Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PRAKTIKUM

Topik

: Manipulasi Resin Akrilik Polimerisasi Kimiawi

Kelompok : 5

Tanggal Praktikum : 2 November 2016

No.

Nama

Nomor Mahasiswa

1.

Risma Choiriyah

15/380113/KG/10243

2.

Ega Dwi Cahyani

15/381020/KG/10245

Pembimbing: Prof. Dr. drg. Widowati, S., MS


1. HASIL PRAKTIKUM
No.

Manipulasi

Waktu

Keterangan

1.

Mencapai fase dough

1 menit 32 detik

2.

Mencapai terminasi

13 menit 55 detik

Terdapat porus
internal dan
permukaan tidak
rata

2. PEMBAHASAN
Resin akrilik polimerisasi kimia mempunyai aktivator kimia yang menginduksi
polimerisasi. Aktivasi kimia tidak membutuhkan energi panas maka dari itu dapat terjadi
pada suhu ruangan. Maka resin aktivasi kimia sering juga disebut cold-curing, self-curing,
dan autopolimerisasi resin (Annusavice, 2003). Aktivasi kimia terjadi karena penambahan
amina tertier seperti dimethyl-para-toludine pada cairan monomer. Pada saat mencampur
serbuk dan cairan, amina tertier menyebabkan dekomposisi dari benzoil peroksida.
Akibatnya radikal bebas diproduksi dan menginisiasi polimerisasi (Annusavice, 2003).
Dalam beberapa kasus klinis, gigi tiruan sangat rentan patah. Hal ini dapat diperbaiki
dengan mengunakan cold-curing polymers (Raszewski dan Nowakowska, 2013).
Saat mencampur polimer dan monomer akan memiliki konsistensi yang berbeda
mulai dari sandy, sticky, dough, rubbery, dan stiff. Campuran harus dipacking pada flask saat
fase dough. Jika campuran dimasukkan pada fase sandy atau sticky, masih terdapat banyak
monomer sehingga material akan memiliki viskositas rendah dan akan mengalir keluar dari
flask secara mudah (Powers dan Craig, 2002).

Menurut McCabe, dkk., (2008), fase dough didapat ketika material resin sudah mulai
kompak dan tidak lengket. Resin berbentuk plastis atau mudah dibentuk dan tidak menempel
pada dinding stellon pot. McCabe, dkk., (2008) menyatakan bahwa fase dough resin akrilik
polimerisasi kimiawi didapat hanya dalam beberapa menit. Dalam beberapa menit fase dough
dapat dicapai, kemudian terjadi polimerisasi secara cepat yang ditandai dengan kenaikan
temperatur resin. Setting time resin dapat diketahui dengan tekstur material yang mulai
mengeras serta tidak dapat dibentuk lagi.
Pada praktikum, hasil waktu yang didapatkan pada menjadi fase dough yaitu 1 menit
32 detik. Menurut Annusavice (2003) spesifikasi ANSI/ADA No.12 basis denture resin
membutuhkan untuk mencapai konsistensi kurang dari 40 menit dari pertama kali proses
mencampur. Secara umum resin mencapai konsistensi dough kurang dari 10 menit. Menurut
Powers dan Craig (2002) menyatakan bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai konsistensi packing hanya 5 menit. Sehingga hasil dari percobaan telah sesuai
dengan teori yang ada.
Fase dough dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut teori McCabe (2008),
terbentuknya fase dough dipengaruhi oleh ukuran partikel dan berat molekuler dari polimer.
Ukuran partikel dan berat molekuler yang lebih kecil akan terlarut lebih cepat di dalam
monomer sehingga menyebabkan waktu terbentuknya fase dough menjadi lebih singkat.
Selain itu faktor lain adalah W/P ratio antara monomer dan polimer yang dapat
mempengaruhi terbentuknya fase dough. Bila monomer yang digunakan terlalu banyak atau
polimer yang terlalu sedikit maka akan lebih lama untuk mencapai fase dough. Sedangkan
bila monomer yang digunakan terlalu sedikit atau polimer yang terlalu banyak maka resin
akrilik saat fase dough sulit untuk dibentuk dan memungkinkan resin tidak terbentuk
polimerisasi yang sempurna saat processing (Manapallil, 2003).
Pada praktikum didapatkan waktu mencapai terminasi yang ditandai dengan
dinginnya resin akrilik dicapai pada waktu 13 menit 55 detik. Hal ini sesuai dengan teori
Powers dan Craig (2002) menyatakan bahwa setelah packing flask yang tertutup dipress
dengan minimum 2.5 jam untuk memastikan polimerisasi telah berakhir.
Pada praktikum, didapatkan hasil manipulasi resin akrilik polimerisasi kimiawi
dengan porus internal. Kemungkinan penyebab porusitas dapat terjadi menurut Anusavice
(2003), yaitu adanya udara ketika mencampurkan atau menuangkan monomer dan polimer

pada proses pengadukan. Pada saat praktikum, pengadukan monomer dan polimer dilakukan
dengan kondisi stellon pot terbuka sehingga terjadi kontak dengan udara yang menyebabkan
porus.
Selain itu menurut Annusvice (2003) porus dapat terjadi karena menguapnya
monomer sisa dan berat molekul yang rendah pada polimer ketika resin mencapai titik didih.
Pada saat pengadukan, stellon pot yang terbuka dapat menyebabkan monomer menguap.
Penyebab porusitas yang lain adalah kurang tercampurnya komponen polymer-monomer
yang menyebabkan adonan tidak homogen. Tidak meratanya campuran cairan dan serbuk
menyebabkan satu bagian mengandung banyak monomer sedang bagian lain tidak sehingga
pada saat polimerisasi, bagian yang banyak mengandung monomer ini akan lebih menyusut
dibanding bagian lain sehingga dapat menimbulkan ruang (Anusavice, 2003). Tekanan
material tidak adekuat pada mold saat polimerisasi juga dapat menyebabkan porusitas.
Menurut Anusavice (2003), porusitas dapat diminimalisir dengan memastikan
campuran resin akrilik homogen, memperhatikan w/p rasio dari monomer dan polimer serta
prosedur pengadukan yang benar. Campuran material akan lebih homogen pada fase dough.
Tingkat porositas yang sangat tinggi dari resin self curing dapat mempengaruhi kekuatan, sifat
estetika dan porus yang terjadi dapat menjadi tempat pertubuhan Candida yang dapat
menyebabkan peradangan dan rasa sakit pada jaringan lunak (Ghani dan Moosa, 2012).

3. KESIMPULAN
Fase dough resin akrilik polimerisasi kimiawi didapat dalam waktu 1 menit 32 detik.
Polimerisasi resin akrilik polimerisasi kimiawi selesai dalam waktu 13 menit 55 detik,

ditandai dengan resin tidak panas dan tekstur material yang mengeras.
Porus dapat terjadi karena kontak dengan udara saat pencampuran, monomer yang
menguap, adonan yang kurang homogen, perbandingan W/P yang tidak sesuai.

4. DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, K.J., 2003, Phillips Science of Dental Material, 11th ed., Elsevier Saunders,
Missouri, Hal. 722, 727, 734, 735, 741, 742.

Craig, R. G., Powers, J. M., 2002, Restorative Dental Material, 11th ed., Mosby, USA, Hal.
652, 653, 656, 659.
Ghani, F., dan Moosa, R., 2012, Effect of Curing Methods and Temperature on Porosity in
Acrylic Resin Denture Bases, Journal of The Pakistan Dental Association, Pakistan,
21(03): 127-135.
McCabe, John F., Walls, Angus W.G., 2008, Applied Dental Materials, 9th edition, Blackwell
Publishing Ltd., Victoria, Hal. 114-115, 118, 125, 209.
Manapallil, J. J., 2003, Basic Dental Material, 2nd edition, Jaypee Brother Medical
Publisher, New Delhi, Hal. 114.
Raszewski, Z., dan Nowakowska, D., 2013, Mechanical Properties Of Hot Curing Acrylic
Resin After Reinforced With Different Kinds Of Fibers, International Journal of
Biomedical Materials Research, Poland, 1(1): 9-13.

Anda mungkin juga menyukai