Anda di halaman 1dari 17

Fissure Sealant

Definisi
Fissure sealant merupakan bahan yang diletakkan pada pit dan fisura gigi yang
bertujuan untuk mencegah proses karies gigi (J.H. Nunn et al, 2000). Bentuk pit
dan fisura beragam, akan tetapi bentuk umumnya adalah sempit, melipat dan
tidak teratur. Bakteri dan sisa makanan menumpuk di daerah tersebut. Saliva dan
alat pembersih mekanis sulit menjangkaunya. Dengan diberikannya bahan
penutup pit dan fisura pada awal erupsi gigi, diharapkan dapat mencegah bakteri
sisa makanan berada dalam pit dan fisura (Sari Kervanto, 2009: 12).

Kervanto, Sari. 2009. Arresting Occlusal Enamel Caries Lesions with Pit and Fisura
Sealants. Academic Dissertation Faculty of Medicine, University of Helsinki. Diakses
dari https://oa.doria.fi/bitstream/handle/10024/43707/arrestin.pdf?sequence=1
pada 8 Juni 2009
Nunn, J.H. 2000. British Society of Paediatric Dentistry: A Policy Document on Fissure
Sealants in Paediatric Dentistry. International Journal of Paediatric Dentistry
diakses dari http://www.bspd.co.uk/publication-19.pdf pada 8 Juni 2009

Tujuan
Tujuan utama diberikannya sealant adalah agar terjadinya penetrasi
bahan ke dalam pit dan fisura serta berpolimerisai dan menutup
daerah tersebut dari bakteri dan debris (Kenneth J Anusavice, 2004:
260-261).
Bahan sealant ideal mempunyai kemampuan retensi yang tahan lama,
kelarutan terhadap cairan mulut rendah, biokompatibel dengan
jaringan rongga mulut, dsn mudah diaplikasikan (Donna Lesser,
2001).

Lesser, Donna, RDH, BS. 2001. An Overview of Dental Sealants. Diakses
dari http://www.adha.org/downloads/sup_sealant.pdf pada 8 Juni
2009
Anusavice, Kenneth J. 2004. Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC


BAHAN SEALANT BERBASIS RESIN
2.6 Bahan Sealant Berbasis Resin
a. Bahan matriks resin
Bahan matriksnya adalah bisfenol A-glisidil metakrilat
(bis-GMA), suatu resin dimetakrilat. Karena bis-GMA
memiliki berat molekul yang lebih tinggi dari metal
metakrilat, kepadatan gugus metakrilat berikatan
ganda adalah lebih rendah dalam monomer bis-GMA,
suatu faktor yang mengurangi pengerutan polimerisasi.
Penggunaan dimetakrilat juga menyebabkan
bertambahnya ikatan silang dan perbaikan sifat
polimer (Kenneth J Anusavice, 2004: 230).

b. Partikel bahan pengisi
Dimasukkannya partikel bahan pengisi ke dalam suatu matriks secara nyata
meningkatkan sifat bahan matriks bila partikel pengisi benar-benar berikatan
dengan matriks. Penyerapan air dan koefisiensi termal dari komposit juga lebih
kecil dibandingkan dengan resin tanpa bahan pengisi. Sifat mekanis seperti
kekuatan kompresi, kekuatan tarik, dan modulus elastis membaik, begitu juga
ketahanan aus. Semua perbaikan ini terjadi dengan peningkatan volume fraksi
bahan pengisi (Kenneth J Anusavice, 2004: 230-1).
Bis-GMA saat ini merupakan matriks resin pilihan sebagai bahan sealant. Bisa
dengan atau tanpa bahan pengisi. Penambahan bahan pengisi meliputi serpih kaca
mikroskopis, partikel quartz dan bahan pengisi lainnya. Bahan ini membuat sealant
lebih tahan terhadap abrasi (Norman O. Harris, 1999: 246).
Bahan yang digunakan bahan pengisi makro adalah partikel-partikel halus dari
komponen silika, cristalin quartz, atau silikat glass boron. Quartz telah digunakan
secara luas sebagai bahan pengisi. Quartz memiliki keunggulan sebagai bahan
kimia yang kuat. Sementara sifat radiopak bahan pengisi disebabkan oleh sejumlah
kaca dan porselen yang mengandung logam berat seperti barium, strontium dan
zirconium. Penambahan bahan pengisi mengurangi pengerutan pada saat
polimerisasi dan menambah kekerasan (Lloyd Baum, 1997: 254).

c. Bahan coupling
Bahan pengisi sangatlah penting berikatan dengan matriks resin. Hal ini
memungkinkan matriks polimer lebih fleksibel dalam meneruskan tekanan ke
partikel yang lebih kaku. Ikatan antara 2 fase komposit diperoleh dengan bahan
coupling. Aplikasi bahan coupling yang tepat dapat meningkatan sifat mekanis dan
fisik serta memberikan kestabilan hidrolitik dengan mencegah air menembus
sepanjang antar bahan pengisi dan resin. -metakriloksipropiltrimetoksi silane
adalah bahan yang sering digunakan sebagai bahan coupling (Kenneth J Anusavice,
2004: 230-1).
d. Penghambat
Untuk mencegah polimerisasi spontan dari monomer, bahan penghambat
ditambahkan pada sistem resin. Penghambat ini mempunyai potensi reaksi kuat
dengan radikal bebas. Bila radikal bebas telah terbentuk, bahan penghambat akan
bereaksi dengan radikal bebas kemudian menghambat perpanjangan rantai
dengan mengakhiri kemampuan radikal bebas untuk mengawali proses
polimerisasi. Bahan penghambat yang umum digunakan adalah butylated
hydroxytoluene (Kenneth J. Anusavice, 2004: 232).

e. Sifat bahan resin
Secara umum resin memiliki sifat mekanis yang baik, kelarutan
bahan resin sangat rendah. Sifat termis bahan resin sebagai isolator
termis yang baik. Bahan resin memiliki koefisien termal yang tinggi.
Kebanyakan resin bersifat radiopaque (E.C Combe, 1992: 176-7).
Resin memiliki karakteristik warna yang dapat disesuaikan
dengan kebutuhan perawatan. Sifat mekanis yang baik sehingga
dapat digunakan pada gigi dengan beban kunyah besar. Terjadinya
pengerutan selama proses polimerisasi yang tinggi menyebabkan
kelemahan klinis dan sering menyebabkan kegagalan. Kebocoran
tepi akibat pengerutan dalam proses polimerisasi dapat
menyebabkan karies sekunder. Pemolesan bahan harus bagus
karena kekasaran pada permukaan komposit dapat dijadikan
tempat menempelnya plak (Kenneth J Anusavice, 2004: 247).

f. Indikasi fisure sealant berbasis resin
Penggunaan sealant berbasis resin digukanan
pada hal berikut:
Digunakan pada geligi permanen
Kekuatan kunyah besar
Insidensi karies relatif rendah
Gigi sudah erupsi sempurna
Area bebas kontaminasi atau mudah dikontrol
Pasien kooperatif, karena banyaknya tahapan
yang membutuhkan waktu lebih lama.

2.7 Pengerasan Sealant Berbasis Resin
Terdapat dua tipe bis-GMA yaitu yang mengalami polimerisasi setelah pencampuran komponen katalis dan yang mengalami polimerisasi hanya
setelah sumber sinar yang sesuai. Sampai sekarang sinar ultraviolet (panjang gelombang 365 nm) telah digunakan, tetapi telah banyak digantikan
oleh sinar tampak (biru) dengan panjang gelombang 430-490 nm (R.J Andlaw, 1992: 58).
2.7.1 Pengerasan Sealant Berbasis Resin secara Otomatis
Proses ini kadang disebut dengan cold curing, chemical curing, atau self curing. Bahan yang dipasok dalam 2 pasta, satu mengandung inisiator benzoil
peroksida dan lainnya mengandung amin tersier. Bila kedua pasta diaduk, amin bereaksi dengan benzoil peroksida untuk membentuk radikal bebas
dan polimerisasi tambahan dimulai (Kenneth J. Anusavice, 2004: 232).
Sealant bis-GMA dipolimerisasi oleh bahan amina organik akselerator yang terdiri atas dua sistem komponen. Komponen pertama berisi bis-GMA tipe
monomer dan inisiator benzoil peroksida, dan komponen kedua berisi tipe monomer bis-GMA dengan akselerator 5% amina organik. Monomer bis-
GMA dilarutkan dengan monomer metal metakrilat. Sebuah bahan sealant komersil berisi pigmen putih, dimana mengandung 40% bahan partikel
quartz dengan diameter rata-rata 2 mikrometer. Kedua komponen tadi bercampur sebelum diaplikasikan ke gigi dan berpolimerisasi ikatan silang
sebagai reaksi sederhana (Norman O.Harris, 1979: 30)
Pada bahan ini operator tidak memiliki kemampuan mengendalikan waktu kerja setelah bahan diaduk. Jadi pembentukan kontur restorasi harus
diselesaikan begitu tahap inisiasi selesai. Jadi proses polimerisasi terus-menerus terganggu sampai operator telah menyelesaikan proses
pembentukan kontur restorasi (Kenneth J. Anusavice, 2004: 235).

2.7.2 Pengerasan Sealant Berbasis Resin dengan Sinar
Radikal bebas pemula reaksi polimerisasi terdiri atas foto-inisiator dan activator amin terdapat dalam satu pasta. Bila tidak terkena sinar, maka kedua
komponen tersebut tidak bereaksi. Pemaparan terhadap sinar dengan panjang gelombang yang tepat (468 nm) merangsang fotoinisiator berinteraksi
dengan amin untuk membentuk radikal bebas yang mengawali polimerisasi tambahan.
Foto-inisiator yang digunakan adalah camphoroquinone. Sumber sinar modern biasanya berasal dari bohlam tungsten halogen melalui suatu filter
sinar ultra merah dan spectrum sinar tampak dengan panjang gelombang 500 nm (Gambar10). Waktu polimerisasi sekitar 20-60 detik. Untuk
mengimbangi penurunan intensitas sinar, waktu pemaparan harus diperpanjang 2 atau 3 kali (Kenneth J. Anusavice, 2004: 232-5).
Saat ini telah tersedia bahan fissure sealant berbasis resin dalam syringe yang akan berpolimerisasi setelah diaktivasi dengan sinar (Gambar 9).
Sealant bis-GMA berpolimerisasi dengan sinar ultraviolet (340-400 nm) adalah satu sistem tanpa diperlukan adanya pencampuran. Tiga bahan kental
monomer bis-GMA dilarutkan dengan 1 bagian monomer metil metakrilat. Dengan aktivator berupa 2% benzoin metil eter (Robert G. Craig, 1979:
30).

2.8 Teknik Aplikasi Fissure Sealant Berbasis Resin
2.8.1 Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)
Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:
Memiliki kemampuan abrasif ringan
Tanpa ada pencampur bahan perasa
Tidak mengandung minyak
Tidak mengandung Fluor
Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain
Memiliki kemampuan poles yang bagus
2.8.2 Pembilasan dengan air
Syarat air:
Air bersih
Air tidak mengandung mineral
Air tidak mengandung bahan kontaminan
2.8.3 Isolasi gigi
Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam
2.8.4 Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.
Syarat udara :
Udara harus kering
Udara tidak membawa air (tidak lembab)
Udara tidak mengandung minyak
Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke permukaan gigi.
2.8.4 Lakukan pengetsaan pada permukaan gigi
Lama etsa tergantung petunjuk pabrik
Jika jenis etsa yang digunakan adalah gel, maka etsa bentuk gel tersebut harus dipertahankan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah cukup.
Jika jenis etsa yang digunakan adalah berbentuk cair, maka etsa bentuk cair tersebut harus terus-menerus diberikan pada permukaan gigi yang dietsa hingga waktu etsa telah cukup.
2.8.5 Pembilasan dengan air selama 60 detik
Syarat air sama dengan point 2.
2.8.6 Pengeringan dengan udara setelah pengetsaan permukaan pit dan fisura
Syarat udara sama dengan point 3.
Cek keberhasilan pengetsaan dengan mengeringkannya dengan udara, permukaan yang teretsa akan tampak lebih putih
Jika tidak berhasil, ulangi proses etsa
Letakkan cotton roll baru, dan keringkan
Keringkan dengan udara selama 20-30 detik
2.8.7 Aplikasi bahan sealant
Self curing: campurkan kedua bagian komponen bahan, polimerisasi akan terjadi selama 60-90 detik.
Light curing: aplikasi dengan alat pabrikan (semacam syringe), aplikasi penyinaran pada bahan, polimerisasi akan terjadi dalam 20-30 detik.
2.8.8 Evaluasi permukaan oklusal
Cek oklusi dengan articulating paper
Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)
(Donna Lesser, 2001)

BAHAN SEALANT SEMEN IONOMER
KACA
2.9 Bahan Sealant Semen Ionomer Kaca
Semen ionomer kaca adalah nama generik dari
sekelompok bahan yang menggunakan bubuk
kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini
mendapatkan namanya dari formulanya yaitu
suatu bubuk kaca dan asam ionomer yang
mengandung gugus karboksil. Juga disebut
sebagai semen polialkenoat. Bahan dalam semen
ionomer kaca terdiri atas bubuk dan cairan.

a. Bubuk semen ionomer kaca
Bubuk adalah kaca kalsium fluoroaluminosilikat yang larut dalam asam. Komposisi dari bubuk semen ionomer kaca adalah silica, alumina, aluminium
fluoride, calsium fluoride, sodium fluoride, dan aluminium phosphate. Bahan-bahan mentah digabung sehingga membentuk kaca yang seragam
dengan memanaskannya samapi temperature 1100-1500 C. Lanthanum, strontium, barium, atau oksida seng ditambahkan untuk menimbulkan sifat
radiopak (Kenneth J. Anusavice, 2004: 449).
b. Cairan semen ionomer kaca
Cairan yang digunakan untuk semen ini adalah larutan asam poliakrilat dengan konsentrasi 50%. Cairannya cukup kental dan cenderung membentuk
gel setelah beberapa waktu. Pada sebagian besar semen, asam poliakrilat dalam cairan adalah dalam bentuk kopolimer dengan asam itikonik, maleik
atau trikarbalik. Asam-asam ini cenderung menambah reaktivitas dari cairan, mengurangi kekentalan, dan mengurangi kecenderungan membentuk
gel. Selain itu, memperbaiki karakteristik manipulasi dan meningkatkan waktu kerja dan memperpendek waktu pengerasan (Lloyd Baum, 1997: 254).
c. Pengerasan
Ketika bubuk dan cairan dicampur untuk membentuk suatu pasta (gambar 2), permukan partikel kaca akan terpajan asam. Ion-ion kalsium,
aluminium, natrium dan fluorin dilepaskan ke dalam media yang bersifat cair. Rantai asam poliakrilat akan berikatan silang dengan ion-ion kalsium
dan membentuk masa yang padat.
Selama 24 jam berikutnya, terbentuk fase baru dimana ion-ion aluminium menjadi terikat dalam campuran semen. Ini membuat semen menjadi lebih
kaku. Ion natrium dan fluorin tidak berperan serta di dalam ikatan silang dari semen. Beberapa ion natrium dapat menngantikan ion-ion hidrogen
dari gugus karboksil, sementara sisanya bergabung dengan ion-ion fluorin membentuk natrium fluoride yang menyebar merata di dalam semen yang
mengeras (Kenneth J. Anusavice, 2004: 451).
Mekanisme pengikatan ionomer kaca dengan struktur gigi belum dapat diterangkan dengan jelas. Meskipun demikian, perekatan ini diduga terutama
melibatkan proses kelasi dari gugus karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal apatit pada enamel dan dentin. Ikatan antara semen dengan
enamel selalu lebih besar daripada ikatannya dengan dentin, mungkin karena kandungan anorganiknya enamel yang lebih banyak dan
homogenitasnya lebih besar (Kenneth J. Anusavice, 2004: 452).

d. Sifat semen ionomer kaca
Semen ini memiliki sifat kekerasan yang baik, namun
jauh inferior dibanding kekerasan bahan resin.
Kemampuan adhesi melibatkan proses kelasi dari
gugus karboksil dari poliasam dengan kalsium di kristal
apatit enamel dan dentin. Semen ini memiliki sifat anti
karies karena kemampuannya melepaskan fluor. Dalam
proses pengerasan harus dihindarkan dari saliva karena
mudah larut dalam cairan dan menurunkan
kemampuan adhesi. Ikatan fisiko kimiawi antara bahan
dan permukaan gigi sangat baik sehingga mengurangi
kebocoran tepi tumpatan (Kenneth J. Anusavice, 2004:
453).

e. Indikasi fisure sealant semen ionomer kaca
Indikasi penggunaan Fissure sealant dengan
semen ionomer kaca sebagai berikut:
Digunakan pada geligi sulung
Kekuatan kunyah relatif tidak besar
Pada insidensi karies tinggi
Gigi yang belum erupsi sempurna
Area yang kontaminasi sulit dihindari
Pasien kurang kooperatif

2.10 Teknik Aplikasi Fissure Sealant dengan Sealant Semen Ionomer Kaca
2.10.1 Pembersihan pit dan fisura pada gigi yang akan dilakukan aplikasi fissure sealant menggunakan brush dan pumis (Gambar 1)
Syarat pumis yang digunakan dalam perawatan gigi:
Memiliki kemampuan abrasif ringan
Tanpa ada pencampur bahan perasa
Tidak mengandung minyak
Tidak mengandung Fluor
Mampu membersihkan dan menghilangkan debris, plak dan stain
Memiliki kemampuan poles yang bagus
2.10.2 Pembilasan dengan air
Syarat air:
Air bersih
Air tidak mengandung mineral
Air tidak mengandung bahan kontaminan
2.10.3 Isolasi gigi
Gunakan cotton roll atau gunakan rubber dam
2.10.4 Keringkan permukaan gigi selama 20-30 detik dengan udara.
Syarat udara :
Udara harus kering
Udara tidak membawa air (tidak lembab)
Udara tidak mengandung minyak
Udara sebaiknya tersimpan dalam syringe udara dan dihembuskan langsung ke permukaan gigi.
2.10.5 Aplikasi bahan dentin kondisioner selama 10-20 detik (tergantung instruksi pabrik). Hal ini akan menghilangkan plak dan pelikel dan mempersiapkan semen beradaptasi dengan
baik dengan permukaan gigi dan memberikan perlekatan yang bagus (Gambar 3).
2.10.6 Pembilasan dengan air selama 60 detik
Syarat air sama dengan point 2.
2.10.7 Pengeringan dengan udara setelah aplikasi dentin kondisioner permukaan pit dan fisura dilakukan pembilasan
Syarat udara sama dengan point 3.
Keringkan dengan udara selama 20-30 detik
2.10.8 Aplikasikan bahan SIK pada pit dan fisura (Gambar 4).
2.10.9 Segera aplikasi bahan varnish setelah aplikasi fissure sealant dilakukan (Gambar 5).
2.10.10 Evaluasi permukaan oklusal
Cek oklusi dengan articulating paper
Penyesuaian dilakukan bila terdapat kontak berlebih (spot grinding)
(Departemen Kesehatan North Sidney, 2008)


Dapus
Andlaw, RJ and Rock. 1992. Perawatan Gigi Anak. Alih bahasa: Agus Djaya dari A Manual of Pedodontics. Jakarta: EGC
Anusavice, Kenneth J. 1994. Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC
Baum, Lloyd. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Alih bahasa oleh Prof. Dr. drg Rasinta Tarigan. Jakarta: EGC
Combe, E.C. 1992. Sari Dental Material. Diterjemahkan drg. Slamet Tarigan, MS, PhD. Jakarta: Balai Pustaka
Craig, Robert G. 1979. Dental Materials. London: Mosby Company
Departement of Health North Sidney. 2008. Pit and Fissure Sealants: Use of in Oral Health Service NSW. Diakses dari
http://www.health.nsw.gov.au/policies/pd/2008/pdf/PD2008_028.pdf
pada 8 Juni 2009
Ganesh, Mahadevan MDS, et al. 2007. Comparative Evaluation of The Marginal Sealing Ability of Fuji VII and Concise as Pit and Fissure Sealants. The
Journal Contemporary Dental Practice, diakses dari http://www.thejcdp.com/issue033/ganesh/ganesh.pdf pada 8 Juni 2009.
Harris, O Norman. 1999. Primary Preventive Dentistry Fifth Edition. USA: Appleton & Lange
Kervanto, Sari. 2009. Arresting Occlusal Enamel Caries Lesions with Pit and Fisura Sealants. Academic Dissertation Faculty of Medicine, University of
Helsinki. Diakses dari https://oa.doria.fi/bitstream/handle/10024/43707/arrestin.pdf?sequence=1 pada 8 Juni 2009
Kidd, Edwina A. M dan Bechal, Sally Joyston.1992. Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Terjemahan Narlan Sumawinata dan Safrida
Faruk dari Essential of Dental Caries (1992). Jakarta: EGC
Lesser, Donna, RDH, BS. 2001. An Overview of Dental Sealants. Diakses dari http://www.adha.org/downloads/sup_sealant.pdf pada 8 Juni 2009
Lucas, J, Dr . 2008. Fuji VII Pink or White. Diakses dari http://www.gcasia.info/australia/brochures/pdfs/7704_FUJI%20VII_NEW%20FORMAT.pdf
pada 8 Juni 2009
Nunn, J.H. 2000. British Society of Paediatric Dentistry: A Policy Document on Fissure Sealants in Paediatric Dentistry. International Journal of
Paediatric Dentistry diakses dari http://www.bspd.co.uk/publication-19.pdf pada 8 Juni 2009
Paarmann, Carline, RDH, MEd. 1991. Application of Pit and Fissure Sealants. Diakses dari
http://www.pte.idaho.gov/Forms_Publications/Health/Curriculum/DentalApplicationOfPitAndFissureSealants.pdf pada 6 juni 2009.
Pinkham, J.R. 1994. Pediatryc Dentistry, Infancy Trough Adolescence second edition. Philadelphia: W.B Saunders Co


Subramaniam P. 2008. Retention of Resin Based Sealant and Glass Ionomer used as a Fissure Sealant: a Comparative Study. Jurnal Indian Soc.
Pedodontics Prevent Departemen diakses dari http://www.jisppd.com/temp/JIndianSocPedodPrevDent263114-3280171_090641.pdf pada 8 Juni
2009
Walsh, Laurence J, Prof. 2006. Pit and Fissure Sealant: Current Evidence and Concepts. Dental Practice Journal. Diakses dari
https://espace.library.uq.edu.au/eserv/UQ:13804/Sealants_2006.pdf pada 8 Juni 2009
Wheeler, Russel C, DDS, FACD. 1974. Dental Anatomy, Physiology and Occlusion. Philadelphia : W.B Saunders Company

Anda mungkin juga menyukai