Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Resin Komposit


Istilah komposit dapat didefinisikan sebagai pencampuran dua atau lebih
bahan. Bahan-bahan yang dicampurkan tersebut bertujuan untuk mecapai sifat
komposit yang diinginkan. Resin komposit tradisional merupakan
penggabungan partikel kaca silica dengan monomer akrilik yang dipolimerisasi
selama aplikasi. Bahan komposit alamiah adalah dentin dan email gigi.
Komponen enamelin pada email mewakili matriks organik, sementara dalam
dentin, matriks terdiri atas kolagen (Anusavice, 2013).

2.2 Komposisi Resin Komposit


Bahan resin komposit terdiri dari tiga komponen utama. Tiga komponen
utama dari resin komposit adalah partikel pengisi (filler), resin matriks, dan
coupling agent. Partikel pengisi merupakan penentu sifat mekanis dari resin
komposit. Penentu sifat fisik dari resin komposit adalah matriks resin.
Coupling agent adalah bahan untuk memberikan ikatan antar partikel pengisi.
Selain tiga komponen utama diatas, resin komposit juga terdiri atas aktivator-
inisiator, inhibitor, penyerap ultraviolet, pigmen dan pembuat radiopak
(Anusavice, 2013).

2.3 Sifat Fisik, Kimia, Mekanis, dan Biokompatibilitas Resin Komposit


a. Sifat Mekanis
1. Flexural Strength

Dapat disimpulkan, bahwa flexural strength terbesar yaitu


nanohybirds yaitu 180 MPa. Flexural strength dipengaruhi oleh bahan
pengisi atau filler yang semakin lebih baik daripada filler terdahulunya.
(Manappallil, JJ. 2010)
2. Compressive Strength

3
4

Kekuatan tekan tertinggi didapat pada amalgam, sehingga


amalgam cenderung lebih kuat jika digunakan pada daerah oklusal yang
memiliki frekuensi tekan lebih kuat dari pada daerah insisal. Namun
pada resin komposit nanohybird memiliki nilai compressive strength
yang tidak jauh dari amalgam. (Manappallil, JJ. 2010)
3. Tensile Strength

(Manappallil, JJ. 2010)


4. Modulus Elastis

Modulus elastis adalah kemampuan suatu bahan terhadap


deformasi elastis. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa, enamel dan
dentin memiliki modulus elastis tertinggi, kemudian disusul amalgam.
Semakin tinggi nilai modulus young, maka semakin tahan benda
tersebut terhadap deformasi elastis (kurang elastis). (Manappallil, JJ.
2010)
5. Kekerasan

Kekerasan adalah derajat deformasi material yang merupakan ciri


penting, agar dapat menggantikan struktur gigi. Adapun yang
mempengaruhi kekerasan yang pertama adalah waktu (waktu
pengerasan akan tampak saat 7 hari setelah polimerisasi, dan saat akan
melakukan polising berilah jeda waktu 15 menit). Kedua adalah
polishing itu sendiri. (Manappallil, JJ. 2010)
b. Sifat Kimia
1. Ketahanan terhadap O2 atau udara rendah
Tumpatan atau resin komposit harus memiliki ketahanan terhadap
udara dengan cara menambahkan matriks transparan atau mahkota
seluloid. Jika terpapar udara, maka permukaan resin komposit akan
berbentuk porus dan kasar. (Manappallil, JJ. 2010)
5

2. Retensi
Resin komposit tidak dapat terikat secara kimiawi ke permukaa
gigi, sehingga memerlukan retensi mikromekanik yaitu dengan
menggunakan bonding agent. (Manappallil, JJ. 2010)
3. Adhesi
Penempelan resin komposit harus menggunakan etsa terlebih
dahulu agar terbentuk porus dan kemudian dilakukan pemberian
bonding agent. (Manappallil, JJ. 2010)
c. Sifat Fisik
1. Polimerization Shrinkage
Dipengaruhi oleh rasio resin dan filler, jika resin komposit
menggunakan filler yang besar atau microfilled dapat menimbulkan
marginal leakage, sehingga akan lebih baik apabila resin komposit
yang digunakan memiliki filler yang berukuran nanofiller. Adapun
shrinkage polymerization dapat di kurangi dengan curing yang teratur
dari intensitas rendah menuju ke intensitas tinggi (soft start), atau
dengan metode delayed curing yaitu dengan menggunakan curing light
berintensitas rendah, kemudian diberi jeda dan dilanjutkan dengan
intensitas tinggi. (Manappallil, JJ. 2010)
2. Thermal Properties
a. Thermal Expansion Coefficient

Thermal expansion coefficient adalah ekspansi dan konstraksi pada


bahan atau gigi apabila dipapari oleh suhu yang tinggi maupun yang
dingin. Dari data di atas, terlihat bahwa dentin dan enamel memiliki
koefisien yang rendah sehingga hanya sedikit mengalami ekspansi,
sedangkan pada hybrid dan mircofilled memiliki koefisien yang
rendah, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa resin komposit
memiliki thermal expansion coefficient yang rendah sehingga dapat
mudah mengalami shrinkage dan microleakage. (Manappallil, JJ.
2010)
6

b. Thermal Conductivity

Merupakan nilai seberapakah suhu yang dapat ditransmisikan


melewati tumpatan. Idealnya, thermal conductivity adalah rendah
agar mengurangi rangsangan suhu yang dapat masuk ke pulpa.
(Manappallil, JJ. 2010)
3. Sorpsi Air

Menurut ISO 4049, water sorpsi maksimal adalah 40 mikrogram


per milimeter persegi. Sehingga, jika semakin rendah, maka semakin
baik. (Manappallil, JJ. 2010)
4. Stabilitas Dimensional
Dipengaruhi oleh ekspansi dan sorpsi air, apabila ekspansi
berlangsung lama maka sorpsi air semakin besar sehingga tumpatan
cenderung tidak stabil. Dan diketahui mikrofilled lebih tidak stabil
dibandingkan nanofilled. (Manappallil, JJ. 2010)
5. Estetika
Sangat estetik karena warna yang akurat atau hampir mirip dengan
gigi asli, selain itu agar permukaan tumpatan lebih halus maka filler
yang digunakan haruslah filler yang berukuran kecil seperti nanofiller
atau nanohybrid. (Manappallil, JJ. 2010)
6. Daya Tahan Komposit
Resin komposit umumnya ideal digunakan pada gigi-gigi anterior
karena jarang digunakan atau jarang mendepat penekanan dari oklusi.
Selain itu, resin komposit juga baik digunakan pada restorasi kelas I
dan kelas II.
d. Sifat Biokompatibilitas

Resin komposit, digunakan jika pasien memiliki alergi merkuri dari


amalgam dan pasien yang memerlukan estetika tinggi. Resin komposit
bersifat sitotoksik terhadap in vitro. Resin komposit juga melepaskan
beberapa resinnya setelah polimerisasi pada tahap insersi ke dalam pulpa.
Apabila resin tersebut memasuki pulpa atau mengenai mukosa mulut
7

maka pulpa dan mukosa mulut akan teriritasi dari sifat toksin resin
komposit ini, karena diketahui resin tersebut mengandung Bis-GMA atau
bisphenol sebagai factor karsinogenik (penyebab kanker). (Manappallil,
JJ. 2010)

2.4 Polimerisasi Resin Komposit


Polimerisasi resin komposit terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Polimerisasi kimiawi (Self Cure)
Menggunakan dua pasta yaitu benzoil peroxide dan tertiary amine yang
bereaksi dan memicu tahap inisiasi pada polimerisasi. Namun, polimerisasi
kimiawi ini dapat diinhibitasi ketika O2 terperangkap pada resin komposit
dan berdampak pada kegagalan polimerisasi (berbentuk granul atau poros).
(Annusavice,. Et al. 2013) (Manappallil, JJ. 2010)
Adapun mekanisme dari polimerisasi ini adalah sebagai berikut:

b. Polimerisasi cahaya (Light Cure)


Terdiri atas satu pasta yaitu resin, filling, dan activator (photoinisiator)
berupa Champourquinon serta resin DMAEMA. (Manappallil, JJ. 2010)
Dengan mekanisme polimerisasi sebagai berikut:

Light curing dipengaruhi oleh :


a. Jenis lampu
1. Led emitting diode, merupakan lampu yang memiliki panjang
gelombang 440-480 nm yang tergolong dalam gelombang cahaya
berwarna biru serta tidak memerlukan filter.
8

2. Quartz Tungsten Halohen, merupakan lampu perpaduan quartz bulb


serta filament tungsten. Lampu ini bersifat panas dengan warna biru-
ungu (400-500 nm), sehingga harus menggunakan filter.
3. Plasma arc curing, adalah lampu yang berasal dari gas xenon
sehingga memperoduksi ion plasma dan harus memakai filer high
intensity, yaitu white light agar hanya warna biru saja yang dapat
menembus.
4. Argon Laser Lamps, Intensitas tertinggi dari semua tipe lampu.
b. Jarak curing dan exposure time haruslah tepat, yaitu berjarak 2 mm dari
objek yang akan di-curing, dengan sudut 90o serta influx energy lampu
16 J/cm2
c. Lampu setidaknya diganti setiap 6-12 bulan. (Mitchell, L. 2015)
d. Pastikan tidak ada Oksigen yang meredam cahaya. (Mitchell, L. 2015)
e. Perhatikan curing time  80-240 detik : Low intensity
20-60 detik : High intensity
(Mitchell, L. 2015)
Adapun, mekanisme light curing adalah sebagai berikut:

(Manappallil, JJ. 2010)


9

c. Polimerisasi kombinasi (Dual Cure)


Merupakan gabungan dua metode , yaitu metode light curing serta
self curing. Dengan komposisi yang diperlukan sebagai berikut:
Akeselerator : Aromatic Benzoil Amine
Base : Benzoil Peroxide
Inisiator : Cahaya tampak dengan panjang gelombang 468 nm.

(Ireland, R. 2014) (Annusavice,. Et Al. 2013)

Anda mungkin juga menyukai