TINJAUAN PUSTAKA
3
4
partikel lathe cut dan sferis. Bubuk juga dipasok dalam bentuk pelet atau pil
(Anusavice, 2004).
Gambar:
1. Lathe-cut
1 2 2. Sferis.
3. Difusi Termal
Difusi termal amalgam adalah empat puluh kali lebih besar dari
dentin sedangkan koefisien ekspansi termal amalgam 3 kali lebih
besar dari dentin yang mengakibatkan mikroleakage dan sekunder
karies (Anusavice, 2004).
4. Abrasi
Proses abrasi yang terjadi pada saat mastikasi makanan, berefek pada
hilangnya sebuah substansi/zat, biasanya disebut wear. Mastikasi
melibatkan pemberian tekanan pada tumpatan, yang telah
mengakibatkan kerusakan dan terbentuknya pechan/puing amalgam
(Anusavice, 2004).
2. Toksisitas
Sejak awal penggunaannya kemungkinan efek samping dari air
raksa sudah mulai dipertanyakan. Tidak diragukan bahwa air raksa
merembes ke dalam struktur gigi. Suatu analisa pada dentin dibawah
tambalan amalgam mengungkapkan adanya air raksa yang turut
berperan dalam perubahan gigi (Koudi, 2007).
Merkuri adalah elemen yang beracun, baik sebagai logam
bebas maupun unsur dari senyawa kimia. Raksa larut dalam lemak
dan sewaktu-waktu dapat terhirup oleh paru-paru yang mana akan
teroksidasi menjadi Hg2+, kemudian ia akan ditransportasikan dari
paru-paru oleh sel darah merah ke jaringan lain termasuk sistem
saraf pusat (Anusavice, 2003).
Debu mercuri bisa dikeluarkan ke udara selama triturasi,
kondensasi atau pembuangan tumpatan amalgam yang telah lama.
Tumpatan merkuri dalam proses pembedahan dapat mengakibatkan
kontaminasi udara dalam jangka panjang (Mccabe, 2008).
Amalgam memiliki kelemahan dalam melawan tekanan
mastikasi yang cukup kuat. Kelemahan ini dapat menyebabkan
kegagalan dalam restorasi. Kekuatan dari amalgam biasanya terjadi
karena manipulasi yang tidak baik, seperti triturasi yang kurang
benar ataupun kandungan merkuri yang cukup agar terjadi proses
amalgamasi yang sempurna dan mengahasilkan kekuatan yang
cukup. Kelebihan merkuri dapat menurunkan kekuatan dari amalgam
sedangkan kekurangan kandungan merkuri dapat menyebabkan
adanya logam campur yang kering sehingga akhirnya membentuk
suatu permukaan yang kasar dan dapat mempercepat terjadinya
korosi. Selain itu juga, kekuatan dari amalgam di pengaruhi oleh
efek kondensasi dan efek porositas. Kelemahan dalam melawan
tekanan mastikasi ini, sering menjadikan restorasi mudah pecah yang
dapat menyebabkan kebocoran dan karies sekunder (Anusavice,
2003).
Kerusakan tepi, fraktur bagian tepi atau keliling dari restorasi amalgam
gihi yang terjadi berangsur-angsur dan menyebabkan terbentuknya celah
atau lekukan pada regio luat antarmuka dari amalgam dan gigi.
Karat dan korosi, restorasi amalgam sering mengalami pembentukan karat
dan korosi di lingkungan rongga mulut. Derajat pembentukan karat dan
perubahan warna yang terjadi tampaknya tergantung pada lingkungan
rongga mulut masing-masing indivdu dan smpai batas tertentu, pada
logam campur yang digunakan. Korosi aktif dari restorasi yang baru
dipasang terjadi di daerah antar muka antar gugu dan restorasi. Celah antar
gigu dan logam campur memungkinkan terjadinya kebocoran mikro dari
elektrolit dan proses konsentrasi sel yang klasik (korosi leher gigi)
(Anusavice, 2004).