Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Semen  ionomer kaca pertama diperkenalkan oleh Wilson dan Kent pada
tahun 1971, yang merupakan  gabungan dari semen silikat dan semen polikarboksilat
dengan tujuan untuk mendapatkan sifat translusen, pelepasan flour dari semen silikat
dan kemampuan untuk melekat secara kimia pada struktur gigi dari semen
polikarboksilat. Semen ionomer kaca ialah bahan restorasi yang paling akhir
berkembang dan mempunyai sifat perlekatan yang baik. Sifat utama semen ionomer
kaca adalah kemampuan utama untuk melekat pada email dan dentin tanpa ada
penyusutan atau panas yang bermakna, mempunyai sifat biokompatibilitas dengan
jaringan periodontal dan pulpa, ada pelepasan flour yang berfungsi sebagai
antimikroba dan kariostatik, kontraksi volume pada pengerasan sedikit, koefisien
ekspansi termal sama dengan struktur gigi (Noort,2003)
Meskipun semen restorasi  digunakan untuk restorasi sementara maupun
jangka panjang, juga diperlukan untuk aplikasi lain misalnya sebelum penempatan
restorasi, pulpa dapat terganggu atau terluka oleh berbagai sebab, misalnya karies
atau preparasi kavitas. Untuk melindungi pulpa terhadap trauma lebih lanjut,
seringkali ditempatkan alas penahan panas di bawah tambalan logam,dan bahan-
bahan penutup pulpa serta pelapik kavitas pada permaukaan kavitas. Semen ionomer
kaca diindikasikan untuk kavitas kelas III dan kelas V yang tidak terlalu membutukan
estetik yang tinggi (Annusavice,2004).
Ada dua sifat utama Semen Ionomer Kaca yang menjadikan bahan ini
diterima sebagai salah satu bahan kedokteran gigi yaitu karena kemampuannya
melekat pada enamel dan dentin dank arena kemampuannya dalam melepaskan
fluoride. Salah satu karakteristik dari Semen Ionomer Kaca adalah kemampuannya
untuk berikatan secara kimiawi dengan jaringan mineralisasi melalui mekanisme
pertukaran ion. Mekanisme perlekatan dengan struktur gigi terjadi oleh karena adanya
peristiwa difusi dan absorbs yang dimulai ketika bahan berkontak dengan jaringan
gigi. Beberapa penelitian telah membuktikan sifat antikariogenik Semen Ionomer
Kaca dalam melawan kariogenik. Penelitian yang dilakukan oleh Forss membuktikan
bahwa ternyata tidak hanya fluoride yang dilepas tetapi juga aluminium, sodium,
kalsium dan strontium (Batubara, 2011)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, sifat dan komposisi Semen Ionomor Kaca?
2. Apa saja tipe-tipe dan klasifikasi dari Semen Ionomer Kaca?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari Semen Ionomor Kaca?
4. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari Semen Ionomer Kaca?
5. Bagaimana teknik dan desain preparasi dari Semen Ionomor Kaca?
6. Bagaimana cara manipulasi dari Semen Ionomer Kaca?
7. Bagaiman reaksi pengerasan dari Semen Ionomer Kaca?
8. Apa saja bahan pelindung Semen Ionomer Kaca?

1.3 Tujuan
Diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa IIK Kediri khususnya
Fakultas Kedokteran Gigi dapat memahami tentang Semen Ionomer Kaca dan
diharapkan mampu mengaplikasikannya dengan baik dan benar.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Semen Ionomer Kaca (SIK)

Semen ionomer kaca adalah bahan restorasi yang paling akhir berkembang
dan mempunyai sifat perlekatan yang baik. Semen ini melekat pada enamel dan
dentin melalui ikatan kimia. Kekurangan SIK jika dibandingkan dengan bahan
tumpatan lain adalah kurang estestik, sulit dipolish, dan mempunyai sifat  brittle
(Robert, 2002).
           Semen ionomer kaca terdiri dari campuran bubuk dan cairan yang
kemudian dicampur dengan air. Bubuk semen ionomer kaca adalah kaca
aluminosilikat dan cairannya adalah larutan dari asam poliakrilik.  Beberapa sifat
yang dimiliki semen ionomer kaca adalah bersifat biokompatibilitas terhadap
jaringan gigi, sifat perlekatan baik secara kimia terhadap dentin dan enamel, serta
mempunyai beberapa sifat fisis (Robert, 2002).

Gambar 2.1 Semen Ionomer Kaca


Semen ionomer kaca melepaskan ion fluor dalam jangka waktu yang
cukup lama sehingga dapat menghilangkan sensitivitas dan mencegah terjadinya
karies sekunder. Kemampuan dalam melepaskan ion fluor terhadap compressive
strength dari bahan restorasi Semen ionomer kaca, mengakibatkan korelasi
negatif antara pelepasan ion fluoride dengan compressive strength. Bahan
material yang memiliki tingkat pelepasan ion fluoride yang lebih tinggi, secara
umum mempunyai kekuatan yang lebih rendah dari material yang memiliki
tingkat pelepasan ion fluoride yang rendah (Robert, 2002).

            Semen ionomer kaca sering disebut dengan ASPA (Alumine Silicate and
polyacrylic acid ). Reaksi yang terbentuk dari Semen ionomer kaca adalah reaksi
antara alumina silikat kaca dalam bentuk powder dengan asam poliakrilik sebagai
liquid. Selain sebagai bahan restorasi, Semen ionomer kaca dapat digunakansebagai
bahan perekat, bahan pengisi untuk restorasi gigi anterior dan posterior,
pelapiskavitas, penutup pit dan fisur, bonding agent pada resin komposit, serta sebagai
semen adhesif pada perawatan ortodontik. Ukuran partikel gelas Semen ionomer kaca
bervariasi, yaitu sekitar 50 µm sebagai bahan restorasi dan sekitar 20 µm sebagai
bahan luting (Robert, 2002).
2.1.1 Komposisi Semen Ionomer Kaca
Semen ionomer kaca terdiri dari bubuk dan cairan yang dapat mengeras
setelah dilakukan manipulasi.
a. Komposisi Bubuk
            Bubuk Semen Ionomer Kaca adalah kaca alumina-silikat. Walaupun memiliki
karakteristik yang sama dengan silikat tetapi perbandingan alumina-silikat lebih
tinggi pada semen silikat (Anusavice, 2003).
b. Komposisi Cairan
            Cairan yang digunakan semen Ionomer Kaca adalah larutan dari asam
poliakrilatdalam konsentrasi kira-kira 50%. Cairan ini cukup kental cenderung
membentuk gel setelah beberapa waktu. Pada sebagian besar semen, cairan asam
poliakrilat adalah dalam bentuk kopolimer dengan asamitikonik, maleic atau asam
trikarbalik. Asam-asam ini cenderung menambah resktifitas dari cairan, mengurangi
kekentalan dan mengurangi kecenderungan membentuk gel (Anusavice, 2003).
            Asam tartarik juga terdapat dalam cairan yang memperbaiki karakteristik
manipulasi dan meningkatkan waktu kerja, tetapi memperpendek pengerasan.
Terlihat peningkatan yang berkesinambungan secara perlahan pada kekentalan semen
yang tidak mengendung asam tartaric. Kekentalan semen yang mengandung asam
tartaric tidak menunjukkan kenaikan kekentalan (Anusavice, 2003).
Ketika bubuk dan cairan semen ionomer kaca dicampurkan, cairan asam akan
memasuki permukaan partikel kaca kemudian bereaksi dengan membentuk lapisan
semen tipis yang akan mengikuti inti. Selain cairan asam, kalsium, aluminium,
sodium sebagai ion-ion fluoride pada bubuk semen ionomer kaca akan memasuki
partikel kaca yang akan membentuk ion kalsium (Ca2+) kemudian ion aluminium
(Al3+) dan garam fluor yang dianggap dapat mencegah timbulnya karies sekunder.
Selanjutnya partikel-partikel kaca lapisan luar membentuk lapisan (Anusavice, 2003).

2.1.2 Sifat semen ionomer Kaca


a. Sifat Fisis
1. Anti karies ion fluor yang dilepaskan terus menerus membuat gigi lebih tahan
terhadap karies.
2. Termal ekspansi sesuai dengan dentin dan enamel
3. Tahan terhadap abrasi, ini penting khususnya pada penggunaan dalam restorasi dari
groove (Power, 2008).
b. Sifat Mekanis
1. Compressive strength: 150 Mpa, lebih rendah dari silikat
2. Tensile strength : 6,6 Mpa, lebih tinggi dari silikat
3. Hardness : 4,9 KHN, lebih lunak dari silikat
4. Frakture toughness : beban yang kuat dapat terjadi fraktur (Power, 2008).
c. Sifat Kimia
            semen ionomer kaca melekat dengan baik ke enamel dan dentin, perlekatan
ini berupa ikatan kimia antara ion kalsium dari jaringan gigi dan ion COOH dari
semen ionomer kaca. Ikatan dengan enamel dua kali lebih besar daripada ikatannya
dengan dentin. Dengan sifat ini maka kebocoran tepi tambalan dapat dikurangi.
Semen ionomer kaca tahan terhadap suasana asam, oleh karena adanya ikatan silang
diantara rantai-rantai semen ionomer kaca. Ikatan ini terjadi karena adanya polyanion
dengan berat molekul yang tinggi ( Anusavice, 2004).

2.2 Klasifikasi Semen Ionomer Kaca


2.2.1 Klasifikasi Semen Ionomer Kaca Berdasarkan Bahan Pengisi
a. Semen Ionomer Kaca Konvensional
Semen ionomer kaca secara luas digunakan untuk kavitas Klas V, hasil klinis
dari prosedur ini baik meskipun penelitian in vitro berpendapat bahwa semen ionomer
kaca modifikasi resin dengan ketahanan fraktur yang lebih tinggi dan peningkatan
kekuatan perlekatan memberikan hasil yang jauh lebih baik. Beberapa penelitian
berpendapat bahwa versi capsulated lebih menguntungkan karena pencampuran oleh
mesin sehingga memberikan sifat merekatkan yanglebih baik. Penggunaan semen
ionomer kaca telah meluas antara lain sebagai bahan perekat, pelapik dan bahan
restoratif untuk restorasi konservatif Klas I danKlas II karena sifatnya yang berikatan
secara kimia pada struktur gigi danmelepaskan fluorida. Selain itu respon pasien juga
baik karena teknik penempatan bahan yang konservatif dimana hanya memerlukan
sedikit pengeboran sehingga pasien tidak merasakan sakit dan tidak memerlukan
anastesi lokal. Meskipun demikian SIK tidak dianjurkan untuk restorasi Klas II dan
klas IV karena sampaisaat ini formulanya masih kurang kuat dan lebih peka terhadap
keausan penggunaan jika dibandingkan dengan komposit (McCabe, 2008).
  GIC konvensional pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 oleh Wilson
dan Kent. Berasal dari asam polyalkenoat cair seperti asam polyacrilic dan komponen
kaca yang biasanya adalah fluoroaluminosilikat. Saat bubuk dan cairandi campur
terjadi reaksi asam basa kemudian asam polyalkenoat mengalami percepatan hingga
terjadi pengentalan sampai semen mengeras. Ini dapat dijadikan sebagai bubuk kaca yang
melepaskan ion dan larut dengan campuranyang mengandung asam polyacrilic cair dengan
dikeringkan melalui pembekuan untuk dicampur dengan air murni. Pabrik juga dapat
menanbahkan sedikit asam tartaric pada air yang dapat memperkirakan reaksi
pengerasan yang lebih tepat (Gladwin, 2009).
b. Semen Ionomer Hybrid
Komponen bubuk terdiri dari partikel kaca ion-leachable
fluoroaluminosilicatedan inisiator untuk light curing atau chemical curing. Komponen
cairan biasanyaterdiri dari air dan asam polyacrylic atau asam polyacrilyc yang
dimodifikasi dengan monomer methacrylate hydroxyethyl methacrylate. Komponen
yang duaterakhir bertanggung jawab untuk polimerisasi. Reaksi pengerasan awal
dari bahan ini terjadi melalui polimerisasi dari gugus methacrylate. Reaksi asam
basayang lambat pada akhirnya akan bertanggung jawab pada proses pematangan
yangunik dan kekuatan akhir. Kandungan air secara keseluruhan lebih sedikit untuk
tipe ini untuk menampung bahan yang berpolimerisasi  (Gladwin, 2009).
          Perbedaan yang paling nyata adalah berkurangnya translusensi dari bahan ini
karena adanya perbedaan yang besar pada indeks pembiasan antara bubuk dengan
matrix resin yang mengeras. Tes in vitro dari semen ionomer hibrid melepaskan
florida dalam jumlah yang sebanding dengan yang di lepaskan semen ionomer kaca
konvensional. Kekuatan tarik dari ionomer kaca hibrid lebih tinggi dariionomer kaca
konvensional. Peningkatan ini di akibatkan oleh moduluselastisitasnya yang lebih
rendah dan deformasi plastis yang lebih banyak yangdapat di tahan sebelum
terjadinya fraktur. Sifat-sifat yang lain sulit untuk dibandingkan karena formulasi bahan
dan cara pengetesan (Lippincot, 2007).
          Mekanisme pengikatan terhadap struktur gigi dari semen ini sama
denganionomer kaca konvensional. Aktifitas ionik yang lebih sedikit diharapkan
karenaadanya pengurangan dari asam karboksilat dari cairan ionomer kaca
denganmodifikasi resin; namun bagaimanapun kekuatan ikat pada struktur gigi bisa
lebihtinggi dari semen ionomer kaca konvensional. Bila dibandingkan dengan
ionomer kaca konvensional maka ionomer kaca dengan modifikasi resin
memperlihatkankekuatan ikat yang lebih tinggi kepada komposit berbasis resin. Ini
sepertinya dikontrol oleh gugus fungsi non polimerisasi residu didalam semen
ionomer kaca konvensional. Akibat polimerisasi, bahan ini seharusnya memilki
derajat penyusutan yang lebih besar ketika mengeras. Lebih sedikitnya kandungan air
danasam karboksilat juga mengurangi kemampuan semen untuk membasahi
substratgigi, yang dimana akan meningkatkan kebocoran micro dibandingkan semen
ionomer kaca konvensional (Anusavice,2004).
Biokompatibilitas dari ionomer kaca hibrid dapat dibandingkan dengan
ionomer kaca konvensional. Tindakan pencegahan yang sama harus dilakukan,seperti
penggunaan kalsium hoidroksida untuk preparasi yang dalam. Peningkatan suhu
sementara yang berhubungan dengan proses polimerisasi juga menjadi pertimbangan
(Gladwin, 2009).
            Karakteristik dari penanganan ionomer kaca hibrid telah diatur sehingga dapat
digunakan sebagai liners atau bases. Kekuatan tekan dan tarik dari liners lebih rendah
dari pada semen restorasi yang lain. Kegunaan yang paling utama dari liners ionomer
kaca adalah untuk bertindak sebagai bahan pengikat lanjut antara gigi dan restorasi
komposit. Karena adanya adhesi pada dentin, maka kemungkinan dari formasi celah
pada tepi ginggival yang terletak pada dentin,sementum atau keduanya disebabkan
oleh penyusutan polimerisasi dari resin (Lippincot, 2007).
Keuntungan dari ionomer kaca diatas resin bonding agent yang menjamin
ikatan adhesive, mengurangi sensitivitas teknik dan membentuk mekanisme anti
kariogenik melalui pelepasan florida. Ketika digunakan pada keadaan ini, prosedur
yang lebih di anjurkan adalah teknik sandwich. Teknik ini memberikan keuntungan
berupa kualitas yang diinginkan dari ionomer kaca yang memberikan estetika dari
restorasi komposit. Teknik sandwich direkomendasikan untuk restorasi komposit klas
II dan V ketika pasien individual memiliki resiko karies yang tinggi. Hal tersebut
berlaku untuk formulasi semen ionomer kaca konvensional dan semen ionomer kaca
Hibrid Like-Curable (Lippincot, 2007).
c. Semen Ionomer Tri-cure
Terdiri dari partikel kaca silikat, sodium florida, dan monomer yang
dimodifikasi polyacid tanpa air. Bahan ini sangat sensitive terhadap cairan, sehingga
biasanya disimpan didalam kantong anti air. Pengerasan diawali oleh foto
polimerisasi dari monomer asam yang menghasil bahan yang kaku. Selama restorasi
digunakan bahan yang telah dipasang menyerap air didalam saliva dan menambah
reaksi asam basa antara gugus fungsi asam dengan matrix dan partikel kaca silikat.
Reaksi asam basa yang diinduksi memungkinkan pelepasan florida karena tidak
adanya air dalam formulasi, pengadukan semen tidak self-adhesive seperti semen
ionomer kaca konvensional dan hybrid. Sehingga dentin-bonding agent yang terpisah
diperlukan untuk kompomer yang digunakan sebagai bahan restorasi (Gladwin, 2009)
Akhir-akhir ini, beberapa bahan dengan 2 komponen, yang terdiri dari bubuk
dan cairan atau yang terdiri dari 2 pasta telah dipasarkan sebagai kompomer untuk
penerapan luting (luting application). Bubuknya memiliki komposisi srontium
aluminum fluorosilicate, metalik oksida, inisitor dengan aktivasi kimia atau cahaya.
Cairanya terdiri dari monomer asam karboksilat atau methacrylate yang bisa
berpolimerisasi, monomer multifungsional acrylate, dan air. Sedangkan
yang berbentuk pasta memilki bahan yang sama disesuaikan dengan bubuk dan
cairan. Karena adanya air di dalam cairan , maka bahan ini bersifat self-adhesive
danreaksi asam basa dimulai pada saat pengadukan (Lippincot, 2007).
Kekuatan ikat dari kompomer terhadap struktur gigi memiliki rentang yang
sama dengan semen ionomer kaca karena penggunaan dentin-bonding agent.
Meskipun kompomer satu pasta terutama diterapkan untuk restorasi pada area dengan
tegangan rendah, data klinis saat ini dibatasi mengingat penggunaan kompomer untuk
restorasi kavitas Klas III dan V sebagai alternatif ionomer kaca atau komposit resin
(Lippincot, 2007).
2.2.2Klasifikasi Semen Ionomer Kaca Berdasarkan Kegunaannya
a. Type I – Luting cements
SIK tipe luting semen sangat baik untuk sementasi permanen mahkota,
jembatan,veneer dan lainnya. Dapat digunakan sebagai liner komposit. Secara
kimiawi berikatan dengan dentin enamel, logam mulia dan porselen. Memiliki
translusensiyang baik dan warna yang baik, dengan kekuatan tekan tinggi. SIK yang
diberikanpada dasar kavitas akan menghasilkan ion fluorida serta berkurangnya
sensitifitasgigi, perlindungan pulpa dan isolasi. Hal ini mengurangi timbulnya
kebocoranmikro ( micro-leakage) ketika digunakan sebagai semen inlay komposit
atau onlay (Craig, 2004).
b. Type II – Restorasi
Karena sifat perekatnya, kerapuhan dan estetika yang cukup memuaskan, SIK
juga digunakan untuk mengembalikan struktur gigi yang hilang seperti abrasi
servikal. Abrasi awalnya diakibatkan dari iritasi kronis seperti kebiasaan menyikat
gigi yang terlalu keras (Craig, 2004).
c. Type III – Liners and Bases
            Pada teknik sandwich, SIK dilibatkan sebagai pengganti dentine, dan
komposit sebagai pengganti enamel. Bahan-bahan lining dipersiapkan dengan cepat
untuk kemudian menjadi reseptor bonding pada resin komposit (kelebihan air pada
matriks SIK dibersihkan agar dapat memberikan kekasaran mikroskopis yang
nantinya akan ditempatkan oleh resin sebagi pengganti enamel (Anusavice, 2009).
d. Type IV – Fissure Sealants
            Tipe IV SIK dapat digunakan juga sebagai fissure sealant. Pencampuran
bahan dengan konsistensi cair, memungkinkan bahan mengalir ke lubang dan celah
gigi posterior yang sempit (Powers, 2008).
e. Type V - Orthodontic Cements
            Pada saat ini, braket ortodonti paling banyak menggunakan bahan resin
komposit. Namun SIK juga memiliki kelebihan tertentu. SIK memiliki ikatan
langsung ke jaringan gigi oleh interaksi ion Polyacrylate dan kristal hidroksiapatit,
dengan demikian dapat menghindari etsa asam. Selain itu, SIK memiliki efek
antikariogenik karena kemampuannya melepas fluor. Bukti dari tinjauan sistematis
uji klinis menunjukkan tidak adanya perbedaan dalam tingkat kegagalan braket
Ortodonti antara resin modifikasi SIK dan resin adhesif (Powers, 2008).

f. Type VI – Core build up


Beberapa dokter gigi menggunakan SIK sebagai inti (core), mengingat
kemudahanSIK dalam jelas penempatan, adhesi, fluor yang dihasilkan, dan baik
dalam koefisienekspansi termal. Logam yang mengandung SIK (misalnya cermet,
Ketac perak, EspeGMbH, Germanyn) atau campuran SIK dan amalgam telah populer.
Saat ini, banyak SIK konvensional yang radiopaque lebih mudah untuk menangani
daripada logam yang mengandung bahan-bahan lain. Namun demikian, banyak yang
menganggap SIK tidak cukup kuat untuk menopang inti (core). Maka
direkomendasikan bahwagigi harus memiliki minimal dua dinding utuh jika
menggunakan SIK (Powers, 2008).
g. Type VII - Fluoride releasing
            Banyak laboratorium percobaan telah mempelajari fluorida yang dihasilkan
SIK dibandingkan dengan bahan lainnya. Namun, tidak ada review sistematis dengan
atau tanpa meta-analisis yang telah dilakukan. Hasil dari satu percobaan, dengan
salah satu tindak lanjut periode terpanjang, menemukan bahwa SIK konvensional
menghasilkan fluorida lima kali lebih banyak daripada kompomer dan 21 kali lebih
banyak dari resin komposit dalam waktu 12 bulan. Jumlah fluorida yang dihasilkan,
selama 24 jam periode satu tahun setelah pengobatan, adalah lima sampai enam kali
lebih tinggidari kompomer atau komposit yang mengandung fluor (Craig, 2004).
h. Type VIII - ART (atraumatic restorative technique)
ART adalah metode manajemen karies yang dikembangkan untuk digunakan
dinegara-negara dimana tenaga terampil gigi dan fasilitas terbatas namun kebutuhan
penduduk tinggi. Hal ini diakui oleh organisasi kesehatan dunia.
Teknik menggunakan alat-alat tangan sederhana (seperti pahat dan excavator)
untuk menerobos enamel dan menghapus karies sebanyak mungkin. Ketika karies
dibersihkan,rongga yang tersisa direstorasi dengan menggunakan SIK viskositas
tinggi. SIK memberikan kekuatan beban fungsional (Craig, 2004).
i. Type IX - Deciduous teeth restoration
            Restorasi gigi susu berbeda dari restorasi di gigi permanen karena kekuatan
kunyahdan usia gigi. Pada awal tahun 1977, disarankan bahwa semen ionomer kaca
dapat memberikan keuntungan restoratif bahan dalam gigi susu karena kemampuan
SIK untuk melepaskan fluor dan untuk menggantikan jaringan keras gigi, serta
memerlukan waktu yang cepat dalam mengisi kavitas. Hal ini dapat dijadikan
keuntungan dalam merawat gigi pada anak-anak. Namun, masih diperlukan
tinjauanklinis lebih lanjut (Craig, 2004)
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Semen Ionomer Kaca
            Sebelum mengaplikasikan bahan GIC seorang operator harus mengetahui
kekurangan dan kelebihan dari bahan yang akan digunakan agar nantinya dapat
dipertimbangkan bahan yang cocok untuk diaplikasikan pada kavitas.  Adapun
kelebihan dan kekurangan dari bahan restorasi GIC adalah  sebagai berikut :
kelebihan:
1. Potensi antikariogenik
2. Translusen
3. Biokompatibel
4. Melekat secara kimia dengan struktur gigi
5. Sifat fisik yang stabil
6. Mudah dimanipulasi (Craig, 2004).
Kekurangan :
1. Water in and water out
2. Compressive strenght kurang baik
3. Resistensi terhadap abrasi menurun
4. Estetik kurang baik
5. Warna tambalan lebih opaque, sehingga dapat dibedakan secara jelas antara
tambalan dengan gigi asli (Craig, 2004)
2.4  Indikasi dan kontraindikasi
            Setiap bahan semen memiliki kelebihan dan kekurangan masing0-masing
yang nantinya dari semua itu dapat dindikasikan untuk kavitas seperti apa bahan
tersebut. Untuk Glas ionomer cement (GIC) sendiri memiliki indikasi dan
kontraindikasi sebagai berikut :
Indikasi :
1. Restorasi pada lesi erosi/abrasi tanpa preparasi kavitas
2. Penumpatan pit dan fisura oklusal
3. Restorasi gigi sulung
4. Restorasi lesi karies klas V
5. Restorasi lesi karies kl. III lebih diutamakan yang pembukaannya arah lingual
6. Reparasi kerusakan tepi restorasi mahkota (Craig, 2004).
Kontraindikasi :
1. Kavitas-kavitas yang ketebalannya kurang
2. Kavitas-kavitas yang terletak pada daerah yang menerima tekanan tinggi
3. Lesi karies kelas IV atau fraktur insisal
4. Lesi yang melibatkan area luas pada email labial yang mengutamakan faktor
estetika (Craig, 2004).
2.5 Prinsip preparasi gigi pada GIC
Adapun prinsip dari preparasi gigi pada GIC meliputi 7 prinsip yaitu :
1.      Outline Form
Yaitu garis terluar dari hasil preparasi kavitas yang terdapat di permukaan
gigi. Untuk kelas III mengambil jaringan karies yang disertai pembuatan dovetail
dengan cara mengambil sedikit jaringan sehat sekitarnya. Untuk kelas V sendiri
mengambil jaringan karies disertai pengambilan sedikit jaringan sehat biasanya
berbentuk seperti ginjal.
2.      Resistance Form
Resistance form adalah bentuk dan penempatan dinding kavitas pada
kedudukan yang tepat sehingga rstorasi dan jaringan gigi yang masih sehat dan
berfungsi sebagai tempat penahan dapat bekerja sama dalam menahan tekanan tanpa
menimbulkan fraktur.
3.      Retention Form
Retention form adalah bentuk dari preparasi kavitas yang tahan terhadap
pergeseran atau hilangnya restorasi dari gaya dorong dan daya angkat. Kebutuhan
retensi berhubungan dengan jenis material restorasi yang digunakan, prinsip dari
retention form bermacam-macam tergantung dari bahan material yang digunakan.
Restorasi Glass Ionomer Cement (GIC) melekat di dalam gigi oleh ikatan kimiawi
yang timbul antara material dan gigi yang dikondisikan.
4.      Removal of caries
Removal of caries merupakan Pembuangan jaringan karies dentin dan debris-
debris pada dinding kavitas . Karies tidak boleh ditinggalkan didalam kavitas. Sebeb
jika terjadi kebocoran bakteri yang tinggal didalam kavitas akan terjadi aktif dan
dapat menimbulkan gejala sakit dan masalah endodontik.
5.      Finishing of the enamel wall
Finishing of the enamel wall merupakan  Suatu tindakan yang dilakukan
untuk membentuk dinding enamel margin yang halus dan rata agar mendapatkan
kontak marginal serta adaptasi tumpatan yang baik. Penghalusan dinding dan dasar
kavitas menggunakan fine finishing bur sampai halus dan rata. Pada kunjungan
berikutnya penghalusan akhir bisa dilakukan dengan menggunakan bur batu putih
(white stone), bur tungsten carbide dan karet abrasif dengan kecepatan rendah.
6.      Convinience Form
Convenience form dilakukan dengan cara membentuk kavitas sedemikian rupa
untuk mempermudah pengerjaan kavitas dan memasukkan bahan tumpatan ke \dalam
kavitas. Convenience form dapat diperoleh dengan cara :
a. Memperluas preparasi kavitas
b. Pemilihan alat yg dapat memudahkan pekerjaan
c. Pemasangan separator mekanis untuk retraksi gingiva.
7.      Cavity toilet
Toilet of the cavity merupakan tindakan terakhir dari prinsip preparasi kavitas
yang bertujuan untuk membersihkan kavitas dari debris. Kavitas dibersihkan dengan
air hangat, menggunakan cleanser cavity atau aquadest.
2.6 Manipulasi Semen Ionomer Kaca
Untuk mencapai restorasi yang tahan lama dan prostesis yang tetap kuat,
kondisi-kondisi untuk SIK berikut harus dipenuhi:
1. Permukaan gigi yang disiapkan harus bersih dan kering,
2. Konsistensi campuran semen harus memungkinkan untuk dapat melapisi seluruh
permukaan yang bergelombang dan dudukan protesis
3. Semen yang berlebih harus dikeluarkan pada waktu yang tepat
4. Permukaan harus selesai tanpa pengeringan yang berlebihan
5. Perlindungan permukaan restorasi harus dipastikan untuk mencegah retak. Kondisi
ini serupa untuk aplikasi luting, tetapi tidak dibutuhkan finishing permukaan
(Anusavice, 2009)
Semen Ionomer Kaca merupakan sistem bubuk-cairan yang dikemas di dalam
botol atau kapsul. Botol bubuk harus disentak dengan lembut sebelum pengeluaran.
Bubuk dan cairan dikeluarkan pada  paper pad  atau glass lab. Bubuk dibagi menjadi
dua bagian yang sama. Bagian pertama dari bubuk dicampur dengan spatula kaku ke
dalam cairan sebelum bagian berikutnya ditambahkan. Waktu pencampuran antara 30
hingga 60 detik, tergantung pada produk. Semen digunakan segera karena working
time setelah pencampuran sekitar 2 menit pada 22oC. Pendinginan mixing slab
memperlambat setting reaction dan memberikan tambahan working time. Semen tidak
boleh digunakan dalam bentuk ”kulit” pada permukaan atau ketika konsistensi terasa
menjadi lebih tebal. Hindari kontak dengan air selama aplikasi ruangan harus
diisolasi sepenuhnya. Semen set di dalam mulut sekitar 7 menit dari awal
pencampuran (Powers, 2008).
2.7 Reaksi Pengerasan Semen Ionomer Kaca
Reaksi pengerasan dimulai saat cairan asam polielektrolit berkontak dengan
permukaan kaca aluminosilikat yang kelak akan menghasilkan pelepasan sejumlah
ion.
Gambar 2.2 Reaksi pengerasan pada SIK
(Sumber : Craig’s Restorative Dental Materials)
Selama tahap awal tersebut terjadi, SIK berikatan dengan struktur gigi.
Secarafisik SIK terlihat berkilau. Penempatan pada struktur gigi harus dilakukan
padafase ini karena matriks poliasam bebas yang dibutuhkan untuk perlekatan ke
gigitersedia dalam jumlah yang maksimum. Pada tahap akhir dari fase pelepasan
ionini, yang ditandai dengan hilangnya tampilan berkilau SIK, matriks poliasambebas
bereaksi dengan kaca sehingga kurang mampu berikatan dengan strukturgigi atau
struktur lainnya (Craig, 2004).
Fase kedua dari reaksi pengerasan SIK adalah fase hidrogel. Fase hidrogel
terjadi 5 sampai 10 menit setelah pencampuran dilakukan. Selama fase ini, ion-
ionkalsium yang dilepas dari permukaan kaca akan bereaksi dengan rantai poliasam
polianionik yang bermuatan negatif untuk membentuk ikatan silang ionik. Pada fase
hidrogel ini mobilitas rantai polimer berkurang sehingga menyebabkan terbentuknya
gelasi awal matriks ionomer. Selama fase hidrogel berlangsung,permukaan SIK harus
dilindungi dari lingkungan yang lembab dan kering karena ion kalsium yang bereaksi
dengan rantai poliasam polianionik mudah larutdalam air. Jika SIK tidak dilindungi,
maka ikatan silang ionik yang mudah laruttersebut akan melemahkan SIK secara
keseluruhan dan terjadi penurunan derajat translusensi sehingga turut mempengaruhi
estetika (Craig, 2004).
Pada fase hidrogel ini, SIK memiliki bentuk yang keras dan opak.
Opaksitastersebut disebabkan adanya perbedaan yang besar pada indeks refraksi
antarafiller kaca dan matriks. Opaksitas SIK ini sifatnya sementara dan
akanmenghilang selama reaksi pengerasan akhir terjadi. Fase terakhir adalah gel
poligaram, yang terjadi ketika SIK mencapai pengerasan akhir, dapat berlanjut
selama beberapa bulan. Matriks yang terbentuk akan menjadi mature ketika ion-ion
aluminium, yang pelepasannya dari permukaan kaca lebih lambat, terikat ke dalam
campuran semen membantu membentuk hidrogel poligaram yang menyebabkan
semen menjadi lebih kaku (Anusavice, 2009).
Fase gel poligaram ini menyebabkan SIK terlihat lebih menyerupai gigi,
disebabkan indeks refraksi gel silika yang mengelilingi filler kaca hampir sama
dengan matriks. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya penyebaran cahaya dan
opaksitas. Jika SIK masih terlihat opak, maka hal tersebut mengindikasikan bahwa
gel poligaram tidak terbentuk disebabkan karena adanya kontaminasi air. SIK yang
telah mengeras secara sempurna terdiri atas tiga komponen, yaitukaca pengisi, gel
silika, dan matriks poliasam (Anusavice, 2009).
2.8 Bahan Pelindung GIC
 Keluar masuknya air dari SIK dalam 24 jam pertama akan menurunkan sifat
fisik dan estetik, sehingga diperlukan lapisan pelindung yang kedap air. Beberapa
lapisan pelindung yang saat digunakan adalah varnis dan bonding. Varnis merupakan
larutan resin, shellac, copal, sandarac, dan medikamen lain dalam pelarut yang mudah
menguap seperti eter atau alkohol. Pada penguapannya, varnis membentuk lapisan
tipis yang lengket atau film yang merupakan barier terhadap efek berbahaya dari
cairan atau bahan pengiritasi. Varnis yang diaplikasikan di atas permukaan SIK
bertujuan untuk mencegah kontaminasi air dan saliva selama 24 jam pertama setelah
penempatan tumpatan SIK di dalam kavitas.15 Selain itu, varnis juga digunakan
untuk melindungi SIK yang belum mengeras secara sempurna dari pengeringan
akibat perubahan mekanisme hilangnya air. Komposisi yang terdapat di dalam varnis
yang digunakan sebagai bahan pelindung SIK di bawah ini:
1. Komposisi komponen kimia berdasarkan berat
2. Asetat isopropyl 60-70%
3. Aseton 14%
4. Kopolimer kloride vinil dan asetat vinil 14%

Daftar Pustaka
Anusavice, Kenneeth J. 2003. Phillip’s Science of  Dental Materials 11th Edition.
Saunders Company, Pennsylvania.
Craig, Robert G., Powers, John M., Wataha, John C. 2004. Dental Materials
Properties and Manipulation 9th Edition. Mosby Elsevier, Missouri.

Gladwin, Marcia A, Bagby, Michael D. 2009. Clinical Aspects of Dental Materials


3rd Edition.
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.Van Noort, Richard. 2007. Introduction
to Dental Materials 3rd Ed. China : Mosby, Elsevier.
McCabe, John F., Walls, Angus W. 2008. Applied Dental    Materials 9th Edition.
Blackwell        Publishing, Oxford.
Powers, JM., Wataha, JC. 2008. Dental Materials: Properties and Manipulation 9th
edition. Missouri : Mosby.
Robert G., John M. Powers. 2002. Restorative Dental Materials : 11 th edition.
Missouri : Mosby Inc.

Anda mungkin juga menyukai