Anda di halaman 1dari 34

LOGBOOK

SK 5 BLOK 2
Fasilitator : drg. Farihah Septina, Sp. Rad O.M

0
Nama : Raka Naufal Abimanyu
NIM : 215160107111004
Kelompok : F/6

SKENARIO 3 (Gigi Tiruanku Patah)


Seorang laki-laki, usia 40 tahun, datang ke dokter gigi untuk memperbaiki gigi tiruan
akriliknya yang patah karena terjatuh saat dibersihkan. Pemeriksaan intraoral terlihat
tidak ada kegoyangan gigi, tidak ada penurunan gingiva dan warna gingiva coral pink.
Dokter gigi merujuk untuk dilakukan pemeriksaan radiografi ekstra oral. Pada
kunjungan berikutnya, pasien membawa radiograf dengan kualitas yang baik karena
dibuat dengan prosedur yang benar oleh petugas radiologi. Pasien bercerita bahwa
ketika dilakukan pemeriksaan radiografi, diminta menggunakan baju khusus. Dokter
gigi memutuskan memperbaiki gigi tiruan tersebut dengan bahan yang sama. Pada saat
memanipulasi bahan, dokter gigi mencampurkan bahan akrilik hingga tahap dough
stage yang ditandai dengan adonan akrilik tidak lengket dan dapat diaplikasikan.

LEARNING ISSUE

1. Material Akrilik Kedokteran Gigi

a) Definisi

b) Klasifikasi

c) Kegunaan

d) Karakteristik

e) Komposisi

f) Fase

2. Pemeriksaan Radiografi

a) Macam/Jenis Pemeriksaan Radiografi (Intraoral &


Ekstraoral)

b) Prosedur

3. Anatomi dan Histologi Jaringan Periodontal

1
a) Gingiva

b) Sementum

c) Tulang Alveolar

d) Ligamen Periodontal

4. Proteksi di bidang radiografi

a) Prinsip ALARA (Justifikasi,Optimasi,Limitasi)

b) Penerapan ALARA

c) Nilai batas dosis

2
● LEARNING OUTCOME

1. Material akrilik Kedokteran Gigi

a. Definisi

Resin akrilik adalah salah satu material yang sering digunakan dalam
Kedokteran Gigi, terutama dalam bidang prostodonsia (Combe, 1992).

Resin akrilik mulai digunakan sejak pertengahan tahun 1940-an sebagai basis
protesa yang menggunakan resin poli(metil-metakrilat). Resin
poli(metil-metrakilat) merupakan plastik lentur yang dibentuk dengan
menggabungkan molekul-molekul metil metkrilat multiple.

b. Klasifikasi

Berdasarkan proses polimerisasinya, ada 4 jenis resin akrilik yaitu (Nuryanti dan
Sunarintyas, 2001):

1) Resin akrilik heat cured.

Terdiri dari campuran monomer dan polimer yang mencapai polimerisasi


setelah dipanaskan dalam water bath dalam temperatur tertentu.

2) Resin akrilik self/cold cured

3
Polimerisasi dapat terjadi dengan bantuan inisiator berupa benzoil
perokside dan activator dimetil p-toluidin tanpa dilakukan pemanasan. Sifat
porusitas resin akrilik cold cured 2-5 % lebih besar dari pada resin akrilik heat
cured, sehingga kekuatan transversalnya hanya 80% dari kekuatan transversal
resin akrilik heat cured.

3) Resin akrilik microwave cured

Konsep utama dari polimerisasi resin akrilik heat cured gelombang


mikro adalah pemanasan microwave. Merupakan perubahan energi, bukan
konduksi panas seperti pada teknik polimerisasi konvensional. Keuntungan dari
teknik ini mempunyai keakuratan dimensi lebih baik dan dapat memproses resin
akrilik dalam waktu yang lebih singkat. Jumlah porusitas pada proses
polimerisasi resin akrilik microwave cured yang mengandung metil metakrilat
lebih banyak daripada porusitas pada resin akrilik polimerisasi konvensional.

4
4) Resin akrilik visible light cured

Proses polimerisasi pada resin akrilik visible light cured adalah


polimerisasi dengan bantuan sinar tampak. Komposisi resin akrilik visible light
cured ini hampir sama dengan komposisi resin akrilik konvensional, tetapi lebih
banyak bahan pengisi organiknya. Bahan pengisi anorganiknya yang terdiri dari
matrik uretan dimetakrilat ditambah sedikit mikrofin silica untuk mengontrol
reologi. Bahan pengisi terdiri dari serbuk resin dengan berbagai bentuk dan
ukuran.

c. Kegunaan

Resin akrilik merupakan salah satu bahan material yang sering digunakan di
kedokteran gigi. Resin akrilik telah luas digunakan sebagai basis gigi tiruan, restorasi
gigi (resin komposit) dan peralatan orthodonsia. Bahan resin akrilik sering digunakan
untuk membuat basis gigi tiruan lengkap maupun basis gigi tiruan sebagian. Alasan
penggunaan resin akrilik sebagai bahan basis gigi tiruan ini dipengaruhi oleh beberapa
hal seperti sifatnya yang tidak toksik, memiliki nilai estetik yang tinggi dan harganya
yang relatif terjangkau.Resin akrilik sampai saat ini masih dipergunakan sebagai basis
gigi tiruan karena bahan tersebut mempunyai Kekuatan, sital fisik dan estetik baik. daya
serap air rendah, perubahan dimensi kecil dan mudah direparasi selain sifat yang
menguntung kan, resin akrilik juga mempunyai kekurangan, yaitu adanya monomer
sisa, porus, menyerap air dan kurang tahan terhadap abrasi

5
Saat ini, sebagian besar gigi tiruan terbuat dari resin akrilik seperti yang
digunakan untuk membuat basis gigi tiruan. Gigi tiruan memiliki lebih banyak agen
pengikat silang yang ditambahkan. Karena gigi dikonstruksi di bawah kondisi yang
dikontrol ketat di pabrik, mereka lebih kuat dari bahan akrilik yang digunakan untuk
basis gigi tiruan. Gigi tiruan akrilik "secara kimiawi" terikat pada basis gigi tiruan
akrilik selama pemrosesan gigi tiruan.

d. Karakteristik

Menurut Combe sifat-sifat atau karakteristik resin akrilik sebagai berikut

1) Sisa monomer 0,2-0,5 %, sisa monomer ini berpengaruh pada berat molekul
rata-rata, meskipun proses akrilik telah benar. Proses pada suhu yang terlalu rendah dan
dalam waktu yang singkat menghasilkan sisa monomer yang lebih besar.Hal ini harus
dihindarkan karena sisa monomer yang besar akan terlepas dari basis gigi tiruan dan
dapat mengiritasi jaringan mulut.11

2) Porositas, dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan pada kekuatan dan
sifat-sifat optis resin akrilik.

3) Absorbsi air berlanjut hingga keseimbangan sekitar 2% selama pemakaian. Setiap


kenaikan berat akrilik sebesar 1% yang disebabkan oleh absorbsi air menyebabkan
ekspansi linear sebesar 0,23%.

4) Retak, disebabkan adanya Tensile Stress yang menyebabkan terpisahnya


molekul-molekul polimer.

5) Kestabilan dimensional, berhubungan dengan absorbsi air dan hilangnya Internal


Stress selama pemakaian gigi tiruan.

6
6) Fraktur, terjadi karena adanya impact dan fatigue.

Polimerisasi resin akrilik adalah dengan cara adisi. Polaritasnya, terkait dengan
kelompok karboksil, mengakibatkan terjadinya imbibisi air pada resin akrilik. Air
cenderung memisahkan rantai dan menyebabkan pelunakan dan hilangnya kekuatan
secara umum. Adapun karakteristik yang ditemukan selain menurut Combe yaitu :

A. Mudah tergores karena relatif lembut.

B. Cenderung untuk patah jika tidak sengaja terjatuh ke permukaan yang keras.

C. Penghantar panas yang buruk.

D. Koefisien ekspansi termal tinggi.

E. Radiolusen

F. Impact strength yang buruk.

G. Menyerap air secara perlahan.

e. Komposisi

Komposisi dari resin akrilik polimerisasi kimia yaitu sebagai berikut:

1. Powder atau bubuk : butir-butir polimetil metakrilat (PMMA) pra-polimerisasi,


benzoil peroksida sebagai inisiator, zink dioksida atau titanium dioksida untuk
mencegah warna yang terlalu transparan dan pewarna (colorants) ditambahkan agar
warna basis gigitiruan menyerupai warna jaringan sekitarnya.

2. Liquid atau cairan : metil metakrilat, hidroquinon sebagai inhibitor (mencegah


polimerisasi cairan selama penyimpanan), glikol dimetakrilat sebagai agen cross-
linking, dan amin tersier (seperti dimetil-para-tolouidin).Ketika powder dan liquid
diaduk, amin tersier menyebabkan terpisahnya benzoil peroksida sehingga terbentuk
radikal-radikal bebas. Hal ini terjadi ketika bahan berada pada grainy stage sampai
tahap adonan bersifat plastis (dough stage). Ketika inhibitor digunakan, khususnya
selama pada tahap adonan bersifat plastis (dough stage) maka akan terjadi perubahan
kimia, dan reaksi polimerisasi terjadi. Adonan yang plastis akan menjadi keras dan

7
kaku. Reaksi tersebut akan menghasilkan panas, sehingga adonan menjadi hangat.
Setelah itu adonan akan menjadi keras dan kaku dan polimerisasi berakhir.

Komposisi dari resin akrilik polimerisasi panas yaitu sebagai berikut

1. Powder atau bubuk : butir-butir polimetil metakrilat (PMMA) pra-polimerisasi,


benzoil peroksida sebagai inisiator, zink dioksida atau titanium dioksida untuk
mencegah warna yang terlalu transparan dan pewarna (colorants) ditambahkan agar
warna basis gigitiruan menyerupai warna jaringan sekitarnya.

2. Liquid atau cairan : metil metakrilat, hidroquinon sebagai inhibitor (mencegah


polimerisasi cairan selama penyimpanan), dan glikol dimetakrilat sebagai agen
cross-linking.

f. Fase

Tahap manipulasi akrilik dibagi menjadi 2 tahap

1) Tahap Pencampuran (Mixing)

Rasio dalam pencampuran bubuk dan larutan sangat penting untuk mengontrol ‘work
ability’ agar bubuk dan larutan resin akrilik dapat tercampur rata saat perubahan
dimensi atau setting. Untuk mengurangi level shrinkage, rasio bubuk/larutan 3:1 dari
berat, rasio ini biasanya digunakan karena dapat memberi volumetric polymerization
shrinkage sekitar 5-6%. Tahap pencampuran antara bubuk dan larutan resin akrilik
selesai pada tahap dough, sehingga pada tahap ini campuran resin akrilik bisa
diletakkan pada cetakan gips putih untuk direbus. fase-fase polimerisasi yang terjadi
pada akrilik, yaitu :

1) Sandy stage : Adonan seperti pasir basah

2) Mushy stage : Adonan seperti Lumpur basah

3) Stringy stage: Butir-butir polimer mulai larut, monomer bebas meresap ke dalam
polimer. Adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lekat, apabila ditarik
akan membentuk serat

4) Dough stage :Adonan bersifat plastis, tdk lekat ,mudah dibentuk

8
5) Rubbery stage : Kenyal seperti karet , banyak monomer yang menguap, terutama

pada permukaannya sehingga terjadi permukaan yang kasar.

6) Rigid stage :Kaku dan keras. Pada tahap ini adonan telah menjadi keras dan getas

pada permukaan, bagian dalam masih kenyal.

2) Tahap Perebusan (Curing)

Setelah resin akrilik diletakkan pada mould saat fase dough, tahap yang selanjutnya
adalah perebusan. Umumnya proses final resin akrilik menjadi basis gigi tiruan ini
dengan merebus clamped flask atau kuvet yang sudah diapit kedalam air mendidih.
Metode yang populer untuk merebus resin akrilik dalam kuvet selama 7 jam pada suhu
70oC dilanjutkan 3 jam pada suhu 100o C. Konversi monomer ke polimer terjadi ketika
perebusan selama 7 jam pada suhu 70o C, sedangkan 3 jam terakhir pada suhu 100o C
dimaksudkan untuk menyelesaikan konversi dari monomer pada area basis gigi tiruan
yang tipis. Sebelum dilakukan deflasking, flask atau kuvet didinginkan pada suhu
ruangan. Suhu yang dingin dapat mengakibatkan terbentuknya tekanan internal atau
internal stresses di dalam basis, internal stresses bisa dikurangi dengan cara
menurunkan suhu secara perlahan dari suhu perebusan.

2. Pemeriksaan radiografi

a. Macam/Jenis pemeriksaan radiografi : Intra oral & Ekstra oral


- Pemeriksaan radiografi Intra oral

Pemeriksaan radiografi intra oral merupakan pokok dari dental radiografi yang
dapat memperlihatkan gigi dan struktur disekitarnya. Dalam pemeriksaan ini,
film radiografi diletakkan di dalam rongga mulut pasien.

Radiografi intra oral terdiri dari 3 jenis teknik, yaitu:

a) Radiografi periapikal

9
Radiografi periapikal merupakan teknik pemeriksaan radiografi yang paling
banyak digunakan di kedokteran gigi. Radiografi periapikal menggambarkan
teknik intra oral yang dirancang untuk menunjukkan gigi individu dan jaringan
di sekitar apeks. Teknik ini berguna untuk melihat kondisi gigi geligi mulai dari
mahkota, akar gigi dan jaringan pendukungnya. Di setiap film yang dihasilkan
menunjukan dua atau empat gigi dan memberikan informasi secara detail
mengenai tulang alveolar dan jaringan sekitarnya. Ada dua teknik pada
radiografi periapikal yaitu teknik paralleling dan teknik bisekting.

Teknik radiografi ini dapat memperlihatkan panjang lengkap akar gigi dan
jaringan pendukungnya, memiliki distorsi seminimal mungkin, serta memiliki
densitas dan kontras yang optimal. Indikasi utama penggunaan radiografi
periapikal yaitu untuk melihat adanya infeksi atau inflamasi periapikal, status
periodontal, evaluasi pasca pemasangan implant, penilaian morfologi akar
sebelum ekstraksi dan lainnya.

b) Radiografi interproksimal (bitewing)

Radiografi dengan teknik bitewing digunakan untuk mendeteksi karies di


permukaan gigi dan interproksimal gigi yang secara klinis tidak dapat dideteksi.
Pada teknik bitewing dapat menggunakan 1 film untuk memeriksa gigi-gigi
rahang atas dan bawah sekaligus yang meliputi mahkota gigi dari maksila dan
mandibula, daerah interproksimal dan puncak alveolar. Teknik bitewing juga
dipakai untuk pemeriksaan berkala jika penderita diperkirakan mempunyai
insiden karies yang tinggi. Radiografi bitewing tidak menggunakan pegangan
film melainkan dengan cara pasien menggigit sayap film agar stabil. Indikasi
klinis utama meliputi deteksi karies gigi, memantau perkembangan karies gigi,
penilaian restorasi yang ada, penilaian status periodontal.

10
c) Radiografi oklusal

Teknik oklusal adalah teknik yang meletakkan film pada bidang oklusal,
kemudian menginstruksikan pasien untuk mengoklusikan atau menggigit bagian
film. Teknik oklusal berguna untuk pemeriksaan di daerah maksila atau
mandibula sehingga mendapatkan gambar yang luas dari rahang. Radiografi
oklusal dapat digunakan sebagai berikut:

● Mengetahui lokasi dari akar gigi, gigi supernumerari, dan gigi yang
impaksi. Teknik ini khusus dipakai untuk memeriksa impaksi kaninus dan molar
ketiga.
● Mengetahui benda asing di dalam tulang rahang dan salivary stone di
saluran kelenjar submandibula.
● Melihat batas tengah, depan dan pinggir dari sinus maksilaris.
● Memeriksa pasien dengan trismus bagi penderita yang susah membuka
mulut, sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan radiografi intra oral yang
lain karena film yang dimasukkan ke dalam mulut penderita akan menyebabkan
rasa sakit.
● Menunjukkan letak fraktur mandibula dan maksila.
● Memeriksa bagian medial dan lateral bagian yang terkena kista,
osteomielitis dan gejala keganasan yang menjalar ke daerah palatal.

11
- Radiografi Ekstra Oral

Pemeriksaan radiografi ekstra oral merupakan pemeriksaan yang lebih luas dari
intraoral, radiografi ekstra oral dapat menggambarkan seluruh daerah tengkorak
dan rahang. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara diletakkannya film
radiografi di luar mulut pasien. Radiografi ekstra oral terdiri dari beberapa
macam, antara lain:

a) Radiografi Panoramik

Radiografi panoramik adalah teknik yang menghasilkan gambar tomografi


struktur wajah yang meliputi keadaan rahang serta gigi geligi maksila,
mandibula, sinus maksilari, dan sendi temporo mandibular secara menyeluruh
dalam satu buah film. Radiografi ini digunakan untuk melihat adanya fraktur
pada rahang, lesi atau tumor, dan melihat keadaan gigi geligi pada masa
bercampur untuk rencana perawatan ortodonti.

Kelebihan radiografi panoramik yaitu dapat melihat lebih luas daerah yang
diperiksa mencakup tulang wajah dan gigi, dosis radiografi lebih kecil serta
waktu pengerjaan cepat dan nyaman bagi pasien sehingga cocok untuk pasien
yang sulit membuka mulut. Kelemahan radiografi panoramik yakni rendahnya
resolusi gambar, tidak dapat mendeteksi karies kecil, pergerakan pasien saat
penyinaran akan menyulitkan pada interpretasi, hasil radiografi pada gigi tidak
spesifik.

b) Radiografi sefalometri

Radiografi sefalometri adalah bentuk radiografi tengkorak standar yang


digunakan secara ekstensif dalam ortodontik untuk menilai hubungan gigi
dengan rahang dan rahang ke seluruh kerangka wajah. Radiografi sefalometri

12
bermanfaat untuk melihat adanya permasalahan pada tulang rahang atas dan
bawah yang mungkin menyebabkan gigi protrusi. Radiografi sefalometri
berguna untuk mendiagnosis maloklusi dan melihat hubungan gigi dengan
rahang serta kelainan kraniofasial akibat trauma penyakit atau adanya kelainan
pertumbuhan dan perkembangan. Radiografi sefalometri juga berguna untuk
mengevaluasi keadaan klinis, penilaian ortodontik, dan memantau kemajuan
pengobatan. Hasil dari radiografi ini ialah seluruh tengkorak kepala yang
diambil dari arah samping yang memperlihatkan jaringan lunak nasofaringeal,
sinus paranasal dan palatum keras.

c) Radiografi Submentovertex

Radiografi submentovertex adalah radiografi yang digunakan untuk melihat


keadaan dasar tengkorak, posisi condylus dan mandibula, sinus sphenoidalis,
dinding lateral sinus maksila dan fraktur lengkung zigomatikus.

d) Radiografi Proyeksi Water’s

Radiografi proyeksi water’s adalah radiografi yang digunakan untuk melihat


keadaan sinus maksilaris dan rongga nasal, prosessus coronoideus, calvarium
dan sutura, sinus orbital dan frontalis, serta lengkung zigomatikus.

e) Radiografi Mandibula Oblique Lateral

Radiografi mandibula oblique lateral adalah pandangan ekstra oral dari rahang
yang dapat diambil dengan menggunakan perangkat sinar-X gigi. Radiografi ini
digunakan untuk mengevaluasi mandibula. Terdapat dua proyeksi yaitu untuk
melihat body mandibula dan ramus mandibula. Sebelum pengembangan
peralatan panoramik gigi, radiografi ini adalah radiografi ekstra-oral rutin yang
digunakan baik di rumah sakit maupun di praktek umum. Dalam beberapa tahun
terakhir, popularitas radiografi mandibula oblique lateral telah berkurang, tetapi
keterbatasan tomograf panoramik gigi telah memastikan bahwa radiografi
mandibula oblique lateral masih memiliki peran penting.

13
● Indikasi klinis utama radiografi mandibula oblique lateral meliputi:
- Penilaian keberadaan dan / atau posisi gigi yang belum erupsi.
- Deteksi fraktur mandibula.
- Evaluasi lesi atau kondisi yang mempengaruhi rahang termasuk kista, tumor,
lesi sel raksasa, dan osteodistrofi.
- Sebagai alternatif saat pandangan intra oral berada tidak dapat diperoleh karena
tersedak parah atau jika pasien tidak dapat membuka mulut atau sedang bawah
sadar.
- Sebagai gambaran spesifik dari kelenjar ludah atau sendi temporomandibular.

f) Radiografi Postero-Anterior

Radiografi postero-anterior adalah radiografi yang digunakan untuk melihat


tulang frontal, kubah tulang tengkorak, trauma pada ragang, kelainan
pertumbuhan dan perkembangan, perubahan dimensi mediolateral dari tulang
tengkorak. Selain itu radiografi ini dapat digunakan untuk melihat struktur
wajah yaitu sinus frontalis maupun fraktur pada kubah tulang tengkorak.

g) Radiografi Proyeksi Reverse-Towne

Radiografi reverse towne adalah radiografi yang digunakan untuk melihat


keadaan kondilus pada pasien yang mengalami pergeseran kodilus dan dinding
postero lateral pada maksila

b. Prosedur

a. Persiapan alat

Operator perlu menyiapkan handscoon, masker, film, apron, dan larutan

b. Teknik Pengambilan Radiografi Bitewing :

1. Memilih ukuran film yang sesuai dengan pasien.

a. Large film packets (31 x 41 mm) untuk dewasa.

b. Small film packets (22 x 35 mm) untuk anak-anak di bawah 12 tahun.

14
c. Occasionally a longer film packet (57 x 26 mm) untuk dewasa.

2. Pasien diposisikan dengan headtube dan occlusal plane horizontal.

3. Memeriksa bentuk lengkung geligi dan jumlah film yang akan digunakan.

4. Operator memegang tab dengan jempol dan telunjuk kemudian memasukkan film ke
dalam lingual sulcus berlawanan dengan gigi posterior.

5. Tepi anterior film diposisikan pada distal kaninus mandibular dan bagian posterior
film berada pada bagian mesial molar ketiga.

6. Tab ditempatkan pada bagian permukaan oklusal geligi mandibula.

7. Pasien diminta untuk menutup gigi bersamaan dengan tab.

8. Ketika pasien menutup gigi, operator menekan tab yang berada di antara gigi untuk
memastikan film dan gigi kontak, kemudian operator melepas tab.

9. Proses pengambilan radiograf dilakukan, setelah selesai processing dilakukan di


kamar gelap.

c. Teknik Pengambilan Radiograf Panoramik

1. Masukkan film ekstraoral (biasanya ukuran 15x30 cm) ke dalam cassette. Prosedur
ini harus dilakukan di dalam ruang gelap.

2. Instruksikan pasien melepas perhiasan, jepit rambut, gigi tiruan atau alat orthodontic
yang dikenakan.

3. Jelaskan prosedur pengambilan radiograf dan pergerakan pesawat sinar X untuk


meyakinkan pasien.

4. Mintalah pasien mengenakan apron.

5. Tempatkan pasien secara akurat pada pesawat sinar X menggunakan head positioning
devices dan marker sumber sinar X. Pastikan posisi bidang oklusal pasien sudah tepat.

6. Instruksikan kepada pasien untuk memposisikan rahang bawahnya ke anterior


(prognati) sehingga oklusi gigi-geligi pasien region anterior pada kondisi edge to edge.

15
7. Instruksikan kepada pasien untuk menelan ludah dan menempatkan lidahnya pada
langit-langit mulut (sehingga berkontak dengan palatum durum).

8. Tempatkan film yang telah dimasukkan dalam cassette pada cassette holder.

9. Tutup pintu ruangan dan tekan tombol pesawat sinar X.

10. Setelah pengambilan radiograf selesai, lakukan processing di dalam kamar gelap.

3. Anatomi dan Histologi jaringan periodontal

a. Gingiva

Gingiva (gusi) adalah bagian mukosa di dalam rongga mulut yang mengelilingi
gigi dan menutupi lingir (ridge) alveolar. Gingiva merupakan bagian dari
aparatus pendukung gigi, periodonsium dan membentuk hubungan dengan gigi.
Gingiva berfungsi melindungi jaringan di bawah pelekatan gigi terhadap
pengaruh lingkungan rongga mulut (Manson & Eley, 1993). Gingiva merupakan
bagian dari jaringan periodontal yang paling luar (Herijulianti, 2009)

(Nield-Gehrig & Willman, 2011)

Bagian-bagian dari gingiva menurut Manson & Eley (1993) adalah sebagai
berikut:

1) Mukosa Alveolar

16
Mukosa alveolar adalah suatu mukoperiosteum yang melekat erat dengan tulang
alveolar di bawahnya. Mukosa alveolar terpisah dari periosteum melalui
perantara jaringan ikat longgar yang sangat vaskular sehingga umumnya
berwarna merah tua. oleh junctional epithelium khusus yang menempel pada
permukaan gigi

(Nield-Gehrig, 2007).

2) Pertautan Mukogingiva

Pertautan mukogingiva atau mucogingival junction adalah pemisah antara


perlekatan gingiva dengan mukosa alveolar.

3) Perlekatan Gingiva

Perlekatan gingiva atau attached gingiva meluas dari alur gingiva bebas ke
pertautan mukogingiva yang akan bertemu dengan mukosa alveolar. Permukaan
attached gingiva berwarna merah muda dan mempunyai stippling yang mirip
seperti kulit jeruk. Lebar attached gingiva bervariasi dari 0-9 mm. Attached
gingiva biasanya tersempit pada daerah kaninus dan premolar bawah dan
terlebar pada daerah insisivus (3-5 mm).

4) Alur Gingiva Bebas

Alur gingiva bebas atau free gingival groove dengan batas dari permukaan tepi
gingiva yang halus dan membentuk lekukan sedalam 1-2 mm di sekitar leher
gigi dan eksternal leher gingiva yang mempunyai kedalaman 0-2 mm.

5) Interdental gingiva

Interdental gingiva atau gingiva interdental adalah gingiva antara gigi-geligi


yang umumnya konkaf dan membentuk lajur yang menghubungkan papila labial
dan papila lingual. Epitelium lajur biasanya sangat tipis, tidak keratinisasi dan
terbentuk hanya dari beberapa lapis sel. Daerah interdental berperan sangat
penting karena merupakan daerah pertahanan bakteri yang paling persisten dan
strukturnya menyebabkan daerah ini sangat peka yang biasanya timbul lesi awal
pada gingivitis

17
HISTOLOGI

a. Epitel gingiva

Sel epitel gingiva bersifat aktif secara metabolik dan dapat bereaksi terhadap
rangsangan eksternal dengan mensintesis sejumlah sitokin, molekul adhesi,
faktor pertumbuhan, dan enzim. Sel epitel juga bereaksi terhadap bakteri dengan
meningkatkan proliferasi, perubahan sinyal sel, perubahan dalam diferensiasi,
dan kematian sel yang merubah homeostasis jaringan. Guna mempertahankan
integritas fungsional jaringan gingiva dari infeksi bakteri, epitel gingiva dapat
menebal dengan cara menambah kecepatan pembelahan selnya atau disebut
keratinisasi. Keratin mempunyai insolubilitas yang tinggi dan resisten terhadap
enzim. Terdapat cornified envelope (CE) pada setiap sel yang mengalami
keratinisasi, CE memiliki ketebalan 15 nm, tersusun dari ikatan silang protein
dan lipid yang bertemu saat diferensiasi terminal. Gabungan protein-lipid dalam
struktur CE menggantikan membrane plasma dan integritasnya sangat vital
dalam fungsi pertahanan (Carranza, 2006).

Gusi memiliki lapisan epitel yang merupakan epitel skuama berlapis (stratified
squamous epithelium) dinamakan lamina propria. Bagian tengah berupa
jaringan ikat, yang dinamakan lamina propria(Carranza, 2006)

Epitel oral. Epitel oral merupakan epitel skuama berlapis yang berkeratin
(keratinized) atau berparakeratin (parakeratinized) yang membalut permukaan
vestibular dan oral gingiva. Meluas dari batas mukogingival ke krista tepi
gingiva (crest gingival margin), kecuali pada permukaan palatal dimana epitel
ini menyatu dengan epitel palatum. Lamina basal yang menyatukan epitel
gingiva ke jaringan ikat gingiva bersifat permeabel terhadap cairan, namun
dapat menjadi penghalang bagi bahan partikel tertentu. Mempunyai rete peg
yang menonjol ke arah lamina propria. (Carranza, 2006)

Epitel sulkular. Epitel sulkular mendindingi sulkus gingiva dan menghadap ke


permukaan gigi tanpa melekat padanya. Epitel ini merupakan epitel skuama
berlapis yang tipis,tidak berkeratin, tanpa rete peg dan perluasannya mulai dari
batas koronal epitel penyatu sampai ke krista tepi gingival. Selain itu juga

18
memiliki peran penting karena bertindak sebagai membran semipermeabel yang
dapat dirembes oleh produk bakteri masuk ke gingiva, dan oleh cairan gingiva
yang keluar ke sulkus gingival. (Carranza, 2006).

Epitel penyatu. Epitel penyatu membentuk perlekatan antara gingiva dengan


permukaan gigi dan berupa epitel skuama berlapis tidak berkeratin. Pada usia
muda epitel penyatu terdiri atas 3 – 4 lapis,namun dengan bertambahnya usia
lapisan epitelnya bertambah menjadi 10 – 20 lapis melekat ke permukaan gigi
dengan bantuan lamina basal.panjang epitel penyatu ini bervariasi antara 0,25 –
1,35 mm merentang dari dasar sulkus gingiva sampai 1,0 mm koronal dari batas
cemento-enamel pada gigi yang belum mengalami resesi(Carranza, 2006).Bila
gigi telah mengalami resesi, epitel penyatu berada pada sementum. Karena
perlekatannya ke permukaan gigi, epitel penyatu dan serat-serat gingiva
dianggap sebagai suatu unit fungsional yang dinamakan unit
dentogingival(Carranza,2006).

Pembaharuan gingiva. Epitel oral mengalami pembaharuan secara terus


menerus. Ketebalan epitel terpelihara oleh adanya keseimbangan antara
pembentukan sel baru pada lapisan basal dan lapisan spinosa dengan
pengelupasan sel-sel tua pada permukaan. Laju aktivitas mitotik tersebut paling
tinggi pada pagi hari dan paling rendah pada sore hari (Carranza, 2006).

b. Sulcus Gingiva

Sulkus gingiva merupakan suatu celah dangkal di sekeliling gigi dengan dinding
sebelah dalam adalah permukaan gigi dan dinding sebelah luar adalah epitel
sebelah dalam dari gingiva bebas. Sulkus ini membentuk seperti huruf V, dan
kedalamnya dapat diselipkan alat prob periodontal dalam keadaan yang sangat
normal dan bebas kuman (eksperimental) kedalamannya bisa 0 atau mendekati
0, namun secara klinis biasanya dijumpai sulkus gingiva. Dengan kedalaman
tertentu. Secara histologis kedalamannya adalah 1,5 – 1,8 mm. Kedalaman klinis
diukur dengan alat prob (dinamakan kedalaman probing) adalah 2,0 – 3,0 mm.

c. Cairan sulcus gingiva

19
Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari
pembuluh darah yang termodifikasi. Cairan sulkus gingiva dapat berasal dari
jaringan gingiva yang sehat. Cairan sulkus gingiva berasal dari serum darah
yang terdapat dalam sulkus gingiva baik gingiva dalam keadaan sehat maupun
meradang. Pada CSG dari gingival yang meradang jumlah polimorfonuklear
leukosit, makrofag, limfosit, monosit, ion elektrolit, protein plasma dan
endotoksin bakteri bertambah banyak, sedangkan jumlah urea menurun.
Komponen seluler dan humoral dari darah dapat melewati epitel perlekatan
yang terdapat pada celah gusi dalam bentuk CSG

d. Jaringan Konektif Gingiva

1. Lapisan papillary

Berada dekat dengan epitel diantara rete pegs.

2. Lapisan Reticular

Berbatasan dengan periosteum tulang, terdiri dari bagian seluler dan interselular.

Bagian interseluler mengandung proteoglycan dan glicoprotein (terutama

fibronectin yang mengikat fibroblast-fiber) (Carranza, 2006).

e. Serat gingiva /serat kolagen

Jaringan ikat margin gusi dipadati oleh kolagen tebal disebut serat-serat
gingival. Jaringan ikat ini berfungsi menahan margin gusi dengan kuat pada
gigi, menahan daya kunyah, menyatukan margin gusi dengan sementum dan
dengan gusi cekat.(Carranza, 2006).

Serat gingival dapat dikelompokkan sebagai kelompok gingivodental, kelompok


sirkular, dan kelompok transeptal (Carranza, 2006).

f. Vaskularisasi gingiva

Suplai darah pada gingiva melalui 3 jalan yaitu:

20
a. Arteri yang terletak lebih superfisial dari periosteum, mencapai gingiva pada
daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang arteri alveolar yaitu arteri
infra orbital, nasopalatina, palatal, bukal, mental dan lingual (Grossman, 1995).

b. Pada daerah interdental percabangan arteri intraseptal (Grossman, 1995).

c. Pembuluh darah pada ligamen periodontal bercabang ke luar ke arah gingival.


Suplai saraf pada periodontal mengikuti pola yang sama dengan distribusi suplai
darah (Grossman, 1995).

b. Sementum

Sementum adalah jaringan ikat termineralisasi yang melapisi akar gigi,


membantu menempelkan gigi, melalui ligamentum periodontal, ke tulang
alveolar. Ini memiliki persimpangan penting dengan enamel (pertemuan
sementum-enamel) dan dengan dentin (pertemuan sementum-dentin). Meskipun
merupakan lapisan tipis, ia terbentuk terus menerus sepanjang hidup,
memungkinkan penyesuaian kembali penyambungan serat ligamen periodontal.
Komposisinya mirip dengan tulang, matriks organiknya terutama terdiri dari
kolagen tipe I. Sistem klasifikasi sementum yang berbeda ada yang bergantung
pada ada atau tidak adanya sel (sementum aseluler dan seluler) dan / atau asal
muasalnya. Tidak seperti tulang, sementum tidak memiliki pembuluh darah dan
saraf dan hanya memiliki kapasitas yang sangat terbatas untuk pemodelan ulang.
(Berkovitz, B.K., Holland, G.R. and Moxham, B.J., 2017)

21
Sementum terdiri dari matriks berserat termineralisasi dan sel. Matriks berserat
terdiri dari serat Sharpey dan serat nonperiodontal intrinsic Serat Sharpey
(shar-kencing) adalah serat kolagen dari PDL Serat ini disusun untuk berfungsi
sebagai ligamen antara proses gigi dan alveolar. Serat non-PDL intrinsik dari
sementum adalah serat kolagen yang dibuat oleh sementoblas Aseluler
sementum, juga disebut sementum serat ekstrinsik aseluler, adalah sementum
pertama diendapkan pada dentin pembentukan akar, dan merupakan bentuk
dominan yang ditemukan di koronal bagian dari akar. Sementum seluler, juga
disebut seluler sementum serat intrinsik, paling melimpah di apical sepertiga
hingga setengah dari akar dan di area pencabangan gigi multi-akar. Sementum
seluler dapat diendapkan di atas sementum aseluler, terutama sebagai respons
terhadap tuntutan fungsional dan pergerakan gigi pasca erupsi(Fehrenbach, M.J.
and Popowics, T., 2019).

c. Tulang alveolar

Tulang alveolar adalah bagian dari maxila dan mandibula yang membentuk dan
mendukung soket gigi (alveoli). Tulang alveolar terbentuk pada saat gigi erupsi
untuk menyediakan perlekatan tulang pada ligamen periodontal (Varma &.
Nayak, 2002). Tulang alveolar berfungsi untuk menampung akar gigi,membantu
menggerakkan gigi untuk oklusi yang lebih baik,membantu menyerap dan
mendistribusikan kekuatan oklusal yang dihasilkan selama kontak gigi,memasok
pembuluh darah ke ligamen periodontal,menampung dan melindungi gigi
permanen yang sedang berkembang,sambil menopang gigi sulung dan mengatur
erupsi gigi sulung dan permanen.

22
Secara anatomi prosesus alveolar terbagi menjadi dua yaitu tulang alveolar
sebenarnya (Alveolar proper bone) dan tulang alveolar pendukung (Alveolar
supporting bone) (Chatterjee, 2006).

A. Tulang Alveolar Sebenarnya (Alveolar Proper Bone)


Tulang alveolar yang sebenarnya adalah tulang yang membatasi alveolus
atau soket tulang yang berisi akar gigi. Tulang alveolar yang sebenarnya
adalah bagian dari jaringan periradikular yang terdiri dari bundel tulang
di tepi alveoli dan tulang yang berlamela ke arah pusat prosesus alveolar.
Gambaran radiografik tulang alveolar sebenarnya disebut lamina dura
dapat juga disebut sebagai plat kribriform, istilah ini timbul karena
banyaknya foramina yang melubangi tulang. Foramina ini berisi
pembuluh darah dan saraf yang mensuplai gigi – gigi, ligamen
periodontal, dan tulang (Chatterjee, 2006).
B. Tulang Alveolar Pendukung (Alveolar Supporting Bone)
Tulang alveolar pendukung adalah tulang yang mengelilingi tulang
alveolar sebenarnya dan merupakan penyokong dari soket. Tulang
alveolar pendukung terdiri atas 2 bagian yaitu :
1. Keping Kortikal Eksternal
Dibentuk oleh tulang havers dan lamella tulang kompak yang
terdapat di dalam dan luar lempeng pada prosesus alveolar.
Keping kortikal ini lebih tipis di maksila dibandingkan di
mandibula, lebih tebal di bagian molar serta premolar pada regio
mandibula. Keping kortikal eksternal berjalan miring ke arah
koronal untuk bergabung dengan tulang alveolar sebenarnya dan

23
membentuk dinding alveolar dengan ketebalan sekitar 0,1 – 0,4
mm (Devy, 2004).
2. Tulang Spons (Tulang Kanselus)
Tulang yang mengisi ruang antara tulang kompak dan tulang
alveolar sebenarnya. Septum interdental terdiri dari tulang spons
yang mendukung tulang dan menutupi bagian dalam dari tulang
kompak (Devy, 2004).

Komponen Tulang Alveolar terdiri atas:


1. Matriks Tulang
Matriks tulang ini terdiri dari tiga komponen yaitu organik,anorganik
dan air.Untuk organik 90 % komponennya tampak sebagai kolagen tipe
1. Substansi dasar mengandung proteoglikan dan sejumlah kecil protein
lain seperti osteoklasin, osteonektin dan osteopontin.Bila anorganik
kandungan kalsium dan fosfor ditemukan lebih banyak pada tulang
alveolar daripada bikarbonat, sitrat, magnesium, potassium dan sodium.
Bentuk mineralnya adalah hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2] dan
berbentuk seperti jarum kristalit atau lempengan tipis yang tebalnya 8
nm dan panjangnya bervariasi.
2. Sel Tulang
Sel tulangnya terdiri dari osteoblas, osteosit, osteoklas, sel
osteoprogenitor, dan lapisan sel tulang.

d. Ligamen periodontal

24
Ligamen periodontal adalah jaringan ikat yang tidak terkalsifikasi dan
merupakan penyokong gigi yang terletak di antara dua jaringan yang
termineralisasi yaitu sementum dan tulang alveolar.

Ligamen periodontal ini terdiri atas pembuluh darah yang kompleks dan serabut
jaringan ikat (kolagen) yang mengelilingi akar gigi dan melekat ke prosesus
alveolar.

Elemen terpenting dari ligamen periodontal adalah principal fibers atau


serabut-serabut dasar yang terdiri atas kolagen yang tersusun dari asam amino
(bagian yang terpenting adalah glycine, proline, hydroxylycine, dan
hydroxyproline) tersusun dalam bundles dan mengikuti alur gelombang. Bagian
ujung principal fibers yang masuk ke dalam sementum dan tulang disebut
sharpey’s fibers.

Principal fiber pada ligamen periodontal dibagi dalam 6 kelompok, yang


melekat pada gigi, antara lain :

1. Kelompok Transeptal

Serat transeptal memembentang dalam arah interproksimal melalui tulang


alveolar crest dan masuk ke dalam sementum gigi. Serat ini bersifat konstan dan
dapat direkonstruksi setelah terjadi kerusakan tulang alveolar pada penyakit
periodontal.

25
2. Kelompok Alveolar Crest

Serat Alveolar Crest membentang secara oblique dari sementum di bawah


junctional epithelium pada alveolar crest. Serat alveolar crest mencegah ekstrusi
gigi dan menahan pergerakan gigi ke arah lateral.

3. Kelompok Horizontal

Serat meluas tegak lurus dengan sumbu gigi dari sementum ke tulang alveolar.

4. Kelompok Oblique

Kelompok terbesar pada ligamen periodontal, melintang dari sementum dalam


ke arah koronal secara oblique ke tulang. Serat ini memiliki peran yang penting
karena menahan beban vertikal dalam pengunyahan dan mengubahnya menjadi
tekanan pada tulang alveolar.

5. Kelompok Apikal

Serat apikal tersebar dari sementum ke tulang bagian apikal soket. Serat ini tidak
didapatkan pada akar yang tidak sempurna.

6. Kelompok Interradicular

Serat meluas dari sementum percabangan akar gigi ke puncak septum


interradikular.

26
Jaringan ikat sirkuler akan berdiferensiasi menjadi tiga lapisan, yaitu lapisan
luar yang dekat ketulang, lapisan dalam sepanjang sementum, dan suatu
lapisan intermediat yang terdiri atas serat-serat yang tidak teratur.
Serat-serat intermediat ini akan menebal dan tersusun sesuai kebutuhan
fungsi ketika gigi mencapai puncak oklusalnya. Folikel gigi tersebut
bersambung dengan ektomesenkim dari papilla dental dan terdiri dari sel-sel
fibroblastic yang tidak berdiferensiasi yang juga berkembang menjadi
fibroblast. Bersamaan dengan proses erupsi dan berfungsinya gigi,
serat-serat utama ligament periodontal menjadi tersusun lebih teratur dan
bertambah tebal.

Adapun sel-sel yang memproduksi serat kolagen yang dimiliki oleh ligamen
periodontal, antara lain :

1. Fibroblas, sel-sel berbentuk kumparan dengan inti oval dan prosesus sitoplasmik
yang panjang. Biasanya sejajar dengan kolagen, dengan prosesusnya terbungkus di
sekitar bundle tersebut.

2. Osteoblas atau sel pembentuk tulang ditemukan di pinggir ligament periodontal


melapisi soket tulang. Dalam keadaan aktif berbentuk kuboidal dan dapat
menimbun suatu lapisan matriks, disebut estoid, diantaranya dan tulang dewasa.
Bila tidak aktif, keliatan sebagai sel gepeng dan dapat menyerupai fibroblas.

3.Osteoklas atau sel peresorpsi tulang ditemukan di pinggir tulang pada masa
pengubahan bentuk tulang. Sel bernukleus banyak dengan batas suatu kerut atau
garis-garis ke arah daerah resorpsi tulang.

4. Sementoblas, terletak di garis pinggir ligament periodontal berhadapan dengan


sementum. Sementoblas, dengan prosesus sitoplasmik, terlihat kuboid bila pada
suatu lapisan tunggal, atau skuamus bila pada lapisan multiple.

27
4. Proteksi di bidang radiografi

A. Prinsip Alara (Justifikasi, Optimasi,Limitasi)

1. Justifikasi: Tidak ada metode baru yang harus dicoba sampai benar-benar
bermanfaat untuk kepentingan pasien.

2. Optimasi: Semua dosis harus dijaga serendah mungkin (ALARA), dengan


mempertimbangkan status keuangan dan sosial pasien.

3. Limitasi: Bahwa setiap dosis individu tidak boleh melebihi batas yang
ditetapkan untuk keadaan yang sesuai.

Pada tahun 1977 filosofi berubah tetapi batas yang ditetapkan sebelumnya tidak
berubah. Sebagai 5 rem per tahun, ICRP mengadopsi pendekatan berbasis risiko
yang lebih formal untuk menetapkan standar.

Pada tahun 1980, perkiraan baru dihitung berdasarkan rasio neutron terhadap
sinar gamma dalam radiasi yang dihasilkan oleh bom, pada orang yang selamat
dari bom atom.

ICRP mengeluarkan serangkaian rekomendasi internasional baru pada tahun


1990. Rekomendasi baru tersebut adalah membatasi paparan radiasi hingga 10
rem selama periode 5 tahun dan 5 rem dalam satu tahun. Batas publik ditetapkan
pada rata-rata 100 milirem per tahun selama periode 5 tahun.

Tetapi pada tahun 1993 NCRP datang dengan rekomendasi baru berdasarkan
efek stokastik dan deterministik. Batas untuk efek deterministik adalah 50 rem
per tahun untuk setiap jaringan atau organ dan 15 rem untuk lensa mata untuk
menghindari pembentukan katarak. Sedangkan batas efek stokastik atau radiasi
seluruh tubuh adalah 5 rem dalam satu tahun dan rata-rata seumur hidup tidak
lebih dari 1,5 rem per tahun. (Joseph & George, 2021)

28
B. Penerapan Alara

1. Jarak: semakin jauh jarak dengan rontgen, maka semakin rendah dosisnya
(semakin aman).

2. Perisai (pelindung radiasi): semakin besar pelindungnya, maka semakin


rendah dosisnya. Pelindung radiasi ini dapat digunakan ketika berada di area
radiasi. Pelindung radiasi bisa berbentuk dinding penahan radiasi, contohnya
diberi lapisan timbal (Pb).

3. Waktu: semakin rendah waktu semakin aman. Mengurangi waktu yang


dihabiskan di area radiasi untuk menurunkan dosis terakumulasi dan
merencanakan pekerjaan secara efisien untuk menghindari penghabisan terlalu
banyak waktu (Mulyati et al., 2016)

Penerapan dari ALARA

Proteksi pada pasien dan operator:

1) Pasien

• Melakukan pemeriksaan klinis, menjelaskan langkah-langkah kepada


pasien

• Menanggalkan barang-barang yang dapat mempengaruhi proses


radiografi

• Menggunakan apron dengan bahan timah 0,25 mm/bahan lain yang


setara dengan timah

• Menggunakan pelindung tambahan seperti pelindung tiroid

2) Operator

• Berdiri sejauh 6 kaki/1,83 m dari sumber sinar

• Tidak memegang film/cone x-ray

29
• Bila tidak dapat berdiri di belakang pelindung, gunakan apron timah 0,5
mm, menutupi semua permukaan tubuh sampai kerongkongan, bahu, 10 cm di
bawah lutut

- Tujuan utama IRCP dalam membuat regulasi perlindungan tersebut


adalah:

• Untuk memastikan bahwa ambang dosis tidak terlampaui

• Membatasi kemungkinan terjadinya efek stokastik dengan


memperrtimbangkan banyaknya resiko yang terjadi.

Praktisi atau operator hanya boleh melakukan tindakan radiografi jika sudah
menjalani pelatihan dan penilaian yang memadai dalam semua aspek praktis
radiografi yang harus dilakukan. Hal ini berarti bahwa petugas tidak boleh
melakukan bagian apapun dari proses radiograf kecuali:

• Telah cukup terlatih

• Ada bukti rinci tentang pelatihan yang telah dilakukan

• Kompetensi telah dinilai dan memadai.

• Nama petugas harus terdaftar sebagai orang yang kompeten untuk


melakukan tugas itu. Petugas tidak dapat melakukan tugas apapun yang tidak
tercantum dalam kompetensinya (Reynolds, 2016).

C. Nilai batas dosis

Nilai batas dosis

Komisi Internasional untuk Perlindungan Radiologi (ICRP) juga menetapkan batas


dosis tahunan maksimum untuk pekerja radiasi. Orang-orang itu terkena radiasi selama
mereka bekerja. Eksposur ini tidak membawa risiko manfaat saja. ICRP membagi
pekerja radiasi menjadi dua sub kelompok tergantung pada tingkat pekerjaan paparan,
yaitu pekerja terkena radiasi langsung dan tidak terkena radiasi secara langsung. Batas
dosis untuk setiap kelompok didasarkan pada prinsip bahwa risiko untuk setiap pekerja

30
yang menerima batas dosis penuh akan sedemikian rupa sehingga pekerja akan berisiko
lebih besar daripada pekerja di lingkungan lain yang berbahaya, tetapi non-radioaktif.

Nilai batas dosis untuk pekerja yang terkena radiasi langsung yaitu:

· Dosis Efektif rata-rata sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per tahun dalam
periode 5 (lima) tahun, dan 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun
tertentu.

· Dosis Ekivalen untuk lensa mata rata-rata sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per
tahun dalam periode 5 (lima) tahun dan 50 mSv (limapuluh milisievert) dalam 1 (satu)
tahun tertentu.

· Dosis Ekivalen untuk tangan atau kaki atau kulit sebesar 500 mSv (lima ratus
milisievert) per tahun.

Nilai batas dosis untuk pekerja yang tidak terkena radiasi langsung:

· Dosis Efektif sebesar 6 mSv (enam milisievert) per tahun.

· Dosis Ekivalen untuk lensa mata sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per tahun

· Dosis Ekivalen untuk tangan atau kaki atau kulit sebesar 150 mSv (seratus lima puluh
milisievert) per tahun.

Nilai batas dosis untuk anggota masyarakat luas:

· Dosis Efektif sebesar 1 mSv (satu milisievert) per tahun.

· Dosis Ekivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv (lima belas milisievert) per tahun.

· Dosis Ekivalen untuk kulit sebesar 50 mSv (limapuluh milisievert) per tahun
(Whaites, 2013).Tabel Batasan dosis berdasarkan Ionising Radiations Regulations
(IRR) 1999 (Sukmana, 2019)

31
Tabel 1. Batasan dosis berdasarkan Ionising Radiations Regulations (IRR) 1999

Tabel 2. Nilai batas dosis pada organ

Tabel 3. Dosis efektif pada pemeriksaan rutin gigi

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Berkovitz, B.K., Holland, G.R. and Moxham, B.J., 2017. Oral Anatomy,
Histology and Embryology E-Book. Elsevier Health Sciences.
2. Fehrenbach, M.J. and Popowics, T., 2019. Illustrated Dental Embryology,
Histology, and Anatomy E-Book. Elsevier Health Sciences.
3. Sukmana, B. I. 2019. Radiografi di Bidang Kedokteran Gigi. Universitas
Lambung Mangkurat

4. Khairunnisa, N., Sulistyorini, R., Mayasari, L. 2017. Pengaruh Edible Coating


Terhadap Stabilitas Warna Plat Akrilik Akibat Perendaman Larutan
Klorheksidin 0,2%. Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah
Semarang.

5. Ramasari, D. (2021). Pengetahuan Mahasiswa Pendidikan Akademik Tentang


Bahaya Radiasi Kedokteran Gigi di Pulau Sumatera.
6. Naini, A. (2015). Pengaruh berbagai minuman terhadap stabilitas warna resin
akrilik. STOMATOGNATIC-Jurnal Kedokteran Gigi, 8(2), 74-77.
7. Ardelean, L. C., Bortun, C. M., Podariu, A. C., & Rusu, L. C. (2017). Acrylates
and Their Alternatives in Dental Applications. Acrylic Polymers in Healthcare.
doi:10.5772/intechopen.69010

8. Joseph, B. B., & George, S. (2021). The road to radiation safety and ALARA: A
review. IP International Journal of Maxillofacial Imaging, 6(4), 89–92.
https://doi.org/10.18231/j.ijmi.2020.022

9. Bayu, I. S. (2019). Radiografi Bidang Kedokteran Gigi. Hal. 41-42

10. Mulyati, S., Katili, M.L and Kartikasari, Y., 2016. Penerapan Keselamatan Kerja
Radiasi Pada Sistem Pelayanan Fluoroskopi Bagasi di Bandara Internasional
Ahmad Yani Semarang, Link, 12(1), pp.8-11

11. Kumar, G. S. (2015). Orban's Oral Histology & Embryology-E-BOOK. Elsevier


Health Sciences.

33

Anda mungkin juga menyukai