Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PRAKTIKUM

GLASS IONOMER CEMENT

DOSEN PEMBIMBING PRAKTIKUM:


drg. Muhammad Yanuar Ichrom N., Sp.KG.

DISUSUN OLEH
KELOMPOK A3

Puty Ayu Azizah 1711111120018

Rosyaningsi 1711111120020

Sri Pustaka Kirana 1711111120021

Stevani 1711111120022

Ulfa Asmawita Bancin 1711111120023

Winda Aulia Putri 1711111120024

Adam Kevin Dhaniswara 1711111210001

Adhimas Rilo Pambudi 1711111210002

Adhytya Suryo Kelana 1711111210003

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
taufik dan hidayah-Nya jualah kami selaku kelompok A3 dapat menyelesaikan
makalah praktikum dental material yang berjudul ” Glass Ionomer Cement”
dengan pembimbing praktikum drg.Muhammad Yanuar Ichrom N., Sp.KG.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam menyelesaian makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada drg. Muhammad Yanuar Ichrom N., Sp.KG.
selaku pembimbing praktikum yang membimbing kami sehingga praktikum
berjalan baik dan lancar.
Pembuatan makalah ini bertujuan memenuhi tugas praktikum dental
material. Dengan selesainya makalah ini semoga dapat menjadi referensi baik
pada institusi pendidikan dokter gigi guna kelancaran kegiatan belajar mengajar.
Penyusun menyadari keterbatasan akan literatur dan sumber informasi terkait
kajian dalam makalah, untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan dan bermanfaat bagi kita semua.

Banjarmasin, 23 Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................. ii


Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Praktikum ....................................................................................... 2
1.4 Manfaat Praktikum ..................................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Glass Ionomer Cement ................................................................. 3
2.2 Komposisi Glass Ionomer Cement............................................................. 3
2.3 Klasifikasi Glass Ionomer Cement............................................................. 4
2.4 Sifat Glass Ionomer Cement ...................................................................... 13
2.5 Reaksi Setting Glass Ionomer Cement....................................................... 14
BAB III Metode Praktikum
3.1 Bahan.......................................................................................................... 15
3.2 Alat ............................................................................................................. 16
3.3 Cara Kerja .................................................................................................. 18
BAB IV Pembahasan
4.1 Hasil Praktikum.......................................................................................... 20
4.2 Analisis Hasil ............................................................................................. 20
BAB V Penutup
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 21
5.2 Saran........................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Material glass ionomer cemens (GIC) sudah ada sejak awal tahun 1970-
an serta sebagai tiruan dari semen silikat dan semen-semen polikarboksilat.
Polikarboksilat telah berkembang beberapa tahun lebih awal dan juga sebagai
semen kedokteran gigi yang pertama dan dapat menunjukkan ciri perlekatan ke
substansi gigi. Semua material ini dengan cepat mencapai popularitasnya sebagai
semen luting atau perekat, tetapi tidak dapat digunakan sebagai suatu bahan
restoratif. Kemudian dengan cepat ditemukan bahwa jika oksida seng dari
material polikarboksilat digantikan dengan suatu materi kaca yang melepaskan
ion-ion reaktif yang sama dengan baru-baru ini digunakan dalam semen silikat,
dapat diproduksi suatu semen yang kuat, kurang larut, dan lebih translusen
(McCabe, 2017).

Glass ionomer kaca merupakan nama generik dari sekelompok bahan


yang menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini
mendapatkan namanya dari formulanya yaitu suatu bubuk kaca dan asam ionomer
yang mengandung gugus karboksil. Penggunaan semen ionomer kaca sudah
meluas pada penggunaan sebagai bahan perekat, pelapik, bahan restoratif untuk
konservatif kelas I, dan II, membangun badan inti, dan sebagai fissure sealent.
Meskipun demikian semen ionomer kaca tidak dianjurkan untuk restorasi kelas II
dan IV karena sampai sekarang ini formulanya masih kurang kuat dan lebih peka
terhadapa keausan penggunaan jika dibandingkan dengan komposit. Ada tiga
jenis semen ionomer kaca (GIC) berdasarkan formulanya dan potensi
penggunaannya. Tipe I untuk bahan perekat, tipe II untuk restorasi, dan tipe III
untuk basis atau pelapik (Anusavice, 2013).

Dalam material asli ionomer kaca, komponen cairan adalah berupa 50%
larutan akuous atau cair dari poliakrilat. Tetapi semen-semen ionomer kaca tidak
begitu larut dibandingkan dengan polikarboksilat, dan kebanyakan produk-produk
semen yang lain, jika diukur dalam kondisi laboratorium ideal. Kelarutan sangant
dipengaruhi oleh kontaminasi awal dengan cairan. Sangat penting diperhatikan

1
2

bahwa margin lutting semen harus segera ditutup dengan lapisan lapisan varnish
setelah penempatan restorasi. Meskipun ionomer kaca secara teoritis dinyatakan
mampu menghasilkan luting semen yang tidak terlarutkan, hal ideal ini ternyata
tidak mudah dilarutkan di dalam praktik (McCabe, 2017).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Glass Ionomer Cement (GIC)?
2. Apa saja komposisi dari Glass Ionomer Cement (GIC)?
3. Apa saja klasifikasi dari Glass Ionomer Cement (GIC)?
4. Bagaimana sifat-sifat material Glass Ionomer Cement (GIC)?
5. Bagaiamana proses reaksi setting dari Glass Ionomer Cement (GIC)?

1.3 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui definisi dari material Glass Ionomer Cement (GIC)
2. Mengetahui komposisi dari material Glass Ionomer Cement (GIC)
3. Mengetahui dan mampu membedekan klasifikasi dari Glass Ionomer
Cement (GIC)
4. Mengetahui sifat-sifat material Glass Ionomer Cement (GIC)
5. Mengetahui proses reaksi setting dari Glass Ionomer Cement (GIC)

1.4 Manfaat Praktikum


1. Diketahuinya definisi dari Glass Ionomer Cement (GIC)
2. Diketahuinya komposisi dari Glass Ionomer Cement (GIC)
3. Diketahuinya klasifikasi dari Glass Ionomer Cement (GIC)
4. Diketahuinya sifat-sifat material Glass Ionomer Cement (GIC)
5. Diketahuinya proses reaksi setting dari Glass Ionomer Cement (GIC)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Glass Ionomer Cement

Glass Ionomer Cement adalah sebuah nama generik dari sekelompok


bahan yang menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat.
Berdasarkan nama formulanya, bahan bubuk kaca dan asam ionomer mengandung
gugus karboksilat. Disebut juga sebagai semen polialkenoat (Anusavice, 2013).

Semen ini awalnya dirancang untuk tambalan estetik pada gigi anterior
dan dianjurkan untuk penambalan gigi dengan preparsi kavitas kelas III dan V.
selain itu, karena semen ini menghasilkan ikatan adhesi yang sangat kuat dengan
struktur gigi, sehingga sangat berguna untuk restorasi konservatif pada daerah
yang tererosi (Anusavice, 2013).

Penggunaan semen ionomer kaca telah meluas sebagai bahan perekat,


pelapik, bahan restoratif untuk restorasi konservatif kelas I dan II, membangun
badan inti, dan sebagai penutup ceruk dan fissure. Namun, semen ionomer kaca
tidak dianjurkan untuk restorasi kelas II dan IV, karena formulanya masih kurang
kuat dan lebih peka terhadap keausan penggunaan jika dibandingkan dengan
komposit (Anusavice, 2013).

Ada tiga jenis semen ionomer kaca berdasarkan formula dan potensi
penggunaanya. Tipe I adalah untuk bahan perekat, Tipe II bahan restorasi, Tipe
III untuk basis dan pelapik. Juga ada semen ionomer kaca yang pengerasannya
dilakukan oleh sinar. Jenis ini disebut sebagai semen ionomer kaca modifikasi
resin, sebab melibatkan resin yang dikeraskan sinar dari formulanya (Anusavice,
2013).

2.2 Komposisi Glass Ionomer Cement

Bubuk semen ionomer kaca adalah kalsium fluroalumiosilikat yang larut


dalam asam. Bahan-bahan mentah digabung membentuk kaca seragam dengan
memanaskannya pada temperature 1100-15000 Celcius. Lanthanum, strontium,

3
4

barium, dan oksida seng ditambahkan untuk menimbulkan sifat radiopak.


Kemudian, kaca digerus menjadi bubuk yang ukuran partikelnya berkisar antara
20-50 mikro meter. Aslinya, cairan semen ionomer kaca adalah larutan dari asam
poliakrilat dengan konsentrasi 50%. Cairan ini cukup kental dan cenderung
menjadi gel. Pada semen ionomer kaca terbaru, cairan asamnya berada dalam
bentuk kopolimer dengan asam itakonik, maleik, atau trikarboksilik. Asam-asam
ini cenderung meningkatkan reaktivitas dari cairan, mengurangi kekentalan, dan
mengurangi kecenderungan menjadi gel (Anusavice, 2013).

Asam- asam kopolimer yang digunakan dalam semen ionomer kaca


modern disusun secara lebih teratur dibandingkan homopolimer dari asam akrilat.
Susunan ini akan mengurangi ikatan hydrogen di antara molekul asam sehingga
mengurangi kecenderungan pembentukan gel (Anusavice, 2013).

Untuk memperpanjang waktu kerja, semen ionomer kaca kemudian


dikembangkan menjadi campuran bubuk asam yang dikeringkan melalui
pembekuan dan bubuk kaca dalam botol, serta air dengan asam tertarik dalam
botol sebagai komponen cairan. Ketika bubuk dicampur dengan air, asam akan
melarut membentuk asam cair. Semen ini mempunyai waktu kerja yang lebih
lama dengan waktu pengerasan yang lebih pendek (Anusavice, 2013).

Air adalah bagian terpenting di dalam cairan semen. Pada awalnya


berfungsi sebagai media reaksi, dan kemudian perlahan-lahan menghidrasi
matriks ikatan silang, dan demikian akan menambah kekuatan dari bahan. Pada
periode reaksi awal, air akan dikeluarkan dengan mudah melalui pengeringan dan
disebut sebagai air yang terikat secara longgar. Ketika pengerasan berlanjut, air
yang sama akan menghidrasi matriks dan tidak dapat dikeluarkan oleh proses
pengeringan dan disebut sebagai air yang terikat secara erat (Anusavice, 2013).

2.3 Klasifikasi Glass Ionomer Cement

GIC atau glass ionomer cement dapat dibedakan dalam beberapa


kelompok. Pengklasifikasian dari glass ionomer cement ini dibedakan menjadi
dua kelompok besar yaitu berdasarkan bahan pengisi dan berdasarkan
kegunaannya. Pengelombokkannya adalah sebagai berikut.
5

2.3.1 Berdasarkan Bahan Pengisi

a. Glass ionomer cement Konvensional

Secara umum, glass ionomer cement biasanya digunakan untuk


kavitas kelas V, hasil klinis dari semen ini cukup baik. Meskipun
penelitian in vitro berpendapat bahwa glass ionomer cement dengan
modifikasi resin dengan ketahanan fraktur yang lebih tinggi
dan peningkatan kekuatan perlekatan akan memberikan hasil yang jauh
lebih baik. Beberapa penelitian berpendapat bahwa semen dengan versi
capsulated lebih menguntungkan karena pencampuran oleh mesin
sehingga memberikan sifat merekatkan yang lebih baik. Penggunaan
glass ionomer cement telah dikenal oleh masyarakat luas antara lain
sebagai bahan perekat, pelapik dan bahan restoratif untuk restorasi
konservatif kelas I dan kelas II. Hal ini dikarenakan sifat dari glass
ionomer cement itu sendiri yang dapat berikatan secara kimia pada
struktur gigi dan melepaskan fluorida. Selain itu, respon pasien juga baik
karena teknik penumpatan bahan yang konservatif dimana hanya akan
memerlukan sedikit pengeboran sehingga pasien tidak merasakan sakit
dan tidak memerlukan anaestesi lokal. Namun, meskipun dengan
berbagai kelebihan tersebut glass ionomer cement atau GIC ini tidak
dianjurkan untuk restorasi kelas II dan kelas IV karena sampai saat ini
formulanya masih kurang kuat dan lebih peka terhadap
keausan penggunaan jika dibandingkan dengan komposit (McCabe, 2008).

GIC atau glass ionomer cement konvensional pertama kali


diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Wilson dan Kent. Berasal dari bahan
asam polyalkenoat cair seperti asam polyacrilic dan komponen kaca yang
biasanya adalah fluoroaluminosilikat. Saat bubuk dan cairan dicampur,
akan terjadi reaksi asam basa kemudian asam polyalkenoat
mengalami percepatan hingga terjadi pengentalan sampai semen
mengeras. Ini dapat dijadikan sebagai bubuk kaca yang melepaskan ion dan larut
dengan campuran yang mengandung asam polyacrilic cair dengan
dikeringkan melalui pembekuan untuk dicampur dengan air murni.
6

Pabrik juga dapat menanbahkan sedikit asam tartaric pada air yang dapat
memperkirakan reaksi pengerasan yang lebih tepat (Gladwin, 2009).

b. Semen Ionomer Hybrid

Komponen bubuk dari GIC atau glass ionomer cement terdiri


dari partikel kaca ion-leachable fluoroaluminosilicate dan inisiator untuk
light curing atau chemical curing. Komponen cairan terdiri dari air dan
asam polyacrylic atau asam polyacrilyc yang dimodifikasi dengan
monomer methacrylate hydroxyethyl methacrylate. Komponen yang
kedua bertanggung jawab untuk polimerisasi. Reaksi pengerasan awal
dari bahan ini terjadi melalui proses polimerisasi dari gugus
methacrylate. Reaksi asam basa yang lambat pada akhirnya akan
bertanggung jawab pada proses pematangan dan kekuatan akhir.
Kandungan air secara keseluruhan lebih sedikit pada tipe ini, untuk
menampung bahan yang berpolimerisasi (Gladwin, 2009).

Perbedaan yang paling nyata dengan tipe lainnya pada bahan ini
adalah berkurangnya translusensi dari bahan, karena adanya perbedaan
yang besar pada indeks pembiasan antara bubuk dengan matrix resin
yang mengeras. Tes in vitro dari semen ionomer hibrid melepaskan
florida dalam jumlah yang sebanding dengan yang di lepaskan glass
ionomer cement konvensional. Kekuatan tarik dari ionomer kaca hibrid
relatif lebih tinggi dari ionomer kaca konvensional. Peningkatan ini
dikarenakan modulus elastisitasnya yang lebih rendah dan deformasi
plastis yang lebih banyak yang dapat di tahan sebelum terjadinya fraktur.
Sifat-sifat yang lain sulit untuk dibandingkan karena formulasi bahan dan cara
pengetesan yang hampir sama (Van Noort, 2007).

Mekanisme pengikatan terhadap struktur gigi dari semen jenis


ini sama dengan ionomer kaca konvensional. Aktifitas ionik yang lebih
sedikit diperlukan pada bahan semen tipe ini, karena adanya pengurangan
dari asam karboksilat dari cairan ionomer kaca dengan modifikasi resin.
Namun, kekuatan ikat pada struktur gigi akan lebih tinggi dari glass
7

ionomer cement konvensional. Apabila dibandingkan dengan


ionomer kaca konvensional, maka ionomer kaca dengan modifikasi resin
memperlihatkan kekuatan ikat yang lebih tinggi kepada komposit
berbasis resin. Ini sepertinya dikontrol oleh gugus fungsi non
polimerisasi residu di dalam glass ionomer cement konvensional. Akibat
polimerisasi, bahan ini memilki derajat penyusutan yang lebih besar
ketika mengeras. Lebih sedikitnya kandungan air dan asam karboksilat
juga mengurangi kemampuan semen untuk membasahi substrat gigi,
yang dimana akan meningkatkan kebocoran micro dibandingkan dengan
glass ionomer cement konvensional (Anusavice, 2003). Biokompatibilitas dari
ionomer kaca hibrid dapat dibandingkan dengan ionomer kaca
konvensional. Tindakan pencegahan yang sama harus dilakukan,seperti
penggunaan kalsium hoidroksida untuk preparasi yang dalam.
Peningkatan suhu sementara yang berhubungan dengan proses
polimerisasi juga menjadi pertimbangan (Gladwin, 2009).

Karakteristik dari penanganan ionomer kaca hibrid telah diatur


sehingga dapat digunakan sebagai liners atau bases. Kekuatan tekan dan
tarik dari liners lebih rendah dari pada semen restorasi yang lain.
Kegunaan yang paling utama dari liners ionomer kaca adalah untuk
bertindak sebagai bahan pengikat lanjut antara gigi dan restorasi
komposit. Karena adanya adhesi pada dentin, maka kemungkinan dari
formasi celah pada tepi gingival yang terletak pada dentin, sementum
atau keduanya disebabkan oleh penyusutan polimerisasi dari resin (Van
Noort, 2007).

Keuntungan dari ionomer kaca tipe ini yaitu resin bonding agent yang
menjamin ikatan adhesive, mengurangi sensitivitas teknik dan membentuk
mekanisme anti kariogenik melalui pelepasan florida. Ketika digunakan
pada keadaan ini, prosedur yang lebih di anjurkan adalah tekhik
sandwich. Teknik ini memberikan keuntungan berupa kualitas yang
diinginkan dari ionomer kaca yang memberikan estetika dari restorasi
komposit. Teknik sandwich di rekomendasikan untuk restorasi komposit
8

kelas II dan V ketika pasien individual memiliki resiko karies yang


tinggi. Hal tersebut berlaku untuk formulasi glass ionomer cement
konvensional dan glass ionomer cement hibrid like-curable (Van Noort,
2007).

c. Semen Ionomer Tri-cure

Terdiri dari partikel kaca silicate, sodium florida dan monomer yang
dimodifikasi polyacid tanpa air. Bahan ini sangat sensitif terhadap cairan,
sehingga biasanya disimpan didalam kantong anti air. Pengerasan di
awali oleh foto polimerisasi dari monomer asam yang menghasil bahan
yang kaku. Selama restorasi digunakan bahan yang telah di pasang
menyerap air di dalam saliva dan menambah reaksi asam basa antara
gugus fungsi asam dengan matrix dan partikel kaca silicate. Reaksi asam
basa yang di induce memungkinkan pelepasan floridakarena tidak adanya
air dalam formulasi, pengadukan semen tidak self-adhesiveseperti glass
ionomer cement konvensional dan hibrid. Sehingga dentin-bondingagent
yang terpisah di perlukan untuk kompomer yang digunakan sebagai
bahan restorasi (Gladwin, 2009).

Akhir-akhir ini, beberapa bahan dengan 2 komponen, yang terdiri dari


bubuk dan cairan atu yang terdiri dari 2 pasta telah dipasarkan sebagai
kompomer untuk penerapan luting(luting application). Bubuknya
memiliki komposisi srontium aluminum fluorosilicate, metalik oksida,
inisitor dengan aktivasi kimia atau cahaya. Cairanya terdiri dari monomer
asam karboksilat atau methacrylate yang bisa berpolimerisasi, monomer
multifungsional acrylate, dan air. Sedangkan yang berbentuk pasta
memilki bahan yang sama disesuaikan dengan bubuk dan cairan.Karena
adanya air di dalam cairan , maka bahan ini bersifat self-adhesive
danreaksi asam basa dimulai pada saat pengadukan (Van Noort, 2007).

Kekuatan ikat dari kompomer terhadap struktur gigi memiliki


rentang yangsama dengan glass ionomer cement karena penggunaan dentin-
bonding agent. Meskipun kompomer satu pasta terutama di terapkan untuk
9

restorasi pada area dengan tegangan rendah, data klinis saat ini dibatasi
mengingat penggunaan kompomer untuk restorasi kavitas kelas 3 dan 5
sebagai alternative ionomer kaca atau komposit resin (Van Noort, 2007).

d. Glass ionomer cement diperkuat dengan Metal

Glass ionomer cement termasuk bahan yang kurang kurang


kuat, dikarenakan tidak dapat menahan gaya mastikasi yang besar.
Semen ini juga tidak tahan terhadap keausan penggunaan dibandingkan
dengan bahan restorasi estetik lainnya, seperti komposit dan keramik.
Ada 2 metode modifikasi yang telah dilakukan, metode I yaitu
mencampur bubuk logam yang bercampur dengan amalgam berpartikel
sferis dengan bubuk glass ionomer tipe II. Semen ini disebut gabungan
logam campur perak. Metode II yaitu mencampur bubuk kaca dengan
partikel perak dengan menggunakan pemenasan yang tinggi. Semen ini
disebut sebagai cermet. Mikrograf skening electron dari bubuk cermet
menunjukan partikel-partikel bubuk perak melekat ke permukaan dari
partikel-partikel bubuk semen. Jumlah dari fluoride yang dilepaskan dari
kedua sistem modifikasi logam ini cukup besar. Namun, fluoride yang
dilepaskan dari semen cermet lebih sedikit daripada yang dilepaskan dari
glass ionomer cement tipe II. Hal ini terjadi karena sebagian partikel kaca
yang mengandung fluoride telah dilapisi logam. Pada awalnya, semen
gabungan melepas lebih banyak fluoride daripada semen tipe II. Tetapi
besarnya pelepasan ini menurun dengan berjalannya waktu.
Karena partikel-partikel logam pengisi tidak terikat pada matriks semen,
sehingga permukaan antar semen menjadi berjalan untuk pertukaran
cairan. Hal ini sangat meningkatkan daerah permukaan yang tersedia
untuk pelepasan fluoride (Anusavice, 2003). Dengan meningkatnya daya
tahan terhadap keausan dan potensi anti-kariesnya, semen-semen dengan
modifikasi logam ini telah dianjurkan untuk penggunaan yang terbatas
sebagai alternative dari amalgam atau komposit untuk restorasi gigi
posterior. Meskipun demikian, bahan-bahan ini masih diklasifikasikan
sebagai bahan yang rapuh. Karena alasan inilah, penggunaan bahan
10

tersebut umumnya terbatas pada restorasi konservatif dan umumnya


kelas I (Van Noort, 2007).

Semen-semen ini mengeras dengan cepat sehingga dapat


menerima tindakan penyelesaian dalam waktu yang relative singkat.
Bersamaan dengan potensi adhesi dan daya tahannya terhadap karies,
sifat-sifat menjadikan semen tersebut digunakan untuk membangun
badan inti untuk gigi yang akan diperbaiki dengan mahkota cor penuh.
Namun, karena rendahnya kekuatan terhadap fraktur dan sifatnya yang
rapuh, sebaiknya dilakukan pendekatan yang konservatif. Bahan ini
sebaiknya tidak digunakan apabila bagian yang akan menggunakan
semen adalah lebih besar 40% dari keseluruhan. Untuk kasus seperti ini
sebaiknya digunakan pasak atau retensi bentuk lainnya (Gladwin, 2009).

2.3.2 Berdasarkan Kegunaannya

a. Type I (Luting Cements)

Glass ionomer cement dengan tipe luting semen sangat baik


digunakan untuk sementasi permanen mahkota, jembatan, veneer dan
lainnya. Dapat juga digunakan sebagai liner komposit. Secara kimiawi
bahan ini akan berikatan dengan dentin, enamel, logam mulia dan
porselen. Bahan ini memiliki translusensi yang baik dan warna yang
bagus, dengan kekuatan tekan yang cukup tinggi. Glass ionomer cement
yang diberikan pada dasar kavitas akan menghasilkan ion fluorida serta
mengakibatkan berkurangnya sensitifitas gigi, perlindungan pulpa dan
isolasi. Hal ini dapat mengurangi timbulnya kebocoran mikro (micro-
leakage) ketika digunakan sebagai semen inlay komposit atau onlay
(Craig, 2004).

b. Type II (Restorasi)

Karena sifat perekatnya, kerapuhan dan estetika yang cukup


baik, maka glass ionomer cement atau GIC ini juga digunakan
untuk mengembalikan struktur gigi yang hilang contohnya pada kasus
11

abrasi servikal. Abrasi awalnya diakibatkan dari iritasi kronis seperti


kebiasaan menyikat gigi yang terlalu keras (Craig, 2004).

c. Type III (Liners and Bases)

Selain untuk restorasi, glass ionomer cement atau GIC juga


dilibatkan sebagai pengganti dentin, dan komposit sebagai pengganti
enamel. Bahan-bahan lining dipersiapkan dengan cepat
untuk kemudian menjadi reseptor bonding pada resin komposit, kelebihan
air pada matriks semen ionmer kaca dibersihkan agar dapat memberikan
kekasaran mikroskopis yang nantinya akan ditempatkan oleh resin sebagi
pengganti enamel (Anusavice, 2003).

d. Type IV (Fissure Sealants)

Glass ionomer cement tipe IV biasanya digunakan sebagai


fissure sealant. Pencampuran bahan dengan konsistensi cair,
memungkinkan bahan mengalir ke lubang dan celah gigi posterior yang
sempit (Powers, 2008).

e. Type V (Orthodontic Cements)

Seiring berjalannya waktu, braket orthodontic banyak


menggunakan bahan resin komposit. Namun, disamping iru glass
ionomer cement juga memiliki kelebihan tertentu. Glass ionomer cement
memiliki ikatan langsung pada jaringan gigi oleh interaksi ion
polyacrylate dan kristal hidroksiapatit, dengan demikian dapat
menghindari etsa asam. Selain itu, sememn ionomer kaca juga memiliki
efek antikariogenik karena kemampuannya melepas fluor. Bukti dari
tinjauan sistematis uji klinis menunjukkan tidak adanya perbedaan dalam
tingkat kegagalan braket orthodontic antara resin modifikasi glass
ionomer cement dan resin adhesif (Powers, 2008).
12

f. Type VI (Core Build Up)

Glass ionomer cement dapat digunakan sebagai inti (core), hal


ini dikarenakan kemudahan bahan ini dalam jelas penempatan, adhesi,
fluor yang dihasilkan, dan baik dalam koefisien ekspansi termal. Logam
yang mengandung glass ionomer cement (misalnya cermet, ketac perak,
EspeGMbH, germanyn) atau campuran glass ionomer cement dan
amalgam telah populer. Pada saat ini banyak glass ionomer cement
konvensional yang radiopaque, sehingga lebih mudah untuk menangani
daripada logam yang mengandung bahan-bahan lain. Namun, banyak yang
menganggap bahwa glass ionomer cement tidak cukup kuat untuk
menopang inti (core). Maka dari itu, direkomendasikan bahwa gigi harus
memiliki minimal dua dinding utuh jika akan menggunakan glass
ionomer cement sebagai inti atau core (Powers, 2008).

g. Type VII (Fluoride releasing)

Banyak laboratorium percobaan telah mempelajari fluorida yang


dihasilkan oleh glass ionomer cement dibandingkan dengan bahan
lainnya. Hasil dari satu percobaan, menemukan bahwa glass ionomer
cement konvensional menghasilkan fluorida lima kali lebih banyak
daripada kompomer dan 21 kali lebih banyak dari resin komposit dalam
waktu 12 bulan. Jumlah fluorida yang dihasilkan selama 24 jam periode
satu tahun setelah pengobatan, adalah lima sampai enam kali lebih tinggi
dari kompomer atau komposit yang mengandung fluor (Craig, 2004).

h. Type VIII (ART atau Atraumatic Restorative Technique)

ART merupakan suatu metode manajemen karies yang dikembangkan


untuk digunakan dinegara-negara dengan tenaga terampil gigi dan fasilitas
terbatas namun kebutuhan penduduk tinggi. Teknik ini menggunakan
alat-alat tangan sederhana (seperti pahat dan excavator) untuk menerobos
enamel dan menghapus karies sebanyak mungkin. Ketika karies
dibersihkan, rongga yang tersisa direstorasi dengan menggunakan glass
13

ionomer cement dengan viskositas tinggi. Semen ini akan memberikan


kekuatan beban fungsional (Craig, 2004).

i. Type IX (Deciduous Teeth Restoration)

Proses restorasi pada gigi susu berbeda dengan restorasi pada


gigi permanen. Hal ini dikarenakan kekuatan kunyah dan usia gigi yang
berbeda. Pada awal tahun 1977, disarankan agar glass ionomer cement
dapat memberikan keuntungan restoratif bahan dalam gigi susu karena
kemampuan semen ini untuk melepaskan fluor dan untuk menggantikan
jaringan keras gigi, serta memerlukan waktu yang cepat dalam mengisi
kavitas. Hal ini dapat dijadikan keuntungan dalam merawat gigi pada
anak-anak. Namun, masih diperlukan tinjauan klinis yang memadai
(Craig, 2004).

2.4 Sifat Glass Ionomer Cement

Glass ionomer cement/ semen ionomer kaca memiliki sifat-sifat antara lain :

a. Sifat Fisik

GIC merupakan bahan yang bersifat anti karies, karena ion fluor
yang dilepaskan terus menerus membuat gigi lebih tahan terhadap karies.
GIC memiliki termal ekspansi sesuai dengan dentin dan enamel sehingga
nyaman untuk aktivitas sehari-hari. GIC juga tahan terhadap abrasi, ini
penting khususnya pada penggunaan dalam restorasi dari groove
(Powers, 2008).

b. Sifat Mekanis

GIC memiliki nilai compressive strength sebesar 150 Mpa, dimana


lebih rendah dari silikat. GIC juga memiliki nilai tensile strength sebesar
6,6 Mpa, dimana lebih tinggi dari silikat, GIC pun juga memiliki nilai
hardness sebesar 4,9 KHN sehingga lebih lebih lunak dari silikat. GIC
memiliki sifat frakture toughness karena tidak mampu menahan beban
14

yang terlalu tinggi, apabila menerima beban yang kuat dapat terjadi
fraktur (Powers, 2008).

c. Sifat Kimia

Semen ionomer kaca melekat dengan baik ke enamel dan


dentin, perlekatan ini berupa ikatan kimia antara ion kalsium dari
jaringan gigi dan ion COOH dari semen ionomer kaca. Ikatan dengan
enamel dua kali lebih besar daripada ikatannya dengan dentin.
Dengan sifat ini maka kebocoran tepi tambalan dapat dikurangi.
Semen ionomer kaca tahan terhadap suasana asam, oleh karena
adanya ikatan silang diantara rantai-rantai semen ionomer kaca. Ikatan
ini terjadi karena adanya polyanion dengan berat molekul yang tinggi
(Powers, 2008).

2.5 Reaksi Setting Glass Ionomer Cement

Pada pencampuran bubuk dan cairan atau bubuk dan air asam secara
lambat merendahkan lapisan luar partikel kaca melepaskan ion Ca +2 dan Al+2 ,
selama fase setting awal, Ca+2 dilepaskan lebih cepat terutama bertanggung jawab
untuk reaksi dengan poliacid untuk membentuk produksi reaksi. Al+3 dilepaskan
lebih lambat dan terlibat dalam setting fase selanjutnya sehingga sering disebut
sebagai reaksi fase sekunder. Bahan terdiri dari kaca yang tidak bereaksi tertanam
dalam matriks silang poliacid. Fase setting digambarkan pada gambar 24.6.
(McCabe, 2008).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan :
1. Bubuk glass ionomer tipe II

2. Cairan

3. Vaseline

15
16

3.2 Alat :

1. Pengaduk plastik

2. Paper Pad

3. Lempeng Kaca
17

4. Cetakan plastik ukuran diameter 10 mm, tebal 1 mm

5. Plastik Filling Instrument

6. Sonde
18

3.3 Cara kerja:


a. Bubuk semen diambil menggunakan sendok takar yang telah disediakan
dalam kemasan ( sesuai aturan pabrik)

b. Powder / liquid = 1,8 gr / 1,0 gr (1 sendok peres / 2 tetes liquid)


c. Bubuk ditimbang dan beratnya dicatat, lalu diletakkan diatas paper pad

d. Memegang botol cairan secara vertical dan diteteskan tanpa tekanan diatas
paper pad
19

e. waktu awal pencampuran dicatat menggunakan stopwatch. Bubuk dibagi


menjadi dua bagian. Bagian pertama dicampur hingga homogen dan
ditambahkan bubuk bagian kedua. Diaduk dengan cara melipat dengan total
waktu pencampuran selama 20 detik.
f. adonan kemudian dimasukkan ke dalam cetakan menggunakan plastic filling
instrument
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

No. Percobaan Rasio(bubuk:cairan) Waktu Setting


1. Ke-1 1:1 4 menit
2. Ke-2 1:2 5 menit 5 detik
3. Ke-3 2:1 3 menit

4.2 Analisis Hasil


Pada praktikum kali ini, digunakan semen Glass Ionomer Cement tipe II
yang kemudian diambil menggunakan sendok takar sesuai kemasan (aturan
pabrik) dengan perbandingan bubuk dan cairan 1,8 gram dan 1,0 gram (1
sendokperes/ 2 tetes liquid). Kemudian ketika masuk tahap pencampuran, bubuk
dibagi menjadi dua bagian yang kedua bagian itu diaduk dengan gerakan melipat.
Ketika sudah homogen langsung dimasukkan ke dalam cetakan dengan alat
plastic filling instrument kemudian diratakan dan dihitung setting time. Pada
Percobaan pertama dengan rasio perbandingan bubuk:cairan 1:1 didapatkan
setting time pada waktu 4 menit 17 detik, dengan pengadukan yang normal dan
penetesan vaselin yang tegak lurus. Kemudian, semen luting kedua dengan rasio
perbandingan bubuk:cairan 1:2 didapatkan setting time pada waktu 5 menit 5
detik, dengan pengadukan normal dan penetesan vaselin yang banyak. Semen
luting ketiga dengan rasio perbandingan bubuk:cairan 2:1 didapatkan setting time
pada waktu 3 menit 30 detik dengan pengadukan normal dan penetesan vaselin
yang tegak lurus.

Setting time dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain powder yang
digunakan karena komposisi powder mempengaruhi seberapa lama setting time
dari semen, kemudian cairan yang digunakan untuk mencampur powder, dan yang
terakhir adalah cara manipulasi semen karena cepat lambatnya mempengaruhi
hasil akhir setting time. Selain itu, hal yang mempercepat waktu setting time

20
21

antara lain perbandingan antara powder dan cairan yang tinggi, penambahan
powder ke cairan dengan tepat, terdapat proses kontaminasi, dan suhu yang lebih
tinggi (Anusavice, 2013).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan setting time antara rasio bubuk dengan cairan yang digunakan saat
manipulasi GIC. GIC dengan bubuk lebih sedikit cenderung lebih lama settingnya
dibandingkan dengan jumlah bubuk yang lebih banyak.

5.2 Saran
Praktikan lebih banyak dalam melakukan manipulasi GIC. Sebaiknya setiap
anggota kelompok melakukan proses manipulasi GIC sehingga memiliki kemampuan
dan pengalaman dalam manipulasi GIC.

22
DAFTAR PUSTAKA

Anusavice KJ, Shen J, Rawls HR. 2013. Philips Science of Dental Materials.
USA: Elsevier.

Anusavice, Kenneth J. 2003. Philip’s Science of Dental Materials. Edition 11th.


Pennsylvania: Sounders Company.

Craig, Robert G, Powers JM, Wataha JC. 2004. Dental Materials Properties and
Manipulation. Edition 8th. Missouri: Mosby Elsevier.

Gladwin MA, Bagby MD, Steward MA. 2009. Clinical Aspects of Dental
Materials. Edition 3rd. Michigan:Wolters Kluwer Health.

McCabe JF, Walls AWG. Bahan Kedokteran Gigi. 9th ed. Jakarta: EGC; 2017.

McCabe, John F, Walls, Angus W. 2008. Applied Dental Materials. Edition 9th.
Oxford: Blackwell Publishing.

Powers JM, Wataha JC. 2008. Dental Materials: Properties and Manipulation.
Edition 9th. Missouri: Mosby.

Van Noort R. 2007. Introduction to Dental Materials. Edition 3rd. China: Mosby
Elsevier.

23

Anda mungkin juga menyukai