Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PRAKTIKUM

“GLASS IONOMER CEMENT (GIC)”

DOSEN PEMBIMBING PRAKTIKUM :


drg. Muhammad Yanuar Ichrom Nahzi, Sp.KG

DISUSUN OLEH :
SANDRIA APRILANO
1811111310006

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya lah
maka penyusun dapat menyelesaikan makalah praktikum dental material yang
berjudul ” Glass Ionomer Cement (GIC)” dengan dosen pembimbing praktikum
drg. Muhammad Yanuar Ichrom Nahzi, Sp.KG. Kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaian makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada drg. Muhammad Yanuar Ichrom
Nahzi, Sp.KG selaku pembimbing praktikum yang membimbing kami sehingga
praktikum berjalan baik dan lancar.
Pembuatan makalah ini bertujuan memenuhi tugas praktikum dental
material. Dengan selesainya makalah ini semoga dapat menjadi referensi baik
pada institusi pendidikan dokter gigi guna kelancaran kegiatan belajar mengajar.
Penyusun menyadari keterbatasan akan literatur dan sumber informasi terkait
kajian dalam makalah, untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan dan bermanfaat bagi kita semua.

Banjarmasin, 13 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................1
1.3 Tujuan Praktikum.............................................................................1
1.4 Manfaat Praktikum...........................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................3
2.1 Definisi GIC.....................................................................................3
2.2 Komposisi GIC.................................................................................3
2.3 Sifat GIC...........................................................................................4
2.4 Klasifikasi GIC ................................................................................4
2.5 Kelebihan dan Kekurangan GIC......................................................6
2.6 Manipulasi GIC................................................................................6
2.7 Mekanisme Polimerisasi GIC...........................................................7
BAB III METODE PRAKTIKUM...........................................................9
3.1 Bahan ...............................................................................................9
3.2 Alat...................................................................................................9
3.3 Cara Kerja.......................................................................................10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................12
4.1 Hasil Percobaan.............................................................................12
4.2 Hasil Pengamatan..........................................................................12
4.3 Pembahasan...................................................................................12
BAB V PENUTUP....................................................................................13
5.1 Kesimpulan.....................................................................................13
5.2 Saran...............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Semen  ionomer kaca pertama diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada
tahun 1971, yang merupakan  gabungan dari semen silikat dan semen
polikarboksilat dengan tujuan untuk mendapatkan sifat translusen, pelepasan flour
dari semen silikat dan kemampuan untuk melekat secara kimia pada struktur gigi
dari semen polikarboksilat. Semen ionomer kaca ialah bahan restorasi yang paling
akhir berkembang dan mempunyai sifat perlekatan yang baik. Sifat utama semen
ionomer kaca adalah kemampuan utama untuk melekat pada email dan dentin
tanpa ada penyusutan atau panas yang bermakna, mempunyai sifat
biokompatibilitas dengan jaringan periodontal dan pulpa, ada pelepasan flour
yang berfungsi sebagai antimikroba dan kariostatik, kontraksi volume pada
pengerasan sedikit, koefesien ekspansi termal sama dengan struktur gigi
(Annusavice, 2003).

Meskipun semen restorasi  digunakan untuk restorasi sementara maupun


jangka panjang, juga diperlukan untuk aplikasi lain misalnya sebelum penempatan
restorasi, pulpa dapat terganggu atau terluka oleh berbagai sebab, misalnya karies
atau preparasi kavitas. Untuk melindungi pulpa terhadap trauma lebih lanjut,
seringkali ditempatkan alas penahan panas di bawah tambalan logam,dan bahan-
bahan penutup pulpa serta pelapik kavitas pada permaukaan kavitas. Semen
ionomer kaca diindikasikan untuk kavitas kelas III dan kelas V yang tidak terlalu
membutukan estetik yang tinggi (Powers, 2008).

Ada dua sifat utama Semen Ionomer Kaca yang menjadikan bahan ini
diterima sebagai salah satu bahan kedokteran gigi yaitu karena kemampuannya
melekat pada enamel dan dentin dank arena kemampuannya dalam
melepaskan fluoride. Salah satu karakteristik dari Semen Ionomer Kaca adalah
kemampuannya untuk berikatan secara kimiawi dengan jaringan mineralisasi
melalui mekanisme pertukaran ion. Mekanisme perlekatan dengan struktur gigi
terjadi oleh karena adanya peristiwa difusi dan absorbs yang dimulai ketika bahan
berkontak dengan jaringan gigi. Beberapa penelitian telah membuktikan sifat
antikariogenik Semen Ionomer Kaca dalam melawan kariogenik. Penelitian yang
dilakukan oleh Forss membuktikan bahwa ternyata tidak hanya fluoride yang
dilepas tetapi juga aluminium, sodium, kalsium dan strontium (Craig, 2004).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari GIC ?
2. Apa fungsi dari GIC ?
3. Bagaimana sifat- sifat dari GIC ?
4. Klasifikasi dari GIC ?
5. Kelebihan dan kekurangan GIC ?
6. Bagaimana mekanisme setting GIC ?

1.3 Tujuan Praktikum


1. Untuk mengetahui definisi dari GIC
2. Untuk mengetahui fungsi dari GIC.
3. Untuk mengetahui sifat- sifat dari GIC.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari GIC.
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari GIC.
6. Untuk mengetahui mekanisme setting dari GIC
1.4 Manfaat Praktikum
1. Diketahuinya definisi dari GIC.
2. Diketahuinya fungsi dari GIC.
3. Diketahuinya sifat- sifat dari GIC.
4. Diketahuinya klasifikasi dari GIC.
5. Diketahuinya kelebihan dan kekurangan dari GIC.
6. Diketahuinya mekanisme setting dari GIC
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi GIC
Glass ionomer cement (GIC) adalah nama generik dari sekelompok bahan
yang menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. GIC sering
disebut dengan ASPA (Alumine Silicate and Polyacrylic Acid ). Reaksi yang
terbentuk dari GIC adalah reaksi antara alumina silikat kaca dalam
bentuk powder dengan asam poliakrilik sebagai liquid. Selain sebagai bahan
restorasi GIC dapat digunakan sebagai bahan perekat, bahan pengisi untuk
restorasi gigi anterior dan posterior, pelapis kavitas, penutup pit dan fisur, bonding
agent pada resin komposit, serta sebagai semen adhesif pada perawatan ortodontik
(Anusavice, 2013).
2.2 Komposisi GIC
a. Komposisi Bubuk
Bubuk Semen Ionomer Kaca adalah kaca alumina-silikat. Walaupun
memiliki karakteristik yang sama dengan silikat tetapi perbandingan alumina-
silikat lebih tinggi pada semen silikat.
1. SiO2 (quartz) 29%
2. Al2O3 (alumina) 16,6%
3. CaF2 (fluoride) 34,2%
4. Na3AlF6 (cryolite) 5,0%
5. AlF3 5,3%
6. AlPO4 9,9 %

b. Komposisi Cairan
Cairan ( liqud ) yang digunakan semen Ionomer Kaca adalah larutan dari
asam poliakrilat dalam konsentrasi kira-kira 40%-50%. Cairan ini cukup kental
cenderung membentuk gel setelah beberapa waktu. Pada sebagian besar semen,
cairan asam poliakrilat adalah dalam bentuk kopolimer dengan asamitikonik,
maleic atau asam trikarbalik. Asam-asam ini cenderung menambah resktifitas dari
cairan, mengurangi kekentalan dan mengurangi kecenderungan membentuk
gel.        
Asam tartarik juga terdapat dalam cairan yang memperbaiki karakteristik
manipulasi dan meningkatkan waktu kerja, tetapi memperpendek pengerasan.
Terlihat peningkatan yang berkesinambungan secara perlahan pada kekentalan
semen yang tidak mengendung asam tartaric. Kekentalan semen yang
mengandung asam tartaric tidak menunjukkan kenaikan kekentalan.
            Ketika bubuk dan cairan semen ionomer kaca dicampurkan, cairan asam
akan memasuki permukaan partikel kaca kemudian bereaksi dengan membentuk
lapisan semen tipis yang akan mengikuti inti. Selain cairan asam, kalsium,
aluminium, sodium sebagai ion-ion fluoride pada bubuk semen ionomer kaca
akan memasuki partikel kaca yang akan membentuk ion kalsium (Ca2+)
kemudian ion aluminium (Al3+) dan garam fluor yang dianggap dapat mencegah
timbulnya karies sekunder. Selanjutnya partikel-partikel kaca lapisan luar
membentuk lapisan (Anusavice, 2013).
2.3 Sifat GIC
a. Sifat Fisik.
1) Anti karies ion fluor yang dilepaskan terus menerus membuat gigi lebih tahan
terhadap karies.
2) Termal ekspansi sesuai dengan dentin dan enamel
3) Tahan terhadap abrasi, ini penting khususnya pada penggunaan dalam
restorasi dari groove.

b. Sifat Mekanis.
1)      Compressive strength: 150 Mpa, lebih rendah dari silikat
2)      Tensile strength : 6,6 Mpa, lebih tinggi dari silikat
3)      Hardness : 4,9 KHN, lebih lunak dari silikat
4)      Frakture toughness : beban yang kuat dapat terjadi fraktur.

c. Sifat Kimia.
            Semen ionomer kaca melekat dengan baik ke enamel dan dentin,
perlekatan ini berupa ikatan kimia antara ion kalsium dari jaringan gigi dan ion
COOH dari semen ionomer kaca. Ikatan dengan enamel dua kali lebih besar
daripada ikatannya dengan dentin. Dengan sifat ini maka kebocoran tepi tambalan
dapat dikurangi. Semen ionomer kaca tahan terhadap suasana asam, oleh karena
adanya ikatan silang diantara rantai-rantai semen ionomer kaca. Ikatan ini terjadi
karena adanya polyanion dengan berat molekul yang tinggi (Philips, 2003)

d. Sifat Biologis
Semen ionomer kaca tidak mengiritasi pulpa atau jaringan lunak lainnya,
maka semen ini merupakan bahan yang biokompatibilitas dan tahan terhadap
asam yaitu:
1) Kontinuitas antar semen ionomer kaca dengan permukaan luar gigi baik
dan dapat mencegah terbentuknya micro leakage dan plak.
2) Toleransi pulpadentinal organ terhadap semen ionomer kaca (Anusavice,
2013).

2.4 Klasifikasi GIC


Berdasarkan kegunaannya, GIC terbagi menjadi tipe I (luting cements),
tipe II (restorasi), tipe III (liners and bases), Type IV (Fissure Sealants), Type
V (Orthodontic Cements), Type VI (Core build up), Type VII - Fluoride releasing,
Type VIII ART (atraumatic restorative technique), Type IX (deciduous teeth
restoration).

a. Tipe I – Luting Cements


            GIC tipe luting semen sangat baik untuk sementasi permanen mahkota,
jembatan,veneer dan lainnya. Dapat digunakan sebagai liner komposit. Secara
kimiawi berikatan dengan dentin enamel, logam mulia dan porselen. Memiliki
translusensiyang baik dan warna yang baik, dengan kekuatan tekan tinggi. GIC
yang diberikan pada dasar kavitas akan menghasilkan ion fluorida serta
berkurangnya sensitifitasgigi, perlindungan pulpa dan isolasi. Hal ini mengurangi
timbulnya kebocoran mikro ( micro-leakage) ketika digunakan sebagai semen
inlay komposit atau onlay (Craig, 2004).

b. Tipe II – Restorasi
            Karena sifat perekatnya, kerapuhan dan estetika yang cukup memuaskan,
GIC juga digunakan untuk mengembalikan struktur gigi yang hilang seperti abrasi
servikal. Abrasi awalnya diakibatkan dari iritasi kronis seperti kebiasaan menyikat
gigi yang terlalu keras (Craig, 2004).

c. Tipe III – Liners and Bases


            Pada teknik sandwich, GIC dilibatkan sebagai pengganti dentine, dan
komposit sebagai pengganti enamel. Bahan-bahan lining dipersiapkan dengan
cepat untuk kemudian menjadi reseptor bonding pada resin komposit (kelebihan air
pada matriks GIC dibersihkan agar dapat memberikan kekasaran mikroskopis
yang nantinya akan ditempatkan oleh resin sebagi pengganti enamel (Anusavice,
2003).

d. Tipe IV – Fissure Sealants


            GIC tipe IV dapat digunakan juga sebagai fissure sealant. Pencampuran
bahan dengan konsistensi cair, memungkinkan bahan mengalir ke lubang dan
celah gigi posterior yang sempit (Powers, 2008).

e. Tipe V - Orthodontic Cements


            Pada saat ini, braket ortodonti paling banyak menggunakan bahan resin
komposit. Namun GIC juga memiliki kelebihan tertentu. GIC memiliki ikatan
langsung ke jaringan gigi oleh interaksi ion Polyacrylate dan kristal hidroksiapatit,
dengan demikian dapat menghindari etsa asam. Selain itu, GIC memiliki efek
antikariogenik karena kemampuannya melepas fluor. Bukti dari tinjauan
sistematis uji klinis menunjukkan tidak adanya perbedaan dalam tingkat
kegagalan braket Ortodonti antara resin modifikasi GIC dan resin adhesif
(Powers, 2008).

f. Tipe VI – Core build up


            Beberapa dokter gigi menggunakan GIC sebagai inti (core), mengingat
kemudahan GIC dalam jelas penempatan, adhesi, fluor yang dihasilkan, dan baik
dalam koefisienekspansi termal. Logam yang mengandung GIC (misalnya cermet,
Ketac perak, EspeGMbH, Germanyn) atau campuran GIC dan amalgam telah
populer. Saat ini, banyak GIC konvensional yang radiopaque lebih mudah untuk
menangani daripada logam yang mengandung bahan-bahan lain. Namun demikian,
banyak yang menganggap GIC tidak cukup kuat untuk menopang inti (core). Maka
direkomendasikan bahwa gigi harus memiliki minimal dua dinding utuh jika
menggunakan GIC (Powers, 2008).

g. Tipe VII - Fluoride releasing


            Banyak laboratorium percobaan telah mempelajari fluorida yang
dihasilkan GIC dibandingkan dengan bahan lainnya. Namun, tidak ada review
sistematis dengan atau tanpa meta-analisis yang telah dilakukan. Hasil dari satu
percobaan, dengan salah satu tindak lanjut periode terpanjang, menemukan bahwa
GIC konvensional menghasilkan fluorida lima kali lebih banyak daripada
kompomer dan 21 kali lebih banyak dari resin komposit dalam waktu 12 bulan.
Jumlah fluorida yang dihasilkan, selama 24 jam periode satu tahun setelah
pengobatan, adalah lima sampai enam kali lebih tinggidari kompomer atau
komposit yang mengandung fluor (Craig, 2004).

h. Tipe VIII - ART (atraumatic restorative technique)


                ART adalah metode manajemen karies yang dikembangkan untuk digunakan
dinegara-negara dimana tenaga terampil gigi dan fasilitas terbatas namun
kebutuhan penduduk tinggi. Hal ini diakui oleh organisasi kesehatan dunia.
Teknik menggunakan alat-alat tangan sederhana (seperti pahat dan excavator)
untuk menerobos enamel dan menghapus karies sebanyak mungkin. Ketika karies
dibersihkan,rongga yang tersisa direstorasi dengan menggunakan GIC viskositas
tinggi. GIC memberikan kekuatan beban fungsional (Craig, 2004).

i. Tipe IX - Deciduous teeth restoration


            Restorasi gigi susu berbeda dari restorasi di gigi permanen karena
kekuatan kunyahdan usia gigi. Pada awal tahun 1977, disarankan bahwa semen
ionomer kaca dapat memberikan keuntungan restoratif bahan dalam gigi susu
karena kemampuan GIC untuk melepaskan fluor dan untuk menggantikan
jaringan keras gigi, serta memerlukan waktu yang cepat dalam mengisi kavitas.
Hal ini dapat dijadikan keuntungan dalam merawat gigi pada anak-anak. Namun,
masih diperlukan tinjauan klinis lebih lanjut (Craig, 2004)

2.5 Kelebihan dan Kekurangan GIC


            Sebelum mengapliksikan bahan GIC seorang operator harus mengetahui
kekurangan dan kelebihan dari bahan yang akan digunakan agar nantinya dapat
dipertimbangkan bahan yang cocok untuk diaplikasikan pada kavitas.  Adapun
kelebihan dan kekurangan dari bahan restorasi GIC adalah  sebagai berikut :
kelebihan:
1)      Potensi antikariogenik
2)      Translusen
3)      Biokompatibel
4)      Melekat secara kimia dengan struktur gigi
5)      Sifat fisik GIC yang stabil
6)      Mudah dimanipulasi.
Kekurangan :
1)      Water in and water out
2)      Compressive strenght  kurang baik
3)      Resistensi terhadap abrasi menurun
4)      Estetik kurang baik
5)      Warna tambalan lebih opaque, sehingga dapat dibedakan secara jelas antara
tambalan dengan gigi asli (Anusavice, 2013).

2.6 Manipulasi GIC


Untuk mencapai restorasi yang tahan lama dan prostesis yang tetap kuat,
kondisi-kondisi untuk GIC berikut harus dipenuhi:
a. permukaan gigi yang disiapkan harus bersih dan kering,
b. konsistensi campuran semen harus memungkinkan untuk dapat
melapisi seluruh permukaan yang bergelombang dan dudukan prostesis,
c. semen yang berlebih harus dikeluarkan pada waktu yang tepat,
d. permukaan harus selesai tanpa pengeringan yang berlebihan, dan
e. perlindungan permukaan restorasi harus dipastikan untuk mencegah
retak atau disolusi.

Kondisi-kondisi ini serupa untuk aplikasi luting, tetapi tidak dibutuhkan


finishing permukaan. Semen Ionomer Kaca merupakan sistem bubuk-cairan yang
dikemas di dalam botol atau kapsul. Botol bubuk harus disentak dengan lembut
sebelum pengeluaran. Bubuk dan cairan dikeluarkan pada  paper pad  atau glass
lab. Bubuk dibagi menjadi dua bagian yang sama. Bagian pertama dari bubuk dicampur
dengan spatula kaku ke dalam cairan sebelum bagian berikutnya ditambahkan.
Waktu pencampuran antara 30 hingga 60 detik, tergantung pada produk. Semen
digunakan segera karena working time setelah pencampuran sekitar 2 menit pada
22oC. Pendinginan mixing lab memperlambat setting reaction dan
memberikan tambahan working time. Semen tidak boleh digunakan dalam bentuk
”kulit” pada permukaan atau ketika konsistensi terasa menjadi lebih tebal. Hindari
kontak dengan air selama aplikasi ruangan harus diisolasi sepenuhnya. Semen
setting di dalam mulut sekitar 7 menit dari awal pencampuran (Anusavice, 2013).

2.7 Reaksi Polimerisasi GIC


Reaksi pengerasan dimulai saat cairan asam polielektrolit berkontak
dengan permukaan kaca aluminosilikat yang kelak akan menghasilkan pelepasan
sejumlah ion. GIC mengalami 3 fase reaksi pengerasan yang berbeda dan saling
overlapping. Fase pertama adalah fase pelepasan ion yang diawali reaksi ionisasi
radikal karboksil (COOH) yang terdapat dalam rantai asam (asam poliakrilat)
menjadi ion COO- (ion karboksilat) dan ion H+. Ion H+ bereaksi pertama kalipada
permukaan partikel kaca menyebabkan terlepasnya ion-ion seperti Ca2+ dan Na+
ke dalam cairan. Kemudian ion H+ tersebut berpenetrasi kembali hinggamencapai
struktur yang kurang terorganisasi menyebabkan terlepasnya ion Al3+. Saat fase
ini, dilepaskan panas dengan suhu berkisar antara 3oC sampai 7oC. Semakin besar
rasio bubuk dan cairan GIC maka panas yang dilepaskan akan semakin besar.
            Selama tahap awal tersebut terjadi, GIC berikatan dengan struktur gigi.
Secara fisik GIC terlihat berkilau. Penempatan pada struktur gigi harus dilakukan
padafase ini karena matriks poliasam bebas yang dibutuhkan untuk perlekatan ke
gigitersedia dalam jumlah yang maksimum. Pada tahap akhir dari fase pelepasan
ionini, yang ditandai dengan hilangnya tampilan berkilau GIC, matriks
poliasambebas bereaksi dengan kaca sehingga kurang mampu berikatan dengan
strukturgigi atau struktur lainnya.
            Fase kedua dari reaksi pengerasan GIC adalah fase hidrogel. Fase hidrogel
terjadi 5 sampai 10 menit setelah pencampuran dilakukan. Selama fase ini, ion-
ionkalsium yang dilepas dari permukaan kaca akan bereaksi dengan rantai
poliasam polianionik yang bermuatan negatif untuk membentuk ikatan silang
ionik. Pada fase hidrogel ini mobilitas rantai polimer berkurang sehingga
menyebabkan terbentuknya gelasi awal matriks ionomer. Selama fase hidrogel
berlangsung,permukaan GIC harus dilindungi dari lingkungan yang lembab dan
kering karena ion kalsium yang bereaksi dengan rantai poliasam polianionik
mudah larutdalam air. Jika GIC tidak dilindungi, maka ikatan silang ionik yang
mudah laruttersebut akan melemahkan GIC secara keseluruhan dan terjadi
penurunan derajat translusensi sehingga turut mempengaruhi estetika (Powers,
2008).
            Pada fase hidrogel ini, GIC memiliki bentuk yang keras dan opak.
Opaksitas tersebut disebabkan adanya perbedaan yang besar pada indeks refraksi
antara filler kaca dan matriks. Opaksitas GIC ini sifatnya sementara dan
akanmenghilang selama reaksi pengerasan akhir terjadi. Fase terakhir adalah gel
poligaram, yang terjadi ketika GIC mencapai pengerasan akhir, dapat berlanjut
selama beberapa bulan. Matriks yang terbentuk akan menjadi mature ketika ion-
ion aluminium, yang pelepasannya dari permukaan kaca lebih lambat, terikat ke
dalam campuran semen membantu membentuk hidrogel poligaram yang
menyebabkan semen menjadi lebih kaku (Anusavice, 2013).
            Fase gel poligaram ini menyebabkan GIC terlihat lebih menyerupai gigi,
disebabkan indeks refraksi gel silika yang mengelilingi filler kaca hampir sama
dengan matriks. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya penyebaran cahaya dan
opaksitas. Jika GIC masih terlihat opak, maka hal tersebut mengindikaGICan
bahwa gel poligaram tidak terbentuk disebabkan karena adanya kontaminasi
air. GIC yang telah mengeras secara sempurna terdiri atas tiga komponen, yaitu
kaca pengisi, gel silika, dan matriks poliasam.
Tiga tahap dlm reaksi pengerasan GIC
1. Dissolution
Terdekomposisinya 20-30% partikel glass & lepasnya ion-ion dari partikel
glass (kalsium, stronsium, alumunium) akibat serangan dari rantai polyacid à
cement sol.
2. Gelation/hardening
1. Ion-ion kalsium/stronsium &alumunium terikat pada polianion
pada grup polikarboksilat
2. 4-10 menit setelah mixing à pembentukan rantai kalsium à fragile
& highly soluble in water (water loss& water in)
3. 24 jam setelah mixing à alumunium terikat pada matriks semen
(rantai alumunium) à strong & insoluble à physical propersties
4. Sejalan dgn penaikan ph à silica gel à mengikat bubuk pada
matriks
3. Hydration of salt
Terjadi proses hidrasi yg progressive dari garam matriks à perbaikan sifat-
sifat GIC (Powers, 2008).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan
A. Bubuk dan cairan glass ionomer cement tipe II

3.2 Alat
A. Pengaduk plastik

B. Papper pad

C. Lempeng kaca

D. Cetakan plastik
E. Plastic filling instrument
F. Sonde

3.3 Cara Kerja


a. Ambil bubuk sebanyak 1 sendok takar, letakkan di atas papper pad.

b. Cairan diteteskan sebanyak 1 tetes, dengan cara memegang botol secara


vertikal kemudian ditekan perlahan- lahan, diteteskan di dekat bubuk
sesuai dengan aturan pabrik

c. Waktu awal pencampuran dicatat menggunakan stopwatch. Bubuk dibagi


menjadi dua bagian. Bagian pertama dicampur dengan cairan selama 5
detik, kemudian ditambahkan bubuk bagian kedua dan diaduk dengan
gerakan melipat kurang lebih selama 10 detik sampai homogen. Total
waktu pencampuran adalah 20 detik.
d. Adonan dimasukkan ke dalam cetakan dengan menggunakan plastic
filling instrument kemudian permukaan diratakan. Working time mulai dari
awal pengadukan sampai 1,5 menit.

e. Hitung setting time dengan cara menusuk permukaan adonan pada cetakan
menggunakan sonde sampai adonan tidak dapat ditusuk lagi, hitung waktu
dari awal pencampuran sampai adonan tidak dapat ditusuk lagi.

f. Ulangi percobaan dengan mengguakan rasio bubuk dan cairan yang


berbeda (2 : 1 dan 1 : 2)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

No. Percobaan Setting Time


Rasio P : L (menit)
1 I 1:1 3,48
2 II 2:1 2,30
3 III 1:2 4,05

4.2 Hasil Pengamatan


Hasil dari percobaan I menunjukkan rasio bubuk dan cairan 1 : 1
menunjukkan setting time 3 menit 48 detik dihitung sejak awal pencampuran.
Kemudian hasil dari percobaan II dengan rasio P : L yang berbeda yaitu 2 : 1
mengalami setting time lebih cepat dibandingkan percobaan I, dengan setting time
selama 2 menit 30 detik, setelah itu hasil percobaan III menunjukkan dengan rasio
1 : 2 ( P : L ) mengalami setting time yang lebih lambat dibandingkan percobaan I
dan II.
4.3 Pembahasan
Hasil praktikum menunjukkan bahwa dengan perbedaan rasio antara bubuk
dan cairan akan menghasilkan perbedaan pada setting time. Semakin sedikit
bubuk yang ditambahkan maka setting time akan semakin lama, sedangkan
apabila bubuk ditambahkan semakin banyak maka setting time menjadi lebih
pendek. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin sedikit
bubuk yang ditambahkan maka setting time semakin lama. Pada rasio normal (1 :
1), ketika bubuk dan cairan GIC dicampurkan, bubuk akan melepaskan ion
kalsium (Ca2+ ) dan ion aluminium (Al 3+). Kemudian terjadi cross-link antara
kation dengan polyacid sehingga membentuk garam polyalkenoate yang dapat
membuat permukaan menjadi keras (setting). Pada rasio encer (1 : 2), bubuk akan
menghasilkan Ca2+ dan Al3+ dengan jumlah yang sedikit sehingga Cross-link yang
terjadi antara kation dengan polyacid membentuk polyalkenoate akan berlangsung
lama karena terdapat sisa asam yang menunggu kation dari bubuk terurai untuk
melakukan cross-link. Pada percobaan dengan rasio kental (2 : 1), jumlah Ca2+ dan
Al3+ yang dilepas bubuk jauh lebih banyak dibandingkan cairan asam sehingga
reaksi setting berlangsung lebih cepat dari normal. Penambahan asam tartaric juga
dapat memperpanjang working time tetapi memperpendek setting time (McCabe,
2008).
Keuntungan dari campuran yang lebih sedikit bubuknya diantaranya adalah
mudahnya pencampuran bubuk dan cairan pada saat manipulasi, selain itu sifat
fisik dari tumpatan lebih halus. Sedangkan kerugiannya adalah campuran menjadi
lengket dan dengan banyaknya kelebihan cairan menjadi lebih mudah larut dalam
saliva. Sedangkan jika bubuk yang ditambahkan terlalu banyak maka tumpatan
akan rapuh dan lemah serta tampak tidak halus permukaannya.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Glass Ionomer Cement (GIC) merupakan bahan restoratif dalam
kedokteran gigi yang komposisinya terdiri dari bubuk dan cairan. Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilakukan dari masing- masing hasil percobaan
menghasilkan perbedaan setting time karena adanya perbedaan rasio antara bubuk
dan cairan. Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa semakin besar rasio
bubuk dibandingkan cairan maka semakin pendek setting time dari GIC, tetapi
jika rasio cairannya lebih besar dari bubuk, maka setting time GIC akan semakin
pendek.

5.2 Saran
Melalui penyusunan makalah ini diharapkan kita dapat memahami tentang
Glass Ionomer Cement (GIC), dan kita dapat menerapkan pengetahuan yang
didapat dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, KJ 2003,Phillips’ Science of Dental Material 11th ed, St.


Louis:Saunders Elsevier Ltd.
Anusavice KJ. 2013. Phillip’s Science of Dental Materials. 12th Ed. Missouri:
Elsevier Saunders.
Craig, Robert G., Powers, John M., Wataha, John C. 2004. Dental
Materials Properties and Manipulation 9th Edition. Mosby
Elsevier, Missouri.
McCabe JF, Walls AWG. 2008. Applied dental materials. 9th ed. Oxford:
Blackwell Publishing Ltd.
McCabe, JF and Walls, AWG 2008, Applied Dental Materials 9th ed., Victoria:
Blackwell, Inc.
McCabe John F, Walls Angus W. G. 2014. Bahan kedokteran gigi edisi 9.
Jakarta : EGC,.
McCabe JF, Walls AWG. 2016. Bahan Kedokteran Gigi. Ed. 9. Jakarta: EGC.
Phillips. Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi 10 th ed, Jakarta. EGC, 2003.
Powers JM, Sakaguchi RL. Craig’s Restorative Dental Materials. 9th ed.
Missouri: Mosby Elsevier; 2004

Anda mungkin juga menyukai