BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Keramik
2.1.1
Pengertian
Istilah keramik berasal dari bahasa Yunani: keramos yang artinya bahan
bumi yang bersifat mudah terbakar. Keramik merupakan bahan yang paling canggih
sejak zaman batu, lebih dari 10.000 tahun yang lalu, dan tetap mempertahankan peran
pentingnya dalam komunitas manusia sejak saat diperkenalkan (Rosentiel dkk. 2004).
Keramik gigi merupakan senyawa logam (seperti aluminium, kalsium, litium,
magnesium, kalium, natrium, timah, titanium, dan zirkonia) dan non-logam (seperti
silikon, boron, fluorin, dan oksigen) yang digunakan sebagai satu komponen
struktural, seperti pada inlai CAD-CAM, atau sebagai salah satu dari beberapa lapisan
yang digunakan untuk pembuatan gigitiruan berbasis keramik (Anusavice 2004).
2.1.2
Klasifikasi
Berdasarkan
struktur
mikronya,
keramik
gigi
secara
garis
besar
diklasifikasikan menjadi tiga bagian, antara lain: bahan yang didominasi kaca
(feldspar), kaca yang diisi dengan partikel (resin komposit), dan keramik polikristal
(zirkonia). (Giordano & Mclaren 2010).
Keramik gigi memiliki keunggulan dalam hal warna, tekstur permukaan yang
mengkilat dan translusesnsi sehingga sangat banyak dipakai dalam ilmu kedokteran
gigi, namun keramik gigi masih memiliki kekurangan, yaitu sering terjadi internal
53
Weinstein, melalui pelapisan dan pembakaran lapisan porselen pada koping logam
untuk mendapatkan kekuatan dan menghasilkan estetik yang memuaskan. (Giordano
& Mclaren 2010; Kelly & Benetti 2011; Denry & Holloway 2010).
2.2
Mahkota Keramik-Logam
2.2.1
Pengertian
Mahkota keramik-logam adalah suatu mahkota tiruan yang terdiri dari koping
logam yang menutup struktur jaringan gigi yang telah dipreparasi, dipadukan bahan
keramik dalam bentuk porselen, untuk memperoleh kekuatan dan hasil estetik yang
memuaskan. Mahkota keramik-logam mempunyai terminologi yang berbeda-beda,
antara lain: a Ceramo Crown, a Porcelain Vinir Crown (PVC), a Porcelain-Fused-toGold (PFG) crown, dan a Porcelain-Fused-to-Metal (PFM) crown, yang sering
dipakai dalam berbagai literatur ilmu kedokteran gigi sejak tahun 1970-1980an.
Akhir-akhir ini, terminologi mahkota keramik-logam lebih sering
digunakan di
54
2.2.2
2.2.2.1
Keuntungan
Bersifat biokompatibel
Memiliki nilai estetik yang lebih baik jika dibandingkan dengan mahkota logam penuh
Memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menahan beban pengunyahan karena
didukung oleh koping logam
2.2.2.2
Kerugian
2.2.3
Komponen-Komponen
55
2.2.3.1
Lapisan Porselen
56
sebagai kaca aluminosilikat. Feldspar adalah mineral yang terjadi secara alami, terdiri
dari natrium (N20), kalium (K20), alumina (Al203), dan silika (Si02) (Gambar 2.2)
(Kelly & Benetti 2011).
Gambar 2.2 Kaca feldspar, jembatan tiga dimensi atom yang dibentuk oleh
ikatan silikon-oksigen-silikon.
Sumber: Kelly JR, & Benetti P 2011, Ceramic materials in dentistry:
historical evolution and current practice, Australian Dental
Journal, vol. 56, no. 1, hal. 90.
57
proses pembakaran pada suhu antara 1150C dan 1530C sehingga koefisien ekspansi
panas lapisan porselen meningkat, oleh karena itu lapisan porselen dapat bersatu
dengan koping logam pada saat pembakaran (Gambar 2.3 & 2.4) (Giordano &
Mclaren 2010; Kelly & Benetti 2011; Denry & Holloway 2010).
58
Gambar 2.4 Perubahan struktur jaringan Si-O dari feldspar (A) menjadi bentuk
kristalin. (B) pada mahkota keramik-logam.
Sumber: Rosentiel, Land, & Fujimoto 2004, Text book of contemporary
fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 615.
Lapisan porselen yang membentuk mahkota keramik-logam terdiri dari tiga lapisan,
yaitu: lapisan opak, lapisan dentin, dan lapisan enamel.
a. Lapisan Opak
dipengaruhi oleh ketebalan dan penyebaran pantulan cahaya dari bahan tersebut.
Warna yang dihasilkan oleh lapisan porselen tergantung pada pantulan partikel opak
dan penyebaran dari partikel pigmen dentin yang merata. Ketebalan lapisan opak
berkisar antara 0,1-0,3 mm. Dalam ilmu kedokteran gigi lapisan opak tersedia dalam
59
ketebalan yang minimal (Jalenko dkk. 1968, Johnston 1971, Kuwata 1980, Tylman
1965) pada bagian labial gigi anterior (OBrien dkk. 1994; Woolsey dkk. 1984; Wood
2007).
Lapisan opak berfungsi menutup warna oksida logam, membentuk dasar
warna dalam gigitiruan, dan merekatkan logam dengan lapisan porselen, minimal
dua lapis. Lapisan opak berperan penting terhadap pembentukan warna untuk
mendapatkan hasil estetik yang lebih maksimal (Gambar 2.5). Barghi N dan
Lorenzana (dikutip dari Ozcelik dkk. 2008) menyatakan bahwa ketebalan minimal
lapisan opak adalah 0.3 mm untuk dapat menutup warna logam, dan lapisan opak
tidak berpengaruh terhadap perubahan warna porselen pada ketebalan lebih besar
dari 0.3 mm. Ketebalan ideal lapisan opak berkisar 0,2-0,3 mm (Ozcelik dkk. 2008).
Komposisi
Opak
Biodent
Opak
Ceramo
SiO2
52,0
55,0
Al2O3
13,55
11,65
CaO
K2O
11,05
9,6
Na2O
5,28
4,75
TiO2
3,01
ZrO2
3,22
0,16
SnO2
6,4
15,0
Rb2O
0,09
0,04
BaO
1,09
ZnO
0,26
UO3
B2O3, CO2,
4,31
3,54
H2O
*Data dari Nally dan Meyer, 1970
Opak
VMK
Dentin
Biodent
Dentin
Ceramo
Dentin
VMK
52,4
15,15
9,9
6,58
2,59
5,16
4,9
0,08
3,24
56,9
11,80
0,61
10,0
5,42
0,61
1,46
0,10
3,52
9,58
62,2
13,40
0,98
11,3
5,37
0,34
0,5
0,06
5,85
56,8
16,30
2,01
10,25
8,63
0,27
1,22
0,10
0,67
3,75
60
Gambar 2.5. Pemeriksaan SEM lapisan opak yang menutup logam noble.
Sumber: Rosentiel, Land, & Fujimoto 2004, Text book of
contemporary fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 615.
b. Lapisan Dentin
Lapisan dentin merupakan bubuk keramik yang mengandung sebahagian besar silika
dan oksida logam dalam jumlah yang kecil, sehingga dapat memberikan translusensi dan
merupakan penentuan warna utama dari mahkota keramik-logam (Tabel 2.1 & 2.2).
Kemampuan lapisan porselen menutup warna logam di samping tergantung pada jumlah dan
ukuran partikel opak, juga sangat dipengaruhi oleh jumlah partikel pigmen dentin,
kemampuan menyebarkan dan memantulkan cahaya. Untuk memperoleh warna mahkota
keramik-logam yang akurat dengan shade guide yang telah ditentukan, ketebalan optimal
lapisan dentin berkisar 0,5-1,0 mm (Naik 2011; Jacobs dkk. 1987; Kourtis dkk. 2004; Jarad
dkk.2006).
61
High
fusing
Medium
fusing
Low fusing
(Vacuum
Fired)
Keramik-Logam
SiO2
72,9
63,1
66,5
59,2
Al2O3
15,9
19,8
13,5
18,5
Na2O
1,68
2,0
4,2
4,8
K2O
9,8
7,9
7,1
11,8
B2O3
6,8
6,6
4,6
ZnO
0,25
0,58
ZrO2
0,39
c. Lapisan Enamel
62
lapisan enamel masing-masing dengan ketebalan 0,6; 0,8; dan 0,6 mm, ketebalan
logam 0,6 mm. Kemudian ketebalan lapisan enamel diturunkan menjadi 0,3 mm. Dari
hasil penelitiannya menyatakan bahwa perubahan ketebalan enamel dari 0,6 mm
diturunkan menjadi 0,3 mm mempengaruhi perubahan nilai chroma (Jarad dkk.
2006).
2.2.3.2 Logam
Logam atau metal adalah suatu bahan yang bersifat opak dan memiliki
kepadatan yang tinggi. Koping logam
mendukung lapisan porselen dengan perlekatannya secara mekanis dan kimia untuk
membentuk gigitiruan keramik-logam. Perlekatan secara kimia diperoleh melalui
siklus pembakaran. Koping logam diperkirakan tidak akan mampu mendukung
lapisan porselen dengan ketebalan lebih dari 2,0 mm sehingga gigitiruan mudah
fraktur. Koping logam harus memiliki ketebalan yang optimal untuk mencegah
terjadinya distorsi pada waktu proses pembakaran. Ketebalan logam antara 0,2-0,7
mm tergantung tergantung jenis logam yang dipakai dan ketebalan preparasi gigi
yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004;
OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
2.3
2.3.1
Pengertian
Warna merupakan spektrum tertentu yang terdapat di dalam cahaya sempurna,
dipantulkan oleh suatu objek, dengan panjang gelombang tertentu, sehingga dapat
63
diterima oleh mata, dan melalui impuls saraf dialirkan ke otak sebagai sebuah warna
(Gambar 2.6). Ketika cahaya mengenai permukaan gigi, cahaya akan berinteraksi
dengan semua lapisan struktur gigi. Cahaya yang mengenai permukaan enamel,
sebahagian ada yang dipantulkan mengkilat, apabila permukaan enamel halus, dan
dipantulkan merata apabila permukaan enamel kasar. Cahaya yang mencapai dentin
akan diserap atau dipantulkan tersebar di dalam enamel. Jika dentin tidak ada, seperti
pada ujung gigi insisivus, beberapa cahaya akan diteruskan dan diserap ke dalam
mulut. Akibatnya daerah ini tampak lebih translusen jika dibandingkan dengan daerah
ke arah gingival (Baltzer dkk. 2004).
64
warna yang masih bisa ditangkap mata manusia berkisar antara 380-780 nanometer.
Ada tiga jenis warna, antara lain: warna primer, warna sekunder, dan warna tersier.
Warna primer, terbagi atas warna merah, kuning, dan biru. Apabila ketiganya
dicampur dengan perbandingan yang sama akan menghasilkan warna putih. Ketika
dua warna primer dicampurkan, akan menghasilkan warna lain yang disebut warna
sekunder, seperti pencampuran merah dengan kuning akan menghasilkan orange,
campuran merah dan biru akan menghasilkan warna ungu dan hasil pencampuran
kuning dan biru adalah hijau. Pencampuran warna-warna dasar tersebut digambarkan
dengan sebuah segitiga sama sisi yang setiap sudutnya terdapat warna primer dan
pada titik tengah sisi tersebut terdapat warna sekunder Kombinasi warna primer dan
warna sekunder disebut warna tersier (Gambar 2.7) (Shillingburg dkk. 2012;
Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
65
2.3.2
Sistem Warna
Sistem warna digunakan untuk menjelaskan parameter warna suatu objek.
Dalam ilmu kedokteran gigi, ada dua jenis sistem warna yang digunakan untuk
menghasilkan kesesuaian warna pada mahkota keramik-logam, antara lain:
2.3.2.1 Sistem Warna Munsell
66
Sistem yang paling banyak dipergunakan pada teknik penentuan warna secara
instrumental adalah sistem pewarnaan CIE Lab, yang dideklarasikan oleh
Commission Internationale de 1'Eclairage pada tahun 1978. Sistem ini juga memakai
tiga dimensi warna, antara lain: L*, a* dan b*. L* adalah kecerahan (Ligthness:),
identik dengan value pada sistem Munsell. Nilai L* dimulai dari 0 (hitam) sampai
100 (putih). Nilai a* adalah kromatik dari sumbu warna merah-hijau, terbagi atas +a*
mewakili daerah warna merah, dan a* mewakili daerah warna hijau. Nilai b* adalah
kromatik dari sumbu warna kuning-biru, terbagi atas +b* mewakili daerah warna
kuning, dan b* mewakili warna biru (Gambar 2.9). (Shillingburg dkk. 2012;
Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004; Sikri 2010; Joiner 2004;
Baltzer 2004).
67
2.3.3
Pengukuran Warna
Dalam ilmu Kedokteran Gigi, ada dua jenis instrumental yang paling banyak
digunakan untuk mengukur warna di laboratorium, antara lain: kolorimeter
tristumulus dan spektrofotometer (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien
2002; Rosentiel dkk. 2004).
68
metamerisme (perubahan warna yang terjadi pada sampel apabila terjadi perubahan
sumber cahaya), karena kolorimeter hanya dapat memakai satu sumber cahaya saja
(Gambar 2.10) (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel
dkk. 2004; Bayindir dkk. 2012; Chu dkk. 2010).
2.3.3.2 Spektrofotometer
69
70
71
Sumber: http://wanibesak.wordpress.com/2011/07/04/pengertiandasar
spektrofotometer-vis-uv-uv-vis/
72
paling populer digunakan, dan dapat digunakan baik untuk sampel berwarna dan tidak
berwarna.
4. Spektrofotometri IR (Infra Red)
Spektrofotometri ini berdasar pada penyerapan panjang gelombang infra merah. Cahaya
infra merah terbagi menjadi infra merah dekat, pertengahan, dan jauh.
2.4
faktor, antara lain: faktor-faktor penentuan warna di klinik, komunikasi yang baik antara
dokter gigi dengan teknisi di laboratorium, dan faktor-faktor penyesuaian warna di
laboratorium (Rosentiel dkk. 2004). Faktor-faktor penentuan warna di klinik, termasuk teknik
penentuan warna, sumber cahaya, metamerisme, keadaan lingkungan, operator, dan posisi
pasien. Faktor lain di klinik yang juga harus dipertimbangkan dalam mencapai keberhasilan
warna pada mahkota keramik-logam diantaranya ketebalan preparasi gigi penyangga yang
dilakukan oleh dokter gigi berkisar 1,2-2,0 mm (Wee dkk. 2002; Al-Hamdan dkk. 2010; Paul
dkk. 2004; Li dkk. 2009; Hen dkk. 2012; Corcodel dkk. 2010; Mclaren & Schoenbaum
2011; Hassel dkk. 2005;
Corcodel dkk. 2009; Dosari dkk. 2010). Faktor-faktor penyesuaian warna di laboratorium,
termasuk ketebalan lapisan porselen, teknik kondensasi porselen, siklus pembakaran
porselen, siklus glazing porselen, jenis porselen, perbandingan antara bubuk porselen dengan
cairan pada saat pengadukan, dan jenis logam (Baharin dkk.,2013; Lakatos dkk. 2007;
Janardanan dkk. 2012; Anitha dkk. 2013; Chaiyabutr dkk. 2011; Xie dkk. 2009; Cheung &
73
Darvell 2002; Marquez dkk. 2008; Naik dkk. 2011; Jacobs dkk. 1987; Kourtis dkk. 2004;
Jarad dkk. 2006; Corciolani & Vichi 2006; Fazi dkk. 2009).
2.4.1
Ada dua teknik penentuan warna yang sering dipakai untuk memaksimalkan
kesesuaian warna porselen dalam Kedokteran Gigi, antara lain: teknik penentuan
warna secara visual dan teknik penentuan warna instrumental. Penentuan warna
memakai suatu alat penuntun warna yang disebut shade guide.
1. Teknik Penentuan Warna secara Visual
Sistem yang paling banyak dipergunakan pada teknik penentuan warna secara visual
adalah sistem pewarnaan Munsell.
Beberapa jenis shade guide visual yang beredar di pasaran (Li dkk. 2009), antara
lain:
74
a. Vita Lumin Vacuum Classical (VITA Zahnfbrik, Bad Sackingen, Germany pada tahun
1960).
Jenis shade guide ini memiliki 16 warna, yaitu A1-A4 (merah-cokelat), B1-B4 (merahkuning), C1-C4 (abu-abu), D1-D4 (merah-abu-abu). Urutan penentuan warna dimulai
dari penentuan hue, chroma dan value (Gambar 2.14).
b. Vitapan 3D-Master (VITA Zahnfbrik, Bad Sackingen, Germany pada tahun 1998).
Jenis shade guide ini memiliki 26 warna, antara lain:1M1, 1M2, 2M1, 2M2, 2M3,
2L1.5, 2L2.5, 2R1.5, 2R2.5, 3M1,3M2, 3M3, 3L1.5, 3L2.5, 3R1.5, 3R2.5, 4M1, 4M2,
4M3, 4L1.5, 4L2.5, 4R1.5, 4R2.5, 5M1,5M2, 5M3. Urutan penentuan warna lebih
sistematis, dimulai dari penentuan value, chroma dan hue (Gambar 2.15).
75
Modifikasi disain terbaru dari Vita 3D-Master adalah Vita Linearguide 3DMaster (Corcodel 2010). Perbedaannya dengan Vita 3D-Master adalah shade guide
disusun linear dan dibagi atas enam bagian, antara lain satu value, dan lima
chroma/hue (Gambar 2.16).
76
c.
77
Umumnya shade guide visual yang sering dipakai di klinik adalah Vita Shade 3DMaster, karena memiliki keunggulan kualitas warna yang dihasilkan lebih akurat. Sedangkan
warna gigi pasien yang paling banyak ditemukan adalah warna 3M2, atau A3 pada Vitalumin
Classical (Al-Hamdan dkk. 2010; Paul dkk. 2004; Li dkk. 2009; Hen dkk. 2012; Corcodel
dkk. 2010).
Prosedur penentuan warna berdasarkan shade guide Vita 3D-Master, antara lain:
a. Menentukan value (lightness) (Gambar 2.20).
78
Pegang shade guide setentang lengan pasien, posisi pasien dalam keadaan tegak.
Mulai memilih kelompok yang paling gelap (value: 5). Contohnya: terpilih kelompok
no 3.
b. Menentukan chroma
Pada tingkatan value yang telah ditentukan, pilih kelompok hue paling tengah (M),
kemudian untuk menentukan chroma pisahkan ketiga warna pada M seperti kipas,
dan pilih salah satu di antara ketiga warna yang terpilih. Contohnya: 3M2.
79
Sistem yang paling banyak dipergunakan pada teknik penentuan warna secara
instrumental adalah sistem pewarnaan CIE Lab, yang dideklarasikan oleh
Commission Internationale de 1'Eclairage pada tahun 1978. Sistem ini memakai tiga
80
dimensi warna, antara lain: L*, a* dan b*. Teknik penentuan warna secara
instrumental memiliki kelebihan, diantaranya bersifat objektif, hasil cepat diperoleh
dan lebih akurat, namun masih jarang dipakai di klinik oleh karena biayanya mahal.
Para peneliti banyak memakai alat pengukur warna di laboratorium dengan alat
spektroforometer, karena alat ini memiliki keakuratan yang lebih tinggi terhadap nilai
perbedaan warna porselen yang dihasilkan jika dibandingkan dengan alat pengukur
warna yang lain, seperti kolorimeter (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004;
OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
2.4.1.2 Sumber Cahaya
Intensitas
cahaya
1500
lux.
Kualitas
sumber
cahaya
sangat
81
Fluorescent light
Cahaya lampu fluorescent cenderung menghasilkan spektrum dominan warna
biru.
c. Incandescent light
Cahaya lampu incandescent cenderung menghasilkan spektrum dominan warna
merah atau kuning.
2.4.1.3 Metamerisme
82
2.4.2
83
3. Dokter gigi harus menandai daerah tepi, outline model, dan disain gigitiruan
yang telah diberikan kepada teknisi laboratorium.
4. Foto gigi dan penjelasan tentang warna gigitiruan.
5. Intruksi secara verbal jika ada modikikasi yang diperlukan sehubungan dengan
intruksi secara tertulis yang kurang jelas.
6. Menyimpan fotokopi lembar instruksi tertulis yang telah dikirimkan.
7. Memiliki shade guide yang sama dengan jenis bahan yang tersedia di
laboratorium.
Beberapa ketentuan yang harus dimiliki oleh teknisi laboratorium menurut
American Dental Association (ADA), antara lain:
1. Menghasilkan gigitiruan sesuai dengan intruksi dokter gigi, dan menggunakan
cetakan, model serta catatan interoklusal atau model yang telah ditanam di
artikulator.
2. Mengevaluasi kembali kasus pada model yang telah dikirim oleh dokter gigi.
3. Menyesuaikan warna gigitiruan yang telah diinstruksikan oleh dokter gigi dengan
warna shade guide yang tersedia di laboratorium. Perlunya informasi yang jelas
tentang jenis shade guide yang dipakai di laboratorium kepada dokter gigi, dan
shade guide yang tersedia di laboratorium harus sama dengan jenis bahan yang
dipakai.
4. Memberitahukan segera kepada dokter gigi apabila ada pekerjaan yang tidak
dapat diproses di laboratorium.
84
2.4.3
85
dkk. & Terrada dkk. (dikutip dari Kourtis dkk. 2004) menyatakan bahwa ketebalan
lapisan opak 0,2-0,3 mm dapat menutup oksida logam, dan ketebalan lapisan opak
lebih dari 0,3 mm tidak mempengaruhi perubahan warna porselen. Corciolani dkk.
(2006) menyatakan bahwa restorasi keramik-logam sebaiknya di bawah 1.5 mm, dan
ketebalan lapisan warna (opak dan dentin) berkisar 0,2-0,4 mm. Chiche, dkk (dikutip
dari Fazi dkk. 2009) menyatakan bahwa ketebalan lapisan opak sebaiknya setipis
mungkin (0,10-0,15 mm) dapat menutup koping logam. Jacob dkk. (1987)
mengevaluasi perubahan nilai hue, value dan chroma secara visual dan instrumental
dengan alat spektrofotometer terhadap lapisan porselen dentin dengan ketebalan 0,5;
1,0; dan 1,5 mm, pada spesimen gold-platinum-palladium, high palladium, Ni-Cr
dengan ketebalan logam 0,5 mm, dan lapisan opak dengan ketebalan antara 0,09-0,12
mm. Dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa lapisan porselen dentin dengan
ketebalan 1 mm menghasilkan warna yang lebih baik pada ketiga jenis logam.
Corciolani dkk. (2010) mengevaluasi pengaruh ketebalan lapisan porselen terhadap
warna yang dihasilkan, dengan memvariasikan ketebalan lapisan base dentin (0,25;
0,30, 0,35; 0,40; 0,45; 0,70; 0,75; 0,90 mm), transparant dentin (0,35; 0,40; 0,45;
0,50; 0,45; 0,65; 0,75 mm), dan lapisan enamel (0,15; 0,20; 0,30; dan 0,50 mm),
ketebalan logam 0,3 mm, serta ketebalan lapisan opak 0,15 mm. Lapisan base dentin
yang lebih tebal menghasilkan warna kromatik yang lebih tinggi. Chiche, dkk (dikutip
dari Fazi dkk. 2009) menyatakan bahwa ketebalan lapisan porselen translusen (dentin
dan enamel) sebaiknya 1,0 mm untuk menghasilkan warna yang sesuai dengan shade
guide pada mahkota keramik-logam. Corciolani dkk. (2010) menyatakan bahwa
86
dengan
akan
87
2.4.3.3
Jenis logam
88
dalam bentuk aloi. Aloi adalah bahan yang memiliki bahan dasar dua atau lebih
logam, biasanya sedikitnya 4-8 bahan logam. Logam yang dipergunakan pada
mahkota keramik-logam harus bersifat biokompatibel, dapat diproses di laboratorium,
dan kompatibel terhadap porselen. Ekspansi panas, kekuatan perlekatan dan
komposisi logam sangat mempengaruhi perlekatan antara logam dengan porselen.
(Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien 2002; Rosentiel dkk. 2004).
Kourtis dkk. 2004, menyatakan bahwa warna yang dihasilkan pada spesimen
keramik-logam dipengaruhi oleh jenis koping logam dan porselen yang dipakai.
Klasifikasi logam yang dipakai pada pembuatan mahkota keramik-logam,
berdasarkan American Dental Assosiation (ADA), dikelompokkan atas tiga bagian,
antara lain (Shillingburg dkk. 2012):
1. Aloi high noble (gold-platinum-palladium, gold-palladium-silver, dan gold-palladium).
Logam ini memiliki kandungan logam noble lebih besar dari 60% dan 40% emas.
Koefisien ekspansi panas emas sangat tinggi (14 x 10-6 0C), sedangkan koefisien
ekspansi panas porselen sangat rendah (2-4 x 10-6 0C), sedangkan porselen yang akan
melekat dengan koping logam harus mempunyai temperatur pembakaran dan koefisien
ekspansi panas yang hampir sama, sehingga untuk menyeimbangkan koefisien ekspansi
panas keduanya, perlu penambahan palladium atau platinum pada logam emas. Mahkota
keramik-logam dengan bahan logam emas memiliki hasil warna yang lebih sesuai
dengan warna gigi asli, tahan terhadap korosi, tidak terjadi perubahan warna karena
tidak mengandung silver, lebih lunak jika dibandingkan dengan logam lainnya sehingga
waktu pengerjaan di laboratorium lebih cepat, namun logam emas harganya sangat
89
mahal. Ozcelik TB., dkk., 2008, menyatakan bahwa ketebalan lapisan opak 0,1 mm yang
diaplikasikan pada logam Ni-Cr dan Co-Cr tidak dapat memberikan perubahan warna
pada gigitiruan keramik-logam, namun terdapat perbedaan warna yang signifikan jika
lapisan opak 0,1 mm diaplikasikan pada logam Au-Pd yang berfungsi sebagai kelompok
kontrol. Janardanan dkk. (2012)
logam dengan bahan campuran logam dengan emas (Au) dan bahan porselen Vita
Omega, menghasilkan warna yang paling sesuai dengan shade guide yang dipakai.
2. Aloi noble (palladium-silver dan high palladium), terdiri dari logam noble 25%. Logam
ini cenderung lebih murah dibandingkan dengan logam emas, tahan terhadap korosi,
modulus elastik lebih tinggi, namun memiliki kekurangan yaitu memiliki kecenderungan
untuk berubah warna karena mengandung silver.
3. Predominately base metal aloi (Ni-Cr, Ni-Cr-berillium, Co-Cr, dan titanium). Logam ini
terdiri dari < 25% logam noble. Logam ini memiliki kekerasan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan logam noble dan harganya lebih murah. Kekuatan untuk menahan
korosi sangat tergantung pada sifat kimianya. Oleh karena itu logam ini sebaiknya
dioksidasi untuk menutup permukaan logam sehingga meminimalkan korosi (Rosentiel
dkk. 2004).
Hampir semua logam pada mahkota keramik-logam dioksidasi (degassing, outgasing
dan preoxidatiton) terlebih dahulu sebelum pengaplikasian lapisan porselen untuk
menghilangkan udara yang terperangkap pada logam, menghilangkan kotoran-kotoran dan
membentuk lapisan oksida. Proses oksidasi dilakukan pada temperatur 960-980C sesuai
instruksi pabrik. Lapisan oksida menyebarkan dan memantulkan cahaya sehingga dapat
90
menutup warna logam di bawahnya, serta berfungsi untuk menyatukan logam dengan lapisan
porselen pada saat siklus pembakaran. (Rokni & Baradaran 2007; Rathi dkk. 2011).
2.4.3.5
Jenis Porselen
Jenis porselen, seperti Vita Omega, Vita VMK, Shofu Vintage, Ivoclar, dan
lain-lain. Jenis porselen yang berbeda menghasilkan warna yang berbeda (Lakatos
dkk. 2007). Reddy dkk. (2012) meneliti perbedaan warna yang dihasilkan oleh dua
jenis porselen yang berbeda (Vita dan Ivoclar) dengan ketebalan lapisan dentin dan
enamel 0,5; 1,0 dan 1,5 mm, ketebalan lapisan opak 0,1 mm, pada logam Ni-Cr
dengan ketebalan 0,4 mm. Total ketebalan gigitiruan keramik-logam menjadi 1,0
mm, 1,5 mm dan 2,0 mm. Dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa jenis porselen
Ivoclar dengan ketebalan 2 mm menghasilkan warna yang lebih sesuai dengan shade
guide.
2.4.3.6 Perbandingan Bubuk dengan Cairan Porselen
91
porselen terhadap fraktur (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; OBrien 2002;
Rosentiel dkk. 2004; Hammad dan Al-Wazzan 1996).
92
93
xciv
2.7
Hipotesis Penelitian
1.
Ada pengaruh ketebalan lapisan opak 0,2 mm dengan lapisan dentin 0,5; 0,7;
dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota keramik-logam.
2.
Ada pengaruh ketebalan lapisan opak 0,3 mm dengan lapisan dentin 0,5; 0,7;
dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota keramik-logam.
3.
Ada perbedaan pengaruh ketebalan lapisan opak 0,2 dan 0,3 mm dengan lapisan
dentin 0,5; 0,7; dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota keramiklogam.
4.
Ada perbandingan pengaruh ketebalan lapisan opak 0,2 dan 0,3 mm dengan
lapisan dentin 0,5; 0,7; dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota
keramik-logam.