Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Amalgam
Amalgam merupakan campuran dari dua atau beberapa logam (alloy) yang
salah satunya adalah merkuri. Kata amalgam juga didefenisikan untuk
menggambarkan kombinasi atau campuran dari beberapa bahan seperti merkuri,
perak, timah, tembaga, dan lainnya. Dental amalgam sendiri adalah kombinasi
alloy dengan merkuri melalui suatu proses yang disebut amalgamasi. Ketika
powder alloy dan liquid merkuri dicampur, terjadi suatu reaksi kimia yang
menghasilkan dental amalgam yang berbentuk bahan restorasi keras dengan warna
perak abu abu (Anusavice,2004).
2.1.1 Komposisi Amalgam
Alloy

Presentase Berat (%)

Silver

65 (maksimum)

Tin

29 (maksimum)

Copper

6 (maksimum)

Zinc

2 (maksimum)

Mercury

3 (maksimum)

Palladium

0,5

Fungsi dari tiap unsur diatas yaitu :


1.

Silver
a.
b.
c.
d.
e.

2.

Memutihkan alloy.
Menurunkan creep.
Meningkatkan strength.
Meningkatkan setting expansion.
Meningkatkan resistensi terhadap tarnish.

Tin
a.

Mengurangi strength dan hardness.

b.

Mengendalikan reaksi antara perak dan merkuri. Tanpa timah


reaksi akan terlalu cepat terjadi dan setting expansion tidak

c.
d.
3.

4.

dapat ditoleransi.
Menigkatkan kontraksi.
Mengurangi resistensi terhadap tarnish dan korosi.

Copper
a.
Meningkatkan ekspansi saat pengerasan.
b.
Meningkatkan strength dan hardness
Zinc
a. Zinc dapat menyebabkan terjadinya suatu ekspansi yang
tertunda bila campuran amalgam terkontaminasi oleh cairan
b.

selama proses pemanipulasiannya.


Dalam jumlah kecil, tidak dapat mempengaruhi reaksi
pengerasan dan sifat-sifat amalgam. Zinc berperan sebagai
pembersih ataupun deoxidizer selama proses pembuatannya,
sehingga dapat mencegah oksidasi dari unsure-unsur penting
seperti silver, copper, ataupun tin. Alloy yang dibuat tanpa zinc
akan menjadi lebih rapuh, sedangkan amalgam yang dibuat
dengan penambahan zinc akan menjadi kurang plastis.

5.

Mercury
Dalam beberapa merek, sejumlah kecil merkuri (sampai 3%)
ditambahkan kedalam alloy. Campuran yang terbentuk disebut
dengan alloy pre-amalgamasi yang dapat menghasilkan reaksi yang
lebih cepat.

6.

Palladium

a.
Mengeraskan alloy.
b.
Memutihkan alloy
(Anusavice,2004)
2.1.2 Klasifikasi Amalgam
Amalgam dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah metal alloy, yaitu:
a. Alloy binary, contohnya : silver-tin
b. Alloy tertinary, contohnya : silver-tin-copper
c. Alloy quartenary, contohnya : silver-tin-copper-indium
2. Berdasarkan ukuran alloy, yaitu:

a. Microcut, dengan ukuran 10 30 m.


b. Macrocut, dengan ukuran lebih besar dari 30 m.
3. Berdasarkan bentuk partikel alloy, yaitu:
a. Alloy lathe-cut
Alloy ini memiliki bentuk yang tidak teratur.
b. Alloy spherical
Alloy spherical dibentuk melalui proses atomisasi. Dimana cairan
alloy diatomisasi menjadi tetesan logam yang berbentuk bulat
kecil,. Alloy ini tidak berbentuk bulat sempurna tetapi dapat juga
berbentuk persegi, tergantung pada teknik atomisasi dan pemadatan
yang digunakan.
c. Alloy Spheroidal
Alloy spheroidal juga dibentuk melaui proses atomisasi.
4. Berdasarkan kandungan tembaga
Kandungan tembaga pada amalgam berguna untuk meningkatkan
kekuatan (strength), kekerasan (hardness), dan ekspansi saat
pengerasan. Pembagian amalgam berdasarkan kandungan tembaga
yaitu:
a. Alloy rendah Copper (Low Copper Alloy)
Low copper alloy ini mengandung silver (68-70%), tin (2627%), copper (4-5%), zinc (0-1%).
b. Alloy tinggi copper (High Copper Alloy)
High copper alloy mengandung silver (40-70%), tin (22-30%),
copper (13-30%), zinc (0-1%). Alloy ini dapat diklasifikasikan
sebagai :
a) Admixed/dispersi/blended alloys.
Alloy ini merupakan campuran spherical alloy
dengan lathe-cut alloy dengan komposisi yang
berbeda yaitu high copper spherical alloy dengan
low copper lathe-cut alloy. Komposisi seluruhnya
terdiri atas silver (69%), tin (17%), copper (13%),
zinc (1%).

b) Single composisition atau unicomposition alloys


Tiap partikel dari alloy ini memiliki komposisi yang
sama. Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (4060%), tin (22-30%), copper (13-30%), zinc (0-4%).
(Williams,2008).

2.1.3 Sifat Amalgam


A.

Sifat Fisik Amalgam


1.
Creep
Creep adalah sifat viskoelastik yang menjelaskan perubahan
dimensi secara bertahap yang tearjadi ketika material diberi
tekanan atau beban. Untuk tumpatan amalgam, tekanan mengunyah
yang berulang dapat menyebabkan creep. ANSI-ADA specification
no.1 menganjurkan agar creep kurang dari 3%. Amalgam dengan
kandungan tembaga yang tinggi mempunyai nilai creep yang jauh
lebih rendah, beberapa bahkan kurang dari 0,1%.
2.

Stabilitas Dimensional
Idealnya amalgam harus mengeras tanpa perubahan pada

dimensinya dan kemudian tetap stabil. Meskipun demikian ada


beberapa faktor yang mempengaruhi dimensi awal pada saat
pengerasan dan stabilitas dimensional jangka panjang.
3.

Difusi termal
Difusi termal amalgam adalah empat puluh kali lebih besar

dari dentin sedangkan koefisien ekspansi termal amalgam 3 kali


lebih besar dari dentin yang mengakibatkan mikroleakage dan
sekunder karies.

4.

Abrasi

Proses abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan, berefek


pada hilangnya sebuahsubstansi / zat, biasa disebut wear. Mastikasi
melibatkan pemberian tekanan pada tumpatan, yang mengakibatkan

B.

kerusakan dan terbentuknya pecahan/puing amalgam


(Craig,2002).
Sifat Mekanik Amalgam
1.
Kekuatan
Dental amalgam mempunyai berbagai macam struktur, dan
kekuatan struktur tersebut tergantung dari sifat individu dan
hubungannya antara satu struktur dengan struktur yang lainnya.
Dental amalgam adalah material yang brittle/rapuh. Kekuatan tensile
amalgam lebih rendah dibanding kekuatan kompresif. Kekuatan
kompresif ini cukup baik untuk mempertahankan kekuatan amalgam,
tetapi rendahnya kekuatan tensile yang memperbesar kemungkinan
terjadinya fraktur/retakan (Craig,2002).

C.

Sifat Kimia Amalgam


1.
Reaksi Elektrokimia Sel Galvanik
Korosi galvanic atau bimetalik terjadi ketika dua atau lebih
logam berbeda atau alloy berkontak dalam larutan elektrolit , dalam
hal ini adalah saliva. Besarnya arus galvanis dipengaruhi oleh
lama/usia restorasi , perbedaan potensial korosi sebelum berkontak
dan daerah permukaan. Jarak yang cukup lebar/besar dihasilkan dan
kontak elektrik dari beberapa restorasi secara in vivo . Untuk restorasi
amalgamamalgam , perbedaan potensial korosi sebelum berkontak
mungkin akan berguna dalam memprediksi besarnya arus galvanis,
yang mana paling tidak perbedaan keluarnya adalah 24 mV Hubungan
lama restorasi dengan besar arus galvanic berbanding terbalik .artinya
semakin lama usia restorasi amalgam dengan tumpatan lainnya ,
semakin kecil arus galvanic yang dihasilkan (Craig, 2002)

2.

Korosi

Korosi adalah reaksi elektrokimiawi yang akan menghasilkan


degradasi struktur dan properti mekanis. Banyak korosi amalgam
terjadi pada bagian pits dan cervical. Korosi dapat mengurangi
kekuatan tumpatan sekitar 50%, serta memperpendek keawetan
penggunaan (Craig,2002).
3.

Tarnish
Reaksi elektrokimia yang tidak larut, adherent, serta permukaan

film yang terlihat dapat menyebabkan tarnish. Penyebab discoloration


yang paling terkenal adalah campuran silver dan copper sulfida karena
reaksi dengan sulfur dalam makanan dan minuman (Craig,2002).
D. Sifat Biologi Amalgam
1. Alergi
Secara khas respon alergi mewakili antigen dengan reaksi
antibodi yang ditandai dengan rasa gatal, ruam, bersin, kesulitn
bernafas, pembengkakan, dan gejala lain. Dermaititis kontak atau
reaksi hipersensitif tipe 4 dari Commbs mewakili efek samping
fisiologis yang paling mungkin terjadi pada amalgam gigi, tetapi
reaksi ini terjadi oleh kurang dari 1 % dari populasi yang di rawat
(Craig, 2002).
2.

Toksisitas
Sejak awal penggunaannya kemungkinan efek samping dari air

raksa sudah mulai dipertanyakan. Kadang-kadang masih ada dugaan


bahwa keracunan air raksa dari tambalan gigi adalah penyebab dari
penyakit-penyakit tertentu yang diagnosisnya tidak jelas dan ada
bahaya bagi dokter gigi atau asistennya. Ketika uap air raksa terhirup
selama pengadukan penempatan dan pembuangan. Tidak diragukan
bahwa air raksa merembes ke dalam struktur gigi. Suatu analisis pada
dentin dibawah tambalan amalgam mengungkapkan adanya air raksa
yang turut berperan dalam perubahan warna gigi. Sejumlah air raksa

dilepaskan pada saat pengunyahan tetepi kemungkinan keracunan dari


air raksa yang menembus gigi atau sensititasi terhadap garam-garam
air raksa yang larut dari permukaan amalgam sangat jarang terjadi .
kemungkinan pyang paling menonjol bagi asimilasi air raksa dari
amalgam gigi adalah melalui tahap uapnya. Debu merkuri bisa
dikeluarkan ke udara selama triturasi, kondensasi atau pembuangan
tunpatan amalgam yang telah lama. Tumpatan merkuri dalam proses
pembedahan dapat mengakibatkan kontaminasi udara dalam jangka
panjang (Craig, 2002).
2.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Amalgam
A. Kelebihan Amalgam
1. Bahan restorasi yang bisa tahan sampai 15 tahun.
2.

Tekniknya tidak menimbulkan sensitif

3.

Dapat diaplikasi pada berbagai kasus

4.

Formulasi terbaru memiliki resistensi yang panjang terhadap korosi

5.

Mudah dimanipulasi

6.

Waktu pengerjaan lebih pendek dibanding material lain

7.

Sering dapat reparasi

8.

Murah

9.

Manipulasi mudah

10. Pengerjaan pada pasien hanya memerlukan satu kali waktu pertemuan
11. Kekuatan kompresi baik
B. Kekurangan
1. Estetis kurang baik
2. Tepi tambalan dapat mengalami perubahan warna
3. Menimbulkan alergi
4. toksisitas
(Anusavive, 2004).

2.1.5 Indikasi dan Kontra Indikasi Restorasi Amalgam


Berikut ini adalah indikasi klinis untuk restorasi amalgam :

1. Untuk restorasi yang besar


2. Kehilangan jaringan gigi sebelumdan selama perawatan minimal.
Karies melibatkan permukaan distal-oklusal atau mesio-oklusal.
3. Restorasi di daerah yang tidak memerlukan estetik mulut
4. Pada daerah yang memiliki beban kunyah atau kontak oklusi yang
besar
5. Restorasi yang tidak dapat diisolasi dengan baik
6. Restorasi yang meluas sampai ke permukaan akar
7. Gigi abutment untuk gigi tiruan sebagian lepasan
8. Restorasi sementara atau caries-control
Berikut ini adalah daftar kontraindikasi umum yang dapat dipertimbangkan :
1. Mengutamakan estetik untuk gigi posterior
2. Restorasi kecil sampai sedang yang tidak dapat dilakukan isolasi
dengan baik
3. Gigi antagonis logam yang tidak sejenis
(Anusavice, 2004).
2.2 Preparasi dan Desain Kavitas
Preparasi kavitas pada gigi gigi didesain kurang lebih untuk memenuhi
kebutuhan dari amalgam, dengan kavitas bentuk boks, tepi dengan hubungan but
joints, dan underkut untuk menahan tambalan di dalam kavitas. Karena amalgam
merupakan logam pengantar panas yang baik, perparasi kavitas harus dangkal.
Tapi restorasi yang terlalu dangkal akan cenderung patah, karena amalgam amat
rapuh. Oleh karena itu, preparasi gigi dibuat mempunyai ketebalan minimal 2
mm. Bila karies dentin menembus lebih dalam daripada 2 mm, pelapik atau basis
semen harus ditempatkan.
Untuk mengimbangi sifat rapuh dari bahan ini, seluruh kavitas dibentuk ke
dalam gigi. Dinding dinding rata sejajar atau tegak dengan permukaan gigi,
menyusun bentuk preparasi seperti boks.

Retensi dari bahan dicapai dengan

kesejajaran dari dinding yang berlawanan atau dengan sedikit underkut pada
dentin (Mccabe,2008).
2.2.1 Preparasi Kavitas Kelas II

Definisi restorasi Klas II adalah bila jaringan karies telah mengenai


permukaan mesial atau distal (proksimal) gigi posterior. Walaupun lesi Klas II
terjadi pada permukaan proksimal, umumnya dianggap sebagai kavitas campuran,
yaitu suatu kavitas yang mengenai dua permukaan, salah satunya adalah
permukaan oklusal. Begitu sering terjadi sehingga dalam praktik kavitas Klas II
dibagi menjadi mesial-oklusal (MO), disto-oklusal (DO), atau mesial-oklusaldistal (MOD). Karena gigi-gigi biasanya saling berkontak, akses ke kavitas
tertutup dan harus dibuat dengan memotong substansi gigi dari lingual, fasial, atau
oklusal. Cara yang biasa tentunya adalah membuat akses dari oklusal; meskipun
begitu, bila lesi dekat garis servikal, kadang-kadang preparasi dari fasial atau
lingual menjadi pilihan.
Amalgam adalah suatu bahan yang rapuh, sehingga dibutuhkan dinding
kavitas yang tegak lurus terhadap permukaan email. Bila amalgam dimampatkan
ke dinding ini, interfase antara email dan amalgam akan berakhir sebagai butt
join. Karakteristik amalgam yang buruk ini sering disebut kekuatan tepi.
Kekuatan dan keutuhan bagian tepi adalah dua kriteria penting untuk memutuskan
apakah tonjolan yang lemah akan dipertahankan atau dikorbankan. Jika
dikorbankan, seluruh tonjol dipotong, dibuang kira-kira sepertiga dari panjang
total mahkota sehingga cukup banyak ruang untuk logam agar bisa menahan
fraktur selama pengunyahan.
Empat tipe perlekatan dapat dipakai untuk retensi restorasi: (1) undercut pada
daerah oklusal atau gingival, (2) interlock aksial (alur fasial dan lingual), (3) parit,
dan (4) dowel atau pin. Suatu parit adalah lubang yang dibuat, tempat ke
dalamnya amalgam akan dimampatkan. Setelah mengeras amalgam menjadi kuat
dengan retensi yang besar. Panjangnya bervariasi dari 2-4 mm dan lebarnya kirakira 1 mm. Parit tidak ditempatkan terlalu jauh ke arah pulpa, tetapi juga tidak
terlalu dekat ke permukaan agar bagian tepi gigi tidak patah. Lubang parit harus
cukup besar untuk tempat pemampat yang kecil dan dalamnya 1-2 mm.

Gambar 4. Diagram preparasi gigi, nomenklatur dasar dari kavitas .


A.Dinding dan dasar B. Pulpa dan dinding gingival boleh juga dinamakan lantai
Untuk lebih bisa dipahami, kavitas Klas II dapat dibagi dalam dua
kategori; (1) Klas II amalgam insipien adalah tambalan yang sedikit banyak
menutupi lubang masuk melalui aktivitas mikroba dapat menyerang gigi, dan (2)
Klas II amalgam yang diperluas merupakan tambalan yang mengembalikan
bagian gigi yang hilang atau rusak (Mccabe,2008).
2.2.2 Amalgam Klas II Insipien
Lesi insipien biasanya kecil dan terletak tepat di bawah titik kontak
anatomik dari gigi. Pada gigi-gigi yang malposisi, titik kontak yang sesungguhnya
bisa berada di lain tempat, yang tentunya akan mengubah lokasi lesi. Deteksi lesi
karies Klas II insipien tidak mudah dilakukan. Proyeksi sayapgigit (bite-wing)
barangkali merupakan cara yang terbaik, karena letak gigi-gigi yang berdekatan
menghalangi pemeriksaan dengan sonde. Gigi harus dipreparasi untuk restorasi
Klas II. Lesi proksimal insipien menembus hanya dentin kira-kira 1 mm dan
semua jaringan karies otomatis akan hilang dalam preparasi kavitas (Mccabe,
2008).

Gambar 5. Memotong lesi tengah melalui permukaan proksimal dari tiga


gigi
Ragangan Preparasi Kavitas
Secara umum, ragangan harus kecil dan konservatif. Usahakan untuk
membatasi ukuran dari kavitas, khususnya pada orifis oklusal. Jangan membuang
jaringan email yang sehat terlalu banyak tetapi sebaliknya, membuat orifis kavitas
terlalu kecil akan membatasi akses ke gigi. Walaupun demikian, pemakaian
pemampat amalgam yang kecil dapat memampatkan amalgam dengan efektif ke
dalam bukaan oklusal yang kecil.
Bentuk kavitas adalah parit terbalik pada bagian samping gigi. Dinding
gingival sejajar dengan tepi interseptal gingival dan meluas di bawah lesi ke
dalam email sehat, biasanya 1 atau 2 mm di bawah titik kontak. Lokasi tepi fasial
dan lingual ditentukan oleh luas dan sifat dari email. Tepi ini diperluas di luar titik
kontak dan tentu saja, melebihi tepi luar dari lesi. Jika daerah email yang
berwarna putih mutiara membatasi lesi, dinding-dinding ini tidak ditempatkan
terlalu berjauhan bila dibandingkan jika email teksturnya putih seperti kapur.
Lokasi dinding-dinding ini ditentukan oleh jarak antaranya dan permukaan
proksimal dari gigi yang berdekatan. Dalam rongga mulut yang relatif bebas
karies, jarak ini hanya perlu sebesar ketebalan sonde yaitu 0,4 mm. Sedangkan
pada mulut yang mudah terserang karies, jarak adalah 0,75 mm, kira-kira setebal
pahat atau hatchet (Mccabe,2008).

Gambar 6. Pandangan mesial dan oklusal dari preparasi gigi dengan lesi
karies insipien.
Bentuk Intenal
Tegas, dinding yang terpotong jelas membentuk pinggiran cavosurface yang 90 derajat. Dinding aksial dari preparasi berbentuk datar atau
cembung pada pandangan horizontal; pada pandangan vertikal, rata dan
sejajar dengan sumbu panjang gigi. Dinding fasial dan lingual mempunyai
undercut untuk menahan restorasi amalgam pada tempatnya. Undercut ini
tidak dalam tetapi seragam dan meluas dari dasar gingiva ke permukaan
oklusal.
Urutan Preparasi
Restorasi Klas II insipien pada dasarnya adalah preparasi yang
menggunakan bur. Karena tidak meluas,maka tidak ada karies dentin yang
perlu diekskavasi dengan instrumen genggam, sebab bur secara otomatis
sudah menghilangkannya selama preparasi gigi.
1. Preparasi melibatkan alur oklusal dan ceruk. Pekerjaan ini dilakukan
dengan bur bulat No. 1/2 dan disempurnakan dengan bur 330. Beberapa
ceruk dan alur imun terhadap karies.
2. Memotong bagian fasio-lingual yang dilakukan untuk mendapat akses
ke lesi proksimal. Kemudian membuat takikan dengan bur bulat No, 1/2
menembus lingir tepi untuk membuka pertautan dento-email.

3. Setelah orifis dari parit terbalik dibuat, preparasi dentin dengan bur
bulat, dan potong sebuah alur sempit fasio-lingual di bawah lapisan
proksimal dari email.
4. Lapisan email ditembus denga alur vertikal. Tindakan ini harus
dilakukan hati-hati agar tidak mengenai permukaan gigi .
5. Lapisan email yang menjadi lemah karena pembuatan alur bisa
dipatahkan.
6. Penyempurnaan tepi dilakukan dengan pahat dan hatchet
7. Dinding aksial diperdalam jika diperlukan, untuk membentuk kembali
alur aksial, dan untuk melakukan penyempurnaan tepi sepanjang
oklusal
(Mccabe, 2008).
2.2.3 Amalgam Klas II yang Diperluas
Amalgam yang diperluas jelas lebih besar karena daerah-daerah dalam
kavitas atau karies rekuren disekitar tambalan lama. Dinding dipreparasi datar dan
lurus, dengan sudut cavo-surface 90 derajat. Berbeda dengan preparasi kavitas
insipien, sudut fasio-gingiva dan lingio-gingiva lebih baik tajam daripada bulat.
Kedalaman dinding aksial tidak ditentukan oleh lesi karies atau tambalan yang
lama. Tetapi ditentukan secara acak dan biasanya lebarnya 1,2 mm untuk gigi
premolar dan 1,8 mm untuk gigi molar. Faktor-faktor yang mempengaruhi lebar
ini berkaitan dengan anatomi gigi, seperti lokasi pertautan ento-email dan jarak
dasar gingiva ke garis servikal. Gigi-gigi umumnya lebih menyempit dan email
menjadi lebih tipis di daerah pertautan semento-email, dan ciri anatomi dari gigi
ini sendiri merupakan faktor yang menentukan lebar dasar gingiva. Tetapi satu hal
yang tidak mempengaruhi lebar dasar gingiva adalah kedalaman karies. Jika
karies dentin atau tambalan yang lama meluas ke arah pulpa , basis ditambahkan
untuk membawa preparasi kembali ke lokasi optimalnya, atau diaplikasikan
kalsium hidroksida untuk melindungi dan menginsulasi pulpa.
Komponen retentif dasar dari boks proksimal adalah alur aksial, satu
ditempatkan di fasial dan yang lain ditempatkan di lingual. Alur-alur ini lebih
dalam pada ujung gingivanya dan cenderung menghilang ke arah oklusal. Makin

lebar boks, makin besar sudut yang dibentuk oleh dinding fasial dan lingual dan
akibatnya, makin dalam alur yang harus dibuat. Bila sudut ini mendekati 90
derajat, retensi tambahan diperlukan seperti suatu parit atau pin.

Gambar 7. Kedalaman alur aksial dipengaruhi oleh perluasan buccolingual. A. Kavitas yang kecil dengan perluasan minimal. B.Kavitas mulai
mengelilingi gigi. C. Kavitas yang besar meluas mengenai sebagian permukaan
bukal dan lingual
Urutan preparasi
Preparasi kavitas ini mengikuti langkah-langkah dalam preparasi kavitas
dari Dr. G. V Black. Di sini tidak digunakan bur kecepatan tinggi, melainkan
dilakukan prosedur yang sama seperti untuk lesi insipien. Dengan bur fisur
runcing No. 700 kecepatan rendah, dentin di bawah email proksimal dibuang,
diikuti dengan mencungkil sisa email dan membuat bagian tepi.

Gambar 8. Bur no 700 kecepatan rendah digunakan memotong parit. Sudut


gingiva, khususnya harus tajam dan berbatas jelas. Semua dentin harus
dihilangkan sehingga hanya tinggal lapisan email.

1. Preparasi dari alur berparit di bawah email, tidak boleh terlalu ditekankan.
Dengan hati-hati pertimbangkan apakah sudut-sudut tajam dan tegas,
apakah parit cukup diperluas kea rah fasial dan lingual, apakah dasar
gingiva dari alur rata dan halus, dan juga apakah semua dentin telah
dihilangkan dari bawah email.
2. Bila operator telah memeriksa parit dan email yang sudah dipatahkan,
bagian tepi dibuat dengan instrument genggam.
3. Untuk menambah kesempurnaan pahat dan hatchet email digunakan
pengasah tepi gingiva untuk menghaluskan dasar gingival dan
menghilangkan fragmen email yang tertinggal.
4. Pembersihan bagian dalam dari kavitas. Karies dentin sekarang diperiksa
dan dibuang. Pembersihan bagian dalam dari kavitas adalah penting dan
rutin, yang meliputo pemeriksaan daerah-daerah yang terlewatkan seperti
basis semen yang diperdalam sehingga menyebabkan amalgam tinggi
dalam oklusi atau memperbaiki dinding oklusal atau sudut garis.
5. Penyempurnaan alur retensi dengan bur fisur runcing cross-cut No.700 dan
bur bulat No. 1/2.
6. Mengubah alur retentive yang bulat menjadi segi empat dengan pengasah
tepi gingival. Jelas bahwa alur retentive segi empat menambah sifat
retentive dari restorasi.
7. Perencanaan tepi. Ini merupakan langkah akhir sebelum pemasangan pita
matriks dan pemampatan amalgam. Permukaan yang tidak teratur
sepanjang dasar gingival dapat dihaluskan dengan instrument genggam
dan kurva tebalik dari oklusal dapat dipreparasi dengan pahat bengkok
yang tajam.
8. Kemudian dilakukan pembuangan debris, penghilangan fragmen semen
dan membersihkan sisa darah yang telah mongering. Larutan hidrogen
peroksida 3% bisa digunakan untuk membantu menghilangkan debris.
(Koudi, 2007).

2.3 Prinsip Restorasi Amalgam


Salah satu tujuan preparasi kavitas adalah membuang jaringan karies.
Kavitas didesain dengan memperhitungkan kemungkinan terjadinya karies di
masa datang, dan kavitas yang telah selesai kemudian di restorasikan hingga
mencapai kontur yang tepat dengan menggunakan bahan yang cocok. Black pada
tahun 1924, telah menggariskan suatu cara melakukan preparasi kavitas dan
menentukan beberapa prinsip yang harus ditaati. Dianjurkan bahwa selama
melakukan preparasi kavitas, hendaknya mengikuti langkah-langkah berikut ini:
1. Out Line Form (bentuk perluasan kavitas)
a)

pit dan fissure dihilangkan

b)

cusp dilingkari

c)

bentuk perluasan kavitas sampai ke area self cleansing

d)

semua jaringan karies dan fissure yang dalamdibuang

e)

email yang tidak didukung dentin dihilangkan

f)

tidak selalu mengikuti klasifikasi G. V. Black pada kavitas yang

luas
2. Resistence Form(bentuk resistensi)
a) kavitas dibentuk agar gigi tahan terhadap tekanan pengunyahan
b) dinding email pada cavo surface dibevel berbentuk chamfer
shoulder lebar minimal 1mm dengan bor fissure ujung membulat.
3. Retention Form (bentuk retensi)
a) kavitas dibentuk agar restorasi tidak bergerak dan tidak mudah
lepas.
b)

macam-macam betuk retensi:

a.

undercut

b. paralisme dinding kavitas


c. dovetaild. groove
e. pinhole
f. micropit
4. Convinience Form (bentuk konvinien)
Bentuk kavitas ideal sehingga memudahkan pemasukan, insersi, dan
pemasangan bahan restorasi.

5. Menghilangkan Jaringan Karies


Kavitas harus dibuat bebas karies sebelum tambalan apapun
diletakkan, termasuk peletakan basisnya. Jika regangan kavitas dan
kedalamannya dibuat menurut ketentuan, hasilnya akan berupa kavitas
yang bebas karies jika lesi awalnya kecil. Jika masih ada karies yang
tertinggal, maka karies tersebut harus di buang dengan bur bulat kecepatan
rendah dan ekskavator sendok (Koudi, 2007).
Bur bulat kecepatan rendah disertai tekanan ringan lebih disukai
ketimbang penggunaan ekskavator sendok karena terakhir ini jika tajam
akan membuang jaringan lebih dari yang diperlukan (Koudi, 2007).
6. Menghaluskan dan membersihkan kavitas.
Tahap akhir preparasi kavitas adalah menciptakan tepi kavitas yang
baik dan terdukung dan suatu kavitas yang bebas debris. Hatchet dan pahat
email digunakan di aspek oklusal dinding kavitas untuk memeriksa
dukungan terhadap email dan membuat tepi yang lemah. Penggunaan
pahat email pada lantai gingival boks interproksimal kavitas klas II gigi
permanen. Pahat ini akan membuang email tak terdukung dan dapat juga
digunakan untuk menghaluskan garis sudut bukolingual dan linguogingiva
(Koudi, 2007).
2.4 Manipulasi Amalgam
Manipulasi Amalgam
Amalgam merupakan kombinasi alloy dengan merkuri melalui suatu proses
yang disebut amalgamasi atau triturasi. Campuran yang merupakan bahan plastis
dimasukkan ke dalam kavitas dan bahan tersebut menjadi keras karena kristalisasi.
Triturasi amalgam dapat dilakukan dengan cara manual dan masinal. Cara
manual dilakukan dengan menggunakan alu dan mortal. Homogenitas amalgam
tergantung dari tekanan yang terjadi antara alu dan lumpang. Tekanan yang
berbeda-beda dari operator menyebabkan kekuatan amalgam yang berbeda
homogenitasnya sehingga hasilnya kurang baik. Lain halnya dengan cara masinal
yang tekanannya selalu sama sehingga menghasilkan amalgam yang homogen.
Manipulasi amalgam dapat melalui proses (Craig, 2002) :

1. Proportioning
Perbandingan antara alloy dan merkuri harus sesuai. Menggunakan
perbandingan alloy dan mercury 5:7 atau 5:8. Kelebihan mercury
mempermudah triturasi dan dapat diperoleh hasil campuran yang plastis Jika
mercury yang digunakan terlalu sedikit, maka partikel alloy tidak akan
terbasahi secara sempurna sehingga bagian restorasi alloy tidak akan bereaksi
dengan mercury, menyisakan peningkatan lokal porositas dan membuat
amalgam menjadi lebih rapuh.
2. Triturasi
Pencapuran amalgam alloy dan merkuri dengan menggunakan amalgamator
selama waktu yang telah ditentukan. Proses triturasi dapat dilakukan dengan
cara manual dan mekanis.
3. Kondensasi
Teknik kondensasi yang baik akan memeras keluar merkuri dan menghasilkan
fraksi volume dari fase matriks yang lebih kecil. Tekanan kondensasi yang
tinggi diperlukan untuk mengurangi porositas dan mengeluarkan merkuri dari
amalgam lathe- cut.Sebaliknya, amalgam sferis yang dimampatkan dengan
tekanan ringan akan mempunyai kekuatan yang baik.

4. Trimming dan Carving


Amalgam yang dibuat dari serbuk alloy yang kasar lebih sukar mengukirnya
karena kepingan alloy yang agak besar dapat tertarik oleh instrument dari permukaan.
Apabila dikehendaki pengukiran yang mudah, dapat menggunakan alloy spheris.

5. Polishing.
Amalgam

konvensional

baru

dapat

dipoles

palng

cepat

24

jam

setelah penambalan, yaitu setelah tambalan cukup kuat. Amalgam yang terbuat
dari

alloy

kaya

kuprum

lebih

cepat

mendapatkan

kekuatannya,

disebutkan bahwa bahan ini dipoles tidak lama setelah penambalan.Cara


Pemolesan:

Cek tumpatan :
Oklusi, kontak aproksimal, keutuhan tepi tumapatan dan konturnya sudah
betul ?

Bila tidak baik Tumpat ulang (terutama kontak aprok.hilang &


underfilling)

Membentuk permukaan oklusal dengan bur batu hijau (stone) bentuk


ujungnya runcing atau kerucut terbalik

Bila kontur gingiva >> dibuang dengan bur batu hijau bentuk nyala api

Dibersihkan dengan sikat kecil disertai irigasi dengan kecepatan rendah

Kilau akhir dengan karet (rubber cups) + pasta poles digunakan dalam
keadaan basah

2.8 Penyebab Kegagalan Amalgam


1. Kerusakan pada bagian tepi tumpatan
Kerusakan pada tepi tumpatan disebabkan oleh tidak cukupnya dukungan
terhadap enamel dan manipulasi bahan tumpatan serta pemillihannya yang tidak
benar. Hal ini terjadi akibat kondensasi dan carving amalgam belum memadai
sebelum matriks dilepas. Penyebab lainnya adalah karena pembuatan desain
kavitas yang tidak tepat. Idealnya, desain kavitas yang tidak tepat harus
dimodifikasi.(Koudi, 2007)
Kerusakan yang ringan dapat diperbaiki dengan mengasah bagian yang
rusak secara horizontal. Kerusakan parah timbul jika bagian tepi ikut terangkat
bersama sama matriks atau ketika pasien menggigit kuat-kuat sebelum amalgam
cukup keras. Yang harus dilakukan adalah amalgam yang sudah ada dibuang dan
digantikan dengan amalgam yang baru dengan menggunakan matriks baru
(Koudi, 2007).
2. Fraktur Pada Isthmus
Fraktur pada isthmus dapat dihindari dengan membuat badan tumpatan
yang cukup efektif di daerah axio-pulpal line angle. Membuat alur pada alur axiopulpal line angle akan menambah badan tumpatan sedangkan mengasah tonjol gii
antagonis akan mengurangi oklusi traumatik.
Secara klinis fraktur pada isthmmus dapat disebabkan tidak adanya retensi
pada proksimal dan adanya tambalan yang menggantung.(Koudi, 2007).
3. Karies Sekunder
Masuknya saliva, bakteri, dan makanan setelah fraktur isthmus dapat
memudahkan timbulnya karies sekunder. Pelebaran tepi kavitas interproksimal ke
arah self cleansing yang tidak memadai dapat juga memudahkan terjadinya karies
sekunder. Karies sekunder dapat juga terjadi di daerah garis sudut gingivo-labial
dan gingivo-bukal dari proksimal box jika kondensasi amalgamnya tidak tepat.
(Koudi, 2007)

4. Terkenanya tanduk pulpa


Hal ini terjadi karena kedalaman dari dinding oklusal atau dinding axial
melebihi batas lesi (Taqwa dan Yati, 1986) . Pengaruh terkenanya pulpa karena
tidak hati-hati dan ini dapat dilihat dengan jelas pada waktu anak datang untuk
pemeriksaan kembali atau setelah adanya fistel dan terlihat ada resorbsi eksternal
atau internal melalui rontgen foto.(Koudi, 2007).
Terkenanya tanduk pulpa biasanya ditanggulangi dengan direct pulp
caping, pulpektomi, atau harus dicabut. (Koudi, 2007).
5. Fraktur pada Gigi
Ini dapat terjadi karena pembuatan Outlline Form yanng berlebihan
sehingga sisa jaringan gigi menerima tensile stress yang berlebihan yang
dihasilkan oleh gigi dan amalgam. (Koudi, 2007).

Anda mungkin juga menyukai