Anda di halaman 1dari 31

Makalah

DENTAL MATERIAL BAHAN RESTORASI GIGI ESTETIK


BERBAHAN RESIN

OLEH:

H ABDUL KADIR

NIM. 1403177

YAYASAN AMANAH MAKASSAR


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AMANAH MAKASSAR
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN GIGI
2016
BAHAN KEDOKTERAN GIGI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Estetika dalam bidang kedokteran gigi sudah menjadi tuntutan pasien dandalam survei
didapatkan bahwa perilaku praktek dokter gigi menunjukkan adanyapergeseran dari restorasi
gigi oleh kerusakan karies kearah perawatan estetik (Dept. Konservasi Gigi-FKG UNAIR,
2011)

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat yang ditunjang dengan majunya


teknologi informasi di negara berkembang, sering para dokter gigi dihadapkan kepada
pertanyaan yang berkisar kepada ketepatan bahan yang digunakan. Hal ini disebabkan
banyaknya produsen material gigi yang menawarkan kelebihan-kelebihan suatu macam
produk material dibandingkan yang lain (Dept. Konservasi Gigi-FKG UNAIR, 2011)

Salah satu pekerjaan di bidang kedokteran gigi yang banyak membutuhkan beragam
material cetak adalah pada tindakan klinik restoratif. Kepuasan pasien terhadap hasil
tindakan restorasi terutama ditentukan penilaian estetik oleh pasien serta harga yang
terjangkau. Hal ini tentunya sangat tergantung pada kualitas bahan yang akan digunakan oleh
dokter gigi yang bersangkutan (Baum, 1997)

Namun demikian, banyaknya jenis bahan yang tersedia dipasaran dapat menjadi
kesulitan tersendiri bagi dokter gigi, terlebih setelah dihadapkan pada pertimbangan
ekonomis yang disesuaikan dengan kemampuan pasien (Baum, 1997)

Selain masalah tersebut diatas, keahlian seorang dokter gigi dalam memanipulasi
bahan tentunya sangat mempengaruhi hasil akhir dari perawatan yang dilakukannya. Untuk
hal ini tentu saja menuntut pengetahuan yang lengkap serta mendalam dari dokter gigi yang
bersangkutan terhadap berbagai sifat spesifik dari bahan yang dimanipulasinya (Baum, 1997)
Berikut dalam makalah ini, akan kami bahas mengenai bahan restorasi dengan
kepentingan estetik yang banyak digunakan dalam kedokteran gigi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah klasifikasi, komposisi, sifat serta keuntungan dan kekurangan bahan


restorasi gigi estetik yang digunakan dalam kedokteran gigi ?

1.3 Tujuan Penulisan

Mengetahui klasifikasi, komposisi, sifat serta keuntungan dan kekurangan bahan


restorasi gigi estetik yang digunakan dalam kedokteran gigi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Restorasi Gigi Estetik Berbahan Resin

2.1.1 Nirpasi (Akrilik)

Resin akrilik terbentuk melalui proses polimerisasi adhisi radikal bebas yang membentuk
polimetil metakrilat (PMMA). Monomernya, metil metakrilat (MMA) dengan Me sebagai CH3.
PMMA, sejenis ester dari asam metakrilat (CH2=C[CH3]CO2H), tergolong dalam kelompok
akrilik yang penting dari resin. Konversi monomer menjadi polimer melibatkan urutan normal
dari aktivasi, inisiasi, propagasi dan terminasi. Polimerisasi metil metakrilat menjadi akrilik
terjadi apabila radikal bebas terbentuk dari initiator dan menyerang ikatan ganda karbon-karbon
pada monomer metil metakrilat yang pertama. Resin tersebut hadir dalam bentuk heat-cured
ataupun cold-cured (Baum, 1997)

2.1.1.1 Klasifikasi Akrilik

a. Heat-cured Resin
Material ini terdiri dari bubuk dan cairan, bila mana dicampur dengan panas yang
berterusan, akan membentuk sebuah solid yang rigid. Formulasi bahan-bahan dalam resin heat-
cured adalah bertujuan :

a. Proses dough technique dapat dilakukan

b. Shrinkage akibat polimerisasi dapat diminimalkan.

c. Panas dari reaksi polimerisasi dapat dikurangi (Anusavice, 2003)

Komposisi Heat-Cured Acrylic Resin

Bubuk Cairan

Beads atau granula dari polimetil Monomer metil metakrilat


metakrilat
Inhibitor- hydroquinone
Initiator benzoil peroksida
Crosslinking agent etilene glikol
Pigment / pewarna dimetakrilat

Bahan opak titanium / zink


oksida

Plasticiser dibutil pthalat

Serat sintetik nilon / akrilik

(Anusavice, 2003)

Dough technique membantu untuk memudahkan proses pembuatan gigi tiruan. Shrinkage
akibat polimerisasi dapat dikurangi jika dibanding dengan penggunaan monomer lain (bukan
beads atau granules PMMA), karena kebanyakan material yang digunakan telah pun
terpolimerisasi. Reaksi polimerisasi sangat eksotermik karena sejumlah energi panas (80 Kj/Mol)
dibebaskan sewaktu ikatan C = C dikurangkan menjadi C C. Oleh karena sejumlah besar
bagian dari campuran adalah dalam bentuk yang telah terpolimersasi maka potensi untuk
menjadi terlalu panas semasa proses tersebut dapat dikurangi. Selain itu, karena suhu maksimum
yang akan dicapai juga berkurang, jumlah kontraksi termal juga akan berkurang (Anusavice,
2003)

Monomer MMA tersebut sangat mudah menguap dan mudah terbakar maka, wadah yang
digunakan haruslah tertutup sepanjang masa dan dijauhkan dari direct heat. Wadahnya yang
berupa botol kaca gelap akan memanjangkan shelf life monomer dengan menghindari reaksi
polimerisasi spontan dari cahaya (Anusavice, 2003)

Hidroquinon juga membuat monomer bertahan lama dengan bereaksi secara cepat
terhadap mana-mana radikal bebas yang mungkin terbentuk secara spontan di dalam cairan
tersebut dan mengasilkan bentuk radikal bebas yang stabil sehingga tidak dapat menginisiasi
proses polimerisasi (Anusavice, 2003)

b. Cold-cure Resin

Sifat kimiawi resin ini sama seperti resin heat-cured, kecuali diinisiasi oleh amina tersier
(contohnya dimetil-P-toluidin) berbanding oleh heat. Metode ini tidak seefisien metode heat-cure
dan pada kebiasaannya akan menghasilkan material yang mempunyai berat molekular rendah. Ini
dapat berakibat kepada efek yang kurang baik terhadap kekuatan material tersebut. Proses ini
juga menyebabkan adanya peningkatan monomer residual yang tidak teraktivasi dalam resin
tersebut. Stabilitas warna juga tidak sebaik pada resin heat-cured sehingga cenderung untuk
menjadi warna kuning. Material ini sangat mudah untuk terjadinya penyebaran (creep) sehingga
dapat menyebabkan terjadinya distorsi pada gigi tiruan sewaktu pemakaian (Anusavice, 2003)

2.1.1.2 Akrilik Sebagai Bahan Restorasi Gigi Estetis

Sebagai pengganti semen silikat yang pertama adalah resin yang dikeraskan mealui reaksi
kimia, terdiri atas kombinasi bubuk cairan. Bubuknya adalah poli (metal metarilat) dalam bentuk
butiran atau yang sudah dihaluskan, sedangkan cairannya adalah metal metakrilat yang secara
umum disertai dengan bahan pengikat. Warna dimasukkan ke dalam butiran bubuk. Sumber
energi untuk reaksi pengerasan diperoleh dari sistem reaksi amine-peroksida. Walaupun tidak
larut dalam cairan mulut, resin yang pertama mempunyai warna yang kurang stabil. Selain itu,
kecepatan dan kesempurnaan proses polimerisasinya tidak dapat dipercaya juga menimbulkan
kebocoran kecil atau pori yang tidak tertutup sempurna di sekeliling restorasi. Kebocoran dan
perlindungan yang kurang baik terhadap pulpa menyebabkan banyak gigi yang kehilangan
vitalitasnya (Baum, 1997)

Sifat-sifat resin nirpasi yang tipikal (kekuatan yang rendah, modulus dan kekerasan)
menghalangi pemakaian bahan ini untuk tambalan yang digunakan menahan tekanan kunyah.
Selain sifat-sifat mekanis yang rendah ini, pengerutan setelah mengeras (5-8%) dan koefisien
pemuaian oleh panas yang tinggi (7-8 kali dibanding gigi) menimbulkan masalah pada bahan ini
(Baum, 1997)

Karena resin tidak melekat ke struktur gigi, pengerasan menyebabkan bahan ini mengerut
dari pinggiran dan dinding kavitas, sehingga terjadi kebocoran tepi, diperparah nantinya dengan
perubahan dimensional dari resin karena fluktuasi temperatut di dalam mulut (Baum, 1997)

Untuk mengurangi masalah perubahan dimensional dan karena itu, memperbaiki adaptasi
tambalan ke kavitas, teknik kompensasi penambalan bahan ini dikembangkan. Cara yang terbaik
untuk itu adalah dengan memasukkan campuran monomer dan polimer sedikit demi sedikit ke
dalam kavitas. Tujuannnya adalah adonan yang sedikit demi sedikit akan membasahi struktur
gigi lebih baik daripada sekaligus dimasukkan, dan diharapkan retensi mekanisnya ke dinding
kavitas juga lebih baik. Dasar dari teknik penambalan sedikit demi sedikit adalah untuk
mengompensasi pengerutan yang terjadi pada saat pengerasan. Campuran pertama yang
dimasukkan ke dalam dasar kavitas akan sudah terpolimerisasi sebagian sewaktu campuran
berikutnya diambil serta dimasukkan ke dalam kavitas. Sehingga adanya ruangan karena
pengerutan lapisan pertama akan diisi oleh lapisan berikutnya (Baum, 1997).

Sekarang telah dikembangkan metode-metode baru untuk memperbaiki adaptasi resin ke


dinding kavitas, suatu metode yang merupakan langkah baku dalam semua teknologi tambaan
resin. Metode ini disebut teknik etsa asam (Baum, 1997)
Di samping perbaikan prosedur klinis, adalah nyata dari awal diskusi ini bahwa system
resin akrilik nirpasi mempunyai sifat yang disesuaikan dengan kinerja klinis dari tambalan. Tidak
bias dicegah akan muncul era baru dalam tambalan resin yang dinamai komposit. Penelitian-
penelitian telah menyebabkan ditemukannya resin restorative berkualits tinggi yang banya
digunakan pada masa ini (Baum, 1997).

2.1.1.3 Kelebihan Dan Kekurangan Akrilik

a. Kelebihan Akrilik

Mempunyai nilai estetis yang baik.

Mudah dan murah untuk diproses.

Biokompatibilitas yang baik terhadap jaringan rongga mulut.

Mempunyai warna yang stabil.

Tidak mempunyai bau dan rasa (Anusavice, 2003)

b. Kekurangan Akrilik

Mempunyai kekuatan yang rendah.

Konduktivitas termal yang rendah.

Rentan terhadap distorsi.

Daya tahan terhadap benturan yang rendah (Anusavice, 2003)

2.1.2 Resin Komposit

Istilah bahan komposit mengacu pada kombinasi tiga dimensi dari sekurang-kurangnya
dua bahan kimia yang berbeda dengan satu komponen pemisah yang nyata diantara keduanya.
Bila didapat konstruksi molekuler yang tepat, kombinasi ini akan memberikan kekuatan yang
tidak dapat diperoleh bila hanya digunakan satu komponen saja. Bahan restorasi resin komposit
adalah suatu bahan matriks resin yang di dalamnya ditambahkan pasi anorganik (quartz, partikel
silica koloidal) sedemikian rupa sehingga sifat-sifat matriksnya ditingkatkan. Dalam ilmu
kedokteran gigi istilah resin komposit secara umum mengacu pada penambahan polimer yang
digunakan untuk memperbaiki enamel dan dentin. Resin komposit digunakan untuk mengganti
struktur gigi dan memodifikasi bentuk dan warna gigi sehingga akhirnya dapat mengembalikan
fungsinya. Resin komposit dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu resin matriks, partikel
bahan pengisi, dan bahan coupling (Baum, 1997).

A. Komposisi

Komposisi resin komposit tersusun dari beberapa komponen. Kandungan utama yaitu
matriks resin dan partikel pengisi anorganik. Disamping kedua bahan tersebut, beberapa
komponen lain diperlukan untuk meningkatkan efektivitas dan ketahanan bahan. Suatu bahan
coupling (silane) diperlukan untuk memberikan ikatan antara bahan pengisi anorganik dan
matriks resin, juga aktivator-aktivator diperlukan untuk polimerisasi resin. Sejumlah kecil bahan
tambahan lain meningkatkan stabilitas warna (penyerap sinar ultra violet) dan mencegah
polimerisasi dini (bahan penghambat seperti hidroquinon) (Baum, 1997).

a. Resin matriks

Kebanyakan bahan komposit menggunakan monomer yang merupakan diakrilat aromatik


atau alipatik. Bisphenol-A-Glycidyl Methacrylate (Bis- GMA),Urethane Dimethacrylate
(UDMA), dan Trietilen Glikol Dimetakrilat (TEGDMA) merupakan Dimetakrilat yang umum
digunakan dalam resin komposit. Monomer dengan berat molekul tinggi, khususnya Bis-GMA
amatlah kental pada temperatur ruang (25 0 C). Monomer yang memiliki berat molekul lebih
tinggi dari pada metilmetakrilat yang membantu mengurangi pengerutan polimerisasi. Nilai
polimerisasi pengerutan untuk resin metil metakrilat adalah 22 % V dimana untuk resin Bis-
GMA 7,5 % V. Ada juga sejumlah komposit yang menggunakan UDMA ketimbang Bis-GMA
(Baum, 1997).

Resin Bis-GMA, UDMA digunakan sebagai basis resin, sementara TEGDMA digunakan
sebagai pengencer. Bis-GMA dan UDMA merupakan cairan yang memiliki kekentalan tinggi
karena memiliki berat molekul yang tinggi. Penambahan filler dalam jumlah kecil saja
menghasilkan komposit dengan kekakuan yang dapat digunakan secara klinis. Untuk mengatasi
masalah tersebut, monomer yang memiliki kekentalan rendah yang dikenal sebagai pengontrol
kekentalan ditambahkan seperti metil metkrilat (MMA), etilen glikol dimetakrilat (EDMA), dan
trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA) adalah yang paling sering digunakan (Baum, 1997).

b. Partikel bahan pengisi

Penambahan partikel bahan pengisi kedalam resin matriks secara signifikan


meningkatkan sifatnya. Seperti berkurangnya pengerutan karena jumlah resin sedikit,
berkurangnya penyerapan air dan ekspansi koefisien panas, dan meningkatkan sifat mekanis
seperti kekuatan, kekakuan, kekerasan, dan ketahanan abrasi. Faktor-faktor penting lainnya yang
menentukan sifat dan aplikasi klinis komposit adalah jumlah bahan pengisi yang ditambahkan,
ukuran partikel dan distribusinya, radiopak, dan kekerasan (Baum, 1997).

c. Bahan Pengikat

Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat partikel bahan pengisi dengan resinmatriks.
Adapun kegunaannya yaitu untuk meningkatkan sifat mekanis dan fisikresin, dan untuk
menstabilkan hidrolitik dengan pencegahan air. Ikatan ini akan berkurang ketika komposit
menyerap air dari penetrasi bahan pengisi resin. Bahan pengikat yang paling sering digunakan
adalah organosilanes (3-metoksi-profil-trimetoksi silane). Zirconates dan titanates juga sering
digunakan (Baum, 1997).

B. Sifat Sifat Resin Komposit

Komposit sama halnya dengan bahan restorasi kedokteran gigi yang lain, resin komposit
juga memiliki sifat. Ada beberapa sifat sifat yang terdapat pada resin komposit, antara lain
(Anusavice, 2003).

1. Sifat fisik

Secara fisik resin komposit memiliki nilai estetik yang baik sehingga nyaman digunakan
pada gigi anterior. Selain itu juga kekuatan, waktu pengerasan dan karakteristik permukaan juga
menjadi pertimbangan dalam penggunaan bahan ini (Anusavice, 2003).
a. Warna.

Sifat-sifat fisik tersebut diantaranya: Resin komposit resisten terhadap perubahan


warna yang disebabkan oleh oksidasi tetapi sensitive pada penodaan. Stabilitas warna
resin komposit dipengaruhi oleh pencelupan berbagai noda seperti kopi, teh, jus anggur,
arak dan minyak wijen. Perubahan warna bisa juga terjadi dengan oksidasi dan akibat
dari penggantian airdalam polimer matriks. Untuk mencocokan dengan warna gigi,
komposit kedokteran gigi harus memiliki warna visual (shading) dan translusensi yang
dapat menyerupai struktur gigi. Translusensi atau opasitas dibuat untuk menyesuaikan
dengan warna email dan dentin (Anusavice, 2003).

b. StrengthTensile dan compressive strength

Tensile strength Resin komposit ini lebih rendah dari amalgam, hal ini
memungkinkan bahan ini digunakan untuk pembuatan restorasi pada pembuatan insisal.
Nilai kekuatan dari masing-masing jenis bahan resin komposit berbeda (Anusavice,
2003).

c. Setting

Dari aspek klinis setting komposit ini terjadi selama 20-60 detik sedikitnya waktu
yang diperlukan setelah penyinaran. Pencampuran dan setting bahan dengan light cured
dalam beberapa detik setelah aplikasi sinar. Sedangkan pada bahan yang diaktifkan
secara kimia memerlukan setting time 30 detik selama pengadukan. Apabila resin
komposit telah mengeras tidak dapat dicarving dengan instrument yang tajam tetapi
dengan menggunakan abrasive rotary (Anusavice, 2003).

2. Sifat mekanis

Sifat mekanis pada bahan restorasi resin komposit merupakan faktor yang penting
terhadap kemampuan bahan ini bertahan pada kavitas. Sifat ini juga harus menjamin
bahan tambalan berfungsi secara efektif, aman dan tahan untuk jangka waktu tertentu
(Anusavice, 2003).
a. Adhesi

Sifat-sifat yang mendukung bahan resin komposit diantaranya yaitu : Adhesi


terjadi apabila dua subtansi yang berbeda melekat sewaktu berkontak disebabkan adanya
gaya tarik menarik yang timbul antara kedua benda tersebut. Resin komposit tidak
berikatan secara kimia dengan email. Adhesi diperoleh dengan dua cara. Pertama
dengan menciptakan ikatan fisik antara resin dengan jaringan gigi melalui etsa.
Pengetsaan pada email menyebabkan terbentuknya porositas tersebut sehingga tercipta
retensi mekanis yang cukup baik. Kedua dengan penggunaan lapisan yang diaplikasikan
antara dentin dan resin komposit dengan maksud menciptakan ikatan antara dentin
dengan resin komposit tersebut (dentin bonding agent) (Anusavice, 2003).

b. Kekuatan dan keausan

Kekuatan kompresif dan kekuatan tensil resin komposit lebih unggul


dibandingkan resin akrilik. Kekuatan tensil komposit dan daya tahan terhadap fraktur
memungkinkannya digunakan bahan restorasi ini untuk penumpatan sudut insisal. Akan
tetapi memiliki derajat keausan yang sangat tinggi, karena resin matriks yang lunak lebih
cepat hilang sehingga akhirnya filler lepas (Anusavice, 2003).

3. Sifat khemis

Resin gigi menjadi padat bila berpolimerisasi. Polimerisasi adalah serangkaian


reaksi kimia dimana molekul makro, atau polimer dibentuk dari sejumlah molekul
molekul yang disebut monomer. Inti molekul yang terbentuk dalam sistem ini dapat
berbentuk apapun, tetapi gugus metrakilat ditemukan pada ujung ujungrantai atau pada
ujung ujung rantai percabangan. Salah satu metakrilat multifungsional yang pertama
kali digunakan dalam kedokteran gigi adalah resin Bowen (Bis-GMA). Resin ini dapat
digambarkan sebagai suatu ester aromatik dari metakrilat, yang tersintesa dari resin
epoksi (etilen glikol dari Bis-fenol A) dan metal metakrilat. Karena Bis-GMA
mempunyai struktur sentral yang kaku (2 cincin) dan dua gugusOH, Bis-GMA murni
menjadi amat kental. Untuk mengurangi kekentalannya, suatu dimetakrilat berviskositas
rendah seperti trietilen glikol dimetakrilat (TEDGMA) ditambahkan (Anusavice, 2003).
C. Klasifikasi Resin Komposit

Sejumlah sistem klasisifikasi telah digunakan untuk komposit berbasis resin. Klasifikasi
didasarkan pada rata-rata partikel bahan pengisi utama. Resin komposit berdasarkan ukuran
partikel bahan pengisi utama di antaranya: (Baum, 1997).

1. Komposit tradisional.

Komposit tradisional adalah komposit yang di kembangkan selama tahun 1970-an dan
sudah mengalami sedikit modifikasi. Komposit ini disebut juga komposit kovensional atau
komposit berbahan pengisi makro, disebut demikian karena ukuran partikel pengisi relatif besar.
Bahan pengisi yang sering digunakan untuk bahan komposit ini adalah quartz giling. Dilihat dari
foto micrograph bahan pengisi quartz giling mengalami penyebaran yang luas dari ukuran
partikel. Ukuran rata-rata komposit tradisional adalah 8-12 m, partikel sebesar 50m mungkin
ada. Komposit ini lebih tahan terhadap abrasi dibandingkan akrilik tanpa bahan pengisi. Namun,
bahan ini memiliki permukaan yang kasar sebagai akibat dari abrasi selektif pada matrik resin
yang lebih lunak, yang mengelilingi partikel pengisi yanglebih keras. Komposit yang
menggunakan quartz sebagai bahan pengisi umumnya bersifat radioulusen (Baum, 1997).

2. Komposit berbahan pengisi mikro

Dalam mengatasi masalah kasarnya permukaan pada komposit tradisional, dikembangkan


suatu bahan yang menggunkan partikel silika koloidal sebagai bahan pengisi anorganik.
Partikelnya berukuran 0,04 m; jadi partikel tersebut lebih kecil200-300 kali di bandingkan rata-
rata partikel quartz pada komposit tradisional. Komposit ini memiliki permukaan yang halus
serupa dengan tambalan resin akriliktanpa bahan pengisi. Dari segi estetis resin komposit mikro
filler lebih unggul, tetapi sangat mudah aus karena partikel silika koloidal cenderung
menggumpal dengan ukuran 0,04 sampai 0,4 m. Selama pengadukan sebagian gumpalan pecah,
manyebabkan bahan pengisi terdorong. Menunjukan buruknya ikatan antara partikel pengisi
denganmatriks sekitarnya. Kekuatan konfresif dan kekuatan tensil menunjukkan nilai
sedikitlebih tinggi dibandingkan dengan resin komposit konvensionl. Kelemahan dari bahanini
adalah ikatan antara partikel komposit dan matriks yang dapat mengeras adalahlemah
mempermudah pecahnya suatu restorasi (Baum, 1997).
3. Resin komposit berbahan pengisi partikel kecil

Komposit ini dikembangkan dalam usaha memperoleh kehalusan daripermukaan


komposit berbahan pengisi mikro dengan tetap mempertahankan ataubahkan meningkatkan sifat
mekanis dan fisik komposit tradisional. Untuk mencapaitujuan ini, bahan pengisi anorganik
ditumbuk menjadi ukuran lebih kecildibandingkan dengan yang biasa digunakan dalam komposit
tradisional.Rata-rata ukuran bahan pengisi untuk komposit berkisar 1-5 m tetapipenyebaran
ukuran amat besar. Distribusi ukuran partikel yang luas inimemungkinkan tingginya muatan
bahan pengisi, dan komposit berbahan pengisipartikel kecil umumnya mengandung bahan
pengisi anorganik yang lebih banyak (80% berat dan 60-65 % volume). Beberapa bahan pengisi
partikel kecil menggunakanquartz sebagai bahan pengisi, tetapi kebanyakan memakai kaca yang
mengandunglogam berat (Baum, 1997).

4. Komposit hibrid

Kategori bahan komposit ini dikembangkan dalam rangka memperolehkehalusan


permukaan yang lebih baik dari pada partikel yang lebih kecil, sementaramempertahankan sifat
partikel kecil tersebut. Ukuran partikel kacanya kira-kira 0,6-1,0 mm, berat bahan pengisi antara
75-80% berat. Sesuai namanya ada 2 macam partikel bahan pengisi pada komposit hybrid.
Sebagian besar hibrid yang paling barupasinya mengandung silica koloidal dan partikel kaca
yang mengandung logam berat.Silica koloidal jumlahnya 10-20% dari seluruh kandungan
pasinya.Sifat fisik dan mekanis dari sitem ini terletak diantara komposit konvensionaldan
komposit partikel kecil, bahan ini lebih baik dibandingkan bahan pengisi pasi-mikro. Karena
permukaannya halus dan kekuatannya baik, komposit ini banyakdigunakan untuk tambalan gigi
depan, termasuk kelas IV. Walaupun sifat mekanisumumnya lebih rendah dari komposit partikel
kecil, komposit hibrid ini juga seringdigunakan untuk tambalan gigi belakang (Baum, 1997).

D. Mekanisme Perlekatan Resin Komposit pada Struktur Gigi

Jika sebuah molekul berpisah setelah penyerapan kedalam permukaan dankomponen-


komponen konstituen mengikat dengan ikatan ion atau kovalen. Ikatanadhesive yang kuat
sebagai hasilnya. Bentuk adhesive ini disebut penyerapan kimia,dan dapat merupakan ikatan
kovalen atau ion.Selain secara kimia perlekatan pada resin komposit juga terjadi secaramekanis
atau retensi, perlekatan yang kuat antara satu zat dengan zat lainnya bukangaya tarik menarik
oleh molekul. Contoh ikatan semacam ini seperti penerapan yang melibatkan penggunaan skrup,
baut atau undercut. Mekanisme perlekatan antara resin komposit dengan permukaan gigi melalui
dua teknik yaitu pengetsaan asam dan pemberian bonding (Anusavice, 2003).

1. Teknik etsa asam

Sebelum memasukan resin, email pada permukaan struktur gigi yang akanditambal
diolesi etsa asam. Asam tersebut akan menyebabkan hydroxiapatit larut danhal tersebut
berpengaruh terhadap hilangnya prisma email dibagian tepi, inti prismadan menghasilkan bentuk
yang tidak spesifik dari struktur prisma. Kondisi tersebut menghasilkan pori-pori kecil pada
permukaan email, tempat kemana resin akan mengalir bila ditempatkan kedalam kavitas. Bahan
etsa yang diaplikasikan pada email menghasilkan perbaikan ikatan antara permukaan email-resin
dengan meningkatkan energi permukaan email. Kekuatan ikatan terhadap email teretsa sebesar
15-25 MPa. Salah satu alasannya adalah bahwa asam meninggalkan permukaan email yang
bersih, yang memungkinkan resin membasahi permukaan dengan lebih baik. Proses pengasaman
pada permukaan email akan meninggalkan permukaan yang secara mikroskopis tidak teratur atau
kasar. Jadi bahan etsa membentuk lembah dan puncak pada email, yang memungkinkan resin
terkunci secara mekanis pada permukaan yang tidak teratur tersebut. Resin tag kemudian
menghasilkan suatu perbaikan ikatan resin pada gigi. Panjang tag yang efektif sebagai suatu hasil
etsa pada gigi anterior adalah 7-25 m. Asam fosfor adalah bahan etsa yang digunakan.
Konsentrasi 35 %-50 % adalah tepat, konsentrasi lebih dari 50 % menyebabkan pembentukan
fosfat monohidrat pada permukaan teretsa yang menghambat kelarutan lebih lanjut. Asam ini
dipasok dalam bentuk cair dan gel dan umumnya dalam bentuk gel agar lebih mudah
dikendalikan. Asam diaplikasikan dan dibiarkan tanpa diganggu kontaknya dengan email
minimal selama 15-20 detik. Begitu dietsa, asam harus dibilas dengan air selama 20 detik dan
dikeringkan dengan baik. Bila email sudah kering, harus terlihat permukaan berwarna putih
seperti bersalju menunjukan bahwa etsa berhasil. Permukaan ini harus terjaga tetap bersih dan
kering sampai resin diletakan untuk membuat ikatan yang baik. Karena email yang dietsa
meningkatkan energi permukaan email. Teknik etsa asam menghasilkan penggunaan resin yang
sederhana (Anusavice, 2003).
2. Bahan bonding Adhesive

Dentin harus bersifat hidrofilik untuk menggeser cairan dentin dan juga membasahi
permukaan, memungkinkan berpenetrasinya menembus pori didalam dentin dan akhirnya
bereaksi dengan komponen organik atau anorganik. Karena matriks resin bersifat hidrofobik,
bahan bonding harus mengandung hidrofilik maupun hidrofobik. Bagian hidrofilik harus bersifat
dapat berinteraksi pada permukaan yang lembab, sedangkan bagian hidrofobik harus berikatan
dengan restorasi resin (Anusavice, 2003).

a. Bahan bonding email

Email merupakan jaringan yang paling padat dan keras pada tubuh manusia. Email terdiri
atas 96 % mineral, 1 % organik material, dan 3 % air. Mineral tersusun dari jutaan kristal
hydroksiapatit (Ca10 (PO4)6 (OH)2) yang sangat kecil. Dimana tersusun secara rapat sehingga
membentuk perisma email secara bersamaan berikatan dengan matriks organik. Pada perisma
yang panjang bentuknya seperti batang dengan diameter sekitar 5 m. Krital hidroksiapatit
bentuknya heksagonal yang tipis, karena strukrur seperti itu tidak memungkinkan mendapatkan
susunan yang sempurna. Celah diantara kristal dapat terisi air dan material organik. Bahan
bonding biasanya terdiri atas bahan matriks resin BIS-GMA yang encer tanpa pasi atau hanya
dengan sedikit bahan pengisi (pasi). Bahan bonding email dikembangkan untuk meningkatkan
kemampuan membasahi email yang teretsa. Umumnya, kekentalan bahan ini berasal dari matriks
resin yang dilarutkan dengan monomer lain untuk menurunkan kekentalan dan meningkatkan
kemungkinan membasahi. Bahan ini tidak mempunyai potensi perlekatan tetapi cenderung
meningkatkan ikatan mekanis dengan membentuk resin tag yang optimum pada email. Beberapa
tahun terakhir bahan bonding tersebut telah digantikan dengan sistem yang sama seperti yang
digunakan pada dentin. Peralihan ini terjadi karena manfaat dari bonding simultan pada enamel
dan dentin dibandingkan karena kekuatan bonding (Anusavice, 2003).

b. Bahan bonding dentin

Dentin adalah bagian terbesar dari struktur gigi yang terdapat hampir diseluruh panjang
gigi dan merupakan jaringan hidup yang terdiri dari odontoblas dan matriks dentin. Tersusun dari
75 % materi inorganik, 20 % materi organik dan 5% materi air. Didalam matriks dentin terdapat
tubuli berdiameter 0,5-0,9 mm dibagian dentino enamel jungsion dan 2-3 mm diujung yang
berhubungan dengan pulpa. Jumlah tubuli dentin sekitar 15-20 ribu /mm 2 didekat dentino
enamel jungtion dansekitar 45-65 ribu dekat permukaan pulpa. 3,12 Penggunaan asam pada etsa
untuk mengurangi terbentuknya microleakage atau kehilangan tahanan tidak lagi menjadi resiko
pada resin dipermukaan enamel. Permasalahan timbul pada resin dipermukaan dentin atau
sementum. Pengetsaan asam pada dentin yang tidak sempurna dapat melukai pulpa. Dentin
bonding terdiri dari :

Dentin Conditioner

Fungsi dari dentin conditioner adalah untuk memodifikasi smear layer yang terbentuk
pada dentin selama proses preparasi kavitas. Yang termasuk dentin conditioer antara lain asam
maleic, EDTA, asam oxalic, asam phosric dan asamnitric. Pengaplikasian bahan asam
kepermukaan dentin akan menghasilkan reaksi asam basah dengan hidroksiapatit, hal ini akan
mengkibatkan larutnya hidroksiapatit yang menyebabkan terbukanya tubulus dentin serta
terbentuknya permukaan demineralisasi dan biasanya memiliki kedalaman 4 mm. Semakin kuat
asam yang digunakan semakin kuat pula reaksi yang ditimbulkan. Beberapa dari dentin
conditioner mengandung glutaralhyde. Glutaralhyde dikenal sebagai bahan untuk penyambung
kolagen. Proses penyambungan ini untuk menghasilkan substrat dentinyang lebih kuat dengan
meningkatkan kekuatan dan stabilitas dari struktur kolagen (Anusavice, 2003).

Primer

Primer bekerja sebagai bahan adhesive pada dentin bonding agen yaitu menyatukan
antara komposit dan kompomer yang bersifat hidrofobik dengan dentin yang bersifat hidrofilik.
Oleh karena itu primer berfungsi sebagai prantara, dan terdiri dari monomer bifungsional yang
dilarutkan dalam larutan yang sesuai. Monomer bifungsional adalah bahan pengikat yang
memungkinkan penggabungan antara dua material yang berbeda. Secara umum bahan pengikat
pada dentin primer dapat diformulakan sebagai Methacrylategroup-Spacer group-Reaktive
group. Methacrylategroup adalah gugus metakrilat yang memiliki kemampuan untuk berikatan
dengan komposit resin dan meningkatkan kekuatan kovalen, Spacer group adalah pembuat celah
yang biasanya meningkatkan fleksibilitas bahan pengikat. Dan Reaktive group adalah
reactivegroup yang merupakan gugus polar atau gugus terakhir (membentuk perlekatandengan
jaringan gigi). Ikatan polar ini terbentuk akibat distribusi elektron yang asimetris. Reactive group
dalam bahan pengikat ini dapat berkombinasi dengan molekul polar lain di dalam dentin, seperti
gugus hidroksi dalam apatit dan gugus amino dalam kolagen. Ikatan yang terjadi banyak berupa
ikatan fisik tetapi bisa juga dalam beberapa kasus terjadi ikatan kimiawi. Hidroksi ethyl
metacrylate (HEMA) adalah bahan pengikat yang paling banyak digunakan. HEMA memiliki
kemampuan untuk berpenetrasi kedalam permukaan dentin yang mengalami demineralisasi dan
kemudian berikatan dengan kolagen melalui gugus hidroksil dan amino yang terdapat pada
kolagen. Aksi dari bahan pengikat dari larutan primer adalah untuk membuat hubungan ataupun
ikatan molekular antara poli (HEMA) dan kolagen (Anusavice, 2003).

Sealer (Bahan pengisi)

Kebanyakan sealer dentin yang digunakan adalah gabungan dari Bis-GMAdan HEMA.
Bahan ini meningkatkan adaptasi bonding terhadap permukaan dentin (Anusavice, 2003).

E. Mekanisme Pengerasan pada Resin Komposit

Kepadatan yang terbentuk pada resin komposit melalui mekanisme polimerisesi.


Monomer metil metakrilat dan dimetil metakrilat berpolimerisasi dengan mekanisme pilomerisai
tambahan yang diawali oleh radikal bebas. Radikal bebas dapat berasal dari aktivitas kimia atau
pengaktifan energi eksternal (panas atausinar) karena komposit gigi penggunaan langsung
biasanya menggunakan aktivasi sinar atau kimia kedua sistem ini akan dibahas (Baum, 1997).

1. Resin komposit yang diaktifkan secara kimia

Bahan yang diaktifkan secara kimia dipasok dalam dua pasta, satu mengandung inisiator
benzoil peroksida dan lainnya mengandung amine tersier (N,N dimetil-p-toluidin). Bila kedua
pasta diaduk, amin beraksi dengan benzoil peroksida untuk membentuk radikal bebas dan
polimerisasi tambahan dimulai. Bahan-bahan ini digunakan unntuk restorasi dan pembuatan inti
yang pengerasannya tidak dengan sumber sinar (Baum, 1997).

2. Resin komposit yang diaktifkan dengan sinar


Sistem yang pertama diaktifkan dengan sinar menggunakan sinar ultra violet untuk
merangsang radikal bebas. Dewasa ini, komposit yang diaktifkan dengan sinar ultra violet telah
diganti karna efek cahayanya dapat mengiritasi retina. Sehingga diganti dengan sinar yang dapat
dilihat dengan mata (sinar biru). Yang secara nyata meningkatkan kemampuan berpolimerisasi
lebih tebal sampai 2 mm. Resin komposit yang mengeras dengan sinar dipasok sebagai pasta
tunggal dalam satu semprit. Radikal bebas pemulai reaksi, terdiri atas molekul foto-inisiatordan
aktivator amin, yang terdapat dalam pasta ini. Bila kedua komponen tidak terpapar oleh sinar,
komponen tersebut tidak bereaksi. Namun, pemamparan sinar dengan panjang gelombang yang
tepat yaitu 468 nm dapat merangsang foto-inisiator dan interaksi dengan amin untuk membentuk
radikal bebas yang mengawali polimerisasi tambahan. Foto-inisiator yang umum digunakan
adalah camphoroquinone, yang memiliki penyerapan berkisar 400 dan 500 nm yang berada pada
region biru dari spektrum sinar tampak. Inisiator ini ada dalam pasta sebesar 0,2 % berat atau
kurang. Juga ada sejumlah aselelator amin yang cocok untuk berinteraksi dengan
camphoroqunone seperti dimetilaminoetil metakrilat 0,15 % berat, yang ada dalam pasta (Baum,
1997).

F. Kelebihan Dan Kekurangan Resin Komposit

a. Kelebihan Komposit

Warna dan tekstur material bisa disamakan dengan gigi pasien dengan
menambah material pengisi.

Bisa digunakan untuk merubah warna, ukuran dan bentuk gigi untuk
memperbaiki senyuman.

Tidak mengandung merkuri.

Sangat bermanfaat untuk gigi anterior dan kavitas kecil pada gigi
posterior dengan beban gigitan yang tidak terlalu besar dan
mementingkan estetis.
Hanya sedikit gigi yang perlu dipreparasi untuk pengisian bahan
tambalan berbanding amalgam (Anusavice, 2003).

b. Kekurangan Komposit

Kurang daya tahan berbanding amalgam serta tidak begitu kuat dalam
menahan tekanan gigitan pada bagian posterior.

Bisa terjadi shrinkage apabila material di set, sehingga menyebabkan


pembentukan ruang kecil antara gigi dan bahan tambalan.

Tidak bisa digunakan untuk tambalan yang besar.

Lebih cepat aus dibanding amalgam.

Tehnik etsa asam bisa melemahkan material polimer komposit.

Kontras bahan tambalan komposit dan karies yang kurang menyebabkan


sukar untuk mendeteksi karies baru.

Memerlukan ketrampilan serta biaya tinggi (Anusavice, 2003).

2.2 Bahan Restorasi Gigi Estetik Berbahan Semen

2.2.1 Semen Silikat

Pada pasien dengan indeks karies yang tinggi, khususnya pada gigi-gigi anterior, resin
bukanlah bahan tambalan pilihan. Demi kepentingan pasien, dirasa paling baik untuk menambal
gigi dengan restorasi semen silikat yang baik. Tambalan ini dibantu dengan prosedur
pembersihan mulut yang baik, dapat membantu mengurangi atau mengontrol aktivitas karies
(Baum, 1997).

Semen silikat dipasarkan dalam bentuk bubuk yang dicampur dengan cairan asam fosfor.
Setelah campuran relative mengeras, akan terbentuk substansi translusen yang menyerupai
porselen gigi (Baum, 1997).
Bubuk silikat merupakan dasar keramik yang berbutir halus, yag pada dasarnya adalah
gelas/kaca yang bias larut dalam asam. Sebagian besar bubuk semen silikat diperdagangkan
mengandung flour sampai 15%. Flour ini ada karena fluks flour ditambahkan agar bahan-bahan
yang lain bisa dicairkan (Baum, 1997).

Komposisi cairan semen silikat tidak begitu berbeda dengan cairan yang digunakan pada
semen seng fosfat (Baum, 1997).

Peran Klinis dari Flour

Insidens karies sekunder ditemukan hanya sedikit di sekitar tambalan semen silikat
dibandingkan dengan bahan tambalan yang lain. Sifat ini agak mengejutkan, bila dilihat dari
kebocoran yang lebih besar (Baum, 1997).

Sifat antikariogenik jelas berhubungan dengan adanya flour dalam semen ini. Aksi
bersifat ganda. Satu, menyediakan sumber asupan flour untuk bergabung dengan permukaan gigi
selama penempatan dan pengerasan semen. Hal ini mengekibatkan adanya penurunan yang
cukup besar dari daya larut asam email, sama besarnya seperti pada aplikasi larutan flourida
secara topical. Juga pelepasan flour yang terus menerus dalam konsentrasi yang rendah akan
mengubah sifat kimia alami dari plak, khususnya dengan berperan sebagai inhibitor enzim dan
mencegah pertumbuhan microbial serta produksi asam. Seperti telah dikemukakan di atas, semen
ionomer kaca memberikan ketahanan terhadap karies yang setara karena berdasarkan pada
mekanisme pelepasan flour silikat (Baum, 1997).

Meskipun restorasi semen silikat ini menunjukkan kualitas estetis yang baik dalam
jangka waktu yang pendek setelah insersi, kerugiannya yang paling besar adalah kurangnya
stabilitas di dalam cairan mulut dengan disertai hilangnya kualitas estetis. Isolator karet harus
dipasang untuk keberhasilan restorasi silikat (Baum, 1997).

Untuk mendapat kesuksesan maksimal, restorasi silikat ini harus dicampur menjadi
kental dengan mempertinggi perbandingan tepung dengan cairannya. Setelah tambalan dibuat,
permukaannya harus dilindungi dengan cocoa butter atau vaselin untuk mencegah kontak dini
dengan cairan mulut ataupun dehidrasi (Baum, 1997).
Dokter gigi harus meninjau ulang prosedur teknis mengenai penempatan dan
penyelesaian restorasi silikat yang dikeluarkan pabrik. Meskipun demikian, restorasi ionomer
kaca adalah tambalan yang palinga baik, seperti yang telah didiskusikan (Baum, 1997).

2.2.2 Glass Ionomer Cement

Tipe semen lainnya yang lebih baru, yang juga didasarkaan pada asam poliakrilik adalah
semenionomer kaca (GIC). Karena sifat biologisnya yang baik dan memiliki potensi perlekatan
ke kalsium yang ada di dalam gigi, ionomer kaca terutama digunakan sebagai bahan restorative
untuk perawatan daerah erosi dan sebagai bahan penyemenan. Juga dapat digunakan sebagai
basis walaupun bahan tersebut sangat sensitive terhadap air dan dibutuhkan daerah yang kering
(Baum, 1997).

Komposisi dan kimiawi

Semen ini adalah sitem bubuk cairan. Sesungguhnya, cairan semen ionomer kaca
merupakan larutann dari asam poliakrilat dalam konsentrasi kira-kira 50 %. Cairannya cukup
kental dan cenderung membentuk gel setelah beberapa waktu. Pada sebagian besar semen asam
poliakrilat dalam cairan adalah dalam bentuk kopolimer dengan asam itikonik, maleik atau
itrikarbalik. Asam-asam ini cenderung menambah reaktivitas dari cairan, mengurangi kekentalan,
dan mengurangi kecenderungan membentuk gel. Pembentukan gel dari cairan adalah hasil dari
pengikatan hydrogen antarmolekular yang menghasilkan ikatan silang dari rantai polimer (Baum,
1997).

Asam tartaric juga terdapat dalam cairan. Bahkan sesungguhnya, penambahan komponen
ini menyebabkan semen bisa digunakan untuk kedokteran gigi. Penambahan ini memperbaiki
karakteristik manipulasi dan meningkatkan waktu kerja, tetapi memperpendek waktu
pengerasan. Terlihat peningkatan yang berkesinambungan secara perlahan pada kekentalan
semen yang tidak mengandung asam tartaric. Kekentalan semen yang mengandung asam tartaric
tidak menunjukkan perubahan setelah beberapa waktu, baru kemudian tampak kenaikan
kekentalan yang tajam (Baum, 1997).
Bubuknya adalah kaca alumino silikat. Karena banyak mengandung semen silikat, bubuk
ini menunjukkan pola pelepasan fluoride yang khas seperti pada tipe bahan tersebut dan juga
mempunyai ketahanan yang sama terhadap karies. Jadi dapat dilihat dari sistem dasar yaitu :
memiliki potensi melekat ke struktur gigi, baik secara biologis, dan memiliki beberapa
karakteristik antikaries karena kandungan fluoridanya (Baum, 1997).

Prosedur Kritis Untuk Tambalan Semen Ionomer Kaca

PREPARASI PERMUKAAN :

Permukaan yang bersih adalah syarat penting untuk menghasilkan adhesi. Dapat digunakan
pencucian dengan pumice untuk menghilangkan lapisan yang terbentuk selama preparasi kavitas,
tujuan dari pengolesan dengan pumice adalah menghilangkan lapisan permukaan yang kaya
florida yang dapat mengganggu proses kondisioning permukaan (Baum, 1997).

Pemberian dentin conditioner (surface pretreatment) adalah menambah daya adhesif dentin.
Persiapan ini membantu aksi pembersihan dan pembuangan smear layer, tetapi proses ini akan
menyebabkan tubuli dentin tertutup. Smear layer adalah lapisan yang mengandung serpihan
kristal mineral halus atau mikroskopik dan matriks organik (Baum, 1997).

Lapisan smear layer terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu lapisan luar yang mengikuti bentuk dinding
kavitas dan lapisan dalam berbentuk plugs yang terdapat pada ujung tubulus dentin. Sedangkan
plugs atau lapisan dalam tetap dipertahankan untuk menutup tubulus dentin dekat jaringan pulpa
yang mengandung air (Baum, 1997).
Bahan dentin conditioner berperan untuk mengangkat smear layer bagian luar untuk membantu
ikatan bahan restorasi adhesif seperti bahan bonding dentin. Hal ini berperan dalam mencegah
penetrasi mikroorganisme atau bahan-bahan kedokteran gigi yang dapat mengiritasi jaringan
pulpa sehingga dapat menghalangai daya adhesi (Baum, 1997).

Permukaan gigi dipersiapkan dengan mengoleskan asam poliakrilik 10%. Waktu standart yang
diperlukan untuk satu kali aplikasi adalah 20 detik, tetapi menurut pengalaman untuk
mendapatkan perlekatan yang baik pengulasan dentin conditioner pada dinding kavitas dapat
dilakukan selama 10-30 detik. Kemudian pembilasan dilakukan selama 30 detik pembilasan
merupakan hal penting untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, setelah itu kavitas dikeringkan
(Baum, 1997).

PERSIAPAN BAHAN :

Rasio bubuk : cairan yang dianjurkan oleh pabrik haruslah ditaati, penurunan rasio akan
berakibat buruk pada sifat semen yang sudah mengeras (Baum, 1997).

Pada proses pengadukan kedua komponen (bubuk dan cairan) ion hidrogen dari cairan
mengadakan penetrasi ke permukaan bubuk glass. Proses pengerasan dan hidrasi berlanjut,
semen membentuk ikatan silang dengan ion Ca2+ dan Al3+ sehingga terjadi polimerisasi. Ion
Ca2+ berperan pada awal pengerasan dan ion Al3+ berperan pada pengerasan selanjutnya
(Baum, 1997).

PENEMPATAN BAHAN :

Adukan semen segera ditempatkan dengan alat plastik atau disuntikkan ke dalam kavitas gigi.
Setiap penundaan akan menghasilkan permukaan yang kusam, yang berarti bahwa reaksi
pengerasan telah berkembang sedemikian sehingga gugus karboksil bebas tidak cukup untuk
membentuk adhesi dengan struktur gigi (Baum, 1997).

Segera setelah penempatan dipasang sebuah matriks yang sudah dibentuk terlebih dulu degan
tujuan, pertama matriks memberikan kontur maksimal sehingga kebutuhan akan penyelesaian
akhir menjadi berkurang, selain itu matriks menjamin keutuhan permukaan, kedua matriks
melindugi semen yang sedang mengeras dari hilangnya atau bertambahnya air selama
pengerasan awal (Baum, 1997).

Secara garis besar terdapat tiga tahap dalam reaksi pengerasan semen ionomer kaca, yaitu
sebagai berikut.

(1) Terdekomposisinya 20-30% partikel glass dan lepasnya ion-ion dari partikel glass
(kalsium, stronsium, dan alumunium) akibat dari serangan polyacid (terbentuk
cement sol) (Baum, 1997).
(2)Gelation/hardening
Ion-ion kalsium, stronsium, dan alumunium terikat pada polianion pada grup
polikarboksilat.
* 4-10 menit setelah pencampuran terjadi pembentukan rantai kalsium (fragile & highly
soluble inwater).

* 24 jam setelah pencampuran, maka alumunium akan terikat pada matriks semen dan
membetuk rantai alumnium (strong & insoluble) (Baum, 1997).

(3)Hydrationofsalt
Terjadi proses hidrasi yang progresive dari garam matriks yang akan meningkatkan sifat
fisik dari semen ionomer kaca (Baum, 1997).

Retensi semen terhadap email dan dentin pada jaringan gigi berupa ikatan fisiko-kimia
tanpa menggunakan teknik etsa asam. Ikatan kimianya berupa ikatan ion kalsium yang
berasal dari jaringan gigi dengan gugus COOH (karboksil) multipel dari semen ionomer
kaca. (Baum, 1997).

Adhesi adalah daya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis pada dua permukaan
yang berkontak. Semen ionomer kaca adalah polimer yang mempunyai gugus karboksil
(COOH) multipel sehingga membentuk ikatan hidrogen yang kuat. Dalam hal ini
memungkinkan pasta semen untuk membasahi, adaptasi, dan melekat pada permukaan
email. Ikatan antara semen ionomer kaca dengan email dua kali lebih besar daripada
ikatannya dengan dentin karena email berisi unsur anorganik lebih banyak dan lebih
homogen dari segi morfologis (Baum, 1997).

Secara fisik, ikatan bahan ini dengan jaringan gigi dapat ditambah dengan
membersihkan kavitas dari pelikel dan debris. Dengan keadaan kavitas yang bersih dan
halus dapat menambah ikatan semen ionomer kaca (Baum, 1997).

PENYELESAIAN PERMUKAAN DARI SEMEN YANG TELAH MENGERAS

Jika diperlukan, prosedur penyelesaian lanjutan harus ditunda paling sedikit 24 jm. Untuk
beberapa semen dengan pengerasan yang lebih cepat, dianjurkan untuk penyelesaian
sesudah 10 menit. Bagaimanapun juga semakin lama ditunggu semen akan semakin
matang sehingga resikorusaknya permukaan atau kecenderungan restorasi menjadi agak
buram dapat berkurang (Baum, 1997).

PROSEDUR PASCA RESTORASI :


Sebelum pasien dipulangkan, tambalan harus dilapisi dengan bahan pelindung, karena
tepi semen yang terbuka akibat baru dirapikan masih peka terhadap lingkungan, sampai
semen mencapai kematangan penuh Jika prosedur perlindungan untuk semen ini tidak
diikuti, pada akhirnya akan terjadi permukaan yang mengapur atau kasar (Baum, 1997).

BAB III

KONSEP MAPPING
BAB IV

PEMBAHASAN
Dokter gigi dalam praktiknya mempergunakan sebagian besar waktu dan energinya untuk
merestorasi kelainan gigi anterior (Baum, 1997)

Atas alasan estetis, banyak pasien sangat memperhatikan penampilan gigi-gigi depannya.
Beberapa pasien mengesampingkan fungsi pengunyahannya dan lebih memperhatikan
penampilannya (Baum, 1997)

Kehadiran bahan restorasi sewarna gigi sangat merupakan suatu hal yang paralel dengan
sejarah kedokteran gigi. Bahan restorasi untuk gigi anterior hendaknya bersifat adhesif,
warnanya sesuai dengan gigi yang ada, dapat diterima struktur gigi dan jaringan lunak, mudah
dipergunakan serta dapat mengembalikan bentuk dan fungsi gigi. Namun sampai saat ini belum
ditemukan bahan dengan kualifikasi seperti itu. Sampai saat ini dokter gigi hanya dapat
menerima bahan-bahan yang mendekati persyaratan tersebut (Baum, 1997)

Sebelum meluasnya penggunaan sistem resin untuk keperluan merestorasi gigi pasien,
semen silikat merupakan bahan yang paling banyak digunakan. Namun demikian saat ini telah
dikembangkan semen ionomer kaca yang merupakan turunan langsung dari semen silikat dan
masih banyak dianjurkan untuk indikasi-indikasi yang sesuai dengan manfaat dari sifat-sifat
bahan ini (Baum, 1997)

Setelah ditemukan sistem resin untuk mengganti semen silikat, dokter gigi lebih banyak
menggunakan bahan resin. Yang pertamakali digunakan adalah resin nirpasi atau metil
metakrilat. Resin ini dikeraskan melalui reaksi kimia dan terdiri atas kombinasi bubuk dan cairan
(Baum, 1997)

Resin akrilik nirpasi sekarang sudah banyak ditinggalkan dan diganti dengan resin
komposit atau dalam spesifikasi American Dental Assosiation disebut resin tambalan direk tipe
II. Resin komposit ini terdiri dari tiga komposisi yaitu matriks resin, bahan pengisi serta bahan
coupling sebagai pengikat kedua bahan utama yang telah disebutkan. Keuntungan dari resin
komposit diantaranya ialah warna dan tekstur material bisa disamakan dengan gigi pasien dengan
menambah material pengisi, bisa digunakan untuk merubah warna, ukuran dan bentuk gigi untuk
memperbaiki senyuman, tidak mengandung merkuri, sangat bermanfaat untuk gigi anterior dan
kavitas kecil pada gigi posterior dengan beban gigitan yang tidak terlalu besar dan
mementingkan estetis, dan hanya sedikit gigi yang perlu dipreparasi untuk pengisian bahan
tambalan berbanding amalgam (Baum, 1997)

Resin komposit merupakan senyawa polimer yang dapat dikeraskan melaui aktivasi
secara kimia maupun sinar. Cara aktivasi proses polimerisasi dari komposit ini tergantung dari
komposisi dari tiap-tiap bahan (Baum, 1997)

Klasifikasi dari resin komposit sendiri dapat dilakukan dengan meninjau ukuran partikel
bahan pengisi utamanya. Klasifikasi dengan cara ini akan membagi resin komposit kedalam
golongan resin komposit konvensional, komposit berbahan pengisi mikro, resin komposit
berbahan pengisi partikel kecil, dan komposit hibrid (Baum, 1997)

Pada akhirnya keberhasilan proses keseluruhan dari tambalan sewarna gigi berdasarkan
sebagian pada latar belakang ilmiahnya, tetapi juga pada kepandaian subyektif dari si dokter gigi.
Dokter gigi akan melakukan seleksi dibawah pengaruh beberapa faktor seperti kemudahan
manipulasinya, waktu yang digunakan untuk pengerasan, warna yang diperolehn dan karaktristik
permukaan bahan restorasi. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dokter gigi harus dengan hati-
hati memadukan informasi ilmiah yang ada dengan kemampuan artistiknya (Baum, 1997)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Teradapat dua jenis bahan kedokteran gigi untuk tindakan restorasi estetik, yaitu golongan
resin dan golongan semen.

2. Bahan restorasi gigi estetik berbahan resin adalah komposit dan akrilik.

3. Bahan restorasi gigi estetik berbahan semen adalah semen silikat dan semen ionomer kaca.

4. Masing-masing bahan memiliki komposisi, sifat, kelebihan dan teknik manipulasi yang
berbeda.
5.2 Saran

keberhasilan proses keseluruhan dari tambalan sewarna gigi berdasarkan sebagian


pada latar belakang ilmiahnya, tetapi juga pada kepandaian subyektif dari si dokter gigi.
Dokter gigi akan melakukan seleksi dibawah pengaruh beberapa faktor seperti kemudahan
manipulasinya, waktu yang digunakan untuk pengerasan, warna yang diperolehn dan
karaktristik permukaan bahan restorasi. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dokter gigi
harus dengan hati-hati memadukan informasi ilmiah yang ada dengan kemampuan
artistiknya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anusavice, Kenneth J. Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi, Edisi 10. 2003.
Jakarta: EGC.

2. Baum, Lloyd dkk. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi, alih bahasa, Rasinta Tarigan Edisi 3.
1997. Jakarta: EGC.

3. Dept. Konservasi Gigi FKG UNAIR . Restorasi Estetik Dan Kosmetik. Universitas
Airlangga: Surabaya.

Diunduh dari http://www.fkg.unair.ac.id/filer/01%20RESTO%20ESTEKOS.pdf, pada


tanggal 16 Juni 2011.

http://arif-healthy.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai