Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Amalgam


Amalgam merupakan bahan tumpatan yang digunakan sejak abad ke-19.
Amalgam merupakan bahan restorasi yang paling banyak digunakan
dibandingkan dengan bahan restorasi lainnya (Okayanti, 2017).
Sumber yang lain juga menyatakan amalgam adalah jenis logam campur
khusus yang mengandung merkuri sebagai salah satu konstituennya. Karena
merkuri bersifat cair dalam temperatur kamar, merkuri dapat dicampur dengan
logam lain yang padat. Proses amalgamasi modern atau triturasi di mulai di
klinik ketika tetesan merkuri dikeluarkan dari sebuah ruang tertutup dalam
kapsul, ke dalam ruang lain yang mengandung bubuk amalgam, kedua
komponen tersebut kemudian diaduk bersamaan dalam alat yang disebut
amalgamator (Anusavice, 2004).

2.2 Komposisi Amalgam


Amalgam merupakan campuran dari dua atau beberapa logam (alloy) di
antaranya merkuri (Hg) 45-55%, perak (Ag) 30%, dan sisanya timah (Sn),
tembaga (Cu), dan seng (Taneh, 2017; Okayanti, 2017).
American Dental Association (ADA) Spesification No. 1 mengharuskan
agar logam campur amalgam mempunyai kandungan utama dari perak dan
timah. Unsur-unsur lain seperti tembaga, seng, emas, dan merkuri dalam
jumlah yang tidak ditentukan, diperbolehkan ada dalam konsentrasi kurang
daripada konsentrasi perak atau timah. Logam campu yang mengandung seng
lebih dari 0,01% dari yang diperlukan disebut mengandung seng. Logam
campur yang mengandung 0,01% atau kurang disebut non seng. Tidak ada
spesifikasi untuk logam campur tinggi tembaga atau rendah tembaga. Sebelum
logam campur ini dikombinasikan dengan merkuri, logam campur ini dikenal
sebagai logam campur amalgam gigi. Secara historis, logam campur amalgam
mengandung perak sekurangnya 65%wt timah 29%wt, dan tembaga kurang
dari 6%wt, suatu kombinasi yang mendekati anjuran G.V Black pada tahun
1896 yang menyatakan logam campur perak-timah (Ag-Sn) logam campur
rendah tembaga. Selama 1970an banyak dikembagkan logam campur
amalgam yang mengandung tembaga 6-30%wt beberapa dari logam campur
tinggi tembaga ini memghasilkan amalgam rendah tembaga yang tradisional.
Untuk mendapatkan amalgam, merkuri dicampur dengan bubuk dari logam
campur amalgam. Bubuk diproduksi dengan menggiling atau memotong
batang cor dari logam campur amalgam. Partikel-partikel dari bubuk lathe-
cut. Ini mempunyai bentuk tidak teratur. Bubuk juga bisa dibuat melalui
atomisasi logam campur air, menghasilkan partikel yang pada dasarnya
membentuk sferis. Logam campur juga dapat dipasok sebagai campuran dari

3
4

partikel lathe cut dan sferis. Bubuk juga dipasok dalam bentuk pelet atau pil
(Anusavice, 2004).

Gambar:
1. Lathe-cut

1 2 2. Sferis.

2.3 Sifat Amalgam


2.3.1 Sifat fisik amalgam
1. Creep
Creep adalah sifat viskoelastik yang menjelaskan perubahan dimensi
secara bertahap yang terjadi ketika material diberi tekanan atau
beban, untuk tumpatan amalgam, tekanan mengunyah yang berulang
dapat menyebabkan creep (Craig, 2000).
2. Stabilitas Dimensional
Idealnya amalgam harus mengeras tanpa terjadi perubahan pada
dimensinya dan kemudian tetap stabil. Beberapa faktor penting yang
dapat mempengaruhi dimensi adalah:
 Komposisi alloy: semakin banyak jumlah silver dalam amalgam,
maka akan lebih besar pula expansi yang terjadi. Semakin besar
jumlah tin, maka kontraksi akan lebih besar.
 Rasio mercuri/alloy: makin banyak mercuri maka akan semakin
besar tingkat expansinya.
 Ukuran partikel alloy: dengan berat yang sama, jika ukuran
partikel menyusut, maka total area permukaan alloy akan
meningkat.
 Waktu triturasi: merupakan faktor paling penting, secara umum,
semakin lama waktu triturasi, maka expansi akan lebih kecil.
 Tekanan kondensasi: jika amalgam tidak mengalami kondensasi
setelah triturasi, akan terjadi kontraksi dalam skala besar karena
tidak terganggunya difusi merkuri ke alloy (Anusavice, 2004).
5

3. Difusi Termal
Difusi termal amalgam adalah empat puluh kali lebih besar dari
dentin sedangkan koefisien ekspansi termal amalgam 3 kali lebih
besar dari dentin yang mengakibatkan mikroleakage dan sekunder
karies (Anusavice, 2004).
4. Abrasi
Proses abrasi yang terjadi pada saat mastikasi makanan, berefek pada
hilangnya sebuah substansi/zat, biasanya disebut wear. Mastikasi
melibatkan pemberian tekanan pada tumpatan, yang telah
mengakibatkan kerusakan dan terbentuknya pechan/puing amalgam
(Anusavice, 2004).

2.3.2 Sifat Mekanik Amalgam

Dental amalgam mempunyai berbagai macam struktur, dan


kekuatan struktur tersebut tergantung dari sifat individu dan hubungan
antara satu struktur dengan struktur yang lain. Beberapa faktor yang
mengontrol/mempengaruhi kekuatan amalgam, yaitu:
1. Rasio merkuri/alloy: jika merkuri yang digunakan terlalu sedikit,
maka partikel alloy tidak akan terbasahi secara sempurna sehingga
bagian bagian restorasi alloy tidak akan bereaksi dengan merkuri,
menyisakan peningkatan lokal porositas dan amalgam menjadi lebih
rapuh.
2. Komposisi alloy: komposisi tidak terlalu berpengaruh terhadap
kekuatan amalgam, beberapa sumber mengatakan amalgam yang
tinggi copper dengan tipe disperse lebih kuat di banding alloy
dengan komposisi konvensional.
3. Ukuran dan bentuk partikel: kekuatan amalgam diperoleh dengan
ukuran partikel yang kecil, mendukung kecenderungan fine atau
microfine partikel.
4. Porositas: sejumlah kecil porositas pada amalgam akan
mempengaruhi kekuatan. Porositas dapat dikurangi dengan triturasi
yang tepat, dan yang lebih penting adalah teknik triturasi yang baik
(Craig, 2000).

2.3.3 Sifat Biologi Amalgam


1. Alergi
Secara khas respon alergi mewakili antigen dengan reaksi antibodi
yang di tandai dengan rasa gatal, ruam, bersin, kesulitan bernafas,
pembengkakkan, dan gejala lain.
6

2. Toksisitas
Sejak awal penggunaannya kemungkinan efek samping dari air
raksa sudah mulai dipertanyakan. Tidak diragukan bahwa air raksa
merembes ke dalam struktur gigi. Suatu analisa pada dentin dibawah
tambalan amalgam mengungkapkan adanya air raksa yang turut
berperan dalam perubahan gigi (Koudi, 2007).
Merkuri adalah elemen yang beracun, baik sebagai logam
bebas maupun unsur dari senyawa kimia. Raksa larut dalam lemak
dan sewaktu-waktu dapat terhirup oleh paru-paru yang mana akan
teroksidasi menjadi Hg2+, kemudian ia akan ditransportasikan dari
paru-paru oleh sel darah merah ke jaringan lain termasuk sistem
saraf pusat (Anusavice, 2003).
Debu mercuri bisa dikeluarkan ke udara selama triturasi,
kondensasi atau pembuangan tumpatan amalgam yang telah lama.
Tumpatan merkuri dalam proses pembedahan dapat mengakibatkan
kontaminasi udara dalam jangka panjang (Mccabe, 2008).
Amalgam memiliki kelemahan dalam melawan tekanan
mastikasi yang cukup kuat. Kelemahan ini dapat menyebabkan
kegagalan dalam restorasi. Kekuatan dari amalgam biasanya terjadi
karena manipulasi yang tidak baik, seperti triturasi yang kurang
benar ataupun kandungan merkuri yang cukup agar terjadi proses
amalgamasi yang sempurna dan mengahasilkan kekuatan yang
cukup. Kelebihan merkuri dapat menurunkan kekuatan dari amalgam
sedangkan kekurangan kandungan merkuri dapat menyebabkan
adanya logam campur yang kering sehingga akhirnya membentuk
suatu permukaan yang kasar dan dapat mempercepat terjadinya
korosi. Selain itu juga, kekuatan dari amalgam di pengaruhi oleh
efek kondensasi dan efek porositas. Kelemahan dalam melawan
tekanan mastikasi ini, sering menjadikan restorasi mudah pecah yang
dapat menyebabkan kebocoran dan karies sekunder (Anusavice,
2003).

2.4 Kelebihan Amalgam


Bahan restorasi amalgam yang digunakan memiliki kelebihan yaitu
dalam pengerjaan nya cepat dan mudah, biayanya relatif murah, teknik tidak
sensitif, dan tahan lama (Bakar, 2012).

2.5 Kekurangan Amalgam


 bahan restorasi amalgam juga memiliki kekurangan yaitu tidak adhesif,
memerlukan retensi mekanis, ada dampak lingkungan, dan kurang estetis
(Bakar, 2012).
7

 Kerusakan tepi, fraktur bagian tepi atau keliling dari restorasi amalgam
gihi yang terjadi berangsur-angsur dan menyebabkan terbentuknya celah
atau lekukan pada regio luat antarmuka dari amalgam dan gigi.
 Karat dan korosi, restorasi amalgam sering mengalami pembentukan karat
dan korosi di lingkungan rongga mulut. Derajat pembentukan karat dan
perubahan warna yang terjadi tampaknya tergantung pada lingkungan
rongga mulut masing-masing indivdu dan smpai batas tertentu, pada
logam campur yang digunakan. Korosi aktif dari restorasi yang baru
dipasang terjadi di daerah antar muka antar gugu dan restorasi. Celah antar
gigu dan logam campur memungkinkan terjadinya kebocoran mikro dari
elektrolit dan proses konsentrasi sel yang klasik (korosi leher gigi)
(Anusavice, 2004).

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Amalgam


Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dari restorasi amalgam ialah:
1. Perbandingan merkuri dan alloy
2. Triturasi
3. Kondensasi
4. Efek laju pengerasan amalgam (Anusavice ,dkk, 2003).

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Amalgam


Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan amalgam:
 Efek triturasi: efek triturasi terhadap kekuatan tergantung pada jenis logam
campur amalgam, waktu triturasi, dan kecepatan amalgamator. Baik
triturasi yang kurang maupun yang berlebih akan dapat menurunkan
kekuatan dari amalgam tradisional dan amalgam dengan tembaga yang
tinggi.
 Efek kandungan merkuri: faktor penting dalam mengontrol kekuatan
adalah kandungan mercuri dari restorasi tersebut, mercuri dalam jumlah
yang cukup harus di campur dengan logam campur untuk menutupi
partikel-partikel logam campur dan memungkinkan terjadinya amalgamasi
yang menyeluruh.
 Efek kondensasi: tekanan kondensasi, dan bentuk partikel logam campur,
semuanya mempengaruhi sifat amalgam. Jika digunakan teknik
kondensasi tipikal dan logam campur lathe-cut, makin besar tekanan
kondensasi, makin tinggi kekuatan kompresinya,. Terutama kekuatan awal
(misalnya pada 1 jam). Teknik kondensasi yang baik akan mengeras
keluar merkuri dan menghasilkan praksi volume dari fase matriks yang
lebih kecil. Tekanan kondensasi yang tinggi di perl;ukan untuk
mengurangi poroisitas dan mengeluarkan mercuri dari amalgam lathe-cut.
8

Sebaliknya, amalagam sferis yang dimanfaatkan dengan tekanan ringan


akan mempunyai kekuatan yang baik.
 Efek porositas: ruang kosong dan poros adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kekuatan kompresi dari amalgam yang sudah mengeras.
(Anusavice, 2004).

Anda mungkin juga menyukai