PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ortodonsi lepasan merupakan piranti ortodonti yang dapat dipasang dan
dilepas oleh pasien sendiri. hal ini tidak berarti bahwa piranti lepasan
dimaksudkan untuk dipakai dalam jangka waktu keberhasilan perawatan dengan
piranti
lepasan
tidak
hanya
tergantung
pada
kemampuan
pasien
dan
kekuatan
yang
dihasilkan
oleh
bagian
aktif
ke
gigi
mengingat bahwa plat akrilik ini penting untuk menentukan keberhasilan dari alat
orthodonsi , karena merupakan tempat tertanamnya komponen komponen
lainnya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
pembuatan plat akrilik dengan bahan self cured dengan teknik tetes tabur dan
teknik pengadukan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar para mahasiswa sebagai calon tekniker gigi dapat terbuka pola
pikirnya didalam melakukan prosedur kerja laboratorium teknik gigi secara efektif
dan efisien sehingga terciptalah produktivitas kerja yang lebih baik.
1.3.2
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pembuatan plat akrilik dengan bahan self cured dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Resin Acrylic
Acrylic resin adalah bahan yang terbuat dari proses polimerisasi radikal
bebas untuk membentuk poly-methyl methacrylate, bahan monomernya adalah
methyl methacrylate dimana bahan monomer meresap kedalam polimer dengan
normal,tahap polimerisasi adalah aktivator, initiator, dan terminator.Acrylic resin
dikelompokkan dalam head cured dan self cured (Noort, 2002).
2.1.1
akrilik, yaitu :
a. Tidak toksis dan tidak mengiritasi.
b. Tidak terpengaruh cairan rongga mulut.
c. Mempunyai modulus elastisitas tinggi sehingga cukup kaku pada bagian
yang tipis.
d. Mempunyai proporsional limits yang tinggi, sehingga jika terkena stress
tidak mudah mengalami perubahan bentuk yang permanent.
e. Mempunyai kekuatan impact tinggi sehingga tidak mudah patah atau pecah
jika terbentur atau jatuh.
f. Keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi.
a. Sifat Biologi
Resin acrylic tidak memiliki rasa, tidak berbau, tidak toksin dan tidak
mengiritasi jaringan mulut. untuk memenuhi persyaratan ini bahan tersebut sama
sekali tidak boleh larut dalam saliva atau cairan lain yang dimasukkan ke dalam
mulut, serta tidak dapat tembus cairan mulut,dalam arti tidak boleh menjadi sehat
atau memiliki rasa dan bau yang tidak dapat diterima.
b. Sifat Fisik
Resin acrylic memiliki kekuatan dan kepegasan serta tahan terhadap tekanan
gigit atau pengunyahan,tekanan benturan, serta keausan berlebihan yang dapat
terjadi dalam rongga.
c. Sifat Estetik
Resin acrylic harus menunjukkan translusen atau trasparansi yang cukup
sehingga dengan penampilan jaringan mulut yang digantinya. bahan juga harus
dapat diwarnai atau pigmentasi,dan harus tidak berubah warna atau penampilan
setelah pembentukan.
Acrylic resin baik head cured maupun self cured dapat digunakan dalam
pembuatan plat ortodonti. tetapi saat ini penggunaan resin acrylic head cured
tidak digunakan lagi pada ortodonti lepasan. head cured resin akrilik
menggunakan proses polimerisasi yang membutuhkan panas mencapai suhu
tertentu,
sehingga
dalam
pembuatannya
diperlukan
pengodokan
dan
membutuhkan waktu yang cukup lama. oleh karena itu sebaiknya menggunakan
bahan self cured karena dalam polimerisasinya tidak membutuhkan panas dan
tidak memerlukan waktu yang relatif lama. (Anusavice., 2009).
Self cured acrylic mempunyai berat molekul yang kecil sehingga
polimerisasinya dapat lebih sempurna, pengerutan lebih kecil, tetapi porusitasnya
lebih banyak, yang menyebabkan kekuatannya menjadi lebih rendah. selain itu
self cured acrylic memiliki kecepatan polimerisasi yang lebih cepat sehingga
membutuhkan waktu yang cukup singkat dalam pembuatannya (Anusavice,
2009).
Gambar 2.3. Bahan orto resin quick self cured (Anusavice, 2009).
2.4
d. Warna trasparan, sehingga daerah yang tertekan dan sisa makanan dapat
2.4.2
b.
c.
d.
e.
dilihat
Kekuranga bahan self cured yaitu :
a. Kekuatan rendah tetapi hal ini dapat diatasi dengan membuat ketebalan plat
akrilik kurang dari 2 mm.
Porositas lebih besar.
Mempunyai berat yang lebih rendah
Mudah aus
Bahan sulit dipoles sampai mengkilat.
Menurut (Combe, 1990), porusitas resin akrilik jenis self cured lebih besar.
hal ini disebabkan karena udara dalam cairan/ monomer yang tidak meresap
dalam bubuk (polimerisai) pada suhu kamar.
Pada umunnya berat molekul resin akrilik jenis self cured lebih rendah dan
mengandung banyak monomer sisa, yaitu sebesar 3 sampai 5%. hal ini dan dapat
menyebabkan iritasi jaringan mukosa rongga mulut. monomer sisa dapat
dikurangi dengan memberi tekanan sebesar 2 atm pada suhu 50 oc selama
polimerisasi (Ardani, 2011).
Resin akrilik self cured tidak begitu kuat kekuatan transversalnya + 80 %
lebih rendah dari akrilik head cured. hal ini karena porusitas yang terjadi resin
akrilik jenis self cured lebih timbul pada akhir proses polimerisasi sehingga
mempengaruhi kekuatan resin tersebut (Ardani, 2011).
Resin akrilik ini memiliki stabilitas warna yang kurang baik, serta dapat
berubah warna setelah pemakaian dalam jangkan waktu yang lama. kestabilan
warna ini berkaitan dengan adanya amina tersier, gugus amina tersier tersebut
rentan terhadap oksidasi dan selanjutnya terjadi perubahan warna (Combe, 1992).
2.7
aktivasi self cured dicapai melalui penambahan amina tersier terhadap cairan basis
protesa, yaitu monomer. bila komponen bubuk dan cairan diaduk, amina tersier
menyebabkan terpisahnya benzoil peroksida. sebagai akibat yang dihasikan
radikal bebas dan polimerisasi dimulai. umumnya derajat polimerisasi self cured
kurang sempurna, hal ini menunjukkan adanya monomer dalam jumlah lebih
besar. biasanya monomer yang tidak beraksi ini akan mengakibatkan dampak
negatif, contohnya monomer residu akan bertindak sebagai iritan jaringan dan
akan menyebabkan penuruan kekuatan transversal. monomer sisa ini dapat
diminimkan dengan menggunakan polyclav selama 30 menit dan memberi
tekanan 2 atm (Anusavice, 2009)
Menurut (Van Noort, 2002) reaksi polimerisasi dapat dilakukan dengan
proses kimia dan dengan proses ligh cured. reaksi polimerisasi dengan proses
kimia berlangsung dalam tiga tahap, yaitu :
1. Inisiasi
Inisiasi adalah tahap pembuatan radikal bebas oleh pecahnya molekul
inisiator. radikal bebas ini mengandung satu elektron bebas yang sangat
reaktif dan mampu memecah ikatan ganda monomer, sehingga monomer
dengan sendirinya akan menjadi radikal bebas.
2. Propagasi
Propagasi (perpanjangan rantai) terjadi karena monomer yang diaktifkan
bereaksi dengan monomer lainnya, demikian seterusnya.
3. Terminasi
Terminasi terjadi apabila dua radikal bebas menggandakan reaksi sehingga
terbentuk molekul yang stabil.
2.8
mulut sehingga bisa enak dipakai oleh pasien (comfortable), tetapi memliki
ketebalan yang sesuai sehingga cukup kuat jika dipakai didalam mulut. umumnya
ketebalan plat ortodonti adalah selapis malam merah + 2 3 mm (Rahardjo, 2009).
Stabilisasi alat didalam mulut yang bebas dari goncangan ketika mulut
berfungsi (mengunyah,bicara) akan memberikan kenyamanan pemakaian,
10
kenyamanan pemakaian.
Plat dasar secara keseluruhan harus dapat beradaptasi dengan mukosa
mulut, permukaan plat dapat menempel dengan baik tanpa menimbulkan
rasa menekan.plat didaerah gigi yang akan digerakkan harus dibebaskan
sehingga tidak tertahan setelah mendapatkan tekanan dari pir atau busur
labial yang telah diaktifkan.
adapun beberapa hal khusus yang perlu diperhatikan untuk plat rahang atas
11
Metode Flasking
Menggunakan bahan head curing acrylic (HCA) yaitu bahan akrilik yang
proses polimerisasinya memerlukan pemanasan sehingga pada waktu
prosesing diperlukan penggodokan. model malam di inbed didalam
kuvet,dicor dengan air mendidih, adonan akrilik dimasukkan, dipress
2
kemudian digodok.
Metode Quick Curing
Menggunakan bahan cold curing acrylic (CCA) Atau Juga Disebut self
curing acrylic (SCA), bahan akrilik ini proses polimerisasinya tidak
memerlukan pemanasan, panas untuk proses polimerisasinya timbul akibat
reaksi eksotermis dari bahan tersebut pada waktu dicampur.
Pembuatan plat akrilik dengan metode quick curing dapat dilakukan dengan cara
(Ardhana, 2011).
12
ditempatkan
dan
dibentuk
diatas
model
dengan
cara
13
2. Kemudian letakkan pada model kerja rahang atas maupun rahang bawah.
untuk rahang atas buat bulatan (rolled) dari akrilik resin. letakkan ditengahtengah palatum model kemudian ratakan dan disesuaikan dengan memakai
cellophan basah.
3. Untuk rahang bawah bentuk bulat panjang (rolled flat) ketebalan tertentu
kemudian letakkan diatas ridge model ratakan dengan dan disesuaikan
dengan jari dengan memakai cellophan basah.
2.9.1
Kelebihan dan Kekurangan Teknik Layering atau Tetes Tabur dan Teknik
Moulding atau Pengadukan
1. Teknik Layering
Kelebihan teknik layering atau tetes tabur yaitu mudah dan sederhana,
sehingga teknisi dapat bekerja dengan nyaman.aplikasi ini menyediakan
waktu bekerja yang cukup karena aplikasi polimer dan monomer dilakukan
selapis demi selapis (Ardhana, 2008).
Kekurangannya adalah sulit mendapatkan
14
Kekurangannya adalah teknik ini harus bekerja dengan cepat karena proses
polimerisasinya terjadi pada suhu kamar, teknik ini mungkin terjadi
pemborosan bahan dikarenakan sulitnya memprediksi jumlah bahan yang
akan digunakan (Anusavice, 2009).
Finishing
Setelah plat akrilik selesai diisi menunggu sampai setting selanjutnya
Polishing
Setelah proses finishing selesai, maka dilakukan proses polishing,
diantaranya menggunakan cone dengan bubuk pumice pada pulas awal setelah
seluruh permukaan plat halus lalu gunakan brush pada mesin pulas dengan
menggunakan kryte untuk mengkilap plat akrilik (Craig Dkk, 2004).
15
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
-Perbandingan powder
-dan liquid
-Waktu pengadukan
-Cara pengadukan
3.2
Hipotesa
Hipotesa dalam pembuatan plat akrilik dengan bahan self cured acrylic
dengan teknik tetes tabur efektivitas waktu lebih cepat, efektivitas bahan lebih
sedikit dari pada yang menggunakan teknik moulding namun pada teknik tetes
tabur porusitasnya lebih banyak.
17
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dilaboratorium adalah penelitian deskriptif
komparatif.
4.2
Sampel Penelitian
18
Za
batas atas nilai konversi pada tabel distribusi normal untuk batas
atas kemaknaan (1,96).
batas bawah nilai konversi pada tabel distribusi normal atas bawah
kemaknaan (0,85).
2 D/ 2
: 1
: tingkat signifikan
19
n = (Za + Z) 22 D
2
n = (1,96 + 0,85)2 2 D
2
n = (1,96 + 0,86)2
n = 7,8961 = 8
Jadi jumlah sampel minimal 8, dalam penelitian ini terdapat 2 kelompok
perlakuan, masing-masing kelompok terdapat 8 sampel, maka jumlah sampel
secara keseluruhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16 sampel. masing
masing sampel yang terdiri dari :
1. Kelompok A : 8 sampel pembuatan plat akrilik dengan teknik tetes tabur.
2. Kelompok B : 8 sampel pembuatan plat akrilik dengan teknik pengadukan.
4.4
Variabel Penelitian
Defisini Operasional
20
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
4.6
A.
Alat
Pisau model
Bunsen
Bowl
Spuit atau syrige
Kuas
Mikromotor, straight, dan handpiece
Frezer
Stone merah dan stone hijau
Kertas amplas
B.
Bahan
21
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
22
Dengan teknik
pengadukan, 8
sampel
Dengan teknik
tetes tabur, 8
sampel
Dibuat plat akrilik pada
model kerja
Hasil
Polishing
Pengumpulan data
4.8
4.8.1 Cara kerja pembuatan plat akrilik dengan teknik tetes tabur
1. Persiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2. Pembuatan model kerja.
3. Model direndam dalam air kurang lebih 10 menit
23
24
4.9
Teknik Layering
Efektivita Efektivita Ada
Teknik Molding
Efektivita Efektivita ada
s waktu
s waktu
s bahan
tidaknya
porusitas
s bahan
tidaknya
porusita
s
1
2
3
4
5
6
7
8
Ratarata
25
Keterangan Tabel :
a. Setiap kelompok sampel akan dihitung waktu dan bahan
yang digunakan
b. Hasil pengukuran untuk setiap kelompok sampel (8 sampel)
akan dimasukkan ke dalamm tabel sesuai dengan kelompok
sampelnya masing-masing.
c. Hasil dari pengukuran untuk setiap kelompok sampel akan
dijumlahkan dan ditemukan rata-ratanya.
4.9.2 Analisa Data
a. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian dengan jumlah
keseluruhan 8 sampel dengan 2 kelompok sampel.
b. Masing-masing angka yang didapatkan dari pengukuran
pada setiap kelompok diambil nilai rata-rata dan kemudian
dibandingkan.
26