Anda di halaman 1dari 10

Topik 17 Bleaching

1. Cari indikasi dan kontra indikasi bleaching eksternal dan internal!

2. Cari klasifikasi diskolorasi tetrasiklin beserta perawatannya!

3. Cari klasifikasi diskolorasi fluorosis beserta perawatannya! ( YOGI & MILEN)

1. Sistem klasifikasi Indeks Dean (Dean,1942) yang dibagi menjadi 6 bagian

dimulai dari enamel yang normal sampai enamel fluorosis yang parah

(severe)

Universitas Sumatera Utara


2. Sistem klasifikasi Indeks TFP (Thylstrup & Fejerskov, 1978) yang

merupakan penyempurnaan dari Indeks Dean. Indeks TF ini dibagi

menjadi 9 bagian dan dimulai dari mottled enamel taraf ringan (skore TF

1) sampai taraf parah (skore TF 9) (Fejerskov et.al. 1991).

Klasifikasi fluorosis gigi berdasarkan Index Dean adalah sebagai berikut :

Normal Enamel menunjukkan translusensi normal yaitu strukturnya

mirip dengan kaca, permukaanya mulus mengkilap dan

warnanya putih krem muda.

Questionable Terjadi abrasi sedikit pada enamel yang diawali dengan

bintik putih yang kecil sampai terjadinya white spot. Kelas

ini diperuntukkan pada kasus-kasus yang meragukan antara

normal dengan very mild.

Very mild Terjadi bercak putih kecil, buram dan tidak teratur pada

permukaan gigi, tapi tidak melibatkan lebih 25%

permukaan gigi.

Mild Terjadi daerah putih buram pada enamel yang lebih luas

tetapi tidak lebih dari 50% permukaan gigi.

Moderate Semua permukaan enamel terserang dan tampak permukaan

gigi atrisi. Gigi menjadi berwarna coklat.

Severe Tanda hipoplasia tampak semakin jelas disertai dengan

perubahan anatomis gigi. Warna coklat pada gigi menyebar

sehingga tampak seperti karatan (Fejerskov et.al. 1991).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1 Indeks Pengukuran Dental Fluorosis berdasarkan Indeks Dean

Sumber : Murray, J.J., Rugg-Gunn, A.J. and Jenkins, G.N.,1991. Fluorides In Caries
Prevention. 3rd ed. Butterworth-Heinemann Ltd, 325-328.

Tampilan klinis dari dental fluorosis dapat dikelompokkan menjadi 10 kelass

berkisar antara 0-39, yang akan menggambarkan secara berurutan tingkat

keparahan dental fluorosis. Klasifikasi atau pengelompokkan ini didasarkan pad

indeks TF yang aslinya diusulkan oleh Thylstrup dan Fejerskov.

Skor TF 0 Translusensi normal, warna putih krem dan mengkilapnya enamel

tetap bertahan sesudah dilakukan pengeringan dan pengusapan

pada permukaannya.

Skor TF 1 Terlihat garis-garis putih opaque kecil-kecil menyilang permukaan

gigi. Garis-garis itu terdapat di seluruh permukaan gigi. Letak garis

Universitas Sumatera Utara


ini sesuai dengan letak perikimata. Pada beberapa kasus, mungkin

terlihat adanya, sedikit snow capping pada cups/insisal edge.

Skor TF 2 Garis opaque putih lebih menonjol dan sering berfusi untuk

kemudian membentuk daerah berkabut (buram) yang kecil, yang

menyebar ke seluruh permukaan. Biasanya terjadi snow capping

pada insisal edge dan puncak cusp.

Skor TF 3 Terjadi fusi garis-garis putih, dan daerah opaque berkabut di

beberapa bagian permukaan. Diantara daerah berkabut tersebut

bisa terdapat garis-garis putih.

Skor TF 4 Pada seluruh permukaan terlihat adanya opasitas atau nampak putih

seperti kapur (chalky white). Sebagian dari permukaan yang

terdedah terhadap atrisi atau pemakaian, nampak kurang terserang.

Skor TF 5 Seluruh permukaan opaque, dan ada pit-pit bulat (hilangnya enamel

permukaan setempat) yang diameternya kurang dari 2 mm.

Skor TF 6 Pit-pit kecil sering berfusi sehingga membentuk pita yang lebarnya

dalam arah vertikal kurang dari 2 mm. Klas ini meliputi juga kasus

dimana cuspal rim dari enamel fasila telah terlepas dan

berkurangnya dimensi vertikal yang terjadi kurang dari 2 mm.

Skor TF 7 Ada enamel bagian terluar yang terlepas, sehingga membentuk

daerah yang tidak teratur pada permukaan gigi. Permukaan yang

terserang lebih dari separuh. Enamel utuh yang tersisa, opaque.

Skor TF 8 Hilangnya lapisan enamel terluar melibatkan lebih dari separuh.

Enamel utuh yang tersisa opaque.

Universitas Sumatera Utara


Skor TF 9 Hilangnya sebagian besar enamel terluar yang mengakibatkan

perubahan bentuk anatomis pada permukaan gigi. Sering dijumpai

adanya rim enamel yang opaque di servikal.

Gambar 2.2 Indeks Pengukuran Dental Fluorosis berdasarkan Indeks


Thylstrup dan Fejerskov (TF)
Sumber : Murray, J.J., Rugg-Gunn, A.J. and Jenkins, G.N.,1991. Fluorides In Caries
Prevention. 3rd ed. Butterworth-Heinemann Ltd, 325-328.

Perawatan Fluorosis Gigi

Penampakan fisik dari perubahan pasca erupsi fluorosis gigi yang ringan

dan parah terkadang tidak bisa diterima dan untuk itu pasien dapat meminta

dokter gigi agar melakukan perawatan kosmetik. Adapun tindakan-tindakan

perawatan yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi dalam meningkatkan

Universitas Sumatera Utara


bentuk kosmetik pada kasus fluorosis gigi diantaranya menggerinda dan memolis

enamel, aplikasi asam hidroklorik, pemutihan dengan hidrogen peroksida,

restorasi dengan menggunakan resin komposit dan mahkota buatan (Prabhu,

1992).

1. Menggerinda dan Memolis Enamel

Bentuk fluorosis gigi yang lebih ringan dimana terjadi fusi garis-garis

putih dan adanya daerah opak berkabut pada beberapa bagian permukaan gigi

(skore TF 2-3), dapat dirawat oleh dokter gigi dengan jalan menggerinda enamel

bagian luar yang porus dan fluorotik sampai struktur di bawahnya yang

merupakan enamel yang padat. Opasitas yang jelas dan pewarnaan pada gigi

insisivus biasanya diambil dengan mengoleskan asam phosporik pada permukaam

enamel dan kemudian dipoles dengan pumis. Pengolesan dengan asam phosporik

dan pumis diulang beberapa kali pada setiap kali kunjungan dan perawatan

diakhiri mengoleskan larutan mineral dan fluoride topical (2% sodium fluoride

dan 40% kalsium sucrose fosfat) untuk merangsang remineralisasi enamel

(Fejerskov et.al., 1993).

2. Aplikasi Dengan Asam Hidroklorik

Penggunaan senyawa-senyawa kimia untuk menghilangkan strain tertentu

dari enamel atau dentin gigi bukanlah masalah baru. Asam hidroklorik telah

dipergunakan baik dalam bentuk tunggal ataupun dalam bentuk kombinasi.

Berbagai teknik pengobatan telah dikembangkan selama 70 tahun terakhir untuk

menghilangkan stain yang berhubungan dengan fluorosis, tetrasiklin dan luka

berhubungan dengan trauma. Baru-baru ini Croll dan Cavanaugh telah

Universitas Sumatera Utara


mengembangkan tehnik yang sama yang mencakup aplikasi dari 18% asam

hidroklorik ke dalam enamel yang mengalami perubahan warna dalam suatu

prosedur yang terkontrol secara cermat. Selain memberikan larutan asam dengan

cotton pellet, juga menggunakan campuran asam dan pumis halus

(Erdogan,1998).

Teknik ini bukan merupakan pemutihan murni melainkan suatu teknik

dekalsifikasi dan pembuangan selapis tipis enamel yang berubah warna (Walton

et.al.,1997). Pasta asam hidroklorik dan pumis dioleskan di atas permukaan

enamel dengan menggunakan spatel kayu. Dengan tekanan kuat, pasta digerakkan

memutar pada permukaan enamel selama 5 detik. Kemudian dicuci dengan air

selama 10 detik. Pasta diaplikasikan lagi sampai diperoleh warna yang

dikehendaki. Permukaan gigi dinetralisir dengan natrium bikarbonat dan dipolis

kembali untuk menghaluskan permukaan yang kasar. Biasanya warna yang

diinginkan diperoleh dalam satu kali kunjungan, bila hal ini tidak terjadi

kemungkinan perubahan warnanya terlalu mendalam dan tidak memungkinkan

untuk diputihkan (Prabhu, 1992; Walton et.al 1997; Grossman et.al., 1992).

Untuk mengatasi masalah dan menjamin keamanan teknik, viskositas

larutan asam ditingkatkan dengan mencampur 18% asam hidroklorik dengan

partikel-partikel kuartz (bahan resin komposit yang makrofil) sehingga larutan

berbentuk seperti gel yang mencegah asam hidroklorik mengalir secara tidak

terkontrol dan mudah larut dalam air, dimana pertikel-pertikel kuartz dan pumis

bersuspensi dan berfungsi sebagai bahan abrasive. Banyak kasus-kasus pada

fluorosis pada gigi yang telah diputihkan dengan cara ini untuk jangka waktu yang

Universitas Sumatera Utara


lama dan tidak terjadi diskolorasi kembali. Teknik ini merupakan teknik yang paling

efektif dan memerlukan waktu kunjungan yang paling sedikit (Erdogan,1998).

3. Pemutihan Dengan Hydrogen Peroksida

Pemutihan (bleaching) dapat dikelompokkan menjadi vital dan non vital

bleaching. Non vital bleaching biasanya digunakan untuk gigi yang sudah dirawat

endodonti, sedangkan vital bleaching digunakan untuk gigi dengan pulpa

vital(Walton et.al 1997; Grossman et.al., 1992; Hartono dkk, 1992). Eter anastetik

menghilangkan debris permukaan, asam hidroklorat mengetsa email dan hidrogen

peroksida untuk memutihkan enamel. Cairan diletakkan langsung pada permukaan

yang mengalami diskolorasi selama 5 menit dengan interval selama 1 menit

dengan menggunakan aplikator kapas. Pada akhir proses pemutihan, larutan

dinetralkan dengan natrium bikarbonat dan diirigasi dengan air yang banyak

(Schuurs, 1992; Walton et.al., 1997; Grossman et.al., 1992).

Kemudian dipolis dengan cuttle fish disc selama 15 detik. Proses ini

diulang sampai dua atau tiga kali sebelum diperoleh warna yang diinginkan. Noda

fluoride sukar untuk diputihkan dan memerlukan perawatan yang lebih lama dan

berulang kali untuk memutihkannya. Kunjungan tambahan dan jumlah kunjungan

akan meningkat sesuai dengan beratnya perubahan warna. Namun sangat

disayangkan, selama permukaan enamel masih diproses, gigi akan cenderung

untuk membentuk noda kembali setelah beberapa saat (Walton et.al 1997;

Grossman et.al., 1992).

Universitas Sumatera Utara


4. Restorasi Dengan Menggunakan Resin Komposit

Pada kasus fluorosis gigi yang lebih parah bercirikan adanya pit-pit atau

terlepasnya enamel permukaan (TF 5-9), perlu dilakukan restorasi pada permukaan

labial gigi dengan bahan resin komposit dengan menggunakan teknik etsa asam.

Teknik ini lebih ekonomis dan kunjungannya sangat singkat sehingga teknik ini

mudah diterima oleh anak-anak. Tidak ada kehilangan gigi yang terjadi dengan

melaksanakan prosedur ini. Perlu diingat bahwa perawatan awal dengan asam pada

enamel yang mengalami fluorosis, memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan

dengan enamel normal. Hasil dari perawatan semacam ini dalam jangka panjang

secara kosmetik tidak memuaskan dan pada tahap berikutnya harus dibuatkan

mahkota (Fejerskov et.al.,1993).

5. Dengan Membuat Mahkota

Mahkota buatan diindikasikan dalam kasus-kasus fluorosis gigi yang

sangat parah. Pembuatan dengan mahkota buatan ini jelas sangat mahal dan kebanyakan

hanya ditujukan untuk pasien-pasien yang mampu. Oleh karena itu, dianggap kurang

layak sebagai tindakan kesehatan publik atau masyarakat terutama di negara-negara

sedang berkembang (Fejerskov et.al,1993).

Topik 18 Veneer

1. Jelaskan beda estetik dengan kosmetik

2. Sebutkan jenis bahan yang dapat digunakan untuk veneer beserta keuntungan dan
kerugiannya

3. Perbedaan indikasi dan kontraindikasi antara veneer dan bleaching

Anda mungkin juga menyukai