Anda di halaman 1dari 43

52

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Keramik

2.1.1

Pengertian
Istilah keramik berasal dari bahasa Yunani: keramos yang artinya bahan

bumi yang bersifat mudah terbakar. Keramik merupakan bahan yang paling canggih
sejak zaman batu, lebih dari 10.000 tahun yang lalu, dan tetap mempertahankan peran
pentingnya dalam komunitas manusia sejak saat diperkenalkan (Rosentiel dkk. 2004).
Keramik gigi merupakan senyawa logam (seperti aluminium, kalsium, litium,
magnesium, kalium, natrium, timah, titanium, dan zirkonia) dan non-logam (seperti
silikon, boron, fluorin, dan oksigen) yang digunakan sebagai satu komponen
struktural, seperti pada inlai CAD-CAM, atau sebagai salah satu dari beberapa lapisan
yang digunakan untuk pembuatan gigitiruan berbasis keramik (Anusavice 2004).
2.1.2

Klasifikasi

Berdasarkan

struktur

mikronya,

keramik

gigi

secara

garis

besar

diklasifikasikan menjadi tiga bagian, antara lain: bahan yang didominasi kaca
(feldspar), kaca yang diisi dengan partikel (resin komposit), dan keramik polikristal
(zirkonia). (Giordano & Mclaren 2010).
Keramik gigi memiliki keunggulan dalam hal warna, tekstur permukaan yang
mengkilat dan translusesnsi sehingga sangat banyak dipakai dalam ilmu kedokteran
gigi, namun keramik gigi masih memiliki kekurangan, yaitu sering terjadi internal

53

microcracking selama proses pendinginan. Untuk mengatasi kekurangan keramik gigi


ini, diperkenalkan

mahkota keramik-logam pada tahun 1950-an oleh Abraham

Weinstein, melalui pelapisan dan pembakaran lapisan porselen pada koping logam
untuk mendapatkan kekuatan dan menghasilkan estetik yang memuaskan. (Giordano
& Mclaren 2010; Kelly & Benetti 2011; Denry & Holloway 2010).

2.2

Mahkota Keramik-Logam

2.2.1

Pengertian
Mahkota keramik-logam adalah suatu mahkota tiruan yang terdiri dari koping

logam yang menutup struktur jaringan gigi yang telah dipreparasi, dipadukan bahan
keramik dalam bentuk porselen, untuk memperoleh kekuatan dan hasil estetik yang
memuaskan. Mahkota keramik-logam mempunyai terminologi yang berbeda-beda,
antara lain: a Ceramo Crown, a Porcelain Vinir Crown (PVC), a Porcelain-Fused-toGold (PFG) crown, dan a Porcelain-Fused-to-Metal (PFM) crown, yang sering
dipakai dalam berbagai literatur ilmu kedokteran gigi sejak tahun 1970-1980an.
Akhir-akhir ini, terminologi mahkota keramik-logam lebih sering

digunakan di

bidang ilmu prostodonsia untuk membedakannya dengan mahkota keramik-penuh


(Shillingburg dkk. 2012).

54

2.2.2

Keuntungan dan Kerugian

2.2.2.1

Keuntungan

Mahkota keramik-logam memiliki beberapa keuntungan, antara lain


(Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004; Sahara
2006):
-

Bersifat biokompatibel

Memiliki nilai estetik yang lebih baik jika dibandingkan dengan mahkota logam penuh

Memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menahan beban pengunyahan karena
didukung oleh koping logam

Memiliki adaptasi yang baik terhadap jaringan gigi

Lebih tahan terhadap fraktur

Memiliki koefisien panas yang hampir sama dengan gigi

Biaya lebih murah jika dibandingkan dengan mahkota keramik-penuh.

2.2.2.2

Kerugian

Mahkota keramik-logam memiliki kekurangan, yaitu sering terlihat adanya


bayangan hitam yang dipantulkan oleh koping logam mengakibatkan warna yang
dihasilkan dari proses laboratorium tidak sesuai dengan warna yang telah ditentukan
di klinik berdasarkan shade guide, sehingga estetik kurang memuaskan (Shillingburg
dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).

2.2.3

Komponen-Komponen

55

Mahkota keramik-logam terdiri dari dua komponen utama, yaitu lapisan


porselen yang membentuk keramik dan koping logam (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. A. Potongan longitudinal mahkota keramik-logam.


Sumber:Rosentiel, Land, & Fujimoto 2004, Text book of contemporary fixed
prosthodontics, ed. 4, hal. 216.
B. Komponen mahkota keramik-logam pada gigi anterior :
Sumber: Rosentiel, Land, & Fujimoto 2004, Text book of contemporary fixed
prosthodontics, ed. 4, hal. 216.
C. Komponen mahkota keramik-logam pada gigi posterior.
Sumber: Porcelain fused to metal picture. World Lab. Aaustralia. 2009,
http://www.worldlab.com.au/pro_porcelainfused.aspx).

2.2.3.1

Lapisan Porselen

Porselen pada mahkota keramik-logam merupakan salah satu jenis keramik


yang didominasi kaca. Kaca merupakan ikatan tiga dimensi atom dengan susunan
yang tidak teratur atau tidak berbentuk (amorphous). Kaca yang dipakai pada
keramik gigi merupakan turunan dari mineral feldspar, yang memiliki kandungan
dasar silika (oksida silikon) dan alumina (oksida aluminium), sehingga disebut juga

56

sebagai kaca aluminosilikat. Feldspar adalah mineral yang terjadi secara alami, terdiri
dari natrium (N20), kalium (K20), alumina (Al203), dan silika (Si02) (Gambar 2.2)
(Kelly & Benetti 2011).

Gambar 2.2 Kaca feldspar, jembatan tiga dimensi atom yang dibentuk oleh
ikatan silikon-oksigen-silikon.
Sumber: Kelly JR, & Benetti P 2011, Ceramic materials in dentistry:
historical evolution and current practice, Australian Dental
Journal, vol. 56, no. 1, hal. 90.

Komposisi porselen pada mahkota keramik-logam, terdiri dari 75-81%


feldspar, 15-25% kuarts, 0-4% kaolin, pigmen dan berbagai jumlah fluks. Kandungan
kaca pada porselen yang membentuk mahkota keramik-logam menyebabkan lapisan
enamel dan dentin yang mengkilat. Feldspar mengandung koefisien ekspansi panas
yang rendah, sekitar 8,610-6/K, sehingga tidak dapat bersatu dengan koping logam
yang memiliki koefisien ekspansi panas yang lebih tinggi (12-14 x 10-6 /0K). Oleh
karena itu perlu dilakukan penambahan partikel kristalin yang berbentuk tetragonal,
bernama leucite, karena memiliki koefisien ekspansi panas 20-25 10-6 /K, melalui

57

proses pembakaran pada suhu antara 1150C dan 1530C sehingga koefisien ekspansi
panas lapisan porselen meningkat, oleh karena itu lapisan porselen dapat bersatu
dengan koping logam pada saat pembakaran (Gambar 2.3 & 2.4) (Giordano &
Mclaren 2010; Kelly & Benetti 2011; Denry & Holloway 2010).

Gambar 2.3. Struktur kristalin leucite (tetragonal) yang ditambahkan pada


Feldspar pada mahkota keramik-logam.
Sumber: Rosentiel, Land, & Fujimoto 2004, Text book of contemporary
fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 615.

58

Gambar 2.4 Perubahan struktur jaringan Si-O dari feldspar (A) menjadi bentuk
kristalin. (B) pada mahkota keramik-logam.
Sumber: Rosentiel, Land, & Fujimoto 2004, Text book of contemporary
fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 615.

Lapisan porselen yang membentuk mahkota keramik-logam terdiri dari tiga lapisan,
yaitu: lapisan opak, lapisan dentin, dan lapisan enamel.
a. Lapisan Opak

Lapisan opak merupakan sejenis bubuk keramik yang mengandung 15%


oksida metal yang berwarna opak (oksida titanium, oksida zirkonia, oksida barium,
oksida rubidium, dan/ atau oksida zinc), di samping kandungan lapisan keramik yang
lainnya (Tabel 2.1). Oksida-oksida ini menyebarkan dan memantulkan cahaya
sehingga dapat

menutup pantulan cahaya dari logam. Keopakan lapisan opak

dipengaruhi oleh ketebalan dan penyebaran pantulan cahaya dari bahan tersebut.
Warna yang dihasilkan oleh lapisan porselen tergantung pada pantulan partikel opak
dan penyebaran dari partikel pigmen dentin yang merata. Ketebalan lapisan opak
berkisar antara 0,1-0,3 mm. Dalam ilmu kedokteran gigi lapisan opak tersedia dalam

59

ketebalan yang minimal (Jalenko dkk. 1968, Johnston 1971, Kuwata 1980, Tylman
1965) pada bagian labial gigi anterior (OBrien dkk. 1994; Woolsey dkk. 1984; Wood
2007).
Lapisan opak berfungsi menutup warna oksida logam, membentuk dasar
warna dalam gigitiruan, dan merekatkan logam dengan lapisan porselen, minimal
dua lapis. Lapisan opak berperan penting terhadap pembentukan warna untuk
mendapatkan hasil estetik yang lebih maksimal (Gambar 2.5). Barghi N dan
Lorenzana (dikutip dari Ozcelik dkk. 2008) menyatakan bahwa ketebalan minimal
lapisan opak adalah 0.3 mm untuk dapat menutup warna logam, dan lapisan opak
tidak berpengaruh terhadap perubahan warna porselen pada ketebalan lebih besar
dari 0.3 mm. Ketebalan ideal lapisan opak berkisar 0,2-0,3 mm (Ozcelik dkk. 2008).
Komposisi

Opak
Biodent

Opak
Ceramo

SiO2
52,0
55,0
Al2O3
13,55
11,65
CaO
K2O
11,05
9,6
Na2O
5,28
4,75
TiO2
3,01
ZrO2
3,22
0,16
SnO2
6,4
15,0
Rb2O
0,09
0,04
BaO
1,09
ZnO
0,26
UO3
B2O3, CO2,
4,31
3,54
H2O
*Data dari Nally dan Meyer, 1970

Opak
VMK

Dentin
Biodent

Dentin
Ceramo

Dentin
VMK

52,4
15,15
9,9
6,58
2,59
5,16
4,9
0,08
3,24

56,9
11,80
0,61
10,0
5,42
0,61
1,46
0,10
3,52
9,58

62,2
13,40
0,98
11,3
5,37
0,34
0,5
0,06
5,85

56,8
16,30
2,01
10,25
8,63
0,27
1,22
0,10
0,67
3,75

Tabel 2.1. Analisis kimia lapisan porselen.


Sumber: OBrien WJ 2002, Text book of dental material and their selection,
Quint Publish Co Inc, ed. 3, hal. 369.

60

Gambar 2.5. Pemeriksaan SEM lapisan opak yang menutup logam noble.
Sumber: Rosentiel, Land, & Fujimoto 2004, Text book of
contemporary fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 615.

b. Lapisan Dentin
Lapisan dentin merupakan bubuk keramik yang mengandung sebahagian besar silika
dan oksida logam dalam jumlah yang kecil, sehingga dapat memberikan translusensi dan
merupakan penentuan warna utama dari mahkota keramik-logam (Tabel 2.1 & 2.2).
Kemampuan lapisan porselen menutup warna logam di samping tergantung pada jumlah dan
ukuran partikel opak, juga sangat dipengaruhi oleh jumlah partikel pigmen dentin,
kemampuan menyebarkan dan memantulkan cahaya. Untuk memperoleh warna mahkota
keramik-logam yang akurat dengan shade guide yang telah ditentukan, ketebalan optimal
lapisan dentin berkisar 0,5-1,0 mm (Naik 2011; Jacobs dkk. 1987; Kourtis dkk. 2004; Jarad
dkk.2006).

61

Komposisi High, Medium, dan Low-Fusing Lapisan Dentin (Persen


Berat)

High
fusing

Medium
fusing

Low fusing
(Vacuum
Fired)

Keramik-Logam

SiO2

72,9

63,1

66,5

59,2

Al2O3

15,9

19,8

13,5

18,5

Na2O

1,68

2,0

4,2

4,8

K2O

9,8

7,9

7,1

11,8

B2O3

6,8

6,6

4,6

ZnO

0,25

0,58

ZrO2

0,39

Tabel 2.2. Komposisi lapisan porselen dentin.


Sumber: Rosentiel, Land, & Fujimoto 2004, Text book of
contemporary fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 614.

c. Lapisan Enamel

Lapisan enamel dilapisi pada daerah insisal dan interproksimal, dengan


ketebalan berkisar 0,1-0,7 mm. Lapisan enamel tidak memiliki pigmen dan oksida
logam, sehingga lebih translusen jika dibandingkan dengan lapisan dentin
(Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004). Jarad
dkk. (2006) dalam penelitiannya menggunakan lapisan opak, lapisan dentin dan

62

lapisan enamel masing-masing dengan ketebalan 0,6; 0,8; dan 0,6 mm, ketebalan
logam 0,6 mm. Kemudian ketebalan lapisan enamel diturunkan menjadi 0,3 mm. Dari
hasil penelitiannya menyatakan bahwa perubahan ketebalan enamel dari 0,6 mm
diturunkan menjadi 0,3 mm mempengaruhi perubahan nilai chroma (Jarad dkk.
2006).
2.2.3.2 Logam
Logam atau metal adalah suatu bahan yang bersifat opak dan memiliki
kepadatan yang tinggi. Koping logam

merupakan bahan logam yang berfungsi

mendukung lapisan porselen dengan perlekatannya secara mekanis dan kimia untuk
membentuk gigitiruan keramik-logam. Perlekatan secara kimia diperoleh melalui
siklus pembakaran. Koping logam diperkirakan tidak akan mampu mendukung
lapisan porselen dengan ketebalan lebih dari 2,0 mm sehingga gigitiruan mudah
fraktur. Koping logam harus memiliki ketebalan yang optimal untuk mencegah
terjadinya distorsi pada waktu proses pembakaran. Ketebalan logam antara 0,2-0,7
mm tergantung tergantung jenis logam yang dipakai dan ketebalan preparasi gigi
yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004;
OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).

2.3

Pengetahuan Dasar Warna

2.3.1

Pengertian
Warna merupakan spektrum tertentu yang terdapat di dalam cahaya sempurna,

dipantulkan oleh suatu objek, dengan panjang gelombang tertentu, sehingga dapat

63

diterima oleh mata, dan melalui impuls saraf dialirkan ke otak sebagai sebuah warna
(Gambar 2.6). Ketika cahaya mengenai permukaan gigi, cahaya akan berinteraksi
dengan semua lapisan struktur gigi. Cahaya yang mengenai permukaan enamel,
sebahagian ada yang dipantulkan mengkilat, apabila permukaan enamel halus, dan
dipantulkan merata apabila permukaan enamel kasar. Cahaya yang mencapai dentin
akan diserap atau dipantulkan tersebar di dalam enamel. Jika dentin tidak ada, seperti
pada ujung gigi insisivus, beberapa cahaya akan diteruskan dan diserap ke dalam
mulut. Akibatnya daerah ini tampak lebih translusen jika dibandingkan dengan daerah
ke arah gingival (Baltzer dkk. 2004).

Gambar 2.6. Hubungan antara sumber cahaya, objek dan pengamat.


Sumber: OBrien WJ 2002, Text book of dental material
and their selection, Quint Publish Co Inc, ed. 3,
hal. 51.

Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut. Sebagai


contoh warna biru memiliki panjang gelombang 460 nanometer. Panjang gelombang

64

warna yang masih bisa ditangkap mata manusia berkisar antara 380-780 nanometer.
Ada tiga jenis warna, antara lain: warna primer, warna sekunder, dan warna tersier.
Warna primer, terbagi atas warna merah, kuning, dan biru. Apabila ketiganya
dicampur dengan perbandingan yang sama akan menghasilkan warna putih. Ketika
dua warna primer dicampurkan, akan menghasilkan warna lain yang disebut warna
sekunder, seperti pencampuran merah dengan kuning akan menghasilkan orange,
campuran merah dan biru akan menghasilkan warna ungu dan hasil pencampuran
kuning dan biru adalah hijau. Pencampuran warna-warna dasar tersebut digambarkan
dengan sebuah segitiga sama sisi yang setiap sudutnya terdapat warna primer dan
pada titik tengah sisi tersebut terdapat warna sekunder Kombinasi warna primer dan
warna sekunder disebut warna tersier (Gambar 2.7) (Shillingburg dkk. 2012;
Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).

Gambar 2.7. Segitiga warna


Sumber: http://irfanjulio.blogspot.com/2012/07/teori-warna
brewster.html.

65

2.3.2

Sistem Warna
Sistem warna digunakan untuk menjelaskan parameter warna suatu objek.

Dalam ilmu kedokteran gigi, ada dua jenis sistem warna yang digunakan untuk
menghasilkan kesesuaian warna pada mahkota keramik-logam, antara lain:
2.3.2.1 Sistem Warna Munsell

Sistem warna Munsell menggunakan tiga dimensi warna untuk meminimalkan


kesalahan dalam teknik penentuan warna secara manual, antara lain koordinat hue,
value, dan chroma. Hue berhubungan dengan karakteristik warna seperti warna
primer, warna sekunder, maupun warna tersier, contohnya: merah, kuning, hijau,
merah muda, orange, dan lain sebagainya. Masing-masing warna mempunyai panjang
gelombang tertentu. Pada shade guide Classical Vitalumin, hue mewakili A, B, C,
atau D. Chroma didefinisikan sebagai saturation (kejenuhan/kematangan), intensitas
dan kekuatan hue. Chroma memisahkan hue dari value. Jika chroma meningkat,
maka value menurun (gelap). Sebaliknya, jika chroma menurun maka value
meningkat (cerah). Value adalah kualitas warna, digambarkan dengan istilah gelap
(value: 0) dan terang (value:10). Value menunjukkan tingkat kecerahan atau
kegelapan warna (Gambar 2.8) (Sikri 2010; Joiner 2004; Baltzer 2004).

66

Gambar 2.8. Sistem warna Munsell.


Sumber: Sikri VK 2010, Color: Implication in dentistry,
Journal of Conservative Dentistry, vol. 13, no. 4.

2.3.2.2 Sistem Warna CIE Lab

Sistem yang paling banyak dipergunakan pada teknik penentuan warna secara
instrumental adalah sistem pewarnaan CIE Lab, yang dideklarasikan oleh
Commission Internationale de 1'Eclairage pada tahun 1978. Sistem ini juga memakai
tiga dimensi warna, antara lain: L*, a* dan b*. L* adalah kecerahan (Ligthness:),
identik dengan value pada sistem Munsell. Nilai L* dimulai dari 0 (hitam) sampai
100 (putih). Nilai a* adalah kromatik dari sumbu warna merah-hijau, terbagi atas +a*
mewakili daerah warna merah, dan a* mewakili daerah warna hijau. Nilai b* adalah
kromatik dari sumbu warna kuning-biru, terbagi atas +b* mewakili daerah warna
kuning, dan b* mewakili warna biru (Gambar 2.9). (Shillingburg dkk. 2012;
Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004; Sikri 2010; Joiner 2004;
Baltzer 2004).

67

Gambar 2.9. Sistem L*, a*, b*.


Sumber: Joiner A 2004, Tooth colour: a review of the
literature, Journal of Dentistry, vol. 32, hal. 312.

L*, a*, dan b* merupakan perbedaan pengukuran yang dihasilkan oleh


CIE Lab dari dua sampel, dan jumlah total perbedaan warna disebut E, dengan
rumus:
E* = (L*2 + a*2 + b*2)1/2

2.3.3

Pengukuran Warna

Dalam ilmu Kedokteran Gigi, ada dua jenis instrumental yang paling banyak
digunakan untuk mengukur warna di laboratorium, antara lain: kolorimeter
tristumulus dan spektrofotometer (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien
2002; Rosentiel dkk. 2004).

68

2.3.3.1 Kolorimeter Tristumulus


Kolorimeter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur cahaya yang
diserap oleh suatu objek. Alat ini hanya dapat mendeteksi warna merah, biru dan
hijau, sehingga pantulan cahaya dari alat ini juga memiliki tiga filter (tristumulus),
yaitu filter merah, hijau dan biru. Alat ini mendeteksi warna yang hampir sama
dengan warna yang dideteksi oleh mata.

Kolorimeter tidak dapat mendeteksi

metamerisme (perubahan warna yang terjadi pada sampel apabila terjadi perubahan
sumber cahaya), karena kolorimeter hanya dapat memakai satu sumber cahaya saja
(Gambar 2.10) (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel
dkk. 2004; Bayindir dkk. 2012; Chu dkk. 2010).

Gambar 2.10. Colorimeter ShadeEye Shofu NCC


Sumber: Bayindir F, Kurklu D, & Yanikoglu ND 2012,
The effect of staining solutions on the color stability of
provisional prosthodontic material, Journal of Dentistry,
vol. 40, hal. 43.

2.3.3.2 Spektrofotometer

69

Spektrofotometer merupakan suatu alat yang digunakan untuk menentukan


komposisi suatu sampel yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya,
dengan cara melewatkan cahaya yang mempunyai panjang gelombang tertentu pada
suatu objek. Spektrofotometer dapat mengukur intensitas setiap panjang gelombang
cahaya, menghasilkan sinar spektrum dari berbagai warna dengan panjang gelombang
tertentu. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah,
sedangkan materi dapat berupa benda padat maupun benda cair. Spektrofotometer
dihubungkan ke sistem komputer. Sebelum dilakukan pengukuran warna sampel
terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat spektrofotometer. Pada saat pengukuran
warna digunakan standar warna hitam dan putih. Warna dari permukaan objek dan
kecerahan dapat mempengaruhi hasil warna, oleh karena itu standar penyinaran D65
dengan menggunakan latar belakang hitam. (Gambar 2.11) (Shillingburg dkk. 2012;
Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004; Bahar 2012; Chu dkk. 2010).

Gambar 2.11. Spektrofotometer UV


Sumber: http://www.vutch.sk/images/big/7-laboratorium-koloristiky-en.jpg

70

Fungsi masing-masing bagian pada spektrofotometer (Gambar 2.12):


a. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan berbagai
macam rentang panjang gelombang.
b. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu mengubah cahaya
yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monokromatis. Jenis
monokromator yang saat ini banyak digunakan adalah gratting atau lensa prisma dan
filter optik (Gambar 2.13).
c. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakkan sampel
Spektrofotometer UV, VIS dan UV-VIS menggunakan kuvet persegi panjang sebagai
tempat sampel.
d. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya
menjadi arus listrik.
e. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik yang
berasal dari detektor.

Gambar 2.12. Cara kerja spektrofotometer.

71

Sumber: http://wanibesak.wordpress.com/2011/07/04/pengertiandasar
spektrofotometer-vis-uv-uv-vis/

Gambar 2.13. Lensa prisma pada spektrofotometer.


Sumber: http://wanibesak.wordpress.com/2011/07/04/pengertian dasar
spektrofotometer-vis-uv-uv-vis/

Spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasarkan sumber cahaya yang


digunakan, antara lain:
1. Spektrofotometri Vis (Visible)
Spektrofotometri Vis menggunakan sinar cahaya tampak (visible), yaitu lampu wolfram.
Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata
manusia (panjang gelombang 380 -750 nm).
2. Spektrofotometri UV menggunakan sinar cahaya UV, yaitu lampu deuterium (heavy
hydrogen) yang memiliki panjang gelombang 190-380 nm.
3. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible.
Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, yaitu sumber cahaya UV dan sumber
cahaya visible. Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan

72

paling populer digunakan, dan dapat digunakan baik untuk sampel berwarna dan tidak
berwarna.
4. Spektrofotometri IR (Infra Red)
Spektrofotometri ini berdasar pada penyerapan panjang gelombang infra merah. Cahaya
infra merah terbagi menjadi infra merah dekat, pertengahan, dan jauh.

2.4

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Warna


Keberhasilan warna pada pembuatan mahkota keramik-logam dipengaruhi oleh tiga

faktor, antara lain: faktor-faktor penentuan warna di klinik, komunikasi yang baik antara
dokter gigi dengan teknisi di laboratorium, dan faktor-faktor penyesuaian warna di
laboratorium (Rosentiel dkk. 2004). Faktor-faktor penentuan warna di klinik, termasuk teknik
penentuan warna, sumber cahaya, metamerisme, keadaan lingkungan, operator, dan posisi
pasien. Faktor lain di klinik yang juga harus dipertimbangkan dalam mencapai keberhasilan
warna pada mahkota keramik-logam diantaranya ketebalan preparasi gigi penyangga yang
dilakukan oleh dokter gigi berkisar 1,2-2,0 mm (Wee dkk. 2002; Al-Hamdan dkk. 2010; Paul
dkk. 2004; Li dkk. 2009; Hen dkk. 2012; Corcodel dkk. 2010; Mclaren & Schoenbaum
2011; Hassel dkk. 2005;

Raigrodski dkk. 2006; Ginting 2003; Awinashe dkk., 2010;

Corcodel dkk. 2009; Dosari dkk. 2010). Faktor-faktor penyesuaian warna di laboratorium,
termasuk ketebalan lapisan porselen, teknik kondensasi porselen, siklus pembakaran
porselen, siklus glazing porselen, jenis porselen, perbandingan antara bubuk porselen dengan
cairan pada saat pengadukan, dan jenis logam (Baharin dkk.,2013; Lakatos dkk. 2007;
Janardanan dkk. 2012; Anitha dkk. 2013; Chaiyabutr dkk. 2011; Xie dkk. 2009; Cheung &

73

Darvell 2002; Marquez dkk. 2008; Naik dkk. 2011; Jacobs dkk. 1987; Kourtis dkk. 2004;
Jarad dkk. 2006; Corciolani & Vichi 2006; Fazi dkk. 2009).

2.4.1

Faktor-Faktor Penentuan Warna di Klinik


Proses penentuan warna telah banyak menimbulkan masalah dalam

kedokteran gigi, terutama disebabkan banyaknya variasi tentang cara penentuan


warna, dan warna gigi asli bervariasi (polikromatik), sedangkan shade guide yang
tersedia tidak cukup untuk menirukan semua variasi warna gigi asli tersebut.
(Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan warna di klinik, antara
lain:
2.4.1.1 Teknik Penentuan Warna

Ada dua teknik penentuan warna yang sering dipakai untuk memaksimalkan
kesesuaian warna porselen dalam Kedokteran Gigi, antara lain: teknik penentuan
warna secara visual dan teknik penentuan warna instrumental. Penentuan warna
memakai suatu alat penuntun warna yang disebut shade guide.
1. Teknik Penentuan Warna secara Visual
Sistem yang paling banyak dipergunakan pada teknik penentuan warna secara visual
adalah sistem pewarnaan Munsell.

Beberapa jenis shade guide visual yang beredar di pasaran (Li dkk. 2009), antara
lain:

74

a. Vita Lumin Vacuum Classical (VITA Zahnfbrik, Bad Sackingen, Germany pada tahun
1960).
Jenis shade guide ini memiliki 16 warna, yaitu A1-A4 (merah-cokelat), B1-B4 (merahkuning), C1-C4 (abu-abu), D1-D4 (merah-abu-abu). Urutan penentuan warna dimulai
dari penentuan hue, chroma dan value (Gambar 2.14).

Gambar 2.14. Shade guide Vitalumin Classical.


Sumber: Sikri VK 2010, Color implication in dentistry,
Journal of Conservative Dentistry, vol.13, no. 4, hal. 249-55.

b. Vitapan 3D-Master (VITA Zahnfbrik, Bad Sackingen, Germany pada tahun 1998).
Jenis shade guide ini memiliki 26 warna, antara lain:1M1, 1M2, 2M1, 2M2, 2M3,
2L1.5, 2L2.5, 2R1.5, 2R2.5, 3M1,3M2, 3M3, 3L1.5, 3L2.5, 3R1.5, 3R2.5, 4M1, 4M2,
4M3, 4L1.5, 4L2.5, 4R1.5, 4R2.5, 5M1,5M2, 5M3. Urutan penentuan warna lebih
sistematis, dimulai dari penentuan value, chroma dan hue (Gambar 2.15).

75

Gambar 2.15. Shade guide Vita 3D Master


Sumber: Mclaren EA, & Schoenbaum T 2011,
Combine conventional and digital methods
to maximize shade matching, Compendium, hal. 32.

Modifikasi disain terbaru dari Vita 3D-Master adalah Vita Linearguide 3DMaster (Corcodel 2010). Perbedaannya dengan Vita 3D-Master adalah shade guide
disusun linear dan dibagi atas enam bagian, antara lain satu value, dan lima
chroma/hue (Gambar 2.16).

Gambar 2.16. Linearguide Vita 3D Master.


Sumber: Corcodel N dkk. 2010, The linear shade
guide design of Vita 3D Master perform
as well as the original design of the Vita
3D-master, Journal of Oral Rehabilitation,
vol. 3, hal. 863.

76

c.

Chromascop (Ivoclar-Vivadent, Schaan, Liechenstein). Terdiri dari 20 warna (Gambar


2.17).

Gambar 2.17. Shade guide Chromascop


Sumber: http//www.promovago.com/productos/
esterilizacion-preparation-e-impresion/
chromascop/.

d. Vintage Halo (Shofu Inc., Kyoto, Japan)


Terdiri dari 26 warna (Gambar 2.18).

Gambar 2.18. Shade guide Vintage Halo.


Sumber: Bladen M 1999, Comprehensive shade analysis,
Natural Color Concept (NCC), D Technologies
vol. 2, hal. 20.

e. Vintage Halo NCC (Shofu Inc., Kyoto, Japan).


Terdiri dari 38 warna, dibagi atas tiga bagian menurut tingkat kecerahan, antara lain:
value minus, value standard dan value plus. Sistem penentuan warna dimulai dari hue,
chroma dan value (Gambar 2.19).

77

Gambar 2.19. Shade guide Vintage Halo


NCC.
Sumber: Bladen M 1999,
Comprehensive shade analysis
Natural Color Concept (NCC),
D Technologies vol. 2, hal. 20.

Umumnya shade guide visual yang sering dipakai di klinik adalah Vita Shade 3DMaster, karena memiliki keunggulan kualitas warna yang dihasilkan lebih akurat. Sedangkan
warna gigi pasien yang paling banyak ditemukan adalah warna 3M2, atau A3 pada Vitalumin
Classical (Al-Hamdan dkk. 2010; Paul dkk. 2004; Li dkk. 2009; Hen dkk. 2012; Corcodel
dkk. 2010).
Prosedur penentuan warna berdasarkan shade guide Vita 3D-Master, antara lain:
a. Menentukan value (lightness) (Gambar 2.20).

78

Pegang shade guide setentang lengan pasien, posisi pasien dalam keadaan tegak.

Pilih kelompok 0,1,2,3,4,5

Mulai memilih kelompok yang paling gelap (value: 5). Contohnya: terpilih kelompok
no 3.

Gambar 2.20. Menentukan level lightness


Sumber: Sistem Vita 3D Master. www.vita-zahnfabrik.com
info@vita-zahnfabrik.com

b. Menentukan chroma

Pada tingkatan value yang telah ditentukan, pilih kelompok hue paling tengah (M),
kemudian untuk menentukan chroma pisahkan ketiga warna pada M seperti kipas,
dan pilih salah satu di antara ketiga warna yang terpilih. Contohnya: 3M2.

79

Gambar 2.21. Menentukan level chroma


Sumber: Sistem Vita 3D Master.
www.vita-zahnfabrik.cominfo@vita-zahnfabrik.com

c. Menentukan hue (Gambar 2.22).


Cocokkan warna telah dipilih ke gigi asli, bila lebih merah pilih R, atau lebih kuning
pilih L. Contoh: 3L2.5

Gambar 2.22. Menentukan level hue


Sumber: Sistem Vita 3D Master.
www.vita-zahnfabrik.cominfo@vita-zahnfabrik.com.

Teknik penentuan warna secara visual mempergunakan sistem warna Munsell.


Teknik penentuan warna secara visual ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain bersifat
subjektif, artinya hasil warna dapat berbeda, tergantung kondisi mata individu yang
memeriksa, keahlian dan pengalaman operator dalam menentukan warna berdasarkan jenis
shade guide yang dipakai, sehingga warna yang dihasilkan kurang maksimal (Sikri 2010;
Joiner 2004; Baltzer dkk. 2004).
2. Teknik Penentuan Warna secara Instrumental

Sistem yang paling banyak dipergunakan pada teknik penentuan warna secara
instrumental adalah sistem pewarnaan CIE Lab, yang dideklarasikan oleh
Commission Internationale de 1'Eclairage pada tahun 1978. Sistem ini memakai tiga

80

dimensi warna, antara lain: L*, a* dan b*. Teknik penentuan warna secara
instrumental memiliki kelebihan, diantaranya bersifat objektif, hasil cepat diperoleh
dan lebih akurat, namun masih jarang dipakai di klinik oleh karena biayanya mahal.
Para peneliti banyak memakai alat pengukur warna di laboratorium dengan alat
spektroforometer, karena alat ini memiliki keakuratan yang lebih tinggi terhadap nilai
perbedaan warna porselen yang dihasilkan jika dibandingkan dengan alat pengukur
warna yang lain, seperti kolorimeter (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004;
OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
2.4.1.2 Sumber Cahaya

Ada dua jenis sumber cahaya, antara lain:


1. Sumber Cahaya Alami
Yang termasuk sumber cahaya alami adalah sinar matahari. Sinar matahari
merupakan sumber cahaya yang paling baik digunakan untuk penentuan warna.
Waktu yang paling ideal dalam penentuan warna adalah pada siang hari ( jam 12
siang ) sampai dengan jam tiga sore, yaitu saat matahari tepat di atas kepala
sehingga mengurangi atmosfer terhadap perubahan warna (Awinashe & Dugad
2010; Corcodel dkk. 2009; Dosari 2010; Baharin dkk. 2013).
2. Sumber Cahaya Buatan
Ada tiga jenis sumber cahaya buatan, antara lain:
a. Daylight (Cahaya Standar)
Sumber cahaya yang disarankan adalah Cahaya Standar (Diffused North Noon
Daylight), dengan temperatur warna 6500K, CIE Standard Illuminant C atau
D65.

Intensitas

cahaya

1500

lux.

Kualitas

sumber

cahaya

sangat

81

mempengaruhi persepsi warna yang akan didapatkan. Corcodel dkk. (2009)


dalam penelitiannya menyatakan bahwa sumber cahaya buatan tipe daylight
dapat meningkatkan kemampuan operator untuk menyesuaikan warna.
b.

Fluorescent light
Cahaya lampu fluorescent cenderung menghasilkan spektrum dominan warna
biru.

c. Incandescent light
Cahaya lampu incandescent cenderung menghasilkan spektrum dominan warna
merah atau kuning.
2.4.1.3 Metamerisme

Metamerisme adalah suatu fenomena warna yang dihasilkan berbeda jika


dilihat pada dua sumber cahaya yang berbeda, misalnya warna suatu benda yang
dilihat di bawah sinar matahari akan berbeda bila warna benda tersebut dilihat di
bawah sinar fluorescent (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien 2002;
Rosentiel dkk. 2004).
2.4.1.4 Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi warna yang dihasilkan, seperti hindari pakaian yang
berwarna cerah, tidak memakai lipstik atau make-up, pastikan seluruh gigi dalam rongga
mulut sudah bersih, gigi tidak boleh dikeringkan (Joiner 2004). Li dkk. 2009 dalam
penelitiannya bahwa selama proses penentuan warna berlangsung, pasien sebaiknya memakai
handuk berwarna abu-abu pada lehernya dan tidak memakai lipstik (Li dkk. 2009).
2.4.1.5 Operator

82

Sebaiknya penentuan warna dilakukan di awal kerja untuk menghindari kelelahan


mata operator. Dosari dkk. 2010 dalam penelitiannya menyatakan bahwa perlunya keahlian
dan pengalaman baik dokter gigi maupun teknisi di laboratorium, serta bekerja sama dengan
pasien dalam penentuan warna.
2.4.1.6 Posisi Pasien
Posisi pasien pada saat penentuan warna di dental unit sebaiknya dalam keadaan
tegak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Baharin dkk. (2013) yang
membandingkan antara posisi tegak (upright position) dengan setengah tegak (supine
position) dalam penentuan warna (Baharin dkk. 2013).

2.4.2

Komunikasi antara Dokter Gigi-Teknisi di Laboratorium

Dokter gigi dan teknisi di laboratorium sebaiknya memiliki komunikasi yang


baik dan jelas untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam menentukan dan
menyesuaikan warna porselen pada pembuatan mahkota keramik-logam. Berikut ini
beberapa ketentuan yang harus dimiliki oleh dokter gigi menurut American Dental
Association (ADA) untuk meningkatkan hubungan yang baik antara dokter gigi
dengan teknisi laboratorium, antara lain (Rosentiel dkk. 2004):
1. Dokter gigi memberikan instruksi yang jelas secara tertulis disertai tanda tangan
tentang hal-hal yang akan dilakukan oleh teknisi sehubungan dengan gigitiruan
yang telah diberikan.
2. Dokter gigi harus memiliki bahan cetak yang akurat, model, catatan interoklusal
ataupun model sudah ditanam dalam artikulator.

83

3. Dokter gigi harus menandai daerah tepi, outline model, dan disain gigitiruan
yang telah diberikan kepada teknisi laboratorium.
4. Foto gigi dan penjelasan tentang warna gigitiruan.
5. Intruksi secara verbal jika ada modikikasi yang diperlukan sehubungan dengan
intruksi secara tertulis yang kurang jelas.
6. Menyimpan fotokopi lembar instruksi tertulis yang telah dikirimkan.
7. Memiliki shade guide yang sama dengan jenis bahan yang tersedia di
laboratorium.
Beberapa ketentuan yang harus dimiliki oleh teknisi laboratorium menurut
American Dental Association (ADA), antara lain:
1. Menghasilkan gigitiruan sesuai dengan intruksi dokter gigi, dan menggunakan
cetakan, model serta catatan interoklusal atau model yang telah ditanam di
artikulator.
2. Mengevaluasi kembali kasus pada model yang telah dikirim oleh dokter gigi.
3. Menyesuaikan warna gigitiruan yang telah diinstruksikan oleh dokter gigi dengan
warna shade guide yang tersedia di laboratorium. Perlunya informasi yang jelas
tentang jenis shade guide yang dipakai di laboratorium kepada dokter gigi, dan
shade guide yang tersedia di laboratorium harus sama dengan jenis bahan yang
dipakai.
4. Memberitahukan segera kepada dokter gigi apabila ada pekerjaan yang tidak
dapat diproses di laboratorium.

84

5. Menyelesaikan gigitiruan tepat pada waktunya sesuai dengan persetujuan kedua


belah pihak.
6. Menjelaskan bahan yang dipakai pada pembuatan gigitiruan kepada dokter gigi.

2.4.3

Faktor-Faktor Penyesuaian Warna di Laboratorium


Faktor-faktor di laboratorium yang mempengaruhi penyesuaian warna pada

mahkota keramik-logam, antara lain: ketebalan lapisan porselen, teknik kondensasi


porselen, siklus pembakaran porselen, siklus glazing porselen, jenis porselen,
perbandingan antara bubuk porselen dengan cairan pada saat pengadukan, jenis
logam dan ketebalan lapisan porselen porselen (Lakatos dkk. 2007; Janardanan 2012;
Anitha dkk. 2013; Chaiyabutr dkk. 2011; Xie dkk. 2009; Cheung dkk. 2002; Marquez
dkk. 2008; Naik dkk. 2011; Jacobs dkk. 1987; Kourtis dkk. 2004; Jarad dkk. 2006;
Corciolani dkk. 2006a, 2009b, 2010c; Fazi dkk. 2009; Ozcelik dkk. 2008; Reddy dkk.
2012; OBrien dkk. 1994; Woolsey dkk. 1984; Wood 2007; Hammad dkk.1996).
2.4.3.1 Ketebalan Lapisan Porselen

Gigitiruan keramik terdiri dari beberapa lapisan porselen yang berbeda


keopakan, warna dan ketebalannya untuk memperoleh penampilan alami. Lapisan
porselen terdiri atas tiga bagian, yaitu: lapisan opak, lapisan dentin (body porcelain),
dan apisan enamel (incisal porcelain) (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004;
OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004). Woolsey dkk (1984) menyatakan bahwa
keopakan alami lapisan opak terlihat pada ketebalan lapisan di bawah 0.5 mm, dan
konsentrasi oksida logam pada lapisan opak biasanya lebih kecil dari 15%. Barghi

85

dkk. & Terrada dkk. (dikutip dari Kourtis dkk. 2004) menyatakan bahwa ketebalan
lapisan opak 0,2-0,3 mm dapat menutup oksida logam, dan ketebalan lapisan opak
lebih dari 0,3 mm tidak mempengaruhi perubahan warna porselen. Corciolani dkk.
(2006) menyatakan bahwa restorasi keramik-logam sebaiknya di bawah 1.5 mm, dan
ketebalan lapisan warna (opak dan dentin) berkisar 0,2-0,4 mm. Chiche, dkk (dikutip
dari Fazi dkk. 2009) menyatakan bahwa ketebalan lapisan opak sebaiknya setipis
mungkin (0,10-0,15 mm) dapat menutup koping logam. Jacob dkk. (1987)
mengevaluasi perubahan nilai hue, value dan chroma secara visual dan instrumental
dengan alat spektrofotometer terhadap lapisan porselen dentin dengan ketebalan 0,5;
1,0; dan 1,5 mm, pada spesimen gold-platinum-palladium, high palladium, Ni-Cr
dengan ketebalan logam 0,5 mm, dan lapisan opak dengan ketebalan antara 0,09-0,12
mm. Dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa lapisan porselen dentin dengan
ketebalan 1 mm menghasilkan warna yang lebih baik pada ketiga jenis logam.
Corciolani dkk. (2010) mengevaluasi pengaruh ketebalan lapisan porselen terhadap
warna yang dihasilkan, dengan memvariasikan ketebalan lapisan base dentin (0,25;
0,30, 0,35; 0,40; 0,45; 0,70; 0,75; 0,90 mm), transparant dentin (0,35; 0,40; 0,45;
0,50; 0,45; 0,65; 0,75 mm), dan lapisan enamel (0,15; 0,20; 0,30; dan 0,50 mm),
ketebalan logam 0,3 mm, serta ketebalan lapisan opak 0,15 mm. Lapisan base dentin
yang lebih tebal menghasilkan warna kromatik yang lebih tinggi. Chiche, dkk (dikutip
dari Fazi dkk. 2009) menyatakan bahwa ketebalan lapisan porselen translusen (dentin
dan enamel) sebaiknya 1,0 mm untuk menghasilkan warna yang sesuai dengan shade
guide pada mahkota keramik-logam. Corciolani dkk. (2010) menyatakan bahwa

86

dengan

peningkatan ketebalan lapisan transparant dentin dan enamel

akan

menurunkan nilai chroma. Peningkatan ketebalan lapisan enamel akan menurunkan


nilai lightness (value).
2.4.3.2

Teknik Kondensasi Porselen

Kondensasi porselen merupakan salah satu proses yang harus diperhatikan


pada proses pembuatan gigitiruan porselen di laboratorium, karena dapat
mempengaruhi porositas dan warna lapisan poselen dentin (Shillingburg dkk. 2012;
Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
Ada tiga teknik kondensasi porselen, yaitu:
a. Teknik getaran
Metode ini sangat berguna untuk membuang kelebihan air pada saat pelapisan porselen.
Teknik getaran dapat secara manual maupun dengan ultrasonik. Kondensasi secara
ultrasonik menghasilkan struktur porselen yang lebih homogen, karena mempunyai
kontrol yang lebih baik pada saat proses pelapisan setiap lapisan porselen.
b. Spatulation technique
Spatula kecil digunakan untuk menghaluskan partikel porselen dan sekaligus
menghilangkan kelebihan air pada porselen yang sedang dilapisi.
c. Brush technique
Bubuk porselen kering ditambahkan pada permukaan porselen dengan bantuan brush
untuk mengabsorbsi kelebihan air pada saat kondensasi.

87

2.4.3.3

Siklus Pembakaran Porselen


Siklus pembakaran porselen meliputi dua bagian, yaitu:

1. Proses pembakaran logam

Pembakaran logam disebut oksidasi. Hampir semua logam pada mahkota


keramik-logam dioksidasi (degassing, outgasing dan preoxidatiton) terlebih dahulu
sebelum pengaplikasian lapisan porselen untuk menghilangkan udara yang
terperangkap pada logam, menghilangkan kotoran-kotoran dan membentuk lapisan
oksida. Proses oksidasi dilakukan pada temperature 960-980C sesuai instruksi
pabrik. Lapisan oksida menyebarkan dan memantulkan cahaya sehingga berfungsi
menutup warna logam di bawahnya, serta menyatukan logam dengan lapisan opak
pada saat siklus pembakaran. Keberhasilan proses pembakaran merupakan faktor
yang sangat mempengaruhi kekuatan dan warna mahkota keramik-logam.
(Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
2. Proses pembakaran lapisan porselen.

Setelah pembakaran logam selesai, dilanjutkan dengan pembakaran lapisan


opak, lapisan dentin, dan lapisan enamel. Proses pembakaran porselen juga sangat
mempengaruhi warna porselen yang dihasilkan. (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice
2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004; Cheung & Darvell 2002; Marquez dkk.
2008; Naik dkk. 2011).
2.4.3.4

Jenis logam

Sifat mekanis mahkota keramik-logam sangat tergantung pada ketebalan


koping logam. Dalam bidang kedokteran gigi, aplikasi logam biasanya digunakan

88

dalam bentuk aloi. Aloi adalah bahan yang memiliki bahan dasar dua atau lebih
logam, biasanya sedikitnya 4-8 bahan logam. Logam yang dipergunakan pada
mahkota keramik-logam harus bersifat biokompatibel, dapat diproses di laboratorium,
dan kompatibel terhadap porselen. Ekspansi panas, kekuatan perlekatan dan
komposisi logam sangat mempengaruhi perlekatan antara logam dengan porselen.
(Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
Kourtis dkk. 2004, menyatakan bahwa warna yang dihasilkan pada spesimen
keramik-logam dipengaruhi oleh jenis koping logam dan porselen yang dipakai.
Klasifikasi logam yang dipakai pada pembuatan mahkota keramik-logam,
berdasarkan American Dental Assosiation (ADA), dikelompokkan atas tiga bagian,
antara lain (Shillingburg dkk. 2012):
1. Aloi high noble (gold-platinum-palladium, gold-palladium-silver, dan gold-palladium).
Logam ini memiliki kandungan logam noble lebih besar dari 60% dan 40% emas.
Koefisien ekspansi panas emas sangat tinggi (14 x 10-6 0C), sedangkan koefisien
ekspansi panas porselen sangat rendah (2-4 x 10-6 0C), sedangkan porselen yang akan
melekat dengan koping logam harus mempunyai temperatur pembakaran dan koefisien
ekspansi panas yang hampir sama, sehingga untuk menyeimbangkan koefisien ekspansi
panas keduanya, perlu penambahan palladium atau platinum pada logam emas. Mahkota
keramik-logam dengan bahan logam emas memiliki hasil warna yang lebih sesuai
dengan warna gigi asli, tahan terhadap korosi, tidak terjadi perubahan warna karena
tidak mengandung silver, lebih lunak jika dibandingkan dengan logam lainnya sehingga
waktu pengerjaan di laboratorium lebih cepat, namun logam emas harganya sangat

89

mahal. Ozcelik TB., dkk., 2008, menyatakan bahwa ketebalan lapisan opak 0,1 mm yang
diaplikasikan pada logam Ni-Cr dan Co-Cr tidak dapat memberikan perubahan warna
pada gigitiruan keramik-logam, namun terdapat perbedaan warna yang signifikan jika
lapisan opak 0,1 mm diaplikasikan pada logam Au-Pd yang berfungsi sebagai kelompok
kontrol. Janardanan dkk. (2012)

menyatakan bahwa pembuatan mahkota keramik-

logam dengan bahan campuran logam dengan emas (Au) dan bahan porselen Vita
Omega, menghasilkan warna yang paling sesuai dengan shade guide yang dipakai.
2. Aloi noble (palladium-silver dan high palladium), terdiri dari logam noble 25%. Logam
ini cenderung lebih murah dibandingkan dengan logam emas, tahan terhadap korosi,
modulus elastik lebih tinggi, namun memiliki kekurangan yaitu memiliki kecenderungan
untuk berubah warna karena mengandung silver.
3. Predominately base metal aloi (Ni-Cr, Ni-Cr-berillium, Co-Cr, dan titanium). Logam ini
terdiri dari < 25% logam noble. Logam ini memiliki kekerasan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan logam noble dan harganya lebih murah. Kekuatan untuk menahan
korosi sangat tergantung pada sifat kimianya. Oleh karena itu logam ini sebaiknya
dioksidasi untuk menutup permukaan logam sehingga meminimalkan korosi (Rosentiel
dkk. 2004).
Hampir semua logam pada mahkota keramik-logam dioksidasi (degassing, outgasing
dan preoxidatiton) terlebih dahulu sebelum pengaplikasian lapisan porselen untuk
menghilangkan udara yang terperangkap pada logam, menghilangkan kotoran-kotoran dan
membentuk lapisan oksida. Proses oksidasi dilakukan pada temperatur 960-980C sesuai
instruksi pabrik. Lapisan oksida menyebarkan dan memantulkan cahaya sehingga dapat

90

menutup warna logam di bawahnya, serta berfungsi untuk menyatukan logam dengan lapisan
porselen pada saat siklus pembakaran. (Rokni & Baradaran 2007; Rathi dkk. 2011).
2.4.3.5

Jenis Porselen

Jenis porselen, seperti Vita Omega, Vita VMK, Shofu Vintage, Ivoclar, dan
lain-lain. Jenis porselen yang berbeda menghasilkan warna yang berbeda (Lakatos
dkk. 2007). Reddy dkk. (2012) meneliti perbedaan warna yang dihasilkan oleh dua
jenis porselen yang berbeda (Vita dan Ivoclar) dengan ketebalan lapisan dentin dan
enamel 0,5; 1,0 dan 1,5 mm, ketebalan lapisan opak 0,1 mm, pada logam Ni-Cr
dengan ketebalan 0,4 mm. Total ketebalan gigitiruan keramik-logam menjadi 1,0
mm, 1,5 mm dan 2,0 mm. Dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa jenis porselen
Ivoclar dengan ketebalan 2 mm menghasilkan warna yang lebih sesuai dengan shade
guide.
2.4.3.6 Perbandingan Bubuk dengan Cairan Porselen

Pengadukan antara bubuk porselen dengan cairannya bertujuan untuk


menghasilkan bentuk pasta, kemudian dilakukan pengaplikasian lapisan porselen di
atas permukaan koping logam. Pengadukan lapisan porselen dapat dilakukan dengan
dua metode, antara lain: metode satu kali pengadukan dan metode pengadukan lapis
demi lapis (incremental), yaitu dengan beberapa kali pengadukan (Shillingburg dkk.
2012; Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
2.4.3.7 Siklus Glazing Porselen

Glazing merupakan suatu proses penambahan bahan pewarna untuk


menghasilkan permukaan lapisan keramik yang mengkilat, dan menambah kekuatan

91

porselen terhadap fraktur (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien 2002;
Rosentiel dkk. 2004; Hammad dan Al-Wazzan 1996).

92

93

xciv

2.7

Hipotesis Penelitian
1.

Ada pengaruh ketebalan lapisan opak 0,2 mm dengan lapisan dentin 0,5; 0,7;
dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota keramik-logam.

2.

Ada pengaruh ketebalan lapisan opak 0,3 mm dengan lapisan dentin 0,5; 0,7;
dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota keramik-logam.

3.

Ada perbedaan pengaruh ketebalan lapisan opak 0,2 dan 0,3 mm dengan lapisan
dentin 0,5; 0,7; dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota keramiklogam.

4.

Ada perbandingan pengaruh ketebalan lapisan opak 0,2 dan 0,3 mm dengan
lapisan dentin 0,5; 0,7; dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota
keramik-logam.

Anda mungkin juga menyukai