Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik : Aplikasi Resin Akrilik Aktivasi Kimia (Cold Cured Arcylic)

Kelompok : B9

Tgl. Praktikum : Selasa, 7 April 2020

Pembimbing : Helal Soekartono, drg., M. Kes.

Penyusun:

No Nama NIM
1. Ardyta Lintang Maheswari 021911133061
2. Niken Luthfiyya Arini 021911133062
3. Luthfiah Wardatul Jannah 021911133063
4. Nur Imamatul Ummah 021911133064
5. Irayumastuti Purbowati 021911133065
6. Rahmi Yuna 021911133066

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
1. LATAR BELAKANG

Fraktur gigi merupakan salah satu dari penyebab utama kerusakan pada gigi
setelah karies dan penyakit jaringan periodontal, kondisi tersebut dapat terjadi pada
gigi utuh maupun pada gigi palsu atau gigi tiruan. Fraktur gigi dapat disebabkan oleh
trauma pada bagian wajah atau gigi geligi seperti olahraga yang melakukan kontak
fisik, pengunyahan yang terlalu keras, sehingga mempengaruhi penurunan daya tekan
yang terdapat pada gigi, atau terlibat dalam kecelakan mobil. Fraktur gigi dapat
menyerang kepada siapa saja, bisa terjadi pada anak-anak, orang dewasa, dan lansia
baik yang memiliki kondisi gigi yang utuh maupun kondisi yang menggunakan gigi
palsu. Penggunaan gigi palsu memiliki resiko untuk mengalami fraktur gigi. Hal
tersebut dapat diilustrasikan ketika terdapat pasien yang datang ke klinik gigi dan
mengeluhkan gigi palsunya fraktur. Agar mengurangi fraktur terhadap gigi palsu,
hendaknya sebelum memulai pembuatan gigi palsu tersebut harus memperhatikan
material yang akan digunakan. Material yang digunakan, harus yang cukup kuat dan
biokompatibel agar dapat digunakan dalam waktu yang cukup panjang.

Pembuatan gigi palsu umumnya menggunakan resin akrilik. Alasan


penggunaannya adalah mampu dimanipulasi dan pemolesan mudah, harganya relatif
murah, stabil di dalam rongga mulut dan estetik serta dapat digunakan dengan
peralatan yang sederhana. Jenis akrilik yang digunakan adalah Cold Cured, karena
pada resin ini mengandung polimetil metakrilat (PMMA) yang telah banyak
digunakan dalam kedokteran gigi selama bertahun-tahun sebagai bahan landasan gigi
tiruan, karena memiliki sifat yang diinginkan seperti estetika yang sangat baik,
penyerapan air rendah, mudah diperbaiki, dan teknik pengolahan yang sederhana.

2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana cara penanganan fraktur pada gigi palsu?


2. Material apa yang tepat digunakan untuk menangani fraktur pada gigi palsu?

3. TUJUAN

1. Untuk mengetahui cara atau metode penanganan yang tepat diterapkan untuk
permasalahan pasien
2. Untuk mengetahui material yang tepat digunakan untuk menangani permasalahan
pasien

4. TINJAUAN PUSTAKA

Resin akrilik aktivasi kimia dapat disebut self-cured acrylic materials, cold-cured
atau auto-polymerizingmaterials. Resin akrilik aktivasi kimia (cold cured) biasanya
digunakan untuk perbaikan gigi tiruan, relining, membuat removable orthodontic appliances,
dan membuat basis gigi tiruan sementara dan permanen. (Manappalil, 2010, hal. 399).

Resin cold cured memiliki komposisi yang sama dengan heat cured, hanya saja pada
monomernya terkandung dimethyl-p-toluidine yang berperan sebagai aktivator. Cold cured
(aktivasi kimia) dapat dilakukan pada suhu kamar. Aktivasi kimia akan berlangsung
dikarenakan tambahan tertiary amine seperti dimethyl-para-toluidine. Pada pencampuran
polimer dan monomer, tertiary amine menyebabkan dekomposisi benzoil peroksida sehingga
terbentuk radikal bebas dan memulai proses polimerisasi. Proses polimerisasi selanjutnya
sama dengan heat cure. (Anusavice et al. 2012, hal. 483).

Resin akrilik aktivasi kimia (cold cured) tersusun atas beberapa bahan, antara lain:
(Manappalil, 2010, hal. 400)

a) Bubuk (Polimer)
1. Polimer: Polimetilmetakrilay dan co-polimer lain (5%)
2. Initiator: Benzoil peroksida
3. Plasticizer : Dibutil phthalate
4. Opacifiers : Zinc/Titanium oksida
5. Pigment : Mercuric sulfide, Cadmium sulfide
6. Esthetics : Organic or inorganic fillers seperti glass fibers atau beads

b) Cairan (Monomer)
1. Plasticizer : Dibutyl phtalate atau Methyl methacrylate
2. Activator: Dimethyl-p-toluidine
3. Inhibitor: Hidroquinon
4. Cross-linking agent: Glikol dimetakrilat
Cold cured resin akrilik memiliki working time yang cukup singkat serta memiliki
sifat mekanis yang rendah dan monomer sisa yang tinggi sehingga penggunaannya terbatas,
seperti repairing dan relining of denture. Beberapa cold cure resin akrilik yang dikenal
sebagai pourable resins kadang digunakan sebagai basis konstruksi denture. (McCabe and
Walls 2008, hal. 116-117).

Pada cold cured resin akrilik, derajat polimerisasinya tidak sesempurna seperti pada
heat cured resin akrilik sehingga terdapat sejumlah besar monomer yang tidak dapat bereaksi.
Monomer ini dapat berperan menjadi plasticizer yang mengurangi kekuatan denture resin dan
membahayakan biokompatibilitas denture resin dengan jaringan mulut. Selain itu, stabilitas
warna cold cured resin akrilik lebih rendah daripada heat cured resin akrilik dikarenakan
adanya tertiary amine yang teroksidasi sehingga terjadi perubahan warna. Perubahan warna
ini dapat dikurangi dengan penambahan stabilizing agent. Meskipun demikian, cold cured
resin akrilik memberikan shrinkage yang lebih kecil daripada heat cured resin akrilik
sehingga memiliki akurasi dimensi yang tinggi. (Anusavice et al. 2012, hal. 483).

Polimerisasi resin akrilik tipe cold cured ditandai dengan dihasilkannya benzoil peroksida
pada polimer yang bereaksi dengan aktivator amine yang secara ringkas dapat ditulis seperti
berikut :

Bubuk (polimer) + Cairan (monomer) → polimer + panas (reaksi)

(Manappalil, 2010, hal. 400)

Terdapat 5 tahapan yang terjadi pada pencampuran polimer dan monomer yaitu :

1. Fase Sandy
Tahap dimana campuran masih seperti pasir basah, sedikit atau tidak ada interaksi pada
tingkat molekuler pada butir-butir polimer dan cairan monomer. Butir -butir polimer
masih belum berubah dan konsistensi adonan masih kasar atau berbutir.

2. Fase Stringy
Tahap dimana campuran berserat, monomer masih bereaksi di permukaan butiran
polimer. Beberapa rantai polimer berikatan dalam monomer cair. Rantai – rantai polimer
ini melepaskan jalinan ikatan, sehingga meningkatkan kekentalan adonan. Tahap ini
mempunyai ciri berserat atau lengket bila bahan disentuh atau ditarik.
3. Fase Dough
Tahap campuran membentuk adonan. Pada tingkat molekul, jumlah rantai polimer yang
memasuki larutan meningkat, sehingga terbentuk suatu adonan monomer dan polimer
terlarut. Adonan tersebut tidak lagi berserat dan tidak melekat pada permukaan cawan
atau spatula pengaduk. Karakteristik fisik dan kimia yang terlihat dari tahap ini adalah
ideal untuk moulding tekanan. Pada tahap ini, saat terbaik adonan segera dimasukkan ke
dalam mould atau cetakan.

4. Fase Rubbery
Tahap dimana campuran sudah seperti karet atau elastic. Monomer habis karena
penguapan dan terserap lebih jauh ke dalam butir – butir polimer yang tersisa.

5. Fase Stiff

Tahap dimana campuran sudah tidak elastis dan menjadi kaku. Tahap ini disebabkan
karena penguapan monomer bebas. Secara visual, adonan tampak sangat kering dan tahan
terhadap deformasi mekanik.

Keuntungan dan kerugian dari cold cured acrylic resin yakni (Manappalil, 2010, hal.399-
400):

1. Keuntungan :
a) Prosedur curing laboratorium lebih sederhana dan dapat dilakukan pada suhu kamar
sehingga tidak memerlukan peralatan pemanas.
b) Perubahan dimensi lebih sedikit, karena menurunkan penyusutan termal.
c) Mudah dilakukan deflasking

2. Kerugian:
a) Sisa monomer yang berlebih yang mungkin dapat menyebabkan kemungkinan reaksi
alergi yang lebih besar karena toksisitasnya meningkat.
b) Warna kurang stabil, yang dapat disebabkan oleh oksidasi amina, ditandai dengan
warna yang menguning secara bertahap.
c) Lebih porus dari pada heat cured acrylic resin.
5. PEMBAHASAN

Untuk mengatasi kasus yang telah diberikan tersebut, kelompok kami menyimpulkan
bahwa cara yang paling efektif untuk dilakukan ialah dengan menggunakan material
resin akrilik cold cured. Hal ini dikarenakan pada saat manipulasi resik akrilik cold
cured, tahap dough lebih cepat tercapai dibandingkan heat cured. Pada resin akrilik cold
cured, polimerisasi terjadi segera setelah polimer dan monomer dicampur. Selain itu,
working time yang lebih pendek juga menjadi salah satu pertimbangan kelompok kami
untuk menggunakan material ini dalam mengatasi kasus tersebut.

Tahapan pengerjaannya ialah sebagai berikut, mula-mula model kerja diulas bahan
separator dan setelah itu proses pengisisan akrilik dapat dilakukan. Dalam pembuatan
plat akrilik menggunakan bahan akrilik cold cured ada dua teknik yaitu teknik salt and
pepper dan teknik moulding. Teknik moulding dilakukan dengan mencampurkan 1
bagian cairan monomer dengan 2 bagian bubuk polimer.

Setelah campuran diaduk, polimerisasi dimulai dan terjadi peningkatan viskositas.


Saat mencapai dough stage, akrilik diaplikasikan pada model kerja. Teknik yang lebih
umum dipakai adalah teknik salt and pepper yaitu dengan menaburkan polimer ke model
kerja dan meneteskan monomer untuk dapat diserap oleh bubuk polimer. Teknik ini juga
disebut sebagai teknik layering karena dibuat selapis demi selapis sampai ketebalan yang
diinginkan, dan umumnya dibuat regio per regio. Pada teknik salt and pepper, bubuk
akrilik dan cairan self cured dituang secara bergantian. Monomer diteteskan terlebih
dahulu menggunakan pipet untuk membasahi daerah yang patah. Setelah monomer
diteteskan, polimer atau bubuk akrilik dituang sedikit demi sedikit kemudian monomer
diteteskan kembali hingga patahan tersebut tertutup oleh adonan monomer dan polimer
agar bergabung kembali menjadi satu.

Teknik ini disebut juga teknik spray-on atau sprinkle karena dilakukan bergantian
antara meneteskan cairan monomer dan menaburkan bubuk polimer. Setelah pengisisan
akrilik selesai, kelebihan dibuang dengan pisau model dan segera dimasukkan dalam
pressure pot atau polyclav yang berisi air hangat dengan suhu 45- 50 derajat Celcius dan
diberi tekanan 20 psi selama 10-15 menit. Finishing dilakukan dengan penggerindaan
plat memakai bur akrilik dan ampelas sehingga didapatkan ketebalan dan bentuk yang
dikehendaki serta permukaan yang halus. Setelah proses finishing, lempeng akrilik
memasuki tahap pemulasan. Bahan pulas yang lazim digunakan adalah bubuk pumis.
Slurry pumice digunakan bersama-sama dengan felt cone pada mesin pulas untuk
menghaluskan lempeng akrilik. Tripoli atau whiting digunakan dengan sikat lunak
dipakai untuk mengkilapkan.

6. KESIMPULAN

Cold cured memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan heat cured yaitu
memiliki sifat mekanis yang rendah dan monomer sisa yang tinggi sehingga
penggunaannya terbatas, seperti repairing dan relining of denture. Karena keunggulannya
tersebut cold cured digunakan untuk basis konstruksi denture. Namun, cold cured juga
memiliki beberapa kekurangan, antara lain derajat polimerisasinya tidak sesempurna
seperti pada heat cured resin akrilik sehingga terdapat sejumlah besar monomer yang
tidak dapat bereaksi

Cara manipulasi cold cured sebagai denture base mirip dengan heat cured acrylic
resin hanya saja aktivasinya tidak dipanaskan. Untuk basis konstruksi denture dengan
bahan cold cured , terdapat 2 cara manipulasi yaitu teknik salt and pepper dan teknik
moulding.
7. DAFTAR PUSTAKA

Mc Cabe JF, Walls AWG. 2008. Bahan kedokteran gigi. Penterjemah: Sunarintyas S,
Mustaqimah DN. Jakarta: EGC; 2014. p. 166-7.

Powers JM, Wataha JC. Dental materials: Properties and manipulation. 9th ed. Missouri:
Mosby; 2008. p. 128, 272, 291-2.

Santoso A.W, dkk. Kekuatan transversa resin akrilik heat-cured yang ditambah ultra
high molecular weight polyethylene fiber. Universitas Airlangga. Vol. 3. No.2. 2016

Staley RN, Reske NT. Essentials of orthodontics diagnosis and treatment. Oxford:
Wiley-Blackwell; 2011. p. 301-15.

Anda mungkin juga menyukai