Anda di halaman 1dari 23

PEMBUATAN SARUNG BANTAL DENGAN PENYEMPURNAAN ANTI KUSUT

DAN PELEMASAN PADA KAIN KAPAS MENGGUNAKAN SENYAWA


DMDHEU DENGAN PENAMBAHAN AROMATERAPI LAVENDER

disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Penyempurnaan 2

Oleh
KELOMPOK 2 (Dua)
Andhika Fauzi W NIM. 15020003
Raditya Cahyo Nugroho NIM. 16020102
Annisa Fitri Rahmawati NIM. 17020012
Cakra Bayu Pamungkas NIM. 17020019
Dhea Nurkhofifah NIM. 17020023

Grup : 3K1
Dosen : Sukirman, S.ST., MIL.
Asisten : 1. Briyan M. R. R., S.ST.
2. Desiriana

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK STT TEKSTIL BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Salah satu yang meningkatkan kualitas tidur adalah pemilihan
sarung bantal. Sarung bantal yang beredar di pasaran umumnya
terbuat dari serat kapas. Namun, serat kapas mudah kusut sehingga
setelah pencucian terjadi kekusutan. Untuk mengatasi hal ini,
dilakukan penyempurnaan anti kusut yang disempurnakan lagi
dengan pelemasan.
Proses penyempurnaan resin termasuk penyempurnaan
kimia yang salah satunya digunakan untuk memperbaiki ketahanan
kusut serta merperbaiki kelemasan bahan. Pada proses
penyempurnaan anti kusut ini, pembentukan resin terjadi diantara
celah-celah dari bagian amorf serat selulosa selama proses
pemanasawetan. Monomer resin yang telah masuk akan bergabung
membentuk polimer yang mempunyai ikatan silang yang kuat yang
menyebabkan kain menjadi lebih kaku sehingga mengurangi
kecenderungan kain menjadi kusut dan kekuatan serat akan
menurun akibat proses hidrolisa serat kapas oleh asam yang
dihasilkan oleh katalis. Penurunan kekuatan tarik dan kekakuan
yang diakibatkan proses penyempurnaan anti kusut dapat dikurangi
dengan penggunaan zat tambahan berupa zat pelemas nonionik.

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang dapat diidentifikasikan masalah-
masalah sebagai berikut:
1. Sarung bantal yang sudah ada belum memiliki daya pakai yang
maksimal. Dengan kata lain sarung bantal tersebut kurang
maksimal dalam menahan kusut yang terbentuk, adanya
kekakuan, serta tidak adanya scent finish pada bahan.
2. Tidak adanya nilai tambah pada sarung bantal menyebabkan
daya tarik penggunaan sarung bantal tidak besar.
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dari percobaan ini adalah mengidentifikasi seberapa
besar pengaruh konsentrasi resin anti kusut jenis DMDHEU pada
penyempurnaan anti kusut yang disempurnakan dengan
penyempurnaan pelemasan.

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memperoleh


konsentrasi optimum resin anti kusut DMDHEU yang digunakan
pada penyempurnaan anti kusut yang disempurnakan dengan
penyempurnaan pelemasan.

1.4. Kerangka Pemikiran


Prinsip dari proses penyempurnaan yaitu menambah daya
pakai suatu kain. Salah satu cara untuk meningkatkan daya pakai
yaitu dengan cara melakukan proses penyempurnaan anti kusut
menggunakan resin DMDHEU. Resin tahan kusut ini merupakan zat
yang digunakan untuk membentuk suatu ikatan silang dengan serat
agar diperoleh kestabilan serat saat terjadi lipatan atau kekusutan.
Semakin tinggi konsentrasi resin, maka akan semakin banyak ikatan
silang yang terbentuk sehingga semakin stabil pula kedudukan
rantai-rantai molekul serat dan akan memberikan sifat yang lebih
elastis. Lamanya waktu proses berpengaruh juga terhadap
banyaknya ikatan silang yang terbentuk selama terjadi proses
polimerisasi resin dnegan serat. Reaksi kimia yang terjadi dapat
dipercepat dengan bantuan katalis. Pada umumnya, kondisi larutan
berada pada suasana asam.
Pada proses penyempurnaan, resin harus dibentuk di dalam
serat karena jika terbentuk di permukaan akan menyebabkan
kekakuan bahan yang tinggi. Larutan resin pada umumnya terdiri
dari 3 komponen, yaitu :

- Prakondensat
- Katalis

- Zat-zat aditif

Pada proses penyempurnaan resin, larutan prakondensat


akan berpolimerisasi pada suhu tinggi. Katalis pada suhu tinggi akan
menghasilkan asam dan akan terurai untuk membantu mempercepat
proses polimerisasi dan asam yang dihasilkan akan menyebabkan
serat kapas terhidrolisa yang mengakibatkan turunnya kekuatan tarik
dari bahan.

Penambahan zat aditif yang berupa zat pelemas digunakan


untuk memperbaiki kekuatan kain. Zat pelemas nonionik dapat
memperbaiki kekuatan kain dengan cara mengurangi kegetasan
pada bahan.

1.5. Metodologi Percobaan


Metodologi penelitian yang dilakukan adalah melakukan
percobaan pada kain kapas 100% yang telah dicelup dengan zat
warna reaktif. Proses penyempurnaan anti kusut dilakukan dengan
memvariasikan konsentrasi resin anti kusut DMDHEU yaitu 40, 50,
60 dan 70 g/l dan ditambahkan zat pelemas nonionik dengan
konsentrasi 20 g/l. Setelah itu dilakukan pencapan motif dengan zat
warna reaktif dan dilakukan evaluasi yang meliputi pengujian
kekuatan tarik, kekakuan kain dan kemampuan kembali dari
kekusutan.
1.6. Diagram Alir Percobaan

Diagram alir uji pendahuluan dapat dilihat seperti di bawah ini :

Kain kapas putih

Proses penyempurnaan anti kusut dengan penambahan zat pelemas


Resin DMDHEU (Crosslinking) : 40; 50; 60; 70 g/l
Zat pelemas nonionik : 20 g/l
Katalis : 12% dari penggunaan resin
WPU : 80%

Pengeringan awal
Suhu : 100°C
Waktu : 2 menit

Pemanasawetan
Suhu : 170°C
Waktu : 2 menit

Washing off

Evaluasi :
- Uji Kekuatan Tarik
- Uji Kemampuan Kembali dari Kekusutan
- Uji Kekakuan
Diagram alir proses dapat dilihat di bawah ini :

Kain kapas putih

Proses pencelupan warna dasar kain


Zat warna reaktif panas : 1% owf
Zat Pembasah : 1 ml/l
Na2CO3 : 10 g/l
NaCl : 30 g/l
Vlot : 1:20
Suhu : 90°C
Waktu : 30 menit

Pengeringan dan Washing Off

Proses penyempurnaan anti kusut dengan penambahan zat pelemas


Resin DMDHEU (Crosslinking) : 40 - 70 g/l
Zat pelemas nonionik : 20 g/l
Katalis : 12% dari penggunaan resin
WPU : 80%

Pengeringan awal
Suhu : 100°C
Waktu : 2 menit
Pemanasawetan
Suhu : 170°C
Waktu : 2 menit

Washing Off

Pencapan motif
Zat warna reaktif dingin : 20 g/kg
Gliserin/ Urea : 80 g/kg
NaHCO3 : 20 g/kg
Na2CO3 : 5 g/kg
Pengental Alginat 5% : 700 g/kg
Balance : 175 g/kg

Pengeringan
Suhu : 100°C
Waktu : 2 menit

Batching (24 jam)

Washing off
Pemberian aromaterapi lavender
Aromaterapi lavender : 10% owf
Binder : 5% owf
Vlot : 1:10
Suhu : 40°C
Waktu : 30 menit

Penjahitan
BAB II
TEORI PENDEKATAN

2.1. Serat Kapas


Kapas adalah serat lembut yang tumbuh di sekitar biji tanaman
kapas. Merupakan serat yang paling sering dipintal menjadi benang dan
digunakan untuk membuat tekstil. Kapas adalah tanaman yang berharga
karena hanya sekitar 10% dari berat baku hilang dalam pemrosesan.
Setelah lilin, protein, dll dihapus, sisanya adalah polimer alami berupa
selulosa murni. Selulosa ini diatur dengan cara yang menghasilkan sifat
kapas dengan kekuatan unik dan daya serap tinggi. Setiap serat terdiri dari
dua puluh-tiga puluh lapisan melingkar selulosa.

Komposisi kimia dari serat kapas terdiri dari selulosa 95%, satu 1,3%
protein, 1,2% abu, 1,6% lilin, 3% gula, dan asam organik, dan senyawa
kimia lainnya yang membentuk 3,1%. Serat kapas non-selulosa biasanya
terletak dalam serat kutikula.

Serat kapas non-selulosa terdiri dari protein, abu, lilin, gula dan asam
organik. Lilin kapas ditemukan pada permukaan luar serat. Lilin lebih
banyak ditemukan pada kapas jika luas permukaan kapas semakin besar,
kapas halus umumnya memiliki kandungan lilin lebih banyak. Lilin kapas
terdiri atas rantai panjang asam lemak dan alkohol. Lilin kapas berfungsi
sebagai pelindung untuk serat kapas. Gula yang terdiri dari 3% serat kapas,
gula berasal dari gula alami tanaman dan gula dari serangga. Gula tanaman
terjadi dari proses pertumbuhan tanaman kapas. Gula tanaman terdiri dari
monosakarida, glukosa dan fruktosa. Gula serangga terutama untuk
whiteflies,gula serangga dapat menyebabkan kekakuan, yang dapat
menyebabkan masalahdi pabrik tekstil. Asam organik yang ditemukan
dalam serat kapas sebagai residumetabolic, yang terdiri dari asam malat
dan asam sitrat. Serat kapas non-selulosa dipisahkan menggunakan
pelarut selektif. Beberapa pelarut meliputi: heksana, kloroform, larutan
natrium hidroksida, polar pelarut, etanol panas, dan air putih. Setelah
menghapus semua bahan kimia non selulosa, serat kapas selulosa adalah
sekitar Sembilan puluh sembilan persen.
Komposisi kimia dari kapas, jika diangkat, sekitar 94 persen
selulosa,dalam kain jadi itu 99 persen selulosa. Kapas mengandung karbon,
hidrogen, danoksigen dengan gugus hidroksil reaktif. Glukosa adalah unit
dasar dari molekul selulosa. Kapas mungkin memiliki monomer glukosa
sebanyak 10.000 permolekul. Rantai molekul yang diatur dalam rantai spiral
panjang linear dalam serat. Kekuatan serat secara langsung berkaitan
dengan panjang rantai.

Ikatan hidrogen terjadi antara rantai selulosa dalam serat kapas. Ada
tiga kelompok hidroksil yang menonjol dari cincin dibentuk oleh satu
oksigen dan lima atom karbon. Kelompok-kelompok ini bersifat polar berarti
electron yang mengelilingi atom tidak merata. Atom hidrogen dari gugus
hidroksil yang tertarik pada banyak atom oksigen dari selulosa. Atraksi ini
disebut ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen dalam daerah memerintahkan fibril
menyebabkan molekul untuk mendekatkan diri satu sama lain yang
meningkatkan kekuatan serat. Ikatan hidrogen juga membantu dalam
penyerapan air. Cotton peringkat diantara serat-serat yang paling penyerap
karena ikatan Hidrogen yang memberikan kontribusi untuk kenyamanan
kapas itu.

Reaktivitas kimia selulosa berkaitan dengan kelompok hidroksil dari


unit glukosa. Kelembaban, pewarna, dan proses panjang selama
pengolahan menyebabkan kelompok-kelompok ini mudah bereaksi. Bahan
kimia sepertipemutih klorin menyerang atom oksigen antara atau dalam dua
unit cincin memutus rantai molekul selulosa.

2.2. Zat Warna Reaktif

Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan
reaksi dengan serat (ikatan kovalen) sehingga zat warna tersebut
merupakan bagian dari serat. Zat warna reaktif termasuk golongan zat
warna yang larut dalam air. Karena mengadaka reaksi dengan serat
selulosa, maka hasil pencelupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan
luntur warna yang sangat baik. Demikian pula karena berat molekul kecil
maka kilapnya baik. Berdasarkan cara pemakaiannya, zat warna reaktif
digolongkan menjadi dua golongan yaitu zat warna reaktif dingain dan
reaktif panas.

- Zat warna reaktif panas


Yaitu zat warna reakrif yang mempunyai kereaktifan rendah, dicelup
pada suhu tingi. Misalnya Procion H, Cibacron dengan sistem reaktif mon
kloro triazin, remazol dengan sistem reaktif vinil sulfon. Didalam air, zat
warna reaktif dapat terhdidrolisa, sehingga sifat reaktifnya hilang dan hal ini
menyebabkan penurunan tahan cucinya. Hidrolisa tersebut menurut reaksi
sebagai berikut:

D - Cl + H2O → D – OH + HCl

Reaksi Fiksasi dan Hidrolisis Zat Warna Reaktif Jenis Vinil Sulfon

Sumber: Dr. Noerati, S.Teks,M.T,dkk, Bahan Ajar Pendidikan dan


Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Teknologi Tekstil, Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil, Bandung, 2013.

Jenis zat warna ini merupakan jenis zat warna reaktif yang bereaksi
dengan serat melalui mekanisme adisi nukleofilik. Dilihat dari reaksinya, zat
warna ini cocok untuk dicelup dengan metoda pre pad alkali dan metoda all
in yang pemasukan alkalinya didepan.

- Zat warna reaktif dingin


Zat warna reaktif dingin merupakan zat warna reaktif yang memiliki
kereaktifan yang tinggi. Yang termasuk zat warna reaktif dingin adalah
Procion M dengan system reaktif diklorotriazin (DCT) dan Drimarene K
dengan sistem reaktif dyfluoro-monokhlro-pirimidin. Keduannya termasuk
zat warna reaktif yang bereaksi dengan serat melalui mekanisme substitusi
nukleofilik.
Kereaktifan zat warna reaktif dingin sangat tinggi sehingga proses
pencelupannya dapat dilakukan pada suhu 30°C – 40°C. Oleh karena itu
kromogen zat warna reaktif dingin relative kecil sehingga warnannya lebih
cerah dari zat warna reaktif panas.
Hal yang sangat perlu dilakukan diperhatikan dalam proses
pencelupannya adalah zat warnanya sangat kurang stabil, sangat mudah
rusak terhidrolisis, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha guna
menguirangi terjadinnya reaksi hidrolisis.

2.3. Pencapan
Pencapan merupakan salah satu metode pewarnaan kain. Jika
pencelupan dilakukan dengan mewarnai kain secara merata, maka
pencapan dilakukan dengan mewarnai kain secara setempat, dengan
menimbulkan corak tertentu. Pencelupan menggunakan air sebagai media,
sedang pencapan menggunakan pengental sebagai medianya. Pada
proses pencapan dapat digunakan beberapa golongan zat warna tanpa
saling mempengaruhi warna aslinya. Pencapan dilakukan sebagai berikut :
1. Membuat motif, tergantung sistem pencapan yang digunakan, yaitu:
a. Menggunakan kain kasa (screen)
1) Kain kasa dipasang pada sebuah bingkai kayu/logam, secara lurus
dan tegang.
2) Pada kain kasa diberi motif dengan berbagai cara, antara lain:
a) Menempel gambar motif
b) Digambar langsung dengan lak
c) Dicetak dengan chrom gelatin
d) Kasa dipernis dengan bagian yang tertutup dilapisi lagi dengan
lak/cat agar kuat.

b. Menggunakan logam, dilakukan dengan menggravir logam. Logam


yang digunakan dapat berbentuk balok maupun silinder.
2. Membuat pengental
Pasta cap pada umumnya dibuat dari larutan atau disperse cat dalam
air atau dalam zat pelarut lain, dengan obat-obat bantu seperti asam, alkali,
garam, dan pengental. Penggunaan pengental bertujuan untuk
menghasilkan pasta cap dengan kekentalan yang optimal. Syarat pengental
yang digunakan dalam pencapan adalah sebagai berikut:
a. Sesuai dengan bahan yang akan dicap
b. Sesuai dengan alat/metode pencapan
c. Tidak mengubah sifat zat warna dan tidak berwarna
d. Stabil dalam penyimpanan
e. Tidak bereaksi secara kimia dengan zat warna

Pengental harus mempunyai kekentalan yang optimal. Jika terlalu


kental, susah dituangkan, sedangkan jika terlalu encer mudah keluar dari
motif yang dibentuk. Kekentalan dapat diukur dengan menuangkan
pengental tersebut. Kekentalan optimal dicapai jika selama penuangan
pengental tersebut mengalir tidak terputus.
Pemilihan bahan pengental disesuaikan dengan zat warna yang
digunakan. Misalnya, zat warna yang mempunyai afinitas rendah terhadap
serat hendaknya dipadukan dengan pengental yang mempunyai afinitas
tinggi terhadap serat. Sebaliknya, zat warna yang mempunyai afinitas tinggi
terhadap serat hendaknya dipadukan dengan pengental yang mempunyai
afinitas rendah terhadap serat.

2.4. Anti Kusut

Penyempurnaan anti kusut merupakan suatu proses pemberian


resin anti kusut yang bersifat permanen pada kain tertentu untuk
keperluan tertentu. Proses penyempurnaan anti kusut merupakan salah
satu proses penyempurnaan tekstil menggunakan resin yang juga
memberikan sifat tahan kusut, kestabilan dimensi, dan lain sebagainya.
Pada umumnya resin merupakan kondensasi aminoplast yang
terjadi dari reaktan-reaktan nukleofil, senyawa NH dan senyawa karbonil.
Ditinjau dari segi molekulnya, resin terdiri dari molekul-molekul komplek
yang pada kondisi tertentu akan bergabung satu sama lain membentuk
molekul yang sama berbentuk linier atau siklik.

Dengan adanya kemampuan membentuk molekul besar diantara


rantai molekul, maka rantai molekul serat seakan-akan diikat satu sama
lain pada posisi tertentu sehingga kedudukannya tidak mudah berubah
lagi.

Proses penyempurnaan resin secara umum meliputi proses


persiapan kain, persiapan larutan resin, rendam pereas, pengerinan,
pemanas awetan, dan pencucian.

a. Persiapan Kain

Hasil penyempurnaan resin tergantung pada distribusi resin yang


merata. Untuk itu diperlukan daya serap yang sama pada seluruh
bagian kain, sehingga pengerjaan berikut sebelum penyempurnaan
resin mempunyai arti yang penting:

 Pembakaran bulu
 Penghilangan kanji
 Pemasakan
 Pengelantangan
 Kostisasi atau merserisasi
 Pencucian
 Pengeringan
Kain yang sudah mengalami proses pengelantangan , baik daya
serapnya tetapi biasanya tertutup oleh lapisan tipis sabun alkali dan
dapat menghalangi penyerapan resin. Disamping itu, alkali dapat
mengurangi efisiensi katalis yang ditambahkan pada proses
penyempurnaan dan akan memberikan hasil yang tidak merata.
Pencucian dengan calgon dapat menghilangkan lapisan tipis itu atau
pembilasan dengan larutan asam encer. Khusus untuk selulosa
sebaiknya diperlakukan dalam keadaan menggelembung, untuk itu kain
dilewatkan dalam alkali encer (6-7 % soda kostik) dan kemudian dibilas
dengan air dan asam encer. Akhirnya untuk semua kain harus diatur
kelembabannya tetap dan seragam, bila didinginkan hasil yang seragam
pula.

b. Larutan penyempurnaan resin

Larutan penyempurnaan resin pada umumnya terdiri atas tiga


komponen sebagai berikut :

1. Prakondensat

2. Katalis

3. Zat – zat aditif seperti pelemas, pelembut atau senyawa-senyawa


tertentu untuk memperoleh efek tertentu.

Saat ini banyak prakondensat yang telah diproduksi oleh pabrik–


pabrik kimia dengan nama dagang misalnya turunan dari urea, etilena
urea, triazon dan hidroksietilena urea.

c. Pengeringan

Pengeringan dari kain yang diimpregnasi harus sedemikian rupa


sehingga tidak terbentuk resin diantara rongga dan hanya pada
permukaan saja.

Selanjutnya pengeringan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga


distribusi pereaksi dalam serat tidak terganggu ini berarti, bahwa air
yang menguap dari dalam, bila tidak maka materi yang larut dalam air
akan terkondensasi pada permukaan.
Jadi proses pengeringan lambat harus dihindari, karena proses ini
membawa resin ke permukaan. Demikian pula penarikan berlebih
selama penarikan akan mempermudah cairan berpindah ke
permukaan.

Silinder pengering lebih efisien dari pada penggunaan uap, hanya saja
lebar dan pegangan kain tak dapat dikontrol. Kontaminasi permukaan
silinder oleh zat warna atau hasil-hasil amino-aldehid dari kain dapat
menganggu.

Bila efek khusus diinginkan, misalnya pengelasuran (glazing) atau


pahatan (embossing), maka tahap ini harus dilaksanakan setelah
pengeringan , tetapi sebelum pemanggangan atau pemanas awetan
(curing). Temperatur pengeringan biasanya adalah antara 90 sampai
100 oC.

d. Pemanasan

Kondensasi akhir dari produk amino aldehida merupakan tahap


merupakan tahap penting penyempurnaan resin. Untuk mendapatkan
hasil yang baik maka tahap pemanasan/curing harus dikontrol dengan
baik. Pada umumnya digunakan temperatur pemanasan ditentukan
oleh macam katalis yang digunakan, asam organik seperti asam tatrat
memerlukan sampai 3 menit pada suhu 150 oC sesuai menurut tebal
kainnya. Tujuan pokok dari perlakukan panas adalah untuk
mengawetkan sifat yang diiginkan, sehingga bersifat lebih permanen.

Pemanas awetan secara kering sering menghasilkan produk yang


getas, lebih-lebih untuk rayon. Oleh karena diperlukan proses
pemanas awetan dengan uap. Dengan demikian ketahanan terhadap
gosokan dapat diperbesar juga
2.5. Mekanisme Pembentukan Resin dan Ikatan Silang dengan
Selulosa

Pembentukan resin terjadi di antara celah-celah dari bagian amorf


serat selulosa selama proses pemanasawetan. Monomer-monomer
resin yang telah masuk akan bergabung membentuk polimer-polimer
yang mempunyai ikatan linier dan ikatan silang yang kuat.

Reaksi polimerisasi tersebut terjadi karena terbentuknya ikatan


metilen dan eter dari gugus-gugus aktif prakondensat yang disertai
dengan pembebasan air dan formaldehid. Reaksinya adalah sebagai
berikut :

 Pembentukan jembatan metilen

>N – CH2 – OH + H – N – CH2OH >N – CH2 – CH2OH + H2O

 Pembentukan jembatan eter

>N – CH2 – OH + HO – CH2 – N<>N – CH2 – O – CH2 – N + H2O

 Pembentukan jembatan metilen dengan pembebasan air dan


formaldehid

>N – CH2 – OH + HO – CH2 – N<>N – CH2 – N< + H2O + CH2O

Pada saat terjadinya pembentukan resin, gugus-gugus aktif dari


prakondensat ini juga akan mengikat gugus-gugus –OH dari rantai
molekul selulosa yang berdekatan sehinga terjadi ikatan silang antar
molekul selulosa melalui jemnatan resin. Reaksinya adalah sebagai
berikut :

2sel–OH + HO–H2C–resin–CH2–OH  sel–O–H2C–resin–CH2–O–sel


+ H2O
Resin yang masuk ke dalam serat akan berpolimer menghasilkan
molekul resin yang kompleks dengan membentuk ikatan silang
sehingga resin tidak dapat bermigrasi kembali keluar dari serat. Selain
itu resin akan mengikat susunan bagian-bagian molekul serat satu
sama lain sehingga serat menjadi lebih terikat yang akan mencegah
kecenderungan rantai molekul serat selulosa untuk saling menggelincir
akibat tekanan mekanik yang diberikan sehingga serat tidak berubah
bentuk dan tahan kusut.

2.6. Ikatan Silang

Ikatan silang adalah obligasi yang menghubungkan satu rantai


polimer yang lain. Zat ikat silang merupakan senyawa-senyawa yang
memiliki berat molekul rendah dengan gugus hidroksil atau gugus amina
lebih dari dua. Zat ikat silang berfungsi sebagai pengikat silang rantai
polimer melalui ikatan pada gugus resin dengan gugus pada serat. Jenis
resin yang mengadakan ikatan silang dengan serat adalah jenis reaktan.
Resin jenis reaktan akan membentuk polimer-polimer pandek tapi banyak
berikatan silang dengan molekul serat, contohnya dimetilol etilena urea
(DMEU) dan dimetilol dihidroksi etilene urea (DMDHEU).

2.7. Pelemasan

Zat pelemas adalah suatu zat yang biasa digunakan dalam proses
penyempurnaan untuk mendapatkan sifat bahan menjadi lembut, lemas,
licin, tidak rapuh dan anti statik. Zat pelemas yang biasa digunakan
merupakan suatu zat yang mengandung minyak/lemak. Zat pelemas ini
dapat digunakan sebagai zat penyempurnaan tersendiri maupun
ditambahkan dengan zat penyempurnaan lain untuk memperoleh
kelemasan, kehalusan, pegangan penuh dan lembut serta kesupelan pada
bahan tekstil. Sifat tersebut didapat karena terjadi penurunan koefisien
gesekan antara serat atau filamen-filamen benang.
Pada dasarnya zat pelemas merupakan senyawa lemak dengan rantai
panjang yang diemulsikan, dibuat dari bahan alam seperti minyak, lemak
dan berbagai jenis sabun. Berdasarkan ionisasinya dalam air, zat pelemas
dibagi menjadi zat pelemas golongan anionik, kationik, nonionik maupun
amfoter.
Zat pelemas nonionik adalah zat pelemas yang tidak mempunyai
muatan ion, merupakan zat pelemas yang tidak reaktif. Zat pelemas ini
umumnya dapat dipakai bersama-sama dengan zat penyempurnaan
lainnya, walaupun substantivitasnya kecil. Zat pelemas tersebut tidak
memberikan sifat pelemasan yang permanen pada serat karena tidak
bereaksi dengan serat, melainkan hanya membentuk lapisan film tipis pada
permukaan serat saja. Oleh karena itulah, maka ketahanan cucinya kurang
baik. Pada umumnya, zat pelemas ini banyak digunakan dalam campuran
dengan zat pelemas anionik atau kationik. Kerja zat pelemas ini tidak
terpengaruh oleh pH larutan, stabil terhadap elektrolit, tidak terpengaruh
oleh air sadah dan tidak memberikan efek kekuning-kuningan. Salah satu
contoh dari resin golongan ini adalah silikon.
Senyawa silikon berbentuk emulsi silikon yang dapat dipakai pada
bahan dari kapas, wol, sintetik dan serat campuran.senyawa silikon dapat
digunkan sebagai zat pelemas (softener), zat anti busa (antifoam agent),
zat tolak air (water repellent agent), dan lain-lain. Stabilitas ikatan Si-O dan
Si-C yang tinggi menyebabkannya mempunyai yang bagus terhadap
panas, cuaca, kelembaban, oksidasi dan bantingan-bantingan selama
penyimpanan. Tekanan permukaan yang rendah dari kelompok metil,
memberikanya sifat kebebasan dan pelumasan (release and lubrication)
yang baik.
Mekanisme kerja zat pelemas terhadap bahan ada beberapa cara yaitu
:
1. Pembentukan lapisan film yang lembut diatas serat.

2. Kemampuan menarik dan menyimpan kelembaban (attracting and


holding moisture)

3. Pelapisan serat dengan asam lemak amina, campuran polietilena dan


wax, atau dengan larutan silikon.
2.8. Lavender

Bunga lavender memiliki 25-30 spesies, beberapa diantaranya adalah


Lavandula angustifolia, lavandula lattifolia, lavandula stoechas (Fam.
Lamiaceae). Penampakan bunga ini adalah berbentuk kecil, berwarna ungu
kebiruan, dan tinggi tanaman mencapai 72 cm. Asal tumbuhan ini adalah
dari wilayah selatan Laut Tengah sampai Afrika tropis dan ke timur sampai
India. Lavender termasuk tumbuhan menahun, tumbuhan dari jenis rumput-
rumputan, semak pendek, dan semak kecil. Tanaman ini juga menyebar di
Kepulauan Kanari, Afrika Utara dan Timur, Eropa selatan dan Mediterania,
Arabia, dan India. Karena telah ditanam dan dikembangkan di taman-taman
di seluruh dunia, tumbuhan ini sering ditemukan tumbuh liar di daerah di
luar daerah asalnya. Tanaman ini tumbuh baik pada daerah dataran tinggi,
dengan ketinggian berkisar antara 600−1.350 m di atas permukaan laut.
Untuk mengembangbiakkan tanaman ini tidaklah sulit, dimana
menggunakan biji dari tanaman lavender yang sudah tua dan disemaikan.
Bila sudah tumbuh, dapat dipindahkan ke polybag. Bila tinggi tanaman telah
mencapai 15−20 cm, dapat dipindahkan ke dalam pot atau bisa ditanam di
halaman rumah.
Nama lavender berasal dari bahasa Latin “lavera” yang berarti
menyegarkan dan orang-orang Roma telah memakainya sebagai parfum
dan minyak mandi sejak zaman dahulu. Bunga lavender dapat digosokkan
ke kulit, selain memberikan aroma wangi, lavender juga dapat
menghindarkan diri dari gigitan nyamuk. Bunga lavender kering dapat
diolah menjadi teh yang dapat kita konsumsi. Manfaat lain bunga lavender
adalah dapat dijadikan minyak esensial yang sering dipakai sebagai
aromaterapi karena dapat memberikan manfaat relaksasi dan memiliki efek
sedasi yang sangat membantu pada orang yang mengalami insomnia.
Minyak esensial dari lavender biasanya diencerkan terlebih dahulu dengan
minyak lain dari tumbuh-tumbuhan (carrier oil) seperti sweet almond oil,
apricot oil, dan grapeseed oil agar dapat diaplikasikan pada tubuh untuk
pijat aromaterapi.
- Zat yang Terkandung pada Minyak Lavender
Minyak lavender memiliki banyak potensi karena terdiri atas beberapa
kandungan. Menurut penelitian, dalam 100 gram bunga lavender tersusun
atas beberapa kandungan, seperti: minyak esensial (1-3%), alpha-pinene
(0,22%), camphene (0,06%), beta-myrcene (5,33%), p-cymene (0,3%),
limonene (1,06%), cineol (0,51%), linalool (26,12%), borneol (1,21%),
terpinen-4-ol (4,64%), linalyl acetate (26,32%), geranyl acetate (2,14%),
dan caryophyllene (7,55%). Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan
bahwa kandungan utama dari bunga lavender adalah linalyl asetat dan
linalool (C10H18O). Diteliti efek dari tiap kandungan bunga lavender untuk
mencari tahu zat mana yang memiliki efek anti-anxiety (efek anti
cemas/relaksasi) menggunakan Geller conflict test dan Vogel conflict test.
Cineol, terpinen-4-ol, alpha-pinene, dan beta-myrcene tidak menghasilkan
efek anti cemas yang signifikan pada tes Geller. Linalyl asetat sebagai salah
satu kandungan utama pada lavender tidak menghasilkan efek anti cemas
yang signifikan pada kedua tes. Borneol dan camphene memberikan efek
anti cemas yang signifikan pada tes Geller, tapi tidak signifikan pada tes
Vogel. Linalool, yang juga merupakan kandungan utama pada lavender,
memberikan hasil yang signifikan pada kedua tes. Dapat dikatakan, linalool
adalah kandungan aktif utama yang berperan pada efek anti cemas
(relaksasi) pada lavender.
 Skema Penggunaan Kain

 Skema Pemolaan Kain Uji

Anda mungkin juga menyukai