Anda di halaman 1dari 138

Kelompok 1

Kartu Status
Dosen Pembimbing :
drg. Diana Wibowo, Sp. Ort
drg. Gusti Muhammad Perdana Putera
ANAMNESA
1. Nama pasien dan jenis kelamin
Dalam pengisian kartu status ortodonsia, operator perlu menanyakan
identitas pasien terutama nama pasien. Nama pasien harus ditulis secara
lengkap agar dapat membedakan pasien tersebut dengan pasien lain yang
memiliki nama depan yang sama atau mirip, sehingga dapat mengurangi
resiko tertukarnya kartu status. Selain itu, fungsi dari penulisan nama ini
adalah agar operator dapat lebih mudah memanggil pasien dan dapat terjalin
keakraban antara pasien dengan operator.
mengetahui jenis kelamin pasien adalah untuk mengetahui perbedaan
pertumbuhan dan perkembangan antara laki-laki dan perempuan. Terdapat
perbedaan waktu, kecepatan, jumlah pertumbuhan dan perkembangan pasien.
Misalnya, ukuran rahang laki-laki lebih besar daripada perempuan. Proses
pertumbuhan dentofasial pada perempuan lebih cepat selesai daripada laki-laki.
Selain itu, proses penulangan dan erupsi gigi lebih awal pada perempuan daripada
laki-laki.
Dari Hubungan segi psikologi perawatan pasien laki-laki dan Wanita memiliki
perbedaan, yiatu:
Pasien wanita lebih sensitive daripada pasien laki-laki oleh karena itu perawatan
harus dilakukan dengan cara yang lebih lembut dibanding pasien laki-laki
Pasien wanita lebih memperhatikan secara detail keteraturan giginya daripada
pasien laki-laki
Pasien wanita biasanya lebih tertib dan lebih telaten daripada pasien laki-laki
dalam melaksanakan insruksi perawatan
2. Pekerjaan Pasien

Fungsi ditanyakannya pekerjaan pasien adalah untuk mengetahui status

ekonomi pasien yang dapat berperan dalam keberhasilan perawatan. Selain itu,

pekerjaan pasien juga berhubungan dengan kebutuhan perawatan pasien.

Seseorang yang pekerjaannya sering berhadapan dengan masyarakat, misalnya

seorang guru, biasanya lebih mementingkan estetika dan fungsi bicara selain

fungsi pengunyahan.
3. Tempat, Tanggal Lahir

Fungsi ditanyakannya tempat dan tanggal lahir pasien adalah untuk


memperkirakan:
1. pertumbuhan dan perkembangan pasien
2. Mengetahui apakah pasien masih dalam masa pertumbuhan atau sudah berhenti
3. Pertumbuhan gigi geligi masih termasuk periode gigi susu, campuran, atau
permanen
4. Gigi yang erupsi sudah sesuai dengan umur pasien (menurut umur erupsi gigi)
5. Untuk memperkirakan waktu/lama perawatan yang diperlukan
4. Alamat pasien dan nomor handphone

Tujuan ditanyakannya alamat pasien secara lengkap adalah untuk mengetahui


keadaan ekonomi, status sosial dan kondisi lingkungan sekitar pasien
Tujuan perlunya mengatahui nomor handphone adalah untuk memudahkan
menghubungi pasien kembali dalam perawatan ortodonti.
5. Nama orang tua

Operator juga perlu menanyakan nama orang tua pasien. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui kepada siapa operator dapat memberitahu atau meminta persetujuan

mengenai rencana perawatan atau berkonsultasi dengan orang tua pasien.


6. Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan berperan dalam memperoleh pendapatan guna menjamin kebutuhan


hidup, tempat hidup, dan memperoleh tempat pelayanan kesehatan yang diharapkan
sehingga semakin baik jenis atau tingkat pekerjaan seseorang maka semakin baik atau
banyak pula pendapatan yang didapatkan guna menjamin kebutuhan kesehatan,
khususnya kesehatan gigi dan mulut. Orang tua dengan pendapatan yang cukup atau
memadai memiliki kesempatan lebih untuk memberikan dan mendapatkan pelayan
kesehatan yang lebih baik untuk anak atau remaja. Orang tua dengan status sosial
ekonomi kurang memadai akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
pokok sehingga pelayanan kesehatan untuk keluarga akan sulit didapatkan.
7. Suku/Bangsa

Pencatatan suku bangsa diperlukan karena suatu kelompok suku bangsa atau ras

tertentu akan mempunyai ciri-ciri spesifik yang masih termasuk normal untuk

kelompok tersebut (misalnya suku bangsa Negroid sedikit protrusif masih termasuk

normal).
8. Alamat Orang Tua

Identitas orang tua diperlukan jika sewaktu-waktu operator perlu konsultasi

dengan orang tua pasien.


9. Keluhan Utama

Keluhan utama pasien biasanya berhubungan dengan estetik seperti susunan gigi

yang kurnag baik dan mengganggu status sosial serta mengganggu sistem

stomatognatik. Tujuannya untuk mengetahui motivasi pasien melakukan perawatan

ortodonti.
10. Riwayat Kesehatan Gigi

Untuk mengetahui bahwa pasien pernah atau tidak melakukan perawatan gigi sehingga dapat

diketahui tingkatan kekooperatifan dan kesadaran pasien dalam kesehatan gigi dan mulutnya.

Untuk ilmu ortodontik secara garis besar data atau informasi bisa didapatkan secara langsung

melalui anamnesis seperti melakukan tanya jawab dengan pasien atau orang tua pasien. Juga bisa

didapatkan secara tidak langsung melalui evaluasi rekam medik diagnostik seperti model studi dan

foto rontgen.
11. Riwayat Kesehatan Umum Pasien

a) Tinggi Badan dan Berat Badan:


mengetahui apakah pertumbuhkembangan pasien normal sesuai umur dan jenis kelaminnya.
b) Trauma dan Operasi:
apakah pernah mendapat trauma di area wajah dan kepala dan apakah sampai memerlukan tindakan
operatif karena salah maloklusi dapat diakibatkan oleh trauma
c) Alergi:
Perlu diketahui apakah pasien memiliki alergi terhadap obat ataupun produk tertentu. Peranti ortodontik
mengandung bahan-bahan yang dapat mengakibatkan alergi seperti niti. Tanda khas pasien alergi bahan
ortodontik nikel adalah eritema dan pembengkakan menyeluruh pada jaringan mulut yg timbul 1-2 hari
setelah pemasangan.
d) Kebiasaan Buruk:
 Kebiasaan bernafas melalui mulut yang dapat terjadi akibat gangguan pernafasan berpengaruh pada

pertumbuhan kraniofasial dan letak gigi.

 Pasien dengan kebiasaan bernafas melalui mulut akan memiliki palatum yang dalam, maksila yang sempit

dan terkadang didapatkan gigitan silang posterior sehingga akan sulit saat dilakukannya pencetakan untuk

model studi ataupun model kerja


e) Penyakit yang pernah diderita:
 Apakah pasien memiliki masalah jantung dan demam rheumatoid, kondisi ini dapat menjadi
pertimbangan ketika melakukan pemasangan dan pelepasan cincin peranti cekat, perlu diberi pengobatan
untuk mencegah endokarditis bakterial subakut.
 Apakah pasien menderita diabetes, karena pasien dengan diabetes lebih sering mengalami gangguan
periodontal akibat kekuatan peranti ortodontik
 Adanya atritis berkaitan dg kelainan TMJ, pada pasien dewasa yang mengalami atritis akibat
osteoporosis dengan prostaglandin dosis tinggi atau agen pencegah resorbsi dapat mengganggu
pergerakan gigi secara ortodontik.
 Adanya tonsil maupun tonsil yg pernah diambil dapat menunjukan adanya gangguan pernapasan.
 Pasien dengan epilepsi atau gangguan darah yang memerlukan pencabutan sebelum perawatan, sebaiknya
menunda perawatan ortodontik
PEMERIKSAAN KLINIS
A. Ekstra Oral
1. Tipe profil muka

A: Cekung/concave face : letak dagu lebi ke anterior


B: Lurus/straight face: membentuk garis lurus dari pangkal hidung ke dasar bibir
atas dan dari dasar bibir atas ke dagu
C: Cembung/ convex face: garis pertama lurus, garis kedua membentuk sudut
karena dagu terletak lebih posterior
Tujuan pemeriksaan profil muka, sebagai berikut:

 Menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital

 Evaluasi bibir dan letak insisivi

 Evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut mandibula


2. Tipe muka
A:Leptoprosop/sempit: membentuk muka yang
sempit, panjang, dan protrusif
B: Mesoprosop/sedang
C:Euriprosop/lebar:membentuk muka datar, kurang
protrusif
3. Tipe kepala
Bentuk kepala ada 3, yaitu:
 Brakisefalik: lebar dan panjang
 Mesosefalik : bentuk rata-rata
 Dolikosefalik: panjang dan sempit
4. Bentuk muka/kepala

Penilaian kesimetrisan wajah dilakukan dengan melihat wajah pasien dari


depan untuk memeriksa kesesuaian proporsi lebar mata, hidung dan mulut.
Keadaan ini bisa dilihat dengan cara wajah dibagi pada garis median dan
dibandingkan sisi kiri dan kanan.
Proporsi yang dibentuk yaitu garis vertikal dan horizontal.
 Garis vertikal dibentuk dari nasion sampai subnasal
 Garis horizontal dibentuk oleh titik kedua pupil, kemudian tarik garis dari pupil ke
bawah lalu diproyeksikan terhadap garis bibir
 Hidung dan dagu harus berada pada bagian sentral, dengan lebar hidung sama atau
sedikit lebih besar dari bagian sentral wajah
 Jarak interpupil →sama dengan lebar mulut
5. Tonus Otot Bibir Atas dan Bawah

 Tonus normal: bibir menutup dengan mudah tidak ada kontraksi berlebih.
 Hipotonus : keadaan bibir yang pendek sehingga harus berkontraksi jika
akan menutup bibir
 Hipertonus : keadaan bibir yang panjang dimana pada saat menutup tonus
otot berlebih
Pemeriksaan posisi bibir pada waktu istirahat (rest position) : terbuka /
menutup
 Bibir kompeten:
 Bibir cukup panjang untuk dapat mencapai kontak bibir atas tanpa
kontraksi otot pada saat mandibula dalam keadaan istirahat
 Bibir tidak kompeten
 Bila diperlukan kontraksi otot untuk mencapai kontak bibir atas dan
bawah pada saat mandibula dalam keadaan istirahat.
 Secara anatomis bibir pendek dengan adanya celah yang lebar
antara bibir atas dan bawah pada posisi istirahat.
PEMERIKSAAN KLINIS
A. Intra Oral
1. Mukosa Mulut
Apa saja yang diperiksa pada mukosa mulut?
 Ada atau tidaknya iritasi, ulcer, dll
 Penundaan perawatan jika terdapat perdangaan atau sariawwan
 Tidak ada check biting ( apabila ada diduga pasien suka menggigit
bagian pipi sehingga akan berdampak pada plat orthodonyic yang
menjadi longgar).
 Mengecek mukosa apakah terdapat inflamasi dan hipertropoi yang
menunjukkan OH buruk.
2. Lidah
Gambaran umum lidah :
Lidah adalah organ yang sebagian besarnya terdiri
dari otot dan dilapisi oleh jaringan lembap berwarna
merah muda yang disebut dengan mukosa. Di
permukaan lidah, terdapat struktur yang berbentuk
seperti rambut-rambut halus bernama papila. Papila
inilah yang membuat lidah terasa sedikit kasar saat
disentuh.
Apa saja yang diperiksa pada lidah?
1. Warna lidah
Perubahan warna pada lidah menandakan adanya ketidakseimbangan
didalam tubuh, perubahan warna lidah diantaranya seperti:
 Lidah merah menunjukkan terlalu banyak hawa panas di dalam tubuh.
Semakin merah warna lidah, maka tubuh semakin panas dan semakin parah
penyakit.
 Lidah pucat menunjukkan kurangnya darah atau tubuh yang dingin. Semakin
pucat lidah, maka semakin dingin tubuh atau semakin kurangnya darah di
dalam tubuh seperti kelemahan, anemia, dll.
 Lidah berwarna ungu menunjukkan adanya hambatan di suatu tempat atau
mungkin lebih dari satu tempat di dalam tubuh
2. Bentuk dan Ukuran Lidah
 Makroglosia : ukuran lidah besar dibandingkan ukuran lengkung gigi rahang
bawah, tampilan klinis creanated tongue, rahang bawah multiple diastem, crossbite.
Sehingga menyebabkan relaps dalam perawatan ortho dan plat ortho tidak stabil
 Mikroglosia : ukuran lidah lebih kecil, posisi lidah lebih ke posterior, maksila
kurang berkembang
 Lidah bengkak menunjukkan bahwa transportasi cairan tubuh tidak bergerak
dengan lancar. Melihat hal ini pada orang dengan masalah pencernaan. Jika lidah
bengkak dan berwarna ungu, masalah lebih banyak berhubungan dengan sirkulasi
darah
 Lidah pendek dan sangat tipis dapat menunjukkan kekeringan atau kekurangan
cairan di dalam tubuh. Seringkali ketika seorang wanita mengalami menopause,
lidahnya menjadi lebih kering serta berwarna lebih merah
3. Palatum
 Pasien dengan pertumbuhan rahang rahang atas kurang ke lateral
(kontraksi) biasanya palatumnya tinggi sempit, sedangkan yang
pertumbuhan berlebihan (distraksi) biasanya mempunyai palatum rendah
lebar. Jika ada kelainan lainnya seperti adanya peradangan, tumor, torus,
palatoschisis.
 Palatal tinggi adalah ciri utama dari penyempitan apical tulang alveolar
maksila, yang sering terjadi pada kasus mouth-breathing kronis, rakhitis,
dan pada jenis sucking habits
 Pemeriksaan menggunakan dental mirror
a. Dalam : apabila dental mirror ukuran 4, >1/2 tidak terlihat
b. Sedang : apabila dental mirror ukuran 4, ½ terlihat
c. Dangkal : apabila dental mirror ukuran 4, >1/2 terlihat
4. Tonsil
 Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati warna, permukaan, serta ukuran tonsil.
 Hiperemis biasanya terjadi pada peradangan tonsil seperti tonsilitis yang dapat disebabkan
oleh adanya infeksi virus maupun bakteri
 Tonsilitis merupakan gangguan utama yang sering menyerang tonsil dan secara umum
terbagi atas tonsilitis akut dan kronik
 Berdasarkan ukuran dibedakan menjadi
a) T0 : tonsil yang sudah diangkat total lewat operasi
b) T2 : tonsil yang membesar mencapai pilar tonsil
c) T1 : tonsil yang normal, tersembunyi di balik pilar tonsil
d) T3 : tonsil yang membesar melebihi pilar tonsil
e) T4 : tonsil yang membesar hingga melewati batas tengah (uvula)
Pemeriksaan Klinis Intra Oral
Fase Gigi Geligi sangat menentukan rencana perawatan orthodonti baik itu masa, sehingga diperlukan modifikasi perawatan orthodonti. growth sprut/masa mixed dentition
Fase gigi geligi Sulung / Bercampur / Tetap

● Sulung: gigi sulung pertama muncul – gigi M1 permanen erupsi

● Bercampur: M1 erupsi pertama kali – gigi C trakhir tanggal

● Tetap: Seluruh gigi permanen sudah erupsi

Melakukan pemeriksaan keadaan geligi

● Impaksi : gigi erupsi sebagian atau tidak dapat erupsi karena terhalang tulang dan jaringan lunak di

sekitarnya

● Agenesis : tidak ada benih gigi

● Gigi kelebihan : supernumerary

● Benih gigi : (apabila dalam fase gigi bercampur)


Pada kasus yang berat yang berhubungan dengan skeletal:

● Melakukan analisis foto panoramic

untuk melihat kelainan rongga mulut secara keseluruhan atau adanya kelainan atau penyakit sistemik. Pada

foto ini juga dapat dilihat ukuran dan bentuk condylus. pada foto panoramik, gambaran gigi geligi beserta

jaringan periodontal, struktur tulang rahang dan sendi TMJ dapat dilihat dalam satu film. Oleh karena itu foto

panoramik diperlukan ketika akan mendiagnosa setiap kasus orthodonti.

● Melakukan analisis foto sefalometri

dilakukan jika dibutuhkan penilaian maloklusi hubungannya dengan struktur tulang tengkorak.
ANALISA
FUNGSIONAL
FREE WAY SPACE

● Disebut juga dengan jarak


interoklusal
● Free way space adalah celah antara
permukaan oklusal gigi geligi
ketika dalam posisi istirahat.
● Jarak interoklusal pada posisi
istirahat sekitar 2-4 mm
● Ditentukan berdasarkan
keseimbangan otot elevator dan
depressor rahang bawah dan sifat
elastis keseluruhan jaringan lunak
gigi alami.
( Amiruddin dan Thalib, 2019).
● Dapat diukur secara tidak
langsung dengan mencari
selisih antara DV istirahat
dengan DV oklusi pada
saat gigi geligi dalam
keadaan oklusi.
(Amiruddin dan Thalib, 2019).

( Amiruddin dan Thalib, 2019).


Cara pengukuran FWS

● Penderita didudukkan dalam posisi istirahat ( rest position ), kemudian ditarik garis yang
menghubungkan antara titik di ujung hidung dan ujung dagu (paling anterior) dan dihitung berapa
jaraknya.
● Penderita dalam keadaan oklusi sentris , kemudian ditarik garis yang menghubungkan antara titik di
ujung hidung dan ujung dagu (paling anterior) dan dihitung berapa jaraknya.
● Nilai FWS = jarak pada saat posisi istirahat dikurangi jarak pada saat oklusi sentris.

(Rahardjo, 2014; Amiruddin dan Thalib, 2019).


PATH OF CLOSURE

● Adalah arah gerakan mandibula dari posisi istirahat ke oklusi sentrik.

● Ideal path of closure dari posisi istirahat ke posisi oklusi maksimum berupa gerakan engsel sederhana

melewati free way space yang besarnya 2-3 mm.

● Normal apabila gerakan mandibula ke atas, ke muka dan belakang.

(Raharjo, 2011)
Cara pengukuran path of closure

1. Penderita didudukkan pada posisi istirahat ( rest position), dilihat posisi garis mediannya.

2. Penderita diinstruksikan untuk oklusi sentris dari posisi istirahat dan dilihat kembali posisi garis mediannya.

 Apabila posisi garis median pada saat posisi istirahat menuju oklusi sentris tidak terdapat

pergeseran (sliding) berarti tidak ada gangguan path of closure.

 Apabila posisi garis median pada saat posisi istirahat menuju oklusi sentris terdapat pergeseran

(sliding) berarti terdapat gangguan path of closure.

(Raharjo, 2011)
● Kelainan path of closure:

-Deviasi mandibula

Path of closure berawal dari posisi kebiasaan mandibula akan tetapi ketika gigi mencapai oklusi maksimum

mandibula dalam posisi relasi sentrik.

-Displacement mandibula

Path of closure yang berawal dari posisi istirahat, akan tetapi oleh karena adanya halangan oklusal maka

didapatkan displacement mandibula.

(Raharjo, 2011)
Pemeriksaan TMJ

● Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan metode yang sesuai untuk mengetahui

fungsi dan biologi sendi temporomandibula. MRI dapat memberikan informasi yang jelas

mengenai diskus artikularis, adanya adhesi, perforasi.

● Keuntungan: tidak menggunakan radiasi ionisasi, tanpa rasa sakit, tanpa distorsi jaringan.

● Kerugian: Biayanya cukup mahal.

(Raharjo, 2011)
Pemeriksaan Pola Atrisi

● Keparahan atrisi ditentukan berdasarkan beberapa dimensi yang diukur, yaitu adanya bruxism, adanya atrisi,
arah atrisi, bentuk atrisi, lokasi atrisi, dan derajat atrisi. Data tersebut lalu disesuaikan dengan Indeks Atrisi Gigi
(Richards dan Brown) dengan skala sebagai berikut:
● skala 0 jika tidak ada atrisi/keausan dan tidak ada perubahan yang terjadi pada morfologi gigi akibat bruksisma,
● Skala 1 jika keausan kecil,tonjol masih utuh dan perubahan belum terlihat jelas,
● Skala 2 jika keausan terlihat sejajar dengan permukaan oklusal dan melibatkan kurang dari 1/3 dentin dan
sudah terjadi perubahan morfologi
● Skala 3 jika keausan pada tonjol atau groove dan melibatkan dentin lebih 1/3 permukaan, dan perubahan bentuk
sudah terlihat jelas
● Skala 4 jika keausan email sampai dentin sekunder hingga pulpa dan perubahan yang terjadi telah terlihat jelas.

(Asmawati, 2014)
Perlu diperiksa gigi yang ada dan dicatat keadaannya. Pada
fase pergantian geligi, gigi permanen yang tidak ada pada
rongga mulut perlu dilihat pada rontgenogram. Begitu juga
adanya kelebihan dan kelainan lain.

• Oral Hygene
Kebersihan mulut yang terjaga dengan baik merupakan
indicator perhatian pasien terhadap giginya serta diharapkan
kerja sama yang baik antara dokter dan pasien. Perawatan
ortodonti tidak boleh dimulai jika kebersihan mulut

• Karies
Pemeriksaan gigi dengan karies perlu dilakukan karena gigi
yang karies merupakan penyebab utama maloklusi local.
Karies juga merupakan faktor penyebab premature loss
sehingga terjadi pergeseran gigi permanen, erupsi gigi
permanen yang lambat dan lain-lain.
(Raharjo, 2011)
• Tumpatan

Gigi dengan karies maupun tumpatan yang lebar

hendaknya diperiksa terlebih dahulu mengenai

prognosisnya dalam jangka panjang. Hal tersebut

dikarenakan akan mempengaruhi pemilihan gigi apabila

diperlukan pencabutan dalam perawatan ortodontik.

(Raharjo, 2011)
● Kehilangan gigi
Jika seseorang kehilangan giginya, baik karena baik
karena dicabut atau tanggal sendiri, hal tersebut akan
mengakibatkan beberapa kondisi yang kurang baik
seperti migrasi dan rotasi, erupsi berlebih dari gigi
antagonis, terganggunya kebersihan mulut, dan
sebagainya. Kehilangan gigi disebabkan oleh gangguan
selama inisiasi dan tahap proliferasi pembentukan gigi.
Gigi juga dapat hilang akibat trauma.
(Raharjo, 2011)
Alasan Erupsi Tertunda:
1. Adanya gigi supernumerary: Ini akan bertindak sebagai gangguan mekanis
terhadap erupsi
2. Kehilangan dini gigi sulung: Menghasilkan pembentukan tulang sklerotik padat di
atas gigi permanen. Ini menunda erupsi gigi permanen.
3. Barier mukosa adalah penyebab umum keterlambatan erupsi. Eksisi barier mukosa
akan mencegah masalah ini.
4. Gangguan endokrin: Hipofungsi endokrin kelenjar, seperti hipotiroidisme,
hipopituitarisme dan hipoparatiroidisme paling sering dikaitkan dengan erupsi
tertunda.
5. Ankilosis gigi sulung menunda erupsi gigi permanen penerus.
6. Banyak kelainan genetik yang berhubungan dengan keterlambatan erupsi gigi
permanen.

(Premkumar, 2015)
Analisis Study
Model
BENTUK LENGKUNG GIGI

● Bentuk lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah : Parabola / Setengah elips / Trapeziod /

U-form / V-form / Setengah lingkaran


Ciri-ciri:

1. Parabola : Kaki lengkung (dari P1 sampai M2 kanan dan kiri) beberbentuk garis lurus devergen ke posterior
dengan posisi gigi M2 merupakan terusan kaki lengkung, sedangkan puncak lengkung (C – C) berbentuk
garis lengkung (curved).
2. Setengah elips : Kaki lengkung berbentuk garis lengkung konvergen ke posterior ditandai oleh posisi gigi M2
mulai berbelok kearah median line, sedangkan puncak lengkung juga merupakan garis lengkung (curved).
3. Trapezoid : Kaki lengkung merupakan garis lurus devergen ke posterior dan puncak lengkung merupakan
garis datar di anterior dari gigi C – C.
4. U-form : Kaki lengkung merupakan garis lurus sejajar ke posterior, sedangkan puncak lengkung merupakan
garis lengkung.
5. V-form : Puncak lengkung merupakan garis lurus devergen ke posterior, tetapi puncak lengkung

merupakan garis menyudut ke anterior ditandai dengan posisi gigi I2 masih merupakan terusan kaki lengkung

lurus konvergen ke anterior.

6. Setengah lingkaran : Kaki lengkung dan puncak lengkung merupakan garis lengkung merupakan bagian

dari setengah lingkaran. Ini biasanya dijumpai pada akhir periode gigi desidui sampai awal periode gigi

campuran (mixed dentision)


GARIS MEDIAN

Median line gigi rahang atas dan rahang bawah : normal / tidak normal, segaris / tidak segaris.

Amati posisi garis tengah gigi rahang atas dan rahang bawah terhadap sutura palatina mediana jika

didapatkan penyimpangan, kearah mana penyimpangannya dan ukur seberapa besar penyimpangan tersebut
Overjet

Penilaian overjet untuk semua gigi insisiv. Penilaian


dilakukan dengan mennempatkan penggaris Indeks
PAR sejajar dataran oklusal dan radial lengkung gigi,
Jika terdapat dua insisivus yang crossbite dan
memiliki overjet 4mm, skornya 3 (untuk crossbite)
ditambah 1 (untuk overjet 4 mm), sehingga total
skornya adalah 4.
Overbite

Penilaian ini untuk semua ggi insisiv yang dinilai dari jarak tumpeng tindiih dalam arah vertical gigi insisiv

atas terhadap panjang mahkota klinis gigi insisiv bawah, dan dinilai berdasarkan besarnya gigitan terbuka.

Skor yang dicatat adalah nilai overbite yang terbesar diantara gigi insisiv.
Analisa Study Model

5. Crossbite : Ada/Tidak Ada


○ Crossbite anterior: Gigi anterior atas lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang bawah
○ Crossbite posterior: Gigi posterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi posterior
rahang bawah

crossbite anterior Crossbite posterior


6. Diastema: Ada/Tidak Ada

Diastema adalah ruang dua gigi yang berdekatan, gingiva di antara

gigi-gigi kelihatan. Adanya diastema pada fase geligi pergantian

masih merupakan keadan normal, tetapi adanya diastema pada fase

geligi permanen perlu diperiksa lebih lanjut untuk mengetahui

apakah keadaan tersebut suatu keadaan yang tidak normal.


7. Relasi Oklusi: Klas I Angle/Klas II Angle/ Klas III Angle

Klasifikasi Maloklusi menurut Angle

● Klas I Angle: Cups mesiobukal M1 RA terletak pada buccal grove M1 RB


● Klas II Angle: Cups mesiobukal M1 RA terletak pada ruang antara cups mesiobukal M1 RB dan tepi

distal cups gigi P2 RB.

○ Klas II Divisi 1: anterior RA protrusi

○ Klas II Divisi 2: anterior RA retrusi


● Klas III Angle: Cups mesiobukal gigi M1 RA beroklusi dengan bagian distal M1 dan tepi mesial cups

gigi M2 RB (mesioklusi)
8. Jumlah Lebar 4 incisive RA: … mm: normal/tidak normal
● Ukuran umum incisiv sentral permanen: 8-10 mm
● Ukuran umum incisiv lateral permanen: 6-8 mm

9. Jumlah rerata ukuran gigi: 28-36 mm= normal


● Jumlah dari ukuran gigi yang di atas rerata: makrodontia (>36)
● Jumlah dari ukuran gigi yang di bawah rerata: mikrodontia (<28)
Cara mengukur:
Pada model studi bisa menggunakan kaliper digital. Mengukur lebar mediodistal incisiv kedua kanan
hingga incisiv kedua kiri pada rahang atas.
Analisa study model
9. Malposisi gigi individual

● Versi : mahkota gigi miring ke arah tertentu tetapi akar gigi tidak (misalnya mesioversi, distoversi,
labioversi, linguoversi).
● Infra oklusi: gigi yang tidak mencapai garis oklusal dibandingkan dengan gigi lain dalam lengkung
geligi.
● Supra oklusi : gigi yangmelebihi garis oklusal dibandingkan dengan gigi lain dalam lengkung geligi.
● Rotasi : gigi berputar pada sumbu panjang gigi, bisa sentris atau eksentris.
● Transposisi : dua gigi yang bertukar tempat, misalnya kaninus menempati tempat insisivi lateral dan
insisivi lateral menempati tempat kaninus.
● Ektostema: gigi yang terletak di luar lengkung geligi (misalnya kaninus atas)
Cara penyebutan lain seperti yang dianjurkan Lischer untuk gigi secara individual
adalah sebagai berikut. (Lischer dikutip dari Salman, 1974)

Mesioversi : mesial terhadap posisi normal gigi


Distoversi : distal terhadap posisi normal gigi
Linguoversi : lingual terhadap posisi normal gigi
Labioversi : labial terhadap posisi normal gigi
Infraversi : inferior terhadap garis oklusi
Supraversi : superior terhadap garis oklusi
Aksiversi : inklinasi aksial yang salah (tipped)
Torsiversi : berputar menurut sumbu panjang gigi
Transversi : perubahan urutan posisi gigi
Kelainan letak gigi dapat juga merupakan kelainan sekelompok gigi.

● Protrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya terhadap garis maksila > 110°
untuk rahang bawah sudutnya > 90° terhadap garis mandibula.
● Retrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya terhadap garis maksila < 110°,
untuk rahang bawah <90°
● Berdesakan : gigi yang tumpang-tindih
● Diastema : terdapat ruangan di antara dua gigi yang berdekatan
10. Relasi geligi rahang atas terhadap geligi rahang bawah

A. Relasi Gigi Posterior


relasi gigi adalah hubungan gigi atas dan bawah
dalam keadaan oklusi. Gigi yang diperiksa adalah molar pertama permanen dan kaninus permanen.
a. Relasi Jurusan Sagital
● Netroklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada lekukan bukal molar pertama
permanen bawah
● Distoklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak diantara tonjol mesiobukal molar
pertama permanen bawah dan premolar kedua atau tonjol distobukal molar pertama permanen atas terletak
pada lekukan bukal molar pertama permanen bawah.
● Mesioklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada tonjol distal molar pertama
permanen bawah.
● Gigitan tonjol : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas beroklusi dengan tonjol mesiobukal
molar pertama permanen bawah.
● Tidak ada relasi : bila salah satu molar pertama permanen tidak ada misalnya oleh karena telah dicabut,
atau bila kaninus permanen belum erupsi.
b. Relasi Jurusan Transversal
Pada keadaan normal relasi transversal gigi posterior adalah gigitan fisura luar rahang
atas, oleh karena rahang atas lebih lebar daripada rahang bawah. Apabila rahang atas
terlalu sempit atau terlalu lebar dapat menyebabkan terjadinya perubahan relasi gigi
posterior dalam jurusan transversal. Perubahan yang dapat terjadi adalah: gigitan tonjol,
gigitan fisura dalam atas dan gigitan
B. Relasi Gigi Anterior
Relasi gigi anterior diperiksa dalam jurusan sagital dan vertikal. Relasi yang normal dalam jurusan sagital adalah
adanya jarak gigit/overjet. Pada keadaan normal gigi insisivi akan berkontak, insisivi atas di depan insisivi bawah
dengan jarak selebar ketebalan tepi insisal insisivi atas, kurang lebih 2-3 mm dianggap normal. Bila insisivi
bawah lebih anterior daripada atas disebut jarak gigit terbalik.
Untuk mendapatkan pengukuran yang sama maka di klinik digunakan pengertian jarak gigit adalah jarak horizontal
antara insisal insisivi atas dengan bidang labial insisivi bawah. Jarak gigit pada gigitan silang anterior diberi
tanda negatif, misalnya-3 mm. Pada relasi gigitan edge to edge jarak gigitnya 0 mm.
● Pada jurusan vertikal dikenal adanya tumpang gigit/over bite yang merupakan vertical overlap of the
incisors. Di klinik tumpang gigit diukur dari jarak vertikal insisal insisivi atas dengan insisal insisivi
bawah, yang normalukurannya 2 mm. Tumpang gigit yang bertambah menunjukkan adanya gigitan dalam.
Pada gigitan terbuka tidak ada overlap dalam jurusan vertikal, tumpang gigit ditulis dengan tanda negatif,
misalnya-5 mm. Pada relasi edge to edge tumpang gigitnya 0 mm.
11. Diskrepansi pada model (model discrepancy)

Diskrepansi pada model adalah perbedaan antara tempat yang tersedia (available space)
dengan tempat yang dibutuhkan (requid space) disebut diskrepansi pada model. Diskrepansi pada
model digunakan untuk menentukan macam perawatan pasien, apakah termasuk perawatan
pencabutan gigi atau tanpa pencabutan gigi.
12. pemeriksaan Sagital – Transversal

a. Metode Pont
Metode pont merupakan sebuah metode untuk menentukan lebar lengkung ideal yang didasarkan pada
lebar mesiodistal mahkota keempat insisif rahang atas.

b. Metode Howes
Metode Howes merupakan suatu rumusan untuk mengetahui apakah basis apikal cukup untuk membuat
gigi geligi pasien. Analisis howes berguna pada saat menentukan rencana perawatan dimana terdapat masalah
kekurangan basis apikal dan untuk memutuskan apakah akan dilakukan pencabutan gigi, memperluas
lengkung gigi, atau eskpansi palatal.
C. Metode Kesling
○ Metode Kesling adalah suatu cara yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan atau
menyusun suatu lengkung gigi dari model aslinya dengan membelah atau memisahkan
gigi-giginya, kemudian disusun kembai pada daerah asalnya baik mandibula atau maksila
dalam bentuk lengkung yang dikehendaki sesuai posisi aksisnya.

D. Metode Moyers
Metode Moyers adalah metode yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara
ukuran kelompok gigi pada satu bagian dengan bagian lainnya. Metode ini juga dilakukan
untuk menganalisis keadaan pada kedua lengkung rahang.
Analisa Etiologi
Kelainan Jumlah Gigi

● Kekurangan Jumlah Gigi


Kelainan jumlah gigi dapat berupa tidak ada pembentukan gigi atau agenensis gigi.
*anodontia > kelainan tidak terbentuk gigi sama sekali
*hipodonsia > suatu keadaan beberapa gigi mengalami agenesis (sampai 4 gigi)
*oligodontia > gigi yang tidak terbentuk > 4 gigi
Gigi yang agenesis biasanya adalah gigi sejenis tetapi yang letaknya lebih distal sehingga dapat dipahami
bahwa yang sering agenesis adalah M3,P2,I2.

● Kelebihan Jumlah Gigi


*yang paling sering ditemukan adalah gigi kelebihan yang terletak di garis median rahang atas > mesiodens
*terletak disekitar insisiv lateral > laterodens
*premolar tambahan bisa sampai 2 premolar tambahan pada 1 sisisehingga pasien mempunyai 4 premolar
pada 1 sisi.
Adanya gigi kelebihan dapat menghalangi terjadinya oklusi normal.
Letak Salah Benih Gigi

Salah letak benih gigi adalah kelainan dalam proses tumbuh kembang yang selain menyebabkan
gigi berjejal (croweded,), persistensi (gingsul, gigi susu tidak lepas), bisa juga menyebabkan
impaksi.

Kelainan Patologik

Kelainan patologik seperti pasien yang menderital diabetes mellitus, artritis, dll.
Defek Kogenital

Salah satu kelainan kogenital yang paling sering terjadi adalah cleft palate yang dapat
mengakibatkan gangguan penelanan, pernapasan, perkembangan wajah, dan malposisi gigi
geligi sehingga mengakibatkan maloklusi.
ANALISA ETIOLOGI
MALOKLUSI
● Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan disebabkan faktor-faktor tertentu.
● Penyebab maloklusi yang spesifik sulit dipastikan, karena sebagian besar merupakan interaksi faktor
genetik dan lingkungan.

1. FAKTOR KETURUNAN

● Faktor keturunan mempengaruhi dimensi kraniofasial, ukuran, dan jumlah gigi.


● Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau
maloklusi berupa diastema multipel.
● Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang menghasilkan relasi rahang
yang tidak harmonis.
2. DISHARMONI DENTOMAKSILER

DDM merupakan disproporsi besar gigi dengan lengkung geligi. Faktor utama penyebab DDM adalah faktor
herediter.

Tanda-tanda klinis khas DDM:


● Tidak ada diastema fisiologi pada fase gigi sulung.
● Saat insisive sentral permanen akan erupsi, gigi meresorpsi akar insisive sentral sulung dan insisive
lateral sulung secara bersamaan sehingga insisive lateral sulung tanggal prematur.
● Insisive sentral permanen tumbuh dalam posisi normal oleh karena mendapat tempat yang cukup.
● Pada saat insisive lateral permanen akan erupsi terdapat 2 kemungkinan: meresorpsi akar kaninus
sulung sehingga tanggal prematur atau insisive lateral tumbuh di palatal sesuai dengan letak benihnya.
DDM
3. KEBIASAAN BURUK

o Kebiasaan buruk dapat merubah posisi anatomis gigi sehingga menyebabkan maloklusi.
o Tongue thrust swallowing: menyebabkan protrusi insisive dan open bite anterior.
o Bernafas lewat mulut: maxilla sempit, palatum dalam, dan gigi crowding.
o Menggigit bibir atau kuku: bibir bawah terus menerus terletak di antara gigi insisive
mandibula dan maxilla menyebabkan labioversi insisive maxilla

4. PREMATURE LOSS

Premature loss merupakan suatu keadaan gigi sulung yang tanggal sebelum waktu erupsi gigi
pengganti. Premature loss dapat mempengaruhi panjang lengkung rahang sehingga ruangan
untuk erupsi gigi pengganti tidak akan cukup. Akibat ruangan yang tidak cukup akan berdampak
pada penyimpangan oklusi seperti rotasi, gigi berjejal, mesial drifting yang dikenal sebagai
maloklusi.
5. KELAINAN OTOT MULUT

o Tekanan otot bibir, pipi, dan lidah memberikan pengaruh besar terhadap letak gigi.
o Makroglosia: dapat mengubah keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi
sehinggan insisive labioversi.
o Bibir pada keadaan tertentu menjadi pendek sehingga memberikan tekanan yang lebih
besar dengan akibat insisive tertekan ke arah palatal.
Diagnosis maloklusi
Dalam menentukan diagnosis maloklusi diperlukan pemeriksaan menyeluruh agar didapatkan seluruh data
pasien yang akan dirawat dan seberapa jauh terjadi penyimpangan dari keadaan normal.

Data yang perlu diketahui meliputi keinginan pasien untuk perawatan ortodonti, riwayat kesehatan umum,
riwayat kesehatan gigi, pemeriksaan intraoral dan ekstraoral, hubungan rahang dan gigi geligi dalam tiga
bidang orientasi baik secara langsung maupun tidak langsung (misalnya, dari model studi) serta pemeriksaan
pada jaringan lunak.

(Pambudi Rahardjo, 2012)


Klasifikasi Maloklusi Menurut Klasifikasi Angle :

● Maloklusi Kelas I Angle

Maloklusi kelas I Angle merupakan maloklusi yang paling sering ditemui dengan prevalensi >50%. Terdapat
relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen (netroklusi).

Kelainan yang menyertai dapat berupa, misalnya, gigi berdesakan, gigitan terbuka, protrusi dan lain-lain.

(Pambudi Rahardjo, 2011


• Maloklusi Kelas II Angle

Lengkung rahang bawah paling tidak setengah tonjol (cusp) lebih ke distal daripada lengkung atas dilihat dari
relasi molar pertama permanen (distoklusi).

• Maloklusi Kelas II Divisi I Angle

Insisivi atas protrusi sehingga didapatkan jarak gigit besar, tumpang gigit besar dan kurva spee positif.

(Pambudi Rahardjo, 2011)


● Maloklusi Kelas II Divisi II Angle

Insisivi sentral atas retroklinasi. Insisivi lateral atas proklinasi, tumpang gigit besar (gigitan dalam). Jarak
gigit bisa normal atau sedikit bertambah.

(Pambudi Rahardjo, 2011)


● Maloklusi Kelas III Angle
Lengkung rahang bawah paling tidak setengah tonjol (cusp) lebih mesial terhadap lengkung atas dilihat pada
relasi molar pertama permanen (mesioklusi) dan terdapat gigitan silang anterior.

(Pambudi Rahardjo, 2011)


Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi atau malrelasi lengkung gigi (rahang) di luar rentang kewajaran
yang dapat diterima. Maloklusi dapat disebabkan adanya kelainan gigi dan malrelasi lengkung gigi atau
rahang. Berikut beberapa kelainan gigi yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi.

1. Gigi yang Ektopik


Gigi yang ektopik dapat diartikan sebagai gigi yang berada tidak pada tempatnya. Contoh gigi yang
paling sering mengalami erupsi ektopik adalah gigi Caninus atas.

(Rahardjo P, 2016).
2. Ukuran Gigi

Ukuran gigi secara umum mempunyai ukuran tertentu seperti:


a. Incicivus central permanen atas (8-10 mm)
b. Incicivus lateral atas(6-8 mm)
c. P1 dan P2 (kurang lebih 7 mm)
d. Molar (kurang lebih 10 mm).
e. Incicivus central dan lateral permanen bawah (kurang lebih 5 mm)
f. C dan P (kurang lebih 6 mm)
g. Molar (kurang lebih 10 mm).
(Rahardjo P, 2016
● Ukuran gigi yang diatas rerata disebut makrodonti dan yang dibawah rerata disebut mikrodonti.
Ukuran gigi yang paling bervariasi ada incicivus lateral rahang atas yang cenderung lebih kecil.
(Rahardjo P, 2016)
3. Bentuk Gigi

● Peg Shaped: Bentuk gigi berupa pasak.


● Geminasi: satu benih gigi yang tumbuh menjadi dua gigi utuh atau sebagian tetapi akarnya satu.
● Fusi: Dua benih gigi yang tumbuh menjadi satu gigi dengan mahkota yang besar tetapi akarnya tetap
dua.
● Dilaserasi: akar gigi yang tidak normal bentuknya biasa bengkok.

(Rahardjo P, 2016
Geminasi

Fusi Dilaserasi
4. Jumlah Gigi

Kelainan jumlah gigi yang berupa kelebihan gigi disebut hiperdontia. Sedangkan untuk kekurangan gigi
disebut hipodontia.

Gambaran radiografi gigi yang hiperdontia.


5. Agenesis Gigi Permanen

Agenesis berarti benih gigi yang tidak terbentuk. Ada beberapa keadaan mengenai agenesis gigi
permanen, seperti:
1. Anodontia: Semua benih gigi tidak terbentuk.
2. Hipodontia: Agenesis sejumlah gigi.
3. Oligodontia: Agenesis gigi lebih dari empat.

(Rahardjo P, 2016
6. Gigi Sulung Tanggal Prematur

Gigi sulung yang tanggal prematur dapat menimbulkan dampak gigi-gigi sebelahnya bergeser.

7. Gigi Berdesakan

Gigi berdesakan ditandai adanya tumpang tindih (overlapping) gigi-gigi yang berdesakan. Penyebabnya
dapat terjadi karena gigi sulung yang tanggal prematur kemudian gigi yang berdekatan bergeser sehingga
gigi permanen pengganti tidak mendapat tempat (Rahardjo P, 2016).
Rencana Perawatan

Tujuan Perawatan

● Mendapatkan kesehatan mulut dan gigi


● Mendapatkan estetik muka dan geligi
● Mendapatkan fungsi kunyah dan bicara yang baik
● Mendapatkan stabilitas hasil perawatan
Pertimbangan Perawatan

● Keinginan pasien

● Wajah pasien

● Susunan dan simetri gigi dalam rahang

● Relasi gigi dan rahang dalam jurusan sagital, transversal, dan horizontak
Prinsip Dasar Perawatan

● Kesehatan mulut

● Perencanaan perawatan rahang bawah

● Perencanaan perawatan rahang atas

● Relasi gigi posterior

● Pengjangkaran

● Masa retensi
Prinsip Dasar Perawatan

Kesehatan mulut

● Gigi-geligi yang karies, kalkulus, dan penyakit periodontal harus ditangani

● Penyakit sistemik harus terkontrol

Perencanaan perawatan rahang bawah

● Perawatan RB, terutama regio insisivi diutamakan

● Insisivi  stabil (di antara lidah, bibir, dan pipi), jika tidak stabil bisa relaps
Prinsip Dasar Perawatan

Perencanaan perawatan rahang atas

Perawatan RA menyesuaikan RB  relasi kaninus kelas 1  banyak tempat yang

dibutuhkan dan banyaknya kaninus diretraksi

Relasi gigi posterior

Diupayakan mendapat relasi molar kelas 1


Prinsip Dasar Perawatan

Pengjangkaran

Pertimbangan penjangkaran:

● Mencegah terjadinya kehilangan penjangkaran yang berlebihan

● Apakah penjangkaran cukup dari gigi yang ada atau perlu penjangkaran dari

tempat lain

Masa retensi

● Mencegah relaps

● Memerlukan kepatuhan pasien


Penyediaan Ruangan dalam Perawatan Ortodonti

Kategori kebutuhan ruangan gigi berdesakan:

● Ringan = <4 mm

● Sedang = 4-8 mm

● Parah = >8 mm

Penyediaan ruangan diperoleh dari enamel stripping, ekspansi lengkung gigi, distalisasi

molar, memproklinasikan insisivi, dan mencabut gigi permanen


Penyediaan Ruangan dalam Perawatan Ortodonti

Enamel stripping

● Pengurangan enamel (0, 25 mm) pada tiap sisi distal atau mesial dengan metal

abrasive strip

● Dapat dilakukan untuk memperbaiki gigi dan titik kontak

● Enamel stripping pada insisivus  2 mm

● Enamel stripping pada seluruh rahang  5-6 mm

● Perlu aplikasi fluor setelah prosedur enamel stripping


Penyediaan Ruangan dalam Perawatan Ortodonti

Ekspansi

● Transversal: dapat dilakukan di RA, terutama jika ada crossbite posterior.

Ekspansi transversal anterior  koreksi gigi yang berdesakan

● Sagital: Memperpanjang lengkung gigi. Ekspansi sagital anterior  perhatikan

gigi paling anterior tidak mengganggu profil pasien


Penyediaan Ruangan dalam Perawatan Ortodonti

Distalisasi molar

● Menambah ruang pada kasus penetapan ruang dengan pencabutan yang belum

memenuhi syarat lebar ruang atau molar terlalu bergeser ke mesial  P2

premature loss

● Dilakukan dengan peranti lepasan atau headgear (2-3 mm tiap sisi), dan peranti

cekat RA
Memproklinasikan Insisivi

● Tindakan ini dapat dilakukan apabila insisivi terletak retroklinasi dan profil muka yang tidak cembung.

● Bila tindakan ini dilakukan berlebihan dapat menyebabkan profil menjadi lebih cembung dan insisivi

yang proklinasi cenderung relaps.


Pencabutan Gigi Permanen

● Pencabutan gigi permanen perlu dilakukan apabila diskrepansi total menunjukkan kekurangan termpat

lebih dari 8 mm.

● Diskrepansi total terdiri atas diskrepansi model, diskrepansi sefalometrik, kedalaman kurva Spee dan

perkiraan banyaknya kehilangan penjangkaran.

● Mendatarkan kurva Spee yang kedalamannya kurang dari 3 mm diperlukan tempat 1 mm, bila lebih

besar daripada 5 mm diperlukan tempat 2 mm


● Sebelum dilakukan pencabutan gigi permanen pada masa geligi pergantian perlu diperhatikan bahwa gigi permanen yang lain

ada meskipun saat itu masih belum erupsi


● Hal yang perlu diperhatikan:

1. Prognosis gigi, misalnya adanya karies yang besar disertai kelainan patologis pada apikal yang seandainya dirawat prognosis

gigi tersebut dalam jangka lama masih diragukan.

2. Letak gigi sangat menyimpang dari letak yang normal.

3. Banyaknya tempat yang dibutuhkan

4. Relasi insisivi

5. Kebutuhan penjangkaran apakah perlu digunakan penjangkaran maksimum atau tidak

6. Profil pasien apakah pencabutan yang dilakukan dapat menyebabkan perubahan profil pasien, misalnya pasien dengan profil

vang lurus dengan adanya pencabutan dapat menyebabkan profil menjadi cekung

7. Tujuan perawatan apakah perawatan komprehensif ataukah perawatan kompromi atau bahkan hanya perawatan penunjang.
Pertimbangan pemilihan gigi yang akan dicabut:

● Insisivi: gigi ini jarang dipilih karena estetis.Insisivi bawah kadang-kadang dicabut jika peridontalnya tidak

mendukung dan terdapat gigi berdesakan di anterior pada maloklusi kelas I/III

● Kaninus: yang terletak ektopik, terletak jauh menyimpang

● Premolar pertama: paling sering dicabut untuk perawatan ortodonti bila kekurangan tempat sedang sampai

banyak. Premolar pertama dicabut untuk mengoreksi berdesakan baik di anterior maupun di posterior. Bila

premolar pertama dicabut pada saat kaninus sedang bererupsi biasanya kaninus secara spontan menempati

bekas pencabutan premolar pertama. Sebagian besar ruangan bekas pencabutan premolar pertama dipakai

untuk koreksi berdesakan di anterior.


● Premolar kedua: bila kebutuhan tempat ringan sampai sedang (4mm)

● Molar pertama: menyediakam ruang yang banyak sehingga dapat mengkoreksi kelainan di anterior

yang parah

● Molar kedua permanen: gigi ini diindikasikan untuk dicabut jika berdesakan diposterior

● Molar ketiga permanen: gigi ini diindikasikan untuk dicabut jika berdesakan diposterior dan tidak

diindikasikan jika hanya untuk berdesakan di anterior


Perencanaan Perawatan pada Kelainan Relasi skeletal

● Modifikasi Pertumbuhan (grouth modification)

Perawatan untuk memodifikasi pertumbuhan dapat dilakukan pada pasien yang masih dalam masa

pertumbuhan dan memperbaiki relasi rahang. Perawatan ini lebih banyak berhasil untuk mengoreksi kelainan

skeletal dalam arah anteroposterior, misalnya pada maloklusi kelas II divisi 1


● Kamuflase secara Ortodonti

1. Kasus ringan

2. Kelainan skeletal yang ringan memberikan hasil perawatan yang baik sedangkan kelainan

skeletal yang parah kadang-kadang tidak dapat memberikan hasil yang seperti yang

diharapkan. Biasanya kelainan skeletal dalam jurusan sagital yang memberi hasil yang baik.
● Orthognathic Surgery

Sesuai dengan namanya perawatan ini merupakan gabungan perawatan ortodonti dan pembedahan untuk

menempatkan gigi dan rahang dalam posisi yang normal sehingga menghasilkan estetik wajah yang baik.

Tindakan pembedahan dilakukan sesudah pasien tidak mengalami pertumbuhan lagi.


Perawatan Ortodonti pada Orang Dewasa

● Perawatan komprehensif dimaksudkan untuk mendapatkan hasil estetik dan fungsi yang paling baik

dengan cara menggerakkan gigi dan lengkung geligi dan biasanya menggunakan peranti cekat

sedangkan pada kasus-kasus tertentu dilakukan orthognathic surgery.

● Perawatan penunjang dilakukan untuk menunjang perawatan bidang lain, misalnya bila molar pertama

permanen hilang molar kedua menjadi mesioklinasi. Bila pasien ini memerlukan jembatan maka molar

kedua permanen perlu ditegakkan dengan peranti ortodonti.


Prognosis

Tergantung: diagnosis, etiologi, perencanaan perawatan, pemilihan peranti yang digunakan jaringan

penyangga gigi, kooperasi pasien.


Perawatan Maloklusi Kelas 1 Angle

• Maloklusi kelas 1 --> dianggap normal

• Perawatan umumnya ditujukan pada kelainan letak, jumlah, ukuran, dan bentuk

• Kelainan skeletal pada maloklusli kelas 1 --> kelainan jurusan transversal --> crossbite posterior --> rapid

maxillary expansion

Perawatan Maloklusi Kelas 2 dan Kelas 3 Angle

• Tergantung pada keparahan oklusi, usia pasien, dan peranti

• Stabilitas hasil perawatan harus dijaga


KOMPONEN RETENTIF

● Klamer/Clasp dan Modifikasinya


Klamer adalah suatu bengkokan kawat merupakan bagian/komponen retentif dari alat ortodontik lepasan .
Bagian retensi dari Alat Lepasan umumnya berupa cangkolan/klamer/clasp dan kait / hook, berfungsi untuk :
1. Menjaga agar plat tetap melekat di dalam mulut.
2. Mempertahankan stabilitas alat pada saat mulut berfungsi.
3. Membantu fungsi gigi penjangkar/anchorage, menghasilkan kekuatan pertahanan yang berlawanan arah dengan
kekuatan yang dihasilkan oleh bagian aktif untuk menggerakkan gigi.
4. Klamer dapat diberi tambahan hook untuk tempat cantolan elastik.
Klamer dipasang pada gigi dapat memberikan tahanan yang cukup terhadap kekuatan yang dikenakan terhadap gigi
yang digerakkan. Dapat menahan gaya vertikal yang dapat mengangkat plat lepas dari rahang dan menggangu
stabilitas alat . Pemilihan jenis , jumlah dan letak penempatan klamer pada gigi anchorage tergantung kepada: jumlah
spring yang dipasang, letak spring, serta bentuk dan jumlah gigi penjangkarnya.
Macam-macam klamer

Macam-macam klamer dan modifikasinya yang di pakai sebagai komponen retentif pada alat ortodontik

lepasan adalah :

1. Klamer C / Simple/Buccal Clasp.

2. Klamer Adams / Adams Clacp.

3. Klamer kepala panah / Arrow Head Clasp

4. Bentuk modifikasi (Kawat tunggal, Ring, Triangulair, Arrowhea, Pinball)


● Adams’ Clasps dan variasinya
Klamer C (Simple/Bukal Clasp)

● Klamer ini biasanya dipasang pada gigi molar kanan dan kiri tetapi bisa juga pada gigi

yang lain. Pembuatannya mudah, tidak memerlukan tang khusus, tidak memerlukan

banyak materi kawat, tidak melukai mukosa , retensinya cukup, tetapi tidak efektif jika

dikenakan pada gigi desidui atau gigi permanen yang baru erupsi.

● Ukuran diameter kawat yang dipakai : untuk gigi molar 0,8 – 0,9 mm, sedangkan untuk

gigi premolar dan gigi anterior 0,7 mm.


Bagian-bagiannya terdiri dari:
● Lengan: Berupa lengkung kawat dari ujung membentuk huruf C memeluk leher gigi di bagian bukal dari
mesial ke distal di bawah lingkaran terbesar(daerah undercut), satu milimeter di atas gingiva dengan ujung
telah ditumpulkan.
● Pundak: Merupakan lanjutan dari lengan dibagian distal gigi berbelok ke lingual atau palatinal menelusuri
daerah interdental. kawat di daerah ini hindari jangan sampai tergigit.
● Basis: Merupakan bagian kawat yang tertanam di dalam plat akrilik, ujungnya
diberi bengkokkan untuk retensi.
Klamer Adams (Adams Clasp)

● Klamer Adams merupakan alat retensi plat aktif yang paling umum digunakan . Biasanya dikenakan pada gigi molar kanan
dan kiri serta pada gigi premolar atau gigi anterior.
● Diameter kawat yang digunakan : 0,7 mm untuk gigi molar dan premolar serta 0,6 mm untuk gigi anterior.

Bagian-bagiannya terdiri dari :

● Cross bar : Merupakan bagian kawat sepanjang 2/3 mesiodistal gigi anchorage yang akan dipasangi, posisi sejajar
permukaan oklusal, terletak 1 mm disebelah bukal permukaan bukal , tidak tergigit ketika gigi beroklusi.
● U loop : Terletak diujung mesial dan distal cross bar. Menempel pada
permukaan gigi di daerah undercut bagian mesiobukal dan
distobukal
● Pundak: Merupakan lanjutan dari U loop yang melewati daerah interdental
dibagian oklusal sisi mesial dan distal gigi anchorage.Tidak tergigit sewaktu
gigi beroklusi.
● Basis : Ujung kawat pada kedua sisi tertanam didalam plat akrilik, diberi
bengkokan untuk retensi.
Komponen Aktif

Komponen aktif piranti lepasan berfungsi menggerakkan gigi.

Komponen aktif terdiri atas bermacam-macam pegas, busur labial, sekrup ekspansi dan elastic.

A. Pegas/Auxilliary Springs

B. Busur Labial / Labial Arch / Labial Bow

C. Skrup Ekspansi / Expansion Screw

D. Karet Elastik / Elastic Rubber


A. Pegas/ Auxilliary Springs

Auxilliary springs adalah pir-pir ortodontik yang digunakan untuk menggerakkan gigi-

gigi yang akan dikoreksi baik secara individual atau beberapa gigi secara bersama-sama.
Macam-macam spring :

1. Finger spring : Pir jari merupakan bagian retentif dari alat ortodontik lepasan yang menyerupai jari-jari sebuah

lingkaran memanjang dari pusat lingkaran ke sisi lingkaran (lengkung gigi)

2. Simple spring :Simple spring Berfungsi untuk menggerakkan gigi individual ke arah labial atau bukal

3. Loop spring / Buccal retractor spring : Pir ini dipakai untuk meretraksi gigi kaninus atau premolar ke distal.

4. Continous spring : Pir ini berfungsi untuk mendorong dua gigi atau lebih secara bersama-sama kearah labial/bukal

misalnya gigi-gigi insisivus, kaninius atau premolar.


B. Busur Labial / Labial Arch / Labial Bow

Busur labial aktif digunakan untuk menarik insisivi ke lingual. Pemilihan penggunaan busur sebagian

tergantung pada operatornya dan sebagian tergantung pada banyaknya retraksi yang dikehendaki. Busur yang

lentur yang dibuat dari kawat berdiameter 0,5 mm, seperti retractor Roberts, paling sesuai untuk mengurangi

jarak gigi yang besar. Tetapi untuk menarik gigi anterior sedikit, dapat digunakan busur yang kurang lentur.
Beberapa contoh busur labial

1. Retraktor Roberts

2. Busur labial Tinggi dengan Pegas Apron

3. Busur labial dengan Lup U

4. Busur dengan Self-straightening Wires

5. Busur Labial dengan Lup Terbalik

6. Busur Mills
C. Skrup Ekspansi / Expansion Screw

Sekrup ekspansi dapat digunakan untuk mengekspansi lengkung geligi ke arah transversal maupun sagittal,

anterior maupun posterior tergantung jenis dan penempatan sekrup. Satu sekrup kecil dapat menggerakkan satu

gigi ke arah labial atau bukal.

Sekrup dengan guide pin ganda lebih stabil, tetapi sekrup dengan pin tunggal lebih berguna apabila tempatnya

sempit, misalnya di rahang bawah.


D. Karet Elastik / Elastic Rubber

Elastik jarang digunakan bersamaan dengan pemakaian piranti lepasan. Kadang-kadang elastic digunakan

untuk retraksi insisivi atas maupun bawah. Tampilan elastic pada piranti tidak terlalu mencolok, namun

elastic mudah tergelincir ke servikal sehingga menyebabkan trauma pada gingiva.

Hal ini dapat dihindari dengan memasang bracket pada permukaan labial insisivus sentral kemudian

menempatkan elastic lebih insisal daripada bracket. Pemakaian elastic intramaksiler pada piranti seperti ini

sebaiknya dihindari karena ada kecenderungan lengkung insisivi menjadi datar.


Komponen pasif

● Komponen pasif merupakan komponen/alat ortodonti yang digunakan untuk

mempertahankan posisi gigi setelah perawatan selesai, atau mempertahankan

ruangan setelah pencabutan awal.

● Contoh :

1. Busur Lingual

2. Bite plane

Ardhana W, 2011
Busur Lingual

● Busur lingual merupakan


lengkung kawat dibagian palatinal
atau lingual gigi anterior berfungsi
untuk :
1. Mempertahankan lengkung gigi
bagian palatinal atau lingual
2. Tempat pematrian auxillary
spring
3. Mempertahankan kedudukan
auxillary spring
4. Meningkatkan stabilitas di dalam
mulut

Ardhana W, 2011
Bite Plane

Plat dengan peninggi gigitan (Bite Riser)


adalah alat ortodontik lepasan yang
dilengkapi dengan peinggi gigitan
(Biteplane), yaitu penebalan akrilik
disebelah palatinal/lingual gigi anterior atau
disebelah oklusal gigi-gigi posterior
sehingga beberapa gigi di regio lainnya
tidak berkontak saat beroklusi

Ardhana W, 2011
Desain Alat

Secara umum, komponen alat orthodonti lepasan dibedakan menjadi 4, yaitu:

a. Komponen Aktif

b. Komponen Retentif

c. Komponen Pasif

d. Base plate / Lempeng Akrilik


Base plate / Basis Akrilik

Basis akrilik berfungsi sebagai tempat melekatnya komponen aktif dan pasif, menambah penjangkaran,
modifikasi basis (seperti ditambah anterior bite plane, posterior bite plane, incline bite plane, sekrup
ekspansi atau space maintainer).

(Soeprapto, 2017).
●  
Syarat dari basis akrilik, yaitu :

● Menutupi seluruh palatum keras (RA) atau vestibulum lingualis (RB),

● Menekan ringan mukosa palatal/lingual untuk meningkatkan retensi

● Tebal 2mm (harus cukup tebal untuk tempat pegas dan tidak mudah patah; serta

harus cukup tipis agar nyaman dipakai)

● Permukaan halus, mengkilap, tidak berporus

● Batas posterior pada gigi penjangkaran

(Soeprapto, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Ekaputri A, et al. Kebutuhan Perawatan Ortodonti Pada Anak Usia 12-14 Tahun,
Suku Jawa Di Surabaya Berdasarkan Index Orthodontic Treatment Need.
2016. PhD Thesis. Universitas Airlangga.
Haryanti N, Wibowo D, Wardani IK. Hubungan status sosial ekonomi orang tua
dengan tingkat kebutuhan perawatan ortodonti siswa SMPN 1 Marabahan.
Dentin, 2020, 4.2.
Sinarsari NM, Sutana IG. Seni Mendeteksi Penyakit Melalui Lidah Dalam Budaya
Pengobatan Tradisional Tiongkok. JURNAL YOGA DAN KESEHATAN.
2021 Mar 31;4(1):11-20.
Solossa N, Mengko SK, Tamus AY. Kesehatan Tenggorok pada Siswa di Sekolah
Dasar Negeri 11 Manado. Medical Scope Journal. 2021 Jun 27;3(1):90-3.
DAFTAR PUSTAKA

Rahardjo Pambudi. Diagnosis Ortodontik. Surabaya: Airlangga University Press;


2011. p80.
Rahardjo Pambudi. Ortodontik Dasar. Ed 2. Surabaya: Airlangga University
Press; 2012. p70.
Raharjo P. 2016. Ortodonti Dasar Ed. 2. Airlangga University Press; Surabaya.
Iswari H. 2013. Gigi Supernumerary dan Perawatan Ortodonsi. E-Journal
WIDYA Kesehatan dan Lingkungan; 1(1): 37-45.
Raharjo P. 2014. Diagnosis Ortodontik. Airlangga University Press.
Cholld Z. 2013. Celah Palatum (Palatoscizis). Stomatognatic; 10(2): 99.
DAFTAR PUSTAKA

Buku pegangan peranti ortodonti lepasan, Pambudi R. & Soekotjo D., Bag. Ort. FKG Unair, 2003

O-Atlas : atlas of orthodontics and orofacial orthopedic technique, Ursula W., Dentaurum, 2007

Handbook of Orthodontics, Cobourne MT, Di Biase AT, London, Elsevier, 2011, p.209 – 235

Ardhana W. Perawatan Gigitan Silang Gigi Depan Pada Gigi Susu Dengan Dataran Gigitan Miring

Akrilik Cekat. Majalah Kedokteran Gigi. Yogyakarta. 2011;18(2):195-199.

Soeprapto A. 2017. Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran Gigi. Yogyakarta: Jembatan Merah.

Rahardjo Pambudi. 2009. Peranti Ortodonti Lepasan. AUP.


DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin M Dan Thalib B. Vertical Dimension Measurement Directly On The Face And
Indirectly By Cephalometric Analysis. Makassar Dental Journal. 2019; 8(1): 27-32.
Asmawati, Thalib B, Tamril R. Perubahan Morfologi Gigi Permanen Akibat Bruksisma.
Dentofacial. 2014;13(2):121.
Rahardjo P. 2014. Diagnosis Ortodontik. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR.
Christiono S, Agusmawanti P. 2018. Penatalaksanaan Anterior Crossbite dengan Incline Bite Plane
Lepasan. Indonesian Journak of Paediatric. 1(2): 184-187.
Leonardi R, et al. 2020. Evaluation of Mandibular Symmetry and Morphology in Adult Patients
with Unilateral Posterior Crossbite: a CBCT Study Using a Surface-to-Surface Matching
Technique. Europian Journal of Orthodontics. 1-8.
Staley RN, Reske NT. Essentials of Orthodontics Diagnosis and Treatment. UK: Blackwell
Publishing; 2011.
Terima Kasih!

Anda mungkin juga menyukai