Anda di halaman 1dari 16

STEP 7

LO 1 : KOMPOSISI, SIFAT, SYARAT DARI RESIN AKRILIK


A. Syarat Resin Gigi
1. Pertimbangan Biologis
Syarat utama resin gigi ditinjau dari pertimbangan biologis ialah resin
tersebut tidak boleh memiliki rasa, tidak berbau, tidak toksik dan tidak mengiritasi
jaringan mulut. Dengan demikian, resin sama sekali tidak boleh larut dalam saliva
serta tidak dapat ditembus cairan rongga mulut. Resin juga harus merekat
sempurna pada struktur gigi jika diaplikasikan sebagai bahan tambal sehingga
pertumbuhan mikroba sepanjang pertemuan permukaan gigi-restorasi dapat
dicegah. Selain itu, resin juga harus memiliki sifat biokompatibilitas yang baik
sehingga resiko alergi dapat diminimalisir dalam setiap pengaplikasiannya dalam
bidang kedokteran gigi.
2. Sifat Fisik
Untuk dapat diaplikasikan dalam kedokteran gigi resin harus memiliki
kekuatan serta kepegasan dan tahan terhadap benturan sehingga dapat menahan
beban kunyah maupun tekanan gigit. Dengan demikian, kestabilan dimensi bahan
menjadi hal yang sangat vital. Dalam pengaplikasiaannya sebagai basis gigi tiruan
protesa rahang atas diusahakan bahan memiliki gaya gravitasi yang rendah.
3. Sifat Estetik
Untuk memenuhi persyaratan estetik suatu resin dituntut untuk memiliki
transluensi yang cukup serta dapat dipigmentasi. Sifat transluensi (transparansi)
maupun pigmentasi suatu resin diperlukan untuk menyesuaikan penampilannya
dengan jaringan mulut melihat tiap individu memiliki warna jaringan mulut yang
berbeda sehingga dengan dipenuhinya sifat estetik, pengaplikasian resin tidak
akan mengurangi keindahan penampilan jaringan mulut pengguna. Dengan
demikian hasil pewarnaan (pigmentasi) pada bahan ini tidak boleh berubah warna
maupun tampilannya setelah pembentukan.

4. Karakteristik Penanganan

Toksisitas bahan sangatlah penting dalam penanganan, sehingga resin yang


digunakan tidak boleh menghasilkan debu maupun uap yang bersifat toksis
selama proses penanganan maupun manipulasi. Selain itu, diusahakan komplikasi
klinis seperti kontaminasi saliva maupun darah memiliki pengaruh yang kecil atau
tidak sama sekali terhadap hasil akhir. Hal lain yang penting dipenuhi ialah bahan
harus mudah dimanipulasi serta tidak sensitif terhadap variasi prosedur
penanganan. Resin juga harus mudah diperbaiki jika terjadi kerusakan yang tidak
disengaja selama proses penanganan.
5. Pertimbangan Ekonomis
Ditinjau dari segi ekonomis, biaya yang dikeluarkan untuk pemrosesan
resin haruslah rendah sehingga dapat dijangkau oleh semua kalangan. Maka untuk
memenuhi syarat diatas, peralatan yang digunakan untuk pemrosesan bahan
haruslah sederhana (tidak kompleks) sehingga biaya produksi yang dikeluarkan
juga tidak terlalu tinggi.
B. Sifat Fisik Resin
1. Pengerutan Polimerisasi
Ketika terjadi polimarisasi, kepadatan massa bahan berubah dari 0,94
menjadi 1,19 g/cm3 yang menghasilkan pengerutan

volumetric sebesar 21%

sedangkan pada resin konvensional yang teraktivasi panas pengerutan volumetric


yang ditunjukkan hanya sekitar 7%. Bahan yang mengalami pengerutan
volumetric cukup tinggi ini mengalami distribusi secara seragam pada semua
permukaan sehingga dapat menghasilkan basis protesa yang cukup memuaskan
secara klinis bila dimanipulasi dengan tepat.
Selain pengerutan volumetric juga terdapat pengerutan linier yang
memberikan efek nyata pada adptasi basis protesa serta interdigitasi tonjol.
Semakin besar pengerutan linier semakin besar pula ketidaksesuain yang diamati.
Berdasarkan pada pengerutan volumetric sebesar 7% basis protesa harusnya
menunjukkan pengerutan linier sekitar 2%. Namun, umumnya pengerutan linier
yang teramati ialah dibawah 1%.
2. Porositas

Adanya porositas dapat mempengaruhi baik sifat fisik maupun estetika


basis protesa serta kebersihannya. Porositas umumnya terjadi pada bagian yang
lebih tebal. Timbulnya porositas disebabkan oleh penguapan monomer yang tidak
bereaksi serta polimer berberat molekul rendah, bila termperatur resin mencapai
atau melebihi titik didih bahan tersebut. Namun, porositas jenis ini tidak terjadi
pada sepanjang segmen resin yang terkena.
Sebab lain munculnya porositas ialah akibat pengadukan yang tidak tepat
antara komponen bubuk dan cairan. Hal ini menyebabkan beberapa bagian massa
resin mengandung monomer lebih banyak dibanding lainnya, sehingga ketika
polimerisasi bagian ini mengerut lebih banyak dibanding daerah sekitarnya.
Pengerutan yang terlokalisasi ini cenderung menghasilkan gelembung (porous).
Tekanan atau kurangnya bahan dalam rongga kuvet selama polimerisasi
juga dapat menimbulkan porous. Gelembung yang muncul akibat kekurangan
bahan ini biasanya berbentuk tidak teratur dan jumlahnya cukup banyak sehingga
resin akan tampak lebih ringan dan lebih opak dibanding warna sebenarnya.
Dari berbagai sebab timbulnya porositas, terdapat dua jenis posritas yang
muncul pada resin basis protesa, yakni gracius dan shrinkage. Porus jenis gracius
biasanya muncul dalam daerah yang terlokalisir sedangkan jenis shrinkage
memiliki pola porous yang tersebar.
3. Penyerapan Air
Polimetil metaklirat menyerap air relatif sedikit saat ditempatkan pada
lingkungan basah, namun hal ini dapat menimbulkan efek nyata pada sifat
mekanis dan dimensi polimer. Penyerapan air ini terjadi secara difusi. Adanya
molekul air pada massa yang terpolimerisasi menyebabkan massa terpolimerisasi
mengalami sedikit ekspansi dan mempengaruhi keukatan rantai polimer sehingga
bertindak sebagai bahan pembuat plastis. Terganggunya ikatan rantai polimer
akibat adanya molekul air ini dapat mengubah karakteristik fisik polimer tersebut
sehingga rantai polimer akan menjadi lebih mudah bergerak, hal ini
memungkinkan terjadinya relaksasi tekanan selama plimerisasi yang berengaruh

pada bentuk resin walaupun perubahan ini relatif sedikit sehingga tidak begitu
berpengaruh nyata pada ketepatan dan fungsi basis.
4. Kelarutan
Resin basis protesa umumnya tidak larut dalam cairan rongga mulut
meskipun sebenarnya resin dapat larut daam berbagai pelarut dan sejumlah kecil
monomer dilepaskan.
5. Tekanan Waktu Pemrosesan
Kapanpun perubahan dimensi alamiah terhalang, bahan yang bersangkutan
mengandung tekanan. Bila tekanan dilepaskan, dapat terjadi distorsi atau
kerusakan bahan. (Anusavice,2003).
Tekanan saat pemrosesan dapat terjadi karena teregangnya rantai polimer
shingga resin memiliki tekana yang bersifat menarik. Perbedaan kecepatan
kontraksi dari resin basis protesa dan dental stone juga dapat menjadi salah satu
penyebab timbulnya tekanan dalam resin. Faktor lainnya yang mempengaruhi
tekanan saat pemrosesan resin ialah ketidaktepatan pengadukan dan penanganan
resin serta buruknya pengendalian panas dan pendinginan kuvet yang digunakan.
Adanya tekanan saat pemrosesan ini menyebabkan perubahan dimensi
yang bersifat kumulatif namun dengan kisaran perubahan yang cukup kecil sekita
0,1-0,2 mm, sehinggatidak begitu berpengaruh secara klinis.
6. Crazing
Crazing merupakan garis retakan kecil yang nampak timbul pada
permukaan protesa. Crazing dapat terbentuk akibat adanya relaksasi tekanan.
Adanya crazing ini dapat mengganggu estetika dan sifat fisik potesa.
Dari sudut pandang fisik, carzing disebabkan karena aplikasi tekanan,
terutama tekanan tarik atau resin yang larut sebagian. Crazing dapat terjadi karena
pemisahan mekanik dari rantai-rantai polimer individu saat ada tekanan tarik.
Crazing juga dapat timbul karena hasil aksi pelarut seperti kontak dengan cairan
etil alcohol terlalu lama.

7. Kekuatan
Beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan resin basis protesa
diantaranya komposisi resin, teknik pembuatan dan kondisi dalam lingkungan
rongga mulut. Penentu paling penting dari kekuatan resin ialah derajat
polimerisasi bahan, dimana bila derajat polimerisasi meningkat maka kekuatan
resin juga meningkat.
Resin yang diaktifkan secara kimia (Self Cure) memiliki derajat
polimerisasi yang lebih rendah dibanding resin Heat Cure. Dengan demikian,
resin Self Cure memiliki nilai monomer residu yang lebih banyak serta terjadi
penurunan kekuatan dan nilai kekerasan.
8. Creep
Resin basis protesa memiliki sifat viskoelastis, sehingga bila resin basis
protesa dipaparkan pada beban yang ditahan maka bahan akan menunjukkan
defleksi atau deformasi awal. Bila beban tidak dilepas maka akan terjadi
deformasi tambahan yang sering disbut sebagai creep.
Kecepatan terjadinya deformasi progresif (laju creep) dapat ditingkatkan
dengan menaikkan temperature, memberi beban, monomer residu, dan adanya
bahan pembuat plastis.
9. Curing Shrinkage
Ketika monomer metil metakrilat berpolimerisasi akan terjadi perubahan
kepatadan. Perubahan kepadatan menyebakan shrinkage polimerisasi sebesar 21
%. Umunya perbadinga powder-liquid adalah sebesar 33,5 :1 (vol ) atau 2,5 :1
(berat). Pada proporsi adonan akrilik ini akan terjadi Shrinkage sebesar 7%. Hal
ini disebakan karena resin akrilik selama ini menunjukkan shrinkage yang
terdistribusi

merata

disetiap

permukaan

basis

sehingga

tidak

begitu

mempengaruhi adaptasi basis mukosa.


10. Stabilitas dimensi
Stabilitas dimensi dapat dipengaruhi oleh proses, molding, cooling,
polimerisasi, absorbsi air dan temperatur tinggi.

11. Radiologi
Akrilik tidak dapat dideteksi dalam foto karena sifat radiolusensinya. Ini
disebabkan karena atom C,H,O yang terdapa dalam alrilik melemahkan,
menyerap sinar x- ray. Hal ini akan meyulitkan jika terjadi kecelakaan dimana
ada bagian akrilik yang tertelan atau tertanam di dalam jaringan lunak.
12. Reaksi alergi
Sangat jarang pasien yang mengalami reaksi alergi akibat kontak dengan
resin akrilik yang berasal sdari gigi tiruan. Kebanyakan kasus yang dilaporkan
adalah akibat dari gigi tiruan yang tidak bersih dan gigi tiruan yang tidak sesuai
kedudukanya dalam rongga mulut sehingga mengakibatkan trauma pada jaringan
lunak mulut, tetapi banyaknya residual monomer yang terdapat pada basis resin
akrilik

yang

tidak

mengalami

polimerisasi

secara

sempurna

akan

mengakibatkaniritasi pada jaringan mulut pasien.


13. Berat molekul
Resin akrilik polimerisasi panas memiliki berat molekul polimer yang
tinggi yaitu 500.000 1.000.000 dan berat molekul monomernya yaitu 100. Berat
molekul polimer ini akan bertambah hingga mencapai angka 1.200.000 setelah
berpolimerisasi dengan benar. Rantai polimer dihubungkan antara satu dengan
lainnya oleh gaya Van der Waals dan ikatan antarrantai molekul. Bahan yang
memiliki berat molekul tinggi mempunyai ikatan rantai molekul yang lebih
banyak dan mempunyai kekakuan yang besar dibandingkan polimer yang
memiliki berat molekul yang lebih rendah.
14. Resisten terhadap asam, basa, dan pelarut organic
Resistensi resin akrilik terhadap larutan yang mengandung asam atau basa
lemah adalah baik. Penggunaan alkohol dapat menyebabkan retaknya protesa.
Ethanol juga berfungsi sebagai plasticizer dan dapat mengurangi temperatur
transisi kaca. Oleh karena itu, larutan yang mengandung alkohol sebaiknya tidak
digunakan untuk membersihkan protesa.

C. Komposisi Resin Akrilik


Pada umumnya terdapat dalam bentuk powder yang berisi polimer yang
belum teraktivasi. Selain powder terdapat juga dalam bentuk liquid yang
mengandung komponen monomer yang dalam berinteraksi dengan polimer dapat
berperan sebagai aktivator. Selain monomer, terdapat komponen aktivator dan
inhibitor. Untuk mengaktifkan polimer dalam powder, terjadi proses polimerisasi.
Powder(polimer) yaitu poli( metil metakrilat ) adalah resin transparan
yang dapat menyalurkan cahaya dalam range ultraviolet hingga yang mempunyai
wavelength 250nm. Ia mempunyai kekerasan dari 18 hingga 20 Knoop Number.
Kekuatan tensilnya dianggarkan dalam 60 Mpa, ketumpatannya adalah 1.19
g/cm2 dan modulus elasticity dianggarkan 2.4 Gpa (2400 Mpa).
Polimer ini sangat stabil. Ia tidak mengalami diskolorisasi dalam cahaya
ultraviolet, secara kimiawi stabil dalam panas dan melembut pada 125C dan
dapat dibentuk seperti bahan termoplastik. Depolimerisasi terjadi pada suhu di
antara

125C

dan

200C.

Sekitar

suhu

450C,

90%

polimer

telah

terdepolimerisasi membentuk monomer.


Poli (metil metakrilat) mempunyai kecenderungan untuk meresap air
melalui proses imbibisi. Ini karena, struktur non-kristalinnya mempunyai tenaga
internal yang tinggi. Jadi, diffusi molekul dapat terjadi dengan mudah karena tidak
memerlukan tenaga aktivasi yang banyak. Disebabkan poli (metil metakrilat)
adalah polimer yang linear, ia dapat larut dalam beberapa pelarut organik seperti
kloroform dan aseton.
Liquid (monomer) adalah metil metakrilat yaitu suatu cairan bening pada
suhu ruangan yang mempunyai sifat fisikal berikut :
a. Berat molekul : 100 u
b. Suhu lebur : - 48C
c. Suhu didih : 100.8C
d. Ketumpatan : 0.945 g/mL pada 20C
e. Tenaga polimerisasi : 12.9 kcal/mol

Metil metakrilat menunjukkan tekanan uap yang tinggi dan merupakan


pelarut organik yang baik.
AgenCross linked polimer akrilik adalah lebih kaku, lebih tahan terhadap
perubahan suhu dan lebih tahan larut dibandingkan dengan polimer yang non
cross linked. Cross linked polimer juga lebih tahan terhadap surface cracking atau
crazing didalam mulut dan tahan terhadap keterlarutan dalam pelarut organik
seperti etanol. Ia juga lebih mudah digrind dan dipolish.
LO 2 : KLASIFIKASI DARI RESIN AKRILIK SERTA KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN
A. Klasifikasi resin
Resin merupakan suatu dental material yang telah digunakan secara luas.
Secara umum, resin ada yang alami (berasal dari tumbuhan atau serangga tertentu)
dan sintetik (dari senyawa kimia yang strukturnya mengacu pada struktur resin
alami). Resin akrilik adalah salah satu contoh dari resin sintetik. Selain itu, resin
juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat termalnya, yaitu termoplastik dan
termosetting. Resin termoplastik dalah suatu resin yang akan melunak apabila
diberi suhu melebihi suhu transisi kaca (Tg)-nya, dan kemudian mengeras.
Apabila resin tersebut dipanaskan kembali, maka akan lunak kembali. Contoh
resin termoplastik adalah resin akrilik. Hal tersebutlah yang membedakan resin
termoplastik dengan resin termosetting. Untuk resin termosetting, resin jenis ini
akan mengeras secara permanen apabila dipanaskan melebihi suhu kritisnya.
Sehingga bentuk resin ini akan tetap atau tidak berubah meskipun mengalami
pemanasan ulang.
Sesuai dengan skenario, resin akrilik yang merupakan jenis resin sintetik,
juga memiliki klasifikasi tersendiri berdasarkan cara polimerisasinya, yaitu: heatcured, self-cured, dan light-cured.

1. Heat Cured Acrylic (Resin Akrilik teraktivasi Panas)


Pada resin jenis ini, energy thermal diperoleh dari proses
perendaman akrilik di dalam air, selain itu juga diperoleh dari proses
perebusan. Resin ini memiliki komposisi bubuk atau powder berupa
polimethyl metakrilat dengan tambahan inisiator berupa benzoil peroksida.
Disamping juga ada liquid atau cairan berupa methyl metakrilat yang di
dalamnya terkandung sedikit kandungan hydroquinone yang ditambah
dengan glikol dimetakrilat sebagai bahan ikat silang.
2. Self Cured Acrylic (Resin Akrilik teriaktivasi Kimia)
Berbeda dengan heat cured acrylic, self cured acylic menggunakan
activator berupa cairan kimia. Cairan kimia yang digunakan adalah dari
golongan amin tersier biasanya adalah dietil paratuloidin. Jenis ini memang
tidak sesempurna tipe I karena residu monomer yang terbentuk dari proses
polimerisasi dan manipulasi lebih banyak. Namun hal tersebut dapat diatasi
dengan mengatur suhu dan waktu manipulasi secara tepat.
3. Light Cured Acrylic (Resin Akrilik teriaktivasi Cahaya)
Cahaya yang dapat digunakan sebagai activator pada resin akrilik
jenis ini adalah sinar UV dengan panjang gelombang 290-4nm dan sinar
tampak dengan panjang gelombang 400-700 nm. Pada proses manipulasi
resin akrilik jenis ini, ditambahkan bahan inisiator berupa champorquinon.
4. Microwave Cured Acrylic (Resin Akrilik teriaktivasi Kimia)
Activator pada resin akarilik ini adalah gelombang mikro dimana
gelombang ini membuat molekul bergerak secara merata dan seimbang ke
segala arah sehingga hasil akhir dari resin akrilik ini lebih sempurna dari
yang lain. Hal tersebut disebabkan karena hamper semua monomer beraksi
sehingga proses polimerisasinya sempurna.

Setiap jenis resin akrilik tersebut, memiliki kekurangan dan kelebihan


masing-masing.
Jenis Resin

Aktivator

Kelebihan

Kekurangan

Heat

Curing Energi

acrylic resin

Self

termal Warna stabil dan Terdapat

yang berasal dari murah

volume

akhir,

panas

pembuatannya

tidak

Curing Dimethyl

acrylic resin

praktis
Terdapat

Pengerutan

kecil, praktis, dan warna


relatif murah

Microwave

sisa

lebih

banyak,

porositas lebih tinggi.


Bila menggunakan sinar

sinar UV

polimerisasi dapat UV

Gelombang mikro

diatur
Waktu

Curing acrylic

kestabilan
rendah,

monomer

Curing Sinar tampak dan Waktu

acylic resin

sisa-sisa

paratoluidine atau volume akhir lebih monomer,


amin tersier

Light

pengerutan

dapat

merusak

jaringan.
lebih Membutuhkan

peralatan

singkat,

yang lebih mahal, masih

polimerisasi lebih bersifat menyerap air.


sempurna, proses
pembuatannya
lebih bersih, sisa
monomer

lebih

sedikit.

LO 3 : TAHAP MANIPULASI DARI RESIN AKRILIK


Manipulasi adalah suatu bentuk tindakan atau proses rekayasa terhadap
sesuatu dengan menambah ataupun mengurangi variable yang berkaitan guna
mencapai sifat fisik maupun mekanik yang dikehendaki. Dengan demikian,
apabila manipulasi dilakukan pada resin akrilik memiliki tujuan agar resin akrilik
ini nantinya mampu memenuhi persyaratan sebagai material yang digunakan pada
kedokteran gigi dengan sifat fisik dan mekanik yang sesuai dengan
pengaplikasiannya pada kedokteran gigi. Manipulasi kedokteran gigi meliputi :
menentukkan perbandingan polimer dan monomer, pencampuran keduanya,
pengisian, serta proses curring.
1. Perbandingan monomer dan polimer

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa resin akrilik dikemas dalam


dua bentuk yaitu cairan (yang mengandung poli (metil metakrilat)/PMMA yang
tidak terpolimerasi atau dengan kata lain dalam bentuk monomer) dan bubuk
( berupa PMMA prapolimerasi yang berbentuk butiran-butiran halus).
Perbandingan keduanya sangat penting bila digunakan untuk pengaplikasian di
kedokteran gigi, misalnya untuk pembuatan protesa, hal ini dikarenakan
konsistensi yang tepat diantara keduanya mampu menghasilkan sifat fisik dan
mekanik yang tepat pula. Perbandingan yang tidak sesuai antara bubuk dan cairan
mampu menyebabkan pengerutan volumetrik dan pengerutan secara linier. Selain
itu keadaaan dimana:
a. Konsentrasi Bubuk > Cairan
Keadaan ini mampu menyebabkan terbentuknya granula-granula pada
adonan. Hal ini dikarenakan bubuk tidak sepenuhnya mampu dibasahi oleh cairan
b. Konsentrasi Cairan > Bubuk
Keadaan ini mampu menyebabkan kontraksi pada adonan resin akrilik,
akibatnya akan terjadi perubahan dimensi yang tampak, serta adanya pengerutan
volumetrik dan linier yang telah dijelaskan sebelumnya.
Akibat yang paling harus diwaspadai dari ketidaktepatan perbandingan ini
adalah mampu menghasilkan monomer sisa. Dimana monomer sisa ini apabila
bereaksi dengan jaringan rongga mulut terutama fibroblas akan menimbulkan
respon iritasi, hal ini sangat dihindari pada tindakan kedokteran gigi karena
menimbulkan ketidaknyamanan atau bahkan kerugian bagi pasien. Disamping itu
monomer sisa juga mampu bertindak sebagai plasticizer yang mampu berakibat
pada menurunnya sifat flexibel dari resin dan menurunkan kekuatannya. Untuk
itu, dalam mencapai campuran antara bubuk dan cairan yang tepat. Perbandingan
antara bubuk dan cairan resin akrilik adalah 3:1 dilihat berdasarkan volumenya.
2. Pencampuran
Tindakan berikutnya yang berkaitan dengan proses manipulasi setelah
menentukkan perbandingan yang tepat adalah pencampuran antara bubuk
(polimer) dan cairan(monomer).Begitu kedua variable ini dicampur akan

terbentuk beberapa tahap yang terlihat. Pada point ini yang perlu diperhatikan
adalah kemampuan dalam mengenali tahap-tahap tersebut guna menentukan
waktu yang tepat untuk dilakukan pengisian pada mould. Jika tidak, akan
berakibat pada adonan yang terlanjur menjadi keras yang berujung pada
ketidakmampuannya dilakukan pembentukan. Atau bahkan campuran yang masih
pada tahap lunak akibatnya dapat berpengaruh terhadap perubahan dimensi
nantinya, serta timbulanya porositas.
Tahap yang nampak setelah dilakukan pencampuran antara cairan dan
bubuk adalah sebagai berikut:
a. Sandy stage
Tahap ini dicirikan dengan terbentuknya bentukan pasir basah. Ini adalah
bentuk respon mulai berinteraksinya bubuk dan cairan. Pada tahap ini interaksi
tingkat molekuler belum sepenuhnya terjadi atau bahkan belum sama sekali.
b. Sticky stage
Pada tahap ini mulai terjadi interaksi antara bubuk dan cairan. Dimana
cairan mulai larut pada bubuk yang dapat berakibat pada terdispersinya rantai
polimer (pada bubuk) pada monomer (cairan). Sehingga rantai polimer
melepaskan jalinan ikatan yang berpengaruh terhadap adukan yang secara fisual
dapat dilihat dengan adanya bentukan serat begitu adonan tersebut ditarik.
c. Dough Stage
Pada tahap ini adalah kesempurnaan dari sticky stage. Yaitu tahap dimana
polimer dalam jumlah besar telah terlarut sepenuhnya pada monomer. Dengan
demikian adukan yang terbentuk tidak lagi berserat ataupun lengket. Bahkan tidak
laki adanya bentukan rekatan pada spatulan ataupun cawannya, yaitu benar-benar
berbentuk adonan. Pada tahap inilah yang dikatakan tahap paling tepat untuk
dituangkan pada mould.
d. Rubber hard stage
Tahap ini adalah tahap yang telah dikatakan sebelumnya, yaitu ketika
adukan sudah tidak lagi mampu dilakukan pembentukkan dengan teknik
kompresi konvensional . hal ini dikarenakan sepenuhnya monomer bebas telah

diuapkan dan polimer telah seutuhnya masuk lebih jauh di antara monomer,
sehingga adonan nampak seperti karet dan tidak lagi memiliki kemampuan ketika
diregangkan.
3. Pengisian
Tahap ini disebut juga dengan packing. Sebelum dilakukan pengisian,
perlu diberi bahan separator, yaitu CMS. Hal yang perlu diperhatikan ada tahap ini
adalah ketepatan bahan mengisi rongga mould. Apabila terjadi keadaan:
a. Overpacking :
Akibatnya akan berpengaruh terhadap ketebalan berlebih pada pembuatan
basis proteosa yang nantinya akan mempengaruhi posisi elemen gigi
protesa di dalamnya.
b. Underpacking :
Sedangkan keadaan bahan yang tidak sepenuhnya memenuhi rongga
mould akan mampu menimbullkan porus.
Untuk menghindari over ataupun under packing. Dapat dilakukan dengan
pengisian pada rongga mould secara bertahap. Pada tahap selanjutnya setelah
dilakukan pengisian pada rongga mould adalah dilakukannya press dengan pada
kuvet. Kekuatan press yang diberikan pada kuvet sebesar 1000 psi selama 5 menit
kemudian sebesar 2200 psi selamat 5 menit juga. Selama proses press ini biasanya
ditemukan flash, yaitu adanya kelebihan bahan. Flash ini harus dibersihkan dan
dipisahakan dengan bagian resin yang mengisi mould. Setelah dilakukan ini tahap
berikutnya adalah dilakukannya curing.
4.

Curring
Proses curring adalah proses terjadinya pengerasan, dimana yang menjadi

komponen pembantu dalam terjadinya curring adalah dibagi menjadi 3:


a. Heat curring :
yaitu terjadinya curring yang diaktivasi dengan adanya panas. Dimana
panas yang diperlukan untuk terjadinya polimerasi dan tercapainya curring
yang sempurna adalah 740C (1650F) yang dilakukan pada bak air dengan
menjaga suhu tersebut selama 8-12 jam tanpa adanya prosedur pendidihan

terminal. Baru selanjutnya masuk ke tahap yang kedua dengan


meningkatkan suhu mencapai 100oC dan diproses selama 1 jam.
b. Self curring :
Cukup dilakukan pada suhu ruang dikarenakan aktivator yang digunakan
telah mengunakan amin tersier yang telah dijelaskan sebelumnya pada
klasifikasi
c. Light curring :
Proses curring dicapai dengan dipaparkannya cahaya tampak dengan
panjang gelombang sebesar 400-500nm dengan kemampuan menembus
ketebalan sebesar 5-6 mm dengan pemaparan radiasi selama 10-25 menit.

LO 4 : TAHAP POLIMERASI DARI RESIN AKRILIK


LO 5 : APLIKASI RESIN AKRILIK DALAM BIDANG KEDOKTERAN
GIGI
1. Pembuatan Basis Gigi Tiruan
Resin akrilik terutama polimetilmetakrilat (PMMA) telah diperkenalkan dan
dengan cepat menggantikan bahan basis gigi tiruan sebelumnya. Resin akrilik
digunakan karena memiliki sifat yang menguntungkan yaitu estetik, warna
dan tekstur mirip dengan gingiva sehinggga estetik di dalam mulut baik, daya
serap air relatif rendah dan perubahan dimensi kecil.
2. Sebagai Bahan Restorasi
Kelebihan resin akrilik untuk bahan restorasi antara lain daya alir
tinggi,aplikasi

mudah

setting

dengan

Light

Curing

selama

10

menit, danmenghasilkan permukaan yang sangat halus dan mengkilat.


a. Temporary crown
Mahkota penuh terbuat dari aluminium, resin, baja tahan karat atau resin
akrilik untuk melindungi gigi yang telah dipreparasi dan jringan lunak
disekelilingnya. Mudah dibuka, menjaga oklusi dan dipasang pada gigi
sambil menunggu penyelesaian restorasi permanennya.
b. Temporary brigde

Gigi tiruan jembatan dibuat dari bahan bahan sementara (resin akrilik)
yang dipasang pada gigi yang telah dipreparasi selama menunggu gigi
tiruan jembatan permanen selesai dibuat.
c. Jacket crown
Mahkota penuh yang seluruhnya menutupi gigi yang telah dipreparasi dan
mempunyai bahu servikal. Dibuat dari porcelen atau resin akrilik dan
disemenkan pada gigi.
3. Bahan penambah "post dam" pada full denture
Pada gigi palsu dibuat pagaran 2 mm agar dam (jarak antara gigi
palsu)tidak kemasukkan saliva yang dapat membuat lepas
4. Restorasi gigi ; tambalan, inlay dan laminate (resin komposit)
5. Splint dan stents
6. Sebagai individual tray atau sendok cetak perorangan
Sendok cetak resin dibuat untuk menyesuaikan lengkung tertentu sehingga
sering disebut sendok cetak individual. Bahan yang digunakan adalah
bahan self-cured resin. Tetapi akhir-akhir ini sering digunakan bahan resin
urethra dimetakrilat yang diaktivasi sinar. Sendok cetak dari bahan ini
mempunyai dimensi yang stabil selama pasca polimerisasi tetapi rapuh
dan melepaskan partikel bubuk selama proses pengasahan.
7. Peralatan ortodonsia (plat ortodontik) dan Pedodonsia
Dipakai sebagai plat dasar alat ortodontik lepasan yang berupa lempengan
plat akrilik berbentuk melengkung mengikuti permukaan palatum atau
permukaan lingual lengkung mandibula. Jenis resin yang dipakai adalah
heat curing dan cold curing. Bahan dari cold curing memiliki berat
molekul lebih rendah sehingga pengkerutannya lebih sedikit namun
memiliki porositas lebih banyak sehingga kekuatannya lebih rendah. Cold
curing polimerisasinya lebih cepat sehingga waktu pengolahannya pun
singkat. Waktu pembuatan yang singkat ini membuat bahan ini cocok
untuk pembuatan alat ortodontik lepasan dan untuk reparasi plak akrilik.
Selain itu cold curing juga mudah dimanipulasi dalam pembuatan.
8. Sebagai alat ortodonti lepasan
9. Protesa maksilofasial (obturator pada celah palatal)
10. Inlay dan post-core pattern

11. Relining
Relining adalah mengganti permukaan protesa yang menghadap jaringan.
Bahan yang biasa digunakan adalah self-cured. Namun juga digunakan
resin yang diaktivasi dengan energy panas, sinar, atau gelombang mikro
yang nantinya akan menghasilkan panas yang cukup besar dan distorsi
basis protesa cenderung terjadi. Tahap awal dari relining itu membersihkan
permukaan yang menghadap jaringan untuk meningkatkan perlekatan
antara resin yang ada dengan bahan relining. Lalu resin yang tepat
dimasukkan dan dibentuk dengan teknik molding tekanan.
12. Rebasing
Rebasing adalah mengganti keseluruhan basis protesa. Bahan yang biasa
digunakan adalah sel-cured. Caranya adalah bahan self-cured dicampur
sampai konsistensi encer lalu dimasukkan ke daerah yang kan direparasi.
Polimerisasi yang timbul akan lebih sedikit apabila polimerisasi dilakukan
di bawah tekanan hydrolic hingga sebesar 250 kN/m pada suhu 40-50 C.
13. Die lepasan
14. Pelindung Mulut untuk atlet
15. Sebagai reparasi
Bahan yang biasa digunakan adalah jenis self-cured dan heat- cured.

DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, Kenneth J. 2003. Phillips : Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi
Ed.10. alih bahasa Johan Arief Budiman, et.al. Jakarta: EGC
Harty, F.J & R. Ogston. 1993. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
Nirwana, Intan & R. Heal Soekanto. Jurnal : Sitotoksisitas Resin Akrilik Setelah
Penambahan Glass Fiber dengan Metode Berbeda. Surabaya: Bagian Ilmu
Material dan Teknologi kedokteran Gigi Universitas Airlangga
Riadiantoro, Affian. 2011. Jurnal : Pembuatan Gigi Tiruan Lepasan dengan
Menggunakan Resin Visible Light Cure.

Anda mungkin juga menyukai