Anda di halaman 1dari 28

STUDENT PROJECT

DENTAL POLYMER

Oleh :
KELOMPOK SGD 2
Ni Ketut Sinta Rahayu (1802551003)
Yogi Saputra (1802551004)
Dwika Irfan Herianto (1802551017)
Go, Vania Melinda Aprilia (1802551018)
Lady Millenia Natasya (1802551027)
Ni Wayan Ari Wulansari (1802551028)
Marcelinus Albert Limanto (1802551038)
Mhay Chyntha Harlyana (1802551039)

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI


DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
i

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa,
karena atas karunia dan izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan student project
dengan topik ‘Dental Polymer’.
Harapan kami semoga dengan pengerjaan student project ini, bisa
menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman kita semua dalam proses belajar-
mengajar.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki, kami
memohon maaf atas kesalahan yang masih terdapat di dalam student project ini.
Karena kami yakin masih banyak kekurangan yang ada di dalam pengerjaan tugas
student project ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesuksesan student project yang kami susun.

Denpasar, 18 September 2019

Kelompok SGD 2

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................ 3
2.1 Definisi Polimer .................................................................................. 3
2.2 Sejarah Polimer Dalam Kedokteran Gigi............................................. 3
2.3 Klasifikasi Polimer ............................................................................... 4
2.4 Sifat Dental Polimer ............................................................................ 7
2.5 Mekanisme Polimer ............................................................................ 9
2.5.1 Tahapan Polimerisasi ............................................................... 9
2.5.2 Interaksi Monomer – Polimer .................................................. 12
2.5.3 Hambatan dan Kegagala Polimerisasi...................................... 13
2.6 Penerapan Polimer dalam Kedokteran Gigi ......................................... 14
2.7 Biokompatibilitas Dental Polymer....................................................... 18
2.7.1 Definisi Biokompatibilitas ...................................................... 18
2.7.2 Uji Biokompatibilitas pada Dental Polymer ........................... 19
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 22
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 22
3.2 Saran ...................................................................................................... 22

ii
iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Linier Chain Polymer


Gambar 2. Branch Chain Polymer
Gambar 3. Crosslink Chain Polymer
Gambar 4. Fase induksi polimerisasi adisi
Gambar 5. Fase propagasi polimerisasi adisi
Gambar 6. Fase terminasi polimerisasi adisi
Gambar 7. Polimerisasi kondensasi pada monomer sama
Gambar 8. Polimerisasi kondensasi pada monomer yang berbeda

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Commented [W71]: Isiin sumber

Dental polymer, umumnya dikenal sebagai "Resin Gigi" pertama kali Commented [W72]: Agak aneh gak sih, kayanya mending
diganti
digunakan dalam kedokteran gigi pada tahun 1839, dan sejak itu polimer
menjadi bahan yang dipilih baik untuk restorasi gigi yang mati, rusak, atau
kehilangan struktur. Polimer banyak digunakan saat ini untuk berbagai
macam aplikasi kosmetik dan fungsional seperti sealant, dentin bonding
agent, komposit restoratif, bahan cement, basis gigi tiruan, gigi tiruan, liners,
bahan perawatan endodontik, bahan pengisi (komposit, semen, perekat),
produk prostetik maksilofasial, core buildup materials, peralatan ortodontik,
bahan splinting, bahan restoratif sementara, dan veneer. Berbagai aplikasi ini
menjadikan dental polymer sebagai salah satu kelompok bahan terpenting
dalam praktek kedokteran gigi.

Persyaratan paling penting untuk bahan yang akan digunakan dalam


praktek kedokteran gigi adalah sifat biokompatibilitas. Sifat biokompatibilas
tidak hanya mencakup sifat fisik dan kimia bahan tetapi juga reaksi bahan
pada saat kontak dengan jaringan mulut. Dalam rongga mulut, dental
polymer yang digunakan harus tidak berbahaya bagi semua jaringan rongga
mulut, yaitu gingiva, mukosa, pulpa, dan tulang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan dental polymer?
2. Bagaimana sejarah dental polymer?
3. Apa saja klasifikasi dari dental polymer?
4. Bagaimana sifat dari dental polymer?
5. Bagaimana mekanisme dari polimerisasi?
6. Bagaimana penerapan polimer dalam kedokteran gigi?
7. Bagaimana sifat biokompatibilitas dari dental polymer?

1
2

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan student project ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dental polymer.
2. Untuk mengetahui sejarah dental polymer.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari dental polymer.
4. Untuk menegtahui sifat dari dental polymer.
5. Untuk mengetahui mekanisme dari polimerisasi.
6. Untuk mengetahui penerapan polimer dalam kedokteran gigi.
7. Untuk mengetahui sifat biokompatibilitas dari dental polymer.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Dapat menambah wawasan mengenai polimer dalam kedokteran gigi.
2. Dapat menambah wawasan mengenai biocompatibilitas dental polymer.
4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Polimer Commented [W73]: Tambahin lagi 1 sumber

Polimer adalah suatu makromolekul yang terbentuk dari susunan


ulang molekul kecil (monomer) yang banyak dan terikat melalui ikatan
kimia. Suatu polimer akan terbentuk bila seratus atau seribu unit molekul
yang kecil (monomer) baik dalam jenis yang sama ataupun berbeda saling
berikatan dalam suatu rantai. Polimer yang terbentuk belum tentu memiliki
sifat yang sama dengan monomer penyusunnya. Selain itu, polimer juga
dapat diartikan sebagai sebuah molekul panjang yang mengandung rantai-
rantai atom yang dipadukan melalui ikatan kovalen yang terbentuk melalui
proses polimerisasi dimana molekul monomer bereaksi bersama-sama
secara kimiawi untuk membentuk suatu rantai. (McCabe et al., 2014)

2.2 Sejarah Polimer dalam Kedokteran Gigi


Sejarah dental polymer dimulai dari diperkenalkannya vulcanized
rubber pada tahun 1853 oleh Charles Goodyear. Vulcanized rubber
digunakan sebagai basis gigi tiruan karena memiliki harga yang relatif
murah, mudah dibentuk dan dapat menyangga gigi tiruan pasien. Pada tahun
yang sama celluloid juga mulai digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
gigi tiruan, celluloid digunakan untuk membentuk daerah gingiva. Akan
tetapi kedua bahan tersebut memiliki kekurangan diantaranya celluloid
dapat menyerap noda sehingga dapat mengalami perubahan warna serta
menimbulkan bau sedangkan vulcanized rubber dapat mengalami
perubahan dimensi (Manappallil, 2010). Berdasarkan kekurangan yang
dimiliki oleh kedua bahan tersebut, mendorong diadakannya pembaruan
dental polymer. Maka dari itu mulai dikembangkan komposit untuk
memperbaiki kekurangan dari bahan-bahan sebelumnya (Anusavice et al,
2010).
Memasuki tahun 1890, gutta percha mulai digunakan. Gutta percha
merupakan thermoplastic polymer yang terdiri dari bubuk seng oksida,
barium sulfat dan gutta percha pada umumnya digunakan sebagai
5

temporary crown, cavity fillings, permanent restorations, serta digunakan


sebagai bahan pengisi saluran akar (endodontic) (Rawls et al, 2010). Gutta
percha tidak dapat berdaptasi dengan baik dan masih sering terjadi
kebocoran (Manappallil, 2010).
Polimer sintetik lainnya terus berkembang dari tahun ke tahun
sampai diperkenalkannya polymethylmethacrylate (PMMA) dan menjadi
bahan yang paling populer digunakan untuk pembuatan gigi tiruan sejak
tahun 1937. Hal tersebut dikarenakan polymethylmethacrylate (PMMA)
memiliki beberapa keunggulan seperti estetika yang sangat baik,
penyerapan air, kelarutannya yang rendah, dan toksisitas yang rendah.
Namun polymethylmethacrylate (PMMA) juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu dapat mengalami penyusutan pada saat proses polimerasi
dan kekuatan yang kurang (Vojdani & Giti, 2015).
Inovasi selanjutnya yaitu resin based composite yang dikembangkan
oleh Dr. Ray Bowen pada tahun 1962. Resin based composite terdiri dari
matriks resin polimer organik, partikel bahan pengisi anorganik, serta
matriks cross-link yang sangat tahan lama. Memiliki beberapa kelebihan
diantaranya kuat, tahan lama, dan lebih estetik. Namun resin based
composite dapat mengalami penyusutan setelah polimerasi dan tidak
melepaskan fluoride (Scheller dan Sheridan, 2010).

2.3 Klasifikasi Polimer

Dental polymer dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, sifat termal,


struktur rantai, komposisi, dan cara polimerisasi.

1. Berdasarkan Sumbernya
a. Natural
Polimer alami adalah polimer yang tersedia di alam bersumber dari
tumbuhan dan hewan. Kelebihan penggunaan bahan yang natural
yaitu sifatnya yang biocompatible, biodegradable, dan memiliki
harga yang lebih terjangkau. Contoh polimer alami yaitu protein,
selulosa, pati, dan sutera (Sideridou, 2010).
b. Synthetic
6

Polimer sintetik adalah polimer yang dapat dibuat/disintetis oleh


manusia. Kelebihan penggunaan bahan sintetik yaitu memiliki
stabilitas termal karena sifat mekanik yang kuat. Stabilitas ini
membuat mereka lebih cocok untuk digunakan dalam metode seperti
melt extrusion. Contoh polimer ini yaitu, polimer komposit,
elastomer, akrilik, dan polimer yang digunakan dalam dental
implant (Annusavice, et. al., 2013).
2. Berdasarkan Sifat Termal
a. Thermoplastic
Polimer ini bersifat reversible karena dapat dilunakkan dan dibentuk
berkali-kali jika dilakukan pemanasan. Tidak terjadi reaksi kimia,
dapat melebur, dan dapat larut dalam pelarut organik. Contoh
termoplastik yaitu bahan cetak acyrlic polymethyl methacrylate,
polyvinyl acrylics and polystyrene (Sideridou, 2010).
b. Thermosetting
Polimer ini tidak dapat dipanaskan dan dicetak, sehingga ketika
proses polimerisasi selesai akan mendapatkan bentuk akhir yang
tidak bisa dirubah lagi. Polimer cenderung lebih kuat dan lebih
tangguh daripada bahan termoplastik, tidak dapat larut dalam pelarut
organik, dan tidak bisa melebur. Contohnya glass ionomer cement
dan resin based composite (Manappallil, 2010).
3. Berdasarkan struktur rantai
a. Linier Chain Polymer
Polimer ini memiliki struktur rantai yang lurus panjang dengan
tautan identik satu sama lain. Monomer dihubungkan bersama untuk
membentuk rantai panjang. Polimer ini memiliki titik leleh yang
tinggi dan memiliki kepadatan yang lebih tinggi. Terdiri atas tiga
jenis linier chain yaitu linier homopolymer yang memiliki unit mer
dari jenis yang sama, random copolymer yang memiliki 2 jenis unit
mer dan tersebar secara acak, block polymer yang memiliki 2 jenis
unit mer dan tersebar secara bersegmen atau blok. Contoh penerapan
linier chain adalah amorphous (Annusavice, et. al., 2013).
7

Gambar 1. Linier Chain Polymer (Manappillil, 2010)

b. Branch Chain Polymer


Polimer ini memiliki struktur seperti cabang yang berasal dari titik acak
rantai linear tunggal. Monomer bergabung bersama untuk membentuk
rantai lurus panjang dbeberapa rantainya bercabang dengan panjang
yang berbeda. Memiliki kepadatan rendah dan titik leleh yang rendah.
Contohnya amylopectin of starch dan glycogen. Terdiri atas branched
homopolymer, branched random, dan branched graft (Hurynava, 2016).

Gambar 2. Branch Chain Polymer (Manapillil, 2010)


c. Crosslink atau Network Polymer
Polimer ini memiliki monomer yang dihubungkan bersama untuk
membentuk jaringan tiga dimensi. Monomer mengandung ikatan
kovalen yang kuat karena terdiri dari bi-fungsional dan tri-fungsional.
Polimer ini bersifat rapuh dan keras. Contohnya vulcanized rubber.
(Hurynava, 2016)

Gambar 3. Crosslink Chain Polymer (Manapillil, 2010)


4. Berdasarkan Komposisinya
a. Homopolimer
8

Polimer disusun oleh satu jenis monomer atau satu struktur yang sama
dan merupakan polimer yang paling sederhana. Contoh polimer ini yaitu
polystyrene (Hurynava, 2016).
b. Kopolimer
Kopolimer merupakan cara alternatif dalam menggabungkan dua sistem
prosukdi polimer selama proses polimerisasi. Contohnya monomer A
dan monomer B digabungkan sebelum polimerisasi, akan terjadi
kopolimerasi untuk membentuk struktur polymer yang masing-masing
terdiri atas unit monomer A dan B. Contohnya Kopolimer methacrylate
polycarboxylic acid yang digunakan dalam beberapa resin modified glass
ionomer cement (Nort, 2013).
5. Cara polimerisasi
a. Addition
Addition polymerization terjadi ketika reaksi antara dua molekul
homopolmer maupun heteropolymer, membentuk molekul yang lebih
besar tanpa eliminasi molekul yang lebih kecil seperti air dan alkohol.
Cara ini terdiri atas tiga tahap yaitu initiation, propagation, dan
termination.
b. Condensation Polymer
Condensation polymer terjadi ketika dua molekul yang tidak selalu sama
bereaksi untuk membentuk molekul yang lebih besar dengan eliminasi
molekul yang lebih kecil seperti air. Contohnya pada silikon yang
merupakan polymer inorganic dan terbentuk dari konsensasi silanols.
(Noort, 2013)

2.4 Sifat Dental Polymer

Sifat dari dental polymer ditentukan oleh berat molekul dari mer
(molekul yang tidak terpolimerisasi) dan dari panjang rantai polimer, derajat
polimerisasi, kekuatan dari cross-linking antar molekul, banyaknya
monomer sisa, dan adanya plasticizer. Plasticizer seperti dibutyl phthalate
(DBP) ditambahkan untuk memproduksi polimer yang lebih halus dan lebih
9

elastis dan dapat memodifikasi suhu dimana bahan dapat berubah dari kaku
menjadi lentur (Fraunhofer, 2013).

Dental materials yang berbahan polimer harus kuat secara mekanik


dan stabil secara fisik, mudah dimanipulasi saat digunakan, memiliki
kualitas estetik yang baik, stabil secara kimia baik pada saat penyimpanan
maupun di dalam mulut, memiliki biokompatibilitas, dan harganya
terjangkau. Meskipun dental polymer pada saat ini sudah mendekati
persyaratan ini, tidak ada yang memenuhi semua sifat-sifat tersebut.
(Anusavice et al., 2013)

Sifat-sifat ideal dental polymer adalah : Commented [W74]: Van coba tambahin sumber lagi1,
atau pake jurnal utama kita di point nmr 6
biokompatiblenya
1. Sifat Mekanik dan Fisik
Dental Polymer harus memiliki kekuatan dan ketahanan yang memadai
untuk mencegah dampak dari tekanan yang disebabkan oleh
pengunyahan. Dental polymer juga harus bersifat tahan terhadap
keretakan dan kelelahan sehingga bentuk dan fungsinya akan tetap sama Commented [W75]: Kayanya lebih baik pake kata yg lain

meskipun digunakan selama bertahun-tahun. Bahan ini harus


berdimensi stabil di bawah berbagai kondisi seperti perubahan termal
(Anusavice et al., 2013).
2. Sifat Manipulasi
Selama proses manipulasi dan penanganan, dental polymer harus mudah
untuk dicampur, dibentuk, dan diperbaiki. Bahan yang digunakan
sebaiknya memiliki setting time yang relatif singkat dan tidak sensitif
terhadap berbagai prosedur penanganan. Selain itu, produk akhir harus
mudah dipoles dan apabila ada kerusakan dapat diperbaiki dengan
mudah dan efisien (Anusavice et al., 2013).
3. Stabilitas Kimia
Kondisi rongga mulut menuntut dental polymer harus stabil secara
kimiawi sehingga dapat bertahan dalam kondisi apapun tanpa adanya
penurunan kualitas (Anusavice et al., 2013).
10

4. Sifat Estetik
Bahan harus yang digunakan harus dapat menyesuaikan dengan
penampilan jaringan mulut yang digantikannya. Dental polymer harus
tidak berwarna dan mampu diwarnai atau diberi penambahan pigmen.
Selain itu, selama digunakan seharusnya tidak terjadi perubahan warna
atau wujud (Anusavice et al., 2013).
5. Pertimbangan Ekonomis
Biaya dari dental polymer dan metode pengolahannya harus relatif
murah. Selain itu, pemrosesan dari dental polymer sebaiknya tidak
memerlukan peralatan yang rumit dan mahal (Anusavice et al., 2013).
6. Biokompatibel
Polimer yang biokompatibel harus tidak memiliki rasa, tidak berbau,
tidak beracun, dan tidak mengiritasi. Pada intinya, dental polymer tidak
boleh berbahaya dan menyebabkan inflamasi atau reaksi imun setelah
digunakan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, dental polymer harus
benar-benar tidak larut dalam saliva dan berbagai cairan yang
dimasukkan ke dalam mulut (Anusavice et al., 2013).

2.5 Mekanisme Polimerisasi


2.5.1 Tahapan Polimerisasi

Polimer adalah suatu ikatan molekul raksasa (makromolekul) yang


terbentuk dari susunan ulang molekul kecil (mikromolekul) yang disebut
sebagai monomer yang saling berikatan dalam suatu rantai melalui reaksi
ikatan kimia yang disebut dengan polimerisasi (McCabe et al., 2014).

Dua jenis utama dari reaksi polimerisasi adalah polimerisasi adisi


dan polimerisasi kondensasi. Jenis reaksi ini ditentukan oleh monomer
yang mengalami perubahan reaksi tergantung pada strukturnya. Suatu
polimer adisi memiliki atom yang sama seperti monomer dalam unit
ulangnya, sedangkan polimer kondensasi mengandung atom-atom yang
lebih sedikit karena terbentuknya produk sampingan selama
berlangsungnya proses polimerisasi (Sari, 2014). Commented [W76]: Sitasi:
Blabalbal (sari, 2014).
Kebalik tempat titikya dwik
11

1. Polimerisasi Adisi
Polimerisasi adisi adalah polimer yang terbentuk dari reaksi
polimerisasi disertai dengan pemutusan ikatan rangkap diikuti
oleh adisi dari monomer- monomernya yang membentuk ikatan
tunggal. Pengertian dari adisi adalah penambahan senyawa
terhadap senyawa lain yang dilakukan terus menerus sehingga
terjadi reaksi kimia.
Dalam reaksi polimerisasi adisi, umumnya melibatkan reaksi
rantai dimana memiliki arti yaitu suatu reaksi yang berlangsung
spontan dan aktif bersama sama untuk membentuk suatu ikatan.
Mekanisme polimerisasi adisi dapat dibagi menjadi tiga tahap
yaitu:

a) Induksi, yaitu tahap pembentukan pusat-pusat aktif. Tahap


pertama ini dimulai dengan penguraian inisiator yang dapat
dilakukan menggunakan aktivator berupa panas, sinar UV,
dan sinar gamma (radiasi). Sehingga terbentuk radikal
bebas yang akan berikatan dengan monomer dan terjadi
proses inisiasi yang memulai polimerisasi. Bila kita
nyatakan radikal bebas yang terbentuk dari inisiator sebagai
R’, dan molekul monomer dinyatakan dengan CH2 = CH2,
maka tahap inisiasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4. Fase induksi polimerisasi adisi (Efan, 2011)

b) Propagasi, tahapan dimana pusat aktif bereaksi dengan


monomer secara adisi berlanjut.
12

Dalam tahap ini terjadi reaksi adisi molekul monomer pada


radikal monomer yang terbentuk dalam tahap inisiasi yang
mana bila dilanjutkan akan terbentuk molekul polimer yang
besar, dimana ikatan rangkap C= C akan berubah menjadi
ikatan tunggal C – C.

Gambar 5. Fase propagasi polimerisasi adisi (Efan, 2011)


c) Terminasi (pengakhiran), Tahapan dimana pusat aktif
dinonaktifkan pada tahap akhir

Dalam fase ini jumlah monomer akan berkurang dan


viscositas meningkat, sehingga reaksi terhenti. Hal ini dapat
terjadi melalui reaksi antara radikal polimer yang sedang
tumbuh dengan radikal mula-mula yang terbentuk dari
inisiator (R’). (Efan, 2011)

Gambar 6. Fase terminasi polimerisasi adisi (Efan, 2011)


2. Polimerisasi Kondensasi
Polimerisasi kondensasi merupakan pementukan polimer melaui
penggabungan monomer dengan reaksi kimia yang terjadi antara
dua gugus fungsi pada monomer yang sama atau monomer yang
berbeda dari masing-masing monomer (Anusavice et al., 2013).
Dalam polimerisasi kondensasi, suatu atom hidrogen dari
13

satu ujung monomer bergabung dengan gugus–OH dari ujung


monomer yang lainnya untuk membentuk air (Efan, 2011).

Gambar 7. Polimerisasi kondensasi pada monomer sama (Efan, 2011)

Gambar 8. Polimerisasi kondensasi pada monomer yang berbeda


(Chang dan Goldsby, 2016)

2.5.2 Interaksi Monomer – Polimer

Selama proses polimerisasi, suatu bahan akan mengalami perubahan


fisik menjadi elastis. bahan tersebut mengalami lima tahapan
perubahan fisik, yaitu :

1. Sandy stage
Fase saat terbentuknya campuran yang konsistensi adukan masih
kasar atau berbutir. dan belum terjadi polimerisasi. Masih berupa
water and powder.
2. Sticky (stringy) stage

Cairan mulai bercampur dengan bubuk dan sudah mulai terjadi


ikatan polimer sehingga meningkatkan kekentalan adukan.
14

Tahap ini mempunyai ciri lengket bila bahan disentuh atau


ditarik.

3. Dough stage
Jumlah ikatan polimer mulai terjadi peningkatan, Tahap ini
mempunyai ciri dimana bahan sudah tidak melekat, apalagi
depegang dengan tangan atau spatula, pada saat inilah dilakukan
packing.
4. Rubbery stage :
Fase ini terjadi bila suatu bahan telah berubah menjadi seperti
karet dan mulai mengeras. Pada fase ini juga sudah mulai terjadi
evaporasi dari sisa monomer yang tersisa
5. Stiff stage:
Fase ini ditandai dengan campuran tampak kering dan sudah
tidak bisa dibentuk lagi. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
evaporasi monomer sisa (Setyowati dan Anindya, 2015).

2.5.3 Hambatan dan Kegagalan Polimerisasi

Saat berlangsungnya polimerisasi terdapat pertumbuhan


rantai polimer yang selalu berlanjut hingga terbentukan polimer
yang akan diinginkan. Namun, proses reaksi polimerisasi tidak
pernah sepenuhnya selesai karena terjadi pemberhentian
pertumbuhan rantai polimer yang disebabkan oleh beberapa reaksi
terminasi ketika pusat reaktif dihancurkan. Reaksi polimerasi tidak
selalu menghasilkan polimer yang memiliki berat molekul yang
tinggi. Oleh sebab itu terdapatnya penghambatan polimerasi karena
ketidak murniannya monomer yang bereaksi dengan radikal bebas
dan juga bereaksi dengan inisiator yang akan diaktifkan untuk
mencegah pertumbuhan lebih lanjut lalu dapat mempengaruhi
panjang waktu induksi serta tingkat polimerisasi (Anusavice , et al.,
2013).
Oksigen yang bereaksi dengan radikal bebas dapat juga
menimbulkan hambatan dalam polimerisasi. Contohnya, derajat
15

polimerisasi dan kecepatan reaksi akan berkurang ketika reaksi


polimerisasi dilakukan di ruang tebuka dibandingkan reaksi
dilakukan di dalam lingkungan yang kekurangan oksigen.
Pengaruh oksigen ini dipengaruhi beberapa faktor seperti suhu,
konsentrasi, dan intensitas cahaya (Anusavice et al., 2013).
Penghambatan polimerisasi dapat terjadi karena terdapat
kelemahan pada bahan resin komposit yang menyebabkan
pengerutan semasa proses polimerisasi disebut juga polymerization
shrinkage. Pengerutan polimerisasi disebabkan adanya komponen Commented [W77]: Apa kata sebelum di translate?
Menurutku agak aneh kalau pakai kata “pengerutan”
matriks pada resin komposit. Saat proses polimerisasi, monomer
akan saling mengikat satu sama lain untuk membuat polimer
dengan jalan pemutusan ikatan karbon menjadi rantai tunggal.
Pembentukan polimer akan terjadi kehilangan jarak antar monomer
yang dapat menyebabkan volume resin komposit berkurang. Ketika
terjadi pengerutan dapat menimbulkan terbentuknya kebocoran
mikro yakni terdapatnya celah antara permukaan gigi dengan resin
komposit. Adanya kebocoran mikro dapat menyebabkan terjadinya
karies sekunder, kegagalan restorasi, dan sensitivitas pasca
penumpatan (Permana et al., 2016).
Proses polimerisasi bahan basis resin akrilik tidak pernah
sempurna. Walaupun proses kuring bahan resin akrilik telah
dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan,
namun masih saja terdapat sejumlah monomer sisa yang tidak dapat
melakukan polimerisasi untuk menjadikan monomer sisa menjadi
polimer dan menyebabkan timbulnya efek dari monomer sisa
tersebut. Efek monomer sisa dapat menyebabkan denture sore
mouth, kebersihan mulut yang jelek, infeki bakteri serta adanya
reaksi alergi (Hasibuan, 2015).

2.6 Penerapan Polimer dalam Kedokteran Gigi

Dalam bidang kedokteran gigi, terdapat berbagai jenis bahan yang


sering digunakan oleh dokter gigi. Salah satunya adalah polimer yang
16

banyak digunakan di bidang prosthodontics, operative dentistry,


orthodontics, endodontics, dan peralatan penunjang.

1. Prosthodontics:
b. Denture bases and teeth
Merupakan basis gigi tiruan yang terbuat dari akrilik. Fungsi utama
dari basis gigi tiruan resin akrilik adalah untuk mempertahankan gigi
tiruan dalam protesa. Basis gigi tiruan juga berfungsi untuk
mendistribusikan kekuatan pengunyahan di area yang luas sehingga
dapat mengurangi tekanan pada punggung yang mungkin Commented [W78]: Apa kata sebelum di translate?
Menurutku agak aneh kalau pakai kata “pengerutan”
berkontribusi pada resorpsi tulang yang mendasarinya. Selain itu,
basis gigi tiruan dapat menggantikan jaringan yang hilang atau
membangun kembali kontur jaringan yang hilang ketika resorbsi
tulang (Powers et al., 2017).
b. Soft liners
Soft liner adalah bahan yang melapisi permukaan bantalan gigi dari
gigi tiruan lengkap atau sebagian. Sesuai dengan namanya, bahan-
bahan ini lunak atau kenyal dan kecil kemungkinannya untuk
dipadukan dengan resin berkualitas tinggi seperti polimer (Powers Commented [W79]: Artinya dia masuk polymer ata
nggak?
et al., 2017).
c. Custom trays
Custom tray adalah sendok cetak yang dibuat sendiri sesuai dengan
ukuran rahang pasien. Sendok cetak resin sering digunakan dalam
prosedur impresi gigi. Tidak seperti sendok cetak siap pakai, sendok
cetak khusus dibuat untuk memenuhi lengkung rahang masing-
masing pasien. Oleh karena itu, sendok cetak resin biasanya disebut
sendok cetak khusus. Mayoritas sendok cetak khusus dibuat dengan
menggunakan sistem resin yang diaktifkan dengan cahaya dan
diaktifkan secara kimia. Sendok cetak khusus ini terbuat dari
polimer poli (metil metakrilat) (Anusavice et al., 2013).
d. Impression materials
Bahan impresi digunakan oleh dokter gigi untuk secara akurat
membangun hubungan gigi dengan jaringan mulut. Bahan impresi
17

dapat berupa jenis yang kaku seperti plester paris, atau gel polimer
alami semirigid seperti agar dan alginate (Powers et al., 2017).
2. Operative Dentistry:
a. Dentin bonding agents
Bonding agent didefinisikan sebagai sebuah material dengan
viskositas rendah, yang diaplikasikan di atas permukaan gigi dan
membentuk film tipis setelah setting. Sedangkan dentin bonding
agents adalah sebuah lapisan tipis antara dentin dan matriks resin
yang terbuat dari bahan resin komposit (Powers et al., 2017).
b. Glass ionomer cement
Glass ionomer cement adalah polimer gigi yang menggunakan
campuran kaca bubuk dan resin bubuk bersama dengan asam
organik. Ketika terkena sinar UV biru, glass ionomer cement akan
mengeras. Biasanya digunakan sebagai lem untuk mengisi, mahkota
dan prosedur kosmetik lainnya. Merupakan bahan tumpatan yang
mampu melepaskan ion fluor lebih banyak dibandingkan dengan
material lain seperti resin komposit, sehingga dapat mencegah
perkembangan penyakit pada gigi dan rongga mulut yang khususnya
karies (Powers et al., 2017).
c. Pit and fissure sealants
Merupakan salah satu perawatan preventif yaitu dengan meletakan
bahan pada pit dan fissure pada gigi untuk mencegah terjadinya
karies. Sealant berpolimerisasi dalam mulut ketika terpapar pada
cahaya curing untuk menjadi polimer berikatan silang (Powers et
al., 2017).
d. Veneers
Veneer adalah lapisan bahan yang diletakkan di atas gigi, veneer
dapat meningkatkan estetika senyum dan melindungi permukaan
gigi dari kerusakan. Ada dua jenis utama bahan yang digunakan
untuk membuat veneer: komposit dan porselen gigi (Mitchell et al.,
2016).
3. Orthodontics:
18

a. Bracket bonding resins and cements


Merupakan semen perekat pada braket ortodontik. Semen ideal yang
digunakan untuk ikatan braket ortodontik harus menunjukkan
retensi yang cukup untuk menahan perpindahan selama fungsi oral
normal dan mentransmisikan kekuatan ortodontik yang diperlukan
pada gigi. Selain itu harus mudah dihapus setelah perawatan selesai,
tanpa menyebabkan kerusakan pada permukaan gigi, dan idealnya
tanpa meninggalkan residu yang perlu dihilangkan (Kotrogianni,
2017).
b. Spacers
Spacer ortodontik adalah peralatan kecil yang digunakan untuk
menciptakan ruang di antara gigi. Alat ini juga disebut sebagai
pemisah ortodontik. Alat ini digunakan untuk membuat celah antara
gigi geraham sehingga kawat gigi dapat dipasang dengan benar.
Spacer biasanya adalah gelang karet bundar yang dimasukkan di
antara geraham lengkung atas dan bawah. Kesenjangan dibuat
dalam waktu satu atau dua minggu (Powers et al., 2017).
4. Endodontics:
a. Gutta-percha points
Gutta-percha berasal dari getah murni yang mengeras dan berasal
dari pohon jenis Sapotaceae yang terdapat di semenanjung
Malaysia. Gutta-percha point merupakan bahan pengisian saluran
akar golongan plastis yang paling banyak digunakan dalam
kedokteran gigi. Pengisian saluran akar sangar berguna mencegah
infeksi atau retaknya mahkota gigi dengan memasukan suatu bahan
pengisi ke dalam ruangan yang sebelumnya ditempati oleh jaringan
pulpa. Gutta percha memiliki biokompabilitas yang relatif baik,
radiopak, tidak merubah warna struktur gigi dan tahan terhadap uap
lembab. Bahan ini juga dapat dengan mudah dikeluarkan dari
saluran akar dan memiliki adaptasi yang baik pada dinding saluran
akar. Bahan gutta-percha dapat mengalami proses menua dan
menjadi rapuh dengan bertambahnya umur (Tamba, 2004). Commented [W710]: Ini buku kan ?
19

b. Rubber dams
Lembar lateks kecil atau non-lateks digunakan untuk mengisolasi
gigi atau gigi dari lingkungan mulut dan untuk mencegah migrasi
cairan atau benda asing ke dalam atau keluar dari bidang operasi dan
juga menyediakan bidang operasi yang kering dan terlihat bersih
(Roberson, 2002).
5. Peralatan Penunjang :
a. Mixing bowls
Digunakan sebagai tempat untuk mengaduk dan mecampur bahan
cetakan gigi
b. Spatula bowl
Untuk mengaduk bahan cetakan gigi dalam dental mixing bowl
c. Mouth guards (sports equipment) alat pelindung untuk mulut dan
gigi pada saat olahraga.
Bahan umum yang paling sering digunakan dalam pelindung
buatan adalah polimer poli (vinil asetat) -polietilena, juga disebut
etilen vinil asetat (EVA). Pelindung mulut yang dibuat khusus
biasanya dibentuk dari polimer termoplastik yang prosesnya
reversible (Powers et al., 2017)
d. Protective eyewear (alat pelindung mata).

2.7 Biokompatibilitas Dental Polymer


2.7.1 Definisi Biokompatibilitas

Secara umum, biomaterial dapat didefinisikan sebagai suatu


substansi, kecuali makanan dan obat-obatan yang dapat digunakan
dalam jangka waktu yang lama untuk proses pengobatan.
Biomaterial seperti dental polymer harus memenuhi beberapa syarat
sebelum dapat diaplikasikan dan dikatakan sebagai bahan yang
kompatibel. Biokompatibilitas adalah kemampuan biomaterial
untuk berinteraksi sesuai dengan fungsinya untuk proses pengobatan
tanpa memberikan efek samping yang tidak diinginkan, baik secara
lokal maupun sistemik bagi para penggunanya, tetapi dapat
20

memberikan keuntungan bagi jaringan ataupun sel dan dapat


mengoptimalkan proses pengobatan tersebut (Williams, D, 2008)
Biokompatibilitas juga dapat diartikan sebagai sifat suatu
bahan yang secara biologis dapat menyesuaikan dengan tubuh
makhluk hidup tanpa menyebabkan efek lokal atau sistemik pada
jaringan ataupun sistem tubuh makhluk hidup tersebut. Belakangan
ini, biokompatibilitas menjadi salah satu poin menarik untuk
mengevaluasi biomaterial terutama dental polymer. Peraturan yang
ada menyarankan bahwa biomaterial harus bebas dari cytotoxitiyy,
irritation, toxicology ataupun carsinogenic (Yildis et al., 2016).
Seperti bahan lainnya, ada beberapa uji coba yang wajib dilakukan
sebelum suatu bahan dapat dikatakan biokompatibel dan
diaplikasikan pada manusia. Bahan yang bersifat biokompatibel
biasanya difokuskan untuk digunakan di bidang kesehatan guna
menghindari reaksi penolakan dari jaringan tubuh dan untuk
mendukung fungsi tubuh agar dapat bekerja secara harmonis
(Paleos, G, 2012).

2.7.2 Syarat-syarat Biokompatibilitas Dental Polymer

Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan


biokompatibilitas dental polymer yaitu : in vitro, in vivo, dan
pemeriksaan klinis pada hewan atau manusia. Masing-masing dari
tes tersebut memikiki kelebihan dan kekurangan dan setiap tes
tersebut dilakukan untuk menguji suatu material sebelum dapat
digunakan oleh dokter gigi (Annusavice et al., 2012).

1. Pemeriksaan in vitro
Pada prinsipnya pemeriksaan in vitro merupakan jenis
pemeriksaan yang dilakukan di dalam tabung reaksi, piring
kultur sel atau di liar tubuh makhluk hidup. Pemeriksaan in vitro
mensyaratkan adanya konyak antara bahan atau suatu komponen
bahan dengan sel, enzim ataupun pada suatu sistem biologis
yang terisolasi. Proses kontak ini dapat terjadi secara langsung
21

ataupun tidak langsung Pemeriksaan in vitro bertujuan untuk


mengetahui sitoksisitas dan pertumbuhan sel, mengukur
metabolisme, fungsi sel dan mengetahui pengaruh suatu bahan
terhadap genetik sel. Ada beberapa keuntungan dari
pemeriksaan in vitro :
a. Waktu yang digunakan relatif singkat
b. Biaya yang dikeluarkan lebih rendah dibandingkan
dengan pemeriksaan lainnya
c. Pemeriksaan in vitro dapat dikontrol dengan baik untuk
memperoleh data yang terpercaya
Sedangkan kerugian dari pemeriksaan in vitro adalah
kurangnya kemampuan untuk menduplikasi interaksi yang terjadi di
dalam organisme tersebut antara sistem imun, inflamasi dan juga
sistem sirkulasi. Pada pemeriksaan in vitro biasanya digunakan 2
jenis sel yaitu sel primer dan sel kontinyu (Kucklick, T. R., 2013).

2. Pemeriksaan in vivo
Pemeriksaan in vivo biasanya menggunakan uji coba
pada hewan-hewan mamalia seperti tikus, kera, marmot,
ataupun kelinci. Pada pemeriksaan ini akan menimbulkan
banyak interaksi kompleks dalam menimbulkan respon biologik.
Oleh karena itu respon biologik pada pemeriksaan in vivo secara
umum akan lebih relevan dibandingkan dengan pemeriksaan in
vitro. Pemeriksaan in vivo didasarkan pada jaringan hewan yang
nantinya akan menerima implan ataupun injeksi yang diberikan
melalui intramuscular dengan bahan yang diperkirakan
memiliki potensi untuk menyebabkan toksisitas secara sistemik
ataupun lokal, seperti gangguan pernafasan, iritasi kulit dan
sebagainya (Swetha, B. et al., 2015).

3. Pengujian klinis pada hewan atau manusia


22

Ada 2 kriteria khusus untuk melakukan pengujian klinis


pada dental polymer yaitu dari United States Public Health
Service dan Ryge Criteria. Berdasarkan 2 kriteria khusus
tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan-bahan tersebut harus
dipantau dalam jangka waktu yang lama yaitu 1 tahun dan harus
memiliki tingkat keberhasilan sebesar 90%. Apabila tidak
memenuhi kriteria, maka bahan-bahan tersebut dapat ditarik
kembali dari pasar (Yildis et al., 2016).
Pengujian klinis merupakan tes yang hasilnya paling
relevan dibandingkan dengan pemeriksaan / tes lainnya. Hewan
yang digunakan dalam pengujian klinis jumlahnya lebih terbatas
dibandingkan dengan pemeriksaan in vivo karena ukuran
ataupun anatomi dari spesies hewan tersebut. Pengujian klinis
membutuhkan hewan yang lebih besar dan memiliki anatomi
yang mirip dengan manusia. Pengujian klinis memiliki beberapa
kekurangan yaitu susah untuk mengkontrol eksperimen,
memerlukan banyak syarat untuk melakukan penelitian, dan
biaya yang dikeluarkan banyak (Annusavice et al., 2012).
23
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Polimer adalah suatu makromolekul yang terbentuk dari susunan


ulang molekul kecil (monomer) yang banyak dan terikat melalui ikatan kimia.
Pada tahun 1853, dental polymer diperkenalkan pertama kalinya. Dental
polymer dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, kelarutannya dalam
air, kekutan bioadhesive, struktur rantai, sifat termal, komposisi, dan
berdasarkan fasenya. Sifat ideal dari dental polymer adalah harus kuat secara
mekanik dan stabil secara fisik, mudah dimanipulasi, memiliki kualitas estetik
yang baik, stabil secara kimia baik pada saat penyimpanan maupun di dalam
mulut, memiliki biokompatibilitas, dan harganya terjangkau. Biomaterial
seperti dental polymer harus memenuhi beberapa syarat sebelum dapat
diaplikasikan dan dikatakan sebagai bahan yang kompatibel. Polimer dalam
kedokteran gigi banyak digunakan di bidang prosthodontics, operative
dentistry, orthodontics, endodontics, dan peralatan penunjang.

3.2 Saran
Sebagai calon dokter gigi, hendaknya perlu melakukan riset dan terus
mengikuti perkembangan dari dental materials terutama dental polymer.
Karena pada dasarnya teknologi dalam kedokteran gigi terus mengalami
pembaharuan. Diperlukan pemahaman tentang sifat-sifat dari dental polymer
terutama biokompatibilitas agar penggunaan dental polymer tidak
menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada rongga mulut pasien.

22
DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, S. R. 2013. Phillip's Science of Dental Materials 12th ed. . USA:


Elsevier Saunders.

Fraunhofer, J.A. 2013. Dental Materials at a Glance 2nd ed. Oxford, UK:
Blackwell
Hurynava, A. 2016. Restorative Dental Polymer Materials. Vitebsk State Medical
University. 7-28.
Kotrogianni. M and Rahiotis. C, 2017, “Resin Composites in Orthodontic
Bonding. A Clinical Guide”, Journal of Dentistry and Oral Biology, vol.2,
no.7, hh 1

McCabe, J.F., dan Walls, A.W.G. 2014. Bahan Kedokteran Gigi (Applied Dental
Materials). Edisi: 9. Jakarta: EGC.
Mitchell, David and Laura (2016). Oxford Handbook of Clinical Dentistry.
OXFORD
Noort, R. V. 2007. Introduction to Dental Material 4th ed. University of Bristol,
Bristol, UK: Mosby Elsevier.
Powers. J.M, Wataha. J. C & Chen. D. W. 2017. Dental Materials Foundations
And Applications 11th ed. USA. Elsevier Saunders.

Sideridou, ID 2010, Polymeric Materials in Dentistry, Nova Science Publishers,


Incorporated, New York. Available from: ProQuest Ebook Central. [14 September
2019].

Anda mungkin juga menyukai