SK 5 BLOK 2
Fasilitator : drg. Farihah Septina, Sp. Rad O.M
0
Nama : Raka Naufal Abimanyu
NIM : 215160107111004
Kelompok : F/6
LEARNING ISSUE
a) Definisi
b) Klasifikasi
c) Kegunaan
d) Karakteristik
e) Komposisi
f) Fase
2. Pemeriksaan Radiografi
b) Prosedur
1
a) Gingiva
b) Sementum
c) Tulang Alveolar
d) Ligamen Periodontal
b) Penerapan ALARA
2
● LEARNING OUTCOME
a. Definisi
Resin akrilik adalah salah satu material yang sering digunakan dalam
Kedokteran Gigi, terutama dalam bidang prostodonsia (Combe, 1992).
Resin akrilik mulai digunakan sejak pertengahan tahun 1940-an sebagai basis
protesa yang menggunakan resin poli(metil-metakrilat). Resin
poli(metil-metrakilat) merupakan plastik lentur yang dibentuk dengan
menggabungkan molekul-molekul metil metkrilat multiple.
b. Klasifikasi
Berdasarkan proses polimerisasinya, ada 4 jenis resin akrilik yaitu (Nuryanti dan
Sunarintyas, 2001):
3
Polimerisasi dapat terjadi dengan bantuan inisiator berupa benzoil
perokside dan activator dimetil p-toluidin tanpa dilakukan pemanasan. Sifat
porusitas resin akrilik cold cured 2-5 % lebih besar dari pada resin akrilik heat
cured, sehingga kekuatan transversalnya hanya 80% dari kekuatan transversal
resin akrilik heat cured.
4
4) Resin akrilik visible light cured
c. Kegunaan
Resin akrilik merupakan salah satu bahan material yang sering digunakan di
kedokteran gigi. Resin akrilik telah luas digunakan sebagai basis gigi tiruan, restorasi
gigi (resin komposit) dan peralatan orthodonsia. Bahan resin akrilik sering digunakan
untuk membuat basis gigi tiruan lengkap maupun basis gigi tiruan sebagian. Alasan
penggunaan resin akrilik sebagai bahan basis gigi tiruan ini dipengaruhi oleh beberapa
hal seperti sifatnya yang tidak toksik, memiliki nilai estetik yang tinggi dan harganya
yang relatif terjangkau.Resin akrilik sampai saat ini masih dipergunakan sebagai basis
gigi tiruan karena bahan tersebut mempunyai Kekuatan, sital fisik dan estetik baik. daya
serap air rendah, perubahan dimensi kecil dan mudah direparasi selain sifat yang
menguntung kan, resin akrilik juga mempunyai kekurangan, yaitu adanya monomer
sisa, porus, menyerap air dan kurang tahan terhadap abrasi
5
Saat ini, sebagian besar gigi tiruan terbuat dari resin akrilik seperti yang
digunakan untuk membuat basis gigi tiruan. Gigi tiruan memiliki lebih banyak agen
pengikat silang yang ditambahkan. Karena gigi dikonstruksi di bawah kondisi yang
dikontrol ketat di pabrik, mereka lebih kuat dari bahan akrilik yang digunakan untuk
basis gigi tiruan. Gigi tiruan akrilik "secara kimiawi" terikat pada basis gigi tiruan
akrilik selama pemrosesan gigi tiruan.
d. Karakteristik
1) Sisa monomer 0,2-0,5 %, sisa monomer ini berpengaruh pada berat molekul
rata-rata, meskipun proses akrilik telah benar. Proses pada suhu yang terlalu rendah dan
dalam waktu yang singkat menghasilkan sisa monomer yang lebih besar.Hal ini harus
dihindarkan karena sisa monomer yang besar akan terlepas dari basis gigi tiruan dan
dapat mengiritasi jaringan mulut.11
2) Porositas, dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan pada kekuatan dan
sifat-sifat optis resin akrilik.
6
6) Fraktur, terjadi karena adanya impact dan fatigue.
Polimerisasi resin akrilik adalah dengan cara adisi. Polaritasnya, terkait dengan
kelompok karboksil, mengakibatkan terjadinya imbibisi air pada resin akrilik. Air
cenderung memisahkan rantai dan menyebabkan pelunakan dan hilangnya kekuatan
secara umum. Adapun karakteristik yang ditemukan selain menurut Combe yaitu :
B. Cenderung untuk patah jika tidak sengaja terjatuh ke permukaan yang keras.
E. Radiolusen
e. Komposisi
7
kaku. Reaksi tersebut akan menghasilkan panas, sehingga adonan menjadi hangat.
Setelah itu adonan akan menjadi keras dan kaku dan polimerisasi berakhir.
f. Fase
Rasio dalam pencampuran bubuk dan larutan sangat penting untuk mengontrol ‘work
ability’ agar bubuk dan larutan resin akrilik dapat tercampur rata saat perubahan
dimensi atau setting. Untuk mengurangi level shrinkage, rasio bubuk/larutan 3:1 dari
berat, rasio ini biasanya digunakan karena dapat memberi volumetric polymerization
shrinkage sekitar 5-6%. Tahap pencampuran antara bubuk dan larutan resin akrilik
selesai pada tahap dough, sehingga pada tahap ini campuran resin akrilik bisa
diletakkan pada cetakan gips putih untuk direbus. fase-fase polimerisasi yang terjadi
pada akrilik, yaitu :
3) Stringy stage: Butir-butir polimer mulai larut, monomer bebas meresap ke dalam
polimer. Adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lekat, apabila ditarik
akan membentuk serat
8
5) Rubbery stage : Kenyal seperti karet , banyak monomer yang menguap, terutama
6) Rigid stage :Kaku dan keras. Pada tahap ini adonan telah menjadi keras dan getas
Setelah resin akrilik diletakkan pada mould saat fase dough, tahap yang selanjutnya
adalah perebusan. Umumnya proses final resin akrilik menjadi basis gigi tiruan ini
dengan merebus clamped flask atau kuvet yang sudah diapit kedalam air mendidih.
Metode yang populer untuk merebus resin akrilik dalam kuvet selama 7 jam pada suhu
70oC dilanjutkan 3 jam pada suhu 100o C. Konversi monomer ke polimer terjadi ketika
perebusan selama 7 jam pada suhu 70o C, sedangkan 3 jam terakhir pada suhu 100o C
dimaksudkan untuk menyelesaikan konversi dari monomer pada area basis gigi tiruan
yang tipis. Sebelum dilakukan deflasking, flask atau kuvet didinginkan pada suhu
ruangan. Suhu yang dingin dapat mengakibatkan terbentuknya tekanan internal atau
internal stresses di dalam basis, internal stresses bisa dikurangi dengan cara
menurunkan suhu secara perlahan dari suhu perebusan.
2. Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan radiografi intra oral merupakan pokok dari dental radiografi yang
dapat memperlihatkan gigi dan struktur disekitarnya. Dalam pemeriksaan ini,
film radiografi diletakkan di dalam rongga mulut pasien.
a) Radiografi periapikal
9
Radiografi periapikal merupakan teknik pemeriksaan radiografi yang paling
banyak digunakan di kedokteran gigi. Radiografi periapikal menggambarkan
teknik intra oral yang dirancang untuk menunjukkan gigi individu dan jaringan
di sekitar apeks. Teknik ini berguna untuk melihat kondisi gigi geligi mulai dari
mahkota, akar gigi dan jaringan pendukungnya. Di setiap film yang dihasilkan
menunjukan dua atau empat gigi dan memberikan informasi secara detail
mengenai tulang alveolar dan jaringan sekitarnya. Ada dua teknik pada
radiografi periapikal yaitu teknik paralleling dan teknik bisekting.
Teknik radiografi ini dapat memperlihatkan panjang lengkap akar gigi dan
jaringan pendukungnya, memiliki distorsi seminimal mungkin, serta memiliki
densitas dan kontras yang optimal. Indikasi utama penggunaan radiografi
periapikal yaitu untuk melihat adanya infeksi atau inflamasi periapikal, status
periodontal, evaluasi pasca pemasangan implant, penilaian morfologi akar
sebelum ekstraksi dan lainnya.
10
c) Radiografi oklusal
Teknik oklusal adalah teknik yang meletakkan film pada bidang oklusal,
kemudian menginstruksikan pasien untuk mengoklusikan atau menggigit bagian
film. Teknik oklusal berguna untuk pemeriksaan di daerah maksila atau
mandibula sehingga mendapatkan gambar yang luas dari rahang. Radiografi
oklusal dapat digunakan sebagai berikut:
● Mengetahui lokasi dari akar gigi, gigi supernumerari, dan gigi yang
impaksi. Teknik ini khusus dipakai untuk memeriksa impaksi kaninus dan molar
ketiga.
● Mengetahui benda asing di dalam tulang rahang dan salivary stone di
saluran kelenjar submandibula.
● Melihat batas tengah, depan dan pinggir dari sinus maksilaris.
● Memeriksa pasien dengan trismus bagi penderita yang susah membuka
mulut, sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan radiografi intra oral yang
lain karena film yang dimasukkan ke dalam mulut penderita akan menyebabkan
rasa sakit.
● Menunjukkan letak fraktur mandibula dan maksila.
● Memeriksa bagian medial dan lateral bagian yang terkena kista,
osteomielitis dan gejala keganasan yang menjalar ke daerah palatal.
11
- Radiografi Ekstra Oral
Pemeriksaan radiografi ekstra oral merupakan pemeriksaan yang lebih luas dari
intraoral, radiografi ekstra oral dapat menggambarkan seluruh daerah tengkorak
dan rahang. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara diletakkannya film
radiografi di luar mulut pasien. Radiografi ekstra oral terdiri dari beberapa
macam, antara lain:
a) Radiografi Panoramik
Kelebihan radiografi panoramik yaitu dapat melihat lebih luas daerah yang
diperiksa mencakup tulang wajah dan gigi, dosis radiografi lebih kecil serta
waktu pengerjaan cepat dan nyaman bagi pasien sehingga cocok untuk pasien
yang sulit membuka mulut. Kelemahan radiografi panoramik yakni rendahnya
resolusi gambar, tidak dapat mendeteksi karies kecil, pergerakan pasien saat
penyinaran akan menyulitkan pada interpretasi, hasil radiografi pada gigi tidak
spesifik.
b) Radiografi sefalometri
12
bermanfaat untuk melihat adanya permasalahan pada tulang rahang atas dan
bawah yang mungkin menyebabkan gigi protrusi. Radiografi sefalometri
berguna untuk mendiagnosis maloklusi dan melihat hubungan gigi dengan
rahang serta kelainan kraniofasial akibat trauma penyakit atau adanya kelainan
pertumbuhan dan perkembangan. Radiografi sefalometri juga berguna untuk
mengevaluasi keadaan klinis, penilaian ortodontik, dan memantau kemajuan
pengobatan. Hasil dari radiografi ini ialah seluruh tengkorak kepala yang
diambil dari arah samping yang memperlihatkan jaringan lunak nasofaringeal,
sinus paranasal dan palatum keras.
c) Radiografi Submentovertex
Radiografi mandibula oblique lateral adalah pandangan ekstra oral dari rahang
yang dapat diambil dengan menggunakan perangkat sinar-X gigi. Radiografi ini
digunakan untuk mengevaluasi mandibula. Terdapat dua proyeksi yaitu untuk
melihat body mandibula dan ramus mandibula. Sebelum pengembangan
peralatan panoramik gigi, radiografi ini adalah radiografi ekstra-oral rutin yang
digunakan baik di rumah sakit maupun di praktek umum. Dalam beberapa tahun
terakhir, popularitas radiografi mandibula oblique lateral telah berkurang, tetapi
keterbatasan tomograf panoramik gigi telah memastikan bahwa radiografi
mandibula oblique lateral masih memiliki peran penting.
13
● Indikasi klinis utama radiografi mandibula oblique lateral meliputi:
- Penilaian keberadaan dan / atau posisi gigi yang belum erupsi.
- Deteksi fraktur mandibula.
- Evaluasi lesi atau kondisi yang mempengaruhi rahang termasuk kista, tumor,
lesi sel raksasa, dan osteodistrofi.
- Sebagai alternatif saat pandangan intra oral berada tidak dapat diperoleh karena
tersedak parah atau jika pasien tidak dapat membuka mulut atau sedang bawah
sadar.
- Sebagai gambaran spesifik dari kelenjar ludah atau sendi temporomandibular.
f) Radiografi Postero-Anterior
b. Prosedur
a. Persiapan alat
14
c. Occasionally a longer film packet (57 x 26 mm) untuk dewasa.
3. Memeriksa bentuk lengkung geligi dan jumlah film yang akan digunakan.
4. Operator memegang tab dengan jempol dan telunjuk kemudian memasukkan film ke
dalam lingual sulcus berlawanan dengan gigi posterior.
5. Tepi anterior film diposisikan pada distal kaninus mandibular dan bagian posterior
film berada pada bagian mesial molar ketiga.
8. Ketika pasien menutup gigi, operator menekan tab yang berada di antara gigi untuk
memastikan film dan gigi kontak, kemudian operator melepas tab.
1. Masukkan film ekstraoral (biasanya ukuran 15x30 cm) ke dalam cassette. Prosedur
ini harus dilakukan di dalam ruang gelap.
2. Instruksikan pasien melepas perhiasan, jepit rambut, gigi tiruan atau alat orthodontic
yang dikenakan.
5. Tempatkan pasien secara akurat pada pesawat sinar X menggunakan head positioning
devices dan marker sumber sinar X. Pastikan posisi bidang oklusal pasien sudah tepat.
15
7. Instruksikan kepada pasien untuk menelan ludah dan menempatkan lidahnya pada
langit-langit mulut (sehingga berkontak dengan palatum durum).
8. Tempatkan film yang telah dimasukkan dalam cassette pada cassette holder.
10. Setelah pengambilan radiograf selesai, lakukan processing di dalam kamar gelap.
a. Gingiva
Gingiva (gusi) adalah bagian mukosa di dalam rongga mulut yang mengelilingi
gigi dan menutupi lingir (ridge) alveolar. Gingiva merupakan bagian dari
aparatus pendukung gigi, periodonsium dan membentuk hubungan dengan gigi.
Gingiva berfungsi melindungi jaringan di bawah pelekatan gigi terhadap
pengaruh lingkungan rongga mulut (Manson & Eley, 1993). Gingiva merupakan
bagian dari jaringan periodontal yang paling luar (Herijulianti, 2009)
Bagian-bagian dari gingiva menurut Manson & Eley (1993) adalah sebagai
berikut:
1) Mukosa Alveolar
16
Mukosa alveolar adalah suatu mukoperiosteum yang melekat erat dengan tulang
alveolar di bawahnya. Mukosa alveolar terpisah dari periosteum melalui
perantara jaringan ikat longgar yang sangat vaskular sehingga umumnya
berwarna merah tua. oleh junctional epithelium khusus yang menempel pada
permukaan gigi
(Nield-Gehrig, 2007).
2) Pertautan Mukogingiva
3) Perlekatan Gingiva
Perlekatan gingiva atau attached gingiva meluas dari alur gingiva bebas ke
pertautan mukogingiva yang akan bertemu dengan mukosa alveolar. Permukaan
attached gingiva berwarna merah muda dan mempunyai stippling yang mirip
seperti kulit jeruk. Lebar attached gingiva bervariasi dari 0-9 mm. Attached
gingiva biasanya tersempit pada daerah kaninus dan premolar bawah dan
terlebar pada daerah insisivus (3-5 mm).
Alur gingiva bebas atau free gingival groove dengan batas dari permukaan tepi
gingiva yang halus dan membentuk lekukan sedalam 1-2 mm di sekitar leher
gigi dan eksternal leher gingiva yang mempunyai kedalaman 0-2 mm.
5) Interdental gingiva
17
HISTOLOGI
a. Epitel gingiva
Sel epitel gingiva bersifat aktif secara metabolik dan dapat bereaksi terhadap
rangsangan eksternal dengan mensintesis sejumlah sitokin, molekul adhesi,
faktor pertumbuhan, dan enzim. Sel epitel juga bereaksi terhadap bakteri dengan
meningkatkan proliferasi, perubahan sinyal sel, perubahan dalam diferensiasi,
dan kematian sel yang merubah homeostasis jaringan. Guna mempertahankan
integritas fungsional jaringan gingiva dari infeksi bakteri, epitel gingiva dapat
menebal dengan cara menambah kecepatan pembelahan selnya atau disebut
keratinisasi. Keratin mempunyai insolubilitas yang tinggi dan resisten terhadap
enzim. Terdapat cornified envelope (CE) pada setiap sel yang mengalami
keratinisasi, CE memiliki ketebalan 15 nm, tersusun dari ikatan silang protein
dan lipid yang bertemu saat diferensiasi terminal. Gabungan protein-lipid dalam
struktur CE menggantikan membrane plasma dan integritasnya sangat vital
dalam fungsi pertahanan (Carranza, 2006).
Gusi memiliki lapisan epitel yang merupakan epitel skuama berlapis (stratified
squamous epithelium) dinamakan lamina propria. Bagian tengah berupa
jaringan ikat, yang dinamakan lamina propria(Carranza, 2006)
Epitel oral. Epitel oral merupakan epitel skuama berlapis yang berkeratin
(keratinized) atau berparakeratin (parakeratinized) yang membalut permukaan
vestibular dan oral gingiva. Meluas dari batas mukogingival ke krista tepi
gingiva (crest gingival margin), kecuali pada permukaan palatal dimana epitel
ini menyatu dengan epitel palatum. Lamina basal yang menyatukan epitel
gingiva ke jaringan ikat gingiva bersifat permeabel terhadap cairan, namun
dapat menjadi penghalang bagi bahan partikel tertentu. Mempunyai rete peg
yang menonjol ke arah lamina propria. (Carranza, 2006)
18
memiliki peran penting karena bertindak sebagai membran semipermeabel yang
dapat dirembes oleh produk bakteri masuk ke gingiva, dan oleh cairan gingiva
yang keluar ke sulkus gingival. (Carranza, 2006).
b. Sulcus Gingiva
Sulkus gingiva merupakan suatu celah dangkal di sekeliling gigi dengan dinding
sebelah dalam adalah permukaan gigi dan dinding sebelah luar adalah epitel
sebelah dalam dari gingiva bebas. Sulkus ini membentuk seperti huruf V, dan
kedalamnya dapat diselipkan alat prob periodontal dalam keadaan yang sangat
normal dan bebas kuman (eksperimental) kedalamannya bisa 0 atau mendekati
0, namun secara klinis biasanya dijumpai sulkus gingiva. Dengan kedalaman
tertentu. Secara histologis kedalamannya adalah 1,5 – 1,8 mm. Kedalaman klinis
diukur dengan alat prob (dinamakan kedalaman probing) adalah 2,0 – 3,0 mm.
19
Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari
pembuluh darah yang termodifikasi. Cairan sulkus gingiva dapat berasal dari
jaringan gingiva yang sehat. Cairan sulkus gingiva berasal dari serum darah
yang terdapat dalam sulkus gingiva baik gingiva dalam keadaan sehat maupun
meradang. Pada CSG dari gingival yang meradang jumlah polimorfonuklear
leukosit, makrofag, limfosit, monosit, ion elektrolit, protein plasma dan
endotoksin bakteri bertambah banyak, sedangkan jumlah urea menurun.
Komponen seluler dan humoral dari darah dapat melewati epitel perlekatan
yang terdapat pada celah gusi dalam bentuk CSG
1. Lapisan papillary
2. Lapisan Reticular
Berbatasan dengan periosteum tulang, terdiri dari bagian seluler dan interselular.
Jaringan ikat margin gusi dipadati oleh kolagen tebal disebut serat-serat
gingival. Jaringan ikat ini berfungsi menahan margin gusi dengan kuat pada
gigi, menahan daya kunyah, menyatukan margin gusi dengan sementum dan
dengan gusi cekat.(Carranza, 2006).
f. Vaskularisasi gingiva
20
a. Arteri yang terletak lebih superfisial dari periosteum, mencapai gingiva pada
daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang arteri alveolar yaitu arteri
infra orbital, nasopalatina, palatal, bukal, mental dan lingual (Grossman, 1995).
b. Sementum
21
Sementum terdiri dari matriks berserat termineralisasi dan sel. Matriks berserat
terdiri dari serat Sharpey dan serat nonperiodontal intrinsic Serat Sharpey
(shar-kencing) adalah serat kolagen dari PDL Serat ini disusun untuk berfungsi
sebagai ligamen antara proses gigi dan alveolar. Serat non-PDL intrinsik dari
sementum adalah serat kolagen yang dibuat oleh sementoblas Aseluler
sementum, juga disebut sementum serat ekstrinsik aseluler, adalah sementum
pertama diendapkan pada dentin pembentukan akar, dan merupakan bentuk
dominan yang ditemukan di koronal bagian dari akar. Sementum seluler, juga
disebut seluler sementum serat intrinsik, paling melimpah di apical sepertiga
hingga setengah dari akar dan di area pencabangan gigi multi-akar. Sementum
seluler dapat diendapkan di atas sementum aseluler, terutama sebagai respons
terhadap tuntutan fungsional dan pergerakan gigi pasca erupsi(Fehrenbach, M.J.
and Popowics, T., 2019).
c. Tulang alveolar
Tulang alveolar adalah bagian dari maxila dan mandibula yang membentuk dan
mendukung soket gigi (alveoli). Tulang alveolar terbentuk pada saat gigi erupsi
untuk menyediakan perlekatan tulang pada ligamen periodontal (Varma &.
Nayak, 2002). Tulang alveolar berfungsi untuk menampung akar gigi,membantu
menggerakkan gigi untuk oklusi yang lebih baik,membantu menyerap dan
mendistribusikan kekuatan oklusal yang dihasilkan selama kontak gigi,memasok
pembuluh darah ke ligamen periodontal,menampung dan melindungi gigi
permanen yang sedang berkembang,sambil menopang gigi sulung dan mengatur
erupsi gigi sulung dan permanen.
22
Secara anatomi prosesus alveolar terbagi menjadi dua yaitu tulang alveolar
sebenarnya (Alveolar proper bone) dan tulang alveolar pendukung (Alveolar
supporting bone) (Chatterjee, 2006).
23
membentuk dinding alveolar dengan ketebalan sekitar 0,1 – 0,4
mm (Devy, 2004).
2. Tulang Spons (Tulang Kanselus)
Tulang yang mengisi ruang antara tulang kompak dan tulang
alveolar sebenarnya. Septum interdental terdiri dari tulang spons
yang mendukung tulang dan menutupi bagian dalam dari tulang
kompak (Devy, 2004).
d. Ligamen periodontal
24
Ligamen periodontal adalah jaringan ikat yang tidak terkalsifikasi dan
merupakan penyokong gigi yang terletak di antara dua jaringan yang
termineralisasi yaitu sementum dan tulang alveolar.
Ligamen periodontal ini terdiri atas pembuluh darah yang kompleks dan serabut
jaringan ikat (kolagen) yang mengelilingi akar gigi dan melekat ke prosesus
alveolar.
1. Kelompok Transeptal
25
2. Kelompok Alveolar Crest
3. Kelompok Horizontal
Serat meluas tegak lurus dengan sumbu gigi dari sementum ke tulang alveolar.
4. Kelompok Oblique
5. Kelompok Apikal
Serat apikal tersebar dari sementum ke tulang bagian apikal soket. Serat ini tidak
didapatkan pada akar yang tidak sempurna.
6. Kelompok Interradicular
26
Jaringan ikat sirkuler akan berdiferensiasi menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan
luar yang dekat ketulang, lapisan dalam sepanjang sementum, dan suatu
lapisan intermediat yang terdiri atas serat-serat yang tidak teratur.
Serat-serat intermediat ini akan menebal dan tersusun sesuai kebutuhan
fungsi ketika gigi mencapai puncak oklusalnya. Folikel gigi tersebut
bersambung dengan ektomesenkim dari papilla dental dan terdiri dari sel-sel
fibroblastic yang tidak berdiferensiasi yang juga berkembang menjadi
fibroblast. Bersamaan dengan proses erupsi dan berfungsinya gigi,
serat-serat utama ligament periodontal menjadi tersusun lebih teratur dan
bertambah tebal.
Adapun sel-sel yang memproduksi serat kolagen yang dimiliki oleh ligamen
periodontal, antara lain :
1. Fibroblas, sel-sel berbentuk kumparan dengan inti oval dan prosesus sitoplasmik
yang panjang. Biasanya sejajar dengan kolagen, dengan prosesusnya terbungkus di
sekitar bundle tersebut.
3.Osteoklas atau sel peresorpsi tulang ditemukan di pinggir tulang pada masa
pengubahan bentuk tulang. Sel bernukleus banyak dengan batas suatu kerut atau
garis-garis ke arah daerah resorpsi tulang.
27
4. Proteksi di bidang radiografi
1. Justifikasi: Tidak ada metode baru yang harus dicoba sampai benar-benar
bermanfaat untuk kepentingan pasien.
3. Limitasi: Bahwa setiap dosis individu tidak boleh melebihi batas yang
ditetapkan untuk keadaan yang sesuai.
Pada tahun 1977 filosofi berubah tetapi batas yang ditetapkan sebelumnya tidak
berubah. Sebagai 5 rem per tahun, ICRP mengadopsi pendekatan berbasis risiko
yang lebih formal untuk menetapkan standar.
Pada tahun 1980, perkiraan baru dihitung berdasarkan rasio neutron terhadap
sinar gamma dalam radiasi yang dihasilkan oleh bom, pada orang yang selamat
dari bom atom.
Tetapi pada tahun 1993 NCRP datang dengan rekomendasi baru berdasarkan
efek stokastik dan deterministik. Batas untuk efek deterministik adalah 50 rem
per tahun untuk setiap jaringan atau organ dan 15 rem untuk lensa mata untuk
menghindari pembentukan katarak. Sedangkan batas efek stokastik atau radiasi
seluruh tubuh adalah 5 rem dalam satu tahun dan rata-rata seumur hidup tidak
lebih dari 1,5 rem per tahun. (Joseph & George, 2021)
28
B. Penerapan Alara
1. Jarak: semakin jauh jarak dengan rontgen, maka semakin rendah dosisnya
(semakin aman).
1) Pasien
2) Operator
29
• Bila tidak dapat berdiri di belakang pelindung, gunakan apron timah 0,5
mm, menutupi semua permukaan tubuh sampai kerongkongan, bahu, 10 cm di
bawah lutut
Praktisi atau operator hanya boleh melakukan tindakan radiografi jika sudah
menjalani pelatihan dan penilaian yang memadai dalam semua aspek praktis
radiografi yang harus dilakukan. Hal ini berarti bahwa petugas tidak boleh
melakukan bagian apapun dari proses radiograf kecuali:
30
yang menerima batas dosis penuh akan sedemikian rupa sehingga pekerja akan berisiko
lebih besar daripada pekerja di lingkungan lain yang berbahaya, tetapi non-radioaktif.
Nilai batas dosis untuk pekerja yang terkena radiasi langsung yaitu:
· Dosis Efektif rata-rata sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per tahun dalam
periode 5 (lima) tahun, dan 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun
tertentu.
· Dosis Ekivalen untuk lensa mata rata-rata sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per
tahun dalam periode 5 (lima) tahun dan 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu)
tahun tertentu.
· Dosis Ekivalen untuk tangan atau kaki atau kulit sebesar 500 mSv (lima ratus
milisievert) per tahun.
Nilai batas dosis untuk pekerja yang tidak terkena radiasi langsung:
· Dosis Ekivalen untuk lensa mata sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per tahun
· Dosis Ekivalen untuk tangan atau kaki atau kulit sebesar 150 mSv (seratus lima puluh
milisievert) per tahun.
· Dosis Ekivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv (lima belas milisievert) per tahun.
· Dosis Ekivalen untuk kulit sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) per tahun
(Whaites, 2013).Tabel Batasan dosis berdasarkan Ionising Radiations Regulations
(IRR) 1999 (Sukmana, 2019)
31
Tabel 1. Batasan dosis berdasarkan Ionising Radiations Regulations (IRR) 1999
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Berkovitz, B.K., Holland, G.R. and Moxham, B.J., 2017. Oral Anatomy,
Histology and Embryology E-Book. Elsevier Health Sciences.
2. Fehrenbach, M.J. and Popowics, T., 2019. Illustrated Dental Embryology,
Histology, and Anatomy E-Book. Elsevier Health Sciences.
3. Sukmana, B. I. 2019. Radiografi di Bidang Kedokteran Gigi. Universitas
Lambung Mangkurat
8. Joseph, B. B., & George, S. (2021). The road to radiation safety and ALARA: A
review. IP International Journal of Maxillofacial Imaging, 6(4), 89–92.
https://doi.org/10.18231/j.ijmi.2020.022
10. Mulyati, S., Katili, M.L and Kartikasari, Y., 2016. Penerapan Keselamatan Kerja
Radiasi Pada Sistem Pelayanan Fluoroskopi Bagasi di Bandara Internasional
Ahmad Yani Semarang, Link, 12(1), pp.8-11
33