hukuman penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
denda paling banyak emapat ribu lima ratus rupiah
6. jika perbuatan itu berakibat luka berat,yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun.
7. jika perbuatan itu berakibat matinya orang,maka yang bersalah dipidana dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun
8. Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan dengan sengaja
9. percobaan melakukan kejahatan itu tidak dipidana (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

b) Sanksi perdata

Tenaga kesehatan atau saran kesehatan yang mengakibatkan kerugian bagi pasien ,dapat
digugat untuk mengganti kerugian yang diderita tersebut berdasarkan pasal 1356,1367,1370 atau
pasal 1371 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

Gugatan yang ditujukan kepada seorang dokter secara pribadi dapat dilakukan,apabila dokter
tersebut melakukan kesalahan di tempat praktik pribadi atau di sebuah rumah sakit di mana
statusnya adalah sebagai dokter tamu (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

Sedangkan gugatan yang ditujukan kepada pimpinan sarana kesehatan dapat


dilakukan,apabila kesalahan itu dilakukan oleh tengan kesehatan yang bekerja disitu.Namun
demikian ,sarana kesehatan yang dirugikan oleh tenaga kesehtan yang bekerja disitu dapat
menggugat tenaga kesehatan tersebut. Hal itu perlu diketahui.agar tenga kesehatan yang bekerja
disitu lebih berhati-hati di dalam menjalankan tugasnya (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

c) Sanksi administrasi

Pasal 13 Permenkes tentang Pertindik mengatur tentang sanksi administrasif yang isinya
adalah “Terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien atau
keluarganya,dapat dikenakan sanksi administrasif berupa pencabutan izin praktik” (Konsil
Kedokteran Indonesia,2007).

1. Malpraktik Medik (medical malpractice)


John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of professional negligence in
whice miserable injury occurs to a plaintiff patient as the direct result of an act or omission by
defendant practitioner. (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian professional yang
menyebabkan terjadinya luka berat pada pasien / penggugat sebagai akibat langsung dari perbuatan
ataupun pembiaran oleh dokter/terguguat) (Hanafiah,1999).

23
Sedangkan rumusan yang berlaku di dunia kedokteran adalah Professional misconduct or
lack of ordinary skill in the performance of professional act, a practitioner is liable for demage or
injuries caused by malpractice. (Malpraktek adalah perbuatan yang tidak benar dari suatu profesi
atau kurangnya kemampuan dasar dalam melaksanakan pekerjaan. Seorang dokter bertanggung
jawab atas terjadinya kerugian atau luka yang disebabkan karena malpraktik), sedangkan junus
hanafiah merumuskan malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan
tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau
orang yang terluka menurut lingkungan yang sama (Hanafiah,1999).

2. Malpraktik Etik (ethical malpractice)


Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran,
sebagaimana yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat
standar etika, prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter (Hanafiah,1999).

3. Malpraktik Administrasi Negara (administrative malpractice)

Malpraktik administrasi terjadi jika dokter menjalankan profesinya tidak mengindahkan


ketentuan-ketentuan hukum administrasi Negara. Misalnya:
a. Menjalankan praktik kedokteran tanpa ijin
b. Menjalankan praktik kedokteran tidak sesuai dengan kewenangannya
c. Melakukan praktik kedokteran dengan ijin yang sudah kadalwarsa.
d. Tidak membuat rekam medik.

Sanksi pidana

Seorang tenaga kesehatan yang menorehkan benda tajam,menusukkan jarum atau membius
pasien tanpa persetujuannya,dapat disamakan dengan melakukan penganiayaan,yang dapat dijerat
dengan pasal 351 KUHP, yang berbunyi:

1. penganiayaan dihukum dengn hukuman penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
denda paling banyak emapat ribu lima ratus rupiah
2. jika perbuatan itu berakibat luka berat,yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun.
3. jika perbuatan itu berakibat matinya orang,maka yang bersalah dipidana dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun
4. Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan dengan sengaja
percobaan melakukan kejahatan itu tidak dipidana (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

Sanksi perdata

24
Tenaga kesehatan atau saran kesehatan yang mengakibatkan kerugian bagi pasien ,dapat
digugat untuk mengganti kerugian yang diderita tersebut berdasarkan pasal 1356,1367,1370 atau
pasal 1371 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

Gugatan yang ditujukan kepada seorang dokter secara pribadi dapat dilakukan,apabila
dokter tersebut melakukan kesalahan di tempat praktik pribadi atau di sebuah rumah sakit di mana
statusnya adalah sebagai dokter tamu (Konsil Kedokteran Indonesia,2007).

Sedangkan gugatan yang ditujukan kepada pimpinan sarana kesehatan dapat


dilakukan,apabila kesalahan itu dilakukan oleh tengan kesehatan yang bekerja disitu.Namun
demikian ,sarana kesehatan yang dirugikan oleh tenaga kesehtan yang bekerja disitu dapat
menggugat tenaga kesehatan tersebut. Hal itu perlu diketahui.agar tenga kesehatan yang bekerja
disitu lebih berhati-hati di dalam menjalankan tugasnya (Konsil Kedokteran Indonesia,2007)..

Sanksi administrasi

Pasal 13 Permenkes tentang Pertindik mengatur tentang sanksi administrasif yang isinya
adalah “Terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien atau
keluarganya,dapat dikenakan sanksi administrasif berupa pencabutan izin praktik” (Konsil
Kedokteran Indonesia,2007).

25
BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ada banyak penyebab mengapa persoalan malpraktik medik mencuat akhir-akhir ini
dimasyarakat diantaranya pergeseran hubungan antara tenaga medis dan pasien yang tadinya
bersifat paternalistic tidak seimbangdan berdasarkan kepercayaan (trust, fiduciary relationship)
bergantidengan pandangan masyarakat yang makin kritis serta kesadaranhukum yang makin
tinggi.Selain itu jumlah dokter di Indonesia dianggap belum seimbang dengan jumlah pasien
sehingga seorang tenaga medis menangani banyak pasien (berpraktek di berbagai tempat) yang
berakibat diagnosa menjadi tidak teliti.

4.2 Saran

Terhadap dugaan malpraktik medik, masyarakat dapat melaporkan kepada penegak hukum
(melalui jalur hukum pidana), atau tuntutan ganti rugi secara perdata, ataupun menempuh
ketentuan pasal 98 KUHAP memasukkan perkara pidana sekaligus tuntutan gantirugi secara
perdata.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ari, Helmi, Hukum Pidana Malpraktik Medik, 2010, Yogyakarta: Penerbit ANDI

Amir, Hanafiah, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan,2008, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran (EGC)

http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/MALPRAKTEK%20MEDIK.pdf

Konsil Kedokteran Indonesia, Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia,


2007, Jakarta: Indonesian Medical Councill

Pitono Soeparto dkk, Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan, 2008, Surabaya: Airlangga university
press edisi kedua

27

Anda mungkin juga menyukai