Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Resin Arkilik

1. Definisi Resin Akrilik

Resin akrilik merupakan polimer berwarna jernih atau transparan dan

bersifat keras serta tidak fleksibel. Definisi lain menyebutkan bahwa resin

akrilik adalah salah satu bahan untuk pembuatan denture base. Resin arkilik

digunakan sebagai denture karena memenuhi persyaratan fisik, estetik dan

fungsi. Selain itu alasan dipilihnya resin arkilik ialah karena kestabilan

dimensinya yang baik, tidak mengiritasi jaringan rongga mulut, warna yang

sesuai, dan reparasi yang mudah. Resin akrilik dikenal dan digunakan sebagai

bahan dalam kedokteran gigi mulai sekitar tahun 1946. Damayanti dkk, (2017)

menyatakan bahwa dalam kedokteran gigi, resin akrilik tidak hanya digunakan

sebagai bahan denture base, tetapi juga dapat digunakan sebagai bahan dasar

peralatan ortodontik lepasan.

Anusavice, (2013) menyatakan bahwa dalam kedokteran gigi, resin

akrilik dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu resin akrilik turunan asam

akrilik CH2=CHCOOH, dan resin akrilik turunan dari asam metakrilat

CH2=C(CH3)COOH. Kedua senyawa tersebut bereaksi terhadap pencapuran

suatu bahan lain dengan cara yang sama.

2. Jenis Resin Akrilik

Berdasarkan proses polimerisasinya resin akrilik dibagi menjadi

beberapa macam seperti cold cured, heat cured, dan light cured. Salah satu
jenis resin akrilik ialah resin akrilik polimetil metakrilat heat cured

(polimerisasi panas). Umumnya, resin akrilik dengan polimerisasi panas

memiliki kekurangan yaitu mudah patah sehingga perlu diberi

penambahan serat alami (Hadianto dkk, 2013). Jenis resin akrilik yang

umum digunakan adalah resin akrilik dengan polimerisasi panas. Sifatnya

yang tidak itiran dan toksik, harga relatif murah, memiliki estetika yang

tinggi, warna yang lebih stabil, serta cara pengerjaan dan reparasi yang

mudah menjadikan resin akrilik dengan polimerisasi panas lebih banyak

diminati (Pribadi dkk, 2010).

Pada umumnya prosedur yang digunakan untuk proses polimerisasi

panas pada resin akrilik adalah dengan teknik compression-moulding. Teknik

ini dilakukan dengan cara memanipulasi resin akrilik dengan perbandingan

1:3, dimana 1 merupakan bubuk dan 3 sebagai cairan (Anusavice, 2013).

Terdapat beberapa tahap pencampuran bubuk dan cairan resin akrilik,

diantaranya yaitu:

a. Sandy Stage : fase di mana tidak ada perubahan pada butiran polimer,

dan untuk konsistensi campurannya kasar atau berbutir. Belum terjadi

interaksi pada tingkat molekulnya.

b. Sticky Stage : pada tahap ini butiran akan menyatu dengan polimer.

Adonan akan lengket saat disentuh, dan akan membentuk serta saat di

tarik.

c. Dough Stage : adonan sudah tidak seperti serat, biasanya adonan sudah

bersifat plastis (mudah untuk dibentuk).


Gambar 1. (a) resin akrilik cold cured, (b) mesin arkilik heat cured,
dan (c) mesin arkilik light cured
Sumber: Manppalil (2016)

3. Sifat Mekanik Resin Aklirik

Pribadi dkk, (2010) menyatakan bahwa resin akrilik mempunyai

beberapa sifat mekanik, yaitu kekuatan impak dan kekuatan fleksural.

Terdapat kekurangan pada resin dalam sifat mekaniknya, salah satunya yaitu

kasus fraktur pada gigi tiruan. Fraktur pada denture sering diakibatkan karena

tekanan impak seperti kasus terjatuhnya denture pada lantai saat bersin

maupun batuk. Tekanan fleksural merupakan pemberian beban lentur pada

denture base secara berulang– ulang. Patahnya penggantian gigi biasanya

disebabkan oleh goyangan yang terjadi pada gigi palsu yang secara tidak

sengaja jatuh terhadap benda keras dan tegangan lentur. (Fatimina, et al.,

2016).

Kekuatan mekanik dapat ditingkatkan melalui beberapa hal, yaitu

dengan menambahkan serat. Serat yang umumnya digunakan dapat berupa

serat gelas atau serat biasa. Pemuaian serat ini mempengaruhi kekuatan

mekanik yang dipengaruhi oleh jumlah serat, daya cengkeram serat, dan

tempat serat (Fatimina, dkk, 2016). Serat alami ataupun fiber glass memiliki

sifat dapat meningkatkan sifat mekanik suatu bahan sehingga dapat dijadikan
pilihan pada penambahan resin akrilik dengan polimerisasi panas.

Penambahan serat dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi

seperti adhesi, kuantitas serat, serta posisi serat. (Fatimina dkk, 2016).

4. Sifat Fisik Resin Akrilik

Resin akrilik sebagai bahan denture base memiliki beberapa sifat fisik

sebagai berikut :

a. Porositas

Porositas adalah munculnya gelembung udara pada lapisan luar denture

base yang menyebabkan estetik, kebersihan dan sifat fisik denture base

akan terganggu. Gelembung udara ini terbentuk dari molekul polimer yang

dimana suhu resin akrilik mencapai atau melebihi titik didih, serta apabila

terdapat penguapan monomer yang tidak bereaksi dengan sempurna

(Hatrick dkk, 2011). Porositas yang berlebih pada denture base dapat

melemahkan kekuatan mekanik, selain itu makanan akan mudah

menempel di permukaan yang kasar dan mengakibatkan denture base

berbau (Gaib, 2013).

b. Pengerutan Polimerasi

Terdapat dua macam pengerutan pada resin akrilik, yaitu pengerutan

linear dan pengerutan volumetrik. Apabila adaptasi dari denture base

berubah dengan memperhatikan jarak antara dua titik acuan yang sudah

ditandai pada saat sebelum polimerisasi dan sesudah polimerisasi disebut

pengerutan linear. Sedangan pengerutan volumetrik diperhatikan saat

kepadatan massa bahan berubah setelah polimerisasi. Pengerutan ini

terjadi karena monomer metil metakrilat berpolimerisasi membentuk


polimetil metakrilat. Manipulasi bahan secara tepat dapat membantu

adaptasi yang lebih baik pada denture base terhadap jaringan dibawahnya

(Annusavice et al., 2013).

c. Crazing

Crazing ditandai dengan adanya retakan kecil atau goresan pada lapisan

luar denture base yang terbentuk dari resin akrilik (Annusavice, 2003).

Crazing pada permukaan resin akrilik transparan terlihat seperti kabut,

sedangkan apabila pada resin akrilik yang berwarna pekat crazing terlihat

seperti keputihan. Crazing akan mengurangi nilai estetik dari denture base

(Annusavice et al., 2013).

d. Penyerapan Air

Penyerapan air akan terjadi ketika polimetil metakrilat diletakkan pada

lingkungan yang basah. Meskipun penyerapan air relatif sedikit efek yang

timbul sangat terlihat pada sifat mekanis dan dimensi polimernya. Rantai

polimer akan terganggu oleh masuknya molekul air di antara rantai

polimer. Adanya molekul air di dalam massa yang terpolimerisasi

menimbulkan dua efek penting yaitu, massa yang terpolimerisasi

mengalami sedikit ekspansi dan molekul air mempengaruhi kekuatan

rantai polimer sehingga rantai polimer tersebut bertindak sebagai pembuat

plastis. Polimetil metakrilat ini mempunyai nilai penyerapan air sebesar

0,69 mg/cm2. Biasanya mekanisme penyerapan air yang terjadi yaitu

difusi. Difusi itu sendiri merupakan berpindahnya suatu substansi melalui

rongga mulut (Annusavice et al., 2013).


e. Kelarutan

Resin akrilik akan melepaskan sejumlah kecil monomer saat larut dalam

berbagai pelarut (Annusavice, 2003). Namun, resin akrilik tidak akan larut

pada cairan saliva. ADA No. 12 menetapkan pengujian resin akrilik

dengan cara perendaman denture base dalam air lalu apabila denture base

tersebut ditimbang ulang setelah perendaman maka kehilangan beratnya

tidak boleh melebihi 0,04 mg/cm2 dari permukaannya (Hatrick, et al.,

2011).

B. Resin Arkilik Heat-Cured

1. Definisi Resin Arkilik Heat-Cured

Resin arkilik heat cured merupakan resin dengan polimerasi yang

memanfatkan energi termal dan tekanan yang dipertahankan sampai terjadi

polimerisasi sempurna. Energi termal yang diperlukan untuk polimerisasi

bahan dapat diperoleh dengan menggunakan pemanasan air atau oven

gelombang mikro (Craig et al., 2006).

Resin akrilik Polymethyl methacrylate (PMMA) atau resin arkilik yang

digunakan untuk pembuatan gigi tiruan dengan bantuan panas. PMMA telah

digunakan sejak pertengahan tahun 1940-an. Bahan basis gigi tiruan PMMA

biasanya dikemas dalam sistem bubuk dan cairan. Bubuk terdiri atas butir-

butir poly methyl-methacrylate pra-polimerisasi dan sejumlah kecil benzoil

peroksida (pemulai/inisiator). Sedangkan cairan didominasi oleh methyl-

methacrylate tidak terpolimerisasi dengan sejumlah kecil hidroquinon.

Hidroquinon ditambahkan sebagai suatu penghambat yang mencegah

polimerisasi yang tidak diharapkan selama penyimpanan cairan. Suatu bahan


ikatan silang juga bisa ditambahkan yaitu Glikol dimethalcrylate yang dapat

berfungsi sebagai jembatan untuk menyatukan 2 rantai polimer. Apanila

dimasukkan ke dalam adukan dapat membentuk polimer yang menyerupai jala

yang memberikan ketahanan terhadap deformasi. Bahan ikatan silang Glikol

dimethalcrylate digabungkan ke dalam komponen cairan pada konsentrasi

sebesar 1-2 % volume (Anusavice, 2004).

2. Karakteristik Resin Akrilik Heat Cured

Resin akrilik heat cured memiliki beberapa karakteristik antara lain sifat

fisik, mekanik, kimia, dan biologi. Sifat fisik dari resin akrilik heat cured

antara lain memiliki variasi warna dan opasitas serta merupakan isolator yang

baik terhadap suhu panas atau dingin. Sifat mekaniknya antara lain, kekuatan

impak yang relatif rendah, cenderung terjadi crazing (retakan mikro), dan

dapat terjadi perubahan warna. Sifat kimia dan biologinya antara lain, dapat

menyerap air secara lambat dan bisa menimbulkan reaksi hipersensitifitas

pada pengguna gigi tiruan yang sensisif mekipun masih jarang terjadi

(McCabe et al., 2008). Karakteristik resin akrilik heat cured menurut

Anusavice tahun 2004, yaitu :

a. Pengerutan Polimerisasi

Ketika monomer methyl-methacrylate terpolimerisasi untuk membentuk

poly methyl-methacrylate, kepadatan massa bahan berubah dari 0,94

menjadi 1,19 g/cm3. Perubahan kepadatan ini menghasilkan pengerutan

volumetric sebesar 21 %. Bila resin konvensional yang diaktifkan panas

diaduk dengan rasio bubuk berbanding cairan sesuai anjuran, sekitar

sepertiga dari massa hasil adalah cairan. Akibatnya, pengerutan volumetric


yang ditunjukan oleh massa terpolimerisasi harus sekitar 7 %. Selain

pengerutan volumetric juga harus diperhatikan efek pengerutan linier.

Pengerutan linier memberikan efek yang nyata pada adaptasi basis gigi

tiruan serta interdigitasi tonjol. Semakin besar pengerutan linier, semakin

besar pula ketidaksesuaian yang teramati dari kecocokan awal suatu gigi

tiruan. Berdasarkan pada pengerutan volumetric sebesar 7% basis gigi

tiruan resin akrilik harus menunjukan pengerutan linier kurang lebih 2%.

Namun pada umumnya pengerutan linier kurang dari 1% (Anusavice,

2004).

b. Porositas

Adanya gelembung permukaan dan dibawah permukaan dapat

mempengaruhi sifat fisik, estetika dan kebersihan basis gigi tiruan.

Porositas cenderung terjadi pada bagian basis gigi tiruan yang lebih tebal.

Porositas tersebut akibat dari penguapan monomer yang tidak bereaksi

serta polimer berberat molekul rendah, bila temperature telah mencapai

atau melebihi titik didih bahan tersebut. Dapat juga berasal dari

pengadukan yang tidak tepat antara komponen bubuk dan cairan. Bila ini

terjadi, beberapa massa resin akan mengandung monomer lebih banyak

dibanding yang lain. Porositas jenis ketiga dapat disebabkan karena

tekanan atau tidak cukupnya bahan dalam rongga kuvet elama polimerisasi

(Anusavice, 2004).

Porositas dibedakan menjadi dua (Anusavice, 2004), yaitu;


i. Shrinkage porosity : terlihat seperti gelembung yang tidak beraturan

dan bisa terdapat di seluruh massa resin akrilik baik di permukaan ataupun

di dalam massa.

ii. Gausseus porosity : tampak gelembung kecil halus yang biasanya

terdapat di bagian yang tebal dan bagian yang terletak jauh dari sumber

panas luar.

Timbulnya porositas dapat diminimalkan dengan menjamin

homogenitas resin yang sebesar mungkin. Penggunaan rasio polimer

berbanding monomer yang tepat serta prosedur pengadukan yang

terkontrol dengan baik membentuk keadaan ini. Pengadukan dan

pemasangan jalan masuk secara cermat dapat membantu mengurangi

masuknya udara (Anusavice, 2004).

c. Penyerapan Air

Polimerisasi methacrylate menyerap air ketika ditempatkan dalam

lingkungan basah. Namun, air yang diserap ini menimbukan efek yang

nyata pada sifat mekanik dan dimensi polimer. Umumnya mekanisme air

yang terjadi adalah difusi yaitu berpindahnya suat substansi melalui

rongga atau melalui substansi kedua (Anusavice, 2004). Poly methyl-

methacrylate memiliki nilai penyerapan air sebesar 0,09% mg/cm3.

Diperkirakan bahwa setiap 1 % peningkatan berat disebabkan karena

penyerapan air resin akrilik mengalami ekspansi linear sebesar 0,23%.

Percobaan laboratorium menunjukan bahwa ekspansi linier yang karena

penyerapan air adalah hampir sama dengan pengerutan termal yang

diakibatkan oleh proses polimerisasi. Karena adanya air memberikan efek


yang nyata pada sifat fisik dan dimensional dari resin basis, koefisien

difusi juga perlu diperhatikan. Koefisien difusi dari air pada protesa resin

akrilik teraktivasi panas umumnya adalah 1,08 (Anusavice, 2004).

d. Crazing

Crazing adalah garis retakan kecil atau halus yang nampak timbul pada

permukaan gigi tiruan. Crazing pada resin transparan menimbulkan

penampilan berkabut atau tidak terang. Adanya crazing membuat kekuatan

gigi tiruan menurun (weekening effect). Pada resin berwarna, crazing

menimbulkan gambaran putih. Hal ini bisa dibebakan oleh:

i. Mecanical stress (tekanan mekanik) karena pembasahan dan

pengeringan gigi tiruan yang berulang-ulang, sehingga

menyebabkan kontraksi dan ekpansi.

ii. Tekanan karena koefisien ekspansi suhu yang berbeda antara gigi

porselen dan dengan basis gigi tiruan akrilik.

iii. Peranan pelarut, ketika gigi tiruan direparasi, monomer kontak

dengan resin dan dapat menyebabkan crazing.

e. Residual monomer

Akrilik yang direbus dengan baik masih menyisakan monomer

sebanyak 0,2-0,5 %. Prosesing pada temperature yang rendah dan waktu

yang kurang tepat dapat menimbulkan monomer sisa yang lebih banyak.

Hal tersebut harus dihindari karena monomer sisa dapat terlepas dari gigi

tiruan dan dapat mengiritasi jaringan mulut, membuat akrilik lebih lemah

dan fleksibel (Anusavice, 2004).

f. Ketepatan Dimensi
Faktor yang berpengaruh terhadap ketepatan dimensi antara lain, mould

ekpansi pada waktu packing, ekpansi suhu pada fase dough, shrinkage

pada polimerisasi, panas yang berlebihan pada waktu polishing, stabilisasi

dimensi,dan fraktur yang keras atau fatigue (Anusavice, 2004).

3. Mekanisme Polimerasi Resin Arkilik Heat Cured

Proses polimerisasi terdiri dari empat tahap, yaitu: (Anusavice,


2013)
a. Induksi : Induksi memiliki 2 tahapan yaitu aktivasi
dan inisiasi yang membutuhkan radikal
bebas dengan inisiator yaitu benzoyl
peroxide dan aktivator yaitu pemanasan,
sinar, atau zat kimia.
b. Propagasi : Tahapan pembentukan rantai polimer
yang berasal dari reaksi molekul aktif
dengan molekul tidak aktif, umumnya
disebut kombinasi.
c. Chain transfer : Tahapan pemindahan energi dari molekul
aktif ke molekul yang tidak aktif.
d. Terminasi : Tahapan apabila dua radikal bebas
bereaksi membentuk molekul stabil.
Curing cycle atau siklus polimerisasi merupakan proses
pemanasan untuk mengendalikan polimerisasi. Idealnya, proses ini
dikendalikan dengan baik melalui pemanasan secara bertahap dalam
peningkatan temperatur untuk menghindari efek peningkatan
temperatur yang tidak terkendali seperti porositas pada permukaan
resin akrilik heat cured (Anusavice, 2013).
4. Keuntungan dan Kerugian Resin Akrilik Heat Cured

Menurut Wilson (1987) menyatakan bahwa resin akrilik memiliki

keuntungan dan kerugian, yaitu :


Keuntungan :

a. Warna dan translusensi baik, mirip dengan jaringan asli, dan

permanen.

b. Manipulasinya mudah.

c. Kekuatannya adekuat, dan gaya berat spesifik rendah.

d. Resistensi pada pertumbuhan bakteri baik.

e. Haega relative terjangkau dan nyaman pada pemakaian.

Kerugian :

a. Mengalami perubahan dimensi selama pembasahan dan pengeringan,

dan selama pemrosesan ulang

b. Dapat berubah bentuk selama perbaikan

c. Konduktor termal yang kurang baik

C. Macam-Macam Serat

Serat adalah suatu jenis bahan berupa komponen yang membentuk jaringan

memanjang yang utuh, zat yang panjang, tipis dan mudah dibengkokkan. Serat

dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alam dan serat sintetis

(Murdiyanto, 2011).

1. Serat Sintetik

a. Serat Glass (Serat Kaca):

Serat kaca adalah salah satu jenis serat sintetik yang digunakan dalam

kedokteran gigi. Serat ini biasanya terbuat dari serat kaca yang diperkuat

dengan polimer seperti resin epoksi atau resin akrilik. Serat kaca

digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk perawatan penguatan akar

(root canal treatment).


b. Serat Karbon:

Serat karbon adalah serat sintetik yang sangat kuat dan ringan. Serat ini

digunakan dalam kedokteran gigi untuk memperkuat struktur gigi dan

menghasilkan perbaikan gigi yang kuat.

c. Serat Polietilen:

Serat polietilen adalah serat sintetik yang tahan terhadap korosi dan

memiliki sifat biokompatibilitas yang baik. Mereka digunakan dalam

berbagai aplikasi kedokteran gigi, termasuk perawatan penguatan akar dan

pembuatan perbaikan gigi palsu.

d. Serat Polipropilena:

Serat polipropilena adalah serat sintetik yang sering digunakan dalam

pembuatan gigi palsu (dentures). Serat ini membantu memberikan

kekuatan dan stabilitas struktural pada gigi palsu.

e. Serat UHMWPE (Ultra High Molecular Weight Polyethylene):

Serat UHMWPE adalah serat sintetik dengan berat molekul sangat

tinggi. Serat ini digunakan dalam berbagai aplikasi restoratif gigi

2. Serat Alam

a. Serat Tanaman

Serat yang mengandung unsur berupa selulosa. Bagian tumbuhan yang

dapat dijadikan serat adalah biji yang biasanya dibuat menjadi kapas dan

kapuk, bagian batang yang biasanya dijadikan sebagai rami, bagian daun

yang dijadikan serat seperti tumbuhan abaca, sisal, dan daun nanas.
b. Serat Hewani:

Serat yang mengandung unsur berupa protein. Bagian hewan yang dapat

dijadikan menjadi serat adalah rambut domba yang biasanya dibuat

menjadi serat wol, selain itu ulat sutra saat menjadi kepompong akan

menghasilkan serat sutra, selain itu laba-laba juga dapat menghasilkan

serat yang dihasilkan dari jaring yang dibentuk.

c. Serat Mineral

Serat mineral diperoleh dari bahan tambang dari perut bumi contohnya

asbestos. Serat sintesis merupakan hasil pengolahan bahanbahan kimia

yang dilakukan di pabrik (Mather dan Wardman dalam Murdiyanto,

2017).

3. Serat Daun Nanas

Bagian dari tanaman nanas yang sering dijadikan limbah adalah pada

bagian daun, padahal daun nanas mengandung banyak serat daun nanas yang

dapat dimanfaatkan kembali (Setiawan dkk 2017). Serat daun nanas

(pineapple–leaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang berasal dari

tumbuhan (vegetable fibre) yang didapatkan dari daun-daun tanaman nanas.

Tanaman nanas yang juga mempunyai nama lain, yaitu Ananas Cosmosus,

(termasuk dalam family Bromeliaceae), Tanaman nanas termasuk jenis

tanaman yang hanya tumbuh pada musim tertentu. Tanaman nanas berasal dari

Brazilia dan didatangkan ke Indonesia oleh para pelaut Spanyol dan Portugis

sekitar tahun 1599.

Saat ini tanaman nanas sudah banyak di budidaya oleh masyarakat di

Indonesia. Ciri khas dari tanaman nanas adalah daunnya yang berbentuk
menyerupai pedang meruncing di ujungnya dengan warna hijau kehitaman.

Tdak hanya itu, pada tepi daun tanaman nanas terdapat duri yang tajam. Daun

tumbuhan nanas memiliki panjang antara 55 sampai dengan 75 cm. Dan lebar

3,1 sampai dengan 5,3 cm. Untuk tebal daun tanaman nanas berkisar antara

0,18 sampai 0,27 cm. Ukuran daun tanaman nanas dapat berubah tergantung

jenis atau spasies dari tanaman nanas (Hidayat, 2008).

Tanaman nanas termasuk tanaman herbal yang mengandung roset daun

sukulen yang kaku pada batang yang tegak dan besar. Karakteristik daun

tanaman nanas yakni berserat dan tersususn secara spiral. Pada satu buah daun

tanaman nanas dapat menghasilkan 2-3% serat. Serat daun nanas termasuk

serat yang kuat, putih, halus dan mengkilap (Kathomdani and Sugesty, 2018).

Serat daun nanas ini memiliki panjang serat medium dan permukaan yang

lebih lembut dari serat alam lainnya, serta memiliki kekuatan tarik (tensile

strength) yang tinggi (Asim et al., 2015).

Tanaman nanas cukup mudah dibudidayakan dikarenakan tanaman ini

bisa tumbuh pada keadaan iklim basah maupun kering. Iklim di Indonesia

yang tropis sangat cocok untuk membudidayakan tanaman nanas. Tanaman

nanas biasanya dilakukan pembongkaran setelah 2-3x panen yang kemudian

digantikan oleh tanaman baru, oleh karena itu limbah daun nanas terus

berkesinambungan sehingga potensial untuk dimanfaatkan sebagai produk

yang dapat memberikan nilai tambah saat dilakukan pengolahan kembali

(Hadi, et al., 2016).


Gambar 1.1 Buah Nanas

Gambar 1.2 Serat Daun Buah Nanas

4. Komposisi Serat Daun Nanas

Kandungan pada serat daun nanas yakni diantaranya lignin, pektin, wax,

abu, lemak, selulosa, dan zat lain. (protein dan asam organik lainnya) Serat

daun nanas memiliki segudang kandungan. Kandungan selulosa pada serat

daun nanas berfungsi untuk meningkatkan kekuatan suatu ikatan (Setiawan, et

al., 2017). Pada pengamatan mikroskop cells yang berada dalam serat

memiliki diameter rata-rata berkisar 10 mm dan panjang rata-rata 4,5 mm

dengan ratio perbandingan antara panjang dan diameter adalah 450 (Hidayat,

2008).

Tabel Komposisi Kimia Serat Nanas (Hidayat, 2008)


Nama Bahan Jumlah (%)
Alpha Selulosa 69,5-71,5
Pentosan 17,0-17,8
Lignin 4,4-4,7
Pektin 1,0 – 1,02
Lemak dan Wax 3,0 – 3,3
Abu 0,71 – 0,87
Zat-zat lain (protein, asam 4,5 – 5,3
organik, dll)

Pada tengah daun nanas terdapat kandungan lignin. Kangungan lignin

tidak hanya ditemukan di tengah daun tapi juga terdapat pada lamella dari

serat dan dinding sel serat. Daun nanas muda kekuatannya relatif rendah dan

ukuran seratnya lebih pendek (Hadi, et al., 2016).

5. Kelebihan Serat Daun Nanas

Selulosa pada serat alami berfungsi untuk meningkatkan kekuatan suatu

ikatan. Kandungan selulosa pada serat daun nanas lebih besar jika

dibandingkan dengan serat serabut kelapa, dan serat sisal. Kandungan selulosa

pada serat daun nanas yaitu 69,5 – 71,5 %, selulosa pada serat serabut kelapa

sebesar 35,6%, dan serabut sisal tidak mempunyai kandungan selulosa

(Hidayat, 2008).

5. Pengolahan Serat Daun Nanas

Musig (2010) menjelaskan terdapat beberapa proses pengolahan serat

daun nanas, yaitu :

1. Proses Perendaman / Water Retting dilakukan dengan cara memasukkan

daun kedalam air dalam waktu tertentu, untuk melunakkan gums di sekitar

daun. Proses ini sangat tergantung pada kondisi pH air, temperature, cahaya,

perubahan kondisi lingkungan, macro nutrients, jenis bakteri yang ada dalam

air, dan lamanya waktu proses.


2. Proses Pengerokan / Scraping. Serat diekstrak dengan cara dikerok tangan

menggunakan Batok / tempurung kelapa, pecahan tembikar, atau plat yang

tidak terlalu tajam sehingga serat-serat daun nanas akan terurai satu dengan

lainnya. Serat-serat tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan.

3. Proses penyisiran / Decortications yaitu dengan menggunakan

menggunakan mesin bermotor ( Mesin Decorticator ) yang dilengkapi pisau

untuk mengikis pulp untuk memisahkan serat. daun. Untuk memudahkan

pemisahan zat-zat yang ada disekitar serat dan menghindari kerusakan pada

serat, proses decorticasi dilakukan pada kondisi daun dalam keadaan segar dan

basah. Daun-daun nanas yang telah mengalami proses dekortikasi, kemudian

dicuci dan dikeringkan melalui sinar matahari. Dekortikasi juga bertujuan

memisahkan kulit dari batangnya dengan cara dikelupas.

4. Degumming yaitu menghilangkan sisa-sisa gum dan pektin yang masih

menempel pada serat, dapat dilakukan dengan cara kimia, antara lain

menggunakan NaOH 0,5%, Na2C03 dan Na-tripolifosfat 3%.

5. Pemutihan serat dapat dengan bahan pemutih:biasanya menggunakan

senyawa klorin (Ca-hipoklorit atau Nahipoklorit) atau hidrogenperoksida

(H202)

6. Pelurusan serat dengan bantuan alat brushing machine.

D. Uji Tekan

1. Definisi Uji Tekan (yang kurang definisi dan satuannya serta rumus

yang di pakai)

Uji tekan pada resin akrilik adalah prosedur pengujian yang digunakan

untuk menentukan kemampuan sebuah bahan resin akrilik dalam menahan


tekanan. Uji ini bertujuan untuk mengukur kekuatan tekan atau

kemampuan resin akrilik untuk menahan tekanan sebelum mengalami

deformasi atau kerusakan permanen (Rawung dkk, 2016).

Dalam uji kekuatan tekan pada resin yang menggunakan Universal

Testing Machine rumus didapatkan data berupa kgf yang kemudian

dirubah kedalam Mpa dengan rumus:

Rc = F x 9,807/A

Keterangan :

Rc : kekuatan tekan (MPa)

F : gaya maksimal (kgf)

A : Luas area dasar sampel (πr2 ) 9,087 : Gravitasi (Klymus et al., 2007)

2. Fungsi Uji Tekan

Uji tekan berfungsi untuk untuk mengetahui seberapa besar kekuatan

tekan maksimal yang dapat ditahan oleh spesimen pada kondisi pembebana

stabil dan smooth yang ditandai dengan spesimen mengalami kepatahan.

Kekuatan tekanan dapat diuji menggunakan Universal Testing Machine. Cara

pengujian kekuatan resin arkilik ialah dengan meletakkan resin akrilik ke atas

alat, alat di kalibrasi terlebih dahulu dengan jarum menunjukkan tepat di

angkal nol dan kalibrasi dengan komputer. Kemudian alat di hidupkan dan di

catat angka yang di tunjukkan pada komputer nilai F setelah resin akriliknya

hancur.
Gambar 1.3 Universal Testing Machine (UTM)

DAFTAR PUSTAKA

Adekunle, K. F. (2015). Surface Treatments Of Natural Fibres A Review: Part 1.


Open Journal Of Polymer Chemistry, 03 (November), Pp. 41–46. Doi:
Http://Dx.Doi.Org/10.4236/Ojpchem.2015.53005.
Amiri, A., Ulven, C. A. And Huo, S. (2015). Effect Of Chemical Treatment Of
Flax Fiber And Resin Manipulation On Service Life Of Their Composites
Using Time-Temperature Superpositio’. Pp. 1965–1978.

Anusavice, K. J. (2003). Science Od Dental Material. 11th Editi.

Asim, M. (2015). A Review On Pineapple Leaves Fibre And Its Composites.


International Journal Of Polymer Science. Doi: 10.1155/2015/950567.

Benyahia, (2013) Study The Effect Of Alkali Treatment Of Natural Fibers On The
Mechanical Behavior Of The Composite Unsaturated Polyester-Fiber.
Reinforced Plastics, Pp. 1–6. Doi: 10.1051/Meca/2013082.

Damayanti, A. And Kaswindiarti, S. (2017). Perawatan Pulpektomi Non Vital


Pada Gigi Desidui Anterior Maksila. Jurnal Ilmu Kedokteran Gigi, 1(1),
Pp.58–63.

Fatimina, A. D., Benyamin, B. And Fathurrahman, H. (2016). Pengaruh Posisi


Serat Kaca (Fiberglass) Yang Berbeda Terhadap Kekuatan Fleksural Fiber
Reinforced Acrylic Resin. ODONTO : Dental Journal, 3(2), P. 128. Doi:
10.30659/Odj.3.2.128-132.

Hadianto, E., Widjijono And Herliansyah, M. K. (2013) ‘Pengaruh Penambahan


Polyethylene Fiber Dan Serat Sisal Terhadap Kekuatan Flek- Sural Dan
Impak Base Plate Komposit Resin Akrilik’, 2(2), Pp. 57–67.

Ghassa, A. 2011. Comparison of transverse strength of repaired visible light-


polymerized resin to pressured auto polymerizing and conventional heat-
polymerized acrylic resin.

Hidayat, P. (2008) ‘Teknologi Pemanfaatan Serat Daun Nanas Sebagai Alternatif


Bahan Baku Tekstil’, Teknoin, 13(2), Pp. 31–35.

Kathomdani, P. D. S. And Sugesty, S. (2018) ‘Pembuatan Pulp Kraft Dari Kapuk


Dan Serat Daun Nanas Sebagai Bahan Baku Kertas Khusus’, Dinamika
Penelitian Industri, 29(2), Pp. 108–118.
Mamtaz, H. Et Al. (2016) ‘Acoustic Absorption Of Natural Fiber Composites’,
Journal Of Engineering (United States), 2016. Doi: 10.1155/2016/5836107.

Manappallil JJ. Basic dental Materials. 4th ed. (2016) India: Jaypee Brothers
medical Publisher.

Musig, J. 2010. Industrial Applications Of Natural Fibres: Structure, Properties


And Technical Applications. John Wiley & Sons, Ltd. UK.

Murdiyanto, D. (2017). Potensi Serat Alam Tanaman Indonesia Sebagai Bahan


Fiber Reinforced Composite Kedokteran Gigi. Fakultas Kedokteran Gigi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rawung, V. J. R.,Wowor, V. N. S dan Siagian, K. S. (2016). Uji Kekuatan Tekan


Plat Resin Akrilik Polimerisasi Panas Yang Direndam Dalam Minuman
BerkarbonasI. urnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 5 No. 2

Setiawan, A. A., Shofiyani, A., & Syahbanu, I. (2017). Pemanfaatan limbah daun
nanas (Ananas comosus) sebagai bahan dasar arang aktif untuk adsorpsi Fe
(II). Jurnal Kimia Khatulistiwa, 6(3).

Anda mungkin juga menyukai