Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

“Glass Ionomer Cement (GIC)”

Oleh:

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI

DOKTER GIGI UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2021

DAFTAR ISI
SAMPUL.................................................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2
2.1 Definisi Glass ionomer cement.................................................................3
2.2 Komposisi Glass ionomer cement.............................................................3
2.3 Sifat glass ionomer cement........................................................................5
2.4 Klasifikasi Glass ionomer cement.............................................................6
2.4.1 Berdasarkan Bahan Pengisi............................................................6
2.4.2 Berdasarkan Kegunaannya...........................................................10
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Glass ionomer cement................................13
2.6 Indikasi dan kontraindikasi.....................................................................14
2.7 Manipulasi Glass Ionomer Cement.........................................................14
2.8 Reaksi Pengerasan Glass Ionomer Cement.............................................16
2.9 Prinsip Preparasi Pada GIC.....................................................................17
2.9.1 Tehnik preparasi kelas III...............................................................17
2.9.2 Tehnik Preparasi kelas V................................................................18
2.10 Cara penumpatan.....................................................................................19
2.11 Bahan Pelindung GIC..............................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Glass ionomer cement

Glass Ionomer Cement termasuk dalam kelas bahan yang dikenal sebagai

semen asam-basa. Mereka berdasarkan produk reaksi asam polimer lemah dengan

bubuk kaca silikat yang bersifat basa. Glass Ionomer Cement adalah sebuah nama

generik dari sekelompok bahan yang menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan

asam poliakrilat (John dkk, 2016). Berdasarkan nama formulanya, bahan bubuk

kaca dan asam ionomer mengandung gugus karboksilat. Glass ionomer adalah

kombinasi dari 'Glass' powder dan' ionomer '-ic asam GIC yang dapat

didefinisikan sebagai bahan berbasis air yang mengeras mengikuti reaksi asam

basa antara bubuk kaca fluoro aluminosilikat dasar dan larutan asam dari asam

poliakrilat. Disebut juga sebagai semen polialkenoat (Anusavice, 2013). Semen

ini awalnya dirancang untuk tambalan estetik pada gigi anterior dan dianjurkan

untuk penambalan gigi dengan preparsi kavitas kelas III dan V selain itu, karena

semen ini menghasilkan ikatan adhesi yang sangat kuat dengan struktur gigi,

sehingga sangat berguna untuk restorasi konservatif pada daerah yang tererosi

(Anusavice, 2013).

2.2 Komposisi Glass ionomer cement

Tiga bahan utama untuk membuat glass ionomer cement adalah polimer

yang dapat larut dalam air kaca asam, basa (ion leachable), dan air. Bahan ini

biasanya disajikan dalam bentuk larutan air asam polimerat dan bubuk kaca halus,

dan dicampur dengan metode yang tepat untuk membentuk pasta kental yang

mengeras dengan cepat. Bubuk GIC merupakan kalsium fluroalumiosilikat yang

larut dalam asam. Bahan ini terdiri dari komponen yang didistribusikan secara
berbeda yakni fase serbuk dan fase air. GIC dapat dicampur dengan menggunakan

spatula pada pad atau glass lab. Komposisi dari GIC terdiri dari bahan-bahan

berikut.

a. Bubuk glass ionomer cement

Bubuk ini terdiri dari kalsium fluroalumiosilikat yang larut dalam asam.

Lanthanum, strontium, barium, dan oksida seng ditambahkan untuk

menimbulkan sifat radiopak.

b. Asam Polimerik

Polimer yang digunakan dalam semen glass-ionomer adalah asam

polialkenoat, baik homopolimer maupun poli(asam akrilat) atau kopolimer

asam akrilat dan asam maleat 2:1. Bahan ini menonjolkan sifat kuat terhadap

tekanan.

c. Glass (Kaca)

Sangat penting bahwa kaca untuk semen ionomer harus mampu bereaksi

dengan asam membentuk garam. Pada prinsipnya, beberapa komposisi kaca

yang berbeda memenuhi persyaratan ini tetapi dalam praktiknya, hanya kaca

alumino-silikat dengan penambahan fluorida dan fosfat yang menunjukkan

hasil yang memuaskan.

d. Air

Air berperan sebagai pelarut untuk asam polimer sehingga memungkinkan

polimer untuk bertindak sebagai asam dengan menjadi media bagi mekanisme

pelepasan proton di mana reaksi setting berlangsung. Pencampuran air

dengan ionomer kaca sering kali dikaitkan dengan peningkatan translusensi

semen glass-ionomer (John dkk, 2016)


Aslinya, cairan glass ionomer cement adalah larutan dari asam poliakrilat

dengan konsentrasi 50%. Cairan ini cukup kental dan cenderung menjadi gel.

Pada glass ionomer cement terbaru, cairan asamnya berada dalam bentuk

kopolimer dengan asam itakonik, maleik, atau trikarboksilik. Asam-asam ini

cenderung meningkatkan reaktivitas dari cairan, mengurangi kekentalan, dan

mengurangi kecenderungan menjadi gel (Anusavice, 2013).

Untuk memperpanjang waktu kerja, glass ionomer cement kemudian

dikembangkan menjadi campuran bubuk asam yang dikeringkan melalui

pembekuan dan bubuk kaca dalam botol, serta air dengan asam tertarik dalam

botol sebagai komponen cairan. Ketika bubuk dicampur dengan air, asam akan

melarut membentuk asam cair. Semen ini mempunyai waktu kerja yang lebih

lama dengan waktu pengerasan yang lebih pendek (Anusavice, 2013). Air adalah

bagian terpenting di dalam cairan semen. Pada awalnya berfungsi sebagai media

reaksi, dan kemudian perlahan-lahan menghidrasi matriks ikatan silang, dan

demikian akan menambah kekuatan dari bahan. Pada periode reaksi awal, air akan

dikeluarkan dengan mudah melalui pengeringan dan disebut sebagai air yang

terikat secara longgar. Ketika pengerasan berlanjut, air yang sama akan

menghidrasi matriks dan tidak dapat dikeluarkan oleh proses pengeringan dan

disebut sebagai air yang terikat secara erat (Anusavice, 2013).

2.3 Sifat glass ionomer cement

a. Sifat Fisis
GIC merupakan bahan yang bersifat anti karies, karena ion fluor yang

dilepaskan terus menerus membuat gigi lebih tahan terhadap karies. GIC

memiliki termal ekspansi sesuai dengan dentin dan enamel sehingga

nyaman untuk aktivitas sehari-hari. GIC juga tahan terhadap abrasi, ini

penting khususnya pada penggunaan dalam restorasi dari groove (Powers,

2008).

b. Sifat Mekanis

GIC memiliki nilai compressive strength sebesar 150 Mpa, dimana lebih

rendah dari silikat. GIC juga memiliki nilai tensile strength sebesar 6,6

Mpa, dimana lebih tinggi dari silikat, GIC pun juga memiliki nilai

hardness sebesar 4,9 KHN sehingga lebih lebih lunak dari silikat. GIC

memiliki sifat frakture toughness karena tidak mampu menahan beban

yang terlalu tinggi, apabila menerima beban yang kuat dapat terjadi fraktur

(Powers, 2008).

c. Sifat Kimia

Glass ionomer cement melekat dengan baik ke enamel dan dentin,

perlekatan ini berupa ikatan kimia antara ion kalsium dari jaringan gigi

dan ion COOH dari glass ionomer cement. Ikatan dengan enamel dua kali

lebih besar daripada ikatannya dengan dentin. Dengan sifat ini maka

kebocoran tepi tambalan dapat dikurangi. Glass ionomer cement tahan

terhadap suasana asam, oleh karena adanya ikatan silang diantara rantai-

rantai glass ionomer cement. Ikatan ini terjadi karena adanya polyanion

dengan berat molekul yang tinggi (Powers, 2008).


2.4 Klasifikasi Glass ionomer cement

GIC atau glass ionomer cement dapat dibedakan dalam beberapa kelompok.

Pengklasifikasian dari glass ionomer cement ini dibedakan menjadi dua kelompok

besar yaitu berdasarkan bahan pengisi dan berdasarkan kegunaannya.

Pengelompokkannya adalah sebagai berikut.

2.4.1 Berdasarkan Bahan Pengisi

a. Glass ionomer cement Konvensional

Glass-ionomers berasal dari asam organik dan komponen kaca, dan

disebut sebagai reaksi asam-basa semen. Berasal dari bahan asam

polyalkenoat cair seperti asam polyacrilic dan komponen kaca

fluoroaluminosilikat. Saat bubuk dan cairan dicampur, akan terjadi reaksi

asam basa kemudian asam polyalkenoat mengalami percepatan hingga

terjadi pengentalan sampai semen mengeras. Ini dapat dijadikan sebagai

bubuk kaca yang melepaskan ion dan larut dengan campuran yang

mengandung asam polyacrilic cair kemudian dikeringkan melalui

pembekuan untuk dicampur dengan air murni. Bahan ini tersedia sebagai

bubuk dan cairan yang terdiri dari komponen kaca dan fluorida dalam

bentuk bubuk dan komponen asam dalam cairan. Pabrik juga dapat

menanbahkan sedikit asam tartaric pada air yang dapat memperkirakan

reaksi pengerasan yang lebih tepat (Gladwin, 2009).

b. Resin-modified Glass Ionomer Cements (RMGICs)


RMGICS diperkenalkan sebagai upaya untuk mengatasi masalah

seperti sensitivitas kelembaban dan fisik yang rendah terkait dengan GIC
konvensional. resin semen yang dimodifikasi meningkatkan sifat fisik dan

juga mempertahankan keunggulan klinis dari tradisional GIC, seperti

adhesi dan fluoride yang melepaskan dan menawarkan beberapa

perlindungan terhadap karies. Bahan-bahan ini umumnya diatur melalui

reaksi asam-basa dominan dan bantu photo polymerization. Penambahan

resin hidrofilik monomer (2-hidroksietilmetakrilat (HEMA)), sekitar 4,5%

berat, dan photo initiator, RMGIC dipolimerisasi dengan cahaya tampak.

RMGIC mengandung gelas ion-leachable dasar, polimer yang larut dalam

air asam, monomer organik, dan sistem inisiator. Keuntungan dari

RMGICs adalah kontrol waktu kerja, kemudahan penanganan, waktu

pengaturan cepat, kurang sensitif terhadap sineresis dan imbibisi. Karena

adhesi mikromekanis ke hidroksiapatit, semen ini menunjukkan ikatan

yang stabil ke dentin dan email. Sifat mekanik dari RMGIC dapat

ditingkatkan lebih lanjut dengan penambahan pengisi silikat sferoid.

Penambahan partikel silanisasi meningkatkan kekuatan tekan sebesar 17%,

sedangkan penggunaan partikel non-silanisasi meningkatkan kompresi

kekuatan hanya sebesar 9%. Peningkatan kekuatan lentur sebesar 17%

diamati oleh kedua jenis pengisi ( Almuhaiza,2016).

c. Semen Ionomer Hybrid

Mekanisme pengikatan terhadap struktur gigi dari semen jenis ini

sama dengan ionomer kaca konvensional. Aktifitas ionik yang lebih sedikit

diperlukan pada bahan semen tipe ini, karena adanya pengurangan dari asam

karboksilat dari cairan ionomer kaca dengan modifikasi resin. Namun,

kekuatan ikat pada struktur gigi akan lebih tinggi dari glass ionomer cement
konvensional. Apabila dibandingkan dengan ionomer kaca konvensional,

maka ionomer kaca dengan modifikasi resin memperlihatkan kekuatan ikat

yang lebih tinggi kepada komposit berbasis resin. Ini sepertinya dikontrol

oleh gugus fungsi non polimerisasi residu di dalam glass ionomer cement

konvensional. Akibat polimerisasi, bahan ini memilki derajat penyusutan

yang lebih besar ketika mengeras. Lebih sedikitnya kandungan air dan asam

karboksilat juga mengurangi kemampuan semen untuk membasahi substrat

gigi, yang dimana akan meningkatkan kebocoran micro dibandingkan

dengan glass ionomer cement konvensional (Anusavice, 2003).

Biokompatibilitas dari ionomer kaca hibrid dapat dibandingkan dengan

ionomer kaca konvensional. Tindakan pencegahan yang sama harus

dilakukan,seperti penggunaan kalsium hoidroksida untuk preparasi yang

dalam. Peningkatan suhu sementara yang berhubungan dengan proses

polimerisasi juga menjadi pertimbangan (Gladwin, 2009).

Karakteristik dari penanganan ionomer kaca hibrid telah diatur

sehingga dapat digunakan sebagai liners atau bases. Kekuatan tekan dan

tarik dari liners lebih rendah dari pada semen restorasi yang lain. Kegunaan

yang paling utama dari liners ionomer kaca adalah untuk bertindak sebagai

bahan pengikat lanjut antara gigi dan restorasi komposit. Karena adanya

adhesi pada dentin, maka kemungkinan dari formasi celah pada tepi gingival

yang terletak pada dentin, sementum atau keduanya disebabkan oleh

penyusutan polimerisasi dari resin (Van Noort, 2007).

Keuntungan dari ionomer kaca tipe ini yaitu resin bonding agent yang

menjamin ikatan adhesive, mengurangi sensitivitas teknik dan membentuk


mekanisme anti kariogenik melalui pelepasan florida. Ketika digunakan

pada keadaan ini, prosedur yang lebih di anjurkan adalah tekhik sandwich.

Teknik ini memberikan keuntungan berupa kualitas yang diinginkan dari

ionomer kaca yang memberikan estetika dari restorasi komposit. Teknik

sandwich di rekomendasikan untuk restorasi komposit kelas II dan V ketika

pasien individual memiliki resiko karies yang tinggi. Hal tersebut berlaku

untuk formulasi glass ionomer cement konvensional dan glass ionomer

cement hibrid like-curable (Van Noort, 2007).

d. High-viscosity GICs
GIC dengan kekentalan tinggi atau terkondensasi, memiliki sifat mekanik

lebih baik dari GIC tradisional, tujuan dibuat bahan ini untuk pengobatan

restoratif atraumatik (ART). Bahan ini memiliki rasio powder/liquid yang

tinggi dan pengaturan yang cepat reaksi. GIC viskositas tinggi telah

meningkatkan fisik bahan dengan modifikasi kimia. Karakternya termasuk

adhesi dan pertukaran ion yang umum untuk semua GIC serta waktu

pengaturan yang cepat, dan tingkat yang tinggi kuat tekan dan tarik,

kekerasan permukaan, dan pelepasan fluoride. Keunggulan ini membuat

bahan ini pilihan yang sangat baik untuk restorasi darurat sementara,

restorasi sementara jangka panjang, dan final restorasi di daerah non-stress-

bearing, terutama di pasien dengan risiko karies tinggi (Almuhaiza,2016).

e. Semen Ionomer Tri-cure

Terdiri dari partikel kaca silicate, sodium florida dan monomer yang

dimodifikasi polyacid tanpa air. Bahan ini sangat sensitif terhadap cairan,

sehingga biasanya disimpan didalam kantong anti air. Pengerasan di awali

oleh foto polimerisasi dari monomer asam yang menghasil bahan yang
kaku. Selama restorasi digunakan bahan yang telah di pasang menyerap air

di dalam saliva dan menambah reaksi asam basa antara gugus fungsi asam

dengan matrix dan partikel kaca silicate. Reaksi asam basa yang di induce

memungkinkan pelepasan florida karena tidak adanya air dalam formulasi,

pengadukan semen tidak self-adhesive seperti glass ionomer cement

konvensional dan hibrid. Sehingga dentin-bondingagent yang terpisah di

perlukan untuk kompomer yang digunakan sebagai bahan restorasi

(Gladwin, 2009).

f. Zirconia Reinforced glass-ionomer (Zirconomer)

Bahan ini mengandung zirkonium oksida, bubuk kaca, asam

tartarat (1–10%), asam poliakrilat (20–50%) dan air deionisasi sebagai

cairannya. Pada awal 1990-an, Zirkonia dipopulerkan ke dalam kedokteran

gigi sebagai endodontik posting, kemudian sebagai penyangga implan dan

keras inti kerangka untuk mahkota dan gigi tiruan sebagian cekat. Bubuk

zirkonia yang dapat diakses memiliki ukuran butir yang berbeda dan aditif

yang berbeda seperti yttrium oxide dan alumina yang dapat didistribusikan

secara homogen ke seluruh seluruh bahan atau konsentrasi yang lebih tinggi

pada batas butir. Variasi ukuran butir mempengaruhi porositas yang

dihasilkan serta transparansi bahan. Komponen kaca dari Zirconomer

mengalami mikronisasi terkontrol untuk memperoleh ukuran dan

karakteristik partikel yang optimal. Ukuran butir memiliki efek pada

karakteristik eksklusif zirkonia yang disebut ketangguhan transformasi,

yang memberikan kekuatan yang lebih tinggi, ketangguhan, kekerasan

tinggi, dan ketahanan korosi, sehingga ketika homogen tergabung dalam


komponen kaca, semakin memperkuat bahan untuk daya tahan yang tahan

lama dan toleransi yang tinggi terhadap beban oklusal. Oleh karena itu,

biomaterial ini menjanjikan untuk menunjukkan kekuatan luar biasa, daya

tahan dan fluoride berkelanjutan perlindungan sehingga menggabungkan

dan mempertahankan manfaat dari kedua bahan restoratif yang populer

digunakan: amalgam dan GI konvensional (Almuhaiza,2016).

g. Glass ionomer cement diperkuat dengan Metal

Glass ionomer cement termasuk bahan yang kurang kurang kuat,

dikarenakan tidak dapat menahan gaya mastikasi yang besar. Semen ini juga

tidak tahan terhadap keausan penggunaan dibandingkan dengan bahan

restorasi estetik lainnya, seperti komposit dan keramik. Ada 2 metode

modifikasi yang telah dilakukan, metode I yaitu mencampur bubuk logam

yang bercampur dengan amalgam berpartikel sferis dengan bubuk glass

ionomer tipe II. Semen ini disebut gabungan logam campur perak. Metode

II yaitu mencampur bubuk kaca dengan partikel perak dengan menggunakan

pemenasan yang tinggi. Semen ini disebut sebagai cermet mikrograf

skening electron dari bubuk cermet menunjukan partikel-partikel bubuk

perak melekat ke permukaan dari partikel-partikel bubuk semen. Jumlah

dari fluoride yang dilepaskan dari kedua sistem modifikasi logam ini cukup

besar. Namun, fluoride yang dilepaskan dari semen cermet lebih sedikit

daripada yang dilepaskan dari glass ionomer cement tipe II. Hal ini terjadi

karena sebagian partikel kaca yang mengandung fluoride telah dilapisi

logam. Pada awalnya, semen gabungan melepas lebih banyak fluoride

daripada semen tipe II. Tetapi besarnya pelepasan ini menurun dengan
berjalannya waktu. Karena partikel-partikel logam pengisi tidak terikat pada

matriks semen, sehingga permukaan antar semen menjadi berjalan untuk

pertukaran cairan. Hal ini sangat meningkatkan daerah permukaan yang

tersedia untuk pelepasan fluoride (Anusavice, 2003). Dengan meningkatnya

daya tahan terhadap keausan dan potensi anti-kariesnya, semen-semen

dengan modifikasi logam ini telah dianjurkan untuk penggunaan yang

terbatas sebagai alternative dari amalgam atau komposit untuk restorasi gigi

posterior. Meskipun demikian, bahan-bahan ini masih diklasifikasikan

sebagai bahan yang rapuh. Karena alasan inilah, penggunaan bahan tersebut

umumnya terbatas pada restorasi konservatif dan umumnya kelas I (Van

Noort, 2007).

2.4.2 Berdasarkan Fungsinya

Bahan glass ionomer cement (GIC) umumnya diklasifikasikan menurut

fungsinya yaitu: luting, restoratif dan liner/dasar semen. Komposisi kimia untuk

ketiga kategori tersebut serupa, namun mereka menunjukkan variasi berbeda

dalam rasio powder/liquid dan dalam ukuran powder particles. Variasi ini

bertujuan untuk mengakomodasi situasi klinis dan fungsi yang diinginkan.

Berdasarkan klasifikasi Philip GIC dibedakan menjadi 3 tipe sebagai berikut:

a. Type I (Luting Cements)

Glass ionomer cement dengan tipe luting semen sangat baik digunakan

untuk sementasi permanen mahkota, jembatan, veneer dan lainnya. Dapat

juga digunakan sebagai liner komposit. Secara kimiawi bahan ini akan

berikatan dengan dentin, enamel, logam mulia dan porselen. Bahan ini

memiliki translusensi yang baik dan warna yang bagus, dengan kekuatan
tekan yang cukup tinggi. Glass ionomer cement yang diberikan pada dasar

kavitas akan menghasilkan ion fluorida serta mengakibatkan berkurangnya

sensitifitas gigi, perlindungan pulpa dan isolasi. Hal ini dapat mengurangi

timbulnya kebocoran mikro (microleakage) ketika digunakan sebagai semen

inlay komposit atau onlay (Craig, 2004).

b. Type II (Restorasi)

Semen restoratif dapat mengalami pengerasan sendiri atau pengerasan

ringan sebagian, modifikasi logam, dan modifikasi resin. Karena sifat

perekatnya, kerapuhan dan estetika yang cukup baik, maka glass ionomer

cement atau GIC ini juga digunakan untuk mengembalikan struktur gigi

yang hilang contohnya pada kasus abrasi servikal. Abrasi awalnya

diakibatkan dari iritasi kronis seperti kebiasaan menyikat gigi yang terlalu

keras (Craig, 2004).

c. Type III (Liners and Bases)

Memiliki karakteristik khusus yang ditandai dengan viskositas rendah dan

kecepatan pengerasan yang cepat. Glass ionomer tipe ini dapat sebagai

bahan pengikat lanjutan antara gigi dan restorasi komposit. Karena adanya

adhesi pada dentin, maka kemungkinan dari formasi celah pada tepi gingiva

terletak pada dentin, sementum, atau keduanya, ini disebabkan oleh

penyusutan polimerisasi dari resin. Selain untuk restorasi, glass ionomer

cement atau GIC juga dilibatkan sebagai pengganti dentin, dan komposit

sebagai pengganti enamel. Bahan-bahan lining dipersiapkan dengan cepat

untuk kemudian menjadi reseptor bonding pada resin komposit, kelebihan

air pada matriks semen ionmer kaca dibersihkan agar dapat memberikan
kekasaran mikroskopis yang nantinya akan ditempatkan oleh resin sebagi

pengganti enamel (Anusavice, 2003).

Penggunaan lainnya:

 Fissure Sealants

Glass ionomer cement tipe IV biasanya digunakan sebagai fissure sealant.

Pencampuran bahan dengan konsistensi cair, memungkinkan bahan

mengalir ke lubang dan celah gigi posterior yang sempit (Powers, 2008).

 Semen Ortodontik

Seiring berjalannya waktu, braket orthodontic banyak menggunakan bahan

resin komposit. Namun, disamping iru glass ionomer cement juga memiliki

kelebihan tertentu. Glass ionomer cement memiliki ikatan langsung pada

jaringan gigi oleh interaksi ion polyacrylate dan Kristal hidroksiapatit,

dengan demikian dapat menghindari etsa asam. Selain itu, sememn ionomer

kaca juga memiliki efek antikariogenik karena kemampuannya melepas

fluor. Bukti dari tinjauan sistematis uji klinis menunjukkan tidak adanya

perbedaan dalam tingkat kegagalan braket orthodontic antara resin

modifikasi glass ionomer cement dan resin adhesif (Powers, 2008).

 Membangun Inti

Glass ionomer cement dapat digunakan sebagai inti (core), hal ini

dikarenakan kemudahan bahan ini dalam jelas penempatan, adhesi, fluor

yang dihasilkan, dan baik dalam koefisien ekspansi termal. Logam yang

mengandung glass ionomer cement (misalnya cermet, ketac perak,

EspeGMbH, germanyn) atau campuran glass ionomer cement dan amalgam

telah populer. Pada saat ini banyak glass ionomer cement konvensional yang
radiopaque, sehingga lebih mudah untuk menangani daripada logam yang

mengandung bahan-bahan lain. Namun, banyak yang menganggap bahwa

glass ionomer cement tidak cukup kuat untuk menopang inti (core). Maka

dari itu, direkomendasikan bahwa gigi harus memiliki minimal dua dinding

utuh jika akan menggunakan glass ionomer cement sebagai inti atau core

(Powers, 2008).

 Pelepasan Fluorida

Banyak laboratorium percobaan telah mempelajari fluorida yang dihasilkan

oleh glass ionomer cement dibandingkan dengan bahan lainnya. Hasil dari

satu percobaan, menemukan bahwa glass ionomer cement konvensional

menghasilkan fluorida lima kali lebih banyak daripada kompomer dan 21

kali lebih banyak dari resin komposit dalam waktu 12 bulan. Jumlah

fluorida yang dihasilkan selama 24 jam periode satu tahun setelah

pengobatan, adalah lima sampai enam kali lebih tinggi dari kompomer atau

komposit yang mengandung fluor (Craig, 2004).

 ART atau Atraumatic Restorative Technique

ART merupakan suatu metode manajemen karies yang dikembangkan untuk

digunakan dinegara-negara dengan tenaga terampil gigi dan fasilitas terbatas

namun kebutuhan penduduk tinggi. Teknik ini menggunakan alat-alat

tangan sederhana (seperti pahat dan excavator) untuk menerobos enamel

dan menghapus karies sebanyak mungkin. Ketika karies dibersihkan, rongga

yang tersisa direstorasi dengan menggunakan glass ionomer cement dengan

viskositas tinggi. Semen ini akan memberikan kekuatan beban fungsional

(Craig, 2004).
 Restorasi Gigi Desidui

Proses restorasi pada gigi susu berbeda dengan restorasi pada gigi

permanen. Hal ini dikarenakan kekuatan kunyah dan usia gigi yang berbeda.

Pada awal tahun 1977, disarankan agar glass ionomer cement dapat

memberikan keuntungan restoratif bahan dalam gigi susu karena

kemampuan semen ini untuk melepaskan fluor dan untuk menggantikan

jaringan keras gigi, serta memerlukan waktu yang cepat dalam mengisi

kavitas. Hal ini dapat dijadikan keuntungan dalam merawat gigi pada anak-

anak. Namun, masih diperlukan tinjauan klinis yang memadai (Craig, 2004).

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Glass ionomer cement

a. Kelebihan

Penggunaan GIC sangat serbaguna dalam kedokteran gigi

restoratif. Selain sifat estetika dari GIC dibandingkan dengan amalgam, ia

memiliki potensi klinis yang besar karena daya rekatnya yang unik. Glass

ionomer cement secara kimia terikat pada struktur gigi. Adhesi semen

disebabkan oleh ikatan ion yang terbentuk antara gigi dan semen. Adhesi

kimiawi dari GIC ke struktur gigi dan kemampuannya untuk melepaskan

fluoride menjadikannya bahan yang berharga dalam mencegah kebocoran

mikro dan karies berulang. Bahan-bahan ini sangat biokompatibel karena

asam molekuler yang digunakan lemah dan tinggi, yaitu asam poliakrilat,

yang tidak dapat berdifusi melalui tubulus dentin. Glass ionomer

menunjukkan keunggulan spesifik sebagai bahan restoratif pada gigi

sulung. Keuntungan ini terutama karena kemampuan untuk melepaskan

fluoride dan kemampuan untuk secara kimiawi melekat pada struktur gigi
yang termineralisasi. Kemudahan penggunaan dan waktu aplikasi yang

singkat merupakan keuntungan lain saat merawat pasien anak

(Shatat,2018). GIC sering digunakan sebagai bahan restorasi karena

kemudahan prosedur penempatan, mengurangi waktu aplikasi dan

sensitivitas teknik.Glass ionomer cement menyajikan sifat unik tertentu,

termasuk biokompatibilitas, adhesi kimia dengan dentin dan email,

kompatibilitas termal dengan struktur gigi, pelepasan dan penyerapan

fluoride, dan sensitivitas yang lebih rendah (Karades,2021).

b. Kekurangan Glass Ionomer Cement (GIC)

Kelemahan utama GIC adalah kekuatan fisik yang buruk (Shatat, 2018).

Seperti kekuatan mekanik yang rendah dan rentan terhadap keasaman dan

kelembaban. Terpaparnya semen oleh air dapat menyebabkan erosi

permukaan, penurunan kekuatan, retak-retak kecil pada restorasi, dan

penurunan kekuatan adhesi bahan ini. Hal ini dapat menyebabkan

kebocoran mikro yang akan mengakibatkan kegagalan restorasi. Salah satu

kelemahan glass ionomer cement (GIC) adalah kerentanannya terhadap

pengeringan. Kepekaan terhadap kelembaban saat reaksi setting awal

masih berlangsung (selama 24 jam pertama) merupakan salah satu

kelemahan dari GIC konvensional yang juga dimiliki oleh RMGIC.

Kepekaan terhadap kelembaban ini dapat menghambat proses pematangan

bahan ionomer kaca. Difusi air melalui permukaan bahan ionomer kaca

yang tidak dilindungi oleh bahan pelapis dapat menyebabkan

terganggunya reaksi asam-basa komponen ionomer kaca yang ada dalam

RMGIC. Pada proses setting, partikel kaca semen melepaskan ion Ca dan
Al yang akan membentuk matriks. Namun, jika cairan kontak langsung

dengan semen sebelum semen mengeras sempurna, ion-ion tersebut akan

larut oleh air, sehingga pembentukan matriks akan terganggu.

Terganggunya pembentukan matriks selanjutnya akan berdampak pada

menurunnya kekuatan mekanik material ( Ismayanti dkk, 2017).

2.6 Indikasi dan kontraindikasi

Setiap bahan semen memiliki kelebihan dan kekurangan masing-

masing yang nantinya dari semua itu dapat dindikasikan untuk kavitas

seperti apa bahan tersebut. Glass ionomer cement diindikasikan untuk

restorasi pada lesi erosi/abrasi tanpa preparasi kavitas, penumpatan pit dan

fisura oklusal, restorasi gigi sulung, restorasi lesi karies kl. V, restorasi lesi

karies kl. III lebih diutamakan yang pembukaannya arah lingual, dan

reparasi kerusakan tepi restorasi mahkota. Glass ionomer cements juga

dapat digunakan untuk bahan semen, base, dan bahan fissure sealants.

Sedangkan kontraindikasi penggunaan glass ionomer cementadalah

kavitas-kavitas yang ketebalannya kurang, kavitas-kavitas yang terletak

pada daerah yang menerima tekanan tinggi, lesi karies kelas IV atau

fraktur insisal, lesi yang melibatkan area luas pada email labial yang

mengutamakan faktor estetika (Craig, 2004).

2.7 Manipulasi Glass ionomer cement

Glass Ionomer Cement merupakan campuran bubuk cairan yang

dikemas di dalam botol atau kapsul. Bubuk dan liquid GIC diatas paper

pad atau glass lab. Bubuk dibagi menjadi 2 bagian yang sama. Kemudian

teteskan liquid didekat bubuk. Peganglah botol liquid horizontal untuk


sesaat untuk memberi kesempatan udara keluar dari ujungnya. Pindahkan

botol liquid dengan posisi vertikal dan biarkan tetesan liquid jatuh pada

glass lab, kemudian bubuk bagian pertama dicampur dengan spatula ke

dalam liquid sebelum bagian kedua ditambahkan. Waktu percampuran

sekitar 30-60 detik, tergantung pada produk. Semen digunakan setelah

working time sekitar 2 menit. Perpanjangan waktu kerja dapat dicapai

dengan mencampurkan bubuk dan liquid di atas glass lab dingin. GIC

sensitif kontak dengan air selama reaksi pengerasan. GIC akan mengeras

sekitar 3 menit (Power dkk., 2006).


2.8 Reaksi Pengerasan Glass ionomer cement

Reaksi Pengerasan GIC terdiri dari tiga tahap, yakni tahap

pelepasan ion, tahap hidrogel, dan tahap gel poligaram. Tahap pelepasan ion

terjadi segera setelah kontak antara cairan dan bubuk, yang diawali dengan

reaksi ionisasi radikal karboksil (COOH) yang terdapat dalam rantai asam

(asam poliakrilat). Di dalam air, gugus COOH mengalami ionisasi parsial

untuk menghasilkan COO (ion karboksilat) dan proton terhidrasi (H 30+).

H30+ menyerang permukaan GIC akibatnya terjadi pelepasan ion (Ca2) dan

(AI3+) ( Van nort, 2007).

Tahap kedua reaksi dari pengerasan GIC adalah tahap hidrogel.

Tahap hidrogel terjadi 5 sampai 10 menit setelah pencampuran dilakukan.

Selama tahap ini, ion karboksilat dari polimer bereaksi dengan ion logam

membentuk jembatan garam, sehingga terbentuknya gelasi awal matriks

ionomer. Selama tahap hidrogel berlangsung, permukaan GIC harus

dilindungi dari lingkungan yang lembab dan kering karena ion kalsium yang

bereaksi dengan rantai poliasam polianionik mudah larut dalam air. Jika

GIC tidak dilindungi, maka ikatan silang ionik yang mudah larut tersebut

akan melemahkan GIC secara keseluruhan dan terjadi penurunan derajat

transluensi sehingga turut mempengaruhi estetika (Van nort, 2007).

Tahap gel poligaram terjadi pada saat bahan sudah mengeras

seluruhnya, dapat berlangsung selama beberapa bulan.matriks semen

mengalami maturasi pada saat ion (AI3+) yang dilepaskan membentuk

hidrogel poligaram mengelilingi filler glass. Tahap ini menghasilkan

peningkatan sifat fisik dari GIC (Power dkk., 2006).


2.9 Prinsip preparasi gigi pada GIC

Adapun prinsip dari preparasi gigi pada GIC meliputi 7 prinsip yaitu

(Robert, 2002):

1. Outline Form

Outline form adalah garis terluar dari hasil preparasi kavitas yang

terdapat di permukaan gigi. Untuk karies kelas III mengambil jaringan karies

yang disertai pembuatan dovetail dengan cara mengambil sedikit jaringan

sehat sekitarnya. Untuk karies kelas V mengambil jaringan karies disertai

pengambilan sedikit jaringan sehat biasanya berbentuk seperti ginjal.

2. Resistance Form

Resistance form adalah bentuk dan penempatan dinding kavitas pada

kedudukan yang tepat sehingga rstorasi dan jaringan gigi yang masih sehat

dan berfungsi sebagai tempat penahan dapat bekerja sama dalam menahan

tekanan tanpa menimbulkan fraktur.

3. Retention Form

Retention form adalah bentuk dari preparasi kavitas yang tahan terhadap

pergeseran atau hilangnya restorasi dari gaya dorong dan daya angkat.

Kebutuhan retensi berhubungan dengan jenis material restorasi yang

digunakan, prinsip dari retention form bermacam-macam tergantung dari

bahan material yang digunakan. Restorasi Glass Ionomer Cement (GIC)

melekat di dalam gigi oleh ikatan kimiawi yang timbul antara material dan

gigi yang dikondisikan.


4. Removal of caries

Removal of caries merupakan pembuangan jaringan karies dentin dan

debris-debris pada dinding kavitas. Karies tidak boleh ditinggalkan didalam

kavitas. Sebeb jika terjadi kebocoran bakteri yang tinggal didalam kavitas

akan terjadi aktif dan dapat menimbulkan gejala sakit dan masalah

endodontic.

5. Finishing of the enamel wall

Finishing of the enamel wall merupakan suatu tindakan yang dilakukan

untuk membentuk dinding enamel margin yang halus dan rata agar

mendapatkan kontak marginal serta adaptasi tumpatan yang baik.

Penghalusan dinding dan dasar kavitas menggunakan fine finishing bur

sampai halus dan rata. Pada kunjungan berikutnya penghalusan akhir bisa

dilakukan dengan menggunakan bur batu putih (white stone), bur tungsten

carbide dan karet abrasif dengan kecepatan rendah.

6. Convinience Form

Convenience form dilakukan dengan cara membentuk kavitas

sedemikian rupa untuk mempermudah pengerjaan kavitas dan memasukkan

bahan tumpatan ke \dalam kavitas. Convenience form dapat diperoleh dengan

cara:

 Memperluas preparasi kavitas

 Pemilihan alat yg dapat memudahkan pekerjaan

 Pemasangan separator mekanis untuk retraksi gingiva.

7. Cavity toilet
Toilet of the cavity merupakan tindakan terakhir dari prinsip preparasi

kavitas yang bertujuan untuk membersihkan kavitas dari debris. Kavitas

dibersihkan dengan air hangat, menggunakan cleanser cavity atau aquadest

Pada kasus tertentu pada karies, yang mengakibatakn kerusakan hingga

mengenai pulpa, sebaiknya langkah pertama hingga ke lima di letakkan pada

langkah ke dua. Apabila terjadi keadaan seperti ini, sangat penting untuk

meletakan base yang sesuai takaran ke dalam kavitas yang sudah di preparasi

preparasi.

a. Preparasi Kelas III GIC

Preparasi Gigi Kelas III Glass ionomer adalah pilihan untuk memulihkan

lesi kelas III ketika karies meluas ke permukaan akar (Nisha dan Amit 2015 ) .

Indikasi untuk restorasi glass ionomer kelas III:

• Pada pasien dengan indeks karies tinggi

• Ketika karies meluas ke permukaan akar

• Pada area dengan tekanan oklusal rendah

• Ketika email labial masih utuh.

– Outline Form :

Bentuk garis besar: Menggunakan bur kerucut kecil terbalik, buat akses

melalui tepian marginal lingual . Perluas bur ke arah insisal atau area gingiva

tergantung pada karies. Hal Ini membantu dalam menjaga estetika dan

mengekspos lebih sedikit bahan untuk dehidrasi. Jangan mencoba memutuskan

kontak, ini membantu menjaga email wajah. Siapkan margin cavosurface butt-

joint karena ionomer kaca adalah bahan rapuh, tidak dapat ditempatkan di atas

bevel.
– Retention and resistance form:

Karena retensi dalam ionomer kaca bersifat kimiawi, maka penempatan

undercut dan pas tidak wajib. Untuk retensi, perdalam garis untuk menyediakan

setidaknya 1 mm curah untuk semen. Alur kecil di bagian insisial atau servikal

dapat memberikan bentuk retensi tambahan bila diperlukan.

- Convenience form:

Dinding lingual terkadang rusak untuk akses pada gigi rahang atas. Gigi

dapat dipisahkan secara mekanis untuk kenyamanan bentuk

– Pulpal Protection :

Setiap area di mana sisa dentin kurang dari 0,5 mm, liner kalsium

hidroksida pengaturan cepat ditempatkan untuk perlindungan pulpa. Pernis tidak

digunakan, karena tidak perlu mencegah invasi kimia.

b. Preparasi Kavitas Kelas V (Nisha dan Amit 2015)

Indikasi penggunaan Glass Ionomer pada restorasi kelas V adalah:


• Pasien dengan insiden karies tinggi

• Estetika tidak menjadi perhatian utama

• Pada lesi permukaan akar.

Lesi kelas V hanya dapat terjadi pada email atau keduanya pada email dan

sementum . Langkah-langkah preparasi gigi lesi kelas V adalah:

- Outline Form

Bentuk garis luar terbatas pada perluasan lesi. Siapkan gigi menggunakan

bur bulat kecepatan tinggi bersama dengan air pendingin udara. Berhati-hatilah

untuk mengelola cairan sulkular, jangan membuat persiapan lebih lanjut dalam

kasus abrasi serviks atau erosi di mana sebagian besar berada di sementum.

- Retention and resistance form

Retensi terutama dicapai dengan ikatan kimia, jadi tidak ada yang khusus

diperlukan untuk retensi tambahan. Siapkan alur yang membulat pada dinding

dentin oklusal dan servikal jika diperlukan pada gigi yang lebih lebar.

- Convenience form

Retraktor bibir dan pipi dan pelindung lidah umumnya digunakan untuk

kemudahan pengoperasian meskipun penggunaan rubber dam lebih disukai.

- Pulpa Protection

Sama seperti untuk kelas III.


2.10 Cara penumpatan Menurut (Anusavice, K. J., Shen, C. dan Rawls, H.

R., 2013, Phillip’s Science of Dental Materials, China, hal. 320-324) :

1. Persiapan Permukaan Gigi :


 Preparasi kavitas
 Bersihkan permukaan gigi dari sisa debris dan smear layer
menggunakan pumice
 Aplikasi asam poliakrilat 10%-20% selama 10-20 detik kemudian
bilas menggunakan air selama 20-30 detik
 Keringkan permukaan kavitas tetapi tidak terlalu kering dan tidak
boleh terkontaminasi oleh saliva dan darah
 Aplikasikan liner calcium hydroxide bila sisa ketebalan dentin
sebesar 0,5 mm
2. Persiapan Bahan :
 Ambil bubuk dan cairan sesuai aturan pabrik kemudian letakkan di
atas glass lab
 Campurkan sebagian bubuk ke dalam cairan menggunakan spatula
plastik. Pencampuran dilakukan selama 5-15 detik
 Campurkan bubuk yang tersisa dengan teknik melipat sampai
homogen dan mengkilap. Waktu pencampuran sekitar 45 detik.
3. Aplikasi Bahan dan Finishing
 Aplikasikan bahan glass ionomer cement dengan jumlah berlebih
menggunakan plastik filling
 aplikasikan matriks selulosa selama 5 menit untuk mencegah glass
ionomer cement melepas dan menyerap air
 Setelah 5 menit, lepaskan matriks dan lindungi permukaan di
sekitar restorasi dengan mengaplikasikan varnish atau petroleum
jelly
 Lakukan pengambilan glass ionomer cement yang berlebih
 Aplikasikan varnish

2.11 Bahan Pelindung GIC

Kontak dini dengan saliva yang terdapat pada rongga mulut. Untuk mengatasi
hal tersebut, glass ionomer harus dilindungi agar tidak berkontak dengan yaitu
dengan cara memasang cotton roll, saliva suction, rubber atau dapat pula teknik
pelapisan bahan tambal menggunakan bahan pelapis seperti varnish atau cocoa
butter (Sutrisna 2000).

Penggunaan varnish pada permukaan glass ionomer bukan saja bermaksud


menghindari kontak dengan saliva tetapi juga untuk mencegah dehidrasi saat
tambalan tersebut masih dalam proses pengerasan (Saleh & Khaill 2006). Varnish
kadang-kadang juga digunakan sebagai bahan pembatas antara glass ionomer
dengan jaringan gigi terutama pulpa karena pada beberapa kasus semen tersebut
dapat menimbulkan iritasi terhadapa pulpa (Craig, 2002).

Pada umumnya, penggunaan varnish bertujuan untuk melindungi pulpa dari


iritasi kimia bahan-bahan yang berkontak dengannya untuk keperluan ini varnish
berada diantara dentin dan bahan restorasi (Anusavice 2003). Varnish tidak larut
dalam cairan mulut dan air,tahan terhadap cairan mulut serta bertahan di
permukaan gigi untuk waktu yang lama. Sifat menempelnya varnish terhadap
bahan lain secara fisika bukan kimiawi sehingga mudah terabrasi (Ferracane
2001).

Varnish mengandung satu atau lebih resin yaitu gum natural dan resin sintetik
atau rosin. Bahan-bahan tersebut terlarut dalam larutan organic seperti kloroform,
alkohol, aseton, benzene, toluene, etil asetat (Craig 2002). Varnish sebaiknya
digunakan lebih dari satu olesan karena sering kali menghasilkan pinholes
(porositas) pada pengolesan pertama. Dengan pengolesan kedua dan seterusnya,
porus yang terjadi dapat terisi.
DAFTAR PUSTAKA

Almuhaiza, M. 2016. Glass Ionomer Cement In Restorative Dentistry : A Critical


Appraisal. The Journal Of Contemporary Dental Practice. 17(4):331-336.
Anusavice KJ, Shen J, Rawls HR. 2013. Philips Science of Dental Materials.
USA: Elsevier.
Anusavice, Kenneth J. 2003. Philip’s Science of Dental Materials. Edition 11th.
Pennsylvania: Sounders Company.
Craig, Robert G, Powers JM, Wataha JC. 2004. Dental Materials Properties and
Manipulation. Edition 8th. Missouri: Mosby Elsevier.
Gladwin MA, Bagby MD, Steward MA. 2009. Clinical Aspects of Dental
Materials. Edition 3rd. Michigan:Wolters Kluwer Health..
Ismayanti, D., Triaminingsih, S., Eriwati, Y.K. 2017. The Effect Of Salivary pH
On Diametral Tensile Strength Of Resin Modified Glass IonomerCement
Coated With Coating Agent. IOP Conf. Series: Journal Of Physics. Series
884.
John W, Sharanbir K. Sidhu, & Nicholson, 2016 A Review of Glass-Ionomer
Cements for Clinical Dentistry J. Funct. Biomater. 2016, 7, 16;
doi:10.3390/jfb7030016
Karades, M. 2021. The Effect Of Smear Layer Thickness On Bonding Strength To
Dentin Of Restorative Glass Ionomer Cement. Journal Of Adhesion
Science And Technology. Hal:1-10.
McCabe, John F, Walls, Angus W. 2008. Applied Dental Materials. Edition 9th.
Oxford: Blackwell Publishing.
Mount, G, J., 2002., An Atlas Of Glass Ionomer Cement., Third Ed., ISBN 0-203-
21545-1 Master e-book ISBN.
Nisha Garg & Amit Garg : Operative Dentistry 3th ed.2015 Page 432-433
Power JM., Sakaguchi RL., Craig’s Restorative Dental Materials. United States of
America: Mosby Elsevier, 2006:484.
Powers JM, Wataha JC. 2008. Dental Materials: Properties and Manipulation.
Edition 9th. Missouri: Mosby.
Robert G., John M. Powers. 2002. Restorative Dental Materials : 11 th edition.
Missouri : Mosby Inc
Shatat, F. 2018. The Effect Of Resion Based Coatings On Fluoride Release Of
Glass Ionomer Cement, An In Vitro Study. University Of The Western
Cape. Hal :2-3.
Van Noort R. 2007. Introduction to Dental Materials. Edition 3rd. China: Mosby
Elsevier.
Anusavice, K. J., Shen, C. dan Rawls, H. R., 2013, Phillip’s Science of Dental
Materials, China, hal. 320-324

Anda mungkin juga menyukai