Anda di halaman 1dari 17

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Resin Komposit

Resin komposit merupakan tumpatan sewarna gigi, yang merupakan

gabungan atau kombinasi dari dua, atau lebih bahan kimia yang berbeda,

dengan sifat-sifat unggul atau lebih baik dari pada bahan itu sendiri

(Anusavice, 2013). Bahan ini sudah lama digunakan di Kedokteran Gigi, sejak

tahun 1940, dan telah mengalami perkembangan pesat. Resin komposit dapat

digunakan untuk pengganti struktur gigi yang hilang, atau untuk modifikasi

kontur gigi yang sewarna, sehingga meningkatkan estetik fasial (Anusavice,

2013; Manappallil, 2003).

1. Klasifikasi Resin Komposit

Sejumlah sistem klasifikasi telah digunakan untuk resin komposit

berbasis resin. Jenis-jenis resin komposit dapat diklasifikasikan berdasarkan

ukuran partikel bahan pengisi, polimerisasi, dan viskositas (Manappallil,

2003).

a. Klasifikasi Resin Komposit Berdasarkan Ukuran Partikel Bahan

Pengisi

1) Resin Komposit Tradisional (macrofiller)

Resin komposit tradisional sudah digunakan sejak akhir tahun

1960-an dan awal tahun 1970-an. Resin komposit tradisional sudah

mengalami sedikit modifikasi selama bertahun-tahun. Resin komposit

6
7

tradisional disebut juga resin komposit konvensional, atau resin

komposit dengan bahan pengisi makro, atau ukuran partikel bahan

pengisi relatif besar. Bahan pengisi yang sering digunakan untuk

bahan resin komposit ini adalah quartz giling. Resin komposit

tradisional memiliki ukuran bahan pengisi relatif besar, sekitar 8-12

μm. Bahan ini mempunyai permukaan yang kasar, dan cenderung

berubah warna (Anusavice, 2013; Manappallil, 2003).

2) Resin Komposit Berbahan Pengisi Mikro (microfiller)

Untuk mengetahui masalah kekasaran permukaan pada resin

komposit tradisional, dikembangkan suatu bahan yang menggunakan

partikel pengisi silika koloidal, sebagai bahan pengisi anorganik.

Partikel individu berukuran 0,04-0,4 μm. Karena memiliki ukuran

bahan pengisi yang kecil, resin komposit ini memiliki ikatan yang

lemah, sehingga kekuatannya rendah, tetapi memiliki nilai estetis yang

bagus, dan permukaan yang halus (Anusavice, 2013; Manappallil,

2003).

3) Resin Komposit Hibrid

Resin komposit hibrid merupakan kombinasi dari dua resin

komposit, dengan ukuran partikel yang berbeda. Terdapat dua jenis

resin komposit hibrid. Resin komposit mikrohibrid merupakan

gabungan dari resin komposit tradisional dan mikro. Rata-rata ukuran

partikel resin komposit mikrohibrid adalah 0,4-,1 μm (Anusavice,

2013). Kategori bahan resin komposit ini, dikembangkan dalam rangka


8

memperoleh kehalusan permukaan yang lebih baik, daripada resin

komposit partikel kecil, sehingga estetisnya setara dengan resin

komposit berbahan mikro. Sifat-sifat umum seperti sifat fisik dan

mekanik dari resin komposit mikrohibrid, berada diantara bahan resin

komposit tradisional dan bahan pengisi mikro, sehingga mikrohibrid

lebih unggul sifat-sifatnya, dibandingkan dengan resin komposit

berbahan pengisi mikro. Sedangkan, resin komposit nanohibrid

merupakan gabungan dari resin komposit berbahan pengisi mikro, dan

resin komposit berbahan pengisi nano, dengan rata-rata berukuran 0,2-

3 μm. Resin komposit nanohibrid memiliki sifat fisik dan mekanis

yang baik, serta mudah dipoles (permukaannya halus) (Noort, 2007).

4) Resin Komposit Berbahan Pengisi Nano

Resin komposit berbahan pengisi nano memiliki bahan pengisi

yang tinggi, memiliki estetis yang baik, serta kekuatan dan ketahanan

yang hampir sama dengan bahan pengisi mikro. Resin komposit

berbahan pengisi nano memiliki partikel kecil, dengan ukuran rata-rata

0,02-0,1 μm (Margeas, 2005).

b. Klasifikasi Resin Komposit Berdasarkan Polimerisasi

1) Resin Komposit Diaktivasi Kimia

Resin ini disebut juga resin komposit self-cured, yang terdiri dari

dua pasta. Salah satu pasta berisi inisiator benzoyl peroxide dan pasta

lainnya berisi activator tertiary amine. Kedua bahan tersebut dicampur

sekitar 20-30 detik, maka amin akan bereaksi dengan benzoyl


9

peroxide, dan membentuk radikal bebas, sehingga mekanisme

pengerasan dimulai (Anusavice, 2013; Manappallil, 2003).

2) Resin Komposit Diaktivasi oleh Sinar

Bahan resin komposit yang dipolimerisasi dengan sinar, dipasarkan

dalam bentuk suatu pasta dalam sebuah tube. Resin komposit ini,

merupakan tipe resin komposit yang paling sering digunakan, pada

praktek atau klinik dokter gigi. Resin ini mudah dimanipulasi, karena

mengeras apabila sudah diaplikasikan sinar (working time dapat

dikontrol). Sinar biru memiliki panjang gelombang sekitar 468 nm,

nanometer (nm), sebagai aktivasi setiap inisiator (camphoroquinone),

dan akan bereaksi dengan akselerator (amin organik). Apabila tidak

disinari dengan sinar biru, maka kedua komponen ini tidak bereaksi

(Anusavice, 2013).

3) Resin Komposit Dual-Cured

Resin komposit ini merupakan sistem dua pasta, yang mengandung

inisiator dan aktivator cahaya dan kimia. Keuntungannya, ketika dua

pasta dicampur dan ditempatkan, kemudian disinari dengan unit sinar

tampak sebagai reaksi pengerasan awal, selanjutnya secara kimia akan

berlanjut reaksi pengerasan, pada bagian yang tidak terkena sinar,

sehingga pengerasan sempurna (Anusavice, 2013).


10

c. Klasifikasi Resin Komposit Berdasarkan Viskositas

1) Resin Komposit Packable

Resin komposit ini memilik viskositas yang tinggi. Resin ini

memiliki bahan pengisi 70% volume. Komposisi bahan pengisi yang

tinggi, menyebabkan peningkatan viskositas resin komposit, sehingga

resin komposit ini menjadi kental, dan sulit mengisi celah kavitas yang

kecil. Sebaliknya, dengan semakin besarnya komposisi bahan pengisi,

akan dapat mengurangi pengerutan selama polimerisasi (Anusavice,

2013).

2) Resin Komposit Flowable

Resin komposit flowable memiliki viskositas, atau kekentalan yang

rendah. Resin komposit ini memiliki komposisi bahan pengisi yang

rendah, dan kemampuan flow yang tinggi, sehingga dapat dengan

mudah mengisi atau menutup kavitas kecil (Hatrick, 2011).

B. Resin Komposit Bebahan Pengisi Nano

1. Pengertian Resin Komposit Berbahan Pengisi Nano

Resin komposit dengan bahan pengisi nano merupakan temuan terbaru

restorasi resin komposit. Resin komposit jenis ini dibuat dengan teknologi

berbahan pengisi nano, yang mampu membuat material dengan struktur

berkisar dari 5-100 nm. Secara garis besar, terdapat dua formulasi filter bahan

pengisi nano yaitu nanomer, dan nanokluster. Nanomer terdiri dari partikel-

partikel nanogglomerated (terpisah-pisah) silika atau zirkonia, dengan ukuran


11

partikel kurang lebih 1-100 nm, sedangkan nanokluster merupakan ikatan

longgar dari nanomer, dengan ukuran partikel 5-75 nm, yang disatukan

dengan teknik pemapatan (sintering), sehingga dihasilkan ukuran yang lebih

besar, dengan ukuran kurang lebih 100 nm – 0,6 µm. Gabungan dari nanomer

dan nanokluster menghasilkan formulasi resin komposit yang padat dan rapat,

karena menyisakan sedikit ruang interstisial (Saputri dan Sutrisno, 2013).

Penelitian menunjukkan bahwa resin komposit berbahan pengisi nano

lebih unggul, dibandingkan dengan resin komposit jenis lainnya. Berikut

beberapa keunggulan resin komposit berbahan pengisi nano, adhesi yang baik

antara tumpatan dan struktur gigi, shrinkage yang sangat kecil, sifat mekanis

lebih baik, water sorption yang kecil, stabilitas warna yang baik, koefisien

ekspansi termal yang rendah, solubilitas yang kecil, estetis, dan pemolesan

yang superior (Saputri dan Sutrisno, 2013).

2. Komposisi Resin Komposit Berbahan Pengisi Nano

Istilah bahan resin komposit mengacu pada kombinasi tiga dimensi,

sekurang-kurangnya dua bahan kimia yang berbeda secara kimia, dengan

sebuah komponen pemisah yang nyata diantara keduanya. Berdasarkan

komposisinya, resin komposit terdiri atas monomer utama (bahan dasar),

diluen monomer, bahan pengisi, komponen inisiator atau aktivator, bahan

antara (coupling agent), bahan penghambat polimerisasi, dan stabilisator

(Power and Sakaguguchi, 2006).

Sejak 30 tahun yang lalu hingga sekarang, bahan dasar resin komposit

adalah sama. Saat ini kurang lebih 50% resin komposit didasarkan pada sistem
12

aromatik dimethacrylate, monomer ini merupakan gabungan dari bisphenol-A

dan glysidyl methacrylate (gambar 1), yang disebut molekul bisphenol-A-

glycidyl methacrylate (Bis-GMA) atau bowens’s resin. Monomer bisphenol-A-

glycidyl methacrylate (Bis-GMA) ini sangat kental, sehingga dapat

ditambahkan kepada diluen monomer, untuk mengurangi kekentalannya

(Power and Sakaguchi, 2006).

Gambar II.1 Bisphenol-A glysidyl methacrylate (Bis-GMA) (Anusavice, 2013).

Diluen monomer yang terkandung dalam formulasi resin komposit,

terutama berbasis bisphenol-A glysidyl methacrylate (Bis-GMA) (Gambar 1),

berguna untuk mengurangi viskositas dari bahan, yang akan menyebabkan

percampuran yang tepat dengan unsur pokok anorganiknya, dan memudahkan

manipulasi terhadap bahan. Contohnya adalah urethane dimethacrylate

(UEDMA) (Gambar 2) dan triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA)

(Gambar 3) (Power and Sakaguchi, 2006).

Gambar II.2 Urethane dimethacrylate (UEDMA) (Anusavice, 2013).


13

Gambar II.3 Triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA) (Anusavice, 2013).

Bahan pengisi mempunyai ukuran 5-10 µm, yang terdiri atas litium

alumunium silikat, quartz, barium silikat, kadang dikombinasikan dengan

barium glass, dan bahan pengisi lain. Fungsi bahan pengisi ini antara lain

memperbaiki sifat fisik dan mekanis, mengurangi koefisien ekspansi,

mengurangi terjadinya shrinkage, mengurangi terjadinya panas selama

polimerisasi, membuat estetik lebih baik pada bahan restorasi, dan

menghasilkan bahan yang radiopaque, apabila ditambahkan barium dan

strontium (Forth and Vargas, 2000).

Untuk mengaktifkan polimerisasi pada bahan resin komposit, dapat

dipergunakan benzoil peroksida sebagai inisiatornya, dan amine tertier

sebagai aktivator. Bahan pengisi tidak dapat bercampur dengan mudah

didalam resin matriks, sehingga dibutuhkan bahan antara (coupling agent)

yang melapisi bahan pengisi yaitu senyawa vinyl silane, sehingga ikatan

molekul dapat terbentuk (Forth and Vargas, 2000).

Karena monomer dimethacrylate dapat berpolimerisasi selama

penyinaran, maka dibutuhkan suatu bahan penghambat (inhibitor). Bahan

yang sering dipergunakan adalah hydroquinone atau monomethyl ether

hydroquinone. Dalam mencegah perubahan warna oleh karena lamanya

bahan disimpan, ditambahkan stabilator pada resin komposit, yaitu suatu


14

senyawa yang bersifat mengabsorbsi radiasi elektromagnetik. Contohnya,

2-hydroxi-4-methoksibenzopenon (Forth and Vargas, 2000).

3. Kelebihan Resin Komposit Berbahan Pengisi Nano

Kelebihan resin komposit berbahan pengisi nano antara lain (Annusavice,

2003) :

a. Sifat mekanik yang baik

Sifat mekanik dari resin komposit didapatkan dari aktivasi

camphorquinone (polimerisasi) pada resin komposit, yang dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti sumber cahaya, waktu paparan sinar, warna

resin komposit, tipe dari resin komposit, kualitas sinar yang dipancarkan,

serta letak dan posisi penyinaran.

b. Translusensi yang baik

Resin komposit memiliki warna dan translusensi yang menyerupai dentin

dan email, sehingga mampu menghasilkan estetik yang baik pada gigi

anterior.

c. Estetik baik

Pemilihan bahan restorasi resin komposit yang disesuaikan dengan warna

dari bahan restorasi, dapat dipilih berdasarkan sifat pencahayaan, yang

dapat menyerupai sifat struktur gigi alami.

d. Mudah dipoles

Resin komposit dengan bahan pengisi yang semakin kecil, dapat

memudahkan dalam proses pemolesan bahan.


15

4. Kekurangan Resin Komposit Berbahan Pengisi Nano

Kekurangan resin komposit berbahan pengisi nano adalah memiliki

derajat keausan yang sangat tinggi, karena resin matriks yang lunak

lebih cepat hilang, sehingga akhirnya bahan pengisi resin komposit

lepas (Annusavice, 2003).

C. Finishing Resin Komposit

Pada saat merestorasi gigi, dokter gigi selalu melakukan tahapan akhir

berupa finishing dan pemolesan. Finishing merupakan konturing atau

mengurangi bahan restorasi, sehingga membentuk sesuai dengan anatomi gigi

(Barakah, 2010). Prosedur finishing harus dilakukan dalam keadaan yang

basah, untuk menghindari adanya kerusakan pada resin komposit sendiri

(Powers dan Sakaguchi, 2006). Terdapat beberapa macam alat yang dapat

digunakan untuk finishing bahan restorasi yang sewarna gigi, diantaranya,

carbide finishing burs, diamond finishing burs, alumunium oxide coated

abrasive disc, abrasive strips, dan sillicon carbide burs (Power, 2008).

1 2 4

3 3 3 3 5

Gambar II.4. Alat finishing resin komposit; 1) Carbide finishing burs;


2) Diamond finishing burs; 3) Clumunium oxide coated abrasive
disc; 4) Abrasive strips; 5) Sillicon carbide bur (Power, 2008).
16

D. Pemolesan Resin Komposit

Pemolesan merupakan bagian penting pada prosedur suatu penumpatan,

begitu juga dengan restorasi resin komposit. Pemolesan diartikan sebagai

reduksi kekasaran dan goresan, yang dihasilkan oleh instrumen. Pemolesan

permukaan resin komposit mempengaruhi berbagai aspek dari restorasi akhir,

termasuk stabilitas warna, akumulasi plak, dan ketahanan terhadap keausan.

Kekasaran permukaan restorasi akibat prosedur pemolesan yang tidak

sempurna, memudahkan perlekatan staining dan zat warna, serta mengurangi

kilap natural seperti gigi asli. Untuk alasan tersebut, berbagai usaha dilakukan

untuk menghilangkan kekasaran permukaan resin komposit dengan berbagai

langkah, dalam prosedur pemolesan terjadi multi-step polish system pada resin

komposit (Jung et.al., 2007).

Bahan poles resin komposit dapat berupa bubuk ataupun pasta yang

mengandung perlite, diamond, quartz atau alumunium oxide. Sedangkan pada

saat yang dapat digunakan dalam pemolesan resin komposit seperti diamond

atau green stone (grinding), quartz atau alumunium oxide disc, atau rubber

wheel, dan carbide burs (Jung et.al., 2007).

Beberapa tahun terakhir kemajuan telah dibuat, meningkatkan kualitas

permukaan dengan menggunakan one-step polish system. Disebut sebagai

one-step polish system, karena prosedur pemolesan dapat diselesaikan dengan

satu instrumen saja. Pada umumnya mekanisme poles konvensional

membutuhkan 2 atau 3 bahkan lebih unit alat poles, dimulai dari unit dengan

permukaan kasar, selanjutnya medium hingga akhirnya permukaan paling


17

halus. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Korkmanz dan Ozel (2008),

mengenai perbedaan kekasaran permukaan pada komposit nano yang dipoles

dengan one step dan multi-step polish system, didapat hasil bahwa tidak

terdapat perbedaan yang berarti pada one step polish system (menggunakan

merk PoGo® dan Optrapol®) dan multi-step polish system (menggunakan

urethane coated paper) terhadap derajat kekasaran resin komposit nano.

Namun demikian, multi step polish system menunjukkan derajat kekasaran

yang lebih besar dibanding one step polish system, sehingga didapat

kesimpulan olehnya bahwa dilihat dari penghematan waktu dan hasil akhir,

one step polish system, sebaiknya digunakan untuk teknik pemolesan pada

resin komposit (Korkmaz and Ozel, 2008).

E. Urethane Coated Paper

Urethane coated paper merupakan instrumen poles berbentuk disc, yang

terdiri dari 4 instrumen. Instrumen ini terbuat urethane coated paper atau

polyesther film, yang memberi sifat fleksibilitas pada disc dan juga aluminium

oxide. Banyak sedikitnya jumlah aluminium oxide, akan menentukan kasar

atau halusnya instrumen dengan kisaran coarse hingga super fine. Adapun

keuntungan menggunakan alat poles ini, yaitu kehalusan permukaan dan

glossy yang baik terhadap permukaan resin komposit, sifatnya yang lentur

sehingga mudah untuk digunakan dan menyesuaikan lekuk anatomis gigi,

memiliki pilihan ketebalan dan besar disc yang dapat disesuaikan dengan

kebutuhan operator (3M, 2005).


18

Gambar II.5 Bahan pulas urethane coated paper (3M ESPE, 2005)

F. Rubber Polish

Kualitas permukaan merupakan suatu parameter penting yang secara klinis

dapat mempengaruhi restorasi. Berbagai macam alat dan bahan yang dapat

digunakan sebagai pemolesan resin komposit. Salah satunya adalah rubber

polish yang digunakan untuk menyelesaikan kontur, dan memoles semua jenis

resin restoratif dalam pemolesan akhir, dari semua resin komposit yang mudah

diakses, dan berfungsi untuk memberikan hasil akhir yang dapat terlihat lebih

alami. Selain untuk menghasilkan nilai estetik yang tinggi, pada permukaan

yang licin dan berkilat, dapat mencegah terjadinya diskolorisasi. Rubber polish

efektif dalam pemolesan akhir restorasi tanpa perlu mengubah komponen.

Keuntungan lain dari rubber polish juga dapat menghemat waktu dokter gigi,

karena dapat mengontrol tekanan yang lebih banyak, dan mengontrol

kehalusan permukaan. Hasil akhir pemakain rubber polish ditunjukkan pada

permukaan yang memiliki kontur lebih halus, sehingga meningkatkan retensi

bakteri dan terhadap adanya stain (Jung et.al., 2007).


19

Kandungan pada rubber polish diantaranya adalah polymerized urethane

dimeticrylate resin, Alumunium oksida, silikon dioksida. Perawatan

menggunakan rubber polish dilakukan dengan kontrol yang baik, terhadap

instrumen yang digunakan, dengan menerapkan kecepatan yang stabil, karena

hal tersebut dapat mempengaruhi tekanan. Bentuk rubber polish diantaranya

adalah sebagai berikut, cup, disc, small point, dan large point (Jung et.al., 2007).

1 2 3 4

Gambar II.6. Bentuk rubber polish; 1) Bentuk cup; 2) Bentuk disc; 3) Bentuk
small point; 4) Bentuk large point (Jung et.al., 2007).

G. Kekasaran Permukaan

Kekasaran permukaan merupakan ukuran dari tekstur permukaan yang

tidak teratur. Kekasaran permukaan dipengaruhi oleh ukuran bahan pengisi,

finishing, pemolesan, dan pemakaian. Ukuran bahan pengisi yang bervariasi

yaitu mulai dari 0,02-12 mikron, sehingga akan mempengaruhi kekasaran dari

bahan tersebut, terutama sifat fisik dan mekanik resin komposit. Semakin

besar ukuran bahan pengisi, maka akan semakin kasar permukaaan resin

komposit, dan begitu juga sebaliknya, apabila ukuran bahan pengisi yang

kecil, maka permukaan resin komposit akan lebih halus. Permukaan bahan

tambalan resin komposit yang kasar diperlukan proses finishing dan


20

pemolesan. Proses finishing dan pemolesan bertujuan untuk menghilangkan

goresan, akibat proses instrumentasi dan mengurangi kekasaran permukaan

resin komposit (Ningsih dan Diansari, 2012).

Kekasaran permukaan adalah ukuran ketidakteraturan dari permukaan

yang telah diproses akhir, dan diukur dengan satuan mikrometer (μm).

Kekasaran permukaan dihitung sebagai devisi rata-rata aritmatika, dari dasar

permukaan ke puncak permukaan tertentu. Kekasaran permukaan diukur

dengan metode tanpa sentuhan, dapat menggunakan alat Atomic Force

Microscope (AFM), metode sentuhan dilakukan dengan menggunakan alat

profilometer, dan surface roughness tester (Yin et.al., 2009).

Surface roughness tester merupakan alat pengukuran kekasaran

permukaan. Setiap permukaan komponen dari suatu benda mempunyai

beberapa bentuk yang bervariasi menurut strukturnya, maupun dari hasil

proses produksinya. Nilai kekasaran dinyatakan dalam roughness average

(Ra). Ra merupakan parameter kekasaran, yang paling banyak dipakai secara

intemasional. Ra adalah rata-rata aritmatika dan penyimpangan mutlak profil

kekasaran dari garis tengah rata-rata. Kekasaran adalah parameter penting,

untuk mengetahui apakah suatu permukaan cocok untuk tujuan tertentu. Pada

roughness tester di permukaan kasar sering kali aus lebih cepat, daripada

permukaan yang lebih halus. Permukaan-permukaan yang lebih kasar

biasanya lebih rentan terhadap korosi dan retak, tetapi juga dapat membantu

adhesi (Yin et.al., 2009).


21

H. Metode Pengukuran Kekasaran

1. Pengujian kekasaran permukaan digunakan suatu alat, Surface Roughness

Tester, dengan cara (Billmeyer, 2003) :

a) Meletakkan benda uji (berupa resin komposit berbahan pengisi nano).

b) Dial indikator (berupa jarum) diatur, sehingga ujung dari dial

indikator berada dalam posisi stabil (di tengah skala),   pada

pembacaan skala tekanan terhadap permukaan objek pengukuran.

c) Sebelum alat dijalankan, terlebih dahulu memasukkan faktor-faktor

seperti panjang (length) dari permukaan objek yang akan di uji

kekasarannya, dan menentukan standar yang ingin digunakan yaitu

(Rz).

d) Pada saat pengambilan data, posisi dial indikator bergerak dengan

konstan, sesuai dengan sumbu  horizontal dan sejajar benda uji, atau

berada pada garis lurus.

Gambar II.7 Alat untuk mengukur kekasaran permukaan resin komposit


(Billmeyer, 2003).

Hasil penelitian yang dilakukan Bollen et.al. (1997) menyatakan bahwa

kekasaran permukaan dari bahan Kedokteran Gigi yang ideal adalah

mendekati 0,2 μm atau kurang, sedangkan Willems et.al. (1991) menyatakan

bahwa kekasaran permukaan suatu restorasi yang dapat diterima harus sama,
22

atau kurang dari kekasaran email yaitu 0,64 μm. Permukaan yang halus sangat

penting tidak hanya untuk pasien, melainkan juga untuk jangka panjang suatu

restorasi, estetik yang baik dan oral hygine, sehingga plak tidak mudah

menumpuk di permukaan.

Rumus perhitungan kekasaran permukaan (Billmeyer, 2003) :

R1+R2+R3+R4+Rn
Rz =
n

Keterangan:
R1 : Kekasaran permukaan pada area 1
R2 : Kekasaran permukaan pada area 2
R3 : Kekasaran permukaan pada area 3
R4 : Kekasaran permukaan pada area 4
Rn : Kekasaran permukaan pada area yang dikehendaki
Rz : Kekasaran permukaan rata-rata (Ra)
n : Jumlah area yang dilihat kekasarannya

Anda mungkin juga menyukai