Anda di halaman 1dari 5

Syarat Resin Gigi 1.

Pertimbangan Biologis Syarat utama resin gigi ditinjau dari pertimbangan biologis ialah resin tersebut tidak boleh memiliki rasa, tidak berbau, tidak toksik dan tidak mengiritasi jaringan mulut. Dengan demikian, resin sama sekali tidak boleh larut dalam saliva serta tidak dapat ditembus cairan rongga mulut. Resin juga harus merekat sempurna pada struktur gigi jika diaplikasikan sebagai bahan tambal sehingga pertumbuhan mikroba sepanjang pertemuan permukaan gigi-restorasi dapat dicegah. Selain itu, resin juga harus memiliki sifat biokompatibilitas yang baik sehingga resiko alergi dapat diminimalisir dalam setiap pengaplikasiannya dalam bidang kedokteran gigi. 2. Sifat Fisik Untuk dapat diaplikasikan dalam kedokteran gigi resin harus memiliki kekuatan serta kepegasan dan tahan terhadap benturan sehingga dapat menahan beban kunyah maupun tekanan gigit. Dengan demikian, kestabilan dimensi bahan menjadi hal yang sangat vital. Dalam pengaplikasiaannya sebagai basis gigi tiruan protesa rahang atas diusahakan bahan memiliki gaya gravitasi yang rendah. 3. Sifat Estetik Untuk memenuhi persyaratan estetik suatu resin dituntut untuk memiliki transluensi yang cukup serta dapat dipigmentasi. Sifat transluensi (transparansi) maupun pigmentasi suatu resin diperlukan untuk menyesuaikan penampilannya dengan jaringan mulut melihat tiap individu memiliki warna jaringan mulut yang berbeda sehingga dengan dipenuhinya sifat estetik, pengaplikasian resin tidak akan mengurangi keindahan penampilan jaringan mulut pengguna. Dengan demikian hasil pewarnaan (pigmentasi) pada bahan ini tidak boleh berubah warna maupun tampilannya setelah pembentukan. 4. Karakteristik Penanganan Toksisitas bahan sangatlah penting dalam penanganan, sehingga resin yang digunakan tidak boleh menghasilkan debu maupun uap yang bersifat toksis selama proses penanganan maupun manipulasi. Selain itu, diusahakan komplikasi klinis seperti kontaminasi saliva maupun darah memiliki pengaruh yang kecil atau

tidak sama sekali terhadap hasil akhir. Hal lain yang penting dipenuhi ialah bahan harus mudah dimanipulasi serta tidak sensitif terhadap variasi prosedur penanganan. Resin juga harus mudah diperbaiki jika terjadi kerusakan yang tidak disengaja selama proses penanganan. 5. Pertimbangan Ekonomis Ditinjau dari segi ekonomis, biaya yang dikeluarkan untuk pemrosesan resin haruslah rendah sehingga dapat dijangkau oleh semua kalangan. Maka untuk memenuhi syarat diatas, peralatan yang digunakan untuk pemrosesan bahan haruslah sederhana (tidak kompleks) sehingga biaya produksi yang dikeluarkan juga tidak terlalu tinggi.

Sifat Fisik Resin Basis Protesa 1. Pengerutan Polimerisasi Ketika terjadi polimarisasi, kepadatan massa bahan berubah dari 0,94 menjadi 1,19 g/cm3 yang menghasilkan pengerutan volumetric sebesar 21% sedangkan pada resin konvensional yang teraktivasi panas pengerutan volumetric yang ditunjukkan hanya sekitar 7%. Bahan yang mengalami pengerutan volumetric cukup tinggi ini mengalami distribusi secara seragam pada semua permukaan sehingga dapat menghasilkan basis protesa yang cukup memuaskan secara klinis bila dimanipulasi dengan tepat. Selain pengerutan volumetric juga terdapat pengerutan linier yang memberikan efek nyata pada adptasi basis protesa serta interdigitasi tonjol. Semakin besar pengerutan linier semakin besar pula ketidaksesuain yang diamati. Berdasarkan pada pengerutan volumetric sebesar 7% basis protesa harusnya menunjukkan pengerutan linier sekitar 2%. Namun, umumnya pengerutan linier yang teramati ialah dibawah 1%. 2. Porositas Adanya porositas dapat mempengaruhi baik sifat fisik maupun estetika basis protesa serta kebersihannya. Porositas umumnya terjadi pada bagian yang lebih tebal. Timbulnya porositas disebabkan oleh penguapan monomer yang tidak bereaksi serta polimer berberat molekul rendah, bila termperatur resin mencapai atau melebihi titik

didih bahan tersebut. Namun, porositas jenis ini tidak terjadi pada sepanjang segmen resin yang terkena. Sebab lain munculnya porositas ialah akibat pengadukan yang tidak tepat antara komponen bubuk dan cairan. Hal ini menyebabkan beberapa bagian massa resin mengandung monomer lebih banyak dibanding lainnya, sehingga ketika polimerisasi bagian ini mengerut lebih banyak dibanding daerah sekitarnya. Pengerutan yang terlokalisasi ini cenderung menghasilkan gelembung (porous). Tekanan atau kurangnya bahan dalam rongga kuvet selama polimerisasi juga dapat menimbulkan porous. Gelembung yang muncul akibat kekurangan bahan ini biasanya berbentuk tidak teratur dan jumlahnya cukup banyak sehingga resin akan tampak lebih ringan dan lebih opak dibanding warna sebenarnya. Dari berbagai sebab timbulnya porositas, terdapat dua jenis posritas yang muncul pada resin basis protesa, yakni gracius dan shrinkage. Porus jenis gracius biasanya muncul dalam daerah yang terlokalisir sedangkan jenis shrinkage memiliki pola porous yang tersebar. 3. Penyerapan Air Polimetil metaklirat menyerap air relatif sedikit saat ditempatkan pada lingkungan basah, namun hal ini dapat menimbulkan efek nyata pada sifat mekanis dan dimensi polimer. Penyerapan air ini terjadi secara difusi. Adanya molekul air pada massa yang terpolimerisasi menyebabkan massa terpolimerisasi mengalami sedikit ekspansi dan mempengaruhi keukatan rantai polimer sehingga bertindak sebagai bahan pembuat plastis. Terganggunya ikatan rantai polimer akibat adanya molekul air ini dapat mengubah karakteristik fisik polimer tersebut sehingga rantai polimer akan menjadi lebih mudah bergerak, hal ini memungkinkan terjadinya relaksasi tekanan selama plimerisasi yang berengaruh pada bentuk resin walaupun perubahan ini relatif sedikit sehingga tidak begitu berpengaruh nyata pada ketepatan dan fungsi basis. 4. Kelarutan Resin basis protesa umumnya tidak larut dalam cairan rongga mulut meskipun sebenarnya resin dapat larut daam berbagai pelarut dan sejumlah kecil monomer dilepaskan. 5. Tekanan Waktu Pemrosesan

Kapanpun perubahan dimensi alamiah terhalang, bahan yang bersangkutan mengandung tekanan. Bila tekanan dilepaskan, dapat terjadi distorsi atau kerusakan bahan. (Anusavice,2003). Tekanan saat pemrosesan dapat terjadi karena teregangnya rantai polimer shingga resin memiliki tekana yang bersifat menarik. Perbedaan kecepatan kontraksi dari resin basis protesa dan dental stone juga dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya tekanan dalam resin. Faktor lainnya yang mempengaruhi tekanan saat pemrosesan resin ialah ketidaktepatan pengadukan dan penanganan resin serta buruknya pengendalian panas dan pendinginan kuvet yang digunakan. Adanya tekanan saat pemrosesan ini menyebabkan perubahan dimensi yang bersifat kumulatif namun dengan kisaran perubahan yang cukup kecil sekita 0,1-0,2 mm, sehinggatidak begitu berpengaruh secara klinis. 6. Crazing Crazing merupakan garis retakan kecil yang nampak timbul pada permukaan protesa. Crazing dapat terbentuk akibat adanya relaksasi tekanan. Adanya crazing ini dapat mengganggu estetika dan sifat fisik potesa. Dari sudut pandang fisik, carzing disebabkan karena aplikasi tekanan, terutama tekanan tarik atau resin yang larut sebagian. Crazing dapat terjadi karena pemisahan mekanik dari rantai-rantai polimer individu saat ada tekanan tarik. Crazing juga dapat timbul karena hasil aksi pelarut seperti kontak dengan cairan etil alcohol terlalu lama. 7. Kekuatan Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan resin basis protesa diantaranya komposisi resin, teknik pembuatan dan kondisi dalam lingkungan rongga mulut. Penentu paling penting dari kekuatan resin ialah derajat polimerisasi bahan, dimana bila derajat polimerisasi meningkat maka kekuatan resin juga meningkat. Resin yang diaktifkan secara kimia (Self Cure) memiliki derajat polimerisasi yang lebih rendah dibanding resin Heat Cure. Dengan demikian, resin Self Cure memiliki nilai monomer residu yang lebih banyak serta terjadi penurunan kekuatan dan nilai kekerasan. 8. Creep

Resin basis protesa memiliki sifat viskoelastis, sehingga bila resin basis protesa dipaparkan pada beban yang ditahan maka bahan akan menunjukkan defleksi atau deformasi awal. Bila beban tidak dilepas maka akan terjadi deformasi tambahan yang sering disbut sebagai creep. Kecepatan terjadinya deformasi progresif (laju creep) dapat ditingkatkan dengan menaikkan temperature, memberi beban, monomer residu, dan adanya bahan pembuat plastis.

DAFTAR PUSTAKA Anusavice, Kenneth J. 2003. Phillips : Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi Ed.10. alih bahasa Johan Arief Budiman, et.al. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai