Anak
Kelompok A3:
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah yang berjudul “Glass Ionomer Cement (GIC) sebagai
Material Restorasi Gigi Anak” ini kami buat untuk mengetahui jenis restorasi gigi
yang tepat untuk anak serta apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
bahan restorasi untuk anak. Atas bantuan dosen pembimbing kami, Dr. Elly
Munadziroh, drg., MS, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Untuk itu, tidak
lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih tidak sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap
mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat.
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karies merupakan suatu proses demineralisasi struktur gigi yang bisa
terjadi pada semua permukaan gigi. Karies gigi berawal dari plak pada
permukaan gigi yang dibiarkan dalam waktu yang cukup lama dan tidak
didukung dengan kebersihan rongga mulut yang bagus. Plak merupakan
sekumpulan bakteri yang melekat pada permukaan gigi, sebenarnya plak
merupakan hal yang wajar, tetapi jika plak dibiarkan terus menerus maka akan
menyebabkan karies.
Karies merupakan proses demineralisasi struktur gigi, dari enamel dan
dentin. Beberapa kasus karies yang parah dapat menyebabkan peradangan
pada pulpa dan akar. Demineralisasi enamel merupakan tahap awal terjadinya
karies, pada saat terjadi demineralisasi pada enamel, kita tidak merasakan
adanya kerusakan pada gigi kita. Tetapi jika karies sudah mencapai dentin,
maka gigi yang karies ini menjadi lebih sensitif terhadap stimulus panas,
dingin serta manis. Stimulus ini menyebabkan rasa nyeri pada gigi yang
terkena karies dentin.
Pada anak-anak yang mengalami karies, dibutuhkan bahan restorasi
yang mudah diaplikasikan serta cukup kuat. Bahan restorasi tersebut juga
sebaiknya dapat memperkuat gigi anak dengan mencegah terbentuknya karies
baru. GIC atau glass ionomer cement merupakan suatu bahan restorasi yang
mengandung fluor, dimana fluor ini dapat berguna untuk mencegah terjadinya
karies baru, serta memperkuat struktur gigi.
GIC mempuyai masih banyak lagi kelebihan, seperti kekuatannya
menahan beban pengunyahan, estetik yang baik, dan tahan terhadap kelarutan
saliva. GIC banyak digunakan untuk restorasi gigi sulung, dikarenakan
kelebihan-kelebihan yang dimiliki GIC serta aplikasi yang mudah untuk
restorasi gigi anak.
4
1.2 Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Bahan restorasi apakah yang cocok untuk restorasi gigi sulung
2. Mengapa dipilih GIC sebagai bahan restorasi pada gigi sulung
1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui proses terjadinya karies
2. Untuk mengetahui bahan restorasi untuk gigi sulung
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan GIC untuk restorasi gigi
sulung
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
juga digunakan untuk menggantikan bagian dari patahan atau gigi yang
terkelupas.
c. Resin ionomer
Resin ionomer terdiri dari glass filler dengan asam akrilik dan resin
akrilik. Resin ionomer mengeras dengan paparan sinar biru (blue light).
Resin ionomer sering digunakan untuk tumpatan pada permukaan gigi
yang tidak digunakan untuk mengunyah dan tumpatan pada gigi sulung.
d. Glass ionomer
Glass ionomer adalah bahan material kedokteran gigi yang terdiri
dari campuran acryliyc acid dengan glass powder yang digunakan untuk
mengisi kavitas, khususnya pada permukaan akar gigi. Glass ionomer
digunakan untuk tambalan kecil di area yang tidak perlu menahan
pengunyahan makanan yang berat. Glass ionomer juga digunakan untuk
semen mahkota gigi.
Indirect restoration terdiri dari:
a. Porcelain (ceramic)
Ceramic, porcelain dan crown termasuk dalam material porcelain
(ceramic). Mereka digunakan untuk inlay, onlay, crown, dan veener.
b. Gold Alloy
Gold alloy berisi emas, tembaga, dan logam lainnya yang
digunakan untuk inlay, onlay, crown dan fixed bridges.
7
reaktivitas cairan, menurunkan viskositas, dan mengurangi kecenderungan
untuk gelasi. Tartaric acid juga terdapat dalam cairan untuk meningkatkan
working time, tetapi mempersingkat setting time. (Anusavice, 2003)
8
Kekuatan kompresi GIC berkisar antara 90-230
Mpa. Nilai kekuatan tariknya hampir sama dengan semen
seng fosfat yaitu sebesar 4,2-5,3 MPa. GIC bersifat lebih
brittle. Modulus elastisitasnya sebesar 3,5-6,4 GPa
sehingga GIC tidak terlalu kaku dan lebih peka
terhadap perubahan bentuk, lebih elastis dibandingkan seng
fosfat. Kekuatan kompresi dari GIC naik secara cepat apabila
semen diisolasi dari kelembaban saat awal pembentukan.
Pengisolasian dari lingkungan yang lembab bertujuan untuk
memberikan perlindungan pada permukaan restorasi dari saliva
dengan menggunakan larutan varnish atau light-curing
bonding agent. (William A, 2001:121)
2.4.2.2 Bond Strength
Kekuatan GIC untuk berikatan adalah sebesar
1-3 Mpa. GIC dapat berikatan dengan baik dengan enamel,
stainless steel, tin oxide-plated platinum, dan gold alloy. Bond
strength dapat dinaikkan dengan pemberian
conditioner berupa asam dan larutan FeCl 3 pada
dentin.
2.4.2.3 Kekerasan
Semen memiliki sifat kekerasan yang baik, namun jauh
inferior dibanding kekerasan bahan resin. Kemampuan adhesi
melibatkan proses gelasi dari gugus karboksil dari poliasam
dengan kalsium di kristal apatit enamel dan dentin. Semen ini
memiliki sifat anti karies karena kemampuannya melepaskan
fluorida. Dalam proses pengerasan harus dihindarkan dari
saliva karena mudah larut dalam cairan dan menurunkan
kemampuan adhesi. Ikatan fisikokimiawi antara bahan dan
permukaan gigi sangat baik sehingga mengurangi kebocoran
tepi tumpatan (Anusavice, 2003: 425).
9
Glass ionomer menghasilkan fluorida dalam jumlah yang
sebanding dengan fluorida yang dihasilkan semen silikat dan proses ini
terus berlanjut selama periode yang panjang. Jumlah minimal pelepasan
fluorida dan serapan oleh enamel bisa digunakan untuk menghambat
karies. Beberapa studi klinis terkontrol tentang glass ionomer
digunakan untuk restorasi atau fissure sealant, menunjukkan bahwa
jumlah lesi karies sekunder yang dikembangkan berkisar dari nol
sampai nomor yang tinggi, hal ini terkait dengan restorasi komposit.
Pada survei penelitian yang sama oleh dokter gigi menunjukkan bahwa
frekuensi karies sekunder di gigi dengan restorasi glass ionomer
dibandingkan dengan gigi dengan komposit posterior itu lebih rendah
untuk satu kelompok dokter gigi tetapi lebih tinggi untuk kelompok lain
dokter gigi. Namun, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ion
fluorida yang dilepaskan dari GIC menghambat perkembangan karies
sekunder (Anusavice, 2003, pp : 475).
Kebanyakan studi histological mengindikasikan bahwa glass
ionomer cukup biokompatibel. Glass ionomer menghasilkan reaksi
pulpa yang lebih besar dari ZOE dan umumnya kurang dari semen
fosfat seng. Glass ionomer digunakan sebagai luting agent yang
memiliki rasio bubuk dan cairan yang rendah dapat menimbulkan
bahaya yang lebih besar dari restorasi glass ionomer karena semen
dengan rasio bubuk dan cairan yang rendah dapat menyebabkan
keadaan pH rendah dalam waktu yang lama. Bagaimanapun, GIC
membutuhkan lapisan tipis sebagai pelindung, seperti Ca(OH)2, dengan
kedalaman 0,5 mm dari ruang pulpa pada preparasi. (Anusavice, 2003)
10
semen ionomer kaca modifikasi resin sebab melibatkan resin yang dikeraskan
sinar dalam formulanya. (Anusavice, 2003)
Tipe I : luting cements, berguna untuk merekatkan gigi mahkota atau
jembatan, tumpatan tuang, dan alat-alat ortodonsi cekat. Semen
perekat ini mencegah kebocoran tepi restorasi dan lapisan semen
harus dibuat setipis mungkin agar tidak terlarutkan oleh cairan
mulut.
Tipe II : restorative cement, sebagai tumpatan estetik yang sewarna
dengan gigi.
Tipe III : lining dan base cement (Mount, 2005)
Sedangkan menurut sifat fisik dan kimianya, glass ionomer cement
diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu: (Quiec, 2011)
1. Glass ionomer cement konvensional
Glass ionomer konvensional terdiri dari fluoroaluminosilicate glass,
biasanya dalam garam stronsium atau kalsium dan cairan asam
polialkenoat, sebagai contoh poliakrilik, maleat, itakonik dan asam
trikarbalilik. Bahan konvensional dibuat dengan reaksi unsur asam antara
cairan asam dan bubuk dasar. Baru-baru ini, untuk memperbaiki sifat fisik
dan mengurangi sensitivitas air dan bahan konvensional, dikembangkanlah
resin-modified glass ionomer cements. Bahan ini mengandung resin yang
dapat berpolimerisasi, biasanya hydroxyethylmethacrylate (HEMA), dan
memiliki reaksi pengerasan tambahan dari polimerisasi resin yang dapat
berupa self-cure atau light-cure.
2. Resin-modified glass ionomer cement
Modified glass ionomer merupakan bahan hybrid yang terdiri dari
80% semen ionomer kaca konvensional dan 20% resin komposit
fotopolimerisasi. Ciri utama resin-modified glass ionomer cement adalah
ketika bubuk dan cairan dicampur akan terjadi reaksi pengerasan
dengan bantuan sinar (light cure) Tahap-tahap reaksinya:
1. Reaksi pengerasan
2. Reaksi polimerisasi
3. Reaksi antara garam logam poliakrilat dengan resin
11
4. Reaksi asam-basa dan polimerisasi penyinaran pada resin-modified
glass ionomer cement
3. Hybrid ionomers
Kekuatan tarik dari ionomer kaca hibrid lebih tinggi dari ionomer kaca konvensional.
Peningkatan ini di akibatkan oleh modulus elastisitasnya yang lebih rendah dan deformasi
plastis yang lebih banyak yang dapat di tahan sebelum terjadinya fraktur.
4. Tri-cure glass ionomer cement
5. Metal-reinforced glass ionomer cements
Metal-reinforced glass ionomer cements pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1977. Penambahan bubuk campuran perak-amalgam pada
bahan konvensional meningkatkan kekuatan fisik semen dan memberikan
radiopasitas.Selanjutnya, partikel perak dilelehkan menjadi serpihan-
serpihan seperti kaca, dan sejumlah produk kemudian muncul kandungan
kandungan campuran amalgam telah ditetapkan untuk memperbaiki
keluhan sampai sampai tingkat yang dikatakan menghasilkan sifat mekanis
optimum untuk metal-reinforced glass ionomer cements. Digunakan untuk
area yang memiliki stress tinggi, ketebalannya lebih dari 45 µm.
(Nagaraja, 2005)
12
mencungkil atau mematahkan semen menjauh dari tepi restorasi. Kelebihan
semen perlu dijaga agar tidak melekat ke permukaan gigi atau protesa. Semen
ini sangat peka terhadap kontaminasi air selama pengerasan. Oleh karena itu,
tepi restorasi harus dilapisi untuk melindungi semen dari kontak yang terlalu
dini dengan cairan.
Dalam manipulasi GIC, hal lain yang perlu diperhatikan (Anusavice,
2003) adalah perbandingan powder/liquid, biasanya berkisar 1,3-1,35 : 1,
pencampuran harus cepat, gigi sebaiknya diisolasi dahulu agar tidak lembab,
untuk proteksi pulpa sebaiknya menggunakan calcium hydroxide bila
ketebalan dentin <0,5 mm, kemudian varnish digunakan untuk melindungi
semen dari keadaan yang lembab setelah semen selesai diaplikasikan.
Untuk tercapainya restorasi yang tahan lama dan protesa tetap kuat,
kondisi dari glass ionomer harus dipenuhi, yaitu permukaan gigi harus bersih
dan kering, konsistensi semen harus memungkinkan melapisi permukaan
yang ireguler, semen yang berlebih harus dikeluarkan pada waktu yang tepat,
permukaan harus diselesaikan tanpa pengeringan yang berlebihan, dan
perlindungan terhadap permukaan restorasi harus diperhatikan untuk
mencegah retak atau disolusi. Kondisi ini serupa dengan aplikasi luting,
kecuali tidak diperlukan finishing permukaan (Anusavice, 2003).
Setting time dapat diperpanjang dengan cara menggunakan cold glass
slab pada saat mencampur bubuk dan cairan. Akan tetapi hal ini akan
menyebabkan compressive strength dari GIC menurun (Van Noort, 2007).
Mekanisme perekatan antara GIC dan dentin atau enamel melibatkan ion
polyacrylate dari GIC dengan struktur apatit pengganti kalsium dan ion
phospat sehingga menghasilkan intermediate layer dari pilyacrylate, ion
fosfat dan kalsium atau dapat langsung melekat pada kalsium dari struktur
apatit gigi (Van Noort, 2007).
13
kontak dini dengan saliva yang terdapat pada rongga mulut. Untuk mengatasi
hal tersebut, glass ionomer harus dilindungi agar tidak berkontak dengan
yaitu dengan cara memasang cotton roll, saliva suction, rubber atau dapat
pula teknik pelapisan bahan tambal menggunakan bahan pelapis seperti
varnish atau cocoa butter (Sutrisna 2000).
Penggunaan varnish pada permukaan glass ionomer bukan saja
bermaksud menghindari kontak dengan saliva tetapi juga untuk mencegah
dehidrasi saat tambalan tersebut masih dalam proses pengerasan (Saleh &
Khaill 2006). Varnish kadang-kadang juga digunakan sebagai bahan
pembatas antara glass ionomer dengan jaringan gigi terutama pulpa karena
pada beberapa kasus semen tersebut dapat menimbulkan iritasi terhadapa
pulpa (Craig, 2002).
Pada umumnya, penggunaan varnish bertujuan untuk melindungi pulpa
dari iritasi kimia bahan-bahan yang berkontak dengannya untuk keperluan ini
varnish berada diantara dentin dan bahan restorasi (Anusavice 2003). Varnish
tidak larut dalam cairan mulut dan air,tahan terhadap cairan mulut serta
bertahan di permukaan gigi untuk waktu yang lama. Sifat menempelnya
varnish terhadap bahan lain secara fisika bukan kimiawi sehingga mudah
terabrasi (Ferracane 2001).
Varnish mengandung satu atau lebih resin yaitu gum natural dan resin
sintetik atau rosin. Bahan-bahan tersebut terlarut dalam larutan organic
seperti kloroform, alkohol, aseton, benzene, toluene, etil asetat (Craig 2002).
Varnish sebaiknya digunakan lebih dari satu olesan karena sering kali
menghasilkan pinholes (porositas) pada pengolesan pertama. Dengan
pengolesan kedua dan seterusnya, porus yang terjadi dapat terisi.
14
dan mempengaruhi setting pada tahap berikutnya, yang sering disebut sebagai
secondary reaction stage. Material ini terdiri dari glass cores embedded in
matrix of cross-linked polyacid yang tidak bereaksi. Bagian matrix terdiri
dari reaksi produk garam. tahap kedua dari reaksi setting terlibat dalam
jumlah aluminum dalam struktur matrix yang signifikan dan hasilnya pada
mark maturation dari physical properties material. Dalam tahap ini, material
sangat lemah dan mudah larut. Untuk memastikan proses reaaksi sampai
hingga tahap full maturity, sangat penting bahwa semen yang seting
terlindungi dari moisture contamination yang terlalu banyak karena adanya
kuantitas air yang tidak proporsional pada tahap ini dapat menghambat
pembentukan garam. Adanya asam tartar sangat berpengaruh dalam
mengontrol karateristik setting material. Asam tartar membantu memecah
lapisan terluar dari glass particles, cepat dalam membebaskan ion aluminium
yang mana mengalami complex formation. Karenanya, ion aluminium tidak
segera tersedia untuk reaksi dengan polyacid sehingga working time semen
dapat terjaga. Intial setting dapat lanjut dihambat oleh asam tartar
menghindari unwinding andionization dari polyacid chains. Ketika
konsentrasi dari aluminium yang larut mencapai level tertentu, tahap kedua
reaksi setting langsung diproses dengan cepat. Pembentukan asam tartar yang
kompleks antara polyacid dan trivalent aluminium ions dengan cara
mengatasi masalah steric hindrance yang mana dapat terjadi ketika ion
aluminium berusaha membentuk garam dengan 3 asam karboksilat.
karenanya banyak tautan aluminium garam terdiri dari ion aluminium yang
terikat sampai dua grup karboksilat dan satu grup asam tartar. Mekanisme ini
didukung oleh fakta bahwa sangat sedikit asam tartar yang tidak terikan
dalam semen. pelepasan ion fluoride dari hasil glass particle dalam fase
matrix dalam material menjadi reservoir untuk fluoride. setelah setting
matriks bisa melepaskan fluoride ini ke lingkungan sekitarnya atau untuk
mengabsorbsi fluoride dari sekitarnya ketika konsentrasi ambient fluoride
sedang tinggi. sebagai tambahan untuk efek terapi yang potensial, adanya
fluoride juga dipikirkan membantu dalam mengoptimalkan karakteristik
15
setting dengan cara menjaga workability untuk waktu yang lebih lama diikuti
oleh peningkatan kekentalan. (McCabe, 2008)
16
penggunaan preparasi perbaikan oklusal memiliki kekuatan yang
rendah pada bagian dengan GIC yang tipis, hal ini dapat mengakibatkan
marginal chipping (Garg and Garg, 2013). GIC tradisional cenderung
lebih opaque dibandingkan dengan RMGIC (Resin modified glass
ionomer cement). Umumnya pada GIC tradisional dapat muncul noda
yang berasal dari eksogen. (Noble, 2012)
GIC lebih rapuh dan juga rentan terhadap elastic deformation.
GIC memiliki initial setting yang lambat dan dapat menyebabkan iritasi
pulpa, untuk itu perlu diberi varnish terlebih dahulu (Koudi and Patil,
2007). Ketika ion dari logam berat digunakan, hasil akhir dari material
GIC akan tampak radiopaque jika dilihat dengan sinar-x. Permukaan
glass ionomer cement sensitif terhadap kelembaban. (Craig, 2002)
GIC memiliki kekurangan mudah larut / solubility (Poor abrasion
resistance). Dengan kelarutan yang tinggi, mengalami banyak
kehilangan material dalam mulut. Kehilangan banyak material dai GIC
ini dapat diklasifikasikan pada 3 kategori utama (Van Noort, 2002):
a. Pelarutan dari immature cement
Terjadi sebelum material seting sepenuhnya. Perlindungan
sementara pada lapisan nitro-cellulase, methyl methacrylate
bertindak sebagai varnish yang dapat meminimalisir efek ini.
Perlindungan ini bertahan paling tidak 1 jam, sehingga GIC
mempunyai waktu yang panjang untuk mendekati sifatnya yang
akan dicapai ketika meterial telah setting sepenuhnya.
b. Erosi jangka panjang
Dapat terjadi dikarenakan acid attack atau abrasi mekanis. Pada
saat pembentukan asam terjadi akumulasi plak dan mulut menjadi
sangat asam.
c. Abrasi
Ketahanan terhadap abrasi jelek sehingga hanya dapat digunakan
pada kondisi yang low stress dan tidak dapat digunakan sebagai
material restorasi gigi posterior yang permanen.
17
BAB 3
KONSEP MAPPING
Diberi Basis
Tumpatan Anak
Glass Ionomer
Cement
Tipe 1 Mekanik
Tipe 2
Fisik
Kelebihan Kekurangan
Tipe 3
Biologi
18
BAB 4
PEMBAHASAN
19
gigi sulung dan gigi tetap muda bahan yang sering digunakan
adalah Glass Ionomer Cement dan Compomer (Kompomer). Glass
Ionomer Cement mempunyai komposisi bahan bubuk acid
soluable calcium fluoraluminosilicate glass dan cairan aqueous
solution of polyacrilyc acid yang mengandung fluoride. Prevalensi
karies gigi sulung lebih tinggi dibandingkan gigi tetap, hal ini
disebabkan proses kerusakannya kronis dan asimptomatis.
Disamping banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya karies
pada gigi sulung, struktur enamelnya kurang padat karena banyak
mengandung air dan pemeliharaan gigi tidak teratur. Banyak
penelitian telah menunjukkan bahwa ion fluoride yang dilepaskan
dari GIC dapat menghambat perkembangan karies sekunder
(anusavice, 2003) Oleh karena itu, dengan menggunakan GIC, hal
ini menjadi salah satu solusi mengurangi kemungkinan karies pada
anak, mengingat golongan anak-anak adalah penderita karies
terbesar.
2. Glass Ionomer Cement (GIC/SIK) perlekatan ionik permanent
terhadap struktur gigi, berikatan langsung dengan dentine dan
enamel. Ikatan pada dentin adalah ikatan hidrogen (Van noort,
2002). Kekuatan untuk berikatan dengan enamel selalu lebih tinggi
dari dentin karena semakin besarnya kandungan anorganik dari
enamel dan homogenitas yang lebih besar (Anusavice, 2003)
3. GIC memiliki biokompabilitas yang baik terhadap jaringan gigi,
solubilitas rendah, antikariogenik, perubahan deimensi kecil dan
tahan terhadap fraktur.
20
tahun yang tidak memungkinkan untuk melakukan pengerjaan
yang lama karena sifat anak-anak yang lebih susah diatur, maka
menggunakan semen ionomer kaca/GIC adalah pilihan yang tepat.
21
sangat sulit diterapkan pada pasien anak karena pasien dituntut untuk tidak banyak
bergerak.
Cara lain yang direkomendasikan yaitu dapat pula dengan teknik pelapisan
bahan tambal menggunakan bahan pelapis seperti varnish atau cocoa butter
(Sutrisna 2000). varnis terbuat dari isopropil asetat, aseton, kopolimer dari vinil
klorida, dan vinil asetat yang akan larut dengan mudah dalam beberapa jam atau
pada proses pengunyahan. Penggunaan varnish pada permukaan glass ionomer
cement bukan saja bertujuan untuk menghindari kontak dengan saliva, tetapi juga
untuk mencegah dehidrasi saat tambalan tersebut masih dalam proses pengerasan
(Saleh & Khaill 2006). Varnish sebaiknya digunakan lebih dari satu olesan karena
sering kali menghasilkan pinholes (porositas) pada pengolesan pertama. Dengan
pengolesan kedua dan seterusnya, porus yang terjadi dapat terisi.
Dengan demikian, penggunaan GIC dalam tumpatan untuk anak-anak
sangat direkomendasikan, tentunya dengan menggunakan prosedur yang baik dan
sesuai ketentuan sehingga keluhan yang ada seperti karies dapat tertanggulangi
dengan maksimal.
22
BAB 5
KESIMPULAN
Dilihat dari kondisi anak yang giginya berlubang hingga anak tersebut
merasakan nyeri saat makan dan minum, karies tersebut sudah cukup dalam. Oleh
karena itu dibutuhkan tumpatan yang sesuai bagi anak tersebut dan dari kasus
penanganan karies yang dialami anak, kami menyimpulkan bahwa bahan
tumpatan yang paling tepat untuk digunakan adalah mengggunakan Glass
Ionomer Cement (GIC). Dipilihnya GIC karena GIC memiliki beberapa
keunggulan sebagai bahan tumpatan untuk anak, yaitu GIC melepaskan fluorida
yang dapat menghambat pembentukan karies sekunder. Aplikasi GIC mudah
sehingga mengurangi waktu tindakan mengingat anak kecil yang sering tidak
betah pada saat dokter gigi melakukan perawatan. Glass Ionomer Cement
(GIC/SIK) memiliki perlekatan ionik permanen terhadap struktur gigi, berikatan
langsung dengan dentine dan enamel, biokompatibilitas tinggi, pembuangan
jaringan gigi yang sehat sangat minimal bahkan terkadang tidak diperlukan
pengeburan pada gigi, jarang menimbulkan reaksi alergi, dan estetika baik.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Riyanti, Eriska. 2005. Hubungan Pendidikan Penyikatan Gigi Dengan Tingkat
Kebersihan Gigi Dan Mulut Siswa-Siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu
(SDIT) Imam Bukhari. Skripsi Universitas Padjadjaran Bandung. Tidak
dipublikasikan
Sutrisna, D. Glass Ionomer ART Sebagai Bahan Tumpatan. Makalah Seminar &
Workshop ART Terobosan Baru Dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi.
Bandung 23 Agustus 2000.p.1-4.
Saleh, L.A , Kaiil, M.F. The effect of different protective coatings on the surface
hardness of glass ionomer cements . The Saudi Dental Journal, 2006, dapat
diakses di www.sdsjournal.org/1994/volume6-number-1/1994-6-1-3-7-
full.html. (diakses 25 November 2013)
Subramaniam P. 2008. Retention of Resin Based Sealant and Glass Ionomer used
as a Fissure Sealant: a Comparative Study. Jurnal Indian Soc. Pedodontics
Prevent Departemen diakses dari
http://www.jisppd.com/temp/JIndianSocPedodPrevDent263114-
3280171_090641.pdf pada 23 November 2013
25