Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Basis gigi tiruan adalah bagian dari suatu gigi tiruan yang bersandar
pada jaringan pendukung dan tempat anasir gigi tiruan dilekatkan. Basis gigi
tiruan digunakan untuk membentuk bagian dari gigi tiruan baik yang terbuat
dari logam maupun bahan resin, bersandar diatas tulang yang ditutupi dengan
jaringan lunak dan merupakan tempat anasir gigi tiruan dilekatkan.
Berdasarkan International Organization for Standardization (ISO), syaratsyarat bahan basis gigi tiruan yang ideal adalah biokompatibel (tidak toksik
dan non-iritan), Karakteristik permukaan halus, keras dan kilat , Warna
translusen dan merata, tidak boleh menunjukkan lebih dari sedikit perubahan
dalam warna, Bebas dari porositas, Kekuatan lentur (tidak kurang dari 60-65
Mpa), Modulus elastisitas paling sedikit 2000 MPa untuk polimer yang
dipolimerisasi dengan panas dan paling sedikit 1500 MPa untuk polimer
swapolimerisasi, Tidak ada monomer sisa, Tidak menyerap cairan, Tidak dapat
larut.
Bahan

basis

gigi

tiruan

resin

akrilik

memiliki

sifat

yang

menguntungkan yaitu estetik, warna dan tekstur mirip dengan gingiva


sehingga estetik di dalam mulut baik, daya serap air relatif rendah dan
perubahan dimensi kecil. Pada tahun 1937, resin akrilik (polimetil metakrilat)
telah diperkenalkan dan dengan cepat menggantikan bahan sebelumnya
(vulkanit, nitroselulosa, fenol formaldehid dan porselen). Bahan basis gigi
tiruan resin akrilik dibagi menjadi Resin akrilik polimerisasi panas (heat cured
acrylic resin), Resin akrilik swapolimerisasi (self cured acrylic resin), dan
Resin akrilik polimerisasi sinar (light cured resin). Tahapan polimerisasi dari
resin akrilik tersebut diawali dengan wed sandy stage, kemudian mushy,
sticky, dough, rubber dan yang terakhir adalah rigid. Resin dibidang

kedokteran gigi digunakan untuk Pembuatan basis gigi tiruan, Resin akrilik
cross-linked untuk gigi tiruan, tambalan, inlay dan laminate (resin komposit),
Peralatan ortodonsia dan pedodonsia, Mahkota dan jembatan (resin akrilik
atau resin komposit), Protesa maksilofasial (obturator pada celah palatal) serta
masih banyak yang lainnya. Dari banyaknya aplikasi dari resin akrilik dalam
Kedokteran Gigi ini sehingga sangat diperlukan pengetahuan dari segala aspek
tentang

resin akrilik terutama sifat-sifatnya, biokampabilitas, proses

polimerisasi, kelebihan dan kekurangannya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana klasifikasi resin akrilik
2. Apa sifat dari resin akrilik
3. Apa komposisi dari resin akrilik
4. Bagaimana proses manipulasi resin akrilik
5. Bagaimana proses polimerisasi resin akrilik
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan resin akrilik
7. Bagaimana biokompabilitas dari resin akrilik
8. Apa saja aplikasi resin akrilik di kedokteran gigi
1.3 TUJUAN
1. Mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi resin akrilik
2. Mampu memahami dan menjelaskan sifat dari resin akrilik
3. Mampu memahami dan menjelaskan komposisi dari resin akrilik
4. Mampu memahami dan menjelaskan proses manipulasi resin akrilik
5. Mampu memahami dan menjelaskan proses polimerisasi resin akrilik
6. Mampu memahami dan menjelaskan kelebihan dan kekurangan resin
akrilik
7. Mampu memahami dan menjelaskan biokompabilitas dari resin akrilik
8. Mampu memahami dan menjelaskan aplikasi resin akrilik di kedokteran
gigi

1.4 MAPPING

RESIN AKRILIK
KLASIFIKASI
SIFAT

KOMPOSI

MANIPULASI DAN POLIMERISAS


BIOKOMPABILITAS

APLIKASI DI KEDOKTERAN GIG


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Resin adalah campuran asam-asam karboksilat, minyak essensial,


dan terpenting, yang terdapat sebagai eksudat pada berbagai pohon atau
tanaman semak atau yang diproduksi secara sintetis. Resin merupakan

benda padat amorf atau semi padat yang sangat mudah terbakar dan larut
dalam air, sedangkan beberapa jenis larut dalam etanol dan yang lainnya
larut dalam karbon tetraklorida, eter, dan minyak yang mudah menguap.
Sebagian besar lunak dan lengket, tetapi mengeras jika terpajan pada suhu
dingin. (Dorland : 2002)
2.1

Klasifikasi resin
Berdasarkan asalnya resin dapat dibedakan menjadi resin alami dan
sintetik. Resin alami merupakan bahan yang disekresikan oleh tumbuhan
dan serangga tertentu, misalnya rosin (Harty, 1987). Sedangkan resin
sintetik terdiri dari campuran bahan-bahan kimia dengan struktur kimia
yang mengacu pada resin alami.
Dari sifat termalnya, resin dibagi lagi menjadi resin termoplastik
dan termosetting. Resin termoplastik, seperti kompoun cetak dan akrilik,
melunak ketika di panaskan melebihi temperatur transisi kaca (Tg),
kemudian dapat dibentuk dan dengan pendinginan akan mengeras dalam
bentuk tersebut. namun, pada pemanasan ulang bahan dapat melunak
kembali dan dapat dibentuk kembali bila diperlukan. Setelah itu, resin
termosetting, merupakan resin yang menjadi keras secara permanen bila
dipanaskan melebihi temperatur kritis dan tidak melunak kembali pada
pemanasan ulang (Phillips, 1996).
Sesuai dengan skenario, resin akrilik merupakan resin sintetik
termoplastik. Resin akrilik sendiri memiliki beberapa klasifikasi
berdasarkan cara polimerisasinya:
1

Heat cured acrylic resin : resin akrilik yang menggunakan pemanasan


untuk polimerisasi.

Self cured acrylic resin : resin akrilik yang menggunakan akselerator


kimia untuk polimerisasi yaitu dimetil-para-toluidin.

Light cured resin : resin akrilik yang menggunakan sinar tampak


untuk polimerisasi.

2.2

Syarat resin dalam KG


Semua dental material harus memenuhi syarat-syarat fundamental
sebelum dapat digunakan secara klinis pada pasien, tidak terkecuali resin
akrilik. Berikut adalah syarat-syarat standar dental material:
1

Biologis : tidak memiliki rasa, tidak berbau, tidak toksik, dan tidak
mengiritasi jaringan rongga mulut, tidak boleh larut dalam saliva
atau cairan lain yang dimasukkan ke dalam mulut, dan tidak dapat
ditembus cairan mulut.

Fisik : memiliki kekuatan dan kepegasan serta tahan terhadap


tekanan gigit atau pengunyahan, tekanan benturan, serta keausan
berlebihan yang dapat terjadi di dalam rongga mulut. Resin akrilik
jugalah harus stabil dimensinya dibawah semua keadaan, termasuk
perubahan termal serta variasi-variasi dalam beban.

Estetik : menunjukkan transluensi atau transparansi yang cukup


sehingga cocok dengan penampilan jaringan mulut yang digantikan,
harus dapat diwarnai atau dipigmentasi, dan harus tidak berubah
warna atau penampilan setelah pembentukan.

Karakteristik penanganan : tidak boleh menghasilkan uap atu debu


toksik

selama

penanganan

dan

manipulasi,

mudah

diaduk,

dimasukkan, dibentuk, dan diproses, mudah dipoles, dan pada


keadaan patah yang tidak disengaja, resin harus dapat diperbaiki
dengan mudah dan efisien.
5

Ekonomis : biaya resin dan penanganannya haruslah rendah, dan


proses tersebut tidak memerlukan peralatan kompleks serta mahal
(Phillips, 1996)

2.3

Komposisi dan sifat resin akrilik


Resin akrilik pada dasarnya memiliki dua komposisi dasar yaitu
bubuk polimer dan cairan monomer.

Polimer
Secara umum polimer resin akrilik terdiri dari poli (metil metakrilat),
initiator (0.2-0.5% benzoil peroksida), pigmen (merkuri sulfat, cadmium
selenit, ferric oxide), plasticizer (dibutil ptalat), opacifiers (zinc atau
titanium oxide), bahan tambahan berupa serat sintetis organik (serat nilon
atau serat akrilik) dan anorganik (serat kaca, zirkonium silikat). Untuk
resin akrilik jenis self cured , ada bahan tambahan aktivator berupa amin
tersier,

sedangkan

pada

light

cured

terdapat

aktivator

berupa

camphoroquinone.

Monomer
Monomer resin akrilik terdiri dari metil metakrilat, stabilizer (0.003
0.1% metil ether hydroquinone untuk mencegah terjadinya proses
polimerisasi selama penyimpanan), plasticizer (dibutil pthalat), bahan
untuk memacu ikatan silang (cross-linking agent) yaitu etilen glikol
dimetakrilat (EGDMA). Cross-link agent ini berpengaruh pada sifat fisik
polimer dimana polimer yang memiliki ikatan silang bersifat lebih keras
dan tahan terhadap pelarut (Chanaka, 2010)

2.4

Manipulasi resin akrilik


Manipulasi adalah suatu bentuk tindakan atau proses rekayasa
terhadap sesuatu dengan menambah ataupun mengurangi variabel yang
berkaitan guna mencapai sifat fisik maupun mekanik yang dikehendaki.
Sebelum diaplikasikan pada pasien, resin akrilik harus diolah dan
dimanipulasi sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria pengaplikasian

klinis yang baik. Secara umum, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam memanipulasi resin akrilik, antara lain:
1

Perbandingan monomer dan polimer


Perbandingan yang umum digunakan adalah 3,5 : 1 satuan
volume atau 2,5 : 1 satuan berat. Bila monomer terlalu sedikit
maka tidak semua polimer sanggup dibasahi oleh monomer
akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan
bergranul. Sebaliknya, monomer juga tidak boleh terlalu banyak
karena dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada adonan
resin akrilik.

Pencampuran
Polimer dan monomer dengan perbandingan yang benar
dicampurkan dalam tempat yang tertutup lalu dibiarkan beberapa
menit sampai mencapai fase dough.( SK Khindria ,2009) . Pada
saat pencampuran ada empat tahapan yang terjadi, yaitu:
1

Sandy

stage

adalah

terbentuknya

campuran

yang

menyerupai pasir basah.


2

Sticky stage adalah saat bahan akan merekat ketika bubuk


mulai larut dalam cairan dan berserat ketika ditarik.

Dough stage adalah saat konsistensi adonan mudah


diangkat dan tidak melekat lagi, dimana tahap ini
merupakan waktu yang tepat untuk memasukkan adonan ke
dalam mould dan kebanyakan dicapai dalam waktu 10
menit.

Rubber hard stage adalah tahap seperti karet dan tidak


dapat dibentuk dengan kompresi konvensional.

Pengisian
Tahap ini disebut juga dengan packing, yaitu tahap penuangan
resin kedalam mould. Pada proses manipulasi yang perlu
diperhatikan pada tahap pengisian ini adalah ketepatan bahan
mengisi rongga mould. dengan pengisian pada rongga mould
secara bertahap. Pada tahap selanjutnya setelah dilakukan
pengisian pada rongga mould adalah dilakukannya press dengan
pada kuvet. Kekuatan press yang diberikan pada kuvet sebesar
1000 psi selama 5 menit kemudian sebesar 2200 psi selamat 5
menit juga. Selama proses press ini biasanya ditemukan flash,
yaitu adanya kelebihan bahan. Flash ini harus dibersihkan dan
dipisahakan dengan bagian resin yang mengisi mould. Setelah
dilakukan ini tahap berikutnya adalah dilakukannya curing.

Curring.
Proses curring adalah proses terjadinya pengerasan, dimana
setiap jenis resin akrilik memiliki spesialisasi tersendiri.

Heat cured acrylic resin : yaitu terjadinya curring yang


diaktivasi oleh adanya panas.

Self cured acrylic resin : curring cukup dapat dilakukan


pada suhu ruang karena adanya aktivator amin tersier.

Light cured resin : proses curring dicapai dengan


dipaparkannya cahaya tampak.

2.5

Aplikasi resin akrilik dalam KG


Resin akrilik merupakan salah satu bahan kedokteran gigi yang telah

banyak aplikasikan untuk pembuatan anasir dan basis gigi tiruan, pelat ortodonsi,
sendok cetak khusus, serta restorasi mahkota dan jembatan dengan hasil
9

memuaskan, baik dalam hal estetik maupun dalam hal fungsinya. Selain itu resin
digunakan untuk reline dan perbaikan prostesa, gigi palsu parsial. Resin juga telah
digunakan untuk retainer ortodontik dan perangkat removable gigi , pelindung
mulut dari bruxism, mahkota gigi. (philis, 2003)
Resin akrilik digunakan sebagai bahan restorasi karena memilki kelebihan
yaitu daya alir tinggi, aplikasi mudah setting dengan light-cured selama 10 menit,
dan menghasilkan permukaan yang sangat halus dan mengkilat. Digunakam
sebagai sendok cetak karena dibuat untuk menyesuaikan lengkung tertentu
sehingga sering disebut sendok cetak individual. Sebagai alat ortodonsi lepasan
karena dipakai sebagai plat dasar alat ortodontik lepasan yang berupa lempengan
plat akrilik berbentuk melengkung mengikuti permukaan palatum atau permukaan
lingual lengkung mandibula. Jenis resin yang dipakai adalah heat curing dan cold
curing. Bahan dari cold curing memiliki berat molekul lebih rendah sehingga
pengkerutannya lebih sedikit namun memiliki porositas lebih banyak sehingga
kekuatannya lebih rendah.Sebagai reparasi yaitu bahan yang biasa digunakan
adalah jenis self-cured dan heat-cured. Bias juga digunakan sebagai relining,
Relining adalah mengganti permukaan protesa yang menghadap jaringan. Bahan
yang biasa digunakan adalah self-cured. Namun juga digunakan resin yang
diaktivasi dengan energy panas, sinar, atau gelombang mikro yang nantinya akan
menghasilkan panas yang cukup besar dan distorsi basis protesa cenderung
terjadi. Tahap awal dari relining itu membersihkan permukaan yang menghadap
jaringan untuk meningkatkan perlekatan antara resin yang ada dengan bahan
relining. Lalu resin yang tepat dimasukkan dan dibentuk dengan teknik molding
tekanan.Dan yang terakhir digunakan untuk rebasing, rebasing adalah mengganti
keseluruhan basis protesa. Bahan yang biasa digunakan adalah sel-cured. Caranya
adalah bahan self-cured dicampur sampai konsistensi encer lalu dimasukkan ke
daerah yang kan direparasi. Polimerisasi yang timbul akan lebih sedikit apabila
polimerisasi dilakukan di bawah tekanan hydrolic hingga sebesar 250 kN/m pada
suhu 40-50oC. (Philips,2003)

10

BAB III
PEMBAHASAN

3.1

Klasifikasi Resin Akrilik


Berdasarkan asalnya resin dapat dibedakan menjadi resin alami dan
sintetik. Resin alami merupakan bahan yang disekresikan oleh tumbuhan
dan serangga tertentu, misalnya rosin (Harty, 1987). Sedangkan resin

11

sintetik terdiri dari campuran bahan-bahan kimia dengan struktur kimia


yang mengacu pada resin alami.
Dari sifat termalnya, resin dibagi lagi menjadi resin termoplastik
dan termosetting. Resin termoplastik, seperti kompoun cetak dan akrilik,
melunak ketika di panaskan melebihi temperatur transisi kaca (Tg),
kemudian dapat dibentuk dan dengan pendinginan akan mengeras dalam
bentuk tersebut. namun, pada pemanasan ulang bahan dapat melunak
kembali dan dapat dibentuk kembali bila diperlukan. Setelah itu, resin
termosetting, merupakan resin yang menjadi keras secara permanen bila
dipanaskan melebihi temperatur kritis dan tidak melunak kembali pada
pemanasan ulang (Phillips, 1996).
Sesuai dengan skenario, resin akrilik merupakan resin sintetik
termoplastik. Resin akrilik sendiri memiliki beberapa klasifikasi
berdasarkan cara polimerisasinya:
a. Heat cured acrylic resin : resin akrilik yang menggunakan
pemanasan untuk polimerisasi.
b. Self cured acrylic resin : resin akrilik yang menggunakan
akselerator kimia untuk polimerisasi yaitu dimetil-paratoluidin.
c. Light cured resin : resin akrilik yang menggunakan sinar
tampak untuk polimerisasi.

3.2

Sifat Resin Akrilik


Sifat bahan basis gigi tiruan terbagi atas sifat mekanis, sifat kemis
dan biologis, serta sifat fisis.

12

3.2.1

Sifat Mekanis
Sifat mekanis adalah respons yang terukur, baik elastis maupun
plastis, dari bahan bila terkena gaya atau distribusi tekanan. Sifat mekanis
bahan basis gigi tiruan terdiri atas kekuatan tensil, kekuatan impak,
fatique, crazing dan kekerasan.
a. Kekuatan Tensil
Kekuatan tensil resin akrilik polimerisasi panas adalah 55 MPa.
Kekuatan tensil resin akrilik yang rendah ini merupakan salah satu
kekurangan utama resin akrilik.
b. Kekuatan Impak
Kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas adalah 1 cm
kg/cm. Resin akrilik memiliki kekuatan impak yang relatif rendah dan
apabila gigi tiruan akrilik jatuh ke atas permukaan yang keras
kemungkinan besar akan terjadi fraktur.
c. Fatique
Resin akrilik memiliki ketahanan yang relatif buruk terhadap
fraktur akibat fatique. Fatique merupakan akibat dari pemakaian gigi
tiruan yang tidak didesain dengan baik sehingga basis gigi tiruan
melengkung setiap menerima tekanan pengunyahan. Kekuatan fatique
basis resin akrilik polimerisasi panas adalah 1,5 juta lengkungan sebelum
patah dengan beban 2500 lb/in2 pada stress maksimum 17 MPa.

d. Crazing
Crazing kadang-kadang muncul berupa kumpulan retakan pada
permukaan gigi tiruan resin akrilik yang dapat melemahkan basis gigi
tiruan. Retakan-retakan ini dapat timbul akibat salah satu dari tiga

13

mekanisme berikut. Pertama, apabila pasien memiliki kebiasaan sering


mengeluarkan

gigi

tiruannya

dan

membiarkannya

kering,

siklus

penyerapan air yang konstan diikuti pengeringan sehingga dapat


menimbulkan stress tensil pada permukaan dan mengakibatkan terjadinya
crazing. Kedua, penggunaan anasir gigi tiruan porselen juga dapat
menyebabkan crazing pada basis di daerah sekitar leher anasir gigi tiruan
yang diakibatkan perbedaan koefisien ekspansi termal antara porselen dan
resin akrilik. Ketiga, crazing dapat terjadi selama perbaikan gigi tiruan
ketika monomer metil metakrilat berkontak dengan resin akrilik yang telah
mengeras dari potongan yang sedang diperbaiki. Tingkat crazing ini dapat
dikurangi oleh cross-linking agent yang berfungsi mengikat rantai-rantai
polimer.
e. Kekerasan
Nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas adalah 20 VHN
atau 15 kg/mm2. Nilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin
akrilik relatif lunak dibandingkan dengan logam dan mengakibatkan basis
resin akrilik cenderung menipis. Penipisan tersebut disebabkan makanan
yang abrasif dan terutama pasta gigi pembersih yang abrasif, namun
penipisan basis resin akrilik ini bukan suatu masalah besar. Kekurangan
utama dari resin akrilik adalah mudah frakturnya gigi tiruan, hal ini
berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanis resin akrilik polimerisasi
panas, yaitu kekuatan tensil, lentur, fatique dan impak yang rendah serta
sifat notch sensitivity yang tinggi.

3.2.2

Sifat Kemis dan Biologis


Sifat kemis adalah sifat suatu bahan yang dapat mengubah sifat
dasar bahan tersebut, seperti penyerapan air dan stabilitas warna. Sifat

14

biologis adalah sifat suatu bahan dalam interaksinya dengan makhluk


hidup, seperti pembentukan koloni bakteri dan biokompatibilitas.
a. Penyerapan Air
Resin akrilik menyerap air secara perlahan, biasanya melalui
difusi, dan mencapai titik keseimbangan sekitar 2 % setelah periode
beberapa hari atau minggu tergantung pada ketebalan gigi tiruan.
Penyerapan air selalu terjadi pada resin akrilik dengan tingkat yang lebih
besar pada bahan yang lebih kasar. Penyerapan air menyebabkan
perubahan dimensi, meskipun tidak signifikan. Penelitian Cheng Yi-Yung
(1994) menemukan bahwa penambahan berbagai serat pada resin akrilik
menunjukkan perubahan dimensi yang lebih kecil selama perendaman
dalam air.
b. Pembentukan Koloni Bakteri
Kemampuan

organisme

tertentu

untuk

berkembang

pada

permukaan gigi tiruan resin akrilik berkaitan dengan penyerapan air,


energi bebas permukaan, kekerasan permukaan, dan kekasaran permukaan.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa resin akrilik polimerisasi panas
memiliki penyerapan air yang rendah, permukaan yang halus, kekerasan
permukaan yang lebih tinggi dibandingkan nilon dan sudut kontak
permukaan dengan air yang cukup besar sehingga apabila diproses dengan
baik dan sering dibersihkan maka perlekatan bakteri tidak akan mudah
terjadi. Pembersihan dan perendaman gigi tiruan dalam pembersih kemis
secara teratur umumnya sudah cukup untuk mengurangi masalah
perlekatan bakteri.
c. Stabilitas Warna

15

Yu-lin Lai dkk. (2003) mempelajari stabilitas warna dan ketahanan


terhadap stain dari nilon, silikon serta dua jenis resin akrilik dan
menemukan bahwa resin akrilik menunjukkan nilai diskolorasi yang
paling rendah setelah direndam dalam larutan kopi. Beberapa penulis juga
menyatakan bahwa resin akrilik polimerisasi panas memiliki stabilitas
warna yang baik.
d. Biokompatibilitas
Secara
biokompatibel.

umum,

resin

Walaupun

akrilik

demikian,

polimerisasi
beberapa

panas

pasien

sangat
mungkin

menunjukkan reaksi alergi yang disebabkan monomer sisa metil metakrilat


atau benzoic acid pada basis gigi tiruan. Pasien yang tidak alergi juga
dapat mengalami iritasi apabila terdapat jumlah monomer yang tinggi pada
basis gigi tiruan yang tidak dikuring dengan baik. Batas maksimal
konsentrasi monomer sisa untuk resin akrilik polimerisasi panas menurut
standar ISO adalah 2,2 %.
3.2.3

Sifat Fisis
Sifat fisis adalah sifat suatu bahan yang diukur tanpa diberikan
tekanan atau gaya dan tidak mengubah sifat kimia dari bahan tersebut.
Sifat fisis terdiri atas massa jenis, ekspansi termal, porositas dan kekasaran
permukaan.

a. Massa Jenis
Resin akrilik memiliki massa jenis yang relatif rendah yaitu sekitar
1,2 g/cm3. Hal ini disebabkan resin akrilik terdiri dari kumpulan atomatom ringan, seperti karbon, oksigen dan hidrogen.

16

b. Ekspansi Termal
Koefisien ekspansi termal resin akrilik polimerisasi panas adalah
sekitar 80 ppm/oC. Nilai ini merupakan angka yang cukup tinggi dari
kelompok resin. Umumnya hal ini tidak menimbulkan masalah, namun
terdapat kemungkinan bahwa anasir gigi tiruan porselen yang tersusun
pada basis gigi tiruan dapat menjad i longgar dan lepas akibat perbedaan
ekspansi dan kontraksi.
c. Porositas
Adanya gelembung atau porositas di permukaan dan di bawah
permukaan dapat mempengaruhi sifat fisis, estetik dan kebersihan basis
gigi tiruan. (Gambar) Porositas cenderung terjadi pada bagian basis gigi
tiruan yang lebih tebal. Porositas dapat diakibatkan penguapan monomer
yang tidak bereaksi dan berat molekul polimer yang rendah, disertai
temperatur resin akrilik selama kuring mencapai atau melebihi titik didih
bahan tersebut.

abcd
Gambar 4 : Porositas di permukaan dan di dalam basis gigi tiruan
a : porositas di permukaan basis gigi tiruan
b : porositas di permukaan basis gigi tiruan dilihat dengan mikroskop elektron
c : porositas di dalam basis gigi tiruan
d : porositas di dalam basis gigi tiruan dilihat dengan mikroskop elektron

17

Porositas juga dapat berasal dari pengadukan komponen bubuk dan


cairan yang tidak tepat. Timbulnya porositas dapat diminimalkan dengan
adonan resin akrilik yang homogen, penggunaan perbandingan polimer
dan monomer yang tepat, prosedur pengadukan yang terkontrol dengan
baik, serta waktu pengisian bahan ke dalam mould yang tepat.
d. Kekasaran Permukaan
Beberapa peneliti menyatakan bahwa resin akrilik polimerisasi
panas memiliki permukaan yang halus dan mampu mempertahankan
pemolesan yang baik selama jangka waktu pemakaian yang panjang.
Kekasaran permukaan dari bahan kedokteran gigi yang dipertimbangkan
ideal oleh Quirynen dkk. dan Bollen dkk. adalah mendekati 0,2 m atau
kurang. Untuk resin akrilik, sedikit perbedaan dari 0,2 m dapat diabaikan.
Hal ini disebabkan resin akrilik mengandung monomer sisa yang memiliki
efek sitotoksik terhadap sejumlah bakteri sehingga dapat mengurangi
perlekatan bakteri pada permukaan resin akrilik. Pemolesan gigi tiruan
akrilik dapat dilakukan dengan pemolesan mekanis, atau dengan
pemolesan kemis merendam akrilik dalam larutan pemolesan kemis yang
telah dipanaskan. Pemolesan kemis memiliki keuntungan yaitu waktu
yang dibutuhkan lebih singkat. Selain pemolesan mekanis dan kemis, juga
dapat digunakan sealant yang diaktivasi dengan sinar ultraviolet untuk
pemolesan. Sofou dkk. (2001) menyatakan bahwa kekasaran permukaan
yang dihasilkan dengan bahan ini sama dengan yang dihasilkan oleh
pemolesan mekanis. Cara ini juga cukup hemat waktu seperti pemolesan
kemis dan Valittu (1996) menemukan bahwa sealant ini menurunkan
tingkat monomer sisa. Pfeiffer dan Rosenbauer (2004) serta Valittu (1996)
menyatakan bahwa resin akrilik yang dipoles dengan baik menunjukkan

18

penurunan pelepasan monomer yang signifikan dibandingkan dengan yang


tidak dipoles.
3.3

Komposisi Resin Akrilik


Resin akrilik Heat Cured terdiri dari:
1. Polimer:
a. Poli(metil metakrilat)
b. Initiator: berupa 0.2 - 0.5% benzoil peroksida
c. Pigmen: merkuri sulfit, cadmium sulfit, cadmium selenit, ferric
oxide.
d. Plasticizer: dibutil pthalat
e. Opacifiers: zinc atau titanium oxide
f. Serat sintetis/organik : serat nilon atau serat akrilik
g. Partikel inorganik, seperti serat kaca, zirkonium silikat.
2. Monomer:
a. Metil metakrilat
b. Stabilizer: terdapat sekitar 0.003 0.1% metil ether hydroquinone
untuk mencegah terjadinya proses polimerisasi selama penyimpanan.
c. Plasticizer: dibutil pthalat
d. Bahan untuk memacu ikatan silang (cross-linking agent) seperti
etilen glikol dimetakrilat (EGDMA). Bahan ini berpengaruh pada
sifat fisik polimer dimana polimer yang memiliki ikatan silang
bersifat lebih keras dan tahan terhadap pelarut.
Resin akrilik Self Cured terdiri dari:
1. Polimer:
a. Poli(metil metakrilat)
b. Initiator: Organic Peroxide
c. Pigmen: Agen Titanium Dioksida dan Pigmen Inorganik

19

2. Monomer:
a. Metil metakrilat
b. Stabilizer: hydroquinone untuk mencegah terjadinya proses
polimerisasi spontan.
c. agen cross linked: dimethacrylate
d. organic amine accelerator dan dyed synthetic fibers ( untuk estetik).
3.4

Manipulasi Resin Akrilik


Manipulasi Heat Cured Acrylic Perbandingan monomer dan
polymer akan menentukan sturktur resin. Perbandingan monomer dan
polymer, biasanya 3 sampai 3,5/1 satuan volume atau 2,5/1 satuan berat.
Bila ratio terlalu tinggi, tidak semua polymer sanggup dibasahi oleh
monomer akibatnya acrylic yang digodok akan bergranula. Selain itu juga
tidak boleh terlalu rendah karena sewaktu polmerisasi monomer murni
terjadi pngerutan sekitar 21% satuan volume. Pada adonan acrylic yang
berasal dari perbandingan monomer dan polymer yang benar, kontraksi
sekitar 7%. Bila terlalu banyak monomer, maka kontraksi yang terjadi
akan lebih besar.Pencampuran polymer dan monomer harus dilakukan
dalam tempat yang terbuat dari keramik atau gelas yang tidak tembus
cahaya (mixing jar). Hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi
polymerisasi awal.
Bila polymer dan monomer dicampur, akan terjadi reaksi dengan
tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap 1 : Adonan seperti pasir basah (sandy stage).
Tahap 2 : Adonan seperti Lumpur basah (mushy stage).
Tahap 3 : Adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lekat,
apabiladitarik akan membentuk serat (stringy stage). Butirbutir polimermulai larut, monomer bebas meresap ke dalam
polimer.
Tahap 4 : Adonan bersifat plastis (dough stage). Pada tahap ini sifat
lekathilang dan adonan mudah dibentuk sesuai dengan yang
kitainginkan.

20

Tahap 5 : Kenyal seperti karet (rubbery stage). Pada tahap ini lebih
banyakmonomer

yang

menguap,

terutama

pada

permukaannya sehinggaterjadi permukaan yang kasar.


Tahap 6 : Kaku dan keras (rigid stage). Pada tahap ini adonan telah
menjadikeras dan getas pada permukaannya, sedang keadaan
bagian dalamadukan masih kenyal.Waktu dough (waktu sampai
tercapainyakonsistensi liat) tergantung pada:
1. Ukuran partikel polymer; partikel yang lebih kecil akan lebih
cepat dan lebih cepat mencapai dough.
2. Berat molekul polymer; lebih kecil berat molekul lebih cepat
terbentuk konsistensi liat.
3. Adanya Plasticizer yang bisa mempercepat terjadinya dough.
4. Suhu; pembentukan dough dapat diperlambat dengan
menyimpan adonan dalam tempat yang dingin.
5. Perbandingan monomer dan polymer; bila ratio tinggi maka
waktu dough lebih singkat.
Pengisian Ruang Cetak (Mould Space) dengan Acrylic
Ruang cetak adalah rongga/ruangan yang telah disiapkan untuk
diisi dengan acrylic. Ruang tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam
dalam kuvet (pelat logam yang biasanya terbuat dari logam). Sebelum
rongga tersebut diisi dengan acrylic, lebih dulu diulasi dengan bahan
separator/pemisah, yang umumnya menggunakan could mould seal
(CMS). Ruang cetak diisi dengan akrilik pada waktu adonan mencapai
tahap plastis (dough stage). Pemberian separator tersebut dimaksudkan
untuk:
a. Mencegah merembesnya monomer ke bahan cetakan (gips) dan
ber-polimerisasi di dalam gips sehingga menghasilkan permukaan
yang kasar dan merekat dengan bahan cetakan/gips.
b. Mencegah air dari bahan cetakan masuk ke dalam resin acrylic.
Sewaktu

melakukan

pengisian

ke

dalam

cetakan

pelu

diperhatikan :
- Cetakan terisi penuh.
- Sewaktu dipress terdapat tekanan yang cukup pada cetakan, ini
dapat dicapaidengan cara mengisikan dough sedikit lebih banyak

21

ke dalam cetakan. Selamapolimerisasi terjadi kontraksi yang


mengakibatkan berkurangnya tekanan didalam cetakan. Pengisian
yang kurang dapat menyebabkan terjadi shrinkageporosity.Ruang
cetak diisi dengan acrylic pada tahap adonan mencapai tahapplastis
(dough). Agar merat dan padat, maka dipelukan pengepresan
denganmenggunakan alat hydraulic bench press. Sebaiknya
pengepresan dilakukandilakukan berulang-ulang agar rongga cetak
terisi penuh dan padat.
Cara pengepresan yang benar adalah:
1. Adonan yang telah mencapai tahap dough dimasukkkan ke dalam
ronggacetak, kemudian kedua bagian kuvet ditutup dan diselipi kertas
selofan.
Pengepresan awal dilakkukan sebesar 900psi, kelebihan acrylic
dipotongdengan pisau model. Kedua bagian kuvet dikembalikan,
2.

diselipi kertasselofan.
Pengepresan dilakukan

lagi

seperti

di

atas,

tetapi

tekanan

ditingkatkanmenjadi 1200 psi. Kelebihan acrylic dipotong dengan pisau


model. Keduabagian kuvet dikembalikan tanpa diselipi kertas selofan.
3. Pengepresan terakhir dilakukan dengan tekanan 1500 psi, kemudian
kuvetdiambil dan dipindahkan pada begel.Pemasakan (Curing)
Untuk menyempurnakan dan mempercepat polimerisasi, maka
setelah pengisian (packing) dan pengepresan perlu dilakukan pemasakan
(curing)di dalam oven atau boiling water (air panas). Di dalam pemasakan
harusdiperhati-kan, lamanya dan kecepatan peningkatan suhu/temperature.
Metode pemasakan dapat dilakukan dengan cara cepat atau lambat.
Ada tiga metodepemasakan resin acrylic, yaitu:
1. Kuvet dan Begel dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian diisi air
setinggi 5cm diatas permukaan kuvet. Selanjutnya dimasak diatas nyala
api hinggamencapai temperature 700C (dipertahankan selama 10
menit).

Kemudiantemperaturnya

ditingkatkan

hingga

1000C

(dipertahankan selama 20 menit).Selanjutnya api dimatikan dan


dibiarkan mendingin sampai temperature ruang.
2. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian
kuvet danbeugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali
22

(dipertahankanselama 20 menit), api dimatikan dan dibiarkan


mendingin sampai temperatureruang.
3.Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian
kuvet danbeugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali.
Setelah mendidihapi segera dimatikan dan dibiarkan selama 45 menit.
Kuvet dan begel yang terletak dalam water bath harus dibiarkan dingin
secaraperlahan-lahan. Selama pendinginan terdapat perbedaan kontraksi
antara gipsdan acrylic yang menyebabkan timbulnya stress di dalam
polimer. Pendinginansecara perlahan-lahan akan akan memberi
kesempatan terlepasnya stress olehkarena perubahan plastis. Selama
pengisian mould space, pengepresan danpemasakan perlu dikontrol
perbandingan antara monomer dan polimer. Karenamonomer mudah
menguap, maka berkurangnya jumlah monomer dapatmenyebabkan
kurang sempurnanya polimerisasi dan terjadi porositas padapermukaan
acrylic.

23

Hal-hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah monomer adalah:


1. Perbandingan monomer dan polimer yang tidak tepat.
2. Penguapan monomer selama proses pengisisan rongga cetak.
3. Pemasakan yang terlalu panas, melebihi titik mdidih monomer
(100,30C).
Secara normal setelah pemasakan terdapat sisa monomer 0,2-0,5%.
Pemasakan pada temperature yang terlalu rendah dan dalam waktu
singkatakan menghasilkan sisa monomer yang lebih besar. Ini harus
dicegah,karena:
a. Monomer bebas dapat lepas dari gigi tiruan dan mengiritasi
jaringan mulut.
b. Sisa monomer akan bertindak sebagai plasticizer dan membuat
resin menjadi lunak dan lebih flexible.
Porositas dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan
padakekuatan dan sifat-sfat optic acrylic. Porositas yang terjadi dapat
berupa shrinkageporosity (tampak geleembung yang tidak beraturan pada
permukaan acrylic) dangaseous porosity (berupa gelembung uniform,
kecil, halus dan biasanya terjadi padabagian acrylic yang tebal dan jauh
dari sumber panas).
Permasalahan yang sering timbul pada acrylic yang telah mengeras
adalahterjadinya crazing (retak) pada permukaannya. Hal ini disebabkan
adanya tensilestress ysng menyebabkan terpisahnya moleku-molekul
primer. Retak juga dapatterjadi oleh karena pengaruh monomer yang
berkontak pada permukaan resin acrylic,terutama pada proses reparasi.

24

Keretakan seperti ini dapat terjadi oleh karena :


1. Stress mekanis oleh karena berulang-ulang dilakukan pengerigan dan
pembasahandenture yang menyebabkan kontraksi dan ekspansi secara
berganti-ganti. Denganmenggunakan bahan pengganti tin-foil untuk
lapisan cetakan maka air dapatmasuk ke dalam acrylic sewaktu
pemasakan; selanjutnya apabila air ini hilangdari acrylic maka dapat
menyebabkan keretakan.
2. Stress yang timbul karena adanya perbedaan koefisien ekspansi termis
antaradenture porselen atau bahan lain seperti klamer dengan landasan
dentureacrylic;retak-retak dapat terjadi di sekeliling bahan tersebut.
3. Kerja bahan pelarut; missal pada denture yang sedang direparasi,
sejumlahmonomer berkontak dengan resin dan dapat menyebabkan
keretakan.
Denture dapat mengalami fraktur atau patah karena:
1. Impact; missal jatuh pada permukaan yang keras.
2. Fatigue; karena denture mengalami bending secara berulang-ulang
selama pemakaian.( E. Combe 1992)
SELF CURED ACRYLIC
Komposisi serupa dengan bahan heat cured acrylic, kecuali bahwa
cairannya mengandung bahan activator seperti dimethyl-p-toluidine.
Perbandingan bahan akrilik heat cured dengan bahan akrilik self cured
sebagai berikut :
a. Berbeda dalam metode aktivasinya.
b. Komposisinya sama tapi pada bahan self cured cairannya mengandung
bahan activator seperti dimethyl paratoluidin.
c. Porositas bahan self cured lebih daripada bahan heat cured, meskipun
tidak mudah dilihat pada resin yang diberi pigmen. Hal ini disebabkan
oleh karena terlarutnya udara dalam monomer yang tidak larut dalam
polimer pada suhu kamar.
d. Secara umum bahan self cured mempunyai berat molekul yang lebih
rendah dan mengandung lebih banyak sisa monomer, yaitu sekitar 2-5%.
e. Bahan self cured tidak sekuat heat cured; transverse strength bahan ini
kirakira 80% dari bahan heat cured. Ini mungkin berkaitan dengan berat
molekulnya yang lebih rendah.

25

f. Mengenai sifat-sifat rheologinya; bahan heat cured lebih baik dari self
curedkarena bahan self cured menunjukkan distorsi yang lebih besar
dalampemakaian. Pada pengukuran creep bahan poly (polymethyl
methacrylate),polimer heat cured mempunyai deformasi awal yang lebih
kecil, juga lebihsedikit creep, dan lebih cepat kembali dibandingkan
dengan bahan self cured.
g. Stabilitas warna bahan self cured jelek, bila dipakai activator amina
tertier dapat terjadi penguningan setelah beberapa lama. (E. Combe 1992)

26

3.5

Polimerisasi Resin Akrilik


Menurut Combe (1992), dua tipe reaksi kimia yang terjadi sewaktu
proses polimerisasi yang mempunyai hubungan dengan kepentingan
kedokteran gigi ialah reaksi kondensasi dan adisi.
a. Reaksi kondensasi
Reaksi yang terjadi antara dua molekul dengan pemisahan sebuah
molekul yang lebih kecil (sering tapi tidak selamanya berupa air).
b. Reaksi adisi
Suatu reaksi adisi terjadi antara dua molekul (baik serupa maupun
berbeda) membentuk molekul yang lebih kecil, misalnya air. Sedangkan
proses polimerisasi reaksi adisi melalui empat tahap sebagai berikut:
1) Aktivasi
Penguraian peroksida melalui pemanasan atau pemberian bahanm
kimia, misalnya dimetil-p-toluidin atau mercaptan, maupun dengan
penyinaran atau sinar ultraviolet,
2) Inisiasi
Polimerisasi

membutuhkan

adanya

radikal

bebas,

yaitu

spesieskimia yang sangat mudah bereaksi karena memiliki elektron ganjil


(tidak mempunyai pasangan). Radikal bebas tersebut dibentuk misalnya
dalam penguraian peroksida. Jadi pada kondisi tertentu suatu molekul
benzoil peroksida dapat terurai menjadi dua radikal bebas,
3) Propagasi

27

Radikal bebas dapat bereaksi dengan monomer yang pada


gilirannya dapat bereaksi dengan molekul monomer lain sehingga
mendorong terbentuknya reaksi polimer
4) Terminasi
Terminasi terjadi bila dua radikal bebas bereaksi membentuk suatu
molekul stabil.

3.6

Biokompatibilitas Resin Akrilik


Polimetil metakrilat yang merupakan material dasar dari resin
akrilik di bidang kedokteran gigi digunakan sebagai material pembuatan
basis gigi tiruan lepasan semenjak mulai diperkenalkan pada tahun 1937.
1

Material ini mempunyai beberapa keunggulan antara lain estetik


yang baik, kekuatan tinggi, menyerap air rendah, daya larut rendah,
mudah dilakukan reparasi, proses manipulasi mudah karena tidak
memerlukan peralatan rumit.
Oleh karena itu resin akrilik masih menjadi pilihan utama dokter
gigi sebagai pembuatan basis gigi tiruan lepasan, meskipun saat ini
telah banyak digunakan material logam campur sebagai basis gigi
tiruan lepasan. Perkembangan material untuk pembuatan basis gigi
tiruan telah dirasakan pada saat ini dengan dipasarkan resin akrilik
jenis rapid heat cured. Pabrik pembuat material tersebut
menyebutkan bahwa resin akrilik ini mempunyai fitting yang baik,
komfortabel, free bubble, kuat, cadmium- free. Keunggulan jenis
resin akrilik ini tidak memerlukan waktu yang lama untuk proses
polimerisasi. Menggunakan perbandingan antara bubuk dan cairan
resin akrilik yang tepat berdasarkan petunjuk pabrik dan jenis resin
akrilik ini hanya memerlukan waktu selama 20 menit untuk proses
polimerisasi. Hal ini berbeda dengan resin akrilik Apabila proses
polimerisasi dari resin akrilik berjalan singkat, akan menyebabkan
kandungan monomer yang belum bereaksi menjadi polimer masih
tetap tinggi.
Hal ini telah terbukti bahwa resin akrilik jenis rapid heat cured bila
proses polimerisasi selama 20 menit, kandungan monomer sisa
yang terdeteksi dengan kromatografi gas sebesar 1,9%. Kandungan

28

3.7

monomer sisa tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan resin


akrilik yang diproses dengan polimerisasi waktu yang lama.
4 Kandungan monomer sisa dalam resin akrilik yang tinggi perlu
mendapatkan perhatian. Bila material tersebut digunakan di dalam
rongga mulut dapat mengakibatkan terjadi iritasi pada mukosa
rongga mulut yang manifestasinya berupa kemerahan, rasa sakit
dan pembengkakan.
5 Peneliti lain juga melaporkan terjadi iritasi mukosa yang
disebabkan pelepasan monomer sisa dari resin akrilik yang telah
mengeras. yang sebelumnya, memerlukan waktu sekitar 120 menit
untuk proses polimerisasi.
Menambah waktu dan suhu polimerisasi
Apabila suhu dinaikkan maka kecepatan reaksi polimerisasi akan lebih
cepat, monomer akan lebih cepat terserap dan monomer sisa yang
tertinggal akan lebih cepat menguap.
Apabila waktu ditambah diharapkan akan menyempurnakan polimerisasi
karena reaksi rantai berlangsung selama ada energi.
Berdasarkan penelitian, resin akrilik self cured yang diproses pada suhu
polimerisasi 30oC menjadi 60oC dapat mengurangi monomer sisa dari
4.6% menjadi 3.3%. Untuk resin akrilik heat cured, suhu polimerisasi 70oC
menjadi 100oC dapat mengurangi monomer sisa. Hasil terendah yang
diperoleh adalah 0.07%.
Perendaman
Pada proses ini, monomer sisa akan terus larut (leaching) karena massa
monomer sisa dalam resin akrilik lebih kecil dari massa disekitarnya.
Massa monomer sisa berusaha keluar dari resin akrilik dan diganti oleh
molekul air.
Pemberian tekanan saat polimerisasi
Diharapkan hasil polimerisasi lebih padat. Monomer sisa akan terdesak
keluar. Kerugian dari cara ini adalah jika diberikan tekanan yang terlalu
kuat maka dapat merusak proses polimerisasi dan sifat fisik resin dapat
terpengaruh.

Aplikasi Resin Akrilik di Bidang Kedokteran Gigi

29

3.8.1

Pembuatan Basis Gigi Tiruan


Resin akrilik digunakan sebagi retensi dan stabilitas pada gigi
tiruan. Elemen gigi yang menempel menyalurkan kekuatan terhadap
oklusal dari gigi ke mukosa. Polimetil Metakrilat mengganti bahan basis
gigi tiruan karena estetik, warna dan tekstur mirip gingiva, daya serap air
rendah dan perubahan dimensi kecil.

3.8.2

Bahan Restorasi
Resin akrilik digunakan sebagai bahan restorasi karena daya alir
tinggi, aplikasi mudah setting dengan light curing selama 10 menit, halus
dan mengkilap.

3.8.3

Penambah Dust Dam pada Full Denture


Pada gigi palsu dibuat pagaran 2 mm agar dam (jarak antara gigi
palsu) tidak terkontaminasi saliva yang dapat menyebabkan terlepasnya
gigi tiruan.

3.8.4

Sebagai Individual Tray / Sendok Cetak Perorangan


Resin akrilik (self cured) digunakan untuk menyesuaikan lengkung
rahang. Akhir-akhir ini sedang dikembangan melalui resin urethane
dimetakrilat yang diaktifkan sinar karena sendok cetak yang dihasilkan
halus, stabil namun mudah rapuh.

3.8.5

Sebagai Alat Ortodonti Lepasan


Lempeng plat akrilik berbentuk melengkung mengikuti permukaan
palatum/lingual. Resin akrilik heat cured dan cold cured dapat digunakan
untuk pengaplikasian ini.

3.8.6

Relining
Relining adalah mengganti permukaan protesa yang menghadap
jaringan. Tahapannya diawali dengan membersihkan permukaan yang
menghadap jaringan sebagai tempat perlekatan, lalu resin dibentuk dengan
teknik molding tekan. Resin akrilik heat cured dapat digunakan untuk
pengaplikasian ini.

3.8.7

Rebasing
Rebasing adalah mengganti keseluruhan basis protesa yang
dicampur hingga menjadi encer lalu dimasukkan ke daerah yang
direparasi. Resin akrilik self cured dapat digunakan untuk pengaplikasian
ini.

3.8.8

Die Lepasan

30

3.8.9

Pelindung Mulut untuk atlet

3.8.10 Restorasi Crown & Bridge

BAB IV
PENUTUP

31

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari tutorial ini adalah :
1. Resin merupakan campuran asam-asam karboksilat, minyak essensial, dan
terpenting, yang terdapat sebagai eksudat pada berbagai pohon atau
tanaman semak atau yang diproduksi secara sintetis. Resin.akrilik adalah
rantai polimer yang terdiri dari unit metil metakrilat. Resin akrilik
termasuk resin sintetik termoplastik.
2. Berdasarkan asalnya, resin dibagi menjadi 2 yaitu resin alami dan resin
sintetik. Sedangkan berdasarkan sifat termal, resin dibagi menjadi 3 jenis
yaitu Heat Cured, Self Cured, dan Light Cured.
3. Komposisi resin akrilik terdiri dari bubuk polimer poli metil metakrilat
dan airan monomer metil metakrilat.
4. Aplikasi resin akrilik di bidang kedokteran gigi adalah dalam pembuatan
basis gigi tiruan, bahan restorasi, penambah dust dam pada full denture,
sebagai alat ortodonti lepasan, sebagai individual tray, pelindung mulut
untuk atlet, dan die lepasan.

DAFTAR PUSTAKA

Munadziroh, Elly. 2000. Biokompatibilitas Bahan Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik.
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 2000:7(Edisi Khusus):116-120
32

Powers JM, Wataha JC. 2008. Dental materials properties and manipulation. 9th
Ed. St Louis: Mosby Elsevier

Annusavice, Kenneth J. 2003. Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi.
Jakarta: EGC.

Combe, EC. 1992. Sari Dental Material. Penerjemah : Slamat Tarigan. Jakarta :
Balai Pustaka

Craig, Robert G, and John M. Power. 2002. Restorative Dental Material: 11th
Edition. United State of America : Mosby

33

Anda mungkin juga menyukai