Anda di halaman 1dari 32

Resin Akrilik

A. Polimer dan Resin Sintetik


1. Polimer
Polimer adalah suatu rantai panjang molekul yang terdiri dari ulangan banyak unit. Monomer
adalah ulangan unit terkecil dalam suatu rantai polimer. Polimerisasi adalah reaksi
pembentukan polimer dari beberapa buah monomer. Jadi, polimer terbentuk dari banyak
monomer.
Polimer terbagi menjadi dua, yaitu polimer alami dan polimer buatan
Polimer alami, misalnya:
Protein (rantai amida / peptida)
Polysoprene (rubber dan gutta percha)
Polysaccharida (starch, ceilulosa, agar dan alginat)
Asam polynucleic (asam DNA dan asam RNA)
Polimer buatan, misalnya:
Bakelite
nylon
terylene
polythene
Banyak diantara bahan ini dipergunakan untuk pembuatan landasan gigi tiruan dan keperluan
kedokteran gigi lainnya.
Ada dua jenis proses polimerisasi, yaitu:
1) Polimerisasi Pertumbuhan Bertahap
Reaksi yang menghasilkan polimerisasi pertumbuhan bertahap berlangsung dalam
mekanisme yang sama seperti reaksi kimia antara 2 atau lebih molekul-molekul sederhana.
Terjadi perubahan komposisi.
2) Polimerisasi Tambahan
Reaksi dimana tidak terjadi perbahan komposisi dengan menghasilkan molekul raksasa dalam
ukuran yang hampir tidak terbatas. Proses polimerisasi jenis ini terdiri dari 4 tahap, yaitu:
a) Induksi
Untuk memulai proses polimerisasi tambahan, haruslah terdapat radikal bebas. Radikal
bebas dapat dihasilkan dengan mengaktifkan molekul monomer dengan sinar UV, sinar biasa,
panas, atau pengalihan energi dan komposisi lain yang bertindak sebagai radikal bebas.

1
b) Penyebaran
Reaksi rantai harus berlanjut dengan terbentuknya panas, sampai semua monomer telah
diubah menjadi polimer. Meskipun demikian, reaksi polimerisasi tidak pernah sempurna.
c) Pengakhiran
Reaksi rantai dapat diakhiri dengan baik dengan cara penggabungan langsung atau
pertukaran atom hidrogen dari satu rantai yang tumbuh ke rantai yang lain.
d) Pengalihan rantai
Keadaan aktif diubah dari satu radikal aktif menjadi suatu molekul tidak aktif, dan tercipta
molekul baru untuk pertumbuhan selanjutnya.
Terdapat beberapa sifat fisik polimer yang dapat dipengaruhi oleh perubahan dalam
temperatur dan lingkungan serta komposisi, struktur, dan berat molekul suatu polimer:
Makin tinggi temperatur, polimer makin lunak dan lemah
Makin tinggi berat molekul, makin tinggi sifat fisikomekanik suatu polimer
Reaksi polimerisasi cederung tidak menghasilkan suatu monomer yang habis sempurna, tidak
selalu juga membentuk polimer dengan berat molekul tinggi. Ketidakmurnian monomer
selalu menghambat reaksi-reaksi tersebut. Ketidakmurnian dalam monomer yang dapat
bereaksi dengan radikal bebas akan menghambat atau menunda reaksi polimerisasi.
Dua atau lebih monomer yang berbeda secara kimia, masing-masing dengan sifat yang
diinginkan, dapat dikombinasi. Polimer yang terbentuk kopolimer, sedangkan proses
pembentukannya kopolimerisasi. Dalam kopolimer, jumlah dan posisi relatif dari berbagai
unit mungkin bervariasi antara masing-masing makromolekul. Pada polimerisasi bertahap
maupun polimerisasi tambahan harus menghasilkan makromolekul linier. Unit struktur
polimer dapat dihubungkan dengan cara tertentu untuk membentuk polimer cabang non linier
atau polimer berikatan silang. Polimer gigi linier adalah struktur tidak teratur atau tidak
berbentuk kristal.
Terdapat beberapa klasifikasi polimer, yaitu:
1) Natural inorganic polymers :Berlian, Grafit, Pasir, Asbes, Mika, Kuartz.
2) Natural organic polymers : Polisakarida (Polikarbonat) seperti selulosa, asam nukleat, dan
protein.
3) Synthetic inorganic polymers : Boron Nitrit, beberapa konduktor temperature tinggi, dan
kaca.
4) Synthetic organometallic polymers : Siloxanes atau polysiloxanes

2
 Tingkatan Polimerisasi
1. Aktivasi
Proses polimerisasi yang berguna untuk resin gigi umumnya teraktivasi melalui 1 dari 3
proses yaitu panas, kimia dan sinar.
a. Aktivasi panas
 Radikal bebas diperoleh dengan pemanasan benzoil peroksida.
 Selama pemanasan molekul benzoil peroksida pecah menjadi 2 radikal bebas yang
kemudian mengawali polimerisasi monomer metal metakrilat.
b. Secara kimia
 Pengaktifan secara kimia terjadi pada temperatur dalam mulut.
 Terdiri atas 2 reaktan yang bila diaduk bersama, mengalami reaksi kimia yang
menghasilkan radikal bebas.
 Selama penyimpanan, komponen harus dipisahkan satu sama lain, karena terdiri dari 2
bagian.
c. Dengan sinar
 Dalam sistem ini, foton mengaktifkan inisiator unutk menghasilkan radikal bebas unutk
dapat memulai proses polimerisasi.
 Dalam restorasi gigi dengan proses pengerasan menggunakan cahaya, menghasilkan radikal
bebas bila terradisi oleh sinar tampak.
 Untuk memicu reaksi, diperlukan cahaya atau sinar dengan panjang gelombang sekitar 470
nm.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah radikal bebas yang terbentuk seperti intensitas
cahaya serta jarak sumber cahaya .
2. Inisiasi
Inisiasi merupakan tahap penggerak awal dari proses polimerisasi yang membutuhkan radikal
bebas, yaitu spesies kimia yang sangat mudah bereaksi karena memiliki electron ganjil (tidak
mempunyai pasangan), biasanya bagian dari molekul yang lebih besar yang pecah oleh
pemanasan.
- Radikal bebas dapat dihasilkan dengan mengaktifkan molekul monomer dengan sinar
ultraviolet, sinar biasa, panas, atau pengalihan energi dari komposisi lain yang bertindak
sebagai radikal bebas.
- Radikal bebas ini antara lain dapat diperoleh dari peroxide yang mengurai, dimana satu
molekul membentuk radikal bebas.

3
- Periode inisiasi adalah waktu dimana molekul-molekul inisiator menjadi berenergi atau
teraktivasi membentuk radikal bebas yang berinteraksi dengan molekul monomer.
3. Propagasi
Tahap ini terjadi reaksi antara monomer dengan radikal bebas sebagai awal dari terbentuknya
rantai polimer. Monomer yang teraktivasi mengaktivkan monomer lainnya agar dapat
membentuk rantai polimer secara terus menerus.
4. Terminasi
Tahap ini tercapai bilamana dua radikal bebas bereaksi membentuk molekul yang stabil.
Perubahan dari rantai polimer satu ke yang lain, yang dalam beberapa situasi terdiri atas
monomer-monomer dan beberapa oligomer.

2. Resin Sintetik
Resin adalah bagian dari polimer. Resin gigi menjadi padat bila berpolimerisasi. Resin
sintetik berpolimerisasi secara acak dari tempat tertentu yang telah diaktivasi. Resin sintetik
sering disebut plastik. Bahan plastik merupakan suatu substansi yang cukup stabil dimensinya
dalam penggunaan normal, bersifat plastik pada beberapa tahap pembuatan.
 Klasifikasi Resin Berdasarkan Sifat Termal
 Termoplastik
Termoplastik adalah bahan yang tidak mengalami perubahan kimia sewaktu pembentukan
yang hasil akhirnya adalah sama seperti asli kecuali bentuknya. Bahan termoplastik dapat
dilunakkan dan dibentuk berulang-ulang dengan cara pemanasan. Termoplastik mengeras
setelah mould, dan larut dalam larutan organik. Seluloid, selulosa nitrat, resin vinil, nilon,
polikarbonat, polieten dan polystyrene merupakan contoh bahan termoplastik yang digunakan
sebagai basis gigitiruan. Basis selulosa digunakan sekitar tahun 1870 dan mempunyai
kelemahan yaitu melengkung ketika dipakai di dalam mulut, stain dan warna yang jelek.
Resin vinil mempunyai ciri-ciri yang diperlukan sebagai basis gigitiruan tetapi mempunyai
tahap resistensi yang rendah terhadap fatik dan menyebabkan terjadinya fraktur setelah
pemakaian yang lama.
 Termoset
Termoset adalah suatu bahan yang dalam pemrosesannya mengalami perubahan kimia. Hasil
akhirnya berbeda daripada bahan awalnya. Setelah proses pembuatannya sempurna, bahan ini
tidak dapat dilunakkan kembali kepada bentuk lain karena bahan ini hanya dapat dibentuk
sekali saja melalui pemanasan. Nama lain untuk termoset adalah thermo-hardening polymer.

4
Vulkanit, fenol formaldehid dan resin akrilik adalah contoh thermo-hardening yang
digunakan sebagai basis gigitiruan. Vulkanit merupakan bahan yang menjadi pilihan hampir
seratus tahun. Walaupun banyak materi lain diperkenalkan tetapi vulkanit masih digunakan
sampai awal tahun 1930 dan pada saat diperkenalkan bahan polimetilmetakrilat atau resin
akrilik digunakan sebagai bahan basis gigitiruan.
Fenol formaldehid juga dikenal sebagai bakelit, diaplikasikan secara universal di dalam
industri dan beberapa perubahan telah dilakukan untuk membentuk bakelit sebagai basis
gigitiruan. Walau bagaimanapun, bakelit menunjukkan kesulitan dalam pemrosesan.
Kelemahannya adalah kehilangan warna setelah beberapa lama dipakai dalam mulut.
(Gambar 1)

Gambar 1. Perbedaan antara termoplastik dan termoset5

B. Resin Akrilik
1. Pengertian
Resin akrilik adalah turunan etilen yang mengandung gugus vinil dalam rumus strukturnya.
Disebut juga polymetyl metacrylate (PMMA). Polymetyl metacrylate murni tidak berwarna,
transparan, dan padat. esin akrilik merupakan jenis resin sintetik yang paling banyak
dipergunakan dalam bidang kedokteran gigi sebagai basis gigi tiruan.

Ada dua kelompok resin akrilik dalam kedokteran gigi. Satu kelompok adalah turunan asam
akrilik, CH=CHCOOH dan kelompok lain dari asam metakrilik CH2=C(CH3)COOH.
(Gambar 2). Setiap molekul metil metakrilat dianggap sebagai ‘mer’. Pada keadaan yang

5
sesuai, molekul metil metakrilat akan menyambung membentuk suatu rantai poli
(metilmetakrilat).

Gambar 2. Segmen 1 hingga 4 merupakan ilustrasi pengulangan ‘mer’ metil metakrilat di


dalam rantaian polimer.

2. Syarat – Syarat
a. Pertimbangan Biologis
Tidak memiliki rasa, tidak berbau, tidak toksik, dan tidak mengiritasi jaringan mulut.
b. Sifat Fisik
- Harus memiliki kekuatan dan kepegasan serta tahap terhadap tekanan gigit atau
pengunyahan, tekanan benturan, serta keausan berlebihan yang dapat terjadi dalam
rongga mulut.
- Harus stabil dimensinya di bawah semua keadaan, termasuk perubahan termal serta
variasi-variasi dalam beban.
- Bila digunakan sebagai basis gigi tiruan untuk protesa rahang atas, gaya grafitasinya harus
rendah.
c. Sifat Estetik
- Harus menunjukkan translusensi atau transparansi yang cukup sehingga cocok dengan
penampilan jaringan mulut yang digantikannya.
- Harus dapat diwarnai atau dipigmentasi, dan harus tidak berubah warna atau penampilan
setelah pembentukan.
d. Karakteristik Penanganan
- Tidak boleh menghasilkan uap atau debu toksik selama penanganan dan manipulasi.
- Harus mudah diaduk, dimasukkan, dibentuk, dan diproses, serta tidak sensitive terhadap

6
variasi prosedur penanganan ini.
- Produk akhir haruslah mudah dipoles, dan pada keadaan patah yang tidak disengaja, resin
harus dapat diperbaiki dengan mudah dan efisien.
e. Pertimbangan Ekonomis
Biaya resin dan metode pemrosesannya haruslah rendah, dan proses tersebut tidak
memerlukan peralatan kompleks serta mahal.
f. Penampilan Metakrilat Keseluruhan
Keadaan dalam mulut sangat menuntut, dan hanya bahan yang secara kimia paling stabil
serta kaku dapat tahan terhadap kondisi tersebut tanpa kerusakan.
3. Komposisi
Basis Gigi resin ini biasanya tersedia dalam bentuk bubuk, liquid dan gel.
 Powder
Umumnya mengandung poly(methyl metacrylate) dan ditambahkan sejumlah kecil dari ethyl,
butyl, serta alkil metacrylate lainnya untuk menghasilkan suatu polymer yang lebihtahan
terhadap fraktur /impact/tubrukan. Powder juga mengandung suatu initiator seperti benzoil
peroxide untuk mengaktifkan reaksi polymerisasi dari monomer liquid setelah ditambahkan
ke powder/bubuk.
Plasticizers seperti dibutil phthalate dapat disatukan dengan bubuk/monomer dan bahan ini
berfungsi untuk meningkatkan kelunakan/fleksibilitasnya. Partikel inorganic seperti glass
fiber / zirconium silikat ditambahkan ke bahan basis gigi tiruan tersebut. Partikel-partikel ini
biasanya diolah dengan suatu coupling agents berupa triethoxysilane untuk meningkatkan
kelembapan/wetting serta ikatan dari partikel-partikel inorganic dan plastic. Penambahan
serat kaca/glass fiber dan alumina meningkatkan kekakuan, menurunkan koefesien termal
expansi serta meningkatkan thermal conductivity, diffusivity.
 LIQUID
Komponen liquid dari resin akrilik ini adalah methyl methacrylic namun dapat ditambahkan
dengan monomer-monomer lainnya karena monomer-monomer ini dapat dipolymerisasi oleh
panas, cahaya, dan sedikit oksigen. Suatu inhibitor (bahan yang mencegah atau
mengendurkan reaksi kimia) yaitu berupa hydroquinone. Plasticizers yang ditambahkan untuk
menghasilkan suatu produk yang lebih halus adalah dibuthyl phthalate yang mana memiliki
berat molekul yang relative rendah dan polimer nantinya dibuat lebih relisient (daya lenting).
Selain inhibitor juga ada akselarator kimia, bahan ini digunakan untuk mempercepat
dekomposisi ddari peroxide dan memungkinkan terjadinya polymerisasi pada suhu kamar.

7
Sebuah akselarator kimia yang termasuk kedalam liquid seperti tersier amine, sulfide acids,
suatu amina yang berupa (N-dimethyl para toluidine).

 Type Gel
Tipe ini juga dapat dijadikan sebagai basis gigi tiruan contonya seperti vynil akrilik
dalam bentuk gel. Gel ini memiliki komponen yang sama seperti tipe bubuk-liquid, kecuali
liquid dan bubuk telah dicampur untuk membentuk sebuah gel dan dibuat dalam bentuk
lembaran yang tebal. Di dalam bentuk ini tidak menggunakan akselarator kimia, karena
initiator, akselarator dan monomer akan bereaksi pada kontak bagian dalam. Temperatur
penyimpanan dari suatu gel dan jumlah dari inhibitor yang tersedia telah memiliki suatu efek
yang jelas pada keawetan material ini. Ketika disimpan dikulkas dapat bertahan selama dua
tahun.

 Pembagian Komposisi:
1) Pour type of Denture Resins
 Komposisi kimia = Self Cured Resin
 Bedanya pada ukuran polimer powder/beads
 Disebut juga fluid resin, mempunyai partikel bubuk lebih kecil. Bila dicampur dengan
monomer hasil campuran sangat encer, ketika dituangkan pada mold.
 Polimerisasi terjadi pada temperatur kamar, dengan tekanan 0,14 mPa
2) High Impact Strength Materials
 Kekuatan Impact > PMMA konvensional
 Diperkuat oleh karet Butadienestyrene
 Partikel karet ditambahkan pada MMA, agar dapat menyatu dengan matriks Akrilik
 Tersedia dalam bentuk bubuk dan cairan
 Proses polimerisasi = Heat Cured Acrylic
3) Rapid Heat Polimerized Resins
 Disebut juga sebagai Hybrid Acrylic
 Proses polimerisasilangsung pada air mendidih (100 oC) selama 20 menit
 Inisiator : Bahan kimia dan panas
 Diharapkan dengan menggunakan inisiator tersebut diharapkan tidak terdapat porositas

8
4) Light Activated Denture Base Resins
 Terdiri dari:
a) Matriks Uretan dimetkrilat dengan kopolimer akrilik
b) Silika ukuran mikro
c) Photo Initiator System
 Tersedia dalam bentuk sheet, konsistensi seperti tanah liat / ClayLike
 Proses polimerisasi dalam light chamber (curing unit) dengan blue light, yang memiliki
panjang gelombang.
- Pada umumnya terdapat dalam bentuk powder yang berisi polimer yang belum teraktivasi
- Selain powder terdapat juga dalam bentuk liquid yang mengandung komponen monomer
yang dalam berinteraksi dengan polimer dapat berperan sebagai aktivator. Selain monomer,
terdapat komponen aktivator dan inhibitor.
- Untuk mengaktivkan polimer dalam powder, terjadi proses polimerisasi. Seperti yang sudah
dijelaskan pada bagian bahasan polimer, terdapat 2 jenis polimerisasi, yaitu polimerisasi
pertumbuhan bertahap dan polimerisasi tambahan.
- Polimerisasi dalam resin akrilik lebih mengarah pada polimerisasi tambahan. Hal ini terlihat
dari tahap-tahap yang terdapat pada polimerisasi resin akrilik, yaitu:
1) Aktivasi - Induksi
2) Inisiasi - Penyebaran
3) Propagasi - Pengakhiran
4) Terminasi - Pengalihan Rantai

4. Kegunaan Resin
Kegunaan resin adalah :
1. Pembuatan basis gigitiruan
2. Resin akrilik cross-linked untuk gigi tiruan
3. Restorasi gigi ; tambalan, inlay dan laminate (resin komposit)
4. Peralatan ortodonsia dan pedodonsia
5. Mahkota dan jembatan (resin akrilik atau resin komposit)
6. Protesa maksilofasial (obturator pada celah palatal)
7. Inlay dan post-core pattern
8. Dai lepasan
9. Pelindung mulut untuk atlet

9
10. Sendok cetak
11. Splint dan stents

5. Manipulasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat manipulasi resin akrilik yaitu :
a) Perbandingan polimer dan monomer
Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5:1 satuan volume atau 2,5:1 satuan berat. Bila
monomer terlalu sedikit maka tidak semua polimer sanggup dibasahi oleh monomer
akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranul. Sebaliknya, monomer
juga tidak boleh terlalu banyak karena dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada adonan
resin akrilik.
b) Pencampuran
Polimer dan monomer dengan perbandingan yang benar dicampur dalam tempat yang tertutup
lalu dibiarkan beberapa menit hingga mencapai fase dough.
Pada saat pencampuran ada empat tahap yang terjadi yaitu :
1. Sandy stage adalah terbentuknya campuran yang menyerupai pasir basah.
2. Sticky stage adalah saat bahan akan merekat ketika bubuk mulai larut dalam cairan dan
berserat ketika ditarik.
3. Dough stage adalah saat konsistensi adonan mudah diangkat dan tidak melekat lagi,
dimana tahap ini merupakan waktu yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mould
dan kebanyakan dicapai dalam waktu 10 menit.
4. Rubber hard stage adalah tahap seperti karet dan tidak dapat dibentuk dengan kompresi
konvensional.
c) Pengisian
Sebelum pengisian, dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah merembesnya
cairan ke bahan mould dan berpolimerisasi sehingga menghasilkan permukaan yang kasar,
merekat dengan bahan tanam gips dan mencegah air dari gips masuk ke dalam resin akrilik.
Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan agar terisi penuh dan saat dipres
terdapat tekanan yang cukup pada mould. Setelah pengisian adonan ke dalam mould penuh
kemudian dilakukan pres pertama sebesar 1000 psi ditunggu selama 5 menit agar mould terisi
padat dan kelebihan resin dibuang kemudian dilakukan pres terakhir dengan tekanan 2200 psi
ditunggu selama 5 menit. Selanjutnya kuvet dipasang mur dan dilakukan proses kuring.

10
d) Kuring
Kuvet dibiarkan pada temperatur kamar kemudian dipanaskan pada suhu 70 0C dibiarkan
selama 30 menit, dan selanjutnya 100 0C dibiarkan selama 90 menit.

6. Jenis Resin Akrilik


Resin akrilik dapat dibedakan atas 3 jenis yaitu resin akrilik polimerisasi panas,
polimerisasi sinar dan swapolimerisasi. Resin akrilik polimerisasi panas ( heat cured resin
acrylic) adalah resin akrilik yang polimerisasinya dengan pemanasan. Energi termal yang
diperlukan untuk polimerisasi bahan dapat diperoleh dengan menggunakan pemanasan air
atau oven gelombang mikro. Resin akrilik polimerisasi panas menggunakan perendaman air
dan oven gelombang mikro (microwave).
Resin akrilik polimerisasi sinar (light cured resin) adalah resin akrilik dalam bentuk
lembaran dan benang serta dibungkus dengan kantung kedap cahaya atau dalam bentuk pasta
dan sebagai inisiator polimerisasi ditambah camphoroquinone. Resin akrilik polimerisasi
sinar diaktifkan dengan sinar yang terlihat oleh mata. Penyinaran selama 5 menit
membutuhkan gelombang cahaya sebesar 400-500 nm sehingga memerlukan unit kuring
khusus dengan menggunakan empat buah lampu halogen tungtens/ultraviolet. Bahan ini juga
jarang dipakai untuk membuat basis gigitiruan karena disamping memerlukan unit kuring
khusus, bahan ini juga memiliki kekuatan perlekatan yang rendah terhadap anasir gigitiruan
berbahan resin jika dibandingkan dengan resin akrilik polimerisasi panas.
Resin akrilik swapolimerisasi ( resin akrilik cold curing atau self curing
autopolymeryzing) adalah resin akrilik yang ditambahkan aktivator kimia yaitu dimetil-para-
toluidin karena memerlukan aktivasi secara kimia dalam proses polimerisasi selama 5 menit.
Resin akrilik swapolimerisasi menggunakan energi gelombang mikro dan panas untuk
melakukan proses polimerisasi basis gigitiruan. Penggunaan energi termal menyebabkan
dekomposisi benzoil peroksida dan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk
sebagai hasil proses ini akan mengawali polimerisasi.Resin ini jarang digunakan sebagai
bahan untuk membuat basis gigitiruan karena kekuatan dan stabilitas warnanya tidak sebaik
resin akrilik polimerisasi panas, selain itu jumlah monomer sisa pada resin akrilik
swapolimerisasi lebih tinggi dibandingkan resin akrilik polimerisasi panas.

11
6.1 Resin Akrilik Polimerisasi Panas
 Komposisi
Komposisi resin akrilik polimerisasi panas terdiri atas :
1. Polimer
Polimer : butiran atau granul polimetalmetakrilat
Inisiator : benzoil peroksida
Pigmen/pewarna : garam cadmium atau besi, atau pewarna organik
2. Monomer
Monomer : metil metakrilat
Agen Cross-linked : etilenglikol dimetilakrilat (1-2%)
Inhibitor : hidrokuinon (0,006%)
Agen cross-linked dapat berfungsi sebagai jembatan atau ikatan kimia yang menyatukan 2
rantai polimer. Apabila etilenglikol dimetilakrilat dimasukkan ke dalam adukan, beberapa
ikatan akan terbentuk yang mana merupakan suatu struktur disebut jaringan 3 dimensi. Cross-
linked ini memberikan peningkatan ketahanan terhadap deformasi serta mengurangi
solubilitas dan penyerapan air.

 Reaksi Polimerisasi
Proses polimerisasi dicapai dengan menggunakan panas dan tekanan. Secara ringkas
reaksinya seperti berikut :
Bubuk (polimer) + Cairan (monomer) + Panas (eksternal) Polimer + Panas (reaksi).
Sifat-Sifat
Sifat-sifat fisik basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas :
1. Pengerutan
Ketika monomer metilmetakrilat terpolimerisasi untuk membentuk poli (metilmetakrilat),
kepadatan massa bahan berubah dari 0,94 menjadi 1,19g/cm3. Perubahan menghasilkan
pengerutan volumetrik sebesar 21%. Akibatnya, pengerutan volumetrik yang ditunjukkan
oleh massa terpolimerisasi sekitar 6-7% sesuai dengan nilai yang diamati dalam penelitian
laboratorium dan klinis.
2. Perubahan dimensi
Pemrosesan akrilik yang baik akan menghasilkan dimensi stabilitas yang bagus.
Proses pengerutan akan diimbangi oleh ekspansi yang disebabkan oleh penyerapan air.
Percobaan laboratorium menunjukkan bahwa ekspansi linier yang disebabkan oleh

12
penyerapan air adalah hampir sama dengan pengerutan termal yang diakibatkan oleh
penyerapan air.
3. Konduktivitas termal
Konduktivitas termal adalah pengukuran termofisika mengenai seberapa baik panas
disalurkan melalui suatu bahan. Basis resin mempunyai konduktivitas termal yang rendah
yaitu 0.0006.

4. Solubilitas
Meskipun basis gigitiruan resin larut dalam berbagai pelarut dan sejumlah kecil
monomer dilepaskan, basis resin umumnya tidak larut dalam cairan yang terdapat dalam
rongga mulut.
5. Penyerapan Air
Bahan resin akrilik mempunyai sifat yaitu menyerap air secara perlahan-lahan dalam
jangka waktu tertentu. Resin akrilik menyerap air relatif sedikit ketika ditempatkan pada
lingkungan basah. Namun, air yang terserap ini menimbulkan efek yang nyata pada sifat
mekanik, fisik dan dimensi polimer. Nilai penyerapan air sebesar 0.69 mg/cm2. Umumnya
mekanisme penyerapan air yang terjadi adalah difusi. Difusi adalah berpindahnya suatu
substansi melalui rongga yang menyebabkan ekspansi pada resin atau melalui substansi yang
dapat mempengaruhi kekuatan rantai polimer. Umumnya, basis gigitiruan memerlukan
periode 17 hari untuk menjadi jenuh dengan air. Dari hasil klinikal menunjukkan bahwa
penyerapan air yang berlebihan bisa menyebabkan diskolorisasi.
6. Porositas
Adanya gelembung / porositas di permukaan dan di bawah permukaan dapat
mempengaruhi sifat fisis, estetik, dan kebersihan basis gigitiruan. Porositas cenderung terjadi
pada bagian basis gigitiruan yang lebih tebal. Porositas disebabkan oleh penguapan monomer
yang tidak bereaksi dan berat molekul polimer yang rendah, disertai temperatur resin
mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut. Porositas juga dapat terjadi karena
pengadukan yang tidak tepat antara komponen polimer dan monomer. Timbulnya porositas
dapat diminimalkan dengan adonan resin akrilik yang homogen, penggunaan perbandingan
polimer dan monomer yang tepat, prosedur pengadukan yang terkontrol dengan baik, serta
waktu pengisian bahan ke dalam mould yang tepat.

13
7. Stabilitas warna
Resin akrilik polimerisasi panas menunjukkan stabilitas warna yang baik. a)
perbandingan polimer/monomer. Biasanya 3 sampai 3,5/1 satuan volume atau 2,5/1 satuan
berat.

 Manipulasi
Penggunaan perbandingan yang benar adalah penting :
i. bila ratio terlalu tinggi, tidak semua polimer sanggup dibasahi oleh monomer dan akibatnya
akrilik yang telah digodok akan bergranula.
ii. Tidak boleh terlalu rendah. Sewaktu polimerisasi monomer murni terjadi pengerutan
sekitar 21% satuan volume. Pada adonan akrilik yang berasal dari perbandingan
polimer/monomer yang benar, kontraksi ini adalah sekitar 7%. Bila terlalu banyak monomer,
maka kontraksi yang terjadi akan besar.

b) Pencampuran bubuk dan cairan dalam perbandingan yang benar dicampur di dalam tempat
tertutup lalu dibiarkan agak lama hingga dicapai stadium dough. Terdapat beberapa tahap
pada interaksi polimer dan monomer, yaitu:

1. Sandy Stage
 Polimer meresap ke dalam monomer membentuk suatu cairan yang tidak bersatu, masih
terdapat butiran (Granul)
2. Stringy Stage
 Terjadi penetrasi dari monomer sehingga pembungkus polimer pecah dan polimer dapat
meresap ke dalam monomer. Bahan mulai agak lengket dan berserabut ketika ditarik

3. Dough Stage
 Polimer telah jenuh di dalam monomer. Masa menjadi halus dan memiliki struktur seperti
dempul (Dough Like) dan mudah dibentuk tanpa melekat dan berserabut.
 Pada tahap ini massa telah siap dimasukkan ke dalam mold.
4. Rubbery Stage
 Monomer tidak ada lagi, massa tampak seperti karet.
5. Stiff Stage
 Massa menjadi kaku

14
c) Pengamatan setelah pencampuran polimer dan monomer. Bahan yang dicampur akan
melalui fase-fase brikut ini;
i. Mula-mula terbentuk campuran yang menyerupai pasir basah.
ii. Bahan menjadi merekat begitu polimer mulai larut didalam monomer
iii. Kemudian dicapai konsiistensi liat(dough), dimana bahan tidak merekat kedinding
mangkuk ; ini merupakan stadium yang cocok untuk memasukkan bahan kedalam cetakan
mould.
iv. Bila campuran dibiarkan terlalu lama, maka akan menjadi seperti karet dan terlalu keras
untuk dibentuk.
d) Waktu dough ( waktu sampai tercapainya konsistensi liat ) tergantung pada :
i. Ukuran partikel polimer ; partikel yang lebih cepat larut dan lebih cepat tercapai konsistensi
dough / liat
ii. Berat molekul polimer ; lebih kecil berat molekul lebih cepat terbentuk konsistensi liat.
iii. Terdapatnya plasticisier ; pada beberapa bahan terdaspat plasticisier , ini mempercepat
terbentuknya dough
iv. Suhu adalah penting ; sebagai contoh, pembentukan dough dapat diperlambat dengan
menyimpan campuran didalam freezer
v. Perbandingan polimer / monomer ; bila tinggi mak,a waktu waktu dough lebih singkat

e) Persiapan Mold:
1. Teknik Molding-Tekanan
 Susunan gigi tiruan disiapkan untuk proses penanaman.
 Model master ditanam dalam stone gigi yang dibentuk dengan tepat
 Permukaan oklusal dan insisal elemen gigi tiruan terlihat untuk mempermudah pembukaan
protesa
 Penanaman dalam kuvet gigi tiruan penuh rahang atas
 Pemisahan kedua bagian kuvet selama proses pembuangan malam
2. Teknik Molding Penyuntikan  Lebih Akurat
 Penempatan sprue untuk memasukkan resin
 Permukaan oklusal dan insisal dari elemen gigi protesa dibuaka untuk mempermudah
pengeluaran protesa

15
 Pemisahan kedua bagian kuvet selama proses pembuangan malam
 Penyuntikan resin dan penempatan kuvet kedalam bak air

f) Mould lining.
Setelah semua wax dikeluarkan dari cetakan dengan cara menyiramnya dengan air mendidih
dan deterjen, diding cetakan harus diberi lapisan separator untuk :
i. Mencegah merembesnya monomer ke bahan cetakan gips dan berpolimerisasi disan
sehingga menghasilkan permukaan yang kasar dan merekat dengan bahan cetakan / gips
ii. Mencegah air dari bahan cetakan masuk kedalam akrilik resin

g) Pengisian.
Teknik pengisian menggunakan teknik molding tekanan, yaitu:
 Resin yang sudah diaduk dengan baik ditekuk menyerupai bentuk tapal kuda dan
ditempatkan dirongga mold
 Kuvet ditempatkan pada alat penekan kuvet ke dalam bak air
 Kelebihan bahan secara hati-hati dibuang dari kuvet
 Kuvet dipindahkan ke alat pembawa kuvet yang berfungsi untuk mempertahankan tekanan
pada kuvet selama proses berlangsung.

Sewaktu melakukan pengisian kedalam cetakan perlu diperhatikan agar :


i. Cetakan terisi penuh, dan
ii. Sewaktu di press terdapat tekanan yang cukup pada cetakan : ini dapat dicapai dengan cara
mengisikan dough sedikit lebih banyak kedalam cetakan. Selama polimerisasi terjadi
kontraksi yang mengakibatkan berkurangnya tekanan di dalam cetakan. Pengisian yang
kurang dapat mengakibatkan berkurangnya tekanan dalam cetakan. Pengisian yang kurang
dapat menyebabkan terjadinya shrinkage porosity

h) Kiur. Cetakan yang telah diisi kemudian dipanaskan dalam oven atau water bath ; suhu dan
lamanya pemanasan harus dikontrol . selama kiur perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :
i. Bila bahan mengalami kiur yang tidak penuh, gigi tiruan kemungkinan mengandung sisa
monomer yang tinggi. Hal ini perlu dicegah.

16
ii. Kecepatan peningkatan suhu harus tidak terlalu besar. Monomer mendidih pada suhu
100,3o C. resin hendaknya jangan mencapai suhu ini sewaktu masih terdapat sejumlah bagian
monomer yang belum bereaksi. Reaksi polimerisasi adalah eksoterm. Maka apabila sejumlah
besar masa akrilik yang belum kiur tiba-tiba dimasukkan kedalm air mendidih, suhu resin
bias naik sampai diatas 100,3o C sehingga menyebabkan monomer menguap. Ini
menyebabkan terjadinya gaseous porosity

Dapat dipergunakan dua alternative teknik teknik pemanasan :


i. Dipanaskan pada 72o C selama sedikitnya 16 jam , atau
ii. Panaskan pada 72o C selama 2 jam , selama mana hampir semua monomer telah bereaksi
meskipun jumlah sisa monomer masih diatas batas yang dapat ditoleransi ; suhu kemudian
dinaikkan sampai 100o C dan dibiarkan selama 2 jam lagi. Teknik yang belakangan ini
menyebabkan gigi tiruan dapat dibuat dalam waktu yang lebih singkat. Tetapi dengan cara ii
lebih besar kemungkinan terjadinya perubahan bentuk selama pekerjaan deflasking

i) Pendinginan. Kuvet / flask haruis dibiarkan dingin secara perlahan sewaktu masih dalam
press; baik di dalam oven atau pada water bath. Jangan sekali-kali melakukan pendingian
terdapat perbedaan kontraksi antara bahan cetakan / gips dan akrilik yang menyebabkan
timbul stress didalam polimer. Pendinginan secara perlahan memberi kasempatan lepasnya
stress ini oleh karena plastic deformation. Bahan yang kiur pada suhu yang lebih tinggi
mempunyai sisa stress yang lebih besar dan lebih mudah mengalami perubahan bentuk.

j) Deflasking. Mengeluarkan hasil kiur dari bahan cetakan / gips harus dilakukan dengan hati-
hati untuk mencegah patahnya gigi tiruan

k) Penyelesaian dan pemolesan. Biasanya dipergunakan suspensi arahan batu apung halus
dalm air. Pemolesan akhir dilakukan misalnya dengan whiting yang dipakai sebagai suspensi
pada kain basah. Kadang-kadang dilakukan teknik pemolesan kering. Selama pemolesan
harus dijaga agar jangan timbul panas yang berlebih pada gigi tiruan.

 Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan resin akrilik polimerisasi panas adalah:
1. Harga murah dan pembuatan mudah
2. Mudah direparasi/ modifikasi
17
3. Tidak larut dalam cairan mulut
4. Estetik sangat baik
5. Ikatan kimia yang baik pada gigitiruan akrilik

Kerugian resin akrilik polimerisasi panas adalah:


1. Daya tahan fatik rendah
2. Konduktivitas rendah
3. Kekuatan fleksural rendah

Resin akrilik polimerisasi panas umumnya diproses dalam sebuah kuvet dengan
menggunakan teknik compression-moulding. Bubuk dan cairan dicampur dengan
perbandingan volume 3:1 atau perbandingan berat 2,5:1.
Bahan yang telah dicampur melewati empat tahap:
a. Tahap pertama: tahap basah, seperti pasir (wet sand stage)
b. Tahap kedua: tahap lengket berserat (tacky fibrous) selama polimer larut dalam monomer
(sticky stage)
c. Tahap ketiga: tahap lembut, seperti adonan, sesuai untuk diisi ke dalam mould (dough stage
/ gel stage)
d. Tahap keempat: tahap kaku, seperti karet (rubbery stage)

Setelah pembuangan malam, adonan diisikan dalam mould gips. Kuvet ditempatkan,
di bawah tekanan, dalam water bath dengan waktu dan suhu terkontrol untuk memulai
polimerisasi resin akrilik polimerisasi panas. Umumnya resin akrilik polimerisasi panas
o
dipolimerisasi dengan menempatkan kuvet dalam water bath dengan suhu konstan pada 70 C
o
selama 90 menit dan dilanjutkan dengan perebusan akhir pada suhu 100 C selama 30 menit
sesuai rekomendasi Japan Industrial Standard (JIS). Setelah prosedur polimerisasi, kuvet
dibiarkan dingin secara perlahan hingga mencapai suhu kamar untuk memungkinkan
pelepasan internal stress yang cukup sehingga meminimalkan perubahan bentuk basis.
Selanjutnya dilakukan pemisahan kuvet dan harus dilakukan dengan hati-hati untuk
mencegah fraktur atau distorsi gigitiruan. Setelah dikeluarkan dari kuvet, basis gigitiruan
akrilik siap untuk diproses akhir dan dipoles.

18
 Akibat Manipulasi yang Salah

- Proses polimerisasi dalam resin basis gigi tiruan tipe I ini merupakan suatu reaksi
Eksotermis
- Peningkatan temperatur melebihi titik didih monomer  panas tidak dapat dikeluarkan
(karena resin: konduktor panas yang buruk)  monomer yang tidak bereaksi atau polimer
dengan berta molekul rendah mendidih  PORUS pada basis protesa yang sedang diproses.
 Sifat-sifat dan Indikasi Penggunaan
- SIFAT-SIFAT:
1) Sifat Menguntungkan:
a) Estetik bagus
b) High Glass-transition Temperature
c) Mudah untuk dimanipulasi
d) Harga terjangkau
e) Hasil akhir pada permukaan terlihat bagus
2) Sifat Merugikan:
a) Monomer bebas atau formaldehid dapat menimbulkan reaksi sensitif
b) Kekuatan terhadap benturan rendah
c) Fleksibilitas rendah
d) Fatigue Life terlalu pendek
e) Radiolusen

- INDIKASI PENGGUNAAN:
1) Bahan individual tray
2) Bahan repair, relining, dan rebasing
 Menyesuaikan kondisi mukosa yang secara fisiologis beubah
3) Bahan plat ortodonsi (removeable)
4) Bahan penambah ”post dam” pada full denture
 Pada gigi palsu dibuat pagaran ± 2 mm agar dam (jarak antara gigi palsu) tidak
kemasukkan saliva yang dapat membuat lepas
5) Sebagai bahan restorasi

19
6.2 Self Cured Acrylic  Tipe II
 Pengertian
Setiap resin yang dapat dipolimerisasi dengan penambahan suatu aktivator atau katalisator
tanpa menggunakan panas dari luar. Disebut juga Chemically Activated Resin, Autopolymer
Resin, Cold Curing Resin, atau Quick Cure Resin.
 Komposisi
Tipe I
Powder PMMA
Benzoil Peroksida  inisiator
Pigmen ; sekitar 1% tercampur dalam partikel polimer
Opaficer  Titanium atau Zinc Oksida
Plasticizers  Dibutil Ptalat
Serat Sintetik  Nilon, akrilik

Liquid MMA  Dapat mengiritasi mukosa


Di-n-butilpthalat
Dimetil-P-Toluidine  Aktivator
Hidroquinon  Inhibitor
Cross Linking Agent  Etilene Glikol Dimetakrilat

Tipe II
Powder Polietil Metakrilat
Benzoil Peroksida  Inisiator
Pigmen ; sekitar 1% tercampur dalam partikel polimer
Opaficer  Titanium atau Zinc Oksida
Plasticizers  Dibutil Ptalat
Serat Sintetik  Nilon, akrilik
Liquid Butil Metakrilat
Dimetil-P-Toluidine  Aktivator
Hidroquinon  Inhibitor
Cross Linking Agent  Etilene Glikol Dimetakrilat

20
 Manipulasi
- Prosedur pencampuran pada dasarnya sama dengan teknik pencampuran pada Heat
Cured Resin.
- Persiapan Mold:
1) Teknik yang paling sering digunakan adalah teknik molding tekanan. Urutan kerjanya
sama dengan tenik molding tekanan pada Heat Cured Resin.
2) Teknik lainnya, TEKNIK RESIN CAIR:
• Urutan Kerja:
 Susunan gigi yang telah sempurna ditempatkan dalam kuvet resin cair
 Susunan gigi diangkat dari Bahan tanam hidrokoloid reversibel  Berbentuk seperti Gel
 Persiapan Sprue dan jalan masuk resin cair
 Mengembalikan posisi elemen gigi dan model master
 Memasukkan resin jenis tuang
 Melepas protesa yang sudah selesai dibuat
• Keuntungan:
 Perbaikan adaptasi terhadap jaringan lunak yang terletak dibawahnya.
 Menurunnya kemungkinan kerusakan pada elemen gigi protesa serta basis protesa
selama pembuatan kuvet
 Berkurangnya biaya bahan
 Penyederhanaan penanaman kuvet, pembukaan kuvet dan prosedur penyelesaian
• Kerugian:
 Pergeseran elemen gigi protesa selama proses berlangsung
 Terjebaknya udara di dalam basis protesa
 Buruknya perlekatan basis protesa dengan elemen gigi resin akrilik
 Kepekaan teknik
- Pengisian Resin:
Pembuatan mold dan pengisian resin dilakukan dengan cara yang sama seperti pada Heat
Cured Resin
- Polimerisasi:
1) W:P rasio
Polimer dan monomer dipasok dalam bentuk bubuk dan cairan. Komponen tersebut
dicampur dalam perbandingan tertentu yang disesuaikan pabrik untuk berbagai tujuan

21
penggunaannya.
2) Prosedur polimerisasi
• Aktivasi  bubuk dan cairan dicampur, benzoil peroksida teraktivasi oleh Dimetil-P-
Toluidine.
• Inisiasi  menggunakan substansi kimia untuk membentuk radikal bebas, memulai
reaksi polimerisasi. Pada tahap ini, diperlukan periode yang panjang. untuk
memperpanjang tahap ini, dapat dilakukan dengan cara menurunkan temperatur massa
resin, dengan memasukkan komponen cair atau alat pengaduk ke lemari pendingin.
• Propagasi  molekul yang teraktivasi mengaktivkan molekul lain, membentuk rantai
polimer
• Terminasi  penyatuan 2 rantai bertumbuh (kombinasi) atau perpindahan suatu ion
hidrogen dari satu rantai ke rantai lain.
3) Interaksi Polimer dan Monomer
Sama dengan interaksi pada Heat Cured Resin, yaitu terdiri atas beberapa tahap:
a. Sandy Stage
b. Stringy Stage
c. Dough Stage  adonan siap di aplikasikan ke cetakan
d. Ruberry Stage
e. Stiff Stage
4) Tahap Akhir Polimerisasi
a. Deflasking. Mengeluarkan hasil kiur dari bahan cetakan / gips harus dilakukan dengan
hati-hati untuk mencegah patahnya gigi tiruan
b. Penyelesaian dan Pemolesan. Biasanya dipergunakan suspensi arahan batu apung halus
dalm air. Pemolesan akhir dilakukan misalnya dengan whiting yang dipakai sebagai
suspensi pada kain basah. Kadang-kadang dilakukan teknik pemolesan kering. Selama
pemolesan harus dijaga agar jangan timbul panas yang berlebih pada gigi tiruan.

 Waktu yang dibutuhkan


- Setelah penutupan kuvet protesa terakhir, tekanan harus tetap dipertahankan selama proses
polimerisasi. Waktu yang dibutuhkan untuk polimerisasi beragam sesuai deng bahan yang
dipilih
- Pengerasan awal resin umumnya terjadi dalam 30 menit setelah penutupan kuvet terakhir.
Namun diragukan bahwa polimerisasi sudah sempurna.

22
- Untuk menjamin polimerisasi sudah terjadi secara sempurana maka kuvet harus ditahan
dibawah tekanan selama minimal 3 jam.

Akibat Manipulasi yang Salah


- Resin yang terpolimerisasi secara kimia tidak pernah sesempurna Heat Cured Resin.
Resin yang terpolimerisasi secara kimia  3-5% monomer bebas. Sedangkan Heat Cured
Resin  0,2-0,5% monomer bebas.
- Kegagalan memperoleh polimerisasi yang sempurna cenderung menyebabkan
ketidakstabilan dimensi basis protesa, serta iritasi jaringan lunak.

 Sifat-sifat dan Indikasi Penggunaan


- SIFAT-SIFAT:
1) Sifat Menguntungkan:
a) Mudah untuk dilepas dari kuvet
b) Dimensi lebih akurat
c) Fleksibilitas lebih tinggi dibanding Heat Cured Resin
d) Distorsi lebih rendah dibanding Heat Cured Resin
2) Sifat Merugikan:
a) Cukup mahal
b) Sifat estetik kurang dibanding Heat Cured Resin
c) Terdapat peningkatan Creep
d) Terdapat peningkatan monomer bebas
e) Warna kurang stabil
f) Kurang kuat
g) Adhesi dengan gigi kurang
h) Menyebabkan iritasi

- INDIKASI PENGGUNAAN:
1) Bahan individual tray
2) Bahan repair, relining, dan rebasing
 Menyesuaikan kondisi mukosa yang secara fisiologis berubah
3) Bahan plat ortodonsi (removeable)
4) Bahan penambah ”post dam” pada full denture

23
 Pada gigi palsu dibuat pagaran ± 2 mm agar dam (jarak antara gigi palsu) tidak kemasukkan
saliva yang dapat membuat lepas.
5) Kadang digunakan sebagai bahan restorasi
 Pour-Cured Resin
- Teknik dimana suatu campuran encer akrilik Self Cured Resin dituang ke cetakan untuk
membentuk suatu basis gigi tiruan.
-Sifat-sifat:
a) Kurang akurat
b) Banyak porus
c) Creep lebih besar

6.3 Thermoplastic Blank or Powder  Tipe III


- Resin ini melunak ketika dipanaskan melebihi temperatur transisi kaca (Tg).
- Bahan tersebut kemudian dapat dibentuk dan dengan pendinginan, akan mengeras dalam
bentuk tersebut
- Namun, pada pemanasan ulang bahan melunak kembali serta dapat dibentuk kembali
bila diperlukan sebelum mengeras begitu temperatur menurun. Siklus ini dapat dilakukan
berulang-ulang.
- Resin ini dapat dicampur dan biasanya larut dalam pelarut organik.
- Kebanyakan bahan plastik dalam kedokteran gigi termasuk kelompok termoplastik,
seperti kompoun cetak dan akrilik

6.4 Visible Light Cured Acrylic  Tipe IV


 Pengertian
Resin yang terpolimerisasi oleh pajanan terhadap cahaya. Resin ini biasanya
teraktivasi oleh sinar biru, dengan panjang gelombang 400-500 nm.
 Komposisi
- Resin basis protesa komponen tunggal dipasok dalam bentuk lembaran dan benang
serta dibungkus dalam kantung kedap cahay untuk mencegah polimerisasi yang tidak
diinginkan.
- Bahan ini digambarkan sebagai suatu komposit yang terdiri dari:
a) Urethan Dimetakrilat
b) Silika ukuran mikro

24
c) Monomer resin akrilik yang berberat molekul tinggi
- Sinar yang terlihat oleh mata  berperan sebagai aktivator, curing agent, dan bonding
agent
- Camphoroquinone  berperan sebagai inisiator

 Manipulasi
Pembuatan basis protesa dengan menggunakan resin yang diaktifkan dengan sinar
adalah dengan teknik yang dijelaskan sebelumnya, yaitu:
- Media penanam yang opak mencegah masuknya sinar, jadi resin yang diaktifkan
dengan sinar tidak dapat dimasukkan ke dalam kuvet dengan cara konvensional
- Gigi disusun dan basis protesa dibentuk pada model yang akurat
- Basis protesa dipaparka pada sumber sinar berintensitas tinggi yang dapat dilihat mata
selama kurun waktu tertentu.
- Prosedur polimerisasi:
INISIATOR AKTIVATOR
VL
Ar2C O + RCH2CH2NR’ ArC’ OH + RCH2CHNR’
- Protesa dikeluarkan dari model, dirapikan dan dipoles secara konvensional

 Sifat-sifat dan Indikasi Penggunaan


-SIFAT-SIFAT:
1) Sifat Menguntungkan:
a) Tidak terdapat monomer metakrilat
b) Penyusutan selama polimerisasi kecil
c) Dapat dibentuk dengan baik
d) Dapat dimanipulasi dengan peralatan sederhana
e) Lebih cepat
2) Sifat Merugikan:
a) Elastik modulus kecil
b) Radiolusen
c) Kemungkinan distorsi kecil

25
- INDIKASI PENGGUNAAN:
1) Bahan Relining yang cukup kuat
2) Bahan konstruksi sendok cetak
3) Bahan Repair, ketika terjadi fraktur (patah) pada akhir proses restorasi.
6.5 Microwave Cured Materials  Tipe V
- Polimerisasi terjadi dengan menggunakan energi gelombang mikro
- Menggunakan resin dengan rumus khusus serta kuvet non-logam
- Oven gelombang mikrokonvensional digunakan untuk memasok energi termal dalam
polimerisasi
- Keuntungan utama dari teknik ini adalah kecepatan polimerisasi yang dicapai. Lebih
cepat dibandingkan resin yang terpolimerisasi melalui cara yang konvensional
- Selain itu, ketepatan basis protesa yang terpolimerisasi menggunakan energi
gelombang mikro setara dengan resin yang diproses menggunakan teknik konvensional.

7. Sifat-Sifat
 Sifat Mekanis
Sifat mekanis adalah respons yang terukur, baik elastis maupun plastis, dari bahan bila
terkena gaya atau distribusi tekanan. Sifat mekanis bahan basis gigitiruan terdiri atas kekuatan
tensil, kekuatan impak, fatique, crazing dan kekerasan.
a. Kekuatan Tensil
Kekuatan tensil resin akrilik polimerisasi panas adalah 55 MPa. Kekuatan tensil resin
akrilik yang rendah ini merupakan salah satu kekurangan utama resin akrilik.
b. Kekuatan Impak
Kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas adalah 1 cm kg/cm. Resin akrilik
memiliki kekuatan impak yang relatif rendah dan apabila gigitiruan akrilik jatuh ke atas
permukaan yang keras kemungkinan besar akan terjadi fraktur.
c. Fatique
Resin akrilik memiliki ketahanan yang relatif buruk terhadap fraktur akibat fatique.
Fatique merupakan akibat dari pemakaian gigitiruan yang tidak didesain dengan baik
3
sehingga basis gigitiruan melengkung setiap menerima tekanan pengunyahan. Kekuatan
fatique basis resin akrilik polimerisasi panas adalah 1,5 juta lengkungan sebelum patah
2
dengan beban 2500 lb/in pada stress maksimum 17 MPa.

26
d. Crazing
Crazing kadang-kadang muncul berupa kumpulan retakan pada permukaan gigitiruan resin
akrilik yang dapat melemahkan basis gigitiruan. Retakan-retakan ini dapat timbul akibat salah
satu dari tiga mekanisme berikut. Pertama, apabila pasien memiliki kebiasaan sering
mengeluarkan gigitiruannya dan membiarkannya kering, siklus penyerapan air yang konstan
diikuti pengeringan sehingga dapat menimbulkan stress tensil pada permukaan dan
mengakibatkan terjadinya crazing. Kedua, penggunaan anasir gigitiruan porselen juga dapat
menyebabkan crazing pada basis di daerah sekitar leher anasir gigitiruan yang diakibatkan
perbedaan koefisien ekspansi termal antara porselen dan resin akrilik. Ketiga, crazing dapat
terjadi selama perbaikan gigitiruan ketika monomer metil metakrilat berkontak dengan resin
akrilik yang telah mengeras dari potongan yang sedang diperbaiki. Tingkat crazing ini dapat
dikurangi oleh cross-linking agent yang berfungsi mengikat rantai-rantai polimer.

Secara singkat penyebab crazing yaitu:


 Mechanical stresses (stress mekanis)
 Beda coefficients of thermal expansion (stress yang timbul oleh karena adanya
perbedaan
 koefisien ekspansi termis antara geligi tiruan porselen)
 Liquid self curing (kerja bahan pelarut)

e. Kekerasan
Nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas adalah 20 VHN atau 15 kg/mm. Nilai
kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif lunak dibandingkan dengan
logam dan mengakibatkan basis resin akrilik cenderung menipis. Penipisan tersebut
disebabkan makanan yang abrasif dan terutama pasta gigi pembersih yang abrasif, namun
penipisan basis resin akrilik ini bukan suatu masalah besar.
Kekurangan utama dari resin akrilik adalah mudah frakturnya gigitiruan, hal ini berhubungan
erat dengan sifat-sifat mekanis resin akrilik polimerisasi panas, yaitu kekuatan tensil, lentur,
fatique dan impak yang rendah serta sifat notch sensitivity yang tinggi.
 Sifat Kemis dan Biologis
Sifat kemis adalah sifat suatu bahan yang dapat mengubah sifat dasar bahan tersebut,
seperti penyerapan air dan stabilitas warna. Sifat biologis adalah sifat suatu bahan dalam

27
interaksinya dengan makhluk hidup, seperti pembentukan koloni bakteri dan
biokompatibilitas.
a. Penyerapan Air
Resin akrilik menyerap air secara perlahan, biasanya melalui difusi, dan mencapai
titik keseimbangan sekitar 2 % setelah periode beberapa hari atau minggu tergantung pada
ketebalan gigitiruan. Penyerapan air selalu terjadi pada resin akrilik dengan tingkat yang lebih
besar pada bahan yang lebih kasar. Penyerapan air menyebabkan perubahan dimensi,
meskipun tidak signifikan. Penambahan berbagai serat pada resin akrilik menunjukkan
perubahan dimensi yang lebih kecil selama perendaman dalam air.
Setiap kenaikan berat akrilik sebesar 1 % disebabkan oleh absorbsi air menyebabkan
terjadinya ekspansi (mengembang) linear sebesar 0,23 %. Oleh karena itu denture harus
direndam dalam air bila tidak dipakai. - Penelitian laboratorium menyatakan ekspansi linear
oleh karena absorpsi air sama dengan thermal shrinkage yang disebabkan oleh karena proses
polimerisasi. Adanya molekul air dalam akrilik akan menyebabkan :
 Terjadinya sedikit ekspansi
 Molekul air mempengaruhi ikatan rantai polimer dan bertindak sebagai plasticisers

b. Pembentukan Koloni Bakteri


Kemampuan organisme tertentu untuk berkembang pada permukaan gigitiruan resin
akrilik berkaitan dengan penyerapan air, energi bebas permukaan, kekerasan permukaan, dan
kekasaran permukaan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik polimerisasi
panas memiliki penyerapan air yang rendah, permukaan yang halus, kekerasan permukaan
yang lebih tinggi dibandingkan nilon dan sudut kontak permukaan dengan air yang cukup
besar sehingga apabila diproses dengan baik dan sering dibersihkan maka perlekatan bakteri
tidak akan mudah terjadi. Pembersihan dan perendaman gigitiruan dalam pembersih kemis
secara teratur umumnya sudah cukup untuk mengurangi masalah perlekatan bakteri.
c. Stabilitas Warna
Stabilitas warna dan ketahanan terhadap stain dari nilon, silikon serta dua jenis resin
akrilik dan menemukan bahwa resin akrilik menunjukkan nilai diskolorasi yang paling rendah
setelah direndam dalam larutan kopi. Beberapa penulis juga menyatakan bahwa resin akrilik
polimerisasi panas memiliki stabilitas warna yang baik.
d. Biokompatibilitas
Secara umum, resin akrilik polimerisasi panas sangat biokompatibel. Walaupun
demikian, beberapa pasien mungkin menunjukkan reaksi alergi yang disebabkan monomer

28
sisa metil metakrilat atau benzoic acid pada basis gigitiruan. Pasien yang tidak alergi juga
dapat mengalami iritasi apabila terdapat jumlah monomer yang tinggi pada basis gigitiruan
yang tidak dikuring dengan baik. Batas maksimal konsentrasi monomer sisa untuk resin
akrilik polimerisasi panas menurut standar ISO adalah 2,2 %.

 Sifat Fisik
a. Massa Jenis
Resin akrilik memiliki massa jenis yang relatif rendah yaitu sekitar 1,2 g/cm. Hal ini
disebabkan resin akrilik terdiri dari kumpulan atom-atom ringan, seperti karbon, oksigen dan
hidrogen.
b. Ekspansi Termal
o
Koefisien ekspansi termal resin akrilik polimerisasi panas adalah sekitar 80 ppm/ C. Nilai ini
merupakan angka yang cukup tinggi dari kelompok resin. Umumnya hal ini tidak
menimbulkan masalah, namun terdapat kemungkinan bahwa anasir gigitiruan porselen yang
tersusun pada basis gigitiruan dapat menjadi longgar dan lepas akibat perbedaan ekspansi dan
kontraksi. Resin akrilik merupakan konduktor panas/elektrik yang jelek dibandingkan dengan
gold, cobalt alloys atau dentin.
- Merupakan insulator antara jaringan mulut makanan/minuman yang panas/dingin yang
masuk dalam mulut.

c. Porositas
Adanya gelembung atau porositas di permukaan dan di bawah permukaan dapat
mempengaruhi sifat fisis, estetik dan kebersihan basis gigitiruan. Porositas cenderung terjadi
pada bagian basis gigitiruan yang lebih tebal. Porositas dapat diakibatkan penguapan
monomer yang tidak bereaksi dan berat molekul polimer yang rendah, disertai temperatur
resin akrilik selama kuring mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut.
Porositas juga dapat berasal dari pengadukan komponen bubuk dan cairan yang tidak
tepat. Timbulnya porositas dapat diminimalkan dengan adonan resin akrilik yang homogen,
penggunaan perbandingan polimer dan monomer yang tepat, prosedur pengadukan yang
terkontrol dengan baik, serta waktu pengisian bahan ke dalam mould yang tepat.
Porositas dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Shrinkage porosity : penyusutan
- Gasseous porosity : gelembung udara yang teratur terdapat pada bagian tertebal dari denture

29
Porositas pada resin akrilik terjadi akibat penguapan monomer yang tidak bereaksi
dengan polimer selama proses pencampuran. Porositas pada basis gigitiruan dapat
mempengaruhi kekasaran permukaan, estetik dan kebersihan basis gigitiruan.

d. Berat Molekul :
1) Powder : 500.000-1.000.000
2) Monomer : 100
3) Polimer yang telah kiur, hingga 1.200.000
e. Residual monomer (monomer sisa) :
Akrilik yang telah digodok dengan baik, mengandung 0,2-0,5 %.Processing pada suhu rendah
dan dalam waktu yang singkat menghasilkan sisa monomer yang lebih besar. Ini hendaknya
harus dicegah karena dapat mengakibatkan :
1) Iritasi
2) Akrilik lembek
d. Dimensional occuracy (ketepatan dimensi):
Factor yang berpengaruh :
 Mould expansion (ekspansi cetakan) waktu pengisian
 Thermal expansion (ekspansi termis) dari dough akrilik
 Polymerization shrinkage (kontraksi sewaktu polimerisasi) sekitar 7 %
 Thermal shrinkage on cooling (kontraksi termis waktu pendinginan)
 Panas yang berlebihan pada waktu polishing
f. Dimensional stability (kestabilan dimensional) :
Hal yang berpengaruh :
 Absorpsi air (penyerapan air)
 Internal stresses (tekanan didalam mulut)
g. Rradiolucent (tembus cahaya) :
- Beberapa eksperimen dilakukan untuk meningkatkan radiopacity pada acrylic dengan
radiopaque additives sebagai berikut :
1) Metal wire or powdered metals (menyertakan kawat atau rantai logam dalam akrilik)
→ estetik jelek, memperlemah basis
2) Inorganic salt seperti barium sulphate
→ radiopacity kurang bila konsentrasi rendah
→ bila konsentrasi tinggi memperlemah basis

30
3) Barium acrylate
→ sifat mekanik polimer jelek
4) Halogen yang mengandung co-monomers atau additives, misalnya Tribromophenyl
metacrylate
→ additives dapat bertindak sebagai plastisizers
→ co-monomers sangat mahal
- Jika penggunaan radiopaque additives terlalu banyak, maka akan menimbulkan
menurunnya sifat estetik suatu resin akrilik

8. Fase-fase perubahan akrilik :


· 1.Sandy stege / wet sand stage : konsistensi campurannya kasar seperti pasar basah.
· 2. String stage / sticky stage : monomer akan melarutkan butir-butir polimer sehingga
campuran tersebut melunak, melekat sertaberserabut. Bila dipegang atau ditarik-tarik,
campuran tadi masih melekat di tangan
· 3. Dough stage / packing stage : monomer makin banyak merembes ke dalam butir-butir
polimer dan ada juga monomer yang menguap sehingga onsistensi makin padat . Pada
akhirnya akan menjadi adonan yang plastis dan tidak tidak melekatv lagi pada tangan kalau
dipegang
· 4. Rubbery stage : bentuk dan campuran pada tingkatan paling akhir ini sudah agak
keras,menyerupai karet , tetapi masih dapat diputuskan dengan jari tangan.
· 5. Hard stage : sudah tidak dapat diputuskan dengan tangan

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Craig and Power’s. 2002. Restorative Dental Materials. USA: Mosby.


Craig, et all. 2004. Dental Materials, Properties and Manipulation. USA: Elsevier.
2. Combe EC., 1992. Notes on Dental Materials. 6th ed. Edinburgh: Churchill Livingstone; p
157-163.
3. Craig RG, Powers JM, and Wataha JC. 2000. Dental Materials, Properties and
manipulation. 7th ed. St Louis; Mosby; p 257-280.
4. Yau WF, Cheng YY, Clark RK, and Chow TW, 2002. Pressure and Temperature Changes
in Heat-Cured Acrylic Resin during Processing. Dent Mater; 18: 622-629.
5. Vallitu PK, Miettinen V, and Alakuijala P., 1995. Residual Monomer Contemt and its
release into Water from Denture Base materials. Dent Mater; 11: 338-342.
6. Harriso A, Hugget R., 1992. Effect Of The Curing Cycle On Residual Monomer levels Of
Acrylic Resin Denture Base Polimers. J Dent; 20: 370-374.
7. Baker S, Brooks SC, and Walker, DM. 1998; The Release of Residual Monomeric Methyl
methacrylate from Acrylic Appliances in the Human Mouth. J Dent Res: 67: 1295-1299.
8. McCabe,J.F. and Walls,A.W.G.2008. Applied Dental Materials.9 ed. Uk : Blackwell
publishing itd.
9. Manappallil , johan j. 2003. Basic Dental Materials. India : Jaypee Brothers Medical
Publisherss.

32

Anda mungkin juga menyukai