Anda di halaman 1dari 30

RESIN AKRILIK

Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gigi Universitas Jember


sedang melakukan skill lab manipulasi resin akrilik. Pelaksanaan skill lab kali ini terbagi dalam 2
kelompok. Kelompok I membuat basis gigi tiruan menggunakan bahan heat curring resin acrylic,
dan kelompok 2 mereparasi basis gigi tiruan akrilik yang patah menggunakan self curring resin
acrylic. Untuk mendapatkan hasil akhir yang baik, maka proses manipulasi harus dilakukan
dengan benar mulai dari pencampuran bubuk dan cairan, proses dan tahap polimerisasi, packing,
sampai pemolesan..

STEP 1
1. Skill lab : tempat untuk memperkenalkan skill atau ketrampilan baru yang nantinya
dievaluasi berdasarkan kemampuannya.
2. Resin : eksudat menyerupai getah, dikeluarkan oleh tumbuhan dengan sifat bisa
membeku dan membentuk massa yang keras
3. Resin akrilik : resin termoplastik yang merupakan senyawa compound metalik yang
dibuat secara sintetis dari bahan organik yang diapikasikan untuk pembuatan anasir dan
basis gigi tiruan, plat ortodonsi, serta restorasi mahkota dan jembatan. Tersusun atas
rantai polimer yang terdiri dari unit-unti kecil metil metakrilat yang berulang yang
disebut polimetilmetakrilat.
4. Manipulasi resin akrilik: tindakan/ rekayasa terhadap resin akrilik dengan menambah
atau mengurangi variabel yang berkaitan guna mencapai sifat fisik ataupun mekanik yang
dikehendaki
5. Basis gigi tiruan:
6. Heat curring resin acrylic : salah satu jenis resin akrilik yang menggunakan pemanasan
untuk polimerisasinya dan banyak digunakan untuk basis plat gigi tiruan melalui
waterbath.
7. Mereparasi:
8. Self curring resin acrylic: jenis resin akrilik yang proses poimerasinya tidak
membutuhkan panas, melainkan aktivasi dari bahan kimia atau suhu ruang.
9. Polimerisasi: gabungan dua atau lebih monomer. Proses penggabungan monomer satu
dengan lainnya yang membentuk rantai polimer melalui reaksi kimia.

STEP 2:

1. Bagaimana sifat resin akrilik ?


2. Apa saja komposisi resin akrilik?
3. Apa saja syarat-syarat resin akrilik yang baik?
4. Apa saja klasifikasi resin akrilik?
5. Apa perbedaan diantara heat curring resin acrylic dengan self curring resin acrylic
6. +- resin akrilik
7. Bagaimana proses manipulasi resin akrilik?
8. Bagaimana rasio pencampuran bubuk dan cairan resin akrilik ketika kita akan
memanipulasinya?
9. Bagaimana proses dan tahap polimerisasi pada resin akrilik?
10. Apa saja aplikasi resin akrilik dalam bidang kedokteran gigi?
11. Cara reparasi gigi tiruan
12. Cara pembersihan gigi tiruan
13. Cara membuat basis gigi tiruan

STEP 3:

1. Sifat Resin Akrilik

A. Sifat Fisik

 Warna dan Persepsi Warna

Resin akrilik mempunyai warna yang harmonis, artinya warnanya sama dengan jaringan
sekitar. Warna disini berkaitan dengan estetika, dimana harus menunjukka transulensi atau
transparansi yang cukup sehingga cocok dengan penampilan jaringan mulut yang
digantikannya.Selain itu harus dapat diwarnai atau dipigmentasi, dan harus tidak berubah
warna atau penampilan setelah pembentukkan (Annusavice. 2003).

 Stabilitas Dimensional

Resin Akrilik mempunyai dimensional stability yang baik, sehingga dalam kurun
waktu tertentu bentuknya tidak berubah. Stabilitas dimensional dapat dipengaruhi oleh
proses, molding, cooling, polimerisasi, absobsi air dan temperatur tinngi (Annusavice.
2003).

 Abrasi dan ketahanan abrasi

Kekerasan merupakan suatu sifat yang sering kali digunakan untuk memperkirakan
ketahanan aus suatu bahan dan kemampuan untuk mengikis struktur gigi lawannya. Proses
abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan, berefek pada hilangnya sebuah substansi / zat.
Mastikasi melibatkan pemberian tekanan yang mengakibatakan kerusakan dan
terbentuknya pecahan / fraktur. Namun resin akrilik keras dan memiliki daya tahan yang
baik terhadap abrasi (Combe, 1992).

 Crazing (Retak)
Retakan yang terjadi pada permukaan basis resin disebabkan karena adanya tensile
stress, sehingga terjadi pemisahan berat molekul atau terpisahnya molekul – molekul
polimer (Combe, 1992).
 Creep (Tekanan)
Creep didefinisikan sebagai geseran plastik yang bergantung waktu dari suatu
bahan di bawah muatan statis atau tekanan konstan. Akrilik mempunyai sifat cold flow,
yaitu apabila akrilik mendapat beban atau tekanan terus menerus dan kemudian ditiadakan,
maka akan berubah bentuk secara permanen (Combe, 1992).
 Thermal

Thermal conduktivity resin akrilik rendah dibandingkan dengan logam,


pengahantar panasnya sebesar 5,7 x 10-4 / detik / cm / 0C / cm2 (Combe, 1992). Dari sifat termalnya,
resin dibagi lagi menjadi resin termoplastik dan termosetting. Resin termoplastik, seperti
kompoun cetak dan akrilik, melunak ketika di panaskan melebihi temperatur transisi kaca (Tg),
kemudian dapat dibentuk dan dengan pendinginan akan mengeras dalam bentuk tersebut. namun,
pada pemanasan ulang bahan dapat melunak kembali dan dapat dibentuk kembali bila diperlukan.
Setelah itu, resin termosetting, merupakan resin yang menjadi keras secara permanen bila
dipanaskan melebihi temperatur kritis dan tidak melunak kembali pada pemanasan ulang (Phillips,
1996).

 Porositas
Porositas adalah gelembung udara yang terjebak dalam massa akrilik yang telah
mengalami polimerisasi. Timbulnya porositas menyebabkan efek negative terhadap
kekuatan dari resin akrilik. Dimana resin akrilik ini mudah porus (Combe, 1992). Macam-
macam Porosity:
o Gasseous Porosity
Pemanasan yang terlalu tinggi dan cepat sehingga sebagian monomer tidak
sempat berpolimerisasi dan menguap membentuk bubbles (bola-bola uap) sehingga
pada bagian resin yang lebih tebal bubbles terkurung sehingga terjadi porositas
yang terlokalisir. Sedangkan pada bagian yang tipis, panas cxothermis dapat keluar
dan diserap gips sehingga resin tidak melewati titik didihnya dan tidak akan
membentuk bubbles. (Combe, 1992)

Air yang terkandung didalam resin sebelum atau selama polirmerisasi akan
merendahkan titik didih monumer sehingga dengan ternperatur biasa akan terjadi
seperti diatas. (Combe, 1992)

o Shrinkage Porosity

Ketidak-homogenan resin akrilik selama polirnerisasi sehingga bagian


yang mengandung lebih banyak monomer akan menyusut dan membentuk voids
(ruang-ruang hampa udara) dan terjadi porosity yang terlokalisi. (Combe, 1992)

Polimer-polimer yang berbeda massa, komposisi dan ukuran akan


menyebabkan bagian-bagian yang mempunyai partikel-partikel lebih kecil dulu
berpolimerisasi daripada partikel yang lebih besar. Bagian-bagian yang
berpolimerisasi lebih lambat akan berpindah kebagian yang berpolimerisasi lebih dulu,
sehingga terbentuk voids dengan porosity yang terlokalisir. (Combe, 1992).

Kurang lamanya pengepresan sebelum penggodokan maupun selama


polimerisasi juga akan menyebabkan diffusi monomer menjadi kurang baik dan
membuat voids dengan porosity internal. Yang ketiga hal diatas akan menyebabkan
kerapuhan pada basis protesa. (Combe, 1992).

B. Sifat Mekanik
Sifat mekanis adalah respons yang terukur, baik elastis maupun plastis, dari bahan
bila terkena gaya atau distribusi tekanan. Sifat mekanis bahan basis gigi tiruan terdiri atas
kekuatan tensil, kekuatan impak, fatique, crazing dan kekerasan. (Combe, 1992)
 Kekuatan Tensil
Kekuatan tensil resin akrilik polimerisasi panas adalah 55 MPa. Kekuatan tensil
resin akrilik yang rendah ini merupakan salah satu kekurangan utama resin akrilik.
(Combe, 1992)
 Kekuatan Impak
Kekuatan impak resin akrilik polimerisasi panas adalah 1 cm kg/cm. Resin akrilik
memiliki kekuatan impak yang relatif rendah dan apabila gigi tiruan akrilik jatuh ke
atas permukaan yang keras kemungkinan besar akan terjadi fraktur. (Combe, 1992)
 Fatique
Resin akrilik memiliki ketahanan yang relatif buruk terhadap fraktur akibat fatique.
Fatique merupakan akibat dari pemakaian gigi tiruan yang tidak didesain dengan baik
sehingga basis gigi tiruan melengkung setiap menerima tekanan pengunyahan.
Kekuatan fatique basis resin akrilik polimerisasi panas adalah 1,5 juta lengkungan
sebelum patah dengan beban 2500 lb/in2 pada stress maksimum 17 MPa. (Combe,
1992)
 Crazing
Crazing merupakan terbentuknya goresan atau keretakan mikro. Crazing pada resin
transparan menimbulkan penampilan berkabut atau tidak terang. Pada resin berwarna,
menimbulkan gambaran putih (Anusavice, 2003).
Crazing kadang-kadang muncul berupa kumpulan retakan pada permukaan gigi
tiruan resin akrilik yang dapat melemahkan basis gigi tiruan. Retakan-retakan ini dapat
timbul akibat salah satu dari tiga mekanisme berikut. Pertama, apabila pasien memiliki
kebiasaan sering mengeluarkan gigi tiruannya dan membiarkannya kering, siklus
penyerapan air yang konstan diikuti pengeringan sehingga dapat menimbulkan stress
tensil pada permukaan dan mengakibatkan terjadinya crazing. Kedua, penggunaan
anasir gigi tiruan porselen juga dapat menyebabkan crazing pada basis di daerah sekitar
leher anasir gigi tiruan yang diakibatkan perbedaan koefisien ekspansi termal antara
porselen dan resin akrilik. Ketiga, crazing dapat terjadi selama perbaikan gigi tiruan
ketika monomer metil metakrilat berkontak dengan resin akrilik yang telah mengeras
dari potongan yang sedang diperbaiki. Tingkat crazing ini dapat dikurangi oleh cross-
linking agent yang berfungsi mengikat rantai-rantai polimer. (Combe, 1992)
 Kekerasan
Nilai kekerasan resin akrilik polimerisasi panas adalah 20 VHN atau 15 kg/mm2.
Nilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif lunak dibandingkan
dengan logam dan mengakibatkan basis resin akrilik cenderung menipis. Penipisan
tersebut disebabkan makanan yang abrasif dan terutama pasta gigi pembersih yang
abrasif, namun penipisan basis resin akrilik ini bukan suatu masalah besar. (Combe,
1992)
C. Sifat Kimia
 Penyerapan Air
Penyerapan air selalu terjadi pada resin akrilik dengan tingkat yang lebih besar pada
bahan yang lebih kasar. Penyerapan air menyebabkan perubahan dimensi, meskipun
tidak signifikan. Penelitian Cheng Yi-Yung (1994) menemukan bahwa penambahan
berbagai serat pada resin akrilik menunjukkan perubahan dimensi yang lebih kecil
selama perendaman dalam air. (Combe, 1992)
 Stabilitas Warna
Yu-lin Lai dkk. (2003) mempelajari stabilitas warna dan ketahanan terhadap stain
dari nilon, silikon serta dua jenis resin akrilik dan menemukan bahwa resin akrilik
menunjukkan nilai diskolorasi yang paling rendah setelah direndam dalam larutan kopi.
Beberapa penulis juga menyatakan bahwa resin akrilik polimerisasi panas memiliki
stabilitas warna yang baik. (Combe, 1992).
D. Sifat Biologis
 Pembentukan Koloni Bakteri
Kemampuan organisme tertentu untuk berkembang pada permukaan gigi tiruan
resin akrilik berkaitan dengan penyerapan air, energi bebas permukaan, kekerasan
permukaan, dan kekasaran permukaan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa resin
akrilik polimerisasi panas memiliki penyerapan air yang rendah, permukaan yang
halus, kekerasan permukaan yang lebih tinggi dibandingkan nilon dan sudut kontak
permukaan dengan air yang cukup besar sehingga apabila diproses dengan baik dan
sering dibersihkan maka perlekatan bakteri tidak akan mudah terjadi. Pembersihan dan
perendaman gigi tiruan dalam pembersih kemis secara teratur umumnya sudah cukup
untuk mengurangi masalah perlekatan bakteri. (Combe, 1992)
 Biokompatibilitas
Secara umum, resin akrilik polimerisasi panas sangat biokompatibel. Walaupun
demikian, beberapa pasien mungkin menunjukkan reaksi alergi yang disebabkan
monomer sisa metil metakrilat atau benzoic acid pada basis gigitiruan. Pasien yang
tidak alergi juga dapat mengalami iritasi apabila terdapat jumlah monomer yang tinggi
pada basis gigitiruan yang tidak dikuring dengan baik. Batas maksimal konsentrasi
monomer sisa untuk resin akrilik polimerisasi panas menurut standar ISO adalah 2,2
%. (Combe, 1992)
2. Komposisi resin akrilik

Komposisi resin akrilik secara umum adalah sama, yaitu terdiri dari bubuk polimer dan
cairan monomer. Namun pada resin jenis tertentu, memiliki beberapa bahan tambahan. Berikut
adalah komposisi resin akrilik (Chanaka, 2010):

o Polimer

Secara umum polimer resin akrilik terdiri dari:

 Poli (metil metakrilat),


 Initiator (0.2-0.5% benzoil peroksida),
 Pigmen (merkuri sulfat, cadmium selenit, ferric oxide),
 Plasticizer (dibutil ptalat),
 Opacifiers (zinc atau titanium oxide),
 Serat sintetis organik (serat nilon atau serat akrilik) [bahan tambahan]
 Bahan anorganik (serat kaca, zirkonium silikat).
Untuk resin akrilik jenis self cured , ada bahan tambahan aktivator berupa amin
tersier, sedangkan pada light cured terdapat aktivator berupa camphoroquinone.
o Monomer

Monomer resin akrilik terdiri dari:

 Metil metakrilat,
 Stabilizer (0.003 – 0.1% metil ether hydroquinone untuk mencegah terjadinya
proses polimerisasi selama penyimpanan),
 Plasticizer (dibutil pthalat),
 Bahan untuk memacu ikatan silang (cross-linking agent) yaitu etilen glikol
dimetakrilat (EGDMA). Cross-link agent ini berpengaruh pada sifat fisik
polimer dimana polimer yang memiliki ikatan silang bersifat lebih keras dan
tahan terhadap pelarut.

 Komposisi Heat Cured Resin Acrylic

a. Bubuk (powder) mengandung :


 Polimer (polimetilmetakrilat) sebagai unsur utama
 Benzoil peroksida sebagai inisiator : 0,2-0,5%
 Reduces Translucency : Titanium dioxide
 Pigmen (Pewarna dalam partikel polimer yang dapat disesuaikan denganjaringan
mulut) : 1%
 Fiber : menyerupai serabut-serabut pembuluh darah kecil
b. Cairan (liquid) mengandung :
 Monomer : methyl methacrylate, berupa cairan jernih yang mudah menguap.
 Stabilisator : 0,006 % inhibitor hidrokuinon sebagai penghalang polimerisasi selama
penyimpanan.
 Cross linking agent : 2 % ethylen glycol dimetacrylate, bermanfaat membantu
penyambungan dua molekul polimer sehingga rantai menjadi panjang dan untuk
meningkatkan kekuatan dan kekerasan resin akrilik.

 Resin Akrilik Swapolimerisasi ( Self- Cured) Autopolymerizing

Komposisinya sama dengan tipe heat cured, tetapi ada tambahan aktivator, seperti
dimethyl-p-toluidin pada liquidnya.

 Resin Akrilik Polimerisasi Cahaya


Komposisi resin akrilik visible light cured ini hampir sama dengan komposisi
resin akrilik konvensional, tetapi lebih banyak bahan pengisi organiknya. Bahan
pengisi anorganiknya yang terdiri dari matrik uretan dimetakrilat ditambah
sedikit mikrofin silica untuk mengontrol reologi. Bahan pengisi terdiri dari serbuk
resin dengan berbagai bentuk dan ukuran.

 Resin Akrilik Polimerisasi Microwave


Resin akrilik microwave polymerized-polymer yaitu resin yang terdiri dari bubuk dan
cairan poli(metil-metakrilat), dan penambahan komposisi bahan berupa fiber glass reinforced
resin. Proses polimerisasi menggunakan energi microwave dengan kuvet polikarbonat khusus
(bukan logam). (Jagger D dkk,1999 dan Khasawneh SF,2000)

Komposisi

Cairan didominasi oleh metil metakrilat tidak terpolimerisasi dengan sejumlah kecil
hidroquinon. Hidroquinon ditambahkan sebagai suatu penghambat. Bahan tersebut mencegah
polimerisasi yang tidak diharapkan, atau ‘pengerasan’ cairan selama penyimpanan. (Phillips.2004)

Suatu bahan ikatan silang juga dapat ditambahkan pada cairan.Glikol dimetakrilat biasanya
digunakan sebagai bahan ikatan silang dalam resin basis protesapoli (metilmetakrilat). Glikol
dimetakrilat secara kimia dan struktur serupa dengan metil metakrilat dan karenanya dapat
digabungkan ke dalam rantai polimer yang bertumbuh. Meskipun metil metakrilat memiliki satu
ikatan ganda per molekul, glikol dimetakrilat memiliki 2 ikatan ganda per molekul. Sebagai
hasilnya, molekul glikol dimetakrilat dapat berfungsi sebagai ‘jembatan’ atau ‘bagian silang’ yang
menyatukan 2 rantai polimer. Bila glikol dimetakrilat dimasukkan dalam adukan, beberapa ikatan
akan terbentuk. Polimer yang dibentuk dengan cara ini merupakan suatu struktur menyerupai jala
yang memberikan peningkatan ketahanan terhadap deformasi. Bahan ikatan silang digabungkan
ke dalam komponen cairan pada konsentrasi sebesar 1-2% vol (Phillips 2004).

3. Syarat resin yg baik

Syarat resin akrilik yang baik digunakan dalam kedokteran gigi antara lain (Phillips, 1996):
a. Biologis : (1) tidak memiliki rasa; (2) tidak berbau; (3) tidak toksik; (4) tidak mengiritasi
jaringan rongga mulut; (5) tidak boleh larut dalam saliva atau cairan lain yang
dimasukkan ke dalam mulut; (6) tidak dapat ditembus cairan mulut.

b. Fisik : (1) stabil dimensinya; (2) memiliki kekuatan dan kepegasan; (3) tahan terhadap
tekanan gigit dan pengunyahan, tekanan benturan, serta keausan berlebihan yang dapat
terjadi di dalam rongga mulut.

c. Estetik : (1) menunjukkan transluensi atau transparansi yang cukup sehingga cocok
dengan penampilan jaringan mulut yang digantikan, (2) harus dapat diwarnai atau
dipigmentasi, dan harus tidak berubah warna atau penampilan setelah pembentukan.

d. Karakteristik penanganan : tidak boleh menghasilkan uap atu debu toksik selama
penanganan dan manipulasi, mudah diaduk, dimasukkan, dibentuk, dan diproses, mudah
dipoles, dan pada keadaan patah yang tidak disengaja, resin harus dapat diperbaiki
dengan mudah dan efisien.

e. Ekonomis : biaya resin dan penanganannya haruslah rendah, dan proses tersebut tidak
memerlukan peralatan kompleks serta mahal

Menurut Anusavice tahun 2003, syarat-syarat yang dibutuhkan untuk resin akrilik yaitu :
a. Tidak toksis dan tidak mengiritasi.
b. Tidak terpengaruh cairan rongga mulut.
c. Mempunyai modulus elastisitas tinggi sehingga cukup kaku pada bagian yang tipis.
d. Mempunyai proporsional limits yang tinggi, sehingga jika terkena stress tidak mudah mengalami
perubahan bentuk yang permanent.
e. Mempunyai kekuatan impact tinggi sehingga tidak mudah patah atau pecah jika terbentur atau
jatuh.
f. Mempunyai fatigue strength tinggi sehingga akrilik dapat dipakai sebagai bahan restorasi yang
cukup lama.
g. Keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi.
h. Estetis cukup baik, hendaknya transparan atau translusen dan mudah dipigmen. Warna yang
diperoleh hendaknya tidak luntur.
i. Radio-opacity, memungkinkan bahan dapat dideteksi dengan sinar x jika tertelan.
j. Mudah direparasi jika patah.
k. Mempunyai densitas rendah untuk memudahkan retensinya di dalam mulut.
l. Mudah dibersihkan.
Prostodonsia Orthodonsia Konservasi Gigi
 Relining (penambahan bahan protesa untuk  Untuk pembuatan  Bahan tanam
meningkatkan kecekatan) bahan plat sementara (inlay dan
 Rebasing (penggantian landasan gigi tiruan orthodonsi onlay)
seluruhnya)  Untuk alat  Untuk vinir
 Restorasi gigi tiruan orthodonsi sementara
 Sendok cetak yang individual
 Gigi tiruan dan mahkota sementara
 Reparasi gigi tiruan
 Prothesa sementara untuk kasus bibir sumbing

4. Klasifikasi resin
A. Heat Cured (Resin Akrilik Polimerisasi Panas)
Merupakan resin akrilik yang polimerisasinya dengan bantuan pemanasan. Energi
termal yang diperlukan dalam polimerisasi dapat diperoleh dengan menggunakan
perendaman air atau microwave. Penggunaan energy termal menyebabkan dekomposisi
peroksida dan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk akan mengawali
proses polimerisasi ( Ecket, dkk., 2004).
Resin ini polimerisasinya memanfaatkan energi termal dan tekanan yang
dipertahankan hingga polimerisasi sempurna. Energi termal yang diperlukan untuk
polimerisasi bahan tersebut dapat diperoleh lewat pemanasan air.
Adanya monomer sisa. Monomer sisa terbentuk ketika resin dipanaskan untuk
merubah monomer menjadi polimer. Ketika resin dimasukkan ke air dengan suhu tertentu,
panas masuk dari luar secara bertahap masuk lebih dalam untuk membentuk polimer. Namun,
dari proses pemanasan itu dibagian dalam resin masih menyisakan monomer sisa, dimana
keberadaan monomer sisa ini bersifat toksik, permukaan pada basis gigi tiruan menjadi kasar
sebagai tempat menempelnya mikroorganisme.

B. Resin Akrilik Swapolimerisasi ( Self- Cured) Autopolymerizing


Merupakan resin akrilik yang teraktivasi secara kimia. Resin yang teraktivasi
secara kimia tidak memerlukan penggunaan energy termal dan dapat dilakukan pada suhu
kamar. Aktivasi kimia dapat dicapai melalui penambahan amintersier terhadap monomer.
Bila komponen powder dan liquid diaduk, amintersier akan menyebabkan terpisahnya
benzoil peroksida sehingga dihasilkan radikal bebas dan polimerisasi dimulai ( Ecket, dkk.,
2004).
Polimerisasi dapat terjadi dengan bantuan inisiator berupa benzoil perokside dan
activator dimetil p-toluidin tanpa dilakukan pemanasan. Sifat porusitas resin akrilik cold
cured 2-5 % lebih besar dari pada resin akrilik heat cured, sehingga kekuatan
transversalnya hanya 80% dari kekuatan transversal resin akrilik heat cured.

C. Resin Akrilik Polimerisasi Microwave


Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik dalam rentang frekuensi
megahertz untuk mengaktifkan proses polimerisasi basis resin akrilik. Prosedur ini sangat
disederhanakan pada tahun 1983, dengan pengenalan serat kaca khusus, cocok untuk
digunakan dalam oven microwave. Resin akrilik dicampur dalam bubuk yang tepat, dalam
waktu yang sangat singkat sekitar 3 menit. Kontrol yang cermat dari waktu dan jumlah
watt dari oven adalah penting untuk menghasilkan resin bebas pori dan memastikan
polimerisasi lengkap ( Ecket, dkk., 2004).
Resin akrilik microwave polymerized-polymer yaitu resin yang terdiri dari bubuk
dan cairan poli(metil-metakrilat), dan penambahan komposisi bahan berupa fiber glass
reinforced resin. Proses polimerisasi menggunakan energi microwave dengan kuvet
polikarbonat khusus (bukan logam). Jumlah porusitas pada proses polimerisasi resin akrilik
microwave cured yang mengandung metil metakrilat lebih banyak daripada porusitas pada
resin akrilik polimerisasi konvensional. (Jagger D dkk,1999 dan Khasawneh SF,2000)

Bahan- bahan teraktivasi dengan panas digunakan dalam pembuatan hampir semua basis
protesa. Energi termal yang diperlukan untuk polimerisasi bahan-bahan tersebut dapat diperoleh
dengan menggunakan perendaman air atau oven gelombang mikro (microwave). Karena
prevalensi dari resin-resin ini, system teraktivasi dengan panas lebih ditekankan (Phillips.2004).

D. Resin Akrilik Polimerisasi Cahaya


Resin akrilik light cured adalah resin yang diaktivasi menggunakan sinar yang
terlihat oleh mata, menggunakan empat buah lampu halogen tungsten yang menghasilkan
gelombang cahaya sebesar 400-500 nm. Bahan ini digambarkan sebagai suatu komposit
yang memiliki matriks uretan dimetakrilat, silica ukuran mikro, dan monomer resin akrilik
berberat molekul tinggi. Butir-butir resin akrilik dimasukkan sebagai bahan pengisi
organic. Sinar yang terlihat oleh mata adalah aktivator, sementara camphoroquinone
bertindak sebagai aktivator polimerisasi.

Material baru, yang lebih efektif dan efisiensi dalam waktu, adalah VLC. Bahan ini
terprolimerasi dengan visible light (cahaya tampak). Resin akrilik diaktifkan cahaya, yang juga
disebut resin VLC, adalah kopolimer dari dimetakrilat uretan dan resin akrilik kopolimer bersama
dengan silika microfine. Proses polimerisasi diaktifkan dengan menempatkan resin akrilik yang
telah dicampur dalam moldable di model master pada sebuah meja berputar. Bahan resin juga
mengandung foto inisiator dari camphoroquinone visible light-sensitive dengan panjang
gelombang cahaya 400-500 nm dengan intensitas sinar yang tinggi yang keluar dari bola lampu
quartz-halogen. Cahaya ini dapat mempenetrasi hingga kedalaman 5-6 mm untuk 10-25 menit
terhadap waktu penyinaran ( Ecket, dkk., 2004).
VLC resin mengandung bahan termoplastik. Bahan ini berada dalam kondisi seperti
dempul (putty) pada suhu ruang dan dapat dibentuk dengan tangan atau alat spesifik menurut
bentuk yang diinginkan. Keuntungan dari bahan ini bermanfaat untuk berbagai macam aplikasi
dengan adanya kemampuan aliran bahan yang baik, dengan demikian resin VLC dapat beradaptasi
dengan berbagai jaringan dimana diaplikasikan bahan ini.

Beberapa sifat fisik dari resin VLC berdasarkan pada American Dental Association
(ADA) nomor 12 dengan spesifikasi : penyusutan linear dari resin VLC lebih rendah daripada heat
cure acrylic resin, dan kekuatan tensile dari resin VLC lebih tinggi dibandingkan dengan heat
cure. Resin VLC juga memiliki keuntungan lain seperti yang dirangkum dalam American Dental
Association (ADA) nomor spesifikasi 41, dimana tidak mengiritasi membran mukosa oral, tidak
mengakibatkan adanya reaksi sensifitas pada kulit dan non-sitotoksik.

Perbandingan yang sederhana dari tingkat energi memperlihatkan bahwa energi dari sinar
tampak lebih rendah dibanding sinar ultraviolet. Kekuatan gelombang yang panjang,
bagaimanapun juga memiliki keuntungan.
5. +- Resin akrilik

Kekurangan dan Kelebihan Heat Cured Acrylic


a. Kelebihan:
 Nilai estetis yang unggul dimana warna hasil akhir akrilik sama dengan warna jaringan
lunak rongga mulut.
 Selain itu resin akrilik ini tergolong mudah dimanipulasi
 Harga terjangkau.
b. Kekurangan:
 Daya tahan abrasi atau benturan masih tergolong rendah.
 Fleksibilitas juga masih rendah.
 Hasil akhir dari manipulasi akrilik akan terjadi penyusutan volume (Combe, 1992).
Adanya monomer sisa. Monomer sisa terbentuk ketika resin dipanaskan untuk merubah
monomer menjadi polimer. Ketika resin dimasukkan ke air dengan suhu tertentu, panas masuk dari
luar secara bertahap masuk lebih dalam untuk membentuk polimer. Namun, dari proses pemanasan
itu dibagian dalam resin masih menyisakan monomer sisa, dimana keberadaan monomer sisa ini
bersifat toksik, permukaan pada basis gigi tiruan menjadi kasar sebagai tempat menempelnya
mikroorganisme.

Resin Akrilik Swapolimerisasi ( Self- Cured) Autopolymerizing


a) Kelebihan:
o mudah dilepaskan dari kuvet.
o fleksibilitas lebih tinggi dari tipe1.
o pengerutan volume akhir tergolong rendah karena proses polimerisasi dari tipe ini
tergolong kurang sempurna.

b) Kekurangan:
o elastisitas dari tipe ini tergolong kurang dari tipe I, kemudian karena digunakan bahan
kimia hal tersebut dapat mengiritasi jaringan rongga mulut.
o dari segi ekonomis lebih mahal (Combe, 1992).
Resin Akrilik Polimerisasi Microwave

Resin Akrilik Polimerisasi Cahaya


Perbandingan yang sederhana dari tingkat energi memperlihatkan bahwa energi dari sinar
tampak lebih rendah dibanding sinar ultraviolet. Kekuatan gelombang yang panjang,
bagaimanapun juga memiliki keuntungan. Berikut adalah beberapa keuntungannya:

- Penetrasi sinar yang tinggi


- Menjaga keamanan manusia
- Sistem radiasi yang tidak mahal

Keuntungan lain yang didapatkan adalah sebagai berikut dari metode curing dengan sinar
tampak:

1. Izin untuk menggunakan campuran dengan bahan adesif dan resin dari semi hingga materi
yang non-transparan. Penetrasi cahaya resin menjadi obat bagi perkembangan dirinya
sendiri. Penetrasi dari sinar ultraviolet merupakan resin hanya beberapa millimeter dari
permukaan, dimana penetrasi sinar tampak yang dalam dari materi hingga pada kekuatan
gelombang yang panjang.
2. Dimana tidak mengganggu kesehatan pekerja. Sinar ultraviolet dapat mempengaruhi tubuh
manusia. Radiasi ultraviolet harus didesain sehingga tetap menjaga keamanan pekerja.
3. Dapat menjadi kerugian apabila dengan tekanan yang tinggi dari merkuri atau sitem radiasi
yang sama digunakan. Perkenalan system dari harga tipe ini. Secara kontrasnya, visible
light curing resin dapat menjadi perawatan yang baik dengan komersial halogen, dan untuk
itu harga total akan lebih rendah dibandingkan merkuri.

Adapun kerugian dari sinar tampak dibandingkan dengan sinar ultraviolet adalah sebagai
berikut :

1. Tingkat energi dari sinar tampak kira-kira ½ dari sinar ultraviolet, untuk itu curing dari
VLC lebih lambat dibandingkan sinar ultraviolet. Aplikasinya dibutuhkan dengan
kecepatan tinggi, ini seharusnya dibuat untuk mengembangkan resin tersebut memasukkan
sumber cahaya tersebut.
2. Energi yang rendah dari resin VLC ini membuat sulit untuk radikal bebas oleh oksigen
menjadi spesies yang aktif lagi.
Dengan keuntungan dan kerugian, energi VLC mempunyai karakteristik yang tidak
ditemukan pada sinar ultraviolet.

6. Proses manipulasi resin akrilik

Manipulasi adalah suatu bentuk tindakan atau proses rekayasa terhadap suatu hal dengan
menambah ataupun mengurangi variabel yang berkaitan agar tercapai sifat mekanik maupun fisik
yang diinginkan. Sebelum diaplikasikan pada pasien, resin akrilik harus dimanipulasi dan diolah
sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria pengaplikasian klinis yang baik. Secara umum, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses manipulasi resin akrilik, antara lain (Khindria,
Mittal dan Sukhija, 2009):

1. Perbandingan monomer dan polimer

Perbandingan yang sering digunakan adalah 3,5:1 satuan volume atau 2,5:1 satuan
berat. Bila komposisi monomer terlalu sedikit maka tidak semua polimer dapat dibasahi
oleh monomer, sehingga mengakibatkan akrilik yang telah berpolimerisasi akan bergranul.
Sebaliknya, komposisi monomer juga tidak boleh terlalu banyak karena dapat
mengakibatkan terjadinya kontraksi pada adonan resin akrilik.

Bila cairan terlalu sedikit maka tidak semua bubuk sanggup dibasahi oleh cairan
akibatnya akrilik yang telah selesai berpolimerisasi akan bergranul dan adonan tidak akan
mengalir saat dipress ke dalam mold.Sebaliknya, cairan juga tidak boleh terlalu banyak
karena dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada adonan akrilik , maka pengerutan
selama polimerisasi akan lebih besar (dari 7% menjadi 21 % satuan volume ) dan
membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai konsistensi dough dan dapat
menimbulkan porositas pada bahan gingiva tiruan (Anusavice ,2003).

2. Pencampuran
Setelah perbandingan tepat, maka bubuk dan cairan dicampur dalam tempat yang
tertutup lalu dibiarkan beberapa menit hingga mencapai fase dough. Adonan atau
campuran akrilik ini akan mengalami empat fase, yaitu :
a. Sandy stage

Tahap ini dicirikan dengan terbentuknya bentukan pasir basah. Ini adalah
bentuk respon mulai berinteraksinya bubuk dan cairan. Pada tahap ini interaksi
tingkat molekuler belum sepenuhnya terjadi atau bahkan belum sama sekali.

b. Sticky stage

Pada tahap ini mulai terjadi interaksi antara bubuk dan cairan. Dimana cairan mulai
larut pada bubuk yang dapat berakibat pada terdispersinya rantai polimer (pada
bubuk) pada monomer (cairan). Sehingga rantai polimer melepaskan jalinan ikatan
yang berpengaruh terhadap adukan yang secara fisual dapat dilihat dengan adanya
bentukan serat begitu adonan tersebut ditarik. Bahan menjadi merekat ketika bubuk
mulai larut dalam cairan.

c. Dough Stage

Pada tahap ini adalah kesempurnaan dari sticky stage. Yaitu tahap dimana
polimer dalam jumlah besar telah terlarut sepenuhnya pada monomer. Dengan
demikian adukan yang terbentuk tidak lagi berserat ataupun lengket. Bahkan tidak
lagi adanya bentukan rekatan pada spatulan ataupun cawannya, yaitu benar-benar
berbentuk adonan. Pada tahap inilah yang dikatakan tahap paling tepat untuk
dituangkan pada mould dalam waktu 10 menit.

d. Rubber hard stage

Tahap ini adalah tahap yang telah dikatakan sebelumnya, yaitu ketika
adukan sudah tidak lagi mampu dilakukan pembentukkan dengan teknik kompresi
konvensional . Hal ini dikarenakan sepenuhnya monomer bebas telah diuapkan dan
polimer telah seutuhnya masuk lebih jauh di antara monomer, sehingga adonan
nampak seperti karet dan tidak lagi memiliki kemampuan ketika diregangkan. Bila
adonan dibiarkan terlalu lama , maka akan terbentuk adonan menyerupai karet dan
menjadi kaku (rubbery – hard ) sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam mould
(Anusavice ,2003).

3. Pengisian

Tahap ini disebut juga dengan packing, yaitu tahap memasukan adonan resin kedalam
mould. Perlu diperhatikan saat proses manipulasi pada tahap pengisian ini adalah ketepatan
bahan dalam mengisi rongga mould. . Pada proses manipulasi yang perlu diperhatikan pada
tahap pengisian ini adalah ketepatan bahan mengisi rongga mould. Sebelum pengisian
dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah merembesnya cairan ke bahan
mould dan berpolimerisasi sehingga menghasilkan permukaan yang kasar, merekatnya
dengan bahan tanam gips dan mencegah air dari gips masuk ke dalam resin akrilik
(Anusavice ,2003).
Apabila terjadi keadaan:

a. Overpacking : akibatnya akan berpengaruh terhadap ketebalan berlebih pada


pembuatan basis protesa yang nantinya akan mempengaruhi posisi elemen gigi
protesa di dalamnya.

b. Underpacking : sedangkan keadaan bahan yang tidak sepenuhnya memenuhi


rongga mould akan mampu menimbullkan porus.

Pengisian pada rongga mould dilakukan secara bertahap. Tahap selanjutnya setelah
dilakukan pengisian pada rongga mould adalah dilakukannya press pada kuvet. Kekuatan
press yang diberikan pada kuvet sebesar 1000 psi selama 5 menit kemudian sebesar 2200
psi selama 5 menit juga. Seringkali ditemukan flash selama proses press dilakukan, flash
yaitu adanya kelebihan bahan. Flash ini harus dibersihkan dan dipisahkan dengan bagian
resin yang mengisi mould. Setelah dilakukan tahap ini, tahap berikutnya adalah
dilakukannya curing. (O’Brien dkk, 1985)
4. Curring

Salah satu tehnik kuring mencakup proses pembuatan bahan tiruan dalam water
bath bertemperatur konstan yaitu 70 C selama 8 jam atau dengan cara dipanaskan pada
suhu 70 C selama 1 jam 30 menit kemudian meningkatkan temperatur sampai 100 C
dipertahankan selama 1 jam (Anusavice, 2003). Pemanasan pada suhu 100 C penting
dilakukan untuk mendapatkan kekuatan dan derajat polimerisasi resin akrilik yang tinggi
dan juga akan mengurangi sisa monomer yang tertinggal. (Anusavice ,2003).
Kuvet yang didalamnya terdapat mold yang telah diisi resin akrilik kemudian dipanaskan
di dalam water bath . Suhu dan lamanya pemanasan harus dikontrol (Anusavice ,2003).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses kuring , yaitu :


a. Bila bahan mengalami kuring yang tidak sempurna , memungkinkan mengandung
monomer sisa tinggi.
b. Kecepatan peningkatan suhu tidak boleh terlalu besar. Monomer mendidih pada suhu 100,3
C . Resin hendaknya tidak mencapai suhu ini sewaktu masih terdapat sejumlah bagian
monomer yang belum bereaksi . Reaksi polimerisasi adalah bersifat eksotermis. Maka
apabila sejumlah besar massa akrilik yang belum dikuring tiba – tiba dimasukkan ke dalam
air mendidih , suhu resin bisa naik di atas 100,3 C sehingga menyebabkan monomer
menguap . Hal ini menyebabkan gaseous porosity.

Setelah proses kuring, kuvet dibiarkan dingin secara perlahan . Pendinginan dilakukan
hingga suhu mencapai suhu kamar . Selama proses ini, harus dihindari pendinginan secara tiba-
tiba karena semalaman pendinginan terdapat perbedaan kontrasksi antara gips dan akrilik yang
menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Bila pendinginan dilakukan secara perlahan,
maka stress diberi kesempatan keluar akrilik oleh karena plastic deformation. Selanjutnya resin
dikeluarkan dari cetakan dengan hati – hati untuk mencegah patahnya gingiva tiruan, kemudian
dilakukan pemolesan resin akrilik (Mc Cabe JF, 2008)

Proses curring setiap jenis resin akrilik memiliki kekhususan tersendiri:


a. Heat curring : yaitu terjadinya curring yang diaktivasi dengan adanya panas.
Dimana panas yang diperlukan untuk terjadinya polimerasi dan tercapainya curring
yang sempurna adalah 74°C (165°F) yang dilakukan pada bak air dengan menjaga
suhu tersebut selama 8-12 jam tanpa adanya prosedur pendidihan terminal. Baru
selanjutnya masuk ke tahap yang kedua dengan meningkatkan suhu mencapai
100°C dan diproses selama 1 jam.

b. Self curring : cukup dilakukan pada suhu ruang dikarenakan aktivator yang
digunakan telah mengunakan amin tersier yang telah dijelaskan sebelumnya pada
klasifikasi.

c. Light curring : proses curring dicapai dengan dipaparkannya cahaya tampak dengan
panjang gelombang sebesar 400-500nm dengan kemampuan menembus ketebalan
sebesar 5-6 mm dengan pemaparan radiasi selama 10-25 menit.

Ada dua jenis cara manipulasi resin akrilik, yaitu teknik molding-tekanan, dan teknik
molding penyuntikan (O’Brien, 2002).

1. Teknik Molding-Tekanan
 Susunan gigi tiruan disiapkan untuk proses penanaman.
 Master model ditanam didalam dental stone yang dibentuk dengan tepat.
 Permukaan oklusal dan insisal elemen gigi tiruan dibiarkan sedikit terbuka untuk
memudahkan prosedur pembukaan kuvet.
 Penanaman dalam kuvet gigi tiruan penuh rahang atas. Pada tahap ini, dental stone
diaduk dan sisa kuvet diisi. Penutup kuvet perlahan-lahan diletakkan pada
tempatnya dan stone dibiarkan mengeras. Setelah proses pengerasan sempurna,
malam dikeluarkan dari mould. Untuk melakukannya, kuvet dapat direndam dalam
air mendidih selama 4 menit. Kuvet kemudian dikeluarkan atau diangkat dari air
dan kedua bagian kuvet dibuka. Kemudian malam luar dikeluarkan.Penempatan
medium pemisah berbasis alginat untuk melindungi bahan protesa (O’Brien, 2002).
2. Teknik Molding-Penyuntikan
 Setengah kuvet diisi dengan adukan dental stone dan model master diletakkan
 Sprue diletakkan dalam basis malam.
 Permukaan oklusal dan insisal gigi tiruan dibiarkan sedikit terbuka untuk
memudahkan pengeluaran protesa.
 Pembuangan malam dengan melakukan pemisahan kedua kuvet disatukan kembali.
 Resin disuntikkan ke dalam rongga mold.
 Resin dibiarkan dingin dan memadat.
Kuvet dimasukkan kedalam bak air untuk polimerisasi resin. Begitu bahan
terpolimerisasi, resin bahan dimasukkan ke dalam rongga mold. Setelah selesai, gigi tiruan
dikeluarkan, disesuaikan, diprose akhir, dipoles (O’Brien, 2002).

Manipulasi Self Cured (Cold Cured) Resin Acrylic


Polimerisasi dapat terjadi dengan bantuan inisiator berupa benzoil perokside dan activator
dimetil p-toluidin tanpa dilakukan pemanasan. Sifat porusitas resin akrilik cold cured 2-5
% lebih besar dari pada resin akrilik heat cured, sehingga kekuatan transversalnya hanya
80% dari kekuatan transversal resin akrilik heat cured.

Manipulasi resin akrilik dengan aktivasi kimia atau cold cured yang hampir semua
manipulasi nya sama dengan heat curing. Cold curing memiliki working time yang lebih pendek
dibanding heat curing. Aktivasi kimia tidak memerlukan penggunaan energi thermal dan dapat
dilakukan pada temperatur ruang. Pada cold curing untuk mencapai fase dough lebih cepat
dibanding heat curing. Hal ini karena proses polimerisasi pada heat curing lebih sempurna
dibanding cold curing (Hatrick et al, 2011).

Setelah adonan mencapai fase dough, kemudian proses packing dilakukan. Permukaan
adonan dilapisi dengan plastik selopan setelah itu diletakan pada mould yang terdiri dari 2 bagian
gypsum mould yang ditanam pada kuvet yang sebelumnya telah diolesi oleh CMS (Cold Mould
Seal) sebagai bahan separator agar tidak lengket. Kemudian dilakukan tiga kali pengepresan
dengan waktu pengerjaan yang cepat. Pada pengepresan pertama, diperoleh hasil bahwa adonan
mengisi ruang mould bahkan menimbulkan kelebihan yang harus dipotong dengan menggunakan
pisau malam tepat pada tepi cetakan. Pengepresan kedua diperoleh hasil bahwa masih terdapat
sedikit kelebihan resin akrilik yang harus dipotong. Pada pengepresan terakhir tidak menggunakan
plastik selopan kemudian dipindahkan pada handpress selama 30 menit. Hasil akhir yang diperoleh
resin akrilik dilepas dari mould dan dipatahkan untuk menguji kekuatan dari resin akrilik tersebut
(Hatrick et al, 2011).

7. Proses polimerisasi resin akrilik

Pengertian Polimerisasi Resin Akrilik

Polimerisasi merupakan persamaan senyawa berat molekul rendah yang disebut monomer
ke senyawa berat molekul besar yang disebut polimer (Craig, dkk., 2004).

1. Reaksi Kondensasi
Reaksi yang menghasilkan polimerisasi pertumbuhan bertahap atau kondensasi
berlangsung dalam mekanisme yang sama seperti reaksi kimia antara 2 atau lebih molekul-molekul
sederhana. Senyawa untama bereaksi, seringkali dengan pembentukan produk sampingan seperti
air, asam halogen, dan ammonia. Pembentukan produk sampingan ini adalah alasan mengapa
polimerisasi pertumbuhan bertahap, seringkali disebut polimerisasi kondensasi. (Craig, dkk.,
2004)

2. Reaksi Adisi
Tidak seperti polimerisasi kondensasi, tidak ada perubahan komposisi selama polimerisasi
tambahan/adisi. Makromolekul dibentuk dari unit-unit yang kecil, atau monomer, tanpa perubahan
dalam komposisi, karena monomer dan polimer memiliki rumus empiris yang sama. Dengan kata
lain struktur monomer diulangi berkali-kali dalam polimer (Anusavice, 2004).

Pada proses polimerisasi polimetil metakrilat terjadi reaksi kimia berupa reaksi adisi.
Reaksi yang terjadi sewaktu polimerisasi polimetil metakrilat berlangsung dengan tahap sebagai
berikut (Umriati, 2000):

 Inisiasi
Masa inisiasi merupakan masa permulaan berubahnya molekul dari inisiator menjadi
bertenaga atau bergerak dan memulai memindahkan energy pada molekul monomer. Tinggi
rendahnya suhu mempengaruhi masa inisiasi. Reaksi yang terjadi selama tahap ini ditunjukkan
pada gambar.
 Propagasi
Propagasi merupakan tahap pembentukan rantai yang terjadi karena monomer yang
diaktifkan, kemudian terjadi reaksi antara radikal bebas dengan monomer. Reaksi yang terjadi
pada tahap ini dapat dilihat pada gambar.

 Terminasi
Terminasi terjadi karena adanya reaksi pada radikal bebas 2 rantai yang sedang tumbuh
sehingga terbentuk molekul stabil (Combe, 1992). Berikut ini reaksi yang terjadi selama tahap
terminasi berlangsung yaitu:

8. Aplikasi resin akrilik dalam bidang kedokteran gigi


Resin akrilik atau polimetil metakrilat merupakan biomaterial yang dikembangkan
pada tahun 1930-an dan pertama kali digunakan di bidang kedokteran gigi tahun 1940.
Penggunaan resin akrilik ini secara umum meliputi, mahkota jaket sementara, sendok cetak
fisiologis, dan plat basis gigi tiruan (Gladwin, 2009). Serta penggunaan resin akrilik
biasanya dipakai sebagai bahan denture base, landasan pesawat ortodonti, basis gigi tiruan,
dan sebagai bahan restorasi untuk mengganti gigi yang rusak (Anusavice, 2003).

Aplikasi resin akrilik dalam kedokteran gigi antara lain (Annusavice, 2003):
a. Pembuatan basis gigi tiruan
Resin akrilik digunakan karena memiliki sifat yang menguntungkan yaitu estetik, warna
dan tekstur mirip dengan gingiva sehinggga estetik di dalam mulut baik, daya serap air
relatif rendah dan perubahan dimensi kecil.
b. Bahan restorasi
c. Post-Dam pada full denture
d. Splint
e. Stents
f. Sebagai individual tray atau sendok cetak perorangan untuk menyesuaikan lengkung
tertentu sehingga sering disebut sendok cetak individual
g. Relining
h. Rebasing

9. Cara reparasi gigi tiruan


Cara Mereparasi Basis Gigi Tiruan yang Patah

 Sesuai dengan sifatnya, resin akrilik dapat mengalami fraktur. Resin perbaikan dapat
diaktivasi oleh sinar, panas, maupun kimia. Untuk memperbaiki protesa yang patah secara
akurat, komponen-komponen haruslah diatur kembali dan direkatkan bersama
menggunakan malam perekat atau modeling plastik. Bila keadaan ini sudah diperoleh,
dibuat model perbaikan dengan menggunakan stone gigi.

 Protesa dipindahkan dari model dan medium perekat dibuang. Kemudian, permukaan patah
diasah untuk memberikan ruangan yang cukup bagi bahan perbaikan. Model dilapisi
dengan medium pemisah untuk mencegah pelekatan resin perbaikan, dan bagian basis
protesa dikembalikan serta dicekatkan pada model. Persyaratan pengujian untuk resin yang
diaktivasi secara kimia untuk perbaikan basis protesa dinyatakan pada Spesifikasi ADA
No. 13 (Anusavice, 2004)

Pada pemanipulasian resin akrilik aktivasi kimia sebagai bahan reparasi dapat dilakukan
dengan dua teknik, yaitu teknik salt and pepper dan teknik wet packing. Perbedaan kedua teknik
ini terletak pada cara pengaplikasiannya pada daerah fraktur. Pada teknik salt and pepper, monomer
dan polimer dimasukkan secara bergantian. Monomer dimasukkan terlebih dahulu untuk
membahasi daerah fraktur pada akrilik. Pembasahan ini diharapkan dapat menambah perlekatan
mekanik pada dinding akrilik yang fraktur. Setelah monomer diteteskan, polimer dimasukkan
sedikit demi sedikit kemudian monomer ditetes kembali. Begitu seterusnya hingga semua daerah
fraktur tertutup oleh adonan (Bhat, 2006).

Sedangkan pada teknik wet packing, monomer dan polimer dicampur terlebih dahulu pada
pot plastik sebelum diaplikasikan. Monomer dan polimer dicampur hingga homogen kemudian
diambil secukupnya sesuai dengan luas area yang fraktur kemudian diaplikasikan pada daerah
fraktur tersebut. Teknik yang berbeda memberikan hasil reparasi yang berbeda pula. Teknik salt
and pepper memberikan hasil reparasi yang lebih halus daripada teknik wet packing. Kelebihan
lain dari teknik salt and pepper adalah tidak banyak bahan yang dihabiskan. Namun, teknik ini
juga memiliki kekurangan yaitu kemungkinan adanya udara yang terjebak lebih tinggi (porous)
dan waktu yang dibutuhkan untuk mengaplikasikan lebih lama dibanding teknik wet packing
(Bhat, 2006).
Awal mula reparasi gigi tiruan rahang atas

Reparasi resin tipe heat cured dengan resin tipe microwave-cured

Perubahan lapisan menjadi lebih halus setelah treatment monomer AC dan aseton

Relining
Karena kontur jaringan lunak berubah selama protesa berfungsi, seringkali permukaan
protesa intraoral yang menghadap jaringan perlu diubah, untuk menjamin kecekatan dan fungsi.
Pada beberapa keadaan, perubahan ini dapat dilakukan dengan prosdur pengasahan selektif.
Sementara pada keadaan lain, permukaan yang menghadap ke jaringan harus digantikan dengan
melapik (relining) atau mengganti (rebasing) protesa yang lama (Anusavice, 2004).
Relining adalah suatu prosedur untuk menambahkan bahan baru pada sisi protesa yang
menghadap jaringan pendukung untuk mencekatkan kembali gigi tiruan. Bila protesa akan
direlining, bahan cetak dikeluarkan dari protesa. Permukaan yang menghadap pada jaringan
dibersihkan untuk meningkatkan perlekatan antara resin yang ada dengan bahan relining. Setelah
tahap ini, resin yang tepat kemudian dimasukkan dan dibentuk menggunakan teknik milding-
tekanan. Untuk relining, temperatur polimerisasi yang rendah lebih disukai guna meminimalkan
distorsi dari basis protesa yang ada. Kemudian, dipilih resin yang diaktivasi secara kimia. Bahan
yang dipilih diaduk menurut anjuran pabrik dan ditempatkan dalam mold, ditekan dan dibiarkan
mengalami polimerisasi. Protesa dikeluarkan dari kuvet, dirapikan, dan dipoles (Anusavice, 2004).
Rebasing
Rebasing adalah penggantian seluruh basis gigi tiruan dengan yang baru, dimana anasir
gigi tiruan yang lama tetap digunakan tanpa merubah letak gigi dan relasi oklusi. Tahap-tahap
yang diperlukan dalam rebasing serupa dengan relining. Cetakan jaringan lunak yang akurat
diperoleh dengan menggunaan protesa yang ada sebagai sendok cetak perseorangan. Kemudian,
model stone dibuat dari cetakan. Model dan cetakan disusun dalam reline jig, yang dirancang untuk
mempertahankan relasi vertikal dan horizontal yang benar antara model stone dan permukaan gigi
tiruan. Hasil susunan tersebut memberikan petunjuk tentang permukaan oklusal gigi tiruan. Setelah
petunjuk tersebut diperoleh, protesa dilepas dan elemen gigi tiruan dipisahkan dari basis yang lama
(Anusavice, 2004).

10. Cara pembersihan gigi tiruan

Cara Membersihkan Gigi Tiruan


a. Unit ultrasonic memberikan getaran yang dapat digunakan untuk membersihkan gigi
tiruan. Bila teknik ini digunakan, gigi tiruan ditempatkan ke unit pembersih, yang diisi
dengan larutan pembersih. Tindakan pembersihan dari agen perendaman dilengkapi oleh
aksi debriding mekanik getaran ultrasonik. Meskipun efektif, teknik ini mungkin tidak
cukup menghilangkan plak pada permukaan gigi tiruan. ( Ecket, 2004)
b. Asam yang diencerkan (asam sitrat, isopropilalkohol, asam klorida, atau cuka rumah
tangga biasa) tersedia untuk menghilangkan endapan keras pada gigi tiruan. Cuka juga
dapat membunuh mikroorganisme tetapi kurang efektif dibandingkan dengan larutan
bleaching. Pembersih dengan bahan asam yang diencerkan harus digunakan hati-hati, dan
gigi tiruan harus dibilas secara menyeluruh untuk menghindari kontak dengan bahan kulit
dan mukosa. Asam encer juga dapat menyebabkan korosi dari beberapa gigi tiruan logam
paduan. ( Ecket, 2004)
c. Pembersih gigi tiruan yang mengandung enzim (mutanese dan protease) telah ditunjukkan
dapat mengurangi plak gigi tiruan secara signifikan, dengan 15 menit perendaman setiap
hari, terutama ketika dikombinasi dengan menyikat gigi tiruan. ( Ecket, 2004).
d. Penggunaan polimer silikon. Pembersih ini memberikan lapisan pelindung, yang
menghambat perlekatan bakteri ke permukaan gigi tiruan sampai aplikasi berikutnya (
Ecket, 2004).
e. Teknik mekanik. Pembersihan gigi tiruan secara mekanik, yaitu dengan menyikat gigi
tiruan menggunakan sikat gigi yang lembut atau sikat gigi nilon yang lembut dengan
menggunakan air dan sabun. Tindakan pembersihan mekanis sikat biasanya cukup untuk
menghilangkan sisa-sisa makanan yang melekat pada gigi tiruan, namun tidak efektif untuk
desinfeksi gigi tiruan. Penggunaan sikat gigi yang kaku, pasta gigi yang abrasif, seperti
kalsium karbonat atau silica terhidrasi, dapat menyebabkan abrasi pada bahan polimer atau
mengakibatkan goresan pada permukaannya. Pasta gigi dengan beberapa bahan abrasive
lembut (natrium bikarbonat atau resin akrilik) dapat digunakan ( Ecket, 2004).
f. Pembersih gigtiruan secara kimia. Pembersih kimia yang paling umum digunakan
menggunakan teknik perendaman gigi tiruan pada larutan peroksida dan hipoklorit.
Keuntungan dari pembersihan gigi tiruan dengan cara perendaman adalah pembersihan
yang mencakup seluruh bagian dari gigi tiruan, abrasi minimal pada basis gigi tiruan dan
gigi, dan merupakan teknik yang sederhana ( Ecket, 2004).

11. Cara membuat basis gigi tiruan

Anda mungkin juga menyukai