Anda di halaman 1dari 15

Temen-temen, ini saya sertakan beberapa sumber,

monggo dipilih, untuk presentasi, supaya ga kelihatan


sama.

Definisi Resin Komposit

1) Campuran dari polimer dan keramik, yang saat ini secara luas digunakan
sebagai bahan restorasi kedokteran gigi (Chen, 2010).

2) Resin komposit merupakan bahan tumpatan pilihan yang potensial dan


terus berkembang berkenaan dengan sifat-sifat fisis, warna, dan kekuatan
perlekatan (bond strength) terhadap jaringan gigi (Sularsih dan
Sarianoferni, 2007).

3) Bahan komposit mengacu pada kombinasi tiga dimensi dari sekurang-


kurangnya dua bahan kimia yang berbeda dengan satu komponen pemisah
yang nyata diantara keduanya. Bahan restorasi resin komposit adalah suatu
bahan matriks resin yang di dalamnya ditambahkan pasi anorganik (quartz,
partikel silica koloidal) sedemikian rupa sehingga sifat-sifat matriksnya
ditingkatkan (Anusavice, 2004).

Komposisi

1) Resin komposit dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu resin matriks,
partikel bahan pengisi, dan bahan coupling (Anusavice, 2004).

2) Fungsi dari bahan resin matriks adalah sebagai bahan utama penyusun
resin komposit yang berperan dalam proses polimerisasi. Bahan pengisi
atau filler berfungsi untuk memperbaiki sifat-sifat mekanik resin komposit
seperti meningkatka kekuatan mekanis, modulus elastisitas, mengurangi
koefisien muai panas pada waktu polimerisasi, mengurangi kontraksi pada
waktu pengerasan, meningkatkan estetik apabila tersebut dari bahan kaca
serta untuk ketahanan aus. Sedangkan bahan coupling berfungsi untuk
memperkuat ikatan antara resin matriks dengan bahan pengisi sehingga
meningkatkan sifat fisik, kimia, dan mekanik dari resin komposit,
fungsinya yang lain adalah meminimalisasi kehilangan awal dari partikel
filler diakibatkan dari penetrasi oleh cairan diantara resin dan filler,
(Anusavice, 2004).

3) Resin komposit terdiri dari empat komponen mayor: matriks polimer


organic, partikel bahan pengisi anorganik, bahan coupling, dan system
activator-inisiator (Craig dan Powers, 2004).

4) Matriks resin yang digunakan adalah Bis-GMA atau dimethacrylates 2.2-


bis(4(2-hydroxy-3 methacryoylaxy-prpyloxy-phenyl)) dan UDMA (bahan
ini memiliki viskositas yang tinggi sehingga dibutuhkan pengencer dengan
monomer). dimetrarilat (TEGDMA). Bahan ini berfungsi mengontrol
kekentalan resin komposit, sehingga resin lebih fleksibel dan tidak rapuh
namun dapat menambah pengerutan (Anusavice, 2004; Hatrick, Eakle, dan
Bird, 2003).

5) Bahan pengisi atau filler (silika koloidal, quartz dll) berfungsi untuk
memperbaiki sifat-sifat mekanik resin komposit seperti meningkatka
kekuatan mekanis, modulus elastisitas, mengurangi koefisien muai panas
pada waktu polimerisasi, mengurangi kontraksi pada waktu pengerasan,
meningkatkan estetik apabila tersebut dari bahan kaca serta untuk
ketahanan aus (Anusavice, 2004).

6) Bahan pengikat merupakan bahan yang digunakan untuk memperkuat


ikatan antara matriks dengan partikel pengisi. Aplikasi bahan pengikat
yang tepat dapat meningkatkan sifat mekanis dan fisik, serta kestabilan
hidrolitik dengan mencegah air menembus sepanjang antara muka behan
pengisi dan resin. Bahan pengikat yang sering digunakan adalah vinyl
silane (Anusavice, 2003).
7) Aktivator atau inisiator (benzoil peroksida dan amin tersier) merupakan
bahan yang digunakan untuk memulai proses polimerisasi. Monomer
metal metakrilat dan dimetil metakrilat berpolimerisasi, dengan
mekanisme polimerisasi tambahan yang diawali radikal bebas (Craig dan
Powers, 2002).

8) Komposisi tambahan yaitu: modifier optic atau pemberi pigmen warna


pada gigi. Inhibitor ini merupakan bahan yang ditambahkan pada system
resin untuk mencegah polimerisasi spontan dari monomer. Bahan ini
terdapat pada resin dalam konsentrasi rendah, untuk mencegah terjadinya
polimerisasi selama penyimpanan. Bahan yang digunakan adalah
monoetil-eter-hidroquinon. Akselerator merupakan bahan kimia yang
ditambahkan ke dalam pasta untuk mempercepat polimerisasi. Bahan yang
digunakan adalah tersier aromatic amin yaitu N,N-dimetil-p-toluidine dan
N,N-dihidroksietil-p-toluidine. Pada suhu kamar, bahan tersebut akan
bereaksi dengan benzoil peroksida membentuk radikal bebeas pada proses
polimerisasi (Craig dan Powers, 2002).

9) Komposisi Tambahan lainnya: Penyerap ultraviolet (UV) Ini bertujuan


meminimalkan perobahan warna karena proses oksidasi. Camphorquinone
dan 9-fluorenone sering dipergunakan sebagai penyerap
UV(Anusavice,2004). Opacifiers, Tujuan bagi penambahan opacifiers
adalah untuk memastikan resin komposit terlihat di dalam sinar-X. Bahan
yang sering dipergunakan adalah titanium dioksida dan aluminium
dioksida (Anusavice, 2004).

Sifat Komposit

1) Sifat fisik: memiliki estetika yang sangat baik, sensitif terhadap penodaan,
memiliki nilai tensile dan compresive strength yang lebih rendah dari
amalgam, settingnya sekitar 20-60 detik (Anusavice, 2004).

2) Sifat mekanis: adesi terjadi dengan mekanisme mekanikal-interlocking,


tidak berikatan kimia dengan gigi, aplikasi harus menggunakan etsa dan
bonding, tensile dan kompresive strength memungkinkan untuk restorasi
sudut insisal, dapat terjadi abrasi (Anusavice, 2004).

3) Sifat biologi dan kimia: biokompatibilitas baik, menjadi padat bila


terpolimerisasi (Anusavice, 2004).

Klasifikasi Resin Komposit


Resin komposit dapat diklasifikasikan atas 2 bagian yaitu menurut ukuran
filler dan menurut cara aktivasi.
A) Resin komposit berdasarkan Ukuran Filler
Menurut Combe (1992), berdasarkan filler yang digunakan, resin komposit
dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Resin Komposit Tradisional
Resin komposit tradisional juga dikenal sebagai resin
konvensional. Komposit ini terdiri dari partikel filler kaca dengan
ukuran rat-rata 10-20 mikro meter dan ukuran partikel terbesar
adalah 40 mm. Terdapat kekurangan pada komposit ini yaitu
permukaan tambalan tidak bagus, dengan warna pudar disebabkan
partikel filler menonjol keluar dari permukaan (Combe, 1992).
2. Resin Komposit Mikrofiller
Resin mikrofiller pertama kali diperkenalkan pada ahkir tahun
1970, yang mengandung coloidal silica dengan rata-rata ukuran
partikel 0,02 mm dan antara ukuran 0,01-0,05 mikro meter. Ukuran
partikel yang kecil dimaksudkan agar komposit dapat dipolish
hingga menjadi permukaan yang sangat licin. Ukuran partikel
bermaksud bahan ini dapat menyediakan tempat atau luas
permukaan filler besar dalam kontak dengan resin (Combe, 1992).
3. Resin Komposit Hibrid
Komposit hibrid mengandung partikel filler berukuran besar
dengan rata-rata berukuran 15-20 mikrometer dan juga terdapat
sedikit jumlah colloidal silica, dengan ukuran partikel 0,01-0,05
mikrometer (Combe, 1992).
4. Resin Komposit Partikel Hibrid Ukuran Kecil
Untuk mendapatkan ukuran partikel yang kecil dari pada
sebelumnya telah diperbaikan metode dengan cara grinding kaca.
Ini menyebabkan pengenalan komposit yang mempunyai partikel
filler dengan ukuran partikel kurang dari 1 mikrometer, dan
biasanya dikombinasikan dengan colloida silica. Partikel berukuran
kecil ini memungkinkan komposit dipolish permukaannya
sehingga menjadi lebih rata dibanding partikel filler berukuran
besar. Komposit ini dapat mencapai permukaan yang lebih rata,
karena setiap permukaan kasar dihasilkan dari partikel filler
berukuran besar adalah lebih kecil dari beukuran kecil (Combe,
1992).
A) Resin komposit berdasarkan Ukuran Filler

Resin komposit berdasarkan ukuran partikel bahan pengisi utama di


antaranya: (Baum, 1997).

1. Komposit tradisional.

Komposit tradisional adalah komposit yang di kembangkan selama


tahun 1970-an dan sudah mengalami sedikit modifikasi. Komposit
ini disebut juga komposit kovensional atau komposit berbahan
pengisi makro, disebut demikian karena ukuran partikel pengisi
relatif besar. Bahan pengisi yang sering digunakan untuk bahan
komposit ini adalah quartz giling. Dilihat dari foto micrograph
bahan pengisi quartz giling mengalami penyebaran yang luas dari
ukuran partikel. Ukuran rata-rata komposit tradisional adalah 8-12
m, partikel sebesar 50m mungkin ada. Komposit ini lebih tahan
terhadap abrasi dibandingkan akrilik tanpa bahan pengisi. Namun,
bahan ini memiliki permukaan yang kasar sebagai akibat dari
abrasi selektif pada matrik resin yang lebih lunak, yang
mengelilingi partikel pengisi yanglebih keras. Komposit yang
menggunakan quartz sebagai bahan pengisi umumnya bersifat
radioulusen (Baum, 1997).

2. Komposit berbahan pengisi mikro


Dalam mengatasi masalah kasarnya permukaan pada komposit
tradisional, dikembangkan suatu bahan yang menggunkan partikel
silika koloidal sebagai bahan pengisi anorganik. Partikelnya
berukuran 0,04 m; jadi partikel tersebut lebih kecil 200-300 kali
di bandingkan rata-rata partikel quartz pada komposit tradisional.
Komposit ini memiliki permukaan yang halus serupa dengan
tambalan resin akriliktanpa bahan pengisi. Dari segi estetis resin
komposit mikro filler lebih unggul, tetapi sangat mudah aus karena
partikel silika koloidal cenderung menggumpal dengan ukuran 0,04
sampai 0,4 m. Selama pengadukan sebagian gumpalan pecah,
manyebabkan bahan pengisi terdorong. Menunjukan buruknya
ikatan antara partikel pengisi denganmatriks sekitarnya. Kekuatan
konfresif dan kekuatan tensil menunjukkan nilai sedikitlebih tinggi
dibandingkan dengan resin komposit konvensionl. Kelemahan dari
bahanini adalah ikatan antara partikel komposit dan matriks yang
dapat mengeras adalahlemah mempermudah pecahnya suatu
restorasi (Baum, 1997).

3. Resin komposit berbahan pengisi partikel kecil

Komposit ini dikembangkan dalam usaha memperoleh kehalusan


dari permukaan komposit berbahan pengisi mikro dengan tetap
mempertahankan ataubahkan meningkatkan sifat mekanis dan fisik
komposit tradisional. Untuk mencapaitujuan ini, bahan pengisi
anorganik ditumbuk menjadi ukuran lebih kecil dibandingkan
dengan yang biasa digunakan dalam komposit tradisional.Rata-rata
ukuran bahan pengisi untuk komposit berkisar 1-5 m
tetapipenyebaran ukuran amat besar. Distribusi ukuran partikel
yang luas inimemungkinkan tingginya muatan bahan pengisi, dan
komposit berbahan pengisipartikel kecil umumnya mengandung
bahan pengisi anorganik yang lebih banyak (80% berat dan 60-65
% volume). Beberapa bahan pengisi partikel kecil
menggunakanquartz sebagai bahan pengisi, tetapi kebanyakan
memakai kaca yang mengandunglogam berat (Baum, 1997).

4. Komposit hibrid

Kategori bahan komposit ini dikembangkan dalam rangka


memperolehkehalusan permukaan yang lebih baik dari pada
partikel yang lebih kecil, sementaramempertahankan sifat partikel
kecil tersebut. Ukuran partikel kacanya kira-kira 0,6-1,0 mm, berat
bahan pengisi antara 75-80% berat. Sesuai namanya ada 2 macam
partikel bahan pengisi pada komposit hybrid. Sebagian besar hibrid
yang paling barupasinya mengandung silica koloidal dan partikel
kaca yang mengandung logam berat.Silica koloidal jumlahnya 10-
20% dari seluruh kandungan pasinya.Sifat fisik dan mekanis dari
sitem ini terletak diantara komposit konvensionaldan komposit
partikel kecil, bahan ini lebih baik dibandingkan bahan pengisi
pasi-mikro. Karena permukaannya halus dan kekuatannya baik,
komposit ini banyakdigunakan untuk tambalan gigi depan,
termasuk kelas IV. Walaupun sifat mekanisumumnya lebih rendah
dari komposit partikel kecil, komposit hibrid ini juga
seringdigunakan untuk tambalan gigi belakang (Baum, 1997).

B) Klasifikasi Berdasar Aktivasi


Menurut (Combe, 1992), cara aktivasi dari resin komposit dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Resin komposit berdasarkan Aktivasi Secara Khemis
Produk yang diaktivasi secara khemis terdiri dari dua pasta, satu yang
mengandung benzoyl peroxida (BP) initiator dan satunya lagi
mengandung aktivator aromatic amine tertier.
Pasta katalis dan base diletakan diatas mixing pad dan diaduk dengan
menggunakan instrument plastik selama 30 detik untuk membenruk
radikal bebas dan polimerisasi dimulai. Adonan yang telah siap diaduk
kemudian dimasukkan kedalam kavitas dengan menggunakan
instrumen plastik atau syringe.
2. Resin komposit berdasarkan Aktivasi Mempergunakan Cahaya
Sistem aktivasi menggunakan cahaya pertama kali diformulasikan
untuk sinar ultraviolet (UV) membentuk radikal bebas. Pada masa kini
komposit menggunakan curing sinar UV telah digantikan dengan
sistem aktivasi sinar tampak biru yang telah diperbaiki kedalaman
curingnya, massa kerja terkontrol, dan berbagai kebaikan lainnya.
Disebabkan kebaikan ini komposit yang menggunakan aktivasi sinar
tampak biru lebih banyak digunakan dibandingkan material yang
diaktivasi secara khemis.
Komposit yang menggunakan aktivasi dari sinar tampak terdiri dari
pasta tunggal yang diletakan dalam syringe tahan cahaya. Pasta ini
mengandung photosensitizer, comphorquinone (CQ) dengan panjang
gelombang diantara 400-500 nm dan amine yang menginisiasi
pembentukkan radikal bebas. Bila bahan ini terkontaminasi sinar
tampak biru (Visible Blue Light, panjang gelombang 400-500 nm/
secara umumnya 458nm) memproduksi fase eksitansi dari
photosensitizer dimana akan bereaksi dengan amine untuk membentuk
radikal bebas sehingga terjadi polimerisasi lanjutan. Reaksi ini sangat
cepat.
Working time bagi komposit ini juga tergantung pada operator. Pasta
hanya dikeluarkan dari tube pada saat ingin digunakan karena terkena
sinar pasta dapat menginisiasi polimerisasi. Pasta diisi kedalam
kavitas, disinari dengan sinar biru dan terjadi polimerisasi sehingga
bahan resin mengeras. Camphorquinone (CQ) menyerap sinar tampak
dan membentuk fase eksitasi dengan melepaskan elektron seperti
amine.

C) Klasifikasi berdasarkan persentase muatan filler

1. Resin Komposit Packable


Pada akhir tahun 1996 diperkenalkan resin komposit packable. Resin
komposit packable dikenal juga sebagai resin komposit condensable.
Resin komposit packable mempunyai muatan filler berkisar antara 66-
70% volume Komposisi filler yang tinggi dapat menyebabkan
kekentalan atau viskositas menjadi meningkat sehingga sulit untuk
mengisi celah kavitas yang kecil. Akan tetapi, dengan semakin besarnya
komposisi filler juga menyebabkan bahan ini dapat mengurangi
pengerutan selama polimerisasi dan adanya perbaikan sifat fisik
terhadap adaptasi marginal. Resin komposit packable diindikasikan
untuk restorasi klas I, klas II dan klas VI (MOD) (Anonim, 2011).

2. Resin Komposit Flowable

Resin komposit flowable pertama kali diperkenalkan pada pertengahan


tahun 1990. Dan pada akhir tahun 1996, resin komposit flowable
digunakan sebagai bahan restorasi alternatif untuk restorasi klas V.
Resin komposit flowable mempunyai muatan filler berkisar antara 42-
53% volume. Komposisi filler yang rendah dan kemampuan flow yang
lebih tinggi menyebabkan resin komposit tipe ini memiliki viskositas
yang lebih rendah sehingga dapat dengan mudah untuk mengisi atau
menutupi celah kavitas yang kecil. Selain itu, bahan restorasi ini dapat
membentuk suatu lapisan elastis yang dapat mengimbangi tekanan
pengerutan polimerisasi. Indikasi resin komposit flowable ditujukan
untuk restorasi kavitas klas V, restorasi kavitas klas I dan klas II dengan
tekanan oklusal yang minimal, kavitas enamel, dan juga dapat
digunakan sebagai pit dan fisur sealant serta sebagai liner (Mulyani,
2011).

D) Klasifikasi Komposit Berdasarkan Basis Resinnya

1. Resin Komposit Berbasis Methacrylate


Bisfenol A-glisidil metachrylate (Bis-GMA), urethan dimetachrylate
(UDMA), dan trietilen glikol dimetachrylate (TEGDMA). Resin komposit
mengandung 15% sampai 25% bahan resin dari keseluruhan bahan. Kedua
resin Bis-GMA dan UDMA digunakan sebagai basis resin sementara
TEGDMA digunakan sebagai pengencer untuk mengurangi kekentalan
resin basis, khususnya Bis-GMA. Penambahan TEGDMA atau
dimetakrilat dengan molekul rendah lainnya meningkatkan pengerutan
polimerisasi, suatu faktor yang membatasi jumlah dimetakrilat berat
molekul rendah yang dapat digunakan dalam komposit (Nurliza, 2012).

Bahan pengisi (filler) yang ditambahkan ke dalam matriks resin


methacrylate akan meningkatkan sifat bahan matriks bila partikel pengisi
benar-benar berikatan dengan matriks resin. Bila tidak, partikel bahan
pengisi dapat melemahkan bahan. Filler juga berguna untuk mengurangi
kontraksi polimerisasi, mengurangi koefisien muai termis komposit,
meningkatkan sifat mekanis komposit antara lain kekuatan dan kekerasan,
mengurangi penyerapan air,. Bahan pengisi (filler) yang biasa digunakan
adalah crystalline quartz, lithium glass ceramic, borosilicate glass atau
lithium alumunium silicate. Ikatan antara kedua fase komposit inilah yang
dibentuk oleh coupling agent. Aplikasi coupling agent yang tepat (silane),
dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanis serta memberikan stabilitas
hidrolitik untuk mencegah air berpenetrasi di antara permukaan resin dan
filler (Nurliza, 2012).

Resin komposit dengan monomer metachrylate dapat mengeras melalui


mekanisme tambahan yang diawali oleh radikal bebas yang dapat
diperoleh melalui dua cara, yaitu diaktivasi kimiawi dan diaktivasi sinar
(Nurliza, 2012).

2. Resin Komposit Berbasis Silorane


Penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik resin komposit
terus berkembang, terutama untuk mengatasi masalah pengerutan yang
mendukung perlekatan yang baik. Silorane diperkenalkan pada kedokteran
gigi pada tahun 2007 oleh Weinman. Silorane merupakan resin komposit
yang telah terbukti mampu mengurangi pengerutan. Resin komposit
silorane melibatkan mekanisme resin kimia yang berbeda dari resin
komposit metachrylate. Komponen lainnya terdiri dari komponen yang
sama dengan resin komposit methacrylate (Nurliza, 2012).

Komposisi resin komposit berbasis silorane terdiri dari partikel filler


(76%) yaitu fine quartz particle dan yttrium fluoride, matriks resin (23%)
yaitu siloxane dan oxirane, komponen initiator (0,9%) yaitu
camphorquinone yang dapat mengaktifkan mekanisme pengerasan dengan
spektrum cahaya, komponen stabilizer (0,13%) pada silorane berupa
iodonium salt, dan komponen pigmen warna (0,005%) pada resin
komposit silorane yang dapat menyerupai warna struktur gigi (Nurliza,
2012).

Matriks resin silorane dihasilkan dari reaksi penggabungan monomer


siloxane dan oxirane. Siloxane merupakan bahan yang memiliki sifat
hidrofobik dan oxirane sangat dikenal karena penyusutannya yang rendah
dan stabilitasnya yang sangat baik terhadap pengaruh reaksi fisik dan
kimia. Weinmann et al (2005) menyatakan bahwa silorane merupakan
bahan resin berbasis sistem monomer baru yang sangat menjanjikan.
Mekanisme untuk mengurangi stress pada sistem ini diperoleh dengan
terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi (Nurliza, 2012).

Berdasarkan ukuran partikel filler, silorane termasuk ke dalam kategori


resin komposit microhybrid dengan bahan pengisi dasar berukuran partikel
0,1-1 m dikombinasikan dengan bahan pengisi mikro 3-5% berat.
Keuntungan dari penambahan partikel bahan pengisi ini adalah dapat
menguatkan matriks resin, mengurangi penyusutan saat polimerisasi,
mengurangi thermal ekspansi dan kontraksi, meningkatkan viskositas,
mengurangi reasorbsi air serta meningkatkan radiopacity (Nurliza, 2012).

Silorane dapat disinari dengan halogen light curing maupun light-emitting


diode (LED) light curing unit. Proses polimerisasi menggunakan halogen
light curing dengan panjang gelombang 400-500 nm dengan intesitas 500-
1400 mW/cm2 selama 40 detik. Proses polimerisasi menggunakan light-
emitting diode (LED) light curing unit dengan panjang gelombang 430-
480 nm dengan intesitas 500-1000 mW/cm2 selama 40 detik (Anonim,
2013).

Kelebihan dan Kekurangan Resin Komposit


Kelebihan Resin Komposit antara lain:
Warna dan tekstur material bisa disamakan dengan gigi pasien dengan
menambah material pengisi.
Bisa digunakan untuk merubah warna, ukuran dan bentuk gigi.
Tidak mengandung merkuri.
Sangat bermanfaat untuk gigi anterior dan kavitas kecil pada gigi posterior
dengan beban gigitan yang tidak terlalu besar dan mementingkan estetis.
Hanya sedikit gigi yang perlu dipreparasi untuk pengisian bahan tambalan
dibanding amalgam (Anusavice, 2004).

Kekurangan Resin Komposit antara lain :


Kurang daya tahan dibanding amalgam serta tidak begitu kuat dalam
menahan tekanan gigitan pada bagian posterior.
Tidak bisa digunakan untuk tambalan yang besar.Lebih cepat aus
dibanding amalgam.
Teknik etsa asam bisa melemahkan material polimer komposit.
Kontras bahan tambalan komposit dan karies yang kurang menyebabkan
sukar untuk mendeteksi karies baru.
Memerlukan ketrampilan serta biaya tinggi (Anusavice, 2004).

Indikasi dan Kontraindikasi Restorasi Resin Komposit


Indikasi Restorasi Resin Komposit antara lain:
Restorasi kelas I sampai V
Sealent dan restorasi konservatif
Restorasi sementara
Restorasi kavitas kecil dengan kebutuhan estetik yang tinggi, misalnya
sudut insisal
Restorasi estetik, misalnya veneer, penutupan diastema, modifikasi kontur
gigi
Bahan base lining
Splinting
Fiber composit untuk pin pasak
Semen/luting (dual cure) (Cecilia, 1989).

Kontraindikasi Restorasi Resin Komposit antara lain:


Gigi yang sudah tidak dapat dipertahankan, misalnya gigi goyang derajat 3
atau 4, gigi yang tidak mendapat cukup dukungan dari enamel dan dentin
Gigi yang mendapat tekanan besar
OH buruk
Alergi resin komposit
Pasien yang mempunyai control cairan yang buruk
Lesi distal pada caninus
Lesi di proksimal yang terlalu dalam sehingga penyinaran sulit dilakukan
(Cecilia, 1989).
Cecilia G. J. Lunardi, Soeyatmi Iskandar, Sri Kunarti Prijambodo, Resin komposit
untuk restorasi gigi posterior simposium sehari Mempertahankan Gigi Selama
Mungkin, Surabaya: FKG, 1989.

Chen, M.H. 2010. Update on Dental Nanocomposites. Journal of Dental


Restorative,

Sularsih, dan Sarianoferni.2007. Penggunan Resin Komposit untuk Mengurangi


Resiko Barodontologia. Jurnal Kedokteran Gigi FKG-UHT, Februari.

Anusavice, K.J. 2004. Buku Ajar Ilmu Bahan Kdokteran Ggi. Jakarta: EGC

Craig, R.G. dan Powers, J.M. 2002. Restorasi Dental Materials, ed. Sidney

Mosby. Hal. 237.

Davis, N. 2004. A Nanotechnology Composite. Oral Health Don Mills. 94 (4) :

109.

OBrien, W.J., 2002. Dental Materials and Their Selection, ed., Quintessence

Publishing Co, Chicago, 116-129.

Craig, R.G. dan Powers, J.M. 2002. Restorasi Dental Materials, ed. Sidney

Mosby. Hal. 237.

Hatrik, C.D., Eakle, W.,S., dan Bird, W.F., 2003, Dental Materials Clinical

Aplications for Dental Assisstants and Dental Hygienists, W.B. Saunders,

Philadelphia, 62-75.
Combe, E.C. 1992. Notes of Dental Material. 6th ed. Churchill : Livingstone
Edenberg.

Baum. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Jakarta: EGC

Anonim. 2011. Restorasi Komposit


repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23880/4/Chapter%20II.pdf

Mulyani. 2011. Perbedaan Kebocoran Mikro Antara Tumpatan Resin Komposit


Nanohibrid Konvensional Dan Nanohibrid Flowable. Yogyakarta: Thesis
Spesialis Konservasi UGM

Nurliza. 2012. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33086/1/Appendix.pdf .


Medan: FKG USU

Anda mungkin juga menyukai