Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan peledakan pada tambang bawah tanah terdapat beberapa
parameter keberhasilan yaitu kemajuan front bukaan tambang hasil peledakan dan
volume bongkaran hasil peledakan terutama pada lokasi produksi. Semakin besar
kemajuan front bukaan tambang yang dihasilkan maka produksi akan semakin
besar pula. Supaya mendapatkan hasil yang diharapkan, geometri pengeboran dan
peledakan dirancang sedemikian rupa agar hasil yang didapatkan maksimal serta
sesuai dengan kemajuan front bukaan tambang yang diharapkan sehingga
produksi akan tercapai.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam studi geometri peledakan
tambang bawah tanah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola peledakan yang digunakan dalam peledakan tambang
bawah tanah?
2. Bagaimana penentuan nilai burden dan spasi pada bujur sangkar, stopping
dan kontur dalam geometri peledakan tambang bawah tanah menurutStig
O. Olofsson Swedish Technique

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan ini adalah untukmengetahui geometri serta pola
peledakan pada tambang bawah tanah menurutStig O. Olofsson Swedish
Technique

1.5 Batasan Masalah


Adapun pembahasan dalam seminar ini adalah dibatasi hanya pada
penjelasan mengenai penentuan nilai geometri peledakan tambang bawah tanah.

1.6 Metode Penulisan


Dalam penulisan ini, penulis menggunakan tahap studi literatur
berdasarkan data-data sekunder. Sehingga dapat diperoleh pendekatan
penyelesaian masalah.Berikut urutan pekerjaan penelitian diantaranya:

1
1. Studi literatur di perpustakaan sebagai langkah
pengambilan dataPengambilan data dilakukan setelah studi literatur.
Adapun data yang diambil berupa data sekunder yaitu data yang diambil
dari literatur yang berhubungan dengan pembahasan yang ada.
2. Studi literatur di internet
3. Akuisisi data
a. Pengelompokan data dari literatur
b. Pengecekan data, agar kerja lebih efisien
4. Melakukan analisis terhadap data dan memberikan alternatif penyelesaian
masalah sebagai acuan untuk pembahasan permasalahan.
5. Menarik kesimpulan
Kesimpulan diperoleh setelah dilakukan penafsiran data-data yang ada
dengan permasalahan yang di teliti. Dengan adanya kesimpulan berarti
telah di peroleh hasil akhir sebagai pemecahan masalah yang diteliti.

1.7 Manfaat Penulisan


Sebagai langkah awal untuk mengetahui penentuan nilai geometri
peledakan tambang bawah tanahmenurut Stig O. Olofsson Swedish Technique

2
BAB II
PELEDAKAN TAMBANG BAWAH TANAH

2.1 Peledakan (Blasting)


Bahan peledak adalah suatu campuran yang terdiri atas zat padat, zat cair,
atau campuran keduanya yang memiliki komposisi tertentu yang apabila terkena
panas, benturan, gesekan, ledakan awal, dan sebagainya, dapat bereaksi
dengan cepat membentuk gas yang menimbulkan panas dan tekanan yang sangat
tinggi.
Metoda peledakan yang banyak dipakai dalam tambang bawah tanah
(underground blasting) adalah metoda smooth blasting, yaitu merupakan salah
satu metoda dari Contour Blasting yang bertujuan untuk memperhalus batas
terluar atau keliling dari hasil peledakan.Smooth blasting telah dikembangkan dan
diteliti di Swedia tahun 1950 dan tahun 60-an. Aplikasi dari metoda ini, yaitu
dapat dugunakan pada penggalian surface dan underground. Metoda ini
dimanfaatkan dalam countur blasting (dalam tambang bawah tanah digunakan
untuk meledakkan wall and roof holes) yang bertujuan untuk memperhalus
permukaan hasil peledakan. Dalam pelaksanaan metoda smooth blasting ini,
untuk mendapatkan hasil yang baik maka ratio S/B sebaiknya  0.8. Artinya
burden sebaiknya lebih besar dari pada spasinya.
Bahan peledak baru telah dikembangkan untuk keperluan smooth blasting
yang mempunyai diameter explosive kecil dengan VOD rendah dan relatif
menghasilkan gas yang rendah, telah dicoba dan hasilnya sangat baik. Bahan
peledak tersebut adalah Gurit, yaitu sebuah nitroglycerin sebagai isian dasar yang
mengandung kieselguhr. Gurit tersedia dalam ukuran 11, 17 dan 22 mm
cartridges yang disesuaikan dengan aplikasi dilapangan.Seperti yang telah
dikatakan sebelumya, smooth blasting dilaksanakan dengan special bahan peledak
dengan spasi yang lebih dekat. Berikut ini adalah tabel geometri peledakan untuk
tiap diameter perimeter holes yang berbeda-beda.

3
Tabel 2. 1Geometri Peledakan Smooth Blasting

Perimeter
Charge
Hole Charge
Concentration Burden Spasi
Diameter Type
( kg/m)
(m)
25 – 32 0.11 11 mm Gurit 0.3 – 0,5 0.25 – 0.35
25 – 48 0.23 17 mm Gurit 0.7 – 0.9 0.50 – 0.70
51 – 64 0.42 22 mm Gurit 1.0 – 1.1 0.80 – 0.90
51 – 64 0.45 22 mm Gurit 1.1 – 1,2 0.80 – 0.90
(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan UNISBA”,
Bandung.)

(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan UNISBA”,


Bandung.)
Gambar 2. 1 Efek Peledakan dengan Metoda Smooth Blasting
Dalam melakukan kegiatan awal peledakan tambang bawah tanah maka
dilakukan pemboran sebagai sarana untuk menyimpan bahan peledak agar dapat
meledakn mendapatkan hasil yang maksimal dan juga fragmentasi yang
diinginkan dengan didukung oleh jenis bahan peledak yang sesuai serta ditunjang
dengan suatu desain peledakan atau geometri peledakan pada peledakan tambang

4
bawah tanah. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi desain tambang yang
dibuat adalah sebagai berikut :
 Burden serta spasi yang digunakan dalam suatu pola peledakan
 Jenis serta karakteristik bahan peledak yang digunakan
 Diameter lubang tembak dengan bahan peledak yang digunakan

Dalam melakukan pembuatan terowongan maka dilakukan peledakan,


peledakan yang digunakan berbeda dalam meledakan tambang terbuka.
Perbedaannya adalah pada peledakan terowongan dilakukan dengan membuat
arah pada suatu bidang bebas yang dibuat suatu bidang atau dapat dikatakan
dengan empty hole. Dan pada peledakan tambang terbuka dilakukan peledakan
dengan menggunakan desain peledakan pada arah satu bidang bebas.

2.1.1 Bahan Peledak


Bahan peledak adalah semua senyawa kimia, campuran atau alat yang
dibuat, diproduksi atau digunakan untuk membuat bahan peledak dengan reaksi
kimia yang berkesinambungan di dalam bahan-bahannya. Adapun beberapa hal
mengenai bahan peledak diantaranya :
1. Jenis-jenis bahan peledak :
a. Black powder
Adalah campuran arang, belerang dan potasium nitrat.
b. Dinamit
Bahan dasar dinamit adalah nitroglyserin.
Macam-macam dynamite :
 Straight dynamite
 Gelatin dynamite
 Amonia gelatin dynamite
 Dinamite komposisi khusus
c. Permissible Explosive
Dipakai hanya untuk tambang di bawah tanah, mengandung
ammonium dinamit yang diberi nama sedikit aditive. Misalnya
Sodium Clorida.

5
d. Blasting Agent
Bahan kimia yang belum dicampur satu dengan yang lainnya
bukan merupakan bahan peledak, contohnya ANFO.
e. Slurry/Water Gel Explosive/Emulsion
Yaitu campuran oksidator seperti sodium nitrate dan omonium
nitrat.

2.1.2 Tempat Penyimpanan Bahan Peledak


Pada dasarnya, penyimpanan ramuan bahan peledak harus memenuhi
ketentuan-ketentuan baik dari penyimpanan, jarak aman dari daerah sekelilingnya,
kelengkapan dari alat-alat pengaman, maupun ketentuan mengenai bangunan
tempat penyimpanan bahan peledak serta pengangkutan bahan peledak dari
gudang penyimpanan bahan peledak ke lokasi.

2.3 DesainTerowongan Bawah Tanah


Menurut Obert (1973) yang menerangkan bahwa apabila dibandingkan
dengan waktu manusia yang melakukan aktivitas di bawah tanah, dengan
merancang sebuah konsep lubang bukaan pada bawah tanah merupakan inovasi
yang baru. Salah satu alasan untuk situasi ini adalah setiap masalah dalam
merancang suatu tambang ataupun terowongan pada dasarnya berbeda dengan
merancang struktur konvensional seperti sebuah bangunan ataupun jembatan.
Dalam suatu desain rekayasa secara konvensional, beban eksternal yang
akan diterapkan terlebih dahulu ditentukan, kemudian meterial yang akan
ditentukan dengan suatu kekuatan yang tepat serta karakteristik secara deformasi,
berikut ini adalah geometri struktur yang digunakan.
Tujuan dasar dari setiap mendesain penggalian terowongan bawah tanah harus
memanfaatkan batuan itu sendiri sebagai bahan struktural utama, yang membuat
suatu gangguan yang mungkin terjadi selama proses penggalian dan
menambahkan sedikit mungkin cara yang aman. Ketika dalam keadaan utuh dan
ketika mengalami tegangan dari tekanan, batu yang paling keras yang jauh lebih
kuat daripada beton dan dari urutan kekuatan yang sama seperti baja. Akibatnya,
hal itu secara ekonomis dalam menggantikan bahan yang mungkin menjadi

6
sempurna dan sanggup dalam melayani satu dengan yang mungkin tidak akan
lebih baik.Sebuah desain teknik yang baik adalah memperhatikan keseimbangan
desain di mana semua faktor yang berinteraksi, bahkan mereka yang tidak dapat
diukur, yang diperhitungkan.Dengan desain metode yang tersedia untuk menilai
stabilitas suatu tambang dan terowongan dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Metode anaitik

Metode analitik mempunyai peranan analisis tekanan dan deformasi di


sekitar lubang bukaan. Mereka termasuk dalam teknik seperti sebagai lubang
tertutup dari solusi, metode numerik (unsur-unsur yang terbatas, perbedaan yang
terbatas, batas elemen), simulasi analog (listrik dan photoelastic) dan pemodelan
fisik.
2. Metode obeservasi

Metode observasi yang mengandalkan pemantau yang sebenarnya dari


gerakan tanah penggalian selama dari mendeteksi ketidakstabilan dan terukur
pada analisis tanah interaksi.
3. Metode empiris

Metode empiris yakni suatu kajian stabilitas dan terowongan dengan


menggunakan analisis statistik dari bawah tanah dengan observasi terowongan
bawah tanah dengan massa klasifikasi yang paling dikenal penedekatan empiris
untuk menilai stabilitas di bawah tanah bukaan pada batu (hoek dan cokelat, 1980,
goodman, 1980). Mereka telah menerima peningkatan perhatian dalam beberapa
tahun terakhir (einstein et al, tahun 1979) dan banyak menggali pendekatan
proyek ini telah dimanfaatkan sebagai satu-satunya dasar untuk desain praktis.
Selain itu, dua pendekatan lain yang juga dimanfaatkan, yaitu teknik geologi
pertimbangan serta kepatuhan.
Dalam penerapan desain geoteknik pada bidang pertambangan dan
pembuatan terowongan belum dapat berkembang pada tingkat yang sama seperti
halnya untuk pekerjaan rekayasa lainnya. Hasilnya adalah faktor keamanan yang
berlebihan dalam banyak aspek dari proyek bawah tanah. Hal ini dapat diyakini
bahwa meningkatnya permintaan untuk lebih realistis dalam faktor keselamatan

7
serta pengakuan potensi uang tabungan dari mekanika batuan akan mengarah ke
aplikasi yang lebih besar dari desain mekanika batuan di pertambangan dan dalam
pembuatan terowongan. Namun demikian, sementara hari ini penelitian yang
lebih luas sedang dilakukan dalam mekanika batuan, masih ada tampaknya yang
menjadi masalah utama dalam menerjemahkan penelitian tim dalam pencarian
prosedur desain yang inovatif dan ringkas.
Perlu diingat bahwa dalam merancang sebuah tambang atau terowongan
bawah tanah, akan melibatkan banyak sistem desain, selain yang terlibat dalam
desain mekanika batuan. Sistem yang baik bagi aspek untuk pertambangan ini
diberikan oleh Luxbacher dan Ramani (1980). Dalam kasus terowongan, Muir
Wood dan Sauer (1981) membahas interaksi yang dibuat dalam tahap desain awal,
untuk hasil yang baik dan mempertimbangkan konsekuensi pada tahap-tahap
selanjutnya. Faktor utama yang mempengaruhi stabilitas penambang dan
terowongan adalah sebagai berikut :
a. Bidang stres penggalian bawah tanah, terutama yang disebabkan oleh
pertambangan.
b. Interaksi penggalian yang berdekatan
c. Kekuatan dan sifat lapisan batuan pada penggalian
d. Kondisi air tanah metode dan kualitas penggalian
e. Lapisan tanah

2.2 Kegiatan Awal Lubang Bukaan


Pembukaan lubang bukaanmerupakan pada dasarnya kita membuat lubang
awal sebagai jalan masuk untuk menggali sehingga tercipta suatu lubang bukaan.
Untuk mempersiapkan lubang bukaan maka dilakukan development pembuatan
lubang bukaan yang merupakan lubang bukaan mendatar yang dibuat langsung
pada suatu material. Kemudian dilakukan penggalian yang meliputi pengeboran,
peledakan, scaling, pemasangan penyangga, pemuatan (mucking /
loading)danpengangkutan(hauling).

8
2.3 Pengeboran (Drilling)
Tujuan pengeboran adalah untuk membuat sejumlah lubang ledak dengan
geometri dan pola yang sudah ditentukan yang selanjutnya akan diisi dengan
sejumlah bahan peledak untuk diledakkan.Untuk membuat lubang maju dalam
tambang bawah tanah atau terowongan perlu diciptakan suatu bidang bebas yang
disebut dengan cut hole.
Cut hole adalah suatu lubang buka yang diciptakan pada suatu face yang
tidak mempunyai free face berupa lubang bor sedalam kemajuan yang diperoleh.
Pola pemboran cut hole yang digunakan dalam peledakan tambang bawah tanah

2.3.1 Pola pengeboran pada bukaan bawah tanah


Mengingat ruang sempit yang membatasi kemajuan pengeboran dan hanya
terdapat satu bidang bebas, maka harus dibuat suatu pola pengeboran yang
disesuaikan dengan kondisi tersebut. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa
minimal terdapat dua bidang bebas agar proses pelepasan energi berlangsung
sempurna, sehingga batuan akan terlepas atau terberai dari induknya lebih ringan.
Pada bukaan bawah tanah umumnya hanya terdapat satu bidang bebas, yaitu
permuka kerja atau face. Untuk itu perlu dibuat tambahan bidang bebas yang
dinamakan cut. Secara umum terdapat empat tipe cut yang kemudian dapat
dikembangkan lagi sesuai dengan kondisi batuan setempat, yaitu:
1. Wedge Cut atau V – Cut, yaitu pembuatan lubang tembak yang
membentuk sudut ± 600 terhadap bidang bebas (free face).

(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan


UNISBA”, Bandung)
Gambar 2. 2Penampang Depan Pemboran V – Cut

9
2. Pyramid Cut atau Diamond Cut, yaitu pola pemboran yang merupakan
variasi dari wedge cut dimana ujung dari lubang ledak mengarah pada titik
pusat dari face yang berbentuk pyramid.

(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan


UNISBA”, Bandung.)
Gambar 2. 3Penampang Atas Pemboran Pyramid Cut
3. Fan Cut, yaitu pola pemboran yang merupakan setengah dari wedge cut.
Pola ini sangat baik digunakan pada vein yang tipis.

(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan UNISBA”,


Bandung.)
Gambar 2. 4Penampang Depan Pemboran Fan Cut

10
4. Burn Cut, yaitu pola peledakan dimana lubang ledak tegak lurus terhadap
bidang vertikal atau pada free face.

(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan


UNISBA”, Bandung.)
Gambar 2. 5Penampang Pemboran Burn Cut

Kegiatan pengeboran untuk pembuatan lubang ledak di dalam lubang


bukaanmenggunakan alat bor. Dalam kegiatan stoping pengeboran dilakukan
dengan menggunakan pola persegi (rectangular pattern)dengan arah pengeboran
horizontal.

2.4 Persen Kemajuan Heading Berdasarkan Kedalaman Pemboran


Dalam hal ini, kemajuan heading pada peledakan ditentukan oleh rata-rata
kedalaman lubang tembak dengan target kemajuan yang direncanakan.
Adapun persen kemajuan :

𝐾𝑒𝑚𝑎𝑗𝑢𝑎𝑛𝐻𝑒𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔𝑅𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎
% Kemajuan = 𝑥 100%
𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛𝐿𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔𝑇𝑒𝑚𝑏𝑎𝑘

11
BAB III
PENENTUAN NILAI GEOMETRI PELEDAKAN

3.1 Geometri Peledakan


Geometri peledakan adalah jarak lubang tembak yang di buat pada saat
sebuah area pertambangan akan di ledakkan. Dalam sebuah peledakan, geometri
merupakan faktor yang dapat dikendalikan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Terdapat beberapa teori untuk penentuan nilai geometri peledakan,
seperti teori Persson-Holmberg-Lee, Stig O. Olofsson Swedish Technique,
Charlos Lopez Jimeno dan lain-lain. Akan tetapi pada pembahasan kali ini hanya
akan membahas penentuan nilai geometri peledakan bawah tanah dari teori yang
sering digunakan dalam industri pertambangan yaitu teori Stig O. Olofsson
Swedish Technique.

3.2 Pola Peledakan


Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan
dari sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di
bawah tanah berbeda. Banyak faktor yang menentukan perbedaan, yaitu faktor
yang mempengaruhi pola pengeboran. Adanya urutan peledakan berarti terdapat
jeda waktu ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu
tunda atau delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan
waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah:
1. Mengurangi getaran.
2. Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock).
3. Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise).
4. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan.
5. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan Apabila
pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan sekaligus, maka
akan terjadi sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang
mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien.

12
Prinsip pola peledakan pada tambang bawah tanah adalah sama dengan di
tambang terbuka, yaitu membuat sekuensial ledakan antar lubang. Peledakan
pembuatan cut merupakan urutan pertama peledakan di bawah tanah agar
terbentuk bidang bebas baru disusul lubanglubang lainnya, sehingga lemparan
batuan akan terarah. Urutan paling akhir peledakan terjadi pada sekeliling sisi
lubang bukaan, yaitu bagian atap dan dinding. Pada bagian tersebut pengontrolan
menjadi penting agar bentuk bukaan menjadi rata, artinya tidak banyak tonjolan
atau backbreak pada bagian dinding dan atap. Permuka kerja suatu bukaan bawah
tanah, misalnya pada pembuatan terowong-an, dibagi ke dalam beberapa
kelompok lubang yang sesuai dengan fungsinya (Gambar 3.1), yaitu cut hole, cut
spreader hole, stoping hole, roof hole, wall hole dan floor hole. Bentuk suatu
terowongan terdiri bagian bawah yang disebut abutment dan bagian atas
dinamakan busur (arc). Gambar 3.2 memperlihatkan pola peledakan untuk
membuat terowongan dengan bentuk cut yang berbeda masing-masing burn cut,
wedge cut, dan drag cut.

(Sumber :Modul Juru Ledak kelas II, 2010)


Gambar 3. 1Kelompok lubang pada pemuka kerja suatu terowongan

13
(Sumber :Modul Juru Ledak kelas II, 2010)
Gambar 3. 2Geometri Peledakan Jenis V-cut

3.3 Geometri Peledakan Menurut Stig O. Olofsson Swedish Technique


Pemilihan diameter empty hole tergantung pada tingkat kemajuan
terowongan yang dinginkan. Semakin besar kemajuan terowongan yang
dinginkan maka semakin besar diameter empty hole yang diperlukan. Besarnya
ukuran diameter empty hole dapat dilihat dari gambar di bawah ini.

(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan UNISBA”,


Bandung.)
Gambar 3. 3 Grafik Hubungan antara Kemajuan Terowongan dengan Diameter
Empty Hole

14
Atau jika mempergunakan beberapa empty hole diameter khayalnya dapat
dihitung dengan mempergunakan rumus :

Dd n

Dimana : D = Besarnya diameter khayal empty hole


d = Diameter empty hole
n = Jumlah lubang
Dalam usaha menghitung burden dikotak pertama, jika menggunakan satu
empty hole maka diameter yang digunakan adalah diameter empty hole itu sendiri,
tetapi jika menggunakan lebih dari satu empty hole maka yang digunakan adalah
diameter khayal.

3.2.1 Desain Cut Hole


Jika kita melihat grafik 3.1 kita menemukan jarak antara lubang ledak dan
empty hole sebaiknya tidak lebar dari 1.5  untuk menghasilkan peledakan yang
baik.

(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan


UNISBA”, Bandung.)
Gambar 3. 4Desain Cut Hole

15
(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan UNISBA”,
Bandung.)
Gambar 3. 5Hubungan antara Jarak Lubang Ledak dengan Empty Hole
serta Hasil Peledakannya

a. Desain Square I

Jadi posisi lubang ledak di kotak pertama dapat ditunjukkan sebagai :


Dimana :
a = C – C jarak antara lubang ledak dengan empty hole
 = Diameter empty hole

Dalam kasus ini beberapa empty hole hubungannya dapat ditunjukkan sebagai :

a1= 1.5 D
W1= a 2

Dimana : a = C – C jarak antara pusat empty hole dan pusat lubang ledak
D = Diameter Khayal
W = Jarak antar lubang ledak

16
Parameter yang perlu diketahui dalam menentukan jumlah pengisian
bahan peledak (Q) pada cut holes terdiri atas stemming dan konsentrasi pengisian
bahan peledak (lc). Konsentrasi pengisian bahan peledak yang dipakai pada kotak
pertama dapat dilihat dari grafik pada gambar 3.3.
Stemming Kotak Pertama: (ho) = a

Q = lc (H - ho)

Dimana :Q = Jumlah pengisian bahan peledak, kg


lc = Konsentrasi pengisian bahan peledak, kg/m
H = Kedalaman lubang ledak, m
Dengan demikian, maka data kunci yang diperlukan pada kotak pertama adalah :
a = C – C jarak antara pusat empty hole dan pusat lubang ledak
W = Jarak antar lubang ledak
Q = Jumlah bahan peledak

(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan


UNISBA”, Bandung.)
Gambar 3. 6Grafik Konsentrasi Minimum Pengisian Handak (kg/m) dan
Maksimum Jarak C – C (m) untuk Diameter Empty Hole yang Berbeda-Beda

17
b. Desain Square II

B1= W1
a2= 1.5 W1

W2= 1.5W1 2

Dimana :a = C – C jarak antara pusat empty hole dan pusat lubang


ledak
W = Jarak antar lubang ledak
B = Burden
Konsentrasi pengisian bahan peledak yang dipakai pada kotak kedua dan kotak
berikutnya dapat dilihat dari grafik pada gambar 3.4
Stemming Kotak Kedua (ho) = 0.5 x B
Jadi
Q = lc (H - ho)

Dimana : Q = Jumlah pengisian bahan peledak, kg


lc = Konsentrasi pengisian bahan peledak, kg/m
H = Kedalaman lubang ledak, m

Data kunci yang diperlukan pada kotak kedua dan kotak berikutnya adalah :
B = Burden
W = Jarak antar lubang ledak
Q = Jumlah bahan peledak

18
(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan UNISBA”, Bandung.)
Gambar 3. 7 Grafik Konsentrasi Minimum Pengisian Handak (kg/m) dan
Maksimum Jarak C – C (m) untuk Jarak antara Lubang Ledak yang Berbeda-beda

c. Desain Square III

Untuk menghitung desain square III dapat dilakukan perhitungan


menggunakan rumus sebagai berikut :
B2= W 2
a3= 1.5 W 2

W3 = 1.5 W 2 2

Jumlah pengisian bahan peledak pada kotak ketiga ini caranya sama
dengan penentuan jumlah pengisian bahan peledak pada kotak kedua.

d. Desain Square IV

Untuk menghitung desain square III dapat dilakukan perhitungan


menggunakan rumus sebagai berikut :
B3 = W3
a4 = 1.5 W3

W4 = 1.5 W3 2

19
(i) (ii)

(iii) (iv)
(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan UNISBA”,
Bandung.)
Gambar 3. 8Geometri Perledakan pada Cut Holes
Jika jarak antara lubang ledak (W) terlalu lebar dan burden (B)
berdasarkan rumus diatas sama dengan (W) sehingga besar pada cut holes lebih
besar dari burden pada stoping, maka burden pada cut holes dan perhitungan
jumlah bahan peledak yang dipakai harus diatur sehingga sama dengan stoping
holes.
Penentuan burden dan konsentrasi bahan peledak dapat dilihat dari grafik
pada gambar 2.4Berdasarkan tabel 2.2 di bawah, pengisian lubang ledak dapat
dihitung :
hb = 1/3 H
Qb = lb x hb

Pengisian kolom :

20
(lc) = 0.5 x lb
ho = 0.5 x B
hc = H – hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot = Qb + Qc
Dimana : lb = Charge concentration Bottom
hb = Height bottom charge
Qb = Komsumsi bahan peledak bottom charge
lc = Column charge
hc = Heigth column
Qc = Komsumsi bahan peledak pada column charge
Pada umumnya bahan peledak yang digunakan dalam tambang bawah
tanah (peledakan terowongan) adalah bahan peledak yang telah dikemas dalam
bentuk paper cartridge atau plastic tube yang telah memepunyai diameter (mm)
dan charge concentration (kg/m) tertentu.
Bahan peledak yang sering digunakan adalah Emulite, Dynamex, dan
ANFO, yang dipakai untuk meledakkan cut holes, stoping holes dan floor holes.
Sedangkan untuk meledakkan wall holes dan roofholes bahan peledak yang iasa
dipakai adalah Gurit.

3.2.2 Desain Stoping Hole


Setelah cut holes telah dihitung, sisa dari geometri tunnel yang terdiri atas
floor holes, wall holes, roof holes, stoping holes dapat dihitung. Untuk
menghitung burden (B) dan mengisi setiap bagian yang berbeda pada tunnel dapat
dilihat dari grafik pada grafik2.6 yang dapat digunakan sebagai dasar acuan.

21
(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan UNISBA”,
Bandung.)
Gambar 3. 9 Grafik Hubungan antara Burden dengan Konsentrasi Pengisian
Bahan Peledak untuk Diameter Lubang Ledak dan Bahan Peledak yang Berbeda
Bila burden (B), kedalaman lubang ledak (H) dan konsentarasi bottom
charge (lb) telah diketahui, tabel dibawah ini akan memberikan geometri
pemboran dan pengisian handak disetiap bagian dari tunnel.
Tabel 3. 1Geometri Peledakan pada Stoping Holes

Heigth Charge
Part of The Burden Spacing Bottom Concentration Stemming
Round (m) (m) Charge Bottom Column (m)
(m) (kg/m) (kg/m)
Floor 1xB 1.1 x B 1/3 x H lb 1.0 x lb 0.2 x B

22
Wall 0.9 x B 1.1 x B 1/6 x H lb 0.4 X lb 0.5 x B
Roof 0.9 x B 1.1 x B 1/6 x H lb 0.3 X lb 0.5 x B
Stoping:
Upwards 1xB 1.1 x B 1/3 X H lb 0.5 x lb 0.5 x B
Horizontal 1xB 1.1 x B 1/3 x H lb 0.5 x lb 0.5 x B
Downwards 1 x B 1.2 x B 1/3 x H lb 0.5 x lb 0.5 x B
(Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum Peledakan UNISBA”, Bandung.)

1. Perhitungan Jumlah Bahan Peledak pada Floor Holes

Untuk menghitung jumlah bahan peledak yang digunakan pada floor


peledakan bawah tanah dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut :
Bottom Charge
lb = Diperoleh dari grafik 2.12
hb = 1/3 H
Qb = lb x hb
Column Charge
lc = 0.5 x lb
ho = 0.2 x B
hc = H – hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot = Qb + Qc

2. Perhitungan Jumlah Bahan Peledak pada Wall Holes

Untuk menghitung jumlah bahan peledak yang digunakan pada wall holes
peledakan bawah tanah dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut :
Bottom Charge
lb = Diperoleh dari grafik 3.12
hb = 1/6 H
Qb = lb x hb
Column Charge
lc = 0.4 x lb
ho = 0.5 x B

23
hc = H – hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot = Qb + Q c

3. Perhitungan Jumlah Bahan Peledak pada Roof Holes

Untuk menghitung jumlah bahan peledak yang digunakan pada


roofpeledakan bawah tanah dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut :
Bottom Charge
lb = Diperoleh dari grafik 3.12
hb = 1/6 H
Qb = lb x hb
Column Charge
lc = 0.3 x lb
ho = 0.5 x B
hc = H – hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot = Qb + Q c

4. Perhitungan Jumlah Bahan Peledak pada Stoping Upwards and


HorizontallyHoles

Untuk menghitung jumlah bahan peledak yang digunakan pada stoping


upwords dan horizontallypeledakan bawah tanah dapat dicari menggunakan
rumus sebagai berikut :
Bottom Charge
lb = Diperoleh dari grafik 3.12
hb = 1/3 H
Qb = lb x hb
Column Charge
lc = 0.5 x lb
ho = 0.5 x B
hc = H – hb - ho
Qc = lc x hc
Qtot = Qb + Qc

24
Dimana :lb = Konsentrasi pengisian didasar lubang ledak (charge
concentration bottom)
hb = Tinggi isian dasar lubang ledak (height bottom charge)
Qb = Komsumsi bahan peledak bottom charge
lc = Konsentrasi pengisian di atas isian dsar (column charge)
hc = Tinggi colom (heigth column)
Qc = Komsumsi bahan peledak pada colom

25
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam merencanakan suatu kegiatan peledakan, terdapat beberapa parameter
yang perlu diperhatikan agar mencapai hasil peledakan yang maksimal. Ada
parameter yang dapat dikendalikan dan ada yang tidak dapat dikendalikan.
Salah satu faktor yang dapat dikendalikan yaitu geometri peledakan.
2. Terdapat beberapa teori mengenai penentuan nilai geometri peledakan. Seperti
teori menurut Persson-Holmberg-Lee, Stig O. Olofsson Swedish Technique,
Charlos Lopez Jimeno.
3. Nilai burden dan spasi pada bujur sangkar bergantung lebar diameter lubang
kosong (empty hole). Sedangkan nilai burden dan spasi stopping dan kontur
bergantung terhadap jenis bahan peledak yang digunakan
4. Jumlah muatan bahan peledak pada bujur sangkar I ditentukan berdasarkan
penarikan grafik konsentrasi minimum pengisian handak (kg/m) dan
maksimum jarak C – C (m) untuk diameter empty hole yang berbeda-beda
antara jarak lubang ledak dengan empty hole. Sedangkan untuk kebutuhan
muatan bahan peledak bujur sangkar selanjutnya ditentukan berdasarkan
penarikan grafik konsentrasi minimum pengisian handak (kg/m) dan
maksimum jarak C – C (m) untuk Jarak antara Lubang Ledak yang Berbeda-
beda.
5. Salah satu parameter keberhasilan dari suatu rancangan geometri peledakan
dapat dianalisis dari prediksi distribusi fragmentasi yang akan dihasilkan.
4.2 Saran

Berdasarkan dari kesimpulan sebelumnya, maka penulis menyarankan :


1. Dalam penentuan geometri peledakan yang akan diterapkan, penting untuk
memperhatikan faktor-faktor teknis dan non teknis dilapangan.

26
2. Rumus penentuan geometri peledakan menurut para ahli hanya dasar acuan
geometrinya. Tetapi pada penerapan di lapangan perlu adanya kajian geometri
yang sesuai berdasarkan pengalaman perancang geometri hingga mendapat
hasil peledakan maksimal sesuai yang diharapkan. Karena prinsip dari
rancangan peledakan adalah rule of thumb yaitu suatu patokan yang
berdasarkan pengalaman atau petunjuk praktis yang sifatnya kira-kira.

27
DAFTAR PUSTAKA

Koesnaryo S., 1995, Bahan Peledak dan Metode Peledakan, Jurusan Teknik
Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta

Koesnaryo S., 2001, Pemboran Untuk Penyediaan Lubang Ledak, Jurusan Teknik
Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran”

Koesnaryo S., 2001, Rancangan Peledakan Batuan, Jurusan Teknik


Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta.

Konya C. J., 1967, Blast Design, Precision Blasting Services, Montville, Ohio.

Mc. Gregor E.P., 1968, The Drilling of Rock, CR Books Ltd., A Mclaren
Company, London.

Pusdiklat Mineral dan Batubara, 2010, Pendidikan dan Pelatihan Juru Ledak
Kelas II, Bandung

Saptono, S., 2006, Teknik Peledakan, Jurusan Teknik Pertambangan, AFakultas


Teknologi Mineral, UPN “Veteran”

28

Anda mungkin juga menyukai