Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PRAKTIKUM

SEMEN IONOMER KACA (GLASS IONOMER CEMENT)

Pembimbing Praktikum

drg. M.Y. Ichrom Nahzi Sp.KG

Disusun Oleh Kelompok A3:

1. Naura Ifthinan Luthfiana 1611111220023

2. Noor Hildayanti 1611111220024


3. Nurmaishela Oktaviani 1611111220025

4. Patrycia Solavide Br. Sijabat 1611111220026

5. Rahmalina Titianingsih 1611111220027

6. Ricardo Wibisono Saputra 1611111220028

7. Rifka Amaliah 1611111220029

8. Salma Humaira 1611111220030


9. Serina Tasha 1611111220031

10. Tita Amanda Yudia 1611111220032

11. Udur Sinaga 1611111220033

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2017
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya lah
maka penyusun dapat menyelesaikan makalah praktikum dental material yang
berjudul ”Semen Ionomer Kaca (Glass Ionomer Cement)” dengan pembimbing
praktikum drg. M.Y. IchromNahzi, Sp.KG.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam menyelesaian makalah ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepadadrg. M.Y. Ichrom Nahzi, Sp.KG selaku pembimbing praktikum yang
membimbing kami sehingga praktikum berjalan baik dan lancar.

Pembuatan makalah ini bertujuan memenuhi tugas praktikum dental


material. Dengan selesainya makalah ini semoga dapat menjadi referensi baik
pada institusi pendidikan dokter gigi guna kelancaran kegiatan belajar mengajar
serta berguna untuk setiap orang. Penyusun menyadari keterbatasan akan literatur
dan sumber informasi terkait kajian dalam makalah, untuk itu kritik dan saran
sangat kami harapkan.

Banjarmasin, November 2017

Penyusun

ii
iii

DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan Praktikum ............................................................................... 2
1.4 Manfaat Praktikum ............................................................................. 3
1.5 Kompetensi Praktikum ....................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi GIC ...................................................................................... 4
2.2. Sifat GIC........................................................................................... 5
2.3 Kelebihan dan Kekurangan ................................................................ 5
2.4 Tipe GIC ............................................................................................ 5
2.5 Cara Manipulasi.................................................................................. 7
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Bahan ................................................................................................. 10
3.2 Alat..................................................................................................... 10
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Triturasi Secara Manual ............................................................ 12
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum.................................................................................. 14
4.2 Teori................................................................................................... 14
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 16
5.2 Saran ................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan adanya kemajuan tekhnologi saat ini maka bahan restorasi
kedokteran gigi juga terus-menerus mengalami kemajuan dalam segi estetis,
kekerasan dan kekuatan bahan terhadap tekanan pengunyahan, serta kekuatan
adhesi bahan terhadap struktur gigi. Bahan yang sering digunakan untuk
merestorasi baik gigi sulung maupun gigi tetap dalam praktek kedokteran gigi
adalah bahan restorasi adesif sewarna gigi. Bahan restorasi sewarna gigi yang
banyak beredar dipasaran adalah Glass Ionomer Cement (Semen Ionomer
Kaca=SIK), kompomer dan resin komposit. Dari segi estetis, resin komposit lebih
unggul namun bahan ini tidak mengandung fluor. SIK lebih banyak mengandung
fluor dibandingkan kompomer dan tidak memerlukan etsa asam, sehingga relatif
lebih aman digunakan untuk merestorasi gigi sulung maupun gigi tetap muda.
Pelepasan fluor dari bahan restorasi dapat membantu proses remineralisasi email
dan mencegah karies gigi.(Yuliarti TR, 2008)
SIK terdiri dari bubuk kalsium fluoroalumino silikat gelas yang
mengandung fluor sekitar 12-18 % dengan cairan asam poliakrilik kopolimer dan
asam tartar, SIK Konvensional pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan Kent
pada tahun 1972 sebagai semen yang mempunyai kelebihan dari pada semen
silikat dan semen polikarboksilat. Bahan SIK konvensional kemudian
dikembangkan menjadi SIK viskositas tinggi pada awal tahun 1990 yang
didukung WHO sebagai jawaban atas kebutuhan akan bahan tumpatan dalam
terapi restorasi otomatis. Viskositas tinggi berarti mempunyai kekentalan yang
tinggi dengan flow yang rendah. Viskositas tinggi SIK diperoleh dari hasil
penambahan asam poliakrilat pada bubuk dan distribusi butiranpartikelnya lebih
halus. Email terdiri dari 96% bahan anorganik, 4% bahan organik, air dan jaringan
fibrosa.Bahan anorganik terdiri dari beberapa juta kristal hidroksiapatit. Tiap unit
kristal terdiridari kalsium, phosphat dan ion hidroksil dengan formula
(Ca10(PO4)6(OH)2). Sisanya adalah CO3, Mg, Na, K, Fe, Cl, dan Fluor sekitar
0,02%. Email sebagian besar mengandungkristal hidroksiapatit sehingga dapat
menyerap fluor yang dilepaskan oleh SIK denganmembentuk suatu ikatan
fluoroapatit yang lebihtahan terhadap asam.Reaksi setting SIK merupakan
reaksiasam basa antara bubuk aluminosilikat gelas dengan asam poliakrilat.
Polyacid (asam poliakrilik, asam itakonat dan asam tartar) kemudian bereaksi
dengan gelas, sehinggamelepaskan ion fluor. Ion ini merupakan kompleks metal
fluor, yang kemudian bereaksidengan polianion untuk membentuk salt gelmatriks.
Ion Al3+ menyebabkan matrix resistenterhadap flow. (Yuliarti TR, 2008)
Asam poliakrilik yang telah menempel pada stuktur email gigi kemudian
berikatan dengan ion kalsium apatitit dan ionfosfat pada email dan dentin. Secara
mekanisme fisikokimia, fluor yang diserap email dari bahan restorasi yang mengandung
fluor akan menghambat demineralisasi. Gugus OH dalam Kristal hidroksiapatit struktur
gigi dapat disubstitus ioleh fluor yang dilepaskan dari bahan restorasi yang mengandung
fluor, kemudian menjadi fluoroapatit dengan formula Ca10 (PO4 ) F2 yang lebih resisten
terhadap asam.(Yuliarti TR, 2008)

1
2

Pada saat gigi erupsi, proses mineralisasi email belum selesai dan akan
berlanjut sampai kira kira 2-3 tahun setelah erupsi. Selanjutnya proses
demineralisasi dan mineralisasi terjadi terus menerus sejak email selesai
terbentuk, sebagai proses maturasi. Mahkota gigi yang sudah tumbuh ke rongga
mulut dan maturasinya belum sempurna, akan sangat peka terhadap perubahan
mineral dalam rongga mulut. Bila pada tahap maturasi email terdapat fluor
didalam rongga mulut, maka ion fluor dengan cepat berikatan dengan kristal
hidroksiapatit membentuk fluoroapatit yang lebih tahan terhadap pelarutan asam.
Email bagian dalam, yang pertama larut, sedang bagian permukaan sukar larut
karena kandungan fluoridanya lebih tinggi. Reaksi ini sebagian menjelaskan peran
fluor dalam pencegahan karies saat proses karies diawali oleh demineralisasi
email. Reaksi remineralisasi sangat diperkuat oleh adanya keberadaan fluor. Ada
2 mekanisme pelepasan fluor, yaitu pelepasan reaksi jangka pendek dan jangka
panjang. Reaksi jangka pendek, berkaitan dengan reaksi awal karena proses
maturasi setelah setting, terjadi pelepasan fluor tertinggi pada 24-48 jam pertama
setelah terpapar fluor, kemudian menurun secara konstan setelah beberapa minggu
atau beberapa bulan. Pada reaksi jangka panjang, pelepasan fluor lebih rendah dan
stabil sesuai dengan keseimbangan proses difusi. Sedangkan dari penelitian
Freedman, pada hari ke 6 dan ke 7, tampak adanya peningkatan jumlah pelepasan
fluor daritumpatan SIK. (Yuliarti TR, 2008)
Kelebihan dari SIK, mampu mengisi kembali fluor melalui paparan
sumber fluor dari luar, kemudian melepaskan kembali ke lingkungan mulut. Pada
suatu penelitian secara in vivo menunjukkan bahwa unsur fluor dari tumpatan
SIK yang diserap email, efektif menghambat demineralisai email gigi dalam
larutan karies buatan dengan pH 4,8. SIK konvensional mengalami modifikasi
menjadi SIK dengan viskositas tinggi yang dirancang sebagai alternatif tumpatan
amalgam untuk restorasi preventif gigi posterior. Bahan ini berguna untuk tehnik
Atraumatic restorative Treatment (ART). SIK dengan viskositas tinggi telah
banyak beredar dipasaran, antara lain adalah Fuji IX dan Ketac Molar. Dengan
kemampuannya melepaskan fluor, dan aplikasinya yang mudah, SIK menjadi
bahan restorasi pilihan untuk merawat gigi anak, perawatan karies dini dan
penderita denganinsidens karies tinggi. (Yuliarti TR, 2008)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi GIC ?
2. Bagaimana sifat dari bahan material GIC ?
3. Apa saja komposisi yang terdapat pada material tumpat GIC ?
4. Seperti apa karakteristik dari bahan GIC ?
5. Apa kelebihan dari bahan GIC ?
6.Apa kekurangan dari bahan GIC ?
7. Apakah perbandingan bubuk dan cairan mempengaruhi waktu setting ?

1.3 Tujuan Praktikum


Agar dapat memanipulasi Semen Ionomer Kaca dengan tepat dan benar,
serta mampu membedakan waktu setting semen ionomer kaca dengan variasi rasio
bubuk dan cairan.
3

1.4 Manfaat Praktikum


Di akhir praktikum ini mahasiswa mampu melakukan manipulasi bahan
material Semen Ionomer Kaca. Dan dapat memperkirakan waktu yang di
butuhkan untuk melakukan nya.

1.5 Kompetensi Praktikum


Mahasiswa mampu memanipulasi Semen Ionomer kaca dengan tepat dan
menggunakan alat yang benar. Mahasiswa mampu membedakan Setting time
semen ionomer kaca dengan variasi rasio bubuk dan cairan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi GIC
Glass Ionomer Cement (GIC) merupakan bahan restorasi yang
memiliki sifat adhesif, sewarna dengan gigi dan memiliki kemampuan pelepasan
ion flour yang dipengaruhi derajat keasaman (pH) yang dapat meningkatkan kadar
kelarutan ion flour pada GIC. (Septhiselya, 2016)
2.2. Sifat GIC
Sifat fisik semen glass-ionomer dipengaruhi oleh bagaimana semen
dipersiapkan, termasuk rasio bubuk dan cairan, konsentrasi polyacid, ukuran
partikel dari bubuk kaca dan usia spesimen. Perawatan diperlukan dalam
membuat generalisasi tentang sifat-sifat bahan-bahan tersebut. Ada juga
kemungkinan bahwa bagian dari keberhasilan kaca-ionomer mungkin timbul
karena kinerja material yang memuaskan bahkan jika mereka belum benar
dicampur. (Shindu SK, 2016)
Kebutuhan sifat semen ionomer kaca diwujudkan dalam Standar ISO 9917
untuk semen kedokteran gigi (Tabel 2) (Shindu SK, 2016; McCabe, 2015)

Tabel 2. Kebutuhan sifat ionomer kaca pada ISO 9917


Semen
Semen Semen
Sifat lining/
Restoratif Luting
Basis
Ketebalan film (µm) - 2,5 (maks) -
Waktu setting
 Minimum 2 2,5 2
 Maksimum 6 8 6
Kekuatan Kompresif
130 (min) 70 (min) 70 (min)
(Mpa)
Erosi asam (mm/jam) 0,05 (maks) 0,05 (maks) 0,05 (maks)
Kelarutan Asam (mg/kg)
 As (Arsen) 2 2 2
 Pb (Timbal) 100 100 100
Salah satu sifat yang paling penting dari material ini adalah kemampuannya
untuk melekat baik ke email maupun dentin. Hal ini sebabkan oleh molekul
polyacid berikatan dengan kalsium pada permukaan gigi. Lapisan luar dari
hidroksi apatit gigi menjadi terlarutkan dengan kberadaan asam. Karena
banyaknya apatit yang larut, semen mulai mengeras dengan peningkatan pH.
Keadaan ini menyebabkan terjadinya represipitasi (pengendapan kembali)
suatu campuran kompleks kalsium fosfat (dari apatit), dan garam-garam
kalsium dari polyacid pada permukaan gigi. (McCabe, 2015)

4
5

2.3. Kelebihan dan Kekurangan GIC

Kelebihan:
a. Ion fluor yang dilepaskan oleh glass ionomer cement lebih tinggi
dibandingkan resin komposit.
b. Sewarna dengan gigi
c. Tidak iritatif terhadap pulpa
d. Bersifat adhesive terhadap jaringan gigi
e. Daya larut rendah
f. Bersifat anti-bakteri

Kekurangan:

a. Kekerasan permukaan material ini sedikit lebih rendah dibandingkan


dengan bahan restorasi lain (resin komposit dan amalgam).
b. Rentan abrasi dan erosi
c. Bersifat porus dan sulit dioles
d. Translusensi lebih rendah dibanding resin komposit

2.4.TIPE GIC

Glass ionomer cement memiliki beberapa tipe, yakni:


- Tipe 1: Luting
Mengikat, merekat, atau menyemen beberapa objek satu sama lain, seperti
lapisan tipis semen diantara preparasi gigi dan mahkota gigi palsu. Semen perekat
harus mempunyai kelarutan yang rendah, kekentalan yang rendah, dan ketahanan
terhadap fraktur yang tinggi; contohnya adalah semen seng fosfat, ionomer kaca,
dan adhesif berbasis resin (Ireland, 2015).
- Tipe 2: Restorasi
Istilah generik yang digunakan untuk menyebut tambalan, inlay, mahkota,
jembatan, implan, atau protesa lepasan yang hilang dan merestorasi bentuk,
fungsi, dan estetik (Ireland, 2015).
- Tipe 3: Lining/base
Bahan yang ditempatkan di bagian dalam kavitas yang sudah dipreparasi
sebelum pemasangan restorasi. Pelapik digunakan untuk alasan proteksi,
terapeutik, atau struktural. Kavitas yang dalam akan memperoleh keuntungan dari
bahan pelapik, yang memberikan perlindungan terhadap suhu, terutama untuk
restorasi logam, meskipun dibutuhkan penambahan subpelapik. Bahan pelapik
terapeutik dapat ditempatkan untuk merangsang odontoblas mendepositkan dentin
reparatif, untuk mendorong remineralisasi, atau untuk menghentikan aktivitas
bakteri. Bahan pelapik adalah kalsium hidroksida, semen ionomer kaca yang
6

dimodifikasi resin, oksida seng eugenol, seng fosfat, dan ionomer kaca (Ireland,
2015).
- Tipe 4: Fissure sealant
Bahan yang diletakkan dengan cara bonding ke permukaan email gigi
untuk mencegah karies yang terjadi pada ceruk atau fisur. Bahan ini dapat
digunakan pada individu yang dinilai mempunyai risiko karies gigi yang tinggi.
Bahan yang digunakan sebagai penutup fisur adalah resin komposit atau ionomer
kaca (Ireland, 2015).
Ionomer kaca telah digunakan sebagai bahan alternatif dari resin komposit
karena kurang sensitif terhadap keberadaan cairan, melekat dengan baik ke email,
dan melepaskan fluoride, sehingga memberikan efek kariostatik potensial; namun,
baru-baru ini, dianggap masih diperlukan lebih banyak penelitian untuk
mengevaluesi kesuksesan jangka panjangnya jika dibandingkan dengan resin
komposit (Ireland, 2015).
Indikasi fissure sealant adalah:
1. Semua gigi molar permanen pada anak-anak dengan risiko karies sedang
hingga tinggi,
2. Pada anak-anak dengan resiko karies rendah maka hanya fisur yang dalam
dan retentive yang perlu dilakukan fissure sealant,
3. Pada gigi posterior decidui pada anak-anak dengan resiko karies tinggi
(Bakar, 2015).

- Tipe 5: Orthodontic cement


- Tipe 6: Core build up
- Tipe 7: Fluoride release
- Tipe 8: ART
Atraumatic restorative treatment (ART) atau perawatan restoratif
atraumatik merupakan proses menghilangkan karies dengan menggunakan
instrumen genggam dan merstorasi giginya dengan bahan restorasi adhesif. Bahan
restorasi yang digunakan adalah semen ionomer kaca atau resin komposit. Sangat
cocok digunakan di negara sedang berkembang karena hanya membutuhkan
peralatan dan sumber daya yang minimal, sehingga memungkinkan perawatan
diberikan dengan biaya rendah. ART juga dapat menjadi metode yang efektif
untuk merawat karies akar gigi pada lansia, menggunakan semen ionomer kaca
yang dikeraskan secara kimia. Instrumen genggam dirancang khusus untuk
metode perawatan restorasi ini (Ireland, 2015).
- Tipe 9: Decidui restoration
(Bakar, 2015)
7

Waktu proses manipulasi glass ionomer cement tergantung dengan tipe


glass ionomer yang digunakan, berikut ini waktu-waktu yang dibutuhkan dari
mixing time, working time, serta setting time dari masing-masing bahan glass
ionomer (Bakar, 2015).

Tipe Mixing Time Working Time Setting Time


Luting dan lining 20 detik 2 menit 4 menit 30 detik
Restorasi 25-30 detik 2 menit 2 menit 20 detik
Restorasi posterior 25-30 detik 2 menit 2 menit 20 detik

2.5.Cara Manipulasi Glass Ionomer Cement (GIC)

Glass ionomer cement dapat dicampur dengan menggunakan


spatula pada paper pad, proses ini disebut dengan hand-mixing. Bahan ini
juga dapat disajikan dalam kapsul dipisahkan oleh sebuah membran. Kapsul
digunakan untuk pencampuran secara otomatis (auto-mixing) dengan
menggunakan alat pencampur semen (Sidhu, 2016; Gladwin, 2013).
Faktor yang berkaitan dengan metode pencapuran adalah masalah
porositas di dalam semen yang telah dicampur dan mengeras. Mencampur
bubuk dan cairan dengan hand-mixing akan menghasilkan kadar porositas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan auto-mixing. Namun, penelitian yang
lebih lanjut dengan menggunakan CT-scanning mikro mengungkapkan
bahwa hubungan antara pencampuran dan porositas merupakan sesuatu yang
8

kompleks dan rumit. Semen dengan viskositas yang tinggi (kental), saat
pencampuran sulit menimbulkan busa sehingga kemungkinan porositas yang
terjadi lebih rendah saat pencampuran dengan auto-mixing. Kadar porositas
yang terperangkap di dalam semen yang kental adalah sama pada yang
dicampur secara hand-mixing maupun auto-mixing. Untuk semen dengan
viskositas yang rendah, pencampuran secara hand-mixing menghasilkan
porositas yang lebih rendah dibandingkan pencampuran auto-mixing
(McCabe, 2015).

2.5.1. Reaksi Setting


Reaksi setting glass ionomer cement terjadi antara 2-3 menit dari
pencampuran reaksi asam-basa. Reaksi setting meliputi pembentukan suatu
garam melalui reaksi gugus asam dengan kation yang dikeluarkan dari
permukaan kaca. Pencampuran bubuk dan cairan menyebabkan asam tartarat
(cairan) merusak lapisan luar partikel kaca serta melepaskan ion-ion Ca2+ dan
Al3+. Selama tahap awal setting, Ca2+ dikeluarkan secara cepat dan
bertanggung jawab terhadap terjadinya reaksi polyacid untuk membentuk
suatu produk reaksi yang sama. Ion Al3+ dikeluarkan lebih lambat dan
berperan dalam tahap setting akhir. Material yang mengeras terdiri dari inti-
inti kaca yang tidak bereaksi dan tertanam di dalam matriks ikatan silang
polyacid. Tahap kedua reaksi setting meliputi penggabungan kuantitas
struktur matriks dan hasil yang menyatakan proses maturasi sifat fisik
material (Gambar 1). Langkah kedua ini lambat, dan berlanjut sekitar satu
hari atau 24 jam (Sindhu, 2016 & McCabe, 2015).

Keberadaan asam tartarat berperan dalam pengontrolan karakteristik


setting material. Penampakan (onset) awal dari setting terhambat oleh asam
tartarat yang membuat tercegahnya proses pembukaan dan inisiasi rantai
polyacid. Jika konsentrasi Al3+ terlarut mencapai suatu nilai tertentu, tahap
kedua reaksi setting akan dimulai secara cepat. Asam tartarat membantu
pembentukan kompleks antara polyacid dan ion Al3+ dengan cara mengatasi
9

masalah steric hindrance yang dapat terjadi jika suatu ion aluminium
mengusahakan suatu pembentukan garam dengan tiga gugus asam
karboksilat. Oleh sebab itu, banyak ikatan garam aluminium terdiri dari suatu
ion aluminium yang terikat kepada dua gugus karboksilat dan dari gugus
tartarat (McCabe, 2015).
Keluarnya ion-ion flourida (F-) dari partikel kaca mengakibatkan fasa
matriks dari material yang mengeras. Setelah setting, matriks mampu
melepaskan F- ke dalam lingkungan disekitarnya apabila konsentrasi F - tinggi.
Pengaruh terapeutik potensial F - yang terkonsentrasi di dalam fasa matriks
diperkirakan mengontribusi ke arah pengoptimalan karakteriksik setting
dengan cara menjaga kemampuan kerja untuk jangka waktu yang lebih lama
(Sindhu, 2016; McCabe, 2015).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan

a. Bubuk dan cairan glass ionomer tipe II

b. Vaseline

Gambar 1. Bubuk dan Cairan GIC Gambar 2. Vaseline

3.2 Alat

a. Pengaduk Plastik

b.Paper pad

c. Celluloid strip

d. Lempeng Kaca

e. Cetakan plastik ukuran diameter 10mm, tebal 1mm

f. Plastic filling Instrument

g. Sonde

10
11

Gambar 3. Pengaduk Plastik Gambar 4. Plastic Filling

Gambar 5. Lempeng Kaca dan Cetakan Gambar 6. Paper Pad

Gambar 7. Sonde
12

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Triturasi Secara Manual

a. Permukaan cetakan dan pita seluloid diulasi dengan vaselin, kemudian


cetakan diletakkan di atas pita seluloid dan lempeng kaca.

b. Bubuk ambil 1 sendok takar, letakkan di atas paper pad.

c. Cairan diteteskan 1 tetes, dengan cara memegang botol secara vertical


kemudian ditekan perlahan lahan, diteteskan di dekat bubu (P : L 3,8 : 1
merk ChemFlex)
13

d. Waktu awal pencampuran dicatat menggunakan stopwatch. Bubuk dibagi


menjadi dua bagian. Bagian pertama dicampur dengan cariran selama 5
detik, kemudian ditambahkan bubuk bagian kedua dan diaduk kurang lebih
selama 10 detik sampai homogen. Total waktu pencampuran adalah 20
detik.

e. Adonan dimasukkan ke dalam cetakan dengan menggunakan plastic filling


instrument kemudian permukaan diratakan. Permukaan adonan ditutup
dengan pita seluloid. Working time mulai awal pengadukan sampai 1,5
menit.

Setting time diukur dengan menusuk permukaan adonan glass ionomer


menggunakan ujung sonde, hingga sonde tidak dapat menembus permukaan
adonan. Setting time dicatat yang dihitung sejak awal pencampuran hingga semen
mengeras.
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. HASIL PRAKTIKUM
Hasil praktikum:
1. Initial setting = 2 menit
2. Final setting = 24 jam
Proses pengerasan semen ionomer kaca merupakan proses bertingkat yang
membutuhkan waktu. Initial setting time semen ionomer kaca terjadi saat ion
dan bereaksi dengan gugus karboksil ( ) dari asam membentuk
garam kalsium poliakrilat dan natrium poliakrilat. Tahap selanjutnya adalah
proses final setting time disebut juga proses hardening yang menentukan kualitas
semen. Proses hardening terjadi saat ion alumunium ( ) bereaksi dengan
gugus karboksil ( ) dari asam, membentuk garam alumunium poliakrilat
yang lebih tahan terhadap disolusi air. Tingginya tingkat kelarutan semen ionomer
kaca dapat disebabkan karena garam alumunium poliakrilat yang menandai
selesainya proses hardening belum terbentuk sepenuhnya. Kelarutan semen
ionomer kaca adalah sekitar 1,25 - 1,5%

4.2. TEORI
REAKSI YANG TERJADI DALAM PROSES SETTING
Pada proses setting SIK, asam yang terkandung dalam cairan SIK bereaksi dengan
lapisan luar dari partikel gelas yang terkandung dalam bubuk SIK. Permukaan
luar partikel gelas tersebut akan melepaskan ion alumunium serta ion kalsium
yang nantinya akan membentuk polysalts dalam matriks asam poliakrilik, serta
silica gel yang nantinya akan berfungsi sebagai pelindung partikel gelas yang
tidak bereaksi. Silica gel juga biasa disebut dengan silica hydrogel karena selama
proses setting, air akan berikatan dengan silica gel karena sifat silica gel yang
hidrofilik
KENAPA DI VARNISH?
Selama proses initial setting SIK sebagai salah satu jenis water-based material,
sangat sensitif terhadap kontaminasi air dan udara. Kontaminasi dengan air
ataupun udara dapat menyebabkan SIK mengalami pelarutan dan daya adhesinya
dengan permukaan gigi akan menurun. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil
tumpatan SIK yang sempurna selama proses setting SIK perlu perlindungan agar
tidak terkontaminasi air dan udara, yaitu dengan cara menggunakan bahan isolasi
yang efektif dan kedap air. Salah satu bahan pelindung yang biasa digunakan
adalah varnish. Pemberian varnish pada permukaan tumpatan SIK sesudah insersi
dapat mencegah kontaminasi air dan udara, terutama pada silica hydrogel yang
terbentuk pada saat proses setting SIK. Silica hydrogel yang terbentuk disekitar
partikel gelas selama proses setting SIK merupakan bagian yang bersifat

14
15

hidrofilik, yang mudah terkontaminasi air. Apabila silica hydrogel terkontaminasi


oleh air, dapat menghasilkan setting shrinkage yang besar pada tumpatan SIK.
Setting shrinkage yang besar menyebabkan menurunnya adhesi/perlekatan
tumpatan SIK serta integritas marginal antara pertemuan gigi dan tumpatan SIK
karena terbentuknya sela marginal antara pertemuan gigi dan tumpatan. Celah
tersebut dapat menjadi tempat penetrasi bakteri, asam, cairan, ion-ion, serta
enzimpada pertemuan gigi dan restorasi. Hal tersebut yang menyebabkan
kebocoran tepi antara permukaan gigi dan tumpatan SIK yang semakin besar.
Oleh karena itu, kebocoran tepi pada tumpatan SIK yang tidak diberi varnish lebih
besar dibandingkan dengan tumpatan SIK yang diberikan varnish sesudah insersi
RM-GIC KENAPA MENGGUNAKAN HEMA?
Pada tahun 1992 dilakukan inovasi terhadap glass ionomer cement untuk
memperbaiki keterbatasan penggunaannya, yaitu resin-modified glass ionomer
cement.6 Resin-modified glass ionomer cement berpolimerisasi dengan bantuan
sinar (light-cured), proses setting-nya jugadipengaruhi oleh reaksi pengerasan
asam basa.Resin-modified glass ionomer cement merupakan hybrid dari glass
ionomer cement dengan resin komposit, tersusun dari serbuk kaca fluoro alumino
silikat, asam poliakrilat, photo initiators, air, dan monomer metakrilat yang larut
dalam air seperti hidroksilmetakrilat (HEMA). Penambahan resin pada glass
ionomer cement meningkatkan sifatnya secara signifikan, seperti ketahanannya
terhadap asam. Hidrosilmetakrilat memberikan ”efek payung” dan melindungi
semen dari kehilangan dini loosely bound water, serta mencegah kelarutan
partikel permukaan yang lebih besar. Hidroksilmetakrilat juga memiliki sifat
alami berupa hidrofilik yang dapat meningkatkan penyerapan air, keplastisan, dan
ekspansi higroskopik. Hidroksiletilmetakrilat memberikan karakteristik hidro gel
resin-modified glass ionomer cement, yang menyebabkan bahan ini cenderung
untuk menyerap air. Penyerapan ini akan menghalangi terbentuknya ikatan silang
ionion karena ion-ion logam tersebut ikut larut oleh air terutama ion Sr, Al, Si,
Na, P, Ca
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah praktikan lakukan dan berdasarkan literature
yang praktikan baca, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan setting time
antara rasio bubuk:cairan yang digunakan pada manipulasi GIC. GIC dengan lebih
sedikit bubuk cenderung lebih lama setting time nya dan sedangkan dengan
jumlah bubuk lebih banyak setting time GIC menjadi lebih cepat, selain itu
suhu juga berpengaruh pada setting time GIC. Kesimpulan ini tentunya sangat
berguna bagi praktikan dalam meningkatkan kemampuan memanipulasi bahan
kedokteran gigi Glass Ionomer Cement di dalam percobaan-percobaan
berikutnya.

5.2 Saran
Melalui penyusunan makalah ini diharapkan kita lebih mengetahui tentang
GIC kemudian setidaknya kita mampu menerapkan semua ilmu – ilmu yang telah
kita data dalam makalah ini dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga praktikan
lebih banyak melakukan percobaan manipulasi GIC. Sebaiknya setiap anggota
kelompok bisa melakukan percobaan memanipulasi GIC jadi praktikan memiliki
pengalaman dan kemampuan untuk memanipulasi dengan benar. Praktikan juga
mampu membedakan setting time GIC dengan rasio bubuk / cairan.

16
DAFTAR PUSTAKA

 Aviandani MJ, Munadziroh E, Yogiartono M. Perbedaan Kebocoran Tepi


Tumpatan Semen Ionomer Kaca dengan Pengadukan Secara Mekanik Elektrik
dan Manual. Jurnal PDGI. September-Desember 2010; 61(3): 81-87.

 Bakar, A. Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2. CV. Yogyakarta: Quantum Sinergis


Media; 2015.
.
 Gladwin, M & Bagby, M. Clinical Aspects of Dental Materials Theory, Practice,
and Cases 4th Edition. USA: Lippincott William & Willkins; 2013.

 Ireland, R. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC; 2015.

 McCabe JF, Walls AW. BahanKedokteran Gigi Edisi 9. Jakarta: EGC; 2015.

 Nasrudin M, Fatmawati DWA, Soesetijo FA. Perbandingan Uji Kebocoran Tepi


Resin Komposit Flowable dan Bahan Luting Semen pada Pasak Polyethylene
Fiber-Reinforied (PFR). ODONTO Dental Journal. Juli 2016; 3(1): 27-33.

 Ningsih DS. Resin Modified Glass Ionomer Cement Sebagai Material Alternatif
Restorasi untuk Gigi Sulung. ODONTO Dental Journal. 2014 Desember; 1(2).

 Permatasari AP, Nahzi MYI, Widodo. Kekasaran Permukaan Resin-Midified


Glass Ionomer Cement Setelah Perendaman dalam Air Sungai. Dentino Jurnal
Kedokteran Gigi. September 2016; 1(2): 164-168.

 Septhiselya PF, Nahzi MYI, Dewi N. Kadar Kelarutan Flour Glass Ionomer
Cement setelah Perendaman Air Sungai dan Akuades. Majalah Kedokteran Gigi
Indonesia. Mei 2016; 2(2).

 Sidhu SK., Nicholson JW. A Review of Glass-Ionomer Cements for Clinical


Dentistry. J. Funct. Biomater. 2016 Juni; 7(16).

17

Anda mungkin juga menyukai