b) Kontraindikasi:
• Lesi distal dari Premolar.
• Tambalan rutin untuk posterior.
• Pasien dengan insidens karies tinggi serta kebersihan mulut tidak
terjaga.
Tahap Inisiasi
2) Propagasi
Dalam tahap ini, terjadi reaksi adisi molekul monomer pada radikal
monomer, yang terbentuk dalam tahap inisiasi. Apabila proses
dilanjutkan, akan terbentuk molekul polimer yang besar, dengan ikatan
rangkap -C = C- dalam monomer etilen, akan berubah menjadi ikatan
tunggal -C – C- pada polimer polietilen.
Tahap propagasi
3) Terminasi
Tahapan ini adalah proses penghentian rantai polimer, dengan
cara penggabungan dua rantai polimer yang masih mengandung
radikal, proses terminasi dapat dimulai dengan cara kombinasi dan
disproporsionasi. Kombinasi terjadi ketika pertumbuhan polimer
dihentikan oleh elektron bebas, yang berasal dari dua rantai yang
tumbuh, yang bergabung dan membentuk rantai tunggal.
Disproporsionasi menghentikan reaksi propagasi, ketika radikal bebas
mengambil atom hidrogen dari rantai aktif.
H. Efektivitas penyinaran
Efektivitas penyinar bergantung pada:
- Ketebalan resin komposit (maksimal 2 mm) secara bertahap, aplikasi harus
layer by layer (selapis demi selapis).
- Kualitas alat sinar → Intensitas alat penyinaran
→ Beberapa sinar terpengaruh oleh usia bola lampu.
Ganti bola lampu sumber inar setiap 6- 12 bulan.
- Jarak alat sinar terhadap permukaan tumpatan (ujung alat sedekat
mungkin dengan bahan komposit) karena udara meredam berkas sinar
cahaya.
- Waktu penyinaran / waktu penyinaran (efektifitas bahan komposit
selama 40 detik)
- Operator, perawat, dan pasien harus menggunakan pelindung yang
aman, minta pasien untuk menutup matanya, serta perawatan
memalingkan muka.
- Panjang gelombang. Semakin besar intensitas sumber sinar, semakin
besar kedalaman pengerasan.
- Warna (warna muda / translisen, maka sinar lebih dalam)
- Penyinaran melalui struktur gigi akan mengurangi efektivitasnya
polimerisasi berjalan selama 20 menit yaitu mencapai 75%,
selanjutnya berjalan lambat sampai 2 hari.
I. Perlekatan Komposit
Dulunya sewaktu masih memakai sinar halogen berwarna biru,
perlekatannya mikromekanikal. Tapi seiring berjalannya waktu perlekatan
komposit menjadi nanomekanikal, karena tidak lagi memakai sinar halogen,
tetapi menggunakan sinar LED, dimana sinar LED ini bisa menghasilkan
porositas pada waktu setting lebih kecil dibanding menggunakan sinar
halogen, dan kekuatan untuk menembus ketebalan resin komposit juga lebih
besar dibanding sinar halogen (sinar halogen dapat menembus 1-1,5 mm,
sedangkan sinar LED dapat menembus ketebalan resin sebesar 2-2,5 mm).
K. Dentin Conditioner
a. Dentin conditioner berfungsi:
- Menghilangkan smear layer (debris).
- Meningkatkan permeabilitas dentin.
- Merubah sifat kolagen dentin.
- Meningkatkan wettability permukaan → basah → perlekatan lebih
baik.
b. Primer (Adhesion promoter) berfungsi:
- Membasahi permukaan (surface wettability).
- Meningkatkan penetrasi monomer.
- Melekatkan monomer ke dentin.
c. Etsa Asam
• Etsa asam diaplikasikan setelah liner.
• Bahan yang digunakan adalah asam phosfat 30-50%.
• Etsa asam berfungsi :
- Sebagai pembentuk mikroporositas pada enamel sehingga enamel
dan resin komposit mempunyai daya lekat yang kuat.
- Membantu prosedur perlekatan polimer ke enamel.
- Mempersiapkan permukaan enamel (perlekatan bahan tumpatan).
- Melarutkan kalsium bagian terluar dari enamel sehingga dapat
berkontak langsung dengan permukaan enamel.
• Aplikasi etsa asam :
Permukaan enamel yang teretsa memiliki energi permukaan yang
tinggi, sehingga memperkuat perlekatan antara resin dengan
permukaan enamel dengan cara, resin tersebut melekat atau masuk
pada mikroporusitas yang terdapat pada permukaan enamel yang
teretsa tersebut. (Etsa asam membentuk lembah dan puncak
mikroporusitas pada permukaan enamel, yang membuat resin terkunci
secara mekanis pada permukaan enamel tersebut.
• Cara pengaplikasiannya adalah
1) Masa pemberian etsa. Masa atau waktu ini harus cukup untuk
menyebabkan pemberian etsa dengan efektif yang dapat dibuktikan
dari adanya penampilan putih seperti kapur, pada bagian yang
dirawat dari enamel setelah pencucian dan pengeringan. Pemberian
etsa tidak berlangsung lama. Fungsi pemberian etsa adalah untuk
melarutkan apatit guna pengendapan ulang fosfat ke dalam
permukaan yang telat terestsa. Ulaskan etsa asam pada enamel gigi
dengan menggunakan microbrush atau dapat menggunakan cotton
pellet dan pinset. Pemberian etsa yang digunakan secara normal
antara 10 – 60 detik.
2) Tahap pencucian. Setelah pemberian etsa, permukaan enamel harus
dicuci dengan air untuk membuang debris atau kotoran akibat etsa
dengan menggunakan semprotan air pada tri way syringe. Masa
pencucian pada umumnya 60 detik.
3) Tahap pengeringan. Pada proses pengeringan, enamel akan dilapisi
dengan suatu resin bersifat hidrofobik (takut terhadap air,
contohnya BisGMA), jika udara kompresor yang bebas atau tanpa
minyak digunakan untuk memberikan suatu penampilan putih
seperti kapur. Permukaan ini harus dijaga dalam status tetap kering
seperti ini hingga penempatan resin.
d. Bonding
Bonding diaplikasikan setelah etsa benar- benar bersih. Bonding
diulaskan pada enamel dan akan mengalir pada mikroporositas yang telah
terbentuk karena pengaplikasian etsa asam. Bonding resin berfungsi untuk:
- Berpenetrasi ke tubuli dentin (smear layer bersih).
- Berpenetrasi ke intertubuler dentin membentuk hybrid layer- resin
reinterfacceddentin.
- Berikatan dengan bahan restorasi komposit untuk menambah
perlekatan antara enamel dengan resin komposit yang lebih kuat, yaitu
dengan membasahi mikroporositas yang dibuat oleh etsa asam. Setelah
pengaplikasian bonding maka dilakukan penyinaran selama 10 – 15
detik.
• Bonding to enamel:
1) Adhesi semen polyalkenoate.
2) Perlekatan polimer melalui teknik etsa pada enamel
(micromechanical inter locking).
• Bonding to dentin:
1) Adhesi semen polyalkenoate.
2) Perlekatan bonding bahan komposit melalui pemakaian chemical
coupling agent. (Tidak dilakukan etsa → irritasi jaringan pulpa).
• Dentin bonding sistem terdiri dari:
a) Dentin conditioner.
b) Primer (Adhesion promoter).
c) Bonding resin.
• Aplikasi adhesive bonding agent:
1) Sebagai fissure sealant
Pada enamel yang masih baik belum ada karies.
a) Sealant kebanyakan berupa difunctional monomer + diluent
monomer untuk mengurangi viskositas.
- Sebagai opacifier untuk memudahkan deteksi klinis.
- Polimerisasi secara kimia dan penyinaran.
- Teknik etsa pada enamel.
b) Semen polyalkenoate
- Sebagai fissure sealant.
- Sebagai tumpatan.
2) Untuk melekatkan alat ortodontik
Menggunakan teknik etsa pada enamel.
3) Restorative adhesive
a. Dengan bahan dasar dimethacrylate untuk:
- Restorasi edge
- Estetic coating (mottled enamel, stain enamel) dengan
teknik etsa.
b. Tooth resin coupling
Bonding agents (enamel-dentin).
c. Abrasi/ atrisi/ erosi → open dentin (klas V)
- Semen polyalkenoate (glass ionomer).
d. Jembatan dengan direct bonding.
1. Cabe John F Mc, 2008. Applied Dental Material., 9th edition., Hongkong:
Blackwell Publishing., p 196 – 213; 216 – 224; 225 – 238.
2. Schmalz Gottfried and Bindslev DA, 2009. Biocompatibility of Dental
Materials., Berlin: Springer., p 99 – 101.
3. Nicholson Johnw, 2002. The Chemistry of Medical and Dental Materials.,
UK: RS.C., p 149 – 158.
4. O’Brien William, 2002. Dental Materials and Their Selection., 3rd edition.,
Michigan: Quintessence Publishing., p 202 – 228.
5. Bonsor SJ and Pearson GJ, 2018. A Clinical Guide to Applied Dental
Materials., UK: Elsevier., Chapter 7.
6. Linna Jukka PM and Mittal KL, 2009. Adhesion Aspects in Dentistry., Boston:
VSP., p 3 -17; 35 – 46.
7. Shalaby SW and Salz Ulrich, 2007. Polymers for Dental and Orthopedic
Applications., Boca Raton: CRC Press., p 13 – 31; 49 – 51.
8. Manappallil, 2010. Basic Dental Material., 3rd edition., UK: BB Jaypee., p
120 – 151.
9. Mitchell Christina, 2008. Dental Material In Operative Dentistry., London:
Quintessence Publishing., p 12 – 42 (Chapter 1).
10. Noort Richard V, 2013. Introduction to Dental Materials., 4th edition.,
Sydney: Elsevier., p 73 – 92; 113 – 125.
11. Sakaguchi RL and Powers JM, 2012. Craig’s Restorative Dental Materials.,
United States: Elsevier., p 161 – 182; 190 – 191.
12. Gladwin Marcia and Bagby Michael, 2013. Clinical Aspects of Dental
Material., 4th edition., Philadelphia: Wolters Kluwer., p 394 – 400 (Chapter
36).
13. Vallittu Pekka, 2013. Non-metalic Biomaterials For Tooth Repair and
Replacement., Philadelphia: Woodhead Publishing., p 235 – 252.