Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai jenis bahan yang sering digunakan oleh dokter gigi, salah
satunya adalah bahan cetak. Bahan cetak merupakan bahan yang
digunakan untuk membuat tiruan negatif dari rongga mulut, sehingga
selanjutnya dapat dibuat model gigi darinya. Model gigi tersebut
digunakan oleh dokter gigi sebagai model studi maupun sebagai
model kerja(Anusavice, 2004).
Bahan cetak terdiri dari bahan cetak elastis dan non elastis. Bahan
cetak elastis dibagi lagi menjadi hidrokoloid dan elastomer. Bahan
cetak hidrokoloid merupakan bahan cetak yang substansi dasarnya
berupa koloid yang direaksikan dengan air. Elastomer merupakan
jenis bahan cetak elastis lain diluar bahan cetak hidrokoloid. Suatu
bahan cetak elastomer terdiri atas molekul atau polimer besar yang
diikat oleh sejumlah kecil ikatan. Sedangkan bahan cetak non elastis
terdiri dari plaster of paris, zinc oxide eugenol, impression compound,
dan impression wax. Setiap bahan cetak mempunyai sifat, komposisi,
cara manipulasi dan pengaplikasian yang berbeda (Anusavice, 2004).
Berdasarkan uraian diatas, kami selaku penyusun ingin membahas
tentang klasifikasi material yang ada di kedokteran gigi dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya (Anusavice, 2004).
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja macam bahan cetak yang digunakan dalam kedokteran gigi ?

2. Apa saja komposisi, sifat, kegunaan ?

3. Bagaimana cara manipulasi bahan cetak dalam kedokteran gigi ?

1.3 Tujuan Penulisan


2. Mengetahui definisi dan macam-macam dari bahan cetak, malam, dan
gips yang dipakai di kedokteran gigi.

2. Mengetahui komposisi,sifat dan kegunaan bahan cetak di bidang


kedokteran gigi

3. Mengetahui cara manipulasi bahan cetak dalam kedoktera gigi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Cetak

2.1.1 Definisi Bahan Cetak

Material untuk mencatat atau mereproduksi bentuk dan


hubungan gigi-geligi dan jaringan rongga mulut (Imawati, 2009).

Bahan cetak merupakan bahan yang digunakan untuk membuat


tiruan negatif dari rongga mulut, sehingga selanjutnya dapat dibuat
model gigi darinya. Model gigi tersebut digunakan oleh dokter gigi
sebagai model studi maupun sebagai model kerja. Untuk
menghasilkan cetakan yang akurat, bahan yang digunakan untuk
membuat tiruan dari jaringan intraoral dan ekstraoral harus memenuhi
kriteria sebagai berikut. Pertama, bahan tersebut harus cukup air untuk
beradaptasi dengan jaringan mulut serta cukup kental untuk tetap
berada dalam sendok cetak yang menghantar bahan cetak ke mulut.
Kedua, selama di mulut bahan tersebut harus berubah (mengeras)
menjadi bahan padat menyerupai karet dalam waktu tertentu, idealnya
waktu pengerasan total harus kurang dari tujuh menit. Akhirnya
cetakan yang mengeras harus tidak berubah atau robek ketika
dikeluarkan dari mulut, dan dimensi bahan harus tetap stabil sehingga
bahan cor dapat dituang (Anusavice, 2004).

2.1.2 Syarat Bahan Cetak

Bahan cetak merupakan bahan yang digunakan untuk membuat


tiruan negatif dari rongga mulut, sehingga selanjutnya dapat dibuat
model gigi darinya. Model gigi tersebut digunakan oleh dokter gigi
sebagai model studi maupun sebagai model kerja.Untuk menghasilkan
cetakan yang akurat, bahan yang digunakan untuk membuat tiruan
dari jaringan oral dan ekstraoral harus memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu:
1. Bahan tersebut harus cukup cair untuk beradaptasi dengan jaringan
mulut serta cukup kental untuk tetap berada dalam sendok cetak yang
menghantar bahan cetak ke dalam mulut
2. Bahan tersebut harus berubah atau mengeras menjadi padat
menyerupai karet dalam waktu tertentu selama di dalam mulut,
idealnya waktu pengerasan total kurang dari tujuh menit
3. Cetakan yang mengeras harus tidak berubah atau robek ketika
dikeluarkan dari mulut dan dimensi bahan harus tetap stabil sehingga
bahan cor dapat dituang (Anusavice, 2003).

2.1.3 Sifat Fisik, Mekanik, dan Biologis Bahan Cetak

1. Sifat fisis

a. Creep, adalah perubahan dimensi yang berangsur-angsur tetapi


permanen yang terdapat pada bahan cetak dibawah muatan statis atau
tekanan konstan. Bahan cetak dapat mengalami deformasi permanen
jika load diberikan dalam waktu yang lama walaupun load yang
diberikan dibawah elastic limit.

b. Viskositas, adalah ukuran konsistensi suatu bahan beserta


ketidakmampuannya untuk mengalir. Bahan dengan viskositas
rendah memiliki kemampuan untuk mengalir lebih baik dari pada
bahan dengan viskositas yang tinggi. Viskositas suatu bahan juga
dipengaruhi oleh shear force yang diberikan kepada bahan ketika
pengadukan. Viskositas bahan dapat berkurang dengan
meningkatnya tekanan dari luar atau shear stress. Sehingga, bahan
dengan viskositas rendah hanya membutuhkan sedikit stress untuk
menghasilkan flow yang tinggi.

2. Sifat Mekanis

a. Flow, adalah sifat bahan yang memungkinkan untuk berubah


bentuknya bila diberikan suatu load walaupun load tersebut tidak
diperbesar lagi (konstan). Bahan cetak yang memiliki flow yang
tinggi mengalir dengan baik dan dapat mencetak detail yang baik.

b. Elastisitas, adalah sifat suatu benda yang dimungkinkan untuk


diubah bentuknya dengan beban yang bila beban tersebut dihilangkan
akan kembali kebentuk semula. Sifat elastisitas yang baik pada
suatu bahan dapat ditunjukkan dengan melihat besarnya elastic
recovery dan perubahan dimensi bahan tersebut.

c. Tear strength, adalah ketahanan suatu bahan cetak terhadap sobekan.


Nilai tear strength dapat dilihat dengan adanya tear resistance. Tear
resistance pada bahan cetak merupakan pertimbangan yang penting
selama bahan cetak dipindahkan dari mulut.

d. Fleksibilitas, adalah kemampuan suatu bahan untuk berubah bentuk


setelah diberikan sedikit stress. Maksimum fleksibilitas pada bahan
cetak elastis dibutuhkan untuk berdeformasi tanpa menyebabkan
perubahan bentuk yang permanen. Makin rendah nilai fleksibilitas
suatu bahan cetak makin sulit bahan cetak tersebut diangkat dari
mulut.

3. Sifat biologis

Hipersensitivitas dan toksisitivitas. Contohnya: Bahan cetak


alginat tidak mengiritasi, tidak beracun, dan dapat ditolerir oleh
jaringan mulut. Bau dan rasanya biasanya bisa ditolerir (Rinaldy,
2009).

2.1.4 Klasifikasi Bahan Cetak

Bahan cetak dapat dikelompokkan menurut sifat mekanisnya.


Ada dua jenis bahan cetak, yaitu:

1. Bahan Cetak Elastis


Bahan cetak elastis dapat secara akurat memproduksi baik struktur
keras maupun lunak dari rongga mulut, termasuk undercut dan celah
interproksimal. Meskipun bahan ini dapat dipakai untuk mencetak
pasien tanpa gigi, kebanyakan dibuat untuk model cor untuk gigi
tiruan sebagian cekat atau lepasan serta untuk unit restorasi tunggal
(Anusavice, 2004). Bahan cetak elastis dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
a. Hidrokoloid
Bahan cetak hidrokoloid merupakan bahan cetak yang substansi
dasarnya berupa koloid yang direaksikan dengan air. Koloid
merupakan kombinasi dari wujud benda apapun, terkecuali bentuk
gas. Semua penghambur koloid disebut sol. Bahan cetak hidrokoloid
3
dibagi lagi menjadi dua, yaitu (Anusavice, 2004):
1) Irreversibel
Bahan cetak hidrokoloid irreversibel dapat dicontohkan dengan
alginat. Bahan ini disebut irreversibel, sebab bahan ini tidak dapat
kembali menjadi wujud dasarnya setelah bereaksi membentuk wujud
sol. Bahan ini ditemukan pada saat bahan cetak yang digunakan
sebelumnya menjadi langka, yakni pada waktu perang dunia kedua.
Bahan ini memiliki kelebihan dibandingkan bahan cetak lainnya,
yakni proses manipulasinya yang mudah, nyaman bagi pasien, dan
relatif tidak mahal karena tidak memerlukan banyak peralatan.
2) Reversibel
Bahan reversibel dipengaruhi oleh suhu, sehingga bahan ini dapat
kembali ke bentuk semula. Bahan ini leleh pada temperatur 70-100 0C,
sedangkan pada temperatur 37-500C, bahan ini dapat menjadi gel,
contohnya adalah agar.
b. Elastomer

Elastomer merupakan jenis bahan cetak elastis lain diluar bahan


cetak hidrokoloid. Suatu bahan cetak elastomer terdiri atas molekul
atau polimer besar yang diikat oleh sejumlah kecil ikatan. Ikatan
tersebut mengikat rantai polimer yang melingkar pada titik tertentu
untuk membentuk jalinan tiga dimensi yang sering disebut sebagai
gel. Pada keadaan ideal, peregangan menyebabkan rantai polimer
membuka lingkaran hanya sampai batas tertentu yang dapat kembali
ke keadaan semula, yaitu rantai kembali melingkar pada keadaan
berikatan ketika diangkat. Banyaknya ikatan silang menentukan
kekakuan dan sifat elastis bahan tersebut. Elastomer dibagi menjadi
tiga, yaitu polysulfide, silikon, dan polyether (Anusavice, 2004).

2. Bahan Cetak Non Elastis


Bahan cetak non elastis memiliki sifat keras dan tidak dapat
dikeluarkan melalui undercut tanpa mematahkan atau mengubah
bentuk cetakan. Bahan cetak tidak elastis ini digunakan untuk semua
cetakan sebelum ditemukannya cetakan agar. Meskipun bahan
tersebut sudah tidak dipakai lagi untuk pasien bergigi, bahan tidak
elastis ini memiliki keunggulan dalam pembuatan cetakan untuk
pasien tak bergigi. Sebenarnya bahan cetak zinc oxide eugenol dan
plaster of paris disebut bahan cetak mukostatik karena bahan tersebut
tidak menekan jaringan selama perlekatan cetakan (Anusavice, 2004).
Bahan cetak non elastis dibagi menjadi dua, yaitu (Anusavice,
2004):
a. Irreversibel, contohnya dari bahan cetak jenis irreversibel ialah plaster
of paris dan zinc oxide eugenol.
b. Reversibel, contohnya dari yang reversibel ialah malam dan
compound.
2.1.5 Aplikasi Bahan Cetak

Material cetak digunakan untuk pencetakan berbagai alat-alat


kedokteran gigi. Setiap alat memerlukan tingkat keakuratan yang
berbeda- beda sehingga memerlukan material cetak dengan
persyaratan yang berbeda pula. Aplikasi material cetak dapat dilihat
pada Tabel III.

Tabel III Aplikasi material cetak dan sendok cetaknya.

Aplikasi Material cetak Sendok Cetak


GTL (gigi tiruan lengkap) Plaster of Paris Stok / khusus

Zink oksida eugenol Khusus


Compo / ZOE Stok

Alginat Stok / khusus


GTS (gigi Alginat Stok /
tiruan Elastomer khusus
sebagian) Khusus
Mahkota, Elastomer Khusus
jembatan
dan inlay

Material cetak digunakan memakai sendok cetak. Sendok ini


diperlukan sebagai tempat material cetak, terutama pada kondisi cair,
sehingga material cetak tersebut dapat dimasukkan ke dalam mulut
pasien untuk mencetak dan dikeluarkan setelah mengeras. Sendok
cetak juga berfungsi mendukung material cetak ketika diisi dengan
gips. Sendok cetak terdiri dari dua macam, stok dan khusus. Sendok
cetak stok (standar) terdiri dari dua macam, yaitu yang dapat
digunakan berulang kali (reusable) dan digunakan sekali (disposable).

Sendok cetak reusable terbuat dari logam (berlubang dan tidak


berlubang) dan sendok cetak disposable terbuat dari polimer
(berlubang). Sendok cetak khusus dibuat untuk keperluan khusus atau
untuk pasien dengan bentuk dan ukuran rahang tertentu. Sendok cetak
ini sekali pakai dan dibuat dari shellac atau resin.

Pemilihan sendok cetak ditentukan oleh viskositas material


cetak. Beberapa material cetak tidak tersedia dalam viskositas yang
tinggi, sehingga perlu sendok cetak khusus, misalnya : ZnOE, polieter,
dan polisulfida. Material cetak lain seperti : plaster of Paris, alginat
dan silikon dapat digunakan dengan sendok cetak biasa.

2.2 Bahan Cetak Elastis


2.2.1 Hidrokoloid
1. Alginat (Irreversibel)
Alginat merupakan hidrokoloid irreversibel yang komponen
utamanya adalah natrium, kalium, atau alginat trietanolamin. Alginat
yang dicampur air akan membentuk sol dengan cepat. Besar berat
molekul alginat bervariasi, semakin besar berat molekul maka
kekentalan sol akan bertambah. Biasanya ditambahkan bahan pengisi
seperti tanah diatoma yang berfungsi sebagai penambah kekerasan dan
kekuatan gel alginat. Oksida seng juga merupakan bahan pengisi yang
mempengaruhi sifat fisik serta waktu pengerasan gel (Anusavice,
2004).
Gambar 1. Bahan Cetak Alginat

a. Perbedaan Jenis Alginat

INDIKATOR REGULAR QUICK


SET SET
MIXING TIME 1 MENIT 45
DETIK
WORKING TIME 2 – 3, 5 130 –
MENIT 75
DETIK
SETTING TIME 3-5 1,25 –
MENIT 2
MENIT
b.

c. Komposisi alginat

Komposisi bahan cetak alginate yaitu larutan garam asam alginik


yang bereaksi dengan kalsium menghasilkan gel kalsium alginate,
garam kalsium alginate yang lambat larut (trisodium phospat) melepas
kalsium untuk bereaksi dengan alginate, bahan pengisi untuk
meningkatkan kohesi campuran memperkuat gel, siliko flourida atau
flourida untuk memperbaiki permukaan model stone, bahan pewangi
agar bahan lebih disenangi pasien, indicator kimia agar warna dapat
berubah dengan berubahnya pH (Novertasari, 2010).

1) Sodium alginat 18%

2) Sodium fosfat 2%

3) Potas sulfat 10%

4) Filler 56%

5) Sodium siliko fosfat 4%

6) Kalsium sulfat D 14%

(Anusavice, 2003).

d. Lama penyimpanan alginat

Temperatur dan kontaminasi kelembaban udara merupakan 2 faktor


utama yang mempengaruhi lama penyimpanan bubuk alginat. Bahan
cetak alginat dikemas dalam kantung tertutup secara individual
dengan berat bubuk yang sudah ditakar untuk membuat satu cetakan,
atau dalam kaleng besar yang tertutup rapat (Anusavice, 2004).
e. Alginat modifikasi
1) Proses gelasi
Reaksi khas sol-gel dapat digambarkan secara sederhana sebagai
reaksi alginat larut air dengan kalsium sulfat dan pembentukan gel
kalsium alginat yang tidak larut air. Kalsium sulfat cepat bereaksi
untuk membentuk kalsium alginat tak larut air dari kalium atau
natrium alginat dalam larutan cair. Produk kalsium alginat sangat
cepat, oleh karena itu tidak tersedia waktu yang cukup untuk bekerja.
Oleh karena itu perlu ditambahkan garam pemerlambat (retarder)
seperti trinatrium untuk memperpanjang waktu kerja (Anusavice,
2004).
2) Struktur gel
Pada natrium atau kalium alginat, kation terikat pada kelompok
karboksil untuk memberi ester atau garam. Bila garam yang tidak larut
dibentuk melalui reaksi natrium alginat dalam larutan dengan garam
kalsium, ion kalsium akan menggantikan ion natrium dalam 2 molekul
berdekatan untuk membentuk ikatan silang antara 2 molekul. Dengan
berkembangnya reaksi, ikatan silang kompleks molekuler atau
anyaman polimer akan terbentuk. Anyaman semacam ini dapat
menggantikan struktur menyerupai kepala sikat dari gel (Anusavice,
2004).
3) Mengendalikan waktu gelasi
Waktu gelasi diukur dari mulai pengadukan sampai terjadinya
gelasi, harus menyediakan cukup waktu bagi dokter gigi untuk
mengaduk bahan, mengisi sendok cetak, dan meletakkannya di dalam
mulut pasien. Sekali gelasi terjadi, bahan cetak tidak boleh diganggu
karena fibril yang sedang terbentuk akan patah dan cetakan secara
nyata menjadi lebih lemah (Anusavice, 2004).
f. Manipulasi bahan alginat
1) Mempersiapkan pengadukan
Campurkan bubuk alginat yang telah ditakar dengan air sesuai
takaran pada bowl. Gerakan pengadukan yang salah dapat merusak
bahan alginat. Cara pengadukan yang benar adalah dengan
menggunakan spatula logam, awali dengan gerakan angka delapan,
dan lanjutkan dengan menekan bahan ke dinding bowl searah 180
derajat. Waktu pengadukan terlalu lama juga dapat merusak alginat.
Biasanya 45 detik sampai 1 menit adalah waktu yang pas untuk
mengaduk alginat (Anusavice, 2004).
2) Membuat cetakan
Bahan harus mencapai konsistensi tertentu sehingga tidak mengalir
keluar sendok cetak dan menyebabkan tersedak. Bahan cetak juga
harus menempel pada sendok cetak agar dapat ditarik dari sekitar gigi.
Ketebalan cetakan alginat antara sendok cetak dan jaringan harus
sekurang-kurangnya 3 mm (Anusavice, 2004).
g. Sifat-sifat Alginat

1) Akurasi

Material cetak alginat cukup cair sehingga dapat mencetak detil


permukaan. Selama waktu kerja tidak ada perubahan viskositas.
Selama setting, Sebaiknya cetakan alginat tidak digerakkan. Elastisitas
cukup baik, maka dapat melewati undercuts. Alginat dapat robek bila
undercuts terlalu besar. Stabilitas dimensi kurang baik, karena terjadi
evaporasi. Kompatibilitas dengan gips baik.

2) Kekuatan
Gel maksimal diperlukan untuk mencegah fraktur dan menjamin
bahwa cetakan cukup elastis ketika dikeluarkan dari mulut
(Anusavice, 2004).
3) Viskoelastisitas
Hidrokoloid adalah bahan yang bergantung pada kecepatan
regangan. Jadi, ketahanan terhadap sobekan pada alginat akan
meningkat bila cetakan dikeluarkan dengan sentakan secara tiba-tiba.
Kecepatan mengeluarkan cetakan harus disesuaikan antara gerakan
cepat dan kenyamanan pasien (Anusavice, 2004).
4) Keakuratan
Sebagian besar cetakan alginat tidak mampu mereproduksi detail
yang halus yang dapat diperoleh dengan cetakan elastromerik lainnya.
Kekasaran permukaan cetakan dapat menyebabkan distorsi pada tepi
gigi yang dipreparasi (Anusavice, 2004).
5) Sifat lain.

a) Tidak toksik, tidak iritan, bau dan rasanya dapat diterima.

b) Waktu setting tergantung komposisi dan suhu pencampuran.

c) Material cetak alginat tidak stabil dalam penyimpanan bila kondisinya


lembab atau suhunya tinggi.

d) Sulit disterilisasi, semprotan disinfektan mempengaruhi detil


permukaan sedangkan perendaman mempengaruhi ketepatan
dimensinya.

h. Aplikasi

Material cetak alginat digunakan dalam pencetakan untuk alat


prostetik (gts, gtl) dan orthodontik. Alginat tidak baik untuk inlay,
mahkota dan jembatan.

2. Agar (Reversibel)
a. Komposisi agar

Agar merupakan salah satu jenis koloid hidrofilik organik yang


diekstrat dari rumput laut jenis tertentu. Terdapat dalam
konsentrasi 8-15%, bergantung pada sifat bahan yang dimaksud.
Kandungan utamanya adalah air (>80%). Untuk memperkuat gel,
biasanya ditambah sedikit boraks. Namun sayangnya boraks
merupakan salah satu jenis retarder terbaik untuk pengerasan gypsum
(Combe, 1992).

Kandungan air yang berlebih dalam agar juga dapat


memperlambat pengerasan gypsum. Oleh karena itu, untuk
menyeimbangkan pengaruh air dan boraks pada gel, ditambahkan
sedikit kalium sulfat. Kalium sulfat merupakan zat pemercepat
pengerasan gypsum. Beberapa bahan pengisi juga diberikan, seperti
tanah diatoma, tanah liat, silika, malam, karet dan serbuk serupa. Zat
lain seperti timol dan gliserin juga ditambahkan untuk menjadi bahan
pembuat plastik (Combe, 1992).

b. Proses gelasi

Proses gelasi merupakan suatu proses pengerasan hidrokoloid


reversible. Perubahan fisik sol-gel dipengaruhi oleh perubahan
temperatur. Namun untuk perubahan dari gel menjadi sol diperlukan
titik didih yang lebih tinggi (temperature liquefaction=70-100
derajat). Biasanya sol berubah menjadi gel pada suhu 37-50 derajat.
Temperatur gelasi dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk berat
molekul, kemurnian agar, dan rasio terhadap komposisinya.
Ketidaksamaan temperatur gelasi dan temperatur pendinginan inilah
yang menyebabkan agar dapat digunakan sebagai bahan cetak dalam
kedokteran gigi (Combe,1992).

c. Manipulasi bahan agar


1) Persiapan bahan

Tahapan pertama adalah mengubah gel hidrokoloid menjadi sol.


Cara yang paling efektif adalah dengan menggunakan air panas.
Sebaiknya bahan dibiarkan dalam temperatur ini selama 10 menit.
Setelah dilelehkan, bahan dapat disimpan dalam keadaan sol sampai
waktunya diinjeksikan ke dalam preparasi kevitas atau diisikan ke
sendok cetak. Temperatur yang terlalu rendah dapat menghasilkan
bahan cetak dengan kekentalan yang lebih tinggi dan tidak mampu
mereproduksi detail halus dengan tepat (Combe, 1992).

2) Kondisioning atau pendinginan

Suhu penyimpanan 650 terlalu tinggi untuk rongga mulut. Oleh


karena itu, bahan perlu didinginkan terlebih dahulu (di-tempered).
Untuk tahap preparasi, sebuah tube dikeluarkan dari kompartemen
penyimpanan dan dimasukkan ke sendok cetak, sepotong kasa
diletakkan diatas bahan yang terletak di sendok cetak, kemudian
diletakkan lagi di kompertemen pendingin 450 selama 3-10 menit.
Waktu yang berbeda tergantung pada jenis hidrokoloid dan keenceran
yang diinginkan oleh dokter gigi. Sebagai tambahan, selain
menurunkan temperatur, pendinginan juga dapat meningkatkan
kekentalan bahan hidrokoloid sehingga bahan tidak mengalir keluar
sendok cetak (Combe, 1992).

3) Membuat cetakan

Sebelum proses pendinginan bahan cetak terselesaikan, bahan


semprit diambil dari kompartemen penyimpanan dan diaplikasikan
pada kavitas yang direparasi. Mula-mula diaplikasikan pada dasar
preparasi, kemudian pada bagian lain yang belum tertutup. Ujung
semprit diletakkan di dekat gigi, dibawah permukaan bahan semprit
untuk mencegah gelembung udara. Begitu kavitas yang akan
dipreparasi telah tertutup bahan cetak, sendok cetak yang telah
sempurna didinginkan siap untuk dimasukkan kedalam rongga
mulut. Proses gelasi dapat dipercepat dengan mengalirkan air
dingin sekitar 18-210C selama 3-5 menit (Combe, 1992).

4) Keakuratan bahan cetak agar

Bahan cetak reversibel adalah bahan cetak paling akurat (Combe,


1992). Untuk mencapai keakuratan tersebut perlu diperhatikan
beberapa hal, diantaranya (Combe,1992):

a) Kekentalan sol

Kekentalan merupakan pertimbangan paling penting dalam


keberhasilan memanipulasi bahan. Bahan tidak boleh terlalu encer
sehingga mengalir keluar sendok cetak, terutama saat mencetak
rahang bawah. Sebaliknya, bahan tidak boleh terlalu kental, sehingga
sulit menembus semua detail gigi-geligi dan jaringan lunak.

b) Sifat Viskoelastik

Hubungan tegangan-regangan dari bahan hidrokoloid berubah


begitu besarnya beban berubah. Sifat ini menunjukkan perlunya
mengeluarkan cetakan dari dalam mulut dengan cepat. Karena apabila
pengeluaran cetakan dari dalam mulut secara perlahan, diputar atau
diungkit akan menyebabkan terjadi distorsi.

c) Daya reproduksi
Sifat ini mewakili kemampuan untuk membuat die duplikat dari
serangkaian cetakan. Untuk teknik die ganda, dibuat satu cetakan dan
kemudian dipotong-potong menjadi die individual untuk gigi yang
akan dipreparasi.

d) Sifat-sifat Agar

 Reologi : cukup cair maka dapat mencetak detil permukaan.

 Dapat melewati undercuts.

 Mudah terjadi sineresis dan imbibisi, sehingga harus segera diisi gips

 Kompatibilitas tergantung komposisi.

 Tear resistance jelek.

 Dapat dipakai ulang dan disterilisasi.

5) Aplikasi Agar

Material cetak agar digumakan untuk pencetakan dalam pembuatan


gigi tiruan, mahkota dan jembatan.

2.3.1 Definisi Bahan Cetak Elastomer

Bahan cetak elastomer merupakan bahan yang sering


digunakan di kedokteran gigi untuk membuat cetakan yang akurat dan
mampu menghasilkan cetakan gigi, jaringan mulut serta anatomi
mulut yang diinginkan serta memiliki dimensi yang stabil. Elastomer
adalah bahan cetak yang bersifat elastis yang apabila digunakan dan
dikeluarkan dari rongga mulut, akan tetap bersifat elastis dan
fleksibel. Bahan ini diklasifikasikan sebagai nonaqueous elastomeric
impression material oleh ANSI/ADA spesifikasi No. 19. Biasanya
digunakan untuk mencetak pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan,
immediet denture, dan crown, serta full denture yang diperlukan
cetakan yang akurat dan detail.

2.3.2 Klasifikasi Bahan Cetak Elastomer

Spesifikasi American Dental Association (ADA) menyebutkan


beberapa jenis bahan cetak elastomer berdasarkan bahan dasarnya
yaitu silikon kondensasi, polieter, polisulfid dan polyvinyl siloxane
(silikon adisi). Polisulfida merupakan bahan cetak elastomer yang
pertama ditemukan, diikuti oleh silikon kondensasi, polieter dan yang
terakhir silikon adisi (PVS). Silikon adisi (PVS) dikategorikan sebagai
silikon adisi-polieter hybrid. Silikon adisi (PVS) adalah bahan cetak
yang menghasilkan perubahan dimensi paling kecil dibandingkan
dengan bahan cetak elastomer lainnya. Masing -masing bahan tersebut
dapat mencetak struktur rongga mulut dengan cukup akurat
untuk digunakan dalam pembuatan restorasi protesa cekat atau
lepasan. Bahan cetak ini dikemas dalam bentuk dua pasta yaitu

pasta basis dan pasta katalis. Pada umumnya, bahan cetak polieter
dan silikon memiliki keunggulan tanpa bau. Di sisi lain, silikon
lebih unggul dibandingkan bahan cetak polisulfid dan polieter
dari sudut pandang lamanya penyimpanan.
Gambar 2. Bahan Cetak Elastomer

2.3.3 Karakteristik Bahan Cetak Elastomer

Sifat aliran dari bahan cetak elastomer memegang peranan


penting terhadap keberhasilan aplikasi seperti bahan cetak dengan
keakuratan tinggi ini. Bahan cetak tersebut dimasukkan ke dalam
mulut sebagai suatu cairan kental dengan sifat penyesuaian aliran
tertentu. Reaksi pengerasan kemudian mengubahnya menjadi suatu zat
padat viskoelastis. Sifat aliran dalam bentuk padat juga penting bila
ingin memperoleh cetakan yang akurat. Selain itu sifat-sifat lain dari
bahan cetak elastomer dapat dilihat pada Tabel 1 dan table 2.
Bahan cetak yang ideal adalah bahan cetak yang dapat
mencetak struktur rongga mulut secara akurat, dikeluarkan dari mulut
tanpa distorsi, dan dimensinya tetap stabil selama proses laboratorium
atau ketika diisi dengan gips keras. Setelah dikeluarkan dari mulut,
cetakan harus dapat mempertahankan stabilitas dimensinya. Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas dimensi suatu hasil cetakan
yaitu perubahan suhu, shrinkage, polimerisasi yang kurang sempurna
dan beberapa bahan desinfektan.
Berdasarkan sifat viskositas/kekentalan, bahan cetak elastomer
dibagi menjadi beberapa jenis viskositas untuk mendukung beberapa
teknik mencetak. Polisulfida dan polieter dibagi menjadi 3 jenis
viskositas yaitu light (wash), medium (regular), dan heavy. Silikon
kondensasi biasanya tersedia dalam viskositas light dan putty,
sedangkan silikon adisi tersedia dalam 6 jenis viskositas yaitu extra-
light (injection), light (wash), medium (regular), monophase, heavy
dan putty (extra-heavy).

Selain itu, bahan cetak elastomer dikemas dalam 2 sistem


komponen yaitu dari basis (base) dan katalis. Terdapat 3 cara dalam
pengadukan base dan katalis bahan cetak elastomer yaitu :
pengadukan dengan spatula secara manual, pengadukan dengan
menggunakan gun dan pengadukan dengan menggunakan mesin.

2.4 Bahan Cetak Non Elastik

Bahan cetak non elastis memiliki sifat keras dan tidak dapat
dikeluarkan melalui undercut tanpa mematahkan atau mengubah
bentuk cetakan. Bahan cetak tidak elastis ini digunakan untuk semua
cetakan sebelum ditemukannya cetakan agar. Meskipun bahan
tersebut sudah tidak dipakai lagi untuk pasien bergigi, bahan tidak
elastis ini memiliki keunggulan dalam pembuatan cetakan untuk
pasien tak bergigi. Sebenarnya bahan cetak zinc oxide eugenol dan
plaster of paris disebut bahan cetak mukostatik karena bahan tersebut
tidak menekan jaringan selama perlekatan cetakan. Gipsum
merupakan mineral alam berwarna putih abu-abu, merah dan coklat
karena bercampur dengan material lain. Ditemukan pertama di dekat
kota Paris (Plaster of Paris) (Craig, 2004). Gipsum merupakan produk
samping dari beberapa proses kimia. Gipsum yang dihasilkan untuk
tujuan kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat (CaSO4.2H2O)
murni. Produk gipsum dalam kedokteran gigi digunakan untuk
membuat model studi dari rongga mulut serta struktur maksilo fasial
dan sebagai piranti penting untuk pekerjaan laboratorium kedokteran
gigi yang melibatkan pembuatan protesa gigi (Anusavice, 2004).

2.4.2 Macam-macam gipsum

Klasifikasi gipsum dan aplikasinya yaitu lima produk jenis gipsum


yang terdaftar oleh spesifikasi ADA (American Dental Asosiation)
No.25 yaitu (Craig, 2004):

1. Impression plaster (tipe I)


Gips tipe ini sekarang mulai jarang digunakan untuk mencetak dalam
kedokteran gigi sebab telah digantikan oleh bahan yang tidak terlalu
kaku seperti hidrokoloid dan elastomer, sehingga gips tipe I terbatas
digunakan untuk cetakan akhir, atau wash, untuk rahang edentulus.
Gipsum tipe I digunakan untuk mencetak pasien yang telah
kehilangan gigi, hal ini disebabkan sifatnya yang tidak elastis dan
mudah patah. Apabila gipsum tipe ini digunakan untuk mencetak pada
pasien yang memiliki gigi, maka undercut gigi tidak dapat tercetak
dengan baik.
2. Model plaster (tipe II)
Gips tipe II digunakan terutama untuk keperluan laboratorium dan
model akhir pencetakan rahang tidak bergigi. Pada dasarnya gipsum
tipe II merupakan plaster of Paris, gipsum ini digunakan sebagai
model studi dan 5 sebagai bahan pengikat model kerja ke articulator.
Untuk model studi, articulator mounting dan flask gigi tiruan resin
akrilik.
3. Dental stone (tipe III)
Gips tipe III ideal digunakan untuk membuat model kerja yang
memerlukan kekuatan dan ketahanan abrasif yang tinggi seperti pada
konstruksi protesa dan model ortodonsi. Gipsum tipe III memiliki
karakteristik lebih keras dan lebih kuat dibandingkan gipsum tipe II
sehingga lebih tahan lama. Dipergunakan untuk rencana perawatan
dan untuk mengisi cetakan kerja. Model kerja digunakan dokter gigi
atau laboran sebagai media pembuatan gigi tiruan.
4. Dental stone (tipe IV)
Gips tipe IV sering dikenal sebagai die stone sebab gips tipe IV sangat
cocok digunakan untuk membuat pola malam dari suatu restorasi,
umumnya digunakan sebagai die pada inlay, mahkota dan jembatan
gigi tiruan di bidang konservasi gigi. Gipsum tipe IV atau biasa
disebut dengan die stone digunakan untuk media pembuatan die.
Gipsum ini memiliki ketahanan terhadap abrasi yang cukup baik
untuk menghindari perubahan bentuk gipsum saat mengukir wax, w/p
ratio yang rendah dan kekuatannya dua kali lipat dari gipsum tipe III.
Gipsum tipe IV atau biasa disebut dengan die stone digunakan untuk
media pembuatan die.
5. High strength, high expantion dental stone (tipe V)
Di bidang kedokteran gigi biasanya digunakan untuk
mengkompensasi besar pengerutan logam untuk dental casting.
Gipsum tipe ini digunakan sebagai model kerja dialam pembuatan gigi
tiruan berbasis logam. Dipergunakan utuk pembuatan die yang akan
dicor menggunakan pemanasan tinggi.
2.4.3 Sifat-Sifat Gipsum
Menurut Craig (2004), sifat kimia gips adalah sebagi berikut:
1) Solubility (daya larut) adalah banyaknya bagian dari suatu zat yang
dilarutkan dengan 100 bagian pelarut pada temperatur dan tekanan
tertentu yang dinyatakan dalam persen berat/volume.
2) Setting time adalah waktu yang diperlukan gips untuk menjadi keras
dan dihitung sejak gips kontak dengan air. Setting time terdapat dua
tahap, yaitu:

a) Initial setting time, yaitu permulaan setting time dimana pada waktu
itu campuran gips dengan air sudah sudah tidak dapat lagi mengalir ke
dalam cetakan. secara visual ditandai dengan loss of gloss (hilangnya
kemengkilatan/timbulnya kemuraman). Keadaan dimana gips tidak
dapat hancur tapi masih dapat dipotong dengan pisau.

b) Final setting time, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh gips keras
untuk bereaksi secara lengkap dari kalsium sulfat dihidrat, meskipun
reaksi dehidrasinya belum selesai. Tandanya antara lain adalah
kekerasan belum maksimum, kekuatannya belum maksimum dan
dapat dilepas dari cetakan tanpa distorsi atau patah.

Menurut Craig dkk (1987) gips keras mempunyai sifat mekanis,


antara lain:

1. Compressive strength (kekuatan tekan hancur)

Kekuatan gips berhubungan langsung dengan kepadatan atau masa


gips. Partikel dental stone lenih halus, maka air air yang diperlukan
untuk mencampur lebih sedikit jika dibanding dengan air yang
dibutuhkan untuk pencampuran plaster of paris.

2. Tensile strength (daya rentang)

Daya rentang dari gips sangat penting pada saat gips dikeluarkan
dari bahan cetak. Karena tidak adanya sifat lentur pada gips, model
akan cenderung patah. Daya rentang gips keras dua kali lebih besar
dari pada gips lunak baik dalam keadaan basah maupun kering.

3. Surface hardness and abrassive ressistance (kekerasan permukaan


dan daya tahan abrasi).

Kekerasan permukaan gips berhubungan dengan kekuatan tekan


hancur. Daya tahan abrsai meningkat dan meningkatnya kekuatan
tekan hancur. Daya tahan terhadap abrasi maksimal didapat ada saat
gips mencapai daya strength. Gips keras merupakan gips yang
memiliki daya tahan abrasi tinggi.

2.4.4 Manipulasi Gipsum

Proses manipulasi pertama-tama dilakukan dengan


mencampurkan plaster atau gips dengan air atau larutan PE dengan
perbandingan 100 gr dengan 50 sampai 60 ml. Harus dijaga agar tidak
terbentuk gelembung udara sewaktu mengaduk karena gelembung ini
dapat muncul di permukaan dan dapat menyebabkan ketidaktepatan
hasil cetakan (Combe, 1992).

Untuk lebih detailnya, manipulasi gips dipengaruhi oleh beberapa


hal sebagai berikut (Combe, 1992):

1. Pemilihan

Untuk proses awal, harus dilakukan pemilihan gips berdasarkan


aplikasi yang akan dibuat.

2. Perbandingan (P/W)

Perbandingan air dan bubuk yang tepat akan sangat menentukan


proses manipulasi dan juga setting reaksi. Semakin tinggi
perbandingan W:P, semakin lama waktu pengerasan dan semakin
lemah produk gipsum.

3. Waktu Pengadukan

Pengadukan stone dan plaster secara mekanik biasanya tercapai dalam


20-30 detik. Pengadukan tangan dengan spatula umumnya
memerlukan sedikitnya 1 menit untuk memperoleh adukan yang
halus.

4. Penyimpanan

Gips dapat menyerap air dari lingkungan. Kelembaban dan tempat


yang dekat dengan sumber air akan berpengaruh buruk pada
powdernya. Hal ini akan mempengaruhi setting, sehingga sebaiknya
gips disimpan dalam container tertutup.

5. Kebersihan

Peralatan manipulasi gips harus dijaga kebersihannya. Bowl, spatula,


dan vibrator harus segera dibersihkan sebelum maupun sesudah
manipulasi, sehingga tidak terkontaminasi bahan lain.

6. Pemberian bahan separator 


Sebelum dikakukan pencetakan dengan gips sebaiknya pola diberi
bahan separasi seperti vaseline. Hal ini bertujuan agar setelah gips
setting maka akan mudah dilepas. Namun tidak boleh terlalu
berlebihan karena akan membuat permukaan menjadi lebih lunak.

7. Hindari terjebaknya udara

Adanya kandungan udara dalam pencampuran gips akan


dapat menyebabkan porositas pada hasil akhir dari gips.
Sehingga terlebih dulu menuangkan air ke dalam wadah setelah itu
memasukkan powder.

2.4.5 Pengendalian Waktu Pengerasan

Secara teoritis, ada setidaknya 3 metode untuk pengendalian


pengerasan gipsum, yaitu (Anusavice, 2004):

1. Kelarutan hemihidrat dapat ditingkatkan atau dikurangi. Misalnya,


bila kelarutan hemihidrat ditingkatkan, kejenuhan kalsium sulfat akan
lebih besar. Kecepatan deposisi kristalin juga ditinggalkan.

2. Jumlah nukleus kristalisasi dapat ditingkatkan atau dikurangi.


Semakin besar jumlah nukleus kristalisasi, semakin cepat
terbentuknya kristal gipsum dan semakin cepat pula pengerasan
karena terbentuk jalinan ikatan kristalin.

3. Bila kecepatan pertumbuhan kristal dapat ditingkatkan atau dikurangi,


begitu pula waktu pengerasan dapat dipercepat atau diperlambat.
Dalam praktiknya, metode tersebut telah disatukan dalam produk
dagang yang tersedia.

Pengendalian waktu pengerasan juga dipengaruhi oleh (Anusavice,


2004):

a) Ketidakmurnian

Bila proses pengapuran tidak sempurna sehingga tetap terdapat


partikel gipsum, atau bila pabrik menambahkan gipsum, waktu
pengerasan akan diperpendek karena peningkatan dalam potensi
nukleus kristalisasi. Bila ortorombik anhidrit juga ada, periode induksi
akan ditingkatkan, proses tersebut dapat berkurang apabila terdapat
heksagonal anhidrat.

b) Kehalusan

Semakin halus ukuran partikel hemihidrat, semakin cepat adukan


mengeras, khususnya bila produk tersebut telah digiling selama proses
pembuatan. Tidak hanya kecepatan kelarutan hemihidrat menjadi
meningkat, tapi juga nukleus gipsum lebih banyak, karena itu
kecepatan kristalisasi menjadi lebih cepat.

c) Rasio W/P

Semakin banyak air digunakan untuk pengadukan, semakin sedikit


jumlah nukleus pada unit volume. Akibatnya, waktu pengerasan
diperpanjang.

d) Pengadukan

Dalam batasan praktis, semakin lama dan semakin cepat plaster


diaduk, semakin pendek waktu pengerasan. Sebagian kristal gipsum
terbentuk langsung ketika plaster atau stone dibuat berkontak dengan
air. Begitu pengadukan dimulai, pembentukan kristal ini meningkat,
pada saat yang sama, kristal-kristal diputuskan oleh spatula pengaduk
dan didistribusikan merata dalam adukan dengan hasil pembentukan
lebih banyak nukleus kristalisasi. Jadi, waktu pengadukan berkurang.

e) Temperatur

Meskipun efek temperatur pada waktu pengerasan cenderung


menyesatkan dan mungkin bervariasi dari satu plaster atau stone
dengan yang lainnya.

f) Perlambatan dan Percepatan

Barangkali metode yang paling efektif dan praktis untuk


mengendalikan waktu pengerasan adalah penambahan bahan kimia
tertentu pada adukan plaster atau stone gigi. Bila bahan kimia yang
ditambahkan menurunkan waktu pengerasan disebut sebagai
aselerator, bila meningkatkan waktu pengerasan disebut sebagai bahan
retarder.

2.5 Bahan Cetak Zinc Okside Eugenol (ZOE)

2.5.1 Definisi Zinc Okside Eugenol (ZOE)

Seng oksida eugenol (ZOE) adalah bahan yang dibuat oleh


kombinasi seng oksida dan eugenol yang terkandung dalam minyak
cengkeh. Reaksi asam-basa terjadi dengan pembentukan khelat seng
eugenolat. Reaksi ini dikatalisis oleh air dan dipercepat oleh kehadiran
garam logam. . Seng oksida eugenol digunakan sebagai bahan cetak
pembuatan gigi tiruan dan digunakan dalam teknik mucostatic.
Namun, zinc oxide eugenol ini biasanya tidak digunakan jika pasien
memiliki undercut atau tuberositas besar, dimana bahan impresi
silikon akan lebih cocok.
ZOE juga dapat digunakan sebagai pengisi atau bahan semen
di kedokteran gigi. Senyawa ini sering digunakan dalam kedokteran
gigi saat kerusakan sangat dalam atau sangat dekat dengan saraf atau
ruang pulpa. Selain itu, ZOE dapat juga digunakan untuk periodontal
surgical dressing, bite registration paste, dan temporary filling
material. Bahan cetak zinc oxide eugenol tersedia dalam 2 tipe yaitu
tipe I Viskositas tinggi, bisa menekan jaringan dan setting time
pendek. Tipe II lebih encer dari tipe I, tipe ini bisa mencetak jaringan
tanpa atau dengan tekanan kecil.

2.5.2 Komposisi ZOE

Komposisi Zinc Oxide Eugenol terdiri dari bubuk (powder) dan cairan
(liquid)
- Komposisi Bubuk :
1. Zinc Oksida (Zn O)= 69%
2. Resin putih = 29,3%
3. Magnesium Oksida(MgO) dalam jumlah yang kecil, bahan ini
bereaksi dengan eugenol dengan cara yang sama dengan zinc oksida.
4. Zinc Asetat(CH₃COO)₂ atau garam lainnya) dalam jumlah hingga
1%, memperbaiki kekuatan
- Komposisi Cairan :
1. Eugenol, kandungan utama yaitu minyak cengkeh 85%
2. Minyak olive, dalam jumlah hingga 15%
3. Kadang-kadang diberi asam asetat/cuka sebagai akselerator

Gambar 3. Bahan Zinc Okside Eugenol

2.5.3 Cara Manipulasi Bahan

Perbandingan powder dengan liquid berkisar antara 4: 1 atau


6 : 1. Letakkan powder semen ini pada glass plate, campur dan aduk
menggunakan spatel cement tahan karat, dengan cara menaruh puder
ke dalam cairan hingga diperoleh konsistensi yang kental seperti
dempul.

2.5.4 Setting time dan working time zinc oxide eugenol


Mencakup dari dimulainya pengadukan sampai cetakan diletakkan
kedalam rongga mulut dengan tepat yaitu 3 – 6 menit. Waktu
pengerasan akhir (final set) dimana bahan tidak bisa lagi dibentuk
yaitu 10 menit untuk tipe I (keras) samapi 15 menit untuk tipe II
(lunak). Faktor – faktor yang mempengaruhi setting time bisa
dikendalikan oleh produsen produk tersebut, namun sebagai operator
yang berhubungan langsung dengan aplikasi bahan bisa saja
mengendalikan setting time tersebut, seperti :
- Penambahan sejumlah kecil bahan accelerator atau beberapa tetes air
- Pada eugenol sebelum mencampur pasta dapat memperpendek setting
time
- Mendinginkan spatula dan lempeng pengadung bisa memperpanjang
setting time
- Menambahkan minyak dan malam tertentu selama pengadukan,
seperti minyak zaitun dapat memperpanjang setting time. Namun
Tindakan ini bisa mengurangi kekuatan bahan dan adukan tidak
homogen.
- Mengubah rasio
- Memperpanjang waktu pengadukan akan memperpendek setting time.

2.5.5 Sifat zinc oxide eugenol


1. Flow
Aliran pasta setelah pengadukan memungkinkan cukup untuk
mengaliri dan membentuk atau mencatat detail cetakan jaringan dan
lairan akan berkurang dengan bertambahnya waktu seiring dengan
setting time
2. Kestabilan Dimensi
Tidak dapat perubahan dimensional selama proses setting atau kalua
pun ada hanya sedikit
3. Strength
Bahan cetak ini tidak boleh fraktur atau rusak ketika dikeluarkan dari
dalam mulut. Compressive strength 7 Mpa selama 2 jam setelah
pengadukan
4. Pertimbangan Biologi
Pasta yang mengandung eugenol dapat mengiritasi, memberi rasa
gatal, atau rasa terbakar dan rasa tersebut tetap lengket sehingga
banyak pasien kurang nyaman dengan kondisi tersebut, biasanya bibir
pasien diulasi dengan vaselin (petroleum jelly) terlebih dahulu.
5. Detail Reproduksi
Dapat mencatat detail permukaan dengan akurat karena flow yang
baik
2.5.6 Keuntungan zinc oxide eugenol
1. Stabilitas dimensi baik
2. Permukaan akurat dan detail
3. Mempunyai working time yang cukup
4. Dapat mencetak jaringan rongga mulut tanpa kerusakan
5. Mucostatic

2.5.7 Kekurangan zinc oxide eugenol

1. Bahan ini tidak elastis sehingga dapat mencatat daerah undercut


2. Eugenol alergi pada beberapa pasien

2.6 Dental wax


Wax atau malam telah menjadi komoditas yang bernilai selama
lebih dari 2000 tahun. Dulu beeswax digunakan untuk berbagai
keperluan seperti melembutkan kulit, merkatkan benda, melapisi barang
yang bernilai lebih, dan untuk membuat patung orang-orang terkemuka.
Beeswax didapatkan dari sekret lebah yang digunakan untuk membangun
sarangnya. Meskipun hingga saat ini beeswax masih digunakan, terdapat
wax dari tanaman yang juga digunakan untuk melapisi permukaan
furniture, kendaraan, dan prosedur kedokteran gigi. Beberapa wax
didapatkan secara sintetis dari hasil distilasi minyak bumi. Wax sintetis
tersebut tersusun atas senyawa hydrogen, arbon, oksigen, dan chlorine.
Sebagian besar wax sintetis memiliki struktur yang sama dan lebih
homogen dibanding dengan wax alami (Anusavice et al., 2012)

Wax merupakan salah satu bahan termoplastik yang terdiri dari


berbagai bahan organis dan bahan alami sehingga membuatnya sebagai
bahan dengan sifat-sifat yang sangat berguna. Konstitusi dasar malam
yang dipergunakan di kedokteran Gigi berasal dari tiga sumber utama,
yaitu :

1. Mineral, Wax yang berasal dari bahan mineral diantaranya adalah


paraffin wax dan microcrystallin wax yang diperoleh dari hasil residu
petroleum melalui proses destilasi. Contoh : Paraffin wax akan
mencair pada suhu 48-70°C dan memiliki rantai hidrokarbon yang
lurus, sedangkan microcrystallin wax akan mencair pada suhu 65-
90°C dan memiliki rantai hidrokarbon yang bercabang.

Paraffin wax memiliki sifat mudah pecah dan microcrystallin wax


memiliki sifat yang Iebih fleksibel dan kuat.

2.. Wax yang berasal dari serangga (hewani) adalah beeswax.

Contoh : Beeswax akan mencair pada suhu 84-91°C dan memiliki


sifat yang mudah pecah pada temperatur kamar, tetapi mudah dibentuk
pada temperatur tubuh.

3. Wax yang berasal dari sayur-sayuran (tumbuh-tumbuhan) adalah


carnauba wax, candelilla wax, resin, dan getah. Carnauba wax akan
mencair pada suhu 84-91°C. Candelilla wax akan mencair pada suhu
68-75°C. Candelilla wax digunakan terutama untuk memperkeras
paraffin wax dengan jalan menambahkannya ke dalam parrafin
wax.Sifat fisis malam yang paling sering ditanyakan adalah titik
cairnya. Walaupun ini mungkin penting dalam industri, tetapi tidak
demikian halnya di kedokteran gigi di mana biasanya dipergunakan
campuran berbagai malam. Sifat fisis malam yang penting dalam
pemakaiannya di kedokteran gigi selain mengenail mudahnya
dimanipulasi adalah : Suhu transisi padat-padat, Ekspansi termis dan
kontraksi termis, Flow/aliran, Internal stress/tegangan dalam, sifat
mudah pecah (brittleness). Semua sifat-sifat tersebut harus secara
penuh dipahami bila bahan tersebut ingin memuaskan saat digunakan.
Karena sifat-sifat bahan yang dihasilkan secara alam ini tidak bisa
dikontrol, malam sintetis (misal, derivate nitrogen dari asam lemak)
atau polimer dari ethylene oksida mungkin memberi banyak
keuntungan. Fungsi utama dental wax di bidang kedokteran gigi
adalah untuk mendapatkan suatu pattern. Pembuatan pattern tersebut
merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pemanipulasian wax.
Karena hasil akhir dari restorasi sangat bergantung pada pattern yang
telah kita dapatkan. (Rusfian, drg., M.Kes)

Pada hakikatnya malam atau wax / liliin merupakan salah satu


bahan yang memegang peranan penting di dalam ilmu bidang
Kedokteran Gigi. Malam atau wax atau lilin dipergunakan sejak
pertama kali di dunia Kedokteran Gigi sekitar abad 18, untuk tujuan
pencatatan cetakan rahang yang tidak bergigi. Meskipun telah
ditemukan bahan baru yang lainnya, malam masih digunakan dalam
jumlah yang besar untuk keperluan klinik dan pekerjaan laboratorium.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut malam gigi biasanya dicampur
dari bahan alami dan sintetis.

Karena penggunaan malam dalam kedokteran gigi ini maka perlu


untuk mengetahui segala aspek dalam malam atu wax terutama sifat
sifatnya sehingga akan memudahkan dalam memanipulasi, dan
menghasilkan suatu hasil manipulasi yang maksimal. Dan untuk lebih
memahaminya maka perlu dilakukan suatu percobaan yang akan
memperlihatkan cara manipulasi malam yang benar serta pengaruh
sifat sifatnya terhadap hasil manipulasi.

Pada perkembangan selanjutnya, malam dental sebagian besar


digunakan dalam proses laboratorium, meskipun masih ada sebagian
dari malam dental yang digunakan langsung pada rongga mulut
penderita misalnya malam onlay untuk mencetak atau mengecek hasil
dari preparasi sebuah gigi.
Malam dental juga harus memiliki syarat-syarat tertentu sehingga malam
tersebut mampu memenuhi kebutuhan baik itu malam yang digunakan secara
direct ataupun indirect. Pada proses laboratorium malam dental digunakan dalam
banyak kepentingan, dan penggunaannya disesuaikan dengan jenis malam dan
sifat dari masing-masing malam dental.

Menurut spesifikasi dari ADA (American Dental Association) bahan


wax diklassifikasikan kedalam 3 tipe yaitu: 1. Pattern wax (inlay wax, casting
wax dan baseplate wax),2. Processing wax (sticky wax, boxing wax dan utility
wax) dan Impression Wax (corrective dan bite wax). Untuk mendapatkan
restorasi dengan menggunakan wax, maka periu diketahui sifat-sifat dari bahan
tersebut. Secara umum wax memiliki sifat-sifat fisis yang seperti temperatur
transisi solid-solid, thermal ekspansi dan kontraksi, flow dan tekanan internal
sedangkan sifat mekanis seperti tekanan residual dan ductility. Malam dental /
dental wax memiliki sifat fisik yaitu :

1. Temperatur peralihan solid


Wax memiliki temperatur yang cukup tinggi di atas 37 derajat celcius.
Selama terjadinya perubahan dari satu laticce ke tipe laticce yang lain
wax dapat dimanipulasi dengan baik tanpa adanya kerusakan pada
tekanan yang berlebih selain itu digunakan untuk menentukan
berbagai sifat-sifat dan keselarasannya untuk berbagai prosedur klinis
di laboratorium.

2. Termal ekspansi dan kontraksi


Wax dan komponen-komponennya memiliki koefisien ekspansi
terbesar diantara material- material lain yang digunakan di bidang
kedokteran gigi. Wax akan memuai pada saat mengalami kenaikan
temperatur dan mengalami kontraksi saat temperatur diturunkan.

3. Daya alir (flow)


Daya alir wax tidak diperlukan pada temperatur kamar dan mulut,
karena akan menyebabka kerusakan pada wax. Namun pada saat
pembentukan wax temperatur kamar sangat diperlukan untuk
membengkokkan dan melipat wax saat manipulasi.
4. Sifat mudah pecah (Brittleness)
Pada beberapa dental wax, seperti inlay wax kekerasan sangatlah
diperlukan agar inlay wax dapat dicarving beberapa kali sesuai dengan
keinginan tanpa mengalami patah (Jamilah, 2009).

Ada beberapa jenis malam berdasarkan penggunaannya, antara lain :


Malam model : Malam jenis ini banyak dipergunakan untuk keperluan
membuat pola dan untuk pencatatan relasi rahang dalam bentuk gigi
tiruan. Malam model yang digunakan untuk keperluan klinik
hendaknya tidak mengalami perubahan dimensi ketika dipanaskan
pada suhu mulut dan didinginkan pada suhu kamar.

Malam lembaran tuang : Malam jenis ini tersedia dalam bentuk


lembaran dengan ketebalan tertentu. Bahan malam tuang dan
komponen polimer harus dibakar habis dari bumbung tuang tanpa
meninggalkan residu.

Malam inlay : Malam jenis ini banyak dipergunakan untuk pembuatan


pola inlay, yang dapat dipergunakan langsung di dalam mulut atau
dengan model.

Carding dan Boxing wax : Malam jenis ini banyak dipergunakan


untuk melekatkan gigi tiruan pada tempatnya dan untuk membuat
dinding batas cetakan sebelum dilakukan pengisian.

Malam perekat/sticky wax : Malam jenis ini berbentuk batang yang


mudah patah/brittle, warna kuning, terbuat dari beeswax dan beberapa
resin alami. Bahan ini hendaknya mudah dilepas dengan air mendidih
dan memiliki kontraksi minimal sewaktu pendinginan untuk
mencegah bergeraknya bagian-bagian yang hendak disambung.

Malam cetak : Malam jenis ini dipergunakan untuk mencetak rahang


yang tidak bergigi. Malam ini menunjukkan derajat aliran yang tinggi
pada suhu mulut. Sifat dari inay wax sebagai berikut :
1. Warnanya harus sedemikian rupa sehingga kontras dengan bahan
die oleh karena itu, kontras yang dipreparasi. Tepi malam harus diukir
dengan ide, karena itu, kontras yang nyata dalam hal warna akan
memungkinkan dilakukannya perapian yang baik dari berbagai tepi.

2. Tidak boleh terkelupas atau terjadi kekasaran permukaan yang


serupa ketika malam dibengkokkan dan dibentuk sesudah dilunakkan.
Pengelupasan cenderung terjadi pada malam parafin, dan merupakan
salah satu alasan mengapa ditambahkan modifier.

3. Sesudah model malam memadat, perlu dilakukan pengukiran


anatomi gigi asli pada malam dan seperti sudah disebutkan di atas,
mengukir malam pada bagian tepinya sehingga model malam duduk
tepat pada permukaan die. Prosedur yang terakhir ini kadang
mengharuskan malam diukir sedemikian rupa sehingga membentuk
lapisan yang sangat tipis. Jika malam tertarik karena instrumen
pengukir atau gumpil sewaktu diukir, maka ketepatan tidak dapat
diperoleh.

4. Seperti disebutkan di atas, sesudah mold dibuat, malam


dibersihkan dari mold. Penghilangan malam tersebut biasanya
dilakukan dengan memanaskan mold sehingga malam hilang. Jika
sesudah pembakaran tersebut, malam meninggalkan residu yang
menghasilkan lapisan tak tembus air pada dinding mold, inlay hasil
pengecoran dapat terpengaruh secara negatif, seperti akan dibicarakan
pada bagian berikut. Karena itu, malam harus dibakar habis,
membentuk karbon yang nantinya dihilangkan melalui oksidasi
menjadi gas yang menguap.Idealnya, model malam harus kaku dan
mempunyai kestabilan dimensi yang baik sepanjang waktu sampai
nantinya dihilangkan model malam terpajan aliran kecuali bila
ditangani dengan hati-hati. Juga terpajan relaksasi, suatu faktor yang
perlu dipertimbangkan dalam manipulasi.

(Kenneth J. Anusavice, 1992)


2.6.2 Klasifikasi dental wax

Dental wax

Tempat Fungsi
Digunakan

Klinik Laboratorium Pattern wax Processing Impression


wax wax

Bagan Klasifikasi Dental Wax

Dental wax di kedokteran gigi secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu
berdasarkan tempat digunakan dan fungsinya. Berdasarkan tempat digunakannya,
dental wax digunakan di klinik dan laboratorium. Berdasarkan fungsinya dental wax
dibagi menjadi pattern wax, processing wax, dan impression wax. Setiap dental wax
memiliki fungsi yang berbeda.
Dental wax merupakan bahan thermoplastic artinya bahan ini berwujud padat pada suhu
ruangan namun dapat meleleh tanpa diikuti dekomposisi bahan sehingga mampu mengalir
seperti zat cair (McCabe, 2013). Komponen utama penyusun dental wax yaitu mineral, hewan,
dan tumbuhan.

Parafin dan mikrokristalin merupakan malam yang didapatkan dari residu hasil
distilasi minyak bumi. Bahan-bahan tersebu tersusun atas senyawa hidrokarbon.
Dimana paraffin tersusun atas rantai hidrokarbon yang lurus sementara mikrokristalin
tersusun atas rantai hidrokarbon yang bercabang (Delmar’s, 2003).

Parafin akan lunak pada suhu berkisar antara 37-55oC dan meleleh pada suhu
48- 70oC. Sementara mikrokristalin memiliki rentang leleh pada 65-90 oC. Kedua bahan
tersebut bersifat brittle (mudah patah) pada suhu ruangan (Delmar’s, 2003).
Beeswax merupakan salah satu bahan alami yang tersusun dari hewan. Dimaan
beeswax didapatkan dari derivat rumah lebah yang tersusun atas sedikit kristalin alami
dan polyester. Bahan ini terkadang dijadikan campuran paraffin untuk menurunkan
rentang leleh dan sifat brittelnya sehingga memiliki viskositas yang lebih rendah
(Delmar’s, 2003).

Malam karnauba dan kandelilla merupakan turunan dari tumbuhan, malam ini
biasanya dicampur dengan paraffin untuk membuat teksturnya menjadi lebih lunak
(Delmar’s, 2003).

5. Pattern wax

A. Inlay wax
Komponen utama dari Inlay wax adalah parafin, mikrokristalin,
ceresin, carnauba, candelilla, dan beeswax. Contohnya : parafin 60%,
carnauba 25%, ceresin 10%, beeswax 5%. Fungsi dari wax ini untuk
malam pola pada restorasi gigi inlay, crown, dan bridge.

Inlay wax memiliki beberapa jenis yaitu hard, medium/regular, dan


soft, menunjukkan daya alirnya. Dimana daya alir ini dapat dikurangi
dengan menambahkan carnauba atau prafin dengan titik lebur tinggi.
Daya alir juga dapat diatur dengan menambahkan resin 1%. Selain itu,
inlay wax memiliki residu maksimum adalah 0,10%. Ekspansi termal
limer maksimal pada suhu 25-30ºC adalah 0,2% dan suhu 25-37ºC
adalah 0,6%. Inlay pattern mengalami warp atau distorsi. Inlay wax
memilik 2 tipe yaitu tipe I hard untuk direct technique dan tipe II yang
lebih lunak untuk indirect technique.

Sediaan inlay wax yaitu berwarna biru tua, hijau, dan ungu sehingga
kontras dengan warna gigi. Bentuk batang/tongkat memiliki panjang
7,5 cm dan diameter 0,64 cm. Ada juga yang berbentuk pelet dan
konus.
Gambar 6. Penggunaan Inlay wax

B. Casting wax
Komposisi dari Casting wax hampir sama dengan Inlay wax. Fungsi
dari casting wax untuk pola kerangka logam gigi tiruan.

Sifat dari Casting wax yaitu lunak dan dapat diadaptasikan pada suhu
40-45ºC. Agak lengket dan terfiksasi pada model kerja gips. Mencetak
dengan akurat permukaan yang dilekatinya. Tidak getas waktu
didinginkan. Menguap pada suhu 500ºC dan tidak meninggalkan
lapisan kecuali karbon.

Sediaan casting wax berbentuk lembaran (tebal 0,32 – 0,4 mm),


bentuk jadi dan gumpalan (bulk).

Gambar 7. Casting wax


Gambar 8. Casting wax sheet
C. Baseplate wax
Komposisi dari Baseplate terdiri dari 70 – 80% Parafin I Ceresin.
Contohnya adalah Ceresin 80%, Beeswax 12%, Carnauba 2,5%, Resin
3%, dan Mikrokristalin 2,5%. Fungsi dari wax ini menentukan
dimensi vertikal rahang pada pembuatan gigi tiruan lengkap dan
malam pola plat dasar gigi tiruan lengkap dan sebagian, serta alat
orthodonsi.

Syarat yang harus dipenuhi oleh baseplate wax yaitu:

a. Ekspansi thermis limer pada suhu 25-40°C lebih kecil dari 0,8%.
b. Tidak mengiritasi jaringan mulut.
c. Tidak flaky / menyerpih dan melekat di jan.
d. Mudah diukir pada suhu 23°C
e. Permukaan halus setelah di flaming (disentuhkan pada api).
f. Tidak berbekas pada porselen dan gigi tiruan.
g. Tidak mewarnai gigi.
Sediaan dari wax ini memiliki bentuk lembaran berukuran 7,6 X
15 X 1,3 cm, berwarna merah atau merah muda. Ada 3 tipe dari
baseplate wax ini yaitu tipe I (lunak), tipe II (sedang), tipe III (keras).
Model malam ini harus segera diproses agar akurasinya terjaga.
Gambar 9. Baseplate Wax

Gambar 10. Bite rim

Gambar 11. Bite rim saat penetapan gigit


D. Processing wax
Boxing wax
Boxing wax memiliki fungsi sebagai pagar atau pememberi batas pada
saat melakukan pengecoran cetak negatif. Sedian boxing wax yaitu
batang atau strip berwarna hijau atau hitam.

Gambar 12. Boxing Wax

Gambar 13 Penggunaan boxing wax


E. Utility wax
Utility wax terdiri dari beeswax, petrolatum, dan malam lunak lain.
Fungsi dari wax ini yaitu digunakan pada bidang orthodonsia dan
menjadi bahan pendukung pada bahan cetak alginat.

Di bidang orthodonsia utility wax digunakan untuk menutupi kawat


maupun braket. Sediaan wax yang biasa digunakan di bidang
orthodonsia adalah wax berwarna putih (GmbH, 2017).

Sementara, untuk fungsinya dalam mendukung bahan cetak alginate.


Utility wax ini befungsi sebagai pemanjang sendok cetak pada kasus
pasien dengan alveolar ridge yang Panjang dan sebagai pelapis pada
bagian palatum sendok cetak untuk kasus pasien dengan palatum yang
dalam (Interdent, 2018)

Gambar 14. Utility Wax


F.Sticky wax
Sticky wax terdiri dari rosin, beeswax, pewarna dan resin alami.
Fungsi dari wax ini yaitu menyambung atau melekatkan patahan
protesa gigi resin (reparasi) dan logam (soldering).

Sediaan dari wax ini yaitu warna gelap dan terang. Sifat dari sticky
wax ini pada suhu kamar bersifat getas, kuat dan tidak Iengket. Bila
dicairkan bersifat lengket dan melekat kuat pada permukaan bahan.
Residu < 0,2.

Gambar 16. Sticky Wax


G. Impression wax
Komposisi impression wax tersusun atas rantai atom hidrokarbon
CH3(CH2)nCH3, dimana nilai n berada di antara 15 hingga 42 (Noort
2002; Anusavice et al. 2012). Malam cetak biasanya memiliki ciri-ciri
tidak memiliki rasa, tidak berwarna, tidak berbau, dan berminyak pada
sentuhan (Noort 2002).Malam cetak biasanya digunakan untuk
memastikan keberadaan undercut pada permukaan preparasi yang
dimana hal tersebut akan menimbulkan masalah serius dalam
pencetakan alloy emas (Powers & Wataha 2013). Namun impression
wax cenderung akan terdistorsi apabila diambil pada daerah yang
terdapat undercut. dengan demikian, impression wax memiliki
keterbatasan yaitu hanya dapat digunakan pada edentulous ridge atau
permukaan oklusal (Anusavice et al. 2012).
H. Corrective wax
Corrective wax adalah malam yang digunakan untuk melakukan
koreksi pada undercut dan cetak positif gigi (Gambar 2.12)
(Anusavice et al. 2012). Sumber lain menyebutkan bahwa corrective
wax digunakan dalam prosedur pengambilan cetak edentulous. Malam
ini memiliki sifat yang mudah mengalir pada suhu rongga mulut
sehingga dapat disesuaikan dengan material yang lain.

Gambar 17. Corrective Wax


Daftar Pustaka

Anusavice, KJ., 2004, Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi Edisi
10, Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran
Agustinus Tommy. 2014. Stabilitas Dimensi Hasil Cetakan Bahan Cetak
Elastomer Setelah Disemprot Menggunakan Sodium Hipoklorit.
Dentino Jurnal Kedokteran Gigi Vol II. No 1. Maret 2014

Bird, D.L. and Robinson, D.S., 2017. Modern Dental Assisting-E-Book.


Elsevier Health Sciences.
Craig, R.G., dkk, (2004). Dental Material. 8 th ed., Mosby Co
Febriani M dan Herda E. Pemakaian Desinfektan pada Bahan Cetak
Elastomer, JITEKGI. 2009; 6(2): 41-4

GmbH, K. (2018). Kulzer - Ortho & Utility Waxes. [online] Kulzerus.com.


Available
Interdent. (2018).Utility Wax. [online] Available at:
http://interdent.cc/eng/utility-wax.html [Accessed 9 Jan. 2018].
McCabe, J.F. and Walls, A.W. eds., 2013. Applied dental materials. John
Wiley & Sons.

Phinney, D.J. and Halstead, J.H., 2003. Delmar's dental assisting: a


comprehensive approach. Cengage Learning.

Sulastri, S. Dental Material. 2017. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


50
51

Anda mungkin juga menyukai