PENDAHULUAN
Penggunaan resin komposit di bidang kedokteran gigi berkembang dengan pesat sebagai
bahan restorasi yang mementingkan estetis. Hal ini dikarenakan resin komposit juga memiliki
beberapa kelebihan antara lain, mempunyai warna yang menyerupai warna gigi asli,
penghantar panas yang rendah, tahan lama untuk gigi anterior, dapat berikatan kuat dengan
jaringan keras gigi, dan tidak larut dalam cairan mulut. Perbaikan dari sifat fisik dan sifat
mekanik resin komposit telah memungkinkan material restorasi tersebut digunakan untuk gigi
posterior. Restorasi resin sangat mengharapkan perlekatan yang kuat dan dapat bertahan lama
pada jaringan gigi. Pada saat ini, resin komposit masih menduduki peringkat pertama dalam
urutan tumpatan estetik. Walaupun telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna,
daya tahan terhadap tekanan kunyah dan kerapatan tepi, namun resin komposit memiliki
kelemahan yaitu terjadinya pengerutan setelah polimerisasi, sehingga menyebabkan terjadi
kebocoran tepi antara tumpatan dan jaringan gigi, timbulnya rasa sakit setelah penumpatan,
terjadinya karies sekunder dan tidak didapatnya titik kontak.
Banyak penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik resin komposit terus
berkembang terutama masalah kontraksi polimerisasi resin komposit. Perbaikan dari resin
komposit ini dilakukan dengan mengoptimalkan bahan pengisi sedangkan bahan dasar
matriks organiknya tetep sama. Hampir semua resin komposit memiliki matriks resin
dimethacrylates seperti Bis-GMA , TEGDMA, atau UDMA yang umum digunakan dalam
komposit gigi. Dari perbaikan yang telah dilakukan, penyembuhan masalah kontraksi
polimerisasi belum dapat dicapai. Strategi utama untuk mengatasi masalah kontraksi
polimerisasi difokuskan pada peningkatan bahan filler, sehingga mengurangi proporsi dari
resin methacrylate. Karena masalah penyusutan ini disebabkan oleh matriks resin, semakin
rendah proporsi resin dalam komposit semakin rendah penyusutan yang terjadi. Oleh karena
itu, dengan mengubah matriks resin komposit yang telah ada akan dapat mengatasi masalah
kontraksi polimerisasi.
Ilie et al (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa silorane lebih sedikit menyerap
air dan memiliki solubilitas yang tinggi sehingga menghasilkan kestabilan hidrolitik dan juga
kestabilan warna yang lebih baik dibanding resin methacrylate. Lien et al.(2010) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa silorane memiliki pengerutan polimerisasi yang paling
rendah, flexural strength/modulus yang lebih tinggi, tetapi memiliki compressive strength
yang lebih rendah dibanding dibandingkan dengan ke lima jenis resin komposit berbasis
methacrylate yaitu compomer, giomer, nanocomposite, hybrid dan micro-hybrid. Kelebihan
lain yang dimiliki silorane adalah sifat matriks resin yang hidrofobik. Klautau et al (2011)
dalam penelitiannya pada kavitas klas I incisivus menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
adapatasi marginal antara empat jenis resin komposit dan resin silorane. Suatu faktor yang
berperan terhadap kebocoran marginal pada restorasi resin komposit yaitu kontraksi bahan
selama terjadi polimerisasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah komposit merupakan hasil kombinasi dua bahan atau lebih, dengan sifat yang
berbeda, akan didapat sifat kombinasi yang lebih baik daripada sifat masing masing bahan
asalnya.Contoh bahan komposit alamiah adalah email gigi dan dentin. Pada email, enemelin mewakili
matriks organik, sementara dalam dentin, matriks terdiri atas kolagen. Dalam kedua komposit ini,
partikel-partikel bahan pengisi terdiri atas kristal hidroksiapatit. Perbedaan sifat kedua jaringan ini
sebagian dikaitkan dengan rasiobahan matriks dan bahan pengisi. Resin komposit mempunyai nilai
estetik yang sangat baik dan paling sering digunakan dalam kedokteran gigi karena bahannya
yang sewarna dengan gigi. Oleh karena itu resin komposit sering digunakan sebagai bahan
restorasi gigi anterior. (phillip,2004)
Partikel filler inorganik terdiri dari satu atau lebih material inorganik antara lainfinely ground
quartz atau kaca, sol-gel berasal dari keramik, silika microfine, atau nanopartikel (Sakaguchi &
Powers, 2012).
Coupling agent, suatu organosilane (sering disebut sebagai silane), diterapkan pada partikel
inorganik. Silane disebut sebagai coupling agent, karena silane membentuk suatu ikatan antara fase
inorganik dan organik dari komposit. Salah satu ujung molekul mengandung gugus fungsional (antara
3
lain metoksi), yang dihidrolisis dan bereaksi dengan filler inorganik dan ujung lainnya mempunyai
ikatan rangkap metakrilat yang berkopolimerisasi dengan monomer (Sakaguchi & Powers, 2012).
Peran sistem inisiator-akselerator adalah untuk polimerisasi dan membentuk ikatan silang (cross
link) sistem menjadi massa yang lebih keras. Reaksi polimerisasi dapat ditingkatkan oleh light-
activation, self-curing (aktivasi kimia), dan dual curing (kimia dan light-curing). (Sakaguchi &
Powers, 2012)
PEPMMA
Diluent, untuk membantu
TEGDMA............. manipulasi
4
Inisiator dan akselerator
a. Sistem chemical-
curing
i. Inisiator: Benzoil peroksida Menghasilkan radikal bebas
dengan menekan temperatur
ii. Aktivator: N.N. DMPT
disosiasi (pembentukan ion),
menginisasi polimerisasi.
b. Sistem kuring UV
Sinar UV mengaktifkan inisiator
dan melepaskan radikal bebas.
i. Inisiator: Benzoin metileter
Sinar tampak mengaktifkan
ii. Aktivator: UV = 350nm
inisiator dan melepaskan radikal
c. Sistem kuring cahaya
bebas.
tampak
i. Inisiator: Diketon-camphoro-
quinone
5
Gambar . Klasifikasi dari Resin Komposit Berdasarkan Ukuran Partikel dengan Indikasi
Penggunaan (Anusavice, 2003, hal. 418)
Selain berdasarkan ukuran fillernya, komposit juga dapat dikelompokkan berdasarkan cara
aktivasinya. Berdasarkan cara aktivasinya, komposit dapat digolongkan menjadi dua yaitu secara
kimiawi (self cured) dan dengan menggunakan cahaya atau sinar (light cured).
a.) Aktivasi Secara Kimiawi (self cured)
Komposit pada awalnya diaktivasi dengan proses polimerisasi kimia. Proses ini juga
disebur cold curing atau self-curing. Polimerisasi aktivasi secata kimia dilakukan dengan
mencampurkan dua pasta sebelum penggunaan komposit.Selama pencampuran, mustahil
untuk menghindari masuknya udara ke dalam campuran yang menyebabkan terbentuknya
pori-pori yang membuat struktur lebih rapuh dan membuat oksigen terjebak. Oksigen ini
menghambat proses polimerisasi selama proses curing. Operator juga tidak memiliki control
terhadap waktu pengerjaan setelah kedua komponen tercampur. Insersi dan pembentukan
kontur harus dilakukan segera setelah komponen resin tercampur. (Anusavice, 2003, hal.
410)
6
photosensitive dan sumber cahaya untuk aktivasi. (Anusavice, 2003, hal. 410)
Perbedaan self cure dan light cure antara lain adalah, pada resin self cure dengan bahan kimia
tidak dibutuhkan peralatan yahg rumit, sedangkan pada light cure peralatannya relative rumit dan
mahal, keuntungan dari waktu pengerasan light cure dapat diatur oleh operator, ada resin komposit
light cure tidak memerlukan pengadukan.
Untuk komposit single-paste, disediakan beberapa tingkat warna pada jarum suntik dan
compule.Jarum suntik terbuat dari plastik opak untuk melindungi material dari paparan sinar dan
menyebabkan daya simpan lebih lama.Compule ditempatkan pada ujung jarum suntik, dan pasta
dikeluaran setelah menghilangkan protective tip.Komposit single-paste menggunakan aktivasi light-
activated (Powers & Wataha, 2008).
Sebelum komposit dimasukkan ke dalam rongga mulut, pulpa diproteksi dengan cavity liner
(Ca[OH2]) atau ionomer kaca, ionomer hibrid, atau compomer base. Setelah itu, komposit dimasukkan
ke dalam rongga mulut dengan plastic instrument.Selanjutnya komposit dikuring dengan light-cured
lalu dilakukan finishing dan polishing untuk mencegah retensi plak dan dibutuhkan agar kebersihan
mulut tetap terjaga (Powers & Wataha, 2008).
7
Resin komposit mengeras melalui proses polimerisasi secara adisi. Polimerisasi adisi terdiri dari
4 tahap yaitu (Anusavice 2013, p.101-4):
1. Induksi
Proses light cure menjadi aktif ketika fotosensitizer diketon seperti Camphorquinone (CQ)
menyerap kuantum cahaya biru dan membentuk kompleks (exciplex) dengan elektron donor seperti
amina (misalnya, dimetilaminoetil metakrilat [DMAEMA]).Pada kondisi aktif, CQ mengekstrak atom
hidrogen dari α-karbon yang berdekatan dengan gugus amina, kemudian kompleks terurai menjadi
radikal bebas amina dan radikal bebas CQ. Radikal bebas CQ mudah mengalami inaktivasi sehingga
pada proses fotoinisiasi hanya radikal bebas amina yang bertindak untuk memulai reaksi polimerisasi
adisi (Anusavice 2013, p. 289).
2. Propagasi
Hasil dari monomer radikal bebas kompleks kemudian bertindak sebagai pusat radikal bebas
baru ketika mendekati monomer lain untuk membentuk dimer, yang juga menjadi radikal bebas.
3. Rantai Transfer
Dalam proses ini radikal bebas aktif pada rantai yang berkembang ditransfer ke molekul lain
(misalnya monomer atau rantai polimer yang inaktiv) dan radikal bebas baru untuk pertumbuhan lebih
lanjut terbentuk.
4. Terminasi
Reaksi polimerisasi paling sering dihentikan melalui ikatan langsung dari dua rantai radikal
bebas berakhir atau melalui pertukaran atom hidrogen dari satu rantai yang sedang berkembang ke
rantai lain. Terminasi melalui berakhirnya rantai radikal bebas terjadi karena kedua molekul saling
bergabung dan menjadi non aktif akibat pembentukan dari ikatan kovalen. Pertukaran atom hidrogen
dari satu rantai yang sedang berkembang ke rantai lain menyebabkan terbentuknya ikatan ganda
ketika atom hidrogen ditransfer.
8
1.6 Kelebihan dan Kekurangan Komposit
Resin komposit berkembang sebagai bahan restorasi karena kelebihannya, antara lain:
mempunyai sifat estetik yang baik, penghantar panas yang rendah, relatif mudah dimanipulasi, tahan
lama untuk gigi anterior dan tidak larut dalam cairan mulut (Annusavice, 2003).
Sedangkan kekurangan resin komposit menurut ADA adalah
1. Bahan pengisi ini dapat pecah dan lebih mudah aus daripada tambalan logam terutama di
daerah yang membutuhkan kekuatan menggigit yang kuat. Oleh karena itu tambalan
komposit mungkin perlu diganti lebih sering daripada tambalan logam.
2. Dibandingkan dengan tambalan lain, komposit kadang-kadang susah menempatkannya
dan memakan waktu yang lama saat menempatkannya. Komposit tidak dapat digunakan di
semua situasi.
3. Komposit umumnya lebih mahal daripada amalgam.
4. Dapat merembes atau bocor dari waktu ke waktu ketika terikat di bawah lapisan enamel.
5. Dalam kasus yang jarang terjadi, secara lokal komposit dapat menimbulkan reaksi alergi
yang mungkin dapat terjadi
9
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1.1 Alat
3.1.2 Bahan
a. Permukaandalamcetakandiulasidenganvaselin, kemudiancetakandiletakkandiataslempengkaca
10
b. Ambilsedikit pasta kompositdenganPlastic Filling Instrument danmasukkandidalamcetakantebal
2mm, ulangipengisiansampaicetakanterisipenuh, perhatikanjangansampaiadaudara yang
terjebakkemudianpermukaandiratakan
c. Letakkancelluloid strip diatascetakan
d. Atur lama penyinaranpadaLED light curing unit sesuaidengan lama penyinaranvisible light cure
composit(mengikutiaturanpabrik)
e. Letakkanujungfiber optic tip LED light curing unit
sedekatmungkinataumenempelpadapermukaankomposit. Nyalakansinardantunggusampaidengan
lama waktusesuaidenganpengaturansebelumnya
f. Periksahasil curing kompositmemakaisonde, denganmenggoresataumenusukpermukaankomposit
yang dekatsinar, maupundaerah yang jauhdengansinar
11
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, digunakan 2 ketebalan lapisan, yaitu 2 mm dan 5 mm. Pada
ketebalan 2 mm dan 5 mm, digunakan penyinaran sinar ultra violet dengan jarak yang sangat
dekat, namun tidak mengenai material tersebut. Hal tersebut untuk meningkatkan
polimerisasi. Polimerisasi light-cured composites diinisiasi dengan sinar biru yang tampak.
Bahan yang diaktivasi dengan sinar memiliki sejumlah keuntungan dibandingkan dengan
resin yang diaktifkan secara kimia. Intensitas cahaya pada permukaan resin merupakan faktor
penting dalam kelengkapan curing pada permukaan dan di dalam material. Ujung sumber
cahay harus diberikan dalam jarak yang dekat dari permukaan untuk mendapatkan penetrasi
yang optimum. Standart lama penyinaran dengan menggunakan sinar tampak adalah 20 detik.
Pada penyinaran dengan jarak yang sangat dekat, perlakuan pada ketebalan 2 mm dan
5 mm menunjukkan hasil kekerasan yang cukup baik pada bagian atas, yaitu lapisan tersebut
langsung terpapar oleh sinar LED, namun tidak pada lapisan bagian bawah pada ketebalan 5
mm. Pada lapisan bagian bawah didapatkan hasil kekerasan yang semakin menurun dengan
bertambahnya ketebalan cetakan. Hasil praktikum pada kali didapatkan hasil bahwa pada
ketebalan 2 mm dengan jarak penyinaran sangat dekat menghasilkan bagian atas dan bawah
pada resin komposit menjadi keras. Sedangkan pada ketebalan 5 mm dengan jarak
penyinaran yang sama menghasilkan bagian atas keras dan bagian bawah lunak.
12
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat kami simpulkan bahwa kekerasan
hasil cetakan komposit dipengaruhi oleh ketebalan cetakan, jarak, penyinaran dan cara
memasukkan (insersi) komposit ke dalam cetakan. Semakin tebal suatu cetakan, semakin
berkurang daya sinar untuk mempolimerisasinya secara sempurna sehingga kekerasan hasil
cetakan berkurang. Selain itu, apabila tumpatan komposit yang ingin dibuat lebih dari 2 mm,
cara yang lebih baik diterapkan adalah cara insersi bertahap (layer per layer) karena dengan
cara inisinar LED dapat mempolimerisasi komposit secara sempurna pada setiap layer-nya.
5.2 Saran
Agar mendapatkan hasil yang baik dalam memanipulasi dan mengaplikasi bahan resin
komposit. Sebelumnya kita harus benar-benar mempelajari dan memahami tentang cara
manipulasi dan aplikasi yang baik dan benar sehingga dapat meminimalisasir kesalahan pada
saat menggunakan bahan tersebut.
13
DAFTAR PUSTAKA
Annusavice, Kenneth J 2003, Phillip’s Science of Dental Materials 11 th Edition, Saunders Company,
Pennsylvania.
Philips RW. Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. 10th ed. Philadelphia: Saunders
Company, 2004 : 410-411
Sakaguchi, Ronald & John Powers. 2012. Craig’s Restorative Dental Materials. 13th Ed. Elsevier.US,
America.pp. 162, 163.
Powers, John M & John Wataha. 2008. Dental Materials: Properties and Manipulation. 9th Ed. Mosby
Elsevier.US, America.pp. 78, 80, 82.
Bhat, V. Shama and B.T. Nandish. 2011. Impression Materials. In: Sciene of Dental Materials &
Clinical Applications. CBS Publishers & Distributors Pvt. Ltd, New Delhi. pp. 297, 306.
14